1. Zaman Permulaan
Suatu zaman yang sangat awal, belasan maupun puluhan abad sebelum masehi. Alam lebih dahulu tercipta
dari manusia, alam menyediakan berbagai sumber hayati, hewani serta mineral mineral serta zat kimiawi
lainnya yang pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh manusia. pada masa
zaman prasejarah (awal mula kehidupan) manusia dan penyakit adalah 2 hal yg berkait, dulu untuk
mengobati penyaki mereka menggunakan insting dalam mengobati penyakit misal luka manusia
membubuhkan daun-daun segar diatas luka, atau menutupinya dengan lumpur, mereka melakukan pencarian
obat secara acak, dan ini merupakan awal mula pngetahuan dan ilmu farmasi.
Selanjutnya penemuan arkeologi mengenai tulisan-tulisan mengenai farmasi yang terkenal adalah penemuan
catatan-catatan yang disebut 'Papyrus Ebers', papyrus ebers ini merupakan suatu kertas yang berisi tulisan
yang panjangnya 60 kaki (kurang lebih 20 meter) dan lebarnya 1 kaki (sekitar sepertiga meter) berisi lebih
dari 800 formula atau resep, disamping itu disebutkan juga 700 obat-obatan yang berbeda antara lain obat
yang berasal dari tumbuh tumbuhan seperti akasis,biji jarak (castrol), anisi dll serta mineral seperti besi
oksida, natrium bikarbonat, natrium klorida dan sulfur.
Dokumen ini ditemukan george ebers, seorang ahli sejarah mesir berkebangsaan jerman. sekarang dokumen
ini disimpan di universitas of leipzig, Jerman.
2. Awal masehi
Sejarah farmasi dan kedokteran juga dipengaruhi tokoh tokoh seperti hippocrates (450-370 SM), Dioscorides
(abad ke-1 M), dan Galen (120-130 M)
Hippocrates (450-370 SM) merupakan seorang dokter yunani yang dihargai karna memperkenalkan farmasi
dan kedokteran secara ilmiah, ia membuat sistematika dalam pengobatan, serta menyusun uraian tentang
beratus-ratus jenis obat-obatan, ia juga dinobatkan sebagai bapak dari ilmu kedokteran.
Dioscorides (abad ke-1 M), seorang dokter yunani yang merupakan seorang ahli botani, yang merupakan
orang pertama yang menggunakan ilmu-tumbuh tumbuhan sebagai ilmu farmasi terapan, hasil karyanya
berupa De Materia Medika. selanjutnya mengembangkan ilmu farmakognosi. obat obatan yang dibuat
dioscoridaes antara lain napidium, opium, ergot, hyosciamus, dan cinnamon..
Galen (120-130 M), seorang dokter dan ahli farmasi bangsa yunani berkewarganegaraan romawi, yang
menciptakan suatu sistim pengobatan, fisiologi, patologi yang merumuskan kaidah yang banyak diikuti
selama 1500 tahun, dia merupakan pengarang buku terbanyak dizamannya, ia telah meraih penghargaan
untuk 500 bukunya tentang ilmu kedokteran-farmasi serta 250 buku lainnya tentang falsafal, hukum, maupun
tata bahasa. hasil karyanya dibidang farmasi uraian mengenai banyak obat, cara pencampuran dsb, sekarang
lazim disebut farmasi 'galenik'.
Sumber :
Farmasetika Dasar
Pengantar Sediaan farmasi
Etika Farmasi Dalam Islam
11. Farmakoekonomi
Farmakoekonomi adalah ilmu yang mempelajari rasio efisiensi biaya secara ekonomi terhadap efektivitas
suatu obat.
12. Farmasi Fisika
Farmasi Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang analisis kualitatif serta kuantitatif senyawa organik dan
anorganik yang berhubungan dengan sifat fisikanya, misalnya spektrometri massa, spektrofotometri, dan
kromatografi.
13. Kimia Farmasi
Kimia Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang analisis kuantitatif dan kualitatif senyawa-senyawa
kimia, baik dari golongan organik (alifatik, aromatik, alisiklik, heterosiklik) maupun anorganik yang
berhubungan dengan khasiat dan penggunaannya sebagai obat.
14. Biologi Farmasi
Biologi Farmasi adalah Ilmu yang mempelajari tentang dasar-dasar kehidupan organisme yang
mempengaruhi kehidupan manusia Mempelajari morfologi, anatomi, dan taksonomi tumbuhan dan hewan
yang berhubungan dengan dunia kefarmasian.
Sumber :
Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi
Obat Obat Penting
www.fkunissula.ac.id/index.php?option=com_docman.....
Sejarah farmasi
Sejak masa Hipocrates (460 -370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran”,
karna pada saat itu belum dipisahkan dan belum dikenalkan profesi Farmasi, jadi pada
saat itu dokter/tabib menjadi dokter sekaligus apoteker artinya seorang dokter yang
mendignosis penyakit, juga sekaligus me rupakan seorang “Apoteker” yang menyiapkan
obat. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin rumit, baik formula maupun
pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian tersendiri.
Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan secara resmi
antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices”. Dari sejarah
ini, satu hal yang perlu direnungkan adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran
adalah sama. Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi denga n timbulnya
industri-industri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang industri obat dan di
bidang “penyedia/peracik” obat (apotek).Dalam hal ini keahlian kefarmasian jauh lebih
dibutuhkan di sebuah industri farmasi dari pada apotek. Dapat dik atakan bahwa farmasi
identik dengan teknologi pembuatan obat.
Pendidikan farmasi berkembang seiring dengan pola perkembangan teknologi agar mampu
menghasilkan produk obat yang memenuhi persyaratan dan sesuai dengan kebutuhan.
Kurikulum pendidikan bidang fa rmasi disusun lebih ke arah teknologi pembuatan obat
untuk menunjang keberhasilan para anak didiknya dalam melaksanakan tugas profesinya.
Dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum merupakan
bidang tersendiri melainkan terma suk dalam bidang MIPA (Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam) yang merupakan kelompok ilmu murni (basic science) sehingga lulusan
S1-nya pun bukan disebut Sarjana Farmasi melainkan Sarjana Sains.
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1997) dalam “informasi jabatan untuk
standar kompetensi kerja” menyebutkan jabatan Ahli Teknik Kimia Farmasi, (yang
tergolong sektor kesehatan) bagi jabatan yang berhubungan erat dengan obat -obatan,
dengan persyaratan : pendidikan Sarjana Teknik Farmasi. Buku Pharmaceutical handbook
menyatakan bahwa farmasi merupakan bidang yang menyangkut semua aspek obat,
meliputi : isolasi/sintesis, pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan.
Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, “Pills, Profits and Politics”, menyatakan b ahwa
:
1. Pharmacist lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter menuliskan resep rasional.
Membantu melihat bahwa obat yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien
tahu mengenai “bagaimana,kapan,mengapa” penggunaan obat baik dengan atau tanpa resep dokter.
2. Pharmacist lah yang sangat handal dan terlatih serta pakart dalam hal produk/produksi obat yang memiliki
kesempatan yang paling besar untuk mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat
melayani baik dokter maupun pasien, sebagai “penasehat” yang berpengalaman.
3. Pharmacist lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan obat yang salah, penyalahgunaan
obat dan penulisan resep yang irrasional.
Melihat hal -hal di atas, maka nampak adanya suatu kesimpangsiuran tentang posisi
farmasi. Dimana sebenarnya letak farmasi ? di jajaran teknologi, Ilmu murni, Ilmu
kedokteran atau berdiri sendiri ? kebingungan dalam hal posisi farmasi akan
membingungkan para penyelenggara pendidikan farmasi, kurikulum semacam apa yang
harus disajikan ; para mahasiswa bingung menyerap materi yang semakin hari semakin
“segunung” ; dan yang terbingung adalah lulusannya (yang masih “baru”), yang merasa
tidak “menguasai “ apapun.
Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru dalam pendidikan farmasi, karena
pendidikan farmasi yang semula menjadi bagian dari MIPA, berubah menjadi suatu bidang
yang berdiri sendiri secara utuh.rofesi farmasi berkembang ke arah “patient oriented”,
memuculkan berkembangnya Ward Pharmacy (farmasi bangsal) atau Clinical Pharmacy
(Farmasi kl inik).
Di USA telah disadari sejak tahun 1963 bahwa masyarakat dan profesional lain
memerlukan informasi obat tang seharusnya datang dari para apoteker. Temuan tahun
1975 mengungkapkan pernyataan para dokter bahwa apoteker merupakan informasi obat
yang “parah”, tidak mampu memenuhi kebutuhan para dokter akan informasi obat
Apoteker yang berkualits dinilai amat jarang/langka, bahkan dikatakan bahwa
dibandingkan dengan apotekeer, medical representatif dari industri farmasi justru lebih
merupakan sumber inf ormasi obat bagi para dokter.
Secara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah akarnya semul a yaitu
sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien. Apoteker diharapkan setidak -tidaknya
mampu menjadi sumber informasi obat baik bagi masyarakat maupun profesi kesehatan lain
baik di rumah sakit, di apotek atau dimanapun apoteker berada.
Sumber: ITB
Artikel di blog ini berasal dr berbagai sumber, seperti buku, journal, majalah, website resmi seperti
depkes, Pom, SNI/BSN, dan sebagainya. Umumnya disadur serta ada yang merupakan hasil intisari
pemikiran yg admin peroleh saat pekuliahan dulunya. terimakasih untk semua sumber rujukan
yang admin kutip ataupun sadur, berbagi ilmu merupakan salah satu usaha dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa, hal ini merupakan cerminan aplikasi dalam mewujudkan
salah satu poin cita-cita luhur bangsa yang termaktub dalam pembukaan UUD'45.
Farmasi (bahasa Inggris: pharmacy, bahasa Yunani: pharmacon, yang berarti : obat merupakan
salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu
kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat.
Ruang lingkup dari praktik farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan
penyediaan sediaan obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan
terhadap pasien (patient care) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan
penggunaan obat, dan penyediaan informasi obat. Kata farmasi berasal dari kata farma (pharma).
Farma merupakan istilah yang dipakai pada tahun 1400 - 1600an.
1. Paracelsus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu
pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah
diketahui zat aktifnya.
2. Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam praktek
pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan atau biasa disebut obat
herbal.
3. Claudius Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja
obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi.
4. Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan
penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria,
sirup dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani,
India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik.
5. Johann Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan
toksikologi obat pada hewan percobaan, ia mengatakan :”I pondered at length, finally I
resolved to clarify the matter by experiment”. Ia adalah orang pertama yang melakukan
penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan percobaan. Percobaan pada hewan
merupakan uji praklinik yang sampai sekarang merupakan persyaratan sebelum obat
diuji–coba secara klinik pada manusia.
6. Institut Farmakologi pertama didirikan pada th 1847 oleh Rudolf Buchheim (1820-1879)
di Universitas Dorpat (Estonia). Selanjutnya Oswald Schiedeberg (1838-1921) bersama
dengan pakar disiplin ilmu lain menghasilkan konsep fundamental dalam kerja obat
meliputi reseptor obat, hubungan struktur dengan aktivitas dan toksisitas selektif. Konsep
tersebut juga diperkuat oleh T. Frazer (1852-1921) di Scotlandia, J. Langley (1852-1925)
di Inggris dan P. Ehrlich (1854-1915) di Jerman.