Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEAMANAN DAN KHASIAT OBAT BAHAN ALAM


Jambu biji (Psidii guajava L.)

Kelompok 2:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Baddriyasti
Desty N
Kudrat
Nurlaela
Ratih
Umul Fatihah

(1204015066)
(1204015096)
(1204015
(1204015
(1204015342)
(1204015432)

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR HAMKA
JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt, karena atas rahmat dan
karunia-Nya maka Makalah Keamanan dan Khasiat Obat Bahan Alam yang
berjudul Kunyit telah selesai dibuat.
Penulisan makalah ini merupakan tugas Mata Kuliah Keamanan dan Khasiat Obat
Bahan Alam, yang bertujuan agar mahasiswa dapat lebih memahami apa yang
telah dipelajari dalam perkuliahan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak
luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi teknik penulisan maupun tata
bahasa.

Tetapi

walaupun

demikian

penulis

berusaha

sebisa

mungkin

menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat sederhana.


Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Mata Kuliah Keamanan dan Khasiat Obat Bahan Alam yang telah memberikan
bimbingan dan arahan, serta semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian penulisan makalah ini.
Akhir kata dengan kerendahan hati, serta kesadaran bahwa adanya kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan makalah

ini, maka masukan dan saran yang

sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat diharapkan. Semoga


makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 18 November 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jambu biji merupakan salah satu tanaman buah yang banyak
ditemukan di wilayah Indonesia, walaupun sebenarnya berasal dari Amerika
Tropik. Tanaman ini berbuah sepanjang tahun, sering tumbuh liar, dan
umumnya ditemukan pada ketinggian 1-1200 m dpl, serta tumbuh dengan
baik pada tanah yang gembur maupun liat. Jambu biji secara taksonomi
tergolong ke dalam famili Myrtaceae, genus Psidium, spesies guajava,
sehingga dlam bahasa Latin disebut Psidium guajava. Dalam bahasa Inggris
jambu biji dikenal sebagai guava, sedangkan di Indonesia disebut juga jambu
batu, jambu klutuk, atau jambu Siki.
Jambu Biji temasuk tanaman perdu dan memiliki banyak cabang dan
ranting;batang pohonnya keras. Permukaan kulit luar pohon jambu biji
bewarna coklat dan licin. Apabila kulit kayu jambu biji tersebut dikelupas,
akan terlihat batang kayunya basah. Bentuk daun umumnya bercorak bulat
telur dengan ukuran agak besar. Bunganya kecil-kecil bewarna putih dan
muncul dari balik ketiak daun. Pada umur 2-3 tahun jambu biji sudah mulai
berbuah. Bijinya terdapat pada daging buahnya. Biji jambu biji berkeping
dua, berbentuk bulat dan keras. Di dalam satu buah jambu biji terdapat
banyak biji. Jambu biji dapat tumbuh pada tempat terbuka, tumbuh liar dan
dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m dpl. Tanaman jambu biji
sebenarnya dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Tanaman ini dapat tumbuh
subur didaerah dataran rendah sampai pada ketinggian 1200 meter diatas
permukaan laut yang banyak mengandung unsur nitrogen, bahan organik atau
pada tanah yang keadaannya liat dan berpasir.
Tanaman jambu biji merupakan tanaman yang istimewa, buahnya
memiliki kandungan zat gizinya yang tinggi, seperti vitamin C, potasium, dan
besi. Selain itu, juga kaya zat non gizi, seperti serat pangan, komponen
karotenoid, dan polifenol. Buah jambu biji bebas dari asam lemak jenuh dan
sodium, rendah lemak dan energi, tetapi tinggi akan serat pangan. Di dalam
daun jamu biji antara lain mengandung tanin, minyak asiri(eugenol), dan

minyak lemak. Oleh karena adanya senyawa-senyawa yang terkandung di


dalamnya menyebabkan tanaman ini banyak dimanfaatkan sebagai obat
tradisional. Pada umumnya bagian yang dapat digunakan dari tanaman ini
adalah bagian daun, buah mengkal, ranting muda dan akar.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui khasiat dan manfaat jambu biji (psidii folium).
2. Untuk mengetahui uji toksisitas dari daun jambu biji (psidii folium).
3. Untuk mengetahui uji praklinik dari daun jambu biji (psidii folium).
4. Untuk mengetahui uji klinik dari daun jambu biji (psidii folium).
5. Mengetahui ramuan tradisional daun jambu biji (psidii folium).
6. Mengetahui sediaan daun jambu biji (psidii folium) yang beredar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori (Monografi)


1. Deskripsi Tanaman Jambu biji (psidii folium)
a. Klasifikasi Tanaman (BPOM, 2008):
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Myrtales

Suku

: Myrtaceae

Marga

: Psidium

Jenis

: Psidium guajava L.

b. Nama umum
c. Nama daerah

: Jambu biji
: Glima breueh (Aceh); Glimeu beru (Gayo);

Galiman (Batak) Masiambu (Nias); Jambu biji (Melayu); Jambu klutuk


(Sunda); Jambu klutuk (Jawa Tengah); Jambu biji (Madura); Sotong
(Bali); Libu (Dayak); Gayomas (Manado); Dambu (Gorontalo);
Hiabuto (Buol) Jambu (Bare) Jambu paratugala (Makasar) Jambu
paratukala (Bugis); Guawa (Ende); Gothawas (Sika); Kejawas
(Timor); Kejabos (Roti); Koyawase (Seram); Lutu hatu (Ambon);
Gewaya (Halmahera); Guwaya (Ternate).
d. Morfologi Tanaman
Habitus berupa perdu setinggi 5-10 m. Batang berkayu berbentuk
bulat. Kulit batang licin dan mengelupas. Batang bercabang dan
berwarna coklat kehijauan. Daun berupa daun tunggal berbentuk bulat
telur dengan pertulangan menyirip. Ujung daun tumpul dan
pangkalnya membulat. Tepi daun rata. Daun tumbuh saling
berhadapan. Panjang daun 6-14 cm dan lebarnya 3-6 cm. Daun
berwarna hijau kekuningan atau hijau. Bunga tunggal, bertangkai dan
berada di ketiak daun. Kelopak bunga berbentuk corong dengan
panjang 7-10 mm. Mahkota berbentuk bulat telur dengan panjang 1,5
cm. Benang sari berbentuk pipih dan berwarna putih. Putik berbentuk
bulat kecil, berwarna putih atau putih kekuningan. Buah buni,
berbentuk bulat telur, berwarna putih kekuningan. Bijinya keras, kecil,
berwarna kuning kecoklatan. Akarnya merupakan akar tunggang yang
berwarna kuning kecoklatan.

e. Kandungan Kimia
Daun, buah dan kulit batang jambu biji mengandung tannin. Pada
daun, selain tannin seperti minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat,
asam kratagolat, asam oleanolat, asam guajaverin dan vitamin. Buah
jambu biji mengandung 3 glikosida yaitu benzofenon, polisakarida,
dan benzofenon 2,6-dihidroksi 3,5 dimetil galakturonat. Pada buah
jambu biji setengah matang mengandung aldehid. Pada buah jambu
biji yang matang mengandung ester.
f. Khasiat
Secara empiris daun jambu biji digunakan untuk pengobatan : diare
akut dan kronis, disentri, perut kembung pada bayi dan anak, kadar
kolesterol darah meninggi, haid tidak lancar, sering buang air kencing
(anyang-anyangan), luka, luka berdarah, dan sariawan. Buah
digunakan untuk pengobatan kencing manis (diabetes melitus), kadar
kolesterol darah tinggi (hiperkolesterolmia) dan sembelit. Ranting
muda digunakan untuk pengobatan keputihan (leukorea). Akar
digunakan untuk pengobatan disentri.
B. 2 Tahapan Pengembangan dan Penilaian Obat
1. Uji Praklinik
Uji Pra-Klinik dimaksudkan untuk mengetahui apakah obat menimbulkan
efek toksik pada dosis pengobatan ataukah tetap aman dipakai.
Karena itulah penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk
mengevaluasi berbagai aspek antara lain:
Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis.
Kerusakan genetik.
Pertumbuhan tumor.
Kejadian cacat waktu lahir.
Dari pengamatan uji pra klinik dengan subyek hewan uji ini dapat dipakai
acuan untuk menentukan apakah obat dapat diteruskan dengan uji pada
manusia atau tidak. Untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan
telah dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk menentukan khasiat
obat contohnya uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line,
uji anti mikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji
antiinflamasi dan lain-lain untuk menggantikan uji khasiat pada hewan.
Dengan demikian dimasa yang akan datang perlu dikembangkan uji

toksisitas secara in vitro. Serangkaian uji praklinik yang dilakukan antara


lain :
a. Uji Farmakodinamika
Untuk mengetahui apakah bahan obat menimbulkan efek farmakologik
seperti yang diharapkan atau tidak, titik tangkap, dan mekanisme
kerjanya. Dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro.
b. Uji Farmakokinetik
Untuk mengetahui ADME (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme dan
Eliminasi), merancang dosis dan aturan pakai.
c. Uji Toksikologi
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai efek toksik dari
suatu senyawa kimia (obat). Produk atau sediaan obat harus memenuhi
syarat khasiat (eficacy), bermutu (quality) dan aman (safety). untuk
membuktikan khasiat maka dilakukan pengujan farmakologi, untuk mutu
maka dilakukan pengujian karakteristik produk yang seharusnya
diproduksi sesuai CPOB ; cGMP. Sedangkan untuk keamanan dilakukan
uji toksisitas, antara lain :
1. Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi hewan uji
(menggunakan 2 spesies hewan uji). pemberian obat dalam dosis tunggal
dan diberikan melalui 2 rute pemerian (misalnya oral dan intravena).
hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada
manusia. (LD50 adalah pemberian dosis obat yang menyebabkan 50 ekor
dari total 100 ekor hewan uji mati oleh pemerian dosis tersebut).
2. Uji Toksisitas Sub Akut
Uji toksisitas sub akut adalah pengujian untuk menentukan organ sasaran
tempat kerja dari obat tersebut, pengujian selama 1-3 bulan,
menggunakan 2 spesies hewan uji, menggunakan 3 dosis yang berbeda.
3. Uji Toksisitas Kronik
Uji toksisitas kronik pada tujuannya sama dengan uji toksisitas sub akut,
tapi pengujian ini dilakukan selama 6 bulan pada hewan rodent
(pengerat) dan non-rodent (bukan hewan pengerat). uji ini dilakukan
apabila obat itu nantinya diproyeksikan akan digunakan dalam jangka
waktu yang ckup panjang.
4. Uji Efek Pada Organ Reproduksi

Pengujian ini dilakukan untuk melihat perilaku yang berhubungan


dengan reproduksi (perilaku kawin), perkembangan janin, kelainan pada
janin, proses kelahiran, dan perkembangan janin setelah dilahirkan.
5. Uji Karsinogenik
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan obat
jika dikonsumsi dalam jangka panjang apakah dapat menimbulkan
kanker. dilakukan pada 2 spesies hewan uji selama 2 tahun, pengujian ini
dilakukan apabila nanti obat ini diproyeksikan digunakan pasien dalam
jangka yang panjang.
6. Uji Mutagenik
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah efek obat dapat
menyebabkan perubahan atau mutasi pada gen pada pasien.
d. Uji Farmasetika
Memperoleh data farmasetikanya, tentang formulasi, standarisasi,
stabilitas, bentuk sediaan yang paling sesuai dan cara penggunaannya.

2. Uji Klinik
Pada dasarnya uji klinik memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran
efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu
obat. Uji klinik ini terdiri dari uji fase I sampai fase IV.
a. Uji Klinik Fase 1
Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya
pada manusia. Yang diteliti di sini ialah keamanan obat, bukan
efektivitasnya, maka biasanya dilakukan pada sukarelawan sehat.
Tujuan pertama fase ini ialah menentukan besarnya dosis tunggal
yang dapat diterima, artinya yang tidak menimbulkan efek samping
serius. Dosis oral (lewat mulut, diminum) yang diberikan pertama kali
pada manusia biasanya 1/50 x dosis minimal yang menimbulkan efek
pada hewan. Tergantung dari data yang diperoleh pada hewan, dosis
berikutnya ditingkatkan sedikit-sedikit ata dengan kelipatan dua
sampai diperoleh efek farmakologik atau sampai timbul efek yang
tidak diinginkan. Untuk mencari efek toksik yang mungkin terjadi
dilakukan pemeriksaan hematologi, faal hati, urin rutin, dan bila perlu
pemeriksaan lain yang lebih spesifik.
Uji klinik fase I ini dilaksanakan secara terbuka, artinya tanpa
pembanding dan tidak tersamar, pada sejumlah kecil subjek dengan
pengamatan intensif oleh orang-orang ahli di bidang ini,dan
dikerjakan di tempat yang sarananya cukup lengkap. Total jumlah
subjek pada fase ini bervariasi antara 20-50 orang.
b. Uji Klinik Fase 2
Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada
sekelompok kecil penderita yang kelak akan diobati dengan calon
obat. Tujuannya ialah melihat apakah efek farmakologik yang tampak
pada fase I berguna atau tidak untuk pengobatan. Fase II ini
dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli dalam masing-masing bidang
yang terlibat. Mereka harus ikut berperan dalam membuat protocol
penelitian yang harus dinilai terlebih dulu oleh panitia kode etik lokal.
Protokol penelitian harus diikuti dengan dengan ketat, seleksi
penderita harus cermat, dan setiap penderita harus dimonitor dengan
intensif.

Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara


terbuka karena masih merupakan penelitian eksploratif. Pada tahap
biasanya belum dapat diambil kesimpulan yang mantap mengenai
efek obat yang bersangkutan karena terdapat berbagai factor yang
mempengaruhi hasil pengobatan, misalnya perjalanan klinik penyakit,
keparahannya, efek placebo. Untuk membuktikan bahwa suatu obat
berkhasiat,

perlu

dilakukan

uji

klinik

komparatif

yang

membandingkannya dengan placebo; atau bila penggunaan placebo


tidak memenuhi syarat etik, obat dibandingkan dengan obat standard
yang telah dikenal. Ini dilakukan pada akhir fase II atau awal fase III,
tergantung dari siapa yang melakukan, seleksi penderita, dan
monitoring penderitanya. Untuk menjamin validitas uji klinik
komparatif ini, alokasi penderita harus acak dan pemberian obat
dilakukan secara tersamar ganda. Ini dsebut uji klinik acak tersamar
ganda berpembanding.
Pada fase II ini tercakup juga penelitian dosis-efek untuk
menentukan dosis optimal yang akan digunakan selanjutnya, serta
penelitian

lebih

lanjut

mengenai

eliminasi

obat,

terutama

metabolismenya. Jumlah subjek yang mendapat obat baru pada fase


ini antara 100-200 penderita.
c. Uji Klinik Fase 3
Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obatbaru benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase
II) dan untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat
standard. Penelitian ini sekaligus akan menjawab pertanyaanpertanyaan tentang :
1. Efeknya bila digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter
yang kurang ahli.
2. efek samping lain yang belum terlihat pada fase II
3. Dan dampak penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi
secara ketat.
Uji klinik fase III dilakukan pada sejumlah besar penderita yang
tidak terseleksi ketat dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak
terlalu ahli, sehingga menyerupai keadaan sebenarnya dalam
penggunaan sehari-hari dimasyarakat. Pada uji klinik fase III ini

biasanya pembandingan dilakukan dengan placebo, obat yang sama


tapi dosis berbeda, obat standard dengan dosis ekuiefektif, atau obat
lain yang indikasinya sama dengan dosis yang ekuiefektif. Pengujian
dilakukan secara acak dan tersamar ganda. Bila hasil uji klinik fase III
menunjukan bahwa obat baru ini cukup aman dan efektif, maka obat
dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah penderita yang diikut
sertakan pada fase III ini paling sedikit 500 orang.
d. Uji Klinik Fase 4
Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena
merupakan pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini
bertujuan menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola
efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya.
Survei ini tidak terikat pada protocol penelitian; tidak ada ketentuan
tentang pemilihan penderita, besarnya dosis, dan lamanya pemberian
obat. Pada fase ini kepatuhan penderita makan obat merupakan
masalah.
Penelitian fase IV merupakan survey epidemiologic menyangkut efek
samping maupun efektif obat. Pada fase IV ini dapat diamati :
1. Efek samping yang frekuensinya rendah atau yang timbul setelah
pemakaian obat bertahun-tahun lamanya,
2. Efektifitas obat pada penderita berpenyakit berat atau berpenyakit
ganda, penderita anak atau usia lanjut, atau setelah penggunaan
berulangkali dalam jangka panjang,
3. Dan masalah penggunaan berlebihan, penyalah-gunaan, dan lainlain. Studi fase IV dapat juga berupa uji klinik jangka panjang
dalam skala besar untuk menentukan efek obat terhadap
morbiditas dan mortalitas sehingga datanya menentukan status
obat yang bersangkutan dalam terapi.
Dewasa ini waktu yang diperlukan untuk pengembangan suatu obat
baru, mulai dari sintetis bahan kimianya sampai dipasarkan, mencapai
waktu 10 tahun atau lebih. Setelah suatu obat dipasarkan dan
digunakan secara luas, dapat ditemukan kemungkinan manfaat lain
yang mulanya muncul sebagai efek samping. Obat demikian
kemudian diteliti kembali di klinik untuk indikasi yang lain, tanpa
melalui uji fase I. Hal seperti ini terjadi golongan salisilat yang semula

ditemukan sebagai antireumatik dan anti piretik. Efek urikosurik dan


antiplateletnya ditemukan belakangan. Hipoglikemik oral juga
ditemukan dengan cara serupa.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi
Jambu biji sering disebut dengan nama jambu klutuk, tanaman jambu
klutuk ini adalah tanaman tropis yang berasal dari brazil dan disebarkan di
Indonesia melalui Negara Thailand. Di Indonesia untuk menemukan tanaman
yang satu ini tidaklah susah, hampir disetiap daerah pasti ada tanaman jambu
biji. Biasanya tanaman ini terdapat diladang rumah-rumah warga, di pedesaan
maupun di perkotaan juga kita masih dapat menjumpai tanaman ini.
Jambu biji adalah salah satu tumbuhan yang sudah lama dimanfaatkan
oleh masyarakat, namun pemanfaatannya hanya sebatas pada buahnya untuk
keperluan konsumsi karena mengandung vitamin C yang sangat tinggi, tetapi
pemanfaatan daunnya hanya sebagian kecil saja yaitu sebagai obat anti diare,
disentri, radang usus dan gangguan pencernaan karena mempunyai
kandungan zat tanin sebagai astringent dan anti mikroba.
Selain berbagai kegunaan di atas daun jambu biji diduga memiliki zat
aktif golongan steroid yang mempunyai daya spermicide. Bahan kimia yang
terkandung dalam daun jambu biji diantaranya adalah Beta-sitosterol,
alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, eugenol, minyak atsiri dan berbagai
senyawa lainya.
C. Kandungan senyawa aktif
Daun, buah dan kulit batang jambu biji mengandung tannin. Pada daun,
selain tannin seperti minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam
kratagolat, asam oleanolat, asam guajaverin dan vitamin. Buah jambu biji
mengandung 3 glikosida yaitu benzofenon, polisakarida, dan benzofenon 2,6dihidroksi 3,5 dimetil galakturonat. Pada buah jambu biji setengah matang
mengandung aldehid. Pada buah jambu biji yang matang mengandung ester.

D. Ramuan Tradisional
Jambu biji, tanaman buah yang memiliki nama latin Psidium guajava L
ini diketahui kaya akan kandungan gizi yang tinggi sehingga banyak memiliki
manfaat untuk kesehatan yaitu, pada jambu biji tidak hanya bagian buahnya
saja yang bisa kita manfaatkan, namun daun jambu biji juga bisa kita gunakan
untuk berbagai jenis pengobatan tradisional. Ada banyak kandungan nutrisi
pada daun jambu biji, misalnya asam psidoklat, asam oleanolat, asam
guajaverin, minyak atsiri, minyak lemak, vitamin dan juga tannin. Beberapa
jenis terapi dan pengobatan penyakit secara tradisional yang menngunakan
daun jambu biji segar diantaranya adalah :
1. Obat Menurunkan Kadar Kolesterol
Cuci bersih 7 lembar daun jambu biji yang masih segar, 2 genggam daun
ceremai dan 10 lembar daun sirih. Rebus semua bahan dengan air
sebanyak 3 gelas hingga tersisa separuhnya. Minum air rebusan tersebut
1/2 gelas di pagi hari, dan 1/2 gelas malam hari.
2. Obat Demam Berdarah
Siapkan 5 lembar daun jambu biji, lalu rebus dengan air sebanyak 2 gelas
hingga mendidih. Ramuan ini bisa diminum dalam waktu 4 jam sekali
hingga sembuh.
3. Obat Diare dan Disentri
Siapkan daun Jambu biji segar seberat 30 gr dan segenggam tepung beras.
Semua bahan direbus dengan air 1-2 gelas. Dinginkan dan minum airnya 2
kali sehari. Atau bisa juga dengan cara mengunyah 3 lembar daun jambu
biji muda yang segar dengan sedikit garam lalu ditelan, lakukan 2 kali
sehari.
4. Obat Sariawan
Siapkan 1 genggam daun jambu biji segar dan 1 jari kulit batang pohon
jambu biji. Rebus dengan 1 liter air. Saring dan minum air rebusan ini 2
kali sefari.
5. Obat untuk Menyembuhkan Luka Berdarah atau Borok
Lumatkan 4-5 helai daun jambu biji segar. Tempelkan lumatan daun
tersebut di tempat luka yang berdarah atau borok. Lakukan beberapa kali
sehari, hingga sembuh.
6. Obat Ambeien
Siapkan beberapa lembar daun jambu biji muda yang ada dipucuk dan 1
pisang batu. Cuci bersih kedua bahan tersebut, pisang batu tak perlu di

kupas. Setelah bersih lalu ditumbuk. Air perasannya di tampung lalu di


minum. Lakukan setiap hari secara teratur.
7. Obat Beser (sering buang air kecil)
Cuci 3 pucuk daun jambu biji. Makan langsung dengan sedikit garam dan
sedikit merica. Dimakan setiap siang dan malam selama 2 hari.
8. Obat Sakit Kulit
Cuci bersih segenggam daun muda jambu biji dan 7 kuntum bunga jambu
biji. Lumatkan sampai halus dan gosokkan pada kulit yang sakit.
9. Obat Perut Kembung Pada Anak-anak
Siapkan 3 lembar daun jambu biji muda yang ada dipucuk, 1/2 jari kulit
batang pulosari, 5 butir adas. Rebus semua bahan dengan 3 gelas air
hingga airnya tinggal segelas. Saring dan minum air rebusan tersebut.

E. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Daun Jambu Biji pada Mencit dan Tikus
Uji toksisitas akut ekstrak jambu biji dilakukan pada hewan mencit.
Dari data hasil uji toksisitas akut pada mencit diketahui bahwa dosis ekstrak
terkecil sampai terbesar yaitu 1,25 g/kg BB, 2,5 g/kg BB, 5 g/kg BB, 10 g/kg
BB, 21 g/kg BB. Pada mencit tidak ada perubahan perilaku, kondisi tubuh,
berat badan dan tidak ada reaksi kematian demikian pula pada kelompok
kontrol. Pada dosis yang terbesar relativ tidak berbahaya yaitu 0,42 gram
ekstrak daun jambu biji / 20 gram BB mencit mencit belum memberikan
respon berupa kematian pada mencit. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ekstrak daun jambu biji bersifat tidak toksik.
F. Uji PraKlinis (Aktivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Merah (Psidium
guajava L.) dalam Meningkatkan Kadar Trombosit dalam Darah dan
Menurunkan Permeabilitas vaskuler pada Mencit).
Uji praklinis ekstrak daun jambu biji merah dilakukan pada hewan
mencit terhadap peningkatan kadar trombosit dalam darah dan penurunan
permeabilitis vaskular pada mencit. Pengujian dilakukan karena salah satu
kandungan daun jambu biji adalah kuarisetin. Untuk mengetahui kadar
kuarisetin dilakukan dengan metode KLT- densitoetri. Dari hasil penetapan
kadar, diketahui bahwa ekstrak etanol 96% mempunyai kadar paling besar
diantara keempat ekstrak uji. Kemampuan ekstrak daun jambu biji dalam

meningkatkan kadar trombosit dalam darah dapat diketahui dengan dilakukan


uji jumlah trombosit mencit diberikan sampel setiap hari selama 7 hari dan
pada hari ke 0, 3, 5 dan 7 mencit diambil darahnya untuk dibuat preparat
hapusan darah dan dihitung jumlah trombositnya dengan metode tak langsung
(Fonio) yang membandingkan jumlah trombosit terhadap eritrosit. Dari hasil
rata-rata jumlah trombosit terjadi peningkatan trombosit sampai hari ke-7.
Pada penelitian ini menggunakan kelompok uji berupa ekstrak air. Hasilnya
menunjukan bahwa ekstrak air menghasilkan jumlah trombosit yang paling
tinggi dibandingkan dengan kelompok uji lainnya. Sedangkan ekstrak etanol
96% peningkatan jumlah trombositnya paling rendah. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa ekstrak air daun jambu biji dapat meningkatkan kadar
trombosit paling cepat dibandingkan dengan ekstrak etanol 96% ekstrak daun
jambu biji.

G. Uji Klinik Multisenter Sirup Ekstrak Daun Jambu Biji pada Penderita
Demam Berdarah Dengue.
Studi ini merupakan uji klinik multisenter, acak, tersamar-ganda,
terkontrol dengan plasebo, yang bertujuan untuk mengevaluasi peran
pemberian sirup ekstrak daun jambu biji dalam meningkatkan trombosit pada
pasien Demam Berdarah Dengue. Selama bulan Desember 2006 sampai
dengan Juni 2007 pasien rawat inap di RSU Soetomo Surabaya, RS Hasan
Sadikin Bandung, dan RS Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta yang terdiagnosa
demam berdarah dengue dan bersedia menandatangani infomed consent
dilibatkan dalam uji klinik. Penderita dengan kelainan hematologis, penyakit
jantung dan paru, sedang mendapatkan pengobatan asam salisilat, mengalami
pendarahan berat, dan penurunan kesadaran tidak dilibatkan dalam penelitian
ini. Pasien penelitian dialokasikan secara acak ke dalam dua kelompok, yaitu:
kelompok uji (mendapatkan sirup ekstrak daun jambu biji 3 kali 1 sendok teh
setiap hari) atau kelompok kontrol (mendapatkan sirup plasebo 3 kali 1
sendok teh setiap hari). Jumlah trombosit subjek penelitian diukur setiap hari
sampai subjek dinyatakan sembuh, selanjutnya perubahan jumlah trombosit di
awal dan akhir penelitian dianalisa dengan menggunakan uji-t independent

(untuk menguji perbedaan perubahan jumlah trombosit antarkelompok) dan


uji chi-square (untuk menganalisa tingkat respon antar kedua kelompok).
Dalam studi ini, dari 86 subjek penelitian, jumlah trombosit kelompok uji
meningkat secara signifikan dibanding dengan kelompok kontrol (p 0.01)
dan banyaknya respon peningkatan jumlah trombosit pada kelompok uji
berbeda signifikan dibanding kelompok kontrol (40 versus 23, p 0.01).
Dengan demikian, hasil penelitian ini membuktikan bahwa pemberian sirup
ekstrak daun jambu dapat mengatasi terjadinya trombositopenia.

H. Sediaan yang Beredar


1. Nodiar (Golongan fitofarmaka)
Khasiat
: Antidiare non spesifik
Komposisi : Attapulgit 300 mg, Ekstrak Psidii folium (daun jambu biji
50 mg), dan ekstrak Rhizoma Curcuma domestica
(Rimpamg kunyit 7,5 mg).
Dosis
: 2 kapsul sesudah buang air besar maksimal 3 kali sehari.
2. Diapet (Golongan OHT)
Khasiat
: Antidiare, dapat memadatkan feses yang cair sekaligus
mengatasi rasa mulas.
Komposisi : Psidii folium 144 mg, Rhizoma Curcuma domestica 120
mg, Coicis semen 246 mg, Chebulae fructus 48 mg dan
Granati pericarpium 42 mg. Daun jambu biji diduga
Dosis

sebagai kandungan utama dalam formulasi obat ini.


: 2 kapsul dalam sekali pakai.

BAB IV
KESIMPULAN
Jambu biji adalah salah satu tumbuhan yang sudah lama dimanfaatkan oleh
masyarakat, namun pemanfaatannya hanya sebatas pada buahnya untuk keperluan
konsumsi karena mengandung vitamin C yang sangat tinggi, tetapi pemanfaatan
daunnya hanya sebagian kecil saja yaitu sebagai obat anti diare, disentri, radang
usus dan gangguan pencernaan karena mempunyai kandungan zat tanin sebagai
astringent dan anti mikroba.
Kandungan senyawa aktifnya yaitu daun, buah dan kulit batang jambu biji
mengandung tannin. Pada daun, selain tannin seperti minyak atsiri, asam ursolat,
asam psidiolat, asam kratagolat, asam oleanolat, asam guajaverin dan vitamin.
Buah jambu biji mengandung 3 glikosida yaitu benzofenon, polisakarida, dan
benzofenon 2,6-dihidroksi 3,5 dimetil galakturonat. Pada buah jambu biji
setengah matang mengandung aldehid. Pada buah jambu biji yang matang
mengandung ester.
Beberapa jenis terapi dan pengobatan penyakit secara tradisional yang
menngunakan daun jambu biji segar diantaranya adalah Obat Menurunkan Kadar
Kolesterol, Obat Demam Berdarah, Obat Diare dan Disentri, Obat Sariawan, Obat
untuk Menyembuhkan Luka Berdarah atau Borok, Obat Ambeien, Obat Beser
(sering buang air kecil), Obat Sakit Kulit, Obat Perut Kembung Pada Anak-anak.
Pada Uji Toksisitas Akut Ekstrak Daun Jambu Biji pada Mencit dan Tikus
disimpulkan bahwa ekstrak daun jambu biji bersifat tidak toksik. Pada Uji
PraKlinis (Aktivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) dalam
Meningkatkan Kadar Trombosit dalam Darah dan Menurunkan Permeabilitas
vaskuler pada Mencit) menunjukkan bahwa bahwa ekstrak air daun jambu biji
dapat meningkatkan kadar trombosit paling cepat dibandingkan dengan ekstrak
etanol 96% ekstrak daun jambu biji. Pada Uji Klinik Multisenter Sirup Ekstrak
Daun Jambu Biji pada Penderita Demam Berdarah Dengue membuktikan bahwa
pemberian sirup ekstrak daun jambu dapat mengatasi terjadinya trombositopenia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun jambu biji tidak
menimbulkan efek toksik dan berkhasiat dalam pengobatan pada penderita demam
berdarah.

DAFTAR PUSTAKA
Rismunandar, 1989. Tanaman Jambu Biji, Penerbit Sinar Baru, Bandung.
Salisbury & Ross, 1999. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, Penerbit ITB,
Bandung.
Anonim. Materia Medika Indonesia edisi I. Departemen Kesehatan RI. Jakarta :
1977.
BPOM. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta. Hal 20.
Yuniarti T. Ensiklopedia tanaman obat tradisional. Yogyakarta: Medpress; 2008:
p.140-143.
BPOM RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal, Volume V, Edisi I, 112-117, Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Amiyatun naini. 2004. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Daun Psidium guava Linn.
(Daun Jambu Biji) terhadap mencit (Mus musculus), Indonesian Journal
Of Dentistry 2004., 11 (2): 63-65. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember.
Soegeng, soegijanto.,dkk, 2010. Uji Klinik Multisenter Sirup Ekstrak Daun
Jambu Biji pada penderita Demam Berdarah Dengue. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.
Pradana Hilman. Aktivitas Ekstrak Daun Jambu Biji dalam Meningkatkan Kadar
Trombosit dalam Darah dan Menurunkan Kadar Permeabilitas Vaskuler
pada Mencit. Perpustakaan Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai