Anda di halaman 1dari 107

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diare adalah peningkatan frekuensi dan penurunan konsistensi dari feses bila
dibandingkan dengan individu yang normal, dengan kata lain diare adalah buang air
besar lembek atau cair yang terjadi sebanyak tiga kali atau lebih dalam waktu 24 jam
(1). Diare merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme meliputi
bakteri, virus, parasit, protozoa, dan penularannya secara fekal oral. Diare dapat
mengenai semua kelompok umur dan berbagai golongan sosial, baik di negara maju
maupun di negara berkembang, dan erat hubungannya dengan kemiskinan serta
lingkungan yang tidak higienis. (2)
Penyakit diare masih merupakan masalah di negara berkembang seperti di
Indonesia. Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare berada pada
peringkat ke 13 dengan proporsi kematian 3,5% dari seluruh kematian, sedangkan
berdasarkan penyakit menular, diare merupakan peringkat ke 3 setelah tuberkulosis
dan pneumonia. Di Indonesia, diare adalah penyebab kematian bayi dan anak yang
tertinggi dengan proporsi kematian 31,4% dan 25,2% (3).
Pada keadaan diare terjadi hipermotilitas usus yang menyebabkan pergerakan
makanan dan cairan di usus meningkat serta absorbsi di usus besar terganggu sehingga
sering terjadi defekasi. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian obat yang bersifat
mengurangi motilitas usus. Pemberian obat ini berfungsi menekan gerakan peristaltik
usus sehingga dapat mengurangi frekuensi defekasi penderita diare (3).
Di negara berkembang, mayoritas masyarakat yang hidup di pedesaan sering
menggunakan obat tradisional dalam pengobatan semua jenis penyakit termasuk diare.
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati berupa tanaman
dan hewan yang 80% berkhasiat obat. Diantara tanaman – tanaman tersebut yang biasa
digunakan untuk mengobati diare adalah kayu secang dan temu mangga, yang menjadi
bahan utama obat tradisional diare (4)(5).

1
Kayu secang (Caesalpinia sappan L) merupakan tanaman perdu yang sering
digunakan sebagai pengobatan tradisional di Asia, khususnya untuk tumor dan kanker.
Dalam pengobatan tradisional jawa, kayu secang digunakan sebagai bahan utama
wedang secang yang diminum untuk mengurangi penyakit antara lain: Batuk berdarah
(TBC), diare, disentri, penawar racun, obat luka dalam dan luka luar, pengobatan
sesudah persalinan, katarak, maag, rematik, masuk angin dan capek-capek (6).
Berbagai penelitian terhadap kayu secang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti untuk mengetahui efektivitas dari kayu secang sebagai obat antidiare.
Kandungan tannin dan asam galat pada kayu secang berpotensi sebagai anti diare dan
disentri, dan kandungan minyak esensial dari kayu secang juga berpotensi sebagai anti
mikroba – mikroba penyebab diare seperti E. Coli, Shigella, Salmonella, dan
Campylobacter (7).
Temu mangga (Curcuma mangga) adalah turunan suku Zingiberaceae yang
memiliki karakteristik seperti kunyit namun berwarna putih, dan memiliki rasa seperti
perpaduan wortel dan mangga. Temu mangga biasa digunakan di jawa sebagai bumbu
masakan dan juga sebagai obat tradisional untuk meredakan sakit perut, demam, dan
kanker. Beberapa penelitian juga telah menyimpulkan bahwa temu mangga memiliki
aktivitas antioksidan, antitumor, antifungal dan anti alergi(8).
Ekstrak temu mangga telah digunakan sebagai antasida dan anti ulkus di rumah
sakit herbal di Indonesia. Kandungan tannin, turmeron dan senyawa terpenoid dari
temu mangga berpotensi sebagai antidiare, dan efektif untuk proteksi terhadap
hiperasiditas dan ulkus gaster. Senyawa – senyawa golongan curcumin juga telah
diteliti memiliki aktivitas anti kanker terhadap kanker serviks, kanker colon, kanker
payudara dan kanker paru – paru (9).
Obat diare yang beredar di apotek biasanya dalam bentuk sediaan kapsul dan
tablet. Tetapi sediaan – sediaan tersebut sangat sulit untuk dikomsumsi oleh anak –
anak dan bayi, bahkan mereka enggan meminumnya. Hal ini dapat menyebabkan
penyembuhan diare pada anak menjadi sulit diobati, sehingga perlu dibuat sediaan
dengan memformulasikan ekstrak kayu secang dan temu mangga menjadi sediaan
granul siap larut yang memiliki efek antimotilitas. Hal ini untuk memudahkan anak-
anak dalam mengkonsumsinya, sehingga dapat menekan angka penderita diare.

2
Pada penelitian ini ekstrak kayu secang dan temu mangga dibuat sediaan granul
siap larut, rendah kadar air sehingga kestabilan bahan aktif lebih baik, dan dikemas
secara individual yang memudahkan konsumen untuk dibawa dalam aktivitasnya.
Granul siap larut dipilih karena bentuknya yang praktis, rasa yang enak, dan bentuk
yang tidak menyerupai obat. Penelitian ini dilakukan beberapa analisis yaitu analisis
kimia, analisis fisik dan analisis uji organoleptik.
Ekstrak kering etanol 70% kayu secang dan temu mangga diformulasikan
menjadi sediaan granul siap larut menggunakan rancangan faktorial 22 dengan dua
faktor yaitu konsentrasi ekstrak kayu secang dan ekstrak temu mangga sehingga dapat
diketahui formula optimum yang menghasilkan sediaan granul siap larut yang stabil
secara fisik, kimia dan efektif sebagai antimotilitas secara in-vivo dengan
menggunakan metode transit intestinal pada mencit putih jantan galur DDY.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Adjirni 1998 dan Nuratmi 2006,
kayu secang dan temu mangga memiliki aktivitas antimotilitas. Namun, belum ada
penelitian yang mengkombinasi ekstrak kayu secang dan ekstrak temu mangga sebagai
granul siap larut. Yang diharapkan mempunyai aktivitas antimotilitas yang lebih kuat
dengan jumlah yang lebih sedikit, dan mempunyai rasa yang enak sehingga cocok
untuk anak-anak.

C. PERTANYAAN PENELITIAN
1. Pertanyaan Umum
Apakah ekstrak kayu secang dan ekstrak temu mangga dapat dibuat menjadi
granul siap larut yang bermutu baik, bentuk yang praktis, rasa yang enak, dan
tidak menyerupai obat, serta memberikan aktivitas antimotilitas?

2. Pertanyaan Spesisfik

3
a. Granul siap larut kombinasi ekstrak kayu secang dan temu mangga dengan
perbandingan dosis manakah yang memberikan aktivitas antimotilitas tebaik?
b. Apakah granul siap larut dari kombinasi ekstrak kayu secang dan temu
mangga mempunyai kestabilan fisika kimia yang baik?

D. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum
Memperoleh sediaan granul siap larut yang mengandung ekstrak kayu secang dan
temu mangga yang bermutu baik, stabil dan mempunyai aktivitas antimotilitas
yang tinggi.

2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh ekstrak kayu secang dan temu mangga yang bermutu baik.
b. Memperoleh data fitokimia ekstrak kayu secang dan temu mangga.
c. Memperoleh formula sediaan granul siap larut kombinasi ekstrak kayu secang
dan temu mangga yang bermutu baik.
d. Memperoleh data aktivitas antimotilitas granul siap larut kombinasi ekstrak
kayu secang dan temu mangga.
e. Memperoleh data stabilitas dari formula granul isntant dengan aktivitas
antimotilitas terbaik.

E. RUANG LINGKUP PENELITIAN


Penelitian ini diawali dengan membuat ekstrak kering kayu secang dan temu mangga
yang bermutu baik, dilanjutkan dengan membuat formula granul siap larut kombinasi
ekstrak kayu secang dan temu mangga yang memberikan aktivitas antimotilitas
terbaik. Formula yang digunakan adalah sebanyak 4 formula dengan desain penelitian
eksperimental.

4
F. MANFAAT PENELITIAN
Memberikan informasi ilmiah kepada peneliti di bidang farmasi berupa granul siap
larut kombinasi ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L) dan temu mangga
(Curcuma mangga) yang mampu memberikan aktivitas antimotilitas terbaik.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN BOTANI
1. Kayu Secang
Tanaman secang (Caesalpinia sappan L) termasuk dalam regnum Plantae, divisi
Magnoliophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Magnoliopsida, bangsa Rosales,
suku Caesalpiniaceae, marga Caesalpinia, jenis Caesalpinia sappan L (secang).
Diskripsi tanaman secang yaitu, Habitus: Perdu, tinggi ± 6 M. Batang:
Berkayu, bulat, hijau kecoklatan. Daun: Majemuk, menyirip ganda, panjang 25-
40 cm, anak daun 10-20 pasang, bentuk lonjong, pangkal rompang, ujung bulat,
tepi rata, panjang 10-25 mm, lebar 3-11 mm, hijau. Bunga: Majemuk, bentuk
malai, di ujung batang, panjang 10-40 cm, kelopak lima, hijau, benang sari 15
mm, putik panjang 18 mm, mahkota bentuk tabung, kuning. Buah: Polong,
panjang 8-10 cm, lebar 3-4 cm, ujung seperti paruh, berisi 3-4 biji, hitan. Biji:
Bulat panjang, panjang 15-18 mm, lebar 8-11 mm, tebal 5-7 mm, kuning
kecoklatan. Akar: Tunggang, coklat kotor (Gambar II.1). Pada setiap daerah kayu
secang mempunyai nama yang berbeda-beda antara lain: cang (Bali), sepang
(Sasak), kayu sema (Manado), naga, sapang (Makasar), kayu secang (Madura),
secang (Sunda) (6).

Gambar II.1 Kayu secang, daun dan bunga secang (6)

6
Kayu secang biasa dikenal dengan nama Brazil atau kayu sappan dan bakam
atau patang di India. Tumbuhan ini dibudidayakan di perkebunan,
dikembangbiakan dari benih dan tumbuh dengan cepat, ia bercabang dengan lebat
atau seperti semak dan bisa mencapai ketinggian 10 m. Kayunya berwarna jingga
kemerahan, sangat berat dan keras. Aktivitas anti rayap yang kuat pada kayu
secang membuatnya dijadikan sebagai bahan baku furniture, biola ataupun
peralatan kayu lainnya (6).
Kayu secang digunakan sebagai antidiare (4). Efek farmakologis tanaman
secang antara lain penghenti pendarahan, pembersih darah, pengkelat, penawar
racun, dan obat antiseptik. Tanaman secang kaya akan kandungan kimia. Kayunya
mengandung asam galat, brasilin, delta-a phellandrene, oscimene, resin, resorsin,
minyak atsiri, dan tanin. Tanin yang terkandung dalam kayu secang diperkirakan
mempunyai efek adstringent sebagai antidiare. Sementara daunnya mengandung
0,16-0,20% minyak atsiri yang beraroma enak dan tidak berwarna (6).
Menurut Ayurveda, kayu secang memiliki potensi khasiat untuk terapi diare,
disentri, diabetes, ulcers, leprosy dan penyakit kulit (10) Kayu Secang memiliki
banyak kandungan senyawa fenolik dan flavonoid yang mempunyai sifat-sifat
antioksidan. Selain itu senyawa-senyawa aktif lain yang terkandung dalam kayu
Secang seperti Sappanchalcone dan Caesalpin P, juga terbukti memiliki khasiat
untuk terapi antiinflamasi, terapi diabetes dan terapi gout secara in vitro (11).
Menurut Nugroho, ekstrak secang aman dipakai dan praktis tidak toksis
karena memilki nilai LD50 oral terhadap tikus sebesar 44800 mg/kg BB (12).
Menurut Adjirni, dosis untuk antidiare ekstrak kayu secang adalah sebesar 150
mg/kg BB. Belum diketahui efek samping dan interaksi obat terhadap ekstrak
kayu secang (13).

2. TEMU MANGGA

7
Temu mangga (Curcuma mangga Val) termasuk dalam regnum Plantae, divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocoty ledonae, bangsa
Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Curcuma, jenis Curcuma mangga Val
(temu mangga)(14).
Tanaman temu mangga merupakan golongan semak-semak mempunyai tinggi
1-2 m. Batang semu, tegak, lunak, batang di dalam tanah membentuk rimpang
hijau. Daunnya tunggal, berpelepah, berbentuk lonjong, tepi daun rata, ujung dan
pangkal meruncing, panjang daun kurang lebih 1 m dan lebar 10-20 cm,
pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Mempunyai bunga majemuk berada
ketiak daun, berbentuk tabung, ujung bunga terbelah, benangsari menempel pada
mahkota dan berwarna putih, putik berbentuk silindris, kepala putik bulat dan
berwarna kuning, mahkota lonjong berwarna putih. Buahnya berbentuk kotak,
bulat, berwarna hijau kekuningan. Biji bulat dan berwarna putih. Akar serabut,
berwarna putih (14). Rinpang temu mangga (Gambar II.2)

Gambar II.2. Rimpang Temu mangga


Temu mangga sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat Jawa dan
Malaya. Cara perbanyakan tanaman ini adalah dengan rimpang atau anakan
rimpang yang telah berumur 9 bulan. Perbanyakan dengan rimpang muda akan
mudah terserang penyakit (15).
Rimpang dan daun temu mangga mengandung saponin dan flavonoid,
disamping itu daunnya juga mengandung polifenol. Temu mangga juga
mengandung senyawa antioksidan alamiah, yaitu kurkuminoid, minyak atsiri,
tanin, amilum, gula dan damar. Minyak atsiri temu mangga terdiri dari 4

8
komponen utama yang teridentifikasi sebagai α-pirene (1,71%), ß-myrcene
(19,74%), geranil alkohol (76,24%), dan bicycle-3,1,1-heptan-3-ol (2,31%) (8).
Di Pulau Jawa temu mangga sering disebut dengan koneng joho, koneng
lalab, koneng pare, kunir putih, temu bujangan, temu pare. Di Sumatera orang
menyebutnya dengan nama temu lalab, temu mangga, temu pauh (9).
Rimpang temu mangga berkhasiat untuk mengecilkan rahim dan untuk
penambah nafsu makan. Untuk mengecilkan rahim dipakai ± 100 gram rimpang
temu mangga, dicuci, diparut, diperas dan disaring. Hasil saringan langsung
diminum sekaligus (9). Selain itu juga berkhasiat mengatasi nyeri lambung, wasir,
radang tenggorok, lemah syahwat, bronchitis, menghambat pertumbuhan sel
kanker, menangkal racun dan merapatkan vagina setelah melahirkan atau bersalin,
juga mengatasi kadar kolesterol tinggi (16).
LD50 per oral pada tikus untuk temu mangga adalah sebesar 5000 mg/kg
BB, sedangkan LD50 senyawa aktif terpurifikasi dari rimpang temu mangga
adalah sebesar 500 mg/kg BB dan memperlihatkan toksisitas pada kadar enzim
hati dan ginjal tetapi lebih kecil daripada cyclophosphamide (9).
Menurut Nuratmi, temu mangga memilki aktivitas antidiare, dimana jus
temu mangga dengan dosis 7560 mg/200g BB menunjukan aktivitas antidiare.
Kandungan senyawa tannins dan alkaloid pada temu mangga diperkirakan
memberikan aktivitas antidiare. Ekstrak temu mangga memiliki kontra indikasi
terhadap kehamilan dan menyusui. Belum diketahui efek samping dan interaksi
obat terhadap ekstrak temu mangga. Dosis yang dianjurkan untuk ekstrak temu
mangga adalah 3 x 500 mg per hari (17).

B. DIARE
Diare adalah pengeluaran feses cair berulang kali atau lebih dari 3 kali sehari atau diare
adalah suatu keadaan yang frekuensi defekasinya melebihi frekuensi normal dengan
konsistensi feses yang encer. Volume feses lebih dari 250 ml/ hari dapat dianggap
abnormal. Diare bersifat akut (berlangsung kurang dari 3 minggu) atau kronik (18).
Diare kronis berkaitan dengan gangguan gastrointestinal, biasanya berlangsung
lebih dari 3 minggu. Selain itu ada pula diare yang berlatar belakang kelainan

9
psikosomatik, alergi oleh makanan atau obat-obat tertentu. Kelainan pada sistem
endokrin dan metabolisme, kekurangan vitamin, dan sebagainya akibat radiasi (18).
Diare yang bersifat akut atau kronik penyebabnya bermacam-macam. Diare
akut biasanya berlangsung 3-5 hari atau kurang dari 3 minggu. Diare akut dapat
disebabkan oleh infeksi dengan bakteri seperti Escherichia coli, Shigella sp,
Salmonella sp, Vibrio cholera, virus, amoeba seperti Entamoeba hystolitica, dapat
pula disebabkan oleh toksik bakteri seperti Staphylococcus aureus, Clostridium
welchii yang mencemari makanan (3).
Diare berkepanjangan sangat melelahkan penderitanya karena tubuhnya
banyak kehilangan energi, cairan dan elektrolit tubuh sehingga memerlukan terapi
pengganti dengan cairan dan elektrolit serta kalori. Obatnya adalah antibakteri atau
anti amoeba tergantung penyebab diare maupun obat-obatan lain yang bekerja
memperlambat peristaltik usus, menghilangkan spasme dan nyeri atau menenangkan
(18).
Rehidrasi oral dengan oralit telah terbukti bermanfaat dan efektif untuk
mencegah dan mengobati dehidrasi pada penderita diare. Rehidrasi oral sendiri
mungkin mutlak harus diberikan dalam usaha menurunkan angka kematian, pemberian
oralit yang dini ternyata juga mempunyai pengaruh baik status gizi penderita, nafsu
makan dan berat badan lebih cepat pulih. Kepatuhan terhadap anjuran diet dan
kebersihan akan memberikan angka kesembuhan yang lebih tinggi dan komplikasi
yang lebih rendah bila infeksi merupakan penyebabnya (3).
1. Mekanisme Diare
Diare dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain :
1) Adanya peningkatan osmotik isi lumen usus, hal ini menyebabkan diare
osmotik.
2) Adanya peningkatan sekresi cairan usus, hal ini menyebabkan diare sekretorik.
3) Malabsorbsi asam empedu dan malabsorbsi lemak akibat gangguan
pembentukan micelle empedu.
4) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
menyebabkan gangguan absorbsi Na+ dan air.

10
5) Motilitas dan waktu transit usus abdominal. Terjadi motilitas yang lebih cepat
dan waktu teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorbsi.
6) Gangguan permeabilitas usus. Terjadi kelainan morfologi usus pada membran
epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus halus dan usus besar
terhadap air dan garam/elektrolit terganggu.
7) Eksudasi cairan, elektrolit, dan muskus berlebihan. Terjadi peradangan dan
kerusakan usus.
2. Etiologi Diare
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor di bawah ini :
1) Faktor Infeksi
a) Infeksi internal yaitu: infeksi saluran pencernaan, meliputi infeksi bakteri,
infeksi virus, infeksi parasit.
b) Infeksi parenteral yaitu; infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan.
2) Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat, lemak, protein.
3) Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4) Faktor Psikologi
Rasa takut dan cemas (19).

C. PENGOBATAN DIARE
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja atau
tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat
lain. Adapun kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah:
1. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare
seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon.
2. Obstipansia untuk terapi simptomatis, yang dapat menghentikan diare dengan
beberapa cara, yakni:
1) Zat-zat penekan peristaltik (antimotilitas), sehingga memberikan lebih banyak
waktu untuk resorbsi air dan elektrolit oleh mukosa usus misalnya candu dan

11
alkaloidanya, derivat-derivat peptidin (difenoksilat dan loperamida), dan
antikolinergik (atropin, ekstrak belladonna).
2) Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam lemak
(tanin) dan tannabulmin, garam-garam bismut, dan alumunium.
3) Adsorbensia, misalnya karbo adsorben yang pada permukaannya dapat
menyerap (adsorbsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau
yang ada kalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk di sini adalah
juga mucilagines, zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-
lukanya dengan suatu lapisan pelindung, seumpamanya kaolin, pektin (suatu
karbohidrat yang terdapat antara lain dalam buah apel) dan garam-garam bismut,
serta alumunium.
4) Spasmolitika yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang
seringkali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan
oksifenonium (20).

D. EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah kegiatan penyarian suatu senyawa yang terdapat dalam simplisia atau
tanaman dengan menggunakan pelarut atau larutan penyari yang sesuai dengan cara
yang tepat sehingga diperoleh hasil secara kualitatif dan kuantitatif yang memenuhi
persyaratan. Pemilihan larutan penyari ini berdasarkan pada kelarutan zat berkhasiat
dalam pelarut dan tidak menyebabkan rusaknya zat berkhasiat tersebut (21).
Hasil dari proses ekstraksi disebut ekstrak. Dalam buku Farmakope Indonesia
edisi IV, disebutkan bahwa : Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang
diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani
menggunakan pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (22).
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik
(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian
senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya,
serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan.
Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah selektivitas,

12
kemudahan bekerja dengan cairan yang digunakan,ekonomis, ramah lingkungan,
kemudahan untuk diuapkan dan aman (21).
Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan untuk memperoleh ekstrak
adalah cara dingin yaitu maserasi dan perkolasi, serta cara panas yaitu refluks, soxlet,
digesti, infus, dan dekok. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai beberapa
metode ekstraksi (21) :
1. Cara Dingin
Ekstrak cara dingin meliputi maserasi dan perkolasi. Maserasi adalah
proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Maserasi merupakan teknik ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat
pertama dan seterusnya. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang
selalu baru sampai proses ekstrasi sempurna (exhaustive extraction) yang
umunya dilakukan pada temperatur ruangan. Keuntungan maserasi adalah
simplisia yang mengandung senyawa yang bersifat termolabil tidak
menjadi rusak dan proses pengerjaannya mudah.
2. Cara Panas
Ekstraksi cara panas meliputi refluks, soxhlet, digesti, infus, dan dekok.
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Soxhlet adalah ekstraksi dengan
menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan
alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Digesti adalah maserasi
kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi
dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50˚C. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada
temperatur tangas air (bejana infus tercelup dalam tangas air mendidih,
temperatur terukur 96-98˚C) selama waktu tertentu (15 – 20 menit ).

13
Dekok adalah infus atau pemanasan dengan waktu yang lebih lama (≥ 30
menit) dan temperatur sampai titik didih air.

E. PENGERING SEMPROT (23, 24)


Pengeringan adalah metode mengeluarkan atau menghilangkan air dari suatu bahan
dengan cara menguapkannya sampai kadar air seimbang dengan kelembaban
relatifnya.
Kegunaan pengeringan adalah:
1. Daya simpan bahan lebih lama karena kadar air dalam bahan relatif rendah
sehingga kerusakan karena enzim maupun mikroorganisme dapat lebih
ditekan.
2. Dapat dihasilkan produk yang membunyai nilai ekonomis lebih tinggi.
3. Mempermudah distribusi karena umumnya bahan yang telah dikeringkan
mempunyai berat yang lebih ringan dan bentuk yang lebih ringkas.
Pengeringan semprot adalah perubahan bentuk larutan, suspensi, atau pasta
menjadi partikel kering segera setelah penyemprotan. Metode ini digunakan secara
luas dalam industri farmasi karena dapat mengeringkan dengan cepat, dan karena
keunikan bentuk akhir.
Proses pengeringan semprot mempunyai tiga keuntungan utama:
1. Untuk mengeringkan bahan-bahan yang peka terhadap panas
2. Mengubah bentuk fisik bahan untuk digunakan dalam pembuatan tablet dan
kapsul
3. Untuk pengapsulan partikel-partikel padat dan cair.
Pengeringan semprot memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1. Proses pengeringan dapat berjalan secara sinambung (continous)
2. Operasi alat dapat secara otomatis
3. Cocok untuk mengeringkan bahan yang sensitif terhadap panas maupun bahan
yang tahan panas
4. Tetesan cairan yang dihasilkan sangat kecil, memberikan permukaan yang luas
untuk panas dan pemindahan massa, sehingga penguapan berlangsug sangat
cepat.

14
Proses pengeringan semprot terjadi atas beberapa tahap, yaitu:
1. Pengkabutan (automization) adalah proses untuk merubah bahan yang semula
cair atau pasta menjadi tetes-tetes kecil (droplet).
2. Kontaknya antara tetes bahan dengan medium pemanas (udara panas) yang
terjadi di dalam ruang pengering (drying chamber).
3. Penguapan air dari bahan sampai diperoleh kandungan air sesuai dengan yang
diinginkan. Kecepatan penguapan dipengaruhi oleh komposisi bahan, terutama
total padatan bahan, semakon tinggi total padatan bahan, semakin cepa proses
penguapan berlangsung.
4. Pengambilang produk dari alat

Gambar II.3. Tahap Pengeringan pada Alat Spray Dry (25)


Aliran udara panas dalam ruang pengering spray dryer ada 2 macam, yaitu:
1. Pengeringan dengan udara panas yang searah. Aliran udara panas dan bahan
yang akan dikeringka berjalan searah sehingga diharapkan pada produk
akhirnya suhu bahan relatif rendah.
2. Pengeringan dengan udara panas berlawanan arah. Aliran udara panas dan
bahan yang akan dikeringkan berlawanan sehingga produk memerlukan
perlakuan tambahan untuk kembali ke suhu awalnya. Cara ini terutama
digunakan untuk membuat produk bebas dari kontaminan.
Beberapa hal yang penting dalam pengeringan semprot adalah:
1. Keadaan bahan yang akan dikeringkan. Hal ini berkaitan dengan kemudahan
bahan membentuk suatu sistem larutan yang terdispersi merata sehingga bahan
dapat dikeringkan secara kontinyu dan tidak menimbulkan penyumbatan pada

15
lubang penyemprotnya. Selain itu bahan yang akan dikeringkan pada
umumnya memiliki kandungan zat padat total sebesar 45-55%.
2. Pengkabutan yaitu usaha untuk mengubah bahan yang semula cairan menjadi
tetes yang sangat kecil melalui lubang kecil yang disebut nozzle.
3. Udara panas dan dispersinya dalam alat. Udara panas akan memberikan energi
panasnya kepada tetes bahan kemudian bahan dengan adanya panas akan
menguapkan air yang dikandung sehingga bahan menjadi bubuk.
4. Pengambilan produk. Setelah bahan dikeringkan diperlukan usaha untuk
memisahkan bahan dengan udara panas yang keluar bersama-sama. Usaha
pengambilan produk dapat menggunakan 3 macam alat yaitu:
a. Cyclone separator: paling banyak dilakukan. Besarnya kisaran produk
yang diambil adalah 90% sampai 97%.
b. Wet scrubber: dapat menibuljan kemungkinan pencemaran oleh
mikroorganisme dan memungkinkan produk mengalami proses lagi
sehingga bahan dapat rusak.
c. Bag filters: adalah pengambilan produk dengan menyaring udara yang
keluar bersama bubuk hasil pengeringan. Kelemahan cara ini adalah
memerlukan waktu untuk membersihkan secara periodik.
Produk yang dihasilkan dari pengeringan semprot umumnya berbentuk bola-bola
berongga (20-200 μm), porus, dan spheris sehingga bila dikontakkan dengan air
partikel serbuk akan lebih cepat terbasahi dan mudah larut. Kadar iar produk hasil
pengeringan semprot umumnya berkisar antara 3-4%.
Beberapa parameter yang seringkali digunakan untuk menilai produk yang
diperoleh melalui pengeringan semprot adalah:
1. Distribusi ukuran partikel, berpengaruh pada kenampakan dan kemudahan
dalam pengepakannya.
2. Bulk density, berhubungan dengan kebutuhan pengemas yang akan digunakan.
3. Kenampakan, penting dalam hal kesukaan konsumen terhadap produk.
4. Kadar air, mempengaruhi ketahanan simpan, warna produk, kualitas bubuk dan
sebagainya.
5. Dispersibilitas, berhubungan dengan kemudahan bahan untuk larut dalam air.

16
6. Warna, aroma, dan rasa.

F. GRANUL
Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil. Umumnya
berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar. Ukuran
biasanya berkisar antar ayakan 4-12, walaupun demikian granul dari macam-macam
lubang ayakan mungkin dapat dibuat tergantung tujuan pemakaiannya (26).
Persyaratan bagi granul dirumuskan sebagai berikut : dalam bentuk dan warna
yang sedapat mungkin homogen, sedapat mungkin memiliki distribusi ukuran yang
sempit dan tidak lebih dari 10% mengandung komponen berbentuk serbuk, memiliki
daya luncur yang baik, menunjukkan kekompakkan mekanis yang memuaskan, tidak
terlampau kering (sisa lembab 3-5%), mudah hancur dalam air (26).
Pada awalnya granul merupakan produk antara pada proses pembuatan tablet,
namun pada pengembangan lebih lanjut, granul juga merupakan sediaan obat
tersendiri. Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak campuran serbuk yang
diolah menjadi granul, agar lebih baik penggunannya dan lebih akurat dalam
penentuan dosis. Granul sebagai sediaan obat mandiri, umumnya memiliki ukuran
butiran yang sedikit lebih besar dari pada granul yang digunakan dalam pencetakkan
tablet. Mereka juga lebih tahan secara mekanik. Butiran-butiran kasar diperoleh
melalui pelembaban atau pelekatan serbuk. Pembuatannya berlangsung dalam empat
tahap, yaitu : agregasi campuran serbuk dengan menambahkan cairan penggranul;
pembagian massa; pengeringan granulat dan pengayakan bagian yang halus, sekaligus
memfinalkan granulat, artinya membebaskan butiran granulat yang masih melekat
bersama setelah proses pengeringan melalui gerakan-gerakan lemah di ayakan (26).

G. GRANULASI
Granulasi adalah proses dimana partikel serbuk diubah menjadi bentuk partikel yang
lebih besar. Dengan demikian dicapai butiran yang partikel-partikel serbuknya
mengandung suatu daya lekat.
1. Granulasi basah

17
Granulasi basah yaitu bahannya dibasahi dengan pengikat, penggilingan basah
serta pengeringan. Granul dibentuk dengan jalan mengikat serbuk dengan suatu
perekat sebagai pengompakan. Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau
bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke dalam
campuran serbuk. Namun bahan pengikat itu dapat dimasukkan kering ke dalam
campuran serbuk dan cairan dapat ditambahkan tersendiri.
Metode granulasi basah mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya, yaitu :
a. Kohesifitas serbuk ditingkatkan dengan penambahan pengikat yang
menyalur partikel serbuk, menyebabkan partikel melekat satu sama lain
sehingga dapat terbentuk granul.
b. Zat aktif dosis besar sebaiknya dibuat dengan metode granulasi basah
untuk memperoleh aliran yang baik dan sifat kohesi yang cukup.
c. Distribusi yang baik dan keseragaman kandungan zat aktif dosis kecil.
d. Debu dari serbuk serta kontaminasi dari udara dapat ditangani.
e. Granulasi basah mencegah pemisahan komponen campuran selama
proses.
f. Kecepatan disolusi zat hidrofob dapat ditingkatkan dengan cara
granulasi basah menggunakan pelarut zat pengikat yang hidrofil.

Sedangkan kekurangan metode granulasi basah, yaitu :


a. Proses kerja yang banyak maka diperlukan kontrol terhadap suhu dan
kelembaban.
b. Proses kerja lama karena membutuhkan langkah pembasahan dan
pengeringan granul.
c. Zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak baik dikerjakan
dengan cara ini. Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air
(27,28).
2. Granulasi kering

18
Granulasi kering juga dinyatakan sebagai briketasi dan kompaktasi. Cara ini
membutuhkan sedikit waktu dan karenanya lebih ekonomis daripada pembutiran
lembab. Cara ini sangat tepat untuk tabletasi zat-zat yang peka suhu atau bahan
obat yang tidak stabil dengan adanya air. Selain itu, teknik ini digunakan pada
keadaan di mana dosis efektif terlalu tinggi untuk pencetakan langsung.
Pada proses ini, komponen-komponen dikompakkan dengan mesin cetak
tablet atau mesin khusus. Bila campuran serbuk pertama ditekan ke dalam die, dan
dikompakkan dengan punch berpermukaan datar, massa diperoleh disebut slug
dan prosesnya disebut slugging. Slug kemudian diayak dan diaduk untuk
mendapatkan bentuk granul yang daya mengalirnya lebih seragam dari campuran
awal. Bila slug yang didapat belum memuaskan maka proses ini dapat diulang.
Slugging merupakan suatu usaha untuk meningkatkan waktu pencetakan.
Proses pengayakan dan lain-lainnya secara kasar sama dengan perpanjangan
waktu tinggal selama pencetakan di dalam mesin tablet. Materi yang mengalami
dua kali atau lebih tekanan pengompakan menyebabkan lebih kuatnya ikatan yang
mengikat tablet bersama-sama.
Metode granulasi kering mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya, yaitu :
a. Tidak menggunakan larutan pengikat dan pengeringan yang
memerlukan waktu dapat dihindari.
b. Baik untuk zat aktif yang peka terhadap lembab dan panas.
c. Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat.
Sedangkan kekurangan metode granulasi kering, yaitu :
a. Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug.
b. Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam.
c. Prosesnya banyak menghasilkan debu dan memungkinkan kontaminasi
silang.

H. DATA PRAFORMULASI
1. PVP (30)

19
Sinonim : Povidone, Polyvidone, Polyvinnylpirolidone,
kollidone, plasdone.
Rumus molekul : (C6H9NO)

Rumus bangun : n
Gambar II.4 rumus bangun PVP
Bobot molekul : 2.500-3.000.000
Pemerian : berbentuk serbuk putih, atau putih krem, berbau
lemah atau tidak berbau atau higroskopis.
Kelarutan : mudah larut dalam air, asam, atau etanol 95%, praktis
tidak larut dalam minyak bumi.
Identifikasi : pada 10 mL larutan 0,5% b/v ditambahkan 20 mL
HCl 1 N dan 5 mL larutan kalium bikromat P,
terbentuk endapan kuning jingga.
Kegunaan : sebagai bahan pengikat dengan konsentrasi 0,5-5%
Sisa pemijaran : tidak lebih dari 0,1%.
Kadar air : tidak lebih dari 5,0%.
Inkompatibilitas : garam inorganik, resin alam, dan sintetik.
Densitas : 1,2 g/cm3
Titik leleh : 150 - 180˚C
2. Sukrosa (29)
Sinonim : Beet sugar, cane sugar, a-D-glucopyranosyl-b-D-
fructofuranoside, refined sugar, saccharose,
saccharum, sugar.
Rumus molekul : (C12H22O11)

20
Rumus bangun :
Gambar II.5 rumus bangun sukrosa
Bobot molekul : 342,30
Pemerian : berbentuk kristal tak berwarna, atau kristal blok, atau
serbuk kristal putih, tidak berbau dan berasa manis.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air atau etanol 95%, praktis
tidak larut dalam chloroform.
Kegunaan : sebagai bahan pemanis dengan konsentrasi 67 % b/b
Sisa pemijaran : tidak lebih dari 0,1%.
Kadar air : tidak lebih dari 5,0%.
Inkompatibilitas : garam inorganik, resin alam, dan sintetik.
pKa : 12,62
Densitas : 1,6 g/cm3
Titik leleh : 106 - 186˚C

3. Maltodekstrin (29)

21
Gambar II. 6 Rumus bangun maltodekstrin
Sinonim : Cargill dry; Glucidex; Glucodry; Lycatab DSH;
Maldex; Maldex G; Maltodextrinum; Maltrin; Maltrin
QD; Maltosweet
Rumus molekul : (C6H10O5)n.H2O
Bobot molekul : 900 - 9000
Pemerian : Serbuk atau granul berwarna putih, tidak berbau, rasa
tidak manis, rasa manis dari maltodekstrin meningkat
seiring dengan meningkatnya dextrose equivalen (DE)
Konsentrasi : 20-80%
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol 95%
pH : 4,0-7,0
Inkompabilitas : Pada pH dan kondisi suhu tertentu maltodekstrin dapat
mengalami reaksi maillard dengan asam amino
menghasilkan warna menguning atau kecoklatan. Tidak
kompatibel dengan zat oksidator kuat.
Kegunaan : Bahan penolong pada pengeringan beku
Stabilitas : Stabil selama kurang lebih 1 tahun jika disimpan pada
tempat yang sejuk (< 30oC) dan kelembaban relatif
kurang dari 50%
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang baik, sejuk dan kering
(37).

4. Etanol (29)

22
Gambar II. 7 Rumus bangun etanol
Sinonim : Ethanolum, Etil Alkohol, Etil hidroksida, Grain
alkohol, Metil karbinol
Rumus molekul : (C2H6O)
Bobot molekul : 46,07
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, dan mudah menguap
dengan sedikit dan bau khas dan rasa seperti terbakar
Kelarutan : Bercampur dengan kloroform, eter, gliserin, air
Kegunaan : Pelarut
Inkompabilitas : Pada kondisi asam, larutan etanol bereaksi dengan
bahan pengoksidasi. Larutan etanol juga inkompatibel
dengan wadah aluminium dan berinteraksi dengan
beberapa obat.

H. LANDASAN TEORI
Kayu secang digunakan sebagai bahan utama dalam penelitian ini karena kayu secang
telah dibuktikan memiliki khasiat antimotilitas oleh Adjirni, dengan dosis sebesar 150
mg/kg BB (13). Kayu secang juga dinyatakan praktis tidak toksis oleh Nugroho karena
memiliki nilai LD50 oral terhadap tikus sebesar 44800 mg/kg BB (12).
Temu mangga digunakan sebagai bahan utama penelitian ini karena temu
mangga telah dibuktikan oleh Nuratmi memiliki khasiat antimotilitas (5) dan ekstrak
temu mangga telah digunakan dalam formularium herbal Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo. Temu mangga juga dinyatakan praktis tidak toksis karena memiliki
nilai LD50 per oral pada tikus untuk temu mangga adalah sebesar 5000 mg/kg BB (9),
sedangkan LD50 senyawa aktif terpurifikasi dari rimpang temu mangga adalah sebesar
500 mg/kg BB dan memperlihatkan toksisitas pada kadar enzim hati dan ginjal tetapi
lebih kecil daripada cyclophosphamide (9).

23
Etanol 70% dipilih sebagai pelarut dalam ekstraksi dikarenakan mengacu pada
panduan teknologi ekstak Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, dimana etanol 70% dipilih karena
memiliki sifat yang selektiv dan ekonomis serta mudah digunakan dan ramah
lingkungan (21).
Produk obat dalam bentuk sediaan kapsul dan tablet tidak bisa / sulit untuk di
telan oleh anak - anak, sehingga diperlukan diversifikasi sediaan produk agar lebih
bisa diterima oleh anak – anak. Menurut Luo et.al. 98,2 % penelitian menunjukan
bahwa tidak ada perbedaan efektifitas yang signifikan secara statistika antara produk
granul dan produk herbal segar (31), oleh karena itulah granul siap larut dipilih sebagai
bentuk sediaan dalam penelitian ini.

I. HIPOTESIS
1. Ekstrak kayu secang dan temu mangga dapat diformulasikan menjadi sediaan
granul siap larut yang stabil secara fisika dan kimia serta efektif sebagai antidiare
dalam uji in vivo.
2. Dapat diperoleh formula optimum dari sediaan granul siap larut kombinasi ekstrak
kayu secang dan temu mangga yang efektif sebagai antidiare dalam uji in vivo dan
stabil.

24
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE YANG DIGUNAKAN


1. Pembuatan ekstrak kayu secang dan temu mangga
Ekstrak kayu secang dan temu mangga dibuat dengan menggunakan metode
maserasi kinetik (32) dengan menggunakan etanol 70% sebagai pelarut. Ekstrak
kayu secang dan temu mangga yang dihasilkan diuji mutu parameter spesifik dan
non spesifik (33).
2. Pembuatan granul siap larut kombinasi kayu secang dan temu mangga
Ekstrak kental kayu secang dan temu mangga diserbukkan dengan metode
pengeringan semprot (24). Serbuk ekstrak kayu secang dan temu mangga
diformulasikan menjadi sediaan granul siap larut dengan metode granulasi basah
(28) dengan ratio perbandingan serbuk ekstrak kayu secang dan temu mangga 2:1
dan 1:2. Granul siap larut yang dihasilkan diuji mutu fisika dan kimia (34).
3. Pengukuran aktivitas antimotilitas granul siap larut
Uji aktivitas antimotilitas in vivo dengan metode transit intestinal (35), pada
kelompok mencit: kelompok pertama mencit hanya diberikan aquadest, kelompok
kedua mencit hanya diberikan emulsi oleum ricini 10 mL/kg BB, kelompok ketiga
mencit diberikan emulsi oleum ricini 10 mL/kg BB dan Loperamid HCL 2 mg/kg
BB, kelompok keempat sampai kelompok ketujuh mencit diberikan emulsi oleum
ricini 10 mL/kg BB dan larutan sampel F1 sampai F4. Empat puluh lima menit
kemudian hewan diberikan suspensi arang aktif, pada menit ke enam puluh lima
mencit di euthanasia kemudian panjang usus yang ditempuh norit diukur dan
dibandingkan dengan panjang usus keseluruhan.
4. Uji stabilitas dipercepat granul siap larut (36)
Uji stabilitas dipercepat terhadap sediaan formula granul siap larut terbaik pada
suhu kamar 30oC ± 2oC dan suhu 40oC ± 2oC atau RH 75% ± 5% di climatic

25
chamber selama 3 bulan, pada bulan ke 0, 2, 4, dan 6. Dibuat protokol uji sebanyak
2 batch setiap batch dibuat triplo, dan diuji aktivitas antimotilitasnya.

Skema kerja

Kayu secang Temu


(KS) mangga (TM)

Ekstraksi

Ekstrak KS Ekstrak TM

Pengujian parameter mutu ekstrak,


spesifik dan non spesifik

Pengeringan semprot

Serbuk Serbuk
ekstrak KS ekstrak TM

Dikombinasikan Formulasi granul

FI FII FIII F IV
1:2 add 1:2 add 2:1 add 2:1 add
4 gr 5 gr 4 gr 5 gr

26
FI FII FIII F IV
1:0 0:1 1:1 2:1

Pengujian parameter mutu granul

Uji aktivitas antimotilitas

Lulus evaluasi granul dan


Granul terbaik memiliki aktivitas
antimotilitas terbaik

Granul antimotilitas

Uji stabilitas Uji aktivitas


dipercepat antimotilitas

B. KERANGKA KONSEP

Ekstrak kayu secang (KS)


dan ekstrak temu Parameter mutu ekstrak
mangga (TM)

Parameter mutu ekstrak meliputi parameter spesifik dan parameter non spesifik

27
Percobaan I

Variabel Independen Variabel Dependen


C ekstrak KS Mutu Formula 1 – 6
C ekstrak TM granul

Variabel Antara Dikontrol


Eksipien, Metode granulasi,
Suhu dan kelembaban

Parameter mutu granul meliputi parameter fisika, kimia dan stabilitas

Percobaan II

Variabel Independen Variabel Dependen


Formula 1 – 6 granul Aktivitas antimotilitas
siap larut masing-masing formula

Variabel Antara Dikontrol


Galur, usia, jenis kelamin dan
perlakuan hewan coba

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL


Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari simplisia
menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (33). Parameter
spesifik ekstrak yaitu: identitas ekstrak meliputi deskripsi tata nama, bagian tumbuhan
yang digunakan dan senyawa identitas. Organoleptik meliputi penggunaan panca
indera untuk mendeskripsikan bentuk (padat, serbuk, kental, cair), warna, bau dan rasa.
Kandungan kimia untuk memberikan gambaran awal senyawa kimia yang terkandung
dalam ekstrak. Parameter non spesifik ekstrak yaitu: kadar air, susut pengeringan,

28
kadar abu, sisa pelarut, residu pestisida, cemaran logam berat, cemaran mikroba, kadar
sari larut air dan etanol (32).
Granul siap larut adalah adalah granul-granul / serbuk kasar yang kering
mengandung obat dan campuran lain, biasanya terdiri dari Sukrosa dan PVP (28).
Evaluasi mutu granul meliputi kadar air, uji sifat alir, uji homogenitas dan uji distribusi
ukuran granul (28).
Uji aktivitas antimotilitas menggunakan metode transit intestinal, dimana ratio
lintasan norit kelompok pemberian formula granul siap larut 1 – 4 dibandingkan
dengan ratio kontrol positif, kontrol negatif dan kontrol normal (35).
Uji stabilitas dipercepat granul siap larut dilakukan terhadap formula terbaik
selama 3 bulan menggunakan climatic chamber dengan diiuji aktivitas
antimotilitasnya pada minggu ke 0, 2, 4, 6. 8, 10 dan 12 (36).
Tabel III.1. Definisi Operasional

NO VARIABEL PROSES PENGUKURAN

Ekstrak etanol, rendemen


1 Kayu secang Ekstraksi (%), parameter mutu spesifik
dan non-spesifik (%)

Ekstrak etanol, rendemen


2 Temu manga Ekstraksi (%), parameter mutu spesifik
dan non-spesifik (%)
Kombinasi ekstrak Formula 1 s/d
kayu secang dan Formula 4 Kadar air, Sifat alir,
3
ekstrak temu Rasio 2:1; 1;2 distribusi ukuran granul
mangga dst

D. JENIS PENELITIAN
Berdasarkan tujuannya penelitian ini bersifat terapan, dimana penelitian ini lanjutan
dari beberapa penelitian dasar mengenai aktivitas antimotilitas kayu secang dan temu
mangga untuk dibuat menjadi sediaan granul siap larut. Berdasarkan metodenya
penelitian ini bersifat eksperimental.

29
E. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di laboratorium Farmakologi Toksikologi Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila, Laboratorium Biokimia Klinis Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila, dan Laboratorium Fisika Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.

F. POPULASI DAN SAMPEL


Uji aktivitas antimotilitas. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih
jantan (Mus musculus) galur DDY yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan antara
20-30 g sebanyak 28 ekor. Mencit putih diperoleh dari Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

G. RANCANGAN ANALISIS DATA


Pengukuran ratio transit intestinal pada hewan coba dilakukan dengan
membandingkan 4 kelompok formula granul siap larut dengan dosis 2,8 g/kgBB
mencit, kelompok pembanding Loperamid HCl, kelompok positif yang diberikan
emulsi oleum ricini 10 mL/kg BB, dan kelompok normal. Data yang diperoleh diolah
secara statistik menggunakan metode analisis varian satu arah kemudian dilanjutkan
dengan uji beda nyata.

30
BAB IV

BAHAN, ALAT, DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. BAHAN YANG DIGUNAKAN


1. Bahan Utama
Bahan utama penelitian yang digunakan adalah ekstrak etanol 70% kayu secang
(Caesalpinia sappan L) dan temu mangga (Curcuma mangga) yang diperoleh dari
Balitro Pascapanen Bogor dan telah dideterminasi di Hebarium Bogoriense, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI Cibinong, Jawa Barat.
2. Bahan Lain
Bahan lain yang digunakan dalam penelitian adalah etanol 70%, mencit putih
jantan jalur DDY, pakan standar, aquadest, sukrosa, PVP, essen pisang, arang
aktif, oleum ricini, loperamid HCl.

B. ALAT PENELITIAN
Rotary vacuum evaporator (Buchi), oven (memmert), mixer (miyako), lemari
pendingin (sanyo), timbangan analitik (AND-GR 200), pH meter (Agilent), ayakan
mesh 4 dan 18, Alat uji sifat alir (lokal), stopwatch, Jangka sorong, Pengayak
bertingkat, alat uji ukuran partikel.

C. PROSEDUR PENELITIAN
1. Determinasi Tanaman
Untuk memastikan kebenaran tanaman yang digunakan dalam penelitian maka
dilakukan determinasi tanaman di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian
Biologi – LIPI, cibinong.
2. Penyiapan Simplisia
a. Kayu secang
Kayu secang basah dibersihkan lalu dikuliti hingga menjadi serutan – serutan
tipis agar memudahkan proses pengeringan, kemudian dikeringkan dengan

31
matahari langsung, stelah kering lalu dipotong kecil dan digrinder hingga
menjadi serbuk halus.
b. Temu mangga
Rimpang temu mangga dicuci bersih dan direndam dengan air semalaman,
ditiriskan dan dirajang, kemudian dikeringkan dibawah matahari langsung
sampai kering, kemudian digrinder hingga menjadi serbuk halus.
3. Penetapan Bahan Organik Asing (BOA)
Sejumlah 100 gram rajangan simplisia disebarkan di atas kertas putih polos.
Kemudian dibagi menjadi empat kelompok, masing-masing kelompok dipilih dan
dipisahkan kemudian ditimbang dan dihitung kadarnya per 100 gram simplisia
yang digunakan (33).
4. Penyediaan dan Pengukuran Derajat Halus Serbuk Simplisia
Sejumlah 100 gram serbuk simplisia dilewatkan melalui pengayak nomor 4.
Serbuk yang lolos pengayak nomor 4 dilewatkan kembali melalui pengayak
nomor 18, lalu ditimbang. Derajat kehalusan yang dinyatakan dengan 2 nomor,
dimaksudkan bahwa semua serbuk dapat melewati pengayak nomor 4 dan tidak
lebih dari 40% yang dapat melewati pengayak nomor 18 (33).
5. Pembuatan ekstrak
Sejumlah 250 gram serbuk simplisia diekstraksi secara maserasi kinetik dengan
pelarut etanol 70% sebanyak 2,5 L, lalu disaring. Lakukan remaserasi hingga
sebanyak 5 kali. Filtrat yang terkumpul dipekatkan dengan vakum rotavapor
kemudian diuapkan di atas penangas air pada suhu 50˚C hingga diperoleh ekstrak
kental (32).
6. Perhitungan Drug Extract Ratio (DER-native)
Dilakukan perhitungan DER-native untuk menetukan berapa gram serbuk yang
dibutuhkan untuk mendapatkan 1 gram ekstrak.
Ekstrak kental etanol ditimbang dengan saksama kemudian dihitung nilai DER-
native dan rendemen dengan menggunakan rumus :
bobot simpisia
DER-native = bobot ekstrak
bobot ekstrak
Rendemen = bobot simplisia x 100%

32
7. Penapisan fitokimia ekstrak (37)
a. Identifikasi alkaloid
Sejumlah lebih kurang 0,2 gram ekstrak dilembabkan dengan 5 mL ammonia
30% P digerus dalam mortir. Ditambahkan 20 mL kloroform P, gerus dan
saring. Filtrat berupa larutan organik yang digunakan untuk percobaan
selanjutnya. Sebagian larutan ini diteteskan pada kertas saring yang telah
ditetesi dengan pereaksi Dragendorff LP, terbentuknya warna merah atau
jingga menunjukkan adanya senyawa alkaloid di dalam ekstrak. Sisa larutan
organik diekstraksi dua kali dengan asam klorida (1:10) P. Ke dalam dua
tabung reaksi yang masing-masing berisi 5 mL larutan organik tersebut
ditambahkan beberapa tetes larutan pereaksi Dragendorff LP atau endapan
warna putih dengan penambahan Meyer LP menunjukkan golongan senyawa
alkaloid positif.
b. Identifikasi flavonoid
Sejumlah lebih kurang 1 gram ekstrak didihkan dengan 100 mL air panas
selama 5 menit, lalu disaring (larutan A). terhadap 5 mL filtrat ditambahkan
serbuk magnesium P, 1 mL asam klorida P, dan 2 mL amil alkohol P, dikocok
kuat dan diamkan hingga memisah. Adanya senyawa golongan flavonoid
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada
lapisan amil alkohol.
c. Identifikasi saponin
Sejumlah lebih kurang 10 mL larutan A dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Lalu dikocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa
setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil selama kurang lebih 10 menit, dan tidak
hilang dengan penambahan asam klorida 2N menunjukkan adanya senyawa
golongan saponin.
d. Identifikasi tanin
Sejumlah lebih kurang 10 mL larutan A dibagi menjadi dua bagian, 5 mL
filtrat pertama ditambahkan larutan besi (III) klorida (1%) P, bila timbul
warna hijau-biru atau hitam yang menunjukkan adanya tanin, ke dalam 5 mL
filtrat kedua ditambahkan pereaksi Stiasny (campuran formaldehida Lp dan

33
asam klorida pekat 2:1), kemudian dipanaskan di atas penangas air.
Terbentuknya endapan merah muda menunjukkan adanya senyawa golongan
tanin katekuat. Endapan disaring, lalu filtrat dijenuhkan dengan natrium
asetat P, dan tambahkan larutan besi (III) klorida (1%) P. Terbentuknya warna
biru menunjukkan adanya senyawa tanin galat.
e. Identifikasi kuinon
Sejumlah lebih kurang 10 mL larutan A, ditambahkan natrium hidroksida 1N,
terbentuknya warna merah menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon.
f. Identifikasi steroid/triterpenoid
Sejumlah lebih kurang 0,2 gram ekstrak dimaserasi dengan 20 mL eter P
selama 2 jam, kemudia disaring. Filtrat dipindahkan ke dalam cawan penguap
lalu diuapkan hingga kering. Ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat
anhidrat P dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna merah ke ungu
menunjukkan adanya triterpenoid dan perubahan warna dari hijau biru
menunjukkan adanya senyawa golongan steroid.
g. Identifikasi kumarin
Sejumlah lebih kurang 0,2 gram ekstrak ditambahkan 10 mL kloroform P,
kemudian dipanaskan selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Filtrat
diuapkan, kemudian ditambahkan 10 mL air panas dan didinginkan,
ditambahkan 0,5 mL ammonia (10%) P. Kemudian diamati dibawah lampu
UV pada λ 366 nm, senyawa golongan kumarin positif ditandai dengan
terbentuknya fluorosensi hijau atau biru.
h. Identifikasi minyak atsiri
Sejumlah lebih kurang 0,2 gram ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 10 mL petroleum eter P dan dipasangkan pendingin balik
sederhana, lalu dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit dan disaring.
Filtrat yang diperoleh diuapkan di cawan penguap. Kemudian residunya
dilarutkan dengan 5 mL pelarut etanol, lalu disaring dengan kertas saring.
Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap. Residu yang berbau
aromatik, menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.
8. Pemeriksaan Parameter Mutu Ekstrak (32)

34
a. Parameter spesifik
1) Penetapan identifikasi ekstrak
Ditentukan deskripsi tata nama dan senyawa identifikasi ekstrak yang
meliputi :
a. Nama ekstrak
b. Nama latin tanaman
c. Bagian tanaman yang digunakan
d. Nama Indonesia tanaman
e. Senyawa identitas
2) Organoleptis
Diamati konsistensi dan warna dari ekstrak etanol secara visual dan untuk
bau periksa dengan indera penciuman.
3) Penetapan senyawa terlarut dalam etanol
Sejumlah 5,0 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL
etanol (96%) menggunakan labu bersumbat sambil dikocok-kocok
selama 6 jam pertama dan didiamkan 18 jam berikutnya. Lalu dilakukan
penyaringan secara cepat untuk menghindari penguapan etanol, 20,0 mL
filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal. Residu dipanaskan
pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar senyawa terlarut dihitung
terhadap ekstrak awal.
4) Penetapan senyawa terlarut dalam air
Sejumlah 5,0 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air-
kloroform P, menggunakan labu bersumbat sambil dikocok-kocok
selama 6 jam pertama dan didiamkan 18 jam berikutnya. Sebanyak 20,0
mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal. Panaskan residu
pada 105°C hingga bobot tetap. Kadar senyawa terlarut dihitung terhadap
ekstrak awal.

b. Parameter non spesifik

35
1) Susut pengeringan
Sejumlah 1 gram ekstrak dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada 105°C selama 30 menit
dan telah ditara, lalu diratakan. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang
pengering, dalam keadaan tutup terbuka, kemudian dikeringkan pada
suhu 105°C hingga bobot tetap. Sebelum setiap penimbangan, botol
dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator.
Dikeringkan kembali hingga bobot tetap.
2) Kadar air
Sejumlah 3-5 mg ekstrak ditetapkan kadar airnya dengan menggunakan
moisturemeter.
3) Kadar abu total
Sejumlah 1 gram ekstrak ditimbang saksama, dimasukkan ke dalam krus
porselen yang telah dipijarkan dan ditara. Dipanaskan diatas penangas
hingga arang habis, lalu dipijarkan pada suhu 400-600°C hingga bobot
tetap. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
4) Kadar abu tidak larut asam
Abu yang sebelumnya telah diperoleh pada penetapan kadar abu total,
dididihkan dengan penambahan 25 mL asam klorida encer P selama 5
menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring dengan kertas
saring bebas abu, lalu dicuci dengan air panas, sisa dan kertas saring
dipijarkan pada suhu 400-600°C hingga diperoleh bobot tetap. Kadar abu
yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara.
5) Kadar abu larut dalam air
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 mL
air selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam air, saring
menggunakan kertas saring bebas abu, kemudian dicuci dengan air panas
dan dipijarkan kembali pada suhu yang tidak lebih dari 450°C hingga
didapat bobot tetap, lalu ditimbang. Kadar abu yang larut dalam air
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan.
6) Sisa pelarut

36
Ditetapkan secara kromatografi gas-cair, alat kromatografi gas
dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala dan kolom kaca 30 m x 0,32
mm berisi fase diam dialirkan TR-Wax dengan ukuran partikel 100 mesh
hingga 120 mesh. Digunakan nitrogen P sebagai gas pembawa. Sebelum
digunakan kondisikan kolom semalaman pada kondisi 235°C, alirkan zat
pembawa dengan laju aliran lambat. Atur aliran gas pembawa 20
mL/menit dan suhu injektor dan detektor masing-masing 200°C dan
160°C.
Larutan uji I : Encerkan 1,0 mL ekstrak dengan air dua kali
penyulingan hingga 50 mL.
Larutan uji baku I : Encerkan 1,0 mL etanol mutlak P dengan air
dua kali penyulingan hingga 50 mL.
Larutan uji II : Dipipet masing-masing 1 mL larutan uji 1 dan
air 2 kali penyulingan ke dalam labu tentukur 10
mL, encerkan dengan air hingga tanda.
Larutan baku II : Dipipet masing-masing 1 mL larutan baku 1 dan
air dua kali penyulingan ke dalam labu tentukur
10 mL, encerkan dengan air dua kali penyulingan
hingga tanda.
Masing-masing dilakukan duplo dan disuntikkan lebih kurang 50 µL
larutan uji II dan larutan baku II ke dalam kromatogram.
7) Cemaran logam berat
a) Penetapan kadar timbal
(1) Larutan uji
Sejumlah 1 gram ekstrak ditambahkan dengan 4 mL larutan
magnesium sulfat 2 N, lalu dimasukkan ke dalam krus porselen.
Kemudian diuapkan pada suhu tidak lebih dari 800°C sampai
membentuk abu, larutkan sisa ke dalam 5 mL asam klorida 2 N
dan ditambahkan lagi 5 mL asam klorida 2 N 0,1 fenolftalein LP
dan amonium hidroksida 13N tetes demi tetes hingga terbentuk
warna merah muda. Ditambahkan asam asetat glasial hingga

37
larutan tidak berwarna dan ditambahkan lagi 0,5 mL, lalu
diencerkan dengan air hingga 20 mL. Ke dalam 12 mL larutan
tersebut ditambahkan 2 mL larutan dapar asetat pH 3,5. Ke
dalam campuran larutan ditambahkan 1,2 mL tioasetamida LP
dan didiamkan selama 2 menit.
(2) Larutan baku timbal 1 bpj
Sejumlah 1,0 mL larutan baku timbal (1000µg/mL,Pb)
diencerkan dengan air bebas mineral hingga 100 mL.
b) Penetapan kadar kadmium
(1) Larutan uji
Sejumlah 1 gram ekstrak ditambahkan 1,0 mL asam sulfat P,
lalu diarangkan di atas pemanas sampai kabut asap hilang dan
dipijarkan di dalam tanur hingga menjadi abu. Kemudian
ditambahkan 5,0 mL asam nitrat 10% dan disaring. Larutan uji
yang diperoleh ditambahkan dengan air bebas mineral hingga
10 mL.
(2) Larutan baku kadmium 1 bpj
Sejumlah 1,0 mL larutan baku timbal (1000µg/mL,Cd)
diencerkan dengan air bebas mineral hingga 100 mL.
(3) Larutan blangko
Sejumlah 5,0 mL larutan asam nitrat 10%, lalu ditambahkan air
bebas mineral hingga 10 mL.
c) Cemaran mikroba
Disiapkan 5 tabung reaksi yang masing-masing berisi 9 mL
pengencer larutan dapar fosfat. Dari hasil homogenisasi pada
penyiapan contoh dipipet 1 mL pengenceran 10−1 ke dalam tabung
pertama, lakukan prosedur yang sama hingga pengenceran 10−6.
Dari setiap pengenceran dipipet 1 mL kedalam cawan petri dan
dibuat duplo. Ke dalam cawan petri dituang 15-20 mL Potato
Dextrose Agar cair (45 ± 1°C) untuk angka kapang kamir, lalu
dihomogenkan. Dibiarkan memadat diudara, kemudian diinkubasi

38
pada suhu 25°C selama 1-7 hari. Jumlah koloni yang tumbuh
dihitung dengan coloni counter.
9. Optimasi Suhu Pengeringan Semprot
Sejumlah 10 gram ekstral kental diencerkan dalam air, lalu campurkan dengan
larutan maltodekstrin. Dikeringkan dengan pengering semprot pada suhu inlet
170°C dan suhu outlet 60°C.
10. Karakterisasi Serbuk Hasil Pengeringan
a. Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau, dan rasa
b. Ketercampuran ekstrak
Ekstrak dicampur dengan air, lalu diamati apakah dapat bercampur atau tidak.
11. Evaluasi Kadar Air Serbuk Hasil Pengering Semprot
Pemeriksaan kadar air menggunakan Moisturemeter Karl Fischer, cara: ditimbang
5 mg serbuk ekstrak kering, dimasukkan sampel ke dalam alat, dan diukur.
12. Pembuatan Granul Siap Larut (38)
Pembuatan granul siap larut dari ekstrak kayu secang dan temu mangga dengan
metode granulasi basah yang meliputi penimbangan, pencampuran awal,
kemudian penambahan larutan pengikat, pengayakan I, pengeringan, pengayakan
II, kemudian dilakukan evaluasi granul
a. Formula Granul
Granul siap larut yang akan dibuat per sachetnya adalah 4 dan 5 gr, dengan
dosis untuk ekstrak kayu secang sekali minum adalah sebesar 16,62 mg/Kg
BB (13) dan dosis untuk ekstrak temu manga sekali minum adalah sebesar
7,14 mg/Kg BB (39), dengan berat badan rata – rata anak Indonesia usia 2
tahun adalah 13 kg (40) maka 1x dosis untuk kayu secang adalah 216 mg dan
1x dosis untuk temu mangga adalah 93 mg.

Tabel IV.1. Formula Granul Siap Larut


Formula (%)
No Bahan
F1 F2 F3 F4

1 Ekstrak kayu secang 21 16 10 8

39
2 Ekstrak temu mangga 9 7 19 15

3 Essen pisang 5 5 5 5

4 PVP 1 1 1 1

5 Sukrosa Sampai 100%

Sukrosa digunakan sebagai pemanis, PVP digunakan sebagai pengikat dan


Essen pisang sebagai perasa dan penguat aroma.
b. Cara Pembuatan
1) Ditimbang dan diayak bahan-bahan yang akan digunakan.
2) Sukrosa, ekstrak kayu secang, ekstrak temu mangga dan PVP dicampur
dalam satu wadah, kemudian campuran tersebut dihomogenkan sambil
ditambahkan essen pisang sedikit demi sedikit.
3) Campuran tersebut diatas lalu disemprot dengan alcohol 96% sambil
dikompakkan hingga massa kompak. Massa granul diayak dengan
ayakan mesh 12, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40˚C
selama 1 jam. Diayak kembali dengan pengayak mesh 14.
13. Evaluasi Mutu Granul Siap Larut
a. Uji organoleptik
Pengamatan visual dengan melihat warna, bau, dan bentuk.
b. Kadar lembab
Pemeriksaan kadar lembab menggunakan alat Moisturemeter Balance dengan
suhu pengujian pada ±105oC. Timbang lebih kurang 1-2 gram serbuk dan
masukkan ke dalam piringan alumunium. Tutup alat dan tekan tombol start.
Alat akan berhenti otomatis jika waktu pengujian berhenti. Kadar lembab
yang baik adalah 3-5% (34).

c. Distribusi ukuran partikel


Disusun beberapa ayakan dengan nomor tertentu berurutan dari atas ke bawah
semakin besar nomor pengayakan. Sejumlah serbuk yang telah ditimbang
diletakkan pada pengayak paling atas, ditutup dan mesin pengayak

40
dihidupkan dalam waktu tertentu (10 menit), maka pengayak bergetar dan
serbuk yang lebih halus akan turun. Fraksi yang tersisa pada masing-masing
pengayak ditimbang. Ditetapan jumlah persentase sisa yang tertinggal pada
setiap dasar ayakan melalui penimbangan. Granul sebaiknya memiliki ukuran
partikel yang sempit dan tidak boleh lebih dari 10% mengandung komponen
berbentuk serbuk. Diameter rata-rata partikel dihitung dari rata-rata lubang
pengayak yang dapat dilewati dan lubang pengayak yang menahan serbuk
tersebut. Dibuat distribusi ukuran partikel dan dihitung diameter rata-rata
partikel (41).
d. Laju alir
Sejumlah ± 25 gram granul dimasukkan ke dalam corong alat flowmeter yang
bagian bawahnya dalam keadaan tertutup, kemudian penutup dibuka
bersamaan dengan dijalankannya stopwatch. Stopwatch dimatikan saat
serbuk telah keluar semua dari corong. Dicatat waktu alir dari serbuk
kemudian dihitung kecepatan alir serbuk dan ditentukan sifat alirnya (42).
Kecepatan alir = granul yang ditimbang (gram)
waktu (detik)

Tabel IV.2 Hubungan antara waktu alir dengan sifat alir


Waktu alir (g/detik) Sifat alir
>10 Bebas mengalir
4-10 Mudah mengalir
1,6-4 Kohesif
≤1,6 Sangat kohesif
e. Sifat alir
Sejumlah ± 25 gram granul dimasukkan ke dalam corong alat flowmeter yang
bagian bawahnya dalam keadaan tertutup, kemudian penutup dibuka.
Kemudian granul dibiarkan mengalir ke bawah sampai habis. Akan terlihat
gundukan serbuk yang menyerupai bukit. Sudut kekerasan bukit dinyatakan
sebagai sudut diam yang dihitung sebagai berikut :

tg  = h
r

41
Keterangan :  = sudut kemiringan serbuk
h = tinggi kerucut serbuk
r = jari-jari permukaan dasar kerucut
Tabel IV.3 Hubungan antara sudut diam dengan sifat alir
Sudut diam Sifat alir
<20 Sangat baik
20 – 30 Baik
30 – 40 Cukup
>40 Buruk
f. Waktu melarut
Dimasukkan granul ke dalam beaker yang berisi 200 mL air hangat (suhu
40°±2,5°C), kemudian diaduk sebanyak 20 kali hingga larut. Pengukuran
dilakukan menggunakan stopwatch. Granul memenuhi syarat bila waktu
melarut tidak lebih dari 5 menit (43).
g. Uji Kesukaan (Hedonic test)
Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya
menggunakan respon berupa senang atau tidaknya terhadap bahan yang diuji.
Pada penelitian ini dilakukan uji kesukaan terhadap 28 sukarelawan dengan
parameter yang diuji meliputi warna, aroma dan rasa granul siap larut yang
telah dilarutkan dalam air. Skala nilai yang digunakan adalah skala nilai
numeric dengan nilai 1 sampai 5. Nilai 1 menyatakan sangat tidak suka, nilai
2 menyatakan tidak suka, nilai 3 menyatakan netral, nilai 4 menyatakan suka,
dan nilai 5 menyatakan sangat suka (44).
14. Pengukuran Aktivitas Antimotilitas Metode Transit Intestinal (35)
a. Persiapan hewan percobaan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian adalah mencit putih dengan
jenis kelamin jantan galur DDY. Setiap hewan coba ditimbang beratnya.
Setelah itu, hewan coba diadaptasikan dengan lingkungan selama 1 minggu
agar dapat membiasakan diri terhadap lingkungan dan perlakuan yang baru.
Dalam tahap ini hewan coba dipelihara dengan pemberian makanan standar,
minum, dan dilakukan pengamatan secara umum seperti tingkah laku dan

42
berat badan setiap hari. Setelah diadaptasi, mencit sebanyak 28 ekor
dikelompokan terdiri dari 7 kelompok. Satu kelompok berjumlah 4 ekor dan
dipilih secara acak. Mencit diberi tanda untuk membedakan tiap
kelompoknya (skema dapat dilihat pada lampiran 1).
b. Pelaksanaan percobaan
Hewan coba sebanyak 28 ekor dibagi dalam 7 kelompok, masing-masing
kelompok terdiri dari 4 ekor.
1) Kelompok I (kontrol normal)
Mencit putih jantan hanya diberi aquadest, 45 menit kemudian mencit
diberikan suspensi norit 0,1 mL/10 g BB mencit, pada menit ke 65 mencit
dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher, kemudian ususnya
dikeluarkan secara hati-hati. Panjang usus yang ditempuh oleh norit dan
panjang usus keseluruhan diukur.
2) Kelompok II (kontrol loperamid)
Mencit putih jantan diberi emulsi oleum ricini 10 mL/kg BB dan
Loperamid HCl 200 mg/kg BB, 45 menit kemudian mencit diberikan
suspensi norit 0,1 mL/10 g BB mencit, pada menit ke 65 mencit
dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher, kemudian ususnya
dikeluarkan secara hati-hati. Panjang usus yang ditempuh oleh norit dan
panjang usus keseluruhan diukur.
. 3) Kelompok III (kontrol positif)
Mencit putih jantan diberi emulsi oleum ricini 10 mL/kg BB, 45 menit
kemudian mencit diberikan suspensi norit 0,1 mL/10 g BB mencit, pada
menit ke 65 mencit dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher,
kemudian ususnya dikeluarkan secara hati-hati. Panjang usus yang
ditempuh oleh norit dan panjang usus keseluruhan diukur.

4) Kelompok IV (Formula I)
Mencit putih jantan diberi emulsi oleum ricini 10 mL/kg BB dan formula
I 2,8 g/kg BB, 45 menit kemudian mencit diberikan suspensi norit 0,1
mL/10 g BB mencit, pada menit ke 65 mencit dikorbankan dengan cara

43
dislokasi tulang leher, kemudian ususnya dikeluarkan secara hati-hati.
Panjang usus yang ditempuh oleh norit dan panjang usus keseluruhan
diukur.
5) Kelompok V (Formula II)
Mencit putih jantan diberi emulsi oleum ricini 10 mL/kg BB dan formula
II 3,5 g/kg BB, 45 menit kemudian mencit diberikan suspensi norit 0,1
mL/10 g BB mencit, pada menit ke 65 mencit dikorbankan dengan cara
dislokasi tulang leher, kemudian ususnya dikeluarkan secara hati-hati.
Panjang usus yang ditempuh oleh norit dan panjang usus keseluruhan
diukur.
6) Kelompok VI (Formula III)
Mencit putih jantan diberi emulsi oleum ricini 10 mL/kg BB dan formula
III 2,8 g/kg BB, 45 menit kemudian mencit diberikan suspensi norit 0,1
mL/10 g BB mencit, pada menit ke 65 mencit dikorbankan dengan cara
dislokasi tulang leher, kemudian ususnya dikeluarkan secara hati-hati.
Panjang usus yang ditempuh oleh norit dan panjang usus keseluruhan
diukur.
7) Kelompok VII (Formula IV)
Mencit putih jantan diberi emulsi oleum ricini 10 mL/kg BB dan formula
IV 3,5 g/kg BB, 45 menit kemudian mencit diberikan suspensi norit 0,1
mL/10 g BB mencit, pada menit ke 65 mencit dikorbankan dengan cara
dislokasi tulang leher, kemudian ususnya dikeluarkan secara hati-hati.
Panjang usus yang ditempuh oleh norit dan panjang usus keseluruhan
diukur.

Tabel IV.4. Pengukuran aktivitas antimotilitas


Perlakuan
Kelompok
Menit ke 0 Menit ke 45 Menit ke 65
Kontrol normal Aquadest Suspensi norit

44
Emulsi oleum
Kontrol negatif ricini dan
loperamid HCl
Emulsi oleum
Kontrol positif
ricini
Emulsi oleum
Dislokasi
Formula I ricini dan
tulang leher,
Formula I
usus
Emulsi oleum
dikeluarkan
Formula II ricini dan
secara hati -
Formula II
hati
Emulsi oleum
Formula III ricini dan
Formula III
Emulsi oleum
Formula IV ricini dan
Formula IV

c. Pengolahan data
Rasio lintasan norit dalam usus dihitung dengan rumus:
Ratio lintasan norit = panjang usus yang dilalui norit x 100%
Panjang usus keseluruhan
15. Uji stabilitas dipercepat (36)
Uji stabilitas dilakukan terhadap formula granul siap larut dengan aktivitas
antimotilitas terbaik. Pengujian dilakukan pada suhu kamar 30oC ± 2oC dan suhu
40oC, kelembaban (Rh= 75%) dengan menggunakan climatic chamber,
kemudiaan dievaluasi selama 3 bulan pada bulan ke 0, 2, 4, 6, 8, 10 dan 12.
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan kadar air, kecepatan alir, dan formula tersebut
diuji aktivitas antimotilitasnya.
Analisis data yang digunakan pada percobaan uji kadar air, kecepatan alir,
dan stabilitas aktivitas antimotilitas granul siap larut selama penyimpanan 3 bulan
pada suhu kamar 30oC ± 2oC dan suhu 40°C, dianalisis secara statistik
menggunakan analisa metoda statistik analisis varian (ANOVA) dua arah dengan
p=0,05.
Hipotesis :
Ho: Tidak ada perbedaan bermakna
H1 : ada perbedaan bermakna

45
Jika P 0,00 > 0,05 , maka Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan bermakna
pada tiap formula.
Jika P 0,00 < 0,05 , maka Ho ditolak (H1 diterima) yang berarti ada perbedaan
bermakna pada tiap formula.

D. CARA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA


Data aktivitas antimotilitas diuji normalitas distribusi menurut Kolmogorov-Smirnov
dan homogenitas menurut Levene. Bila data terdistribusi normal dan homogen,
analisis dilanjutkan dengan metode statistik varian satu arah (One-way anova).
Hipotesis Ho: terdapat perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan.
Hipotesis H1: tidak terdapat perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan.
Program yang digunakan untuk analisis data adalah SPSS dengan cara
ANOVA satu arah, apabila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) untuk membandingkan perbedaan masing-masing kelompok
perlakuan. Data yang dianalisis adalah penurunan ratio transit norit dalam usus pada
kaitannya dengan lima formula granul siap larut yang diberikan pada perlakuan.

E. JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini dimulai dari September 2015 hingga Juli 2016 di Laboratorium Biokimia
klinis, laboratorium Farmakologi Toksikologi dan Laboratorium Fisika Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila (FFUP) yang berlokasi di Srengseng Sawah,
Jakarta.

46
Tabel IV.5. Jadwal Penelitian
Bulan
No Kegiatan
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

Studi
1
pustaka

2 Identifikasi
masalah

3 Penyusunan
proposal

4 Seminar
proposal

5 Pelaksanaan
penelitian

6 Pengujian
Hasil

7 Evaluasi
data

8 Penyusunan
Tesis
9 Sidang Tesis

F. IZIN PENELITIAN
Penelitian dilakukan di laboratorium Farmakologi Toksikologi Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila, Laboratorium Biokimia Klinis Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila, dan Laboratorium Fisika Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.

47
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DETERMINASI TANAMAN
Hasil determinasi kayu secang (Caesalpinia sappan.) dan rimpang temu mangga
(Curcumma mangga) menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini adalah benar merupakan secang (Caesalpinia sappan L) dan temu
mangga (Curcuma mangga Valeton & Zijp). Hasil determinasi dapat dilihat pada
lampiran 3.

B. PENYEDIAAN DAN PENETAPAN BAHAN ORGANIK ASING


Bahan yang digunakan adalah kayu secang dan rimpang temu mangga yang
diperoleh dari BALITTRO, Bogor.
Hasil penetapan bahan organik asing dalam simplisia bentuk serbuk dapat
dilihat pada tabel V.1, dan rincian perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 4.
Tabel V.1. Bahan organik asing simplisia
Simplisia Hasil Syarat (MMI)

Rimpang temu mangga 1,5 % <2%

Kayu secang 0% < 2%

Pemeriksaan bahan organik asing bertujuan untuk memisahkan bagian lain yang
tidak termasuk dalam pemerian simplisia dan berpengaruh terhadap mutu simplisia.
Pada penetapan diperoleh persentasi bahan organik asing pada rimpang temu
mangga sebesar 1,5 % kotoran – kotoran atau bahan – bahan asing lainnya yang
bukan simplisia, dihitung terhadap 100 g simplisia rimpang temu mangga,
sementara untuk kayu secang tidak diketemukan bahan organik asing.

48
C. PENGUKURAN DERAJAT HALUS SERBUK SIMPLISIA KAYU SECANG
DAN RIMPANG TEMU MANGGA (4/18)
Hasil pengukuran derajat halus simplisia kayu secang dan rimpng temu mangga
tercantum pada tabel V.2, dan rincian perhitungannya dapat dilihat pada lampiran
5.
Tabel V.2 Derajat halus simplisia kayu secang dan temu mangga
Simplisia Lolos pengayak No. 4 Lolos pengayak No.18 Syarat (MMI)

Kayu secang 100 % 8,6 % 100 / 40 %

Temu mangga 100 % 29,4 % 100 / 40 %

Simplisia yang telah dipisahkan dari bahan organik asingnya, lalu dihaluskan.
Kemudian terhadap serbuk dilakukan penetapan derajat kehalusan 4/18. Dari hasil
penetapan, serbuk dapat melewati pengayak nomor 4 sebesar 100% dan serbuk
yang dapat melewati pengayak nomor 18 untuk kayu secang adalah sebesar 8,6%
dan untuk temu mangga sebesar 29,4%. Sehingga diperoleh serbuk yang memenuhi
persyaratan ukuran serbuk, yaitu 100% serbuk yang dapat melewati pengayak
nomor 4 dan tidak lebih dari 40% serbuk dapat melewati pengayak nomor 18 karna
dapat memperlambat proses penyaringan dan menghambat proses ekstraksi.
Untuk menghasilkan ekstrak yang optimal, maka dalam proses ekstraksi perlu
diperhatikan derajat kehalusan simplisia. Derajat kehalusan simplisia penting untuk
mengupayakan agar penarikan dapat berlangsung semaksimal mungkin, kehalusan
menyangkut luas permukaan yang akan berkontak dengan pelarut untuk ekstraksi
(50). Pada waktu pembuatan serbuk simplisia, beberapa sel ada yang dindingnya
pecah dan ada sel yang dindingnya masih utuh. Sel yang dindingnya telah pecah,
proses pembebasan sari tidak ada yang menghalangi. Jika ekstraksi dilakukan
dengan mencelupkan sejumlah serbuk simplisia begitu saja pada cairan penyari
maka ekstraksi tersebut tak akan dapat sempurna karena suatu keseimbangan akan
terjadi antara larutan zat aktif yang terdapat dalam sel dengan larutan zat aktif yang
terdapat di luar butir sel, karena ekstraksi sangat dipengaruhi oleh derajat kehalusan
serbuk dan perbedaan konsentrasi baik melalui pusat butir serbuk simplisia sampai
permukaannya maupun lapisan batasnya (51).

49
D. HASIL PEMBUATAN EKSTRAK
Serbuk kayu secang dan temu mangga masing - masing diekstraksi secara maserasi
kinetik pada suhu kamar menggunakan pelarut etanol 70%, ekstraksi dilakukan
sebanyak 7 kali maserasi. Maserat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
dengan vakum rotavapor pada suhu penangas 40°C, rotasi 70 rpm dan tekanan
dalam vakum 175 mmHg. Hasil pembuatan ekstrak kental dapat dilihat pada tabel
V.3, dan rincian perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 6.
Tabel V.3 Hasil pembuatan ekstrak kental
Nama Simplisia Jumlah Rendemen Syarat
DER-native (MMI)
simplisia (g) ekstrak (g) (%)

Kayu secang 2807 351,5 7,9858 12,52 > 10,7 %


Temu mangga 2637 349,5 7,5451 13,25 > 9,1 %

Drug Extract Ratio (DER) adalah perbandingan jumlah simplisia terhadap


ekstrak yang didapatkan (52), dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa untuk
mendapatkan 1 gr ekstrak kayu secang dibutuhkan 7,9858 gr simplisia kayu secang
dan untuk mendapatkan 1 gr ekstrak temu mangga diperlukan 7,5451 gr simplisia
rimpang temu mangga. Rendemen adalah perbandingan jumlah ekstrak yang
didapat terhadap jumlah simplisia awal (33), rendemen bisa juga menjadi parameter
optimasi ekstraksi, dari hasil praktikum didapatkan jumlah rendemen kayu secang
sebesar 12,52% dan temu mangga sebesar 13,25%.

E. HASIL PENAPISAN FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL 70%


Ekstrak etanol 70% kayu secang dan temu mangga dilakukan penapisan kandungan
metabolit sekunder. Hasil analisis fitokimia ekstrak dan serbuk dapat dilihat pada
tabel V.4.

50
Tabel V.4 Penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% kayu secang dan temu mangga
Hasil
No Penapisan Fitokimia
Ekstrak kayu secang Ekstrak temu mangga

1 Alkaloid - -

2 Flavonoid + +

3 Saponin + +

4 Tanin + -

5 Kuinon - -

6 Steroid/Triterpenoid +/+ +/+

7 Kumarin - -

8 Minyak atsiri + +

Keterangan : + : memberikan reaksi positif


- : memberikan reaksi negatif
Penapisan fitokimia ekstrak bertujuan untuk mengetahui senyawa metabolit
sekunder yang terkandung di dalamnya sebagai senyawa yang memiliki aktivitas
biologis. Hasil penapisan fitokimia ekstrak kayu secang dan temu mangga
menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, saponin, steroid/triterpenoid,
minyak atsiri. Untuk tanin positif pada ekstrak kayu secang dan negatif pada ekstrak
temu mangga. Hasil penapisan fitokimia bisa dilihat pada Lampiran 7.
Okudo et al menyatakan bahwa tannin dapat memberikan aktivitas antidiare
melalui presipitasi protein dari enterosit, mengurangi gerakan peristaltik dan sekresi
intestinal (48). Selain itu flavonoid juga diketahui memiliki aktivitas antidiare
karena kemampuan mereka untuk menghambat metabolisme enzimatik dari asam
arakidonat, sekresi hydro-electrolytic, pergerakan saluran cerna, dan prostlagadin
yang memicu respon sekresi saluran cerna (49). Hasil uji penapisan fitokimia
ekstrak temu mangga dan kayu secang menunjukan adanya flavonoid dan tannin
yang bisa memberikan aktivitas antimotilitas.

51
F. PARAMETER MUTU EKSTRAK
1. Parameter spesifik
a. Organoleptik
Hasil pemeriksaan organolpetik ekstrak dapat dilihat pada tabel V.5
Tabel V.5 Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak
Hasil
No Organolpetik
Ekstrak kayu secang Ekstrak temu mangga

1 Bentuk Ekstrak kental Ekstrak kental

2 Warna Merah gelap Coklat kekuningan

3 Bau Aromatis Aromatis (mangga)

4 Rasa Pahit Pahit

Pemeriksaan organoleptik termasuk ke dalam parameter spesifik, yang


dapat ditentukan dengan panca indra dan bertujuan untuk pengenalan awal
terhadap ekstrak yang bersifat subjektif. Dari hasil pemeriksaan
organoleptik menggambarkan ekstrak etanol kayu secang berbentuk
ekstrak kental dengan warna merah gelap dikarenakan adanya kandungan
brazilin yang memberikan warna merah, ekstrak temu mangga berwarna
coklat kekuningan karena adanya senyawa curcumangosida yang
memberikan warna kuning dengan bau aromatis. Rasa pahit yang ada pada
kedua ekstrak diperkirakan karena adanya kandungan saponin pada kedua
ekstrak (53).
b. Penetapan kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Senyawa terlarut di dalam ekstrak disari dengan menggunakan pelarut
etanol 96% dan air-kloroform P dan diperoleh hasil penetapan seperti
tertera pada tabel V.6, dan rincian perhitungan dapat dilihat pada lampiran
8.

52
Tabel V.6 Hasil penetapan kadar senyawa terlarut dalam pelarut air dan etanol
Hasil Penetapan
No Parameter
Ekstrak kayu secang Ekstrak temu mangga Syarat (MMI)
Kadar sari
1 87% 27% > 19,6%
larut air
Kadar sari
2 93% 96% > 2,4 %
larut etanol

Kadar senyawa terlarut menunjukkan banyaknya senyawa metabolit


sekunder yang terlarut di dalam pelarut etanol dan air. Hasil penetapan
kadar senyawa terlarut menunjukan pada kedua ekstrak jumlah senyawa
yang tersari dalam etanol lebih besar dibandingkan terlarut dalam air,
dimana pada kayu secang 93% ekstrak terlarut dalam etanol dan 87%
terlarut dalam air, untuk temu mangga 96% ekstrak terlarut dalam etanol
dan 27% terlarut dalam air. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah metabolit
sekunder dari ekstrak etanol kayu secang dan temu mangga lebih banyak
tersari dalam etanol dibandingkan dengan jumlah metabolit sekunder yang
tersari di dalam air. Metabolit sekunder yang mungkin tersari dalam air
adalah saponin, dan glikosida flavonoid. Sedangkan metabolit sekunder
yang mungkin tersari dalam etanol adalah flavonoid, glikosida steroid,
glikosida triterpenoid, dan minyak atsiri.
Penetapan kadar sari larut air bisa digunakan untuk melihat
kemampuan ekstrak tersebut tersari dalam pelarut air, sedangkan
penetapan kadar sari larut etanol digunakan untuk melihat kemampuan
ekstrak tersebut tersari dalam pelarut etanol. Untuk meningkatkan
kelarutan ekstrak pada pelarut air maka pada proses peembuatan ekstrak
kering perlu dilakukan mikroenkapsulasi dengan menggunakan
maltodekstrin, proses mikroenkapsulasi ektrak dengan menggunakan
maltodekstrin tidak hanya meningkatkan kelarutan ekstrak dalam pelarut
air tapi juga akan mengurangi rasa pahit dari ekstrak tersebut (54).

53
2. Parameter non-spesifik ekstrak
a. Susut Pengeringan dan Kadar Air
Hasil penetapan susut pengeringan dan kadar air dapat dilihat pada tabel
V.7 dan rincian perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 9.
Tabel V.7 Susut pengeringan dan kadar air ekstrak
Hasil Penetapan
No Parameter
Ekstrak kayu secang Ekstrak temu mangga Syarat (BPOM)

Susut
1 11,00% 9,69% < 13%
pengeringan

2 Kadar air 3,99% 3,77% < 10%

Dari tabel hasil di atas menunjukkan susut pengeringan yang lebih besar
dibandingkan dengan kadar air menunjukkan ekstrak etanol 70% kayu
secang dan temu mangga yang digunakan mengandung air serta senyawa-
senyawa lain yang mudah menguap. Sedangkan kadar air menunjukkan
kandungan air yang dimiliki oleh ekstrak etanol 70%.
Selisih antara susut pengeringan dengan kadar air pada kedua ekstrak
menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung minyak atsiri dan sisa
pelarut organik (etanol) yang cukup tinggi, hal ini diperkuat oleh adanya
bau aromatik yang sangat kuat dari ekstrak kental temu mangga dan kayu
secang. Adapun tujuan utama dilakukannya pengujian susut pengeringan
adalah untuk melihat banyaknya senyawa yang hilang pada proses
pengeringan, sedangkan kadar air adalah untuk mengukur kandungan air
yang terdapat didalam bahan, kadar air yang rendah dapat menurunkan
kecepatan pertumbuhan jamur pada ekstrak dan untuk mejaga kualitas
ekstrak.
b. Kadar Abu
Hasil penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam ekstrak
etanol 70% kayu secang dan temu mangga dapat dilihat pada tabel V.8,
dan rincian perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 10.

54
Tabel V.8 Kadar abu total dan kadar abu tidak larut dalam asam
Hasil Penetapan
No Parameter
Kayu secang Temu mangga Syarat (BPOM)
1 Abu total 5,84% 7,24% < 8,1 %
2 Abu tidak larut asam 0,41% 0,32% < 1,7 %

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu bergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya.
Kadar abu sendiri ada hubungannya dengan mineral suatu bahan yang
mana dapat berupa garam anorganik dan organik. Pemeriksaan terhadap
kadar abu total yang diperoleh menunjukkan benyaknya mineral yang
terkandung dalam sampel, sedangkan kadar abu tidak larut asam
menunjukkan adanya pasir atau pengotor lainnya yang masih terdapat di
dalam ekstrak, kadar abu tidak larut asam juga menunjukkan tingkat
kemurnian sampel dari kontaminan.
c. Sisa Pelarut
Hasil penetapan sisa pelarut (etanol) dari ekstrak kental kayu secang dan
temu mangga dapat dilihat dalam Tabel V.9.
Tabel V.9 Hasil pemeriksaan kadar sisa pelarut (etanol)
Ekstrak Hasil Syarat (BPOM)
Kayu secang - <1%
Temu mangga 2,35% <1%

Hasil penetapan kadar etanol sisa secara kromatografi gas dalam ekstrak
70% kayu secang tidak diketemukan residu etanol dalam ekstrak kental.
Hasil penetapan tersebut memenuhi syarat karena untuk persyaratan
ambang batas maksimum sisa pelarut dalam ekstrak yaitu kurang dari 1%
sehingga ekstrak masih dapat digunakan sebagai bahan baku sediaan.
Kadar etanol pada ekstrak temu mangga didapatkan hasil melebihi
persyaratan yaitu 2,35%, hal ini menunjukkan bahwa pengentalan ekstrak
temu mangga masih belum berlangsung sempurna.

55
Efek dari etanol pada berbagai jaringan tergantung dari konsentrasi
etanol dalam darah. Konsentrasi etanol dalam darah menentukan
kecepatan alkohol diserap tubuh, didistribusikan, dimetabolisme, dan
dikeluarkan oleh tubuh. Efek kesehatan yang ditimbulkan dari etanol
antara lain dapat menyebabkan perasaan senang (euforia), pusing,
mengantuk, depresi sistem syaraf pusat (SSP), mual, muntah, nyeri perut,
diare, pankreatitis, hepatitis akut, perdarahan pada saluran pencernaan,
ataksia, disorientasi, inkoordinasi otot, paralisis otot, depresi pernafasan,
gagal nafas, aspirasi paru, edema paru, pneumonitis, asidosis metabolik,
ketoasidosis, hipoglikemia, bradikardia, hipotensi, amnesia, penurunan
tingkat kesadaran, kejang, pingsan, koma dan jika etanol dikonsumsi
dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kematian (55).
Mmeskipun kadar etanol dalam ekstrak temu mangga melebihi
persyaratan sisa pelarut namun hal ini tidak membahayakan karena etanol
adalah senyawa yg mudah menguap dan akan hilang pada proses
pengeringan ekstrak menggunakan pengering semprot, dan kadar etanol
2,35% menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun
2013 tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol
termasuk ke dalam golongan yang aman untuk dikonsumsi.
d. Cemaran Logam Berat
Hasil penetapan cemaran logam berat dalam ekstrak etanol 70% kayu
secang dan temu mangga dapat dilihat pada Tabel V.10.
Tabel V.10 Hasil pemeriksaan kadar logam berat (Pb dan Cd)
Hasil penetapan (mg/kg)
No Jenis logam
Kayu secang Temu mangga Syarat (BPOM)
1. Pb 0,19 0,16 ≤ 10
2. Cd 0,00 0,00 ≤ 0,3

Kandungan Pb dan Cd dalam ekstrak dapat berasal dari udara, air, tanah
dan lingkungan tempat tumbuhan tersebut tumbuh serta proses produksi.
Kandungan logam berat seperti Pb dan Cd yang masuk ke dalam tubuh
harus dibatasi jumlahnya karena akan membahayakan bagi kesehatan.

56
Logam Pb yang berlebih dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan saraf,
reproduksi dan fungsi ginjal. Sedangkan kandungan Cd yang berlebih
dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan pada paru-paru, dan emfisema.
Hasil pemeriksaan kadar abu tidak larut asam diperoleh Hasil pemeriksaan
kadar Pb dan Cd dalam ekstrak menggunakan alat spektroskopi serapan
atom lebih kecil dibandingkan persyaratan BPOM. Hal ini menunjukan
tidak ada kandungan logam Pb dan Cd dalam ekstrak dan dapat
disimpulkan bahwa ekstrak yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu
ekstrak.
e. Cemaran Mikroba
Hasil penetapan cemaran mikroba dalam ekstrak etanol kayu secang dan
temu mangga dapat dilihat dari Tabel V.11, dan perhitungan dapat dilihat
pada lampiran 13.
Tabel V.11 Hasil pemeriksaan cemaran mikroba dalam ekstrak.
Hasil penetapan (koloni/g)
No. Jenis cemaran
Kayu secang Temu mangga Syarat (BPOM)
1. Angka lempeng total 0 0 ≤ 1 x 104
2. Angka kapang kamir 200 0 ≤ 1 x 103

Hasil angka lempeng total dari kedua ekstrak tidak diketemukan cemaran
mikroba, dan pada angka kapang kamir tidak ditemukan cemaran pada
ekstrak temu mangga namun didapatkan 200 koloni/g pada ekstrak kayu
secang, hasil ini berada di bawah batas maksimum cemaran mikroba
dengan demikian ekstrak etanol 70 % kayu secang dan temu mangga
memenuhi persyaratan mutu ekstrak. Adanya mikroba dalam ekstrak dapat
disebabkan dari proses pengolahan, udara serta penyimpanan ekstrak.

57
G. PENGERINGAN EKSTRAK
Tabel V.12 Hasil pengeringan ekstrak

Bobot Bobot
Bobot Ekstrak Kering
Ekstrak Maltodekstrin
Ekstrak (g)
Kental (g) (g)

Kayu secang 250,1230 750,0480 898,1047

Temu mangga 250,2301 750,0722 597,1047

H. EVALUASI SERBUK HASIL PENGERINGAN


1. Sifat fisik
Tabel V.13 Sifat fisik ekstrak kering
No. Pemeriksaan Kayu secang Temu mangga
Organoleptik
Bentuk Serbuk Serbuk
1. Warna Coklat Krem
Bau Berbau khas Berbau khas
Rasa Pahit Pahit
2. Ketercampuran ekstrak dengan air (1:10) Bercampur Bercampur

Laju alir Kohesif Kohesif


3.
Sudut diam 23,15 (Sangat baik) 25,58 (Baik)

4. Kadar air rata – rata 4,88 % 6,73 %

Pemeriksaan dari ekstrak kering perlu dilakukan karena hasil yang diperoleh dapat
berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan granul siap larut seperti warna, bau, rasa,
dan ketercampuran ekstrak dengan air. Laju alir dan sudut diam ekstrak kering
didapatkan tidak memenuhi persyaratan karena bersifat kohesif (<1,6 g/s)
sehingga perlu dilakukan proses proses granulasi untuk memperbaiki sifat alirnya
(38). Kadar air dari ekstrak kering adalah 4,88 % dan 6,73 % menunjukkan kadar
air tersebut memenuhi syarat untuk kadar air sediaan bahan alam karena kurang
dari 10% (34).

58
2. Perhitungan dosis ekstrak kering
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Adjirni, ekstrak kental kayu
secang diberikan kepada tikus putih memberikan aktivitas antimotilitas dengan
dosis 150 mg/kgBB (13). Maka dosis untuk manusia dewasa adalah sebesar 1680
mg/hari atau 312 mg/hari untuk anak-anak, dimana 312 mg setara dengan 1248
mg ekstrak kering kayu secang, pada penelitian ini granul antimotilitas akan
diberikan 3 kali sehari, sehingga dosis ekstrak kering kayu secang untuk sekali
minum adalah 416 mg. Adapun perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 15.
Dosis untuk ekstrak kering temu mangga pada manusia dewasa (bobot 70 kg)
adalah 500 mg 3 kali sehari, atau 93 mg untuk anak-anak, dimana 93 mg ekstrak
temu mangga setara dengan 371 mg ekstrak kering temu mangga, sehingga dosis
ekstrak kering temu mangga untuk sekali minum adalah 371 mg. Adapun
perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 15.

I. FORMULASI GRANUL ANTIMOTILITAS


Pada penelitian ini digunakan rancangan 22 faktorial dengan variabel dosis ekstrak
kering. Formula dapat dilihat pada tabel V.15.
Tabel V.15. Formula Granul siap larut
Formula (%)
No Bahan
F1 F2 F3 F4

1 Ekstrak kayu secang 21 16 10 8

2 Ekstrak temu mangga 9 7 19 15

3 Essen pisang 5 5 5 5

4 PVP 1 1 1 1

5 Sukrosa Sampai 100%

Setiap satu sachet berisikan 5 gr granul antimotilitas, PVP digunakan sebagai


pengikat, bahan pengikat diperlukan untuk memberikan kekompakkan sehingga
menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam sebuah butir granul (56).
Sukrosa digunakan sebagai pemanis dan pengisi, sukrosa adalah bahan pengisi yang

59
tidak hanya memberikan rasa manis tapi juga memiliki sifat alir yang baik dan
waktu melarut yang cepat karna bersifat higroskopis (57).
J. UJI SENYAWA PENANDA (MARKER)
Senyawa marker dibutuhkan sebagai pembanding dalam konfirmasi keberadaan
suatu ekstrak tanaman dalam produk obat bahan alam. Analisis senyawa marker
secara kualitatif dan kuantitatif dapat dijadikan indikator mutu suatu obat herbal.
Uji marker dapat pula diterapkan untuk pemastian keaslian spesies dan optimasi
metode ekstraksi serta pengolahan obat bahan alam. Pada penelititan ini uji marker
dilakukan pada ekstrak kental, ekstrak kering dan granul siap larut.
1. Kayu secang
Senyawa penanda pada kayu secang adalah Brazilin (C16H14O5). Parameter pola
kromatografi lapis tipis (KLT) kayu secang adalah sebagai berikut:
Fase gerak : Kloroform : metanol (5:1)
Fase diam : Silika gel G254 (50)
Larutan Uji : 5% dalam etanol P
Larutan Pembanding : Brazilin 0,1% dalam etanol P
Volume penotolan : Masing – masing 20 μL larutan uji dan pembanding

gambar V.5.1 Kromatogram KLT KS (366 nm) gambar V.5.2 Kromatogram KLT KS (254 nm)
Keterangan : 1. Baku Brasilin 3. Ekstrak kering kayu secang
2. Ekstrak kental kayu secang 4. Granul formula 1

60
Dari hasil pengujian terlihat bercak baku pembanding Brasilin yang sejajar
dengan sampel ekstrak kental, ekstrak kering dan granul siap larut dengan nilai Rf
yang sama yaitu 0,58. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa Brazilin yang
menjadi penanda kayu secang masih terdapat pada semua sampel.
2. Temu mangga
Senyawa penanda pada Temu mangga adalah Kurkumin (C21H20O6). Parameter
pola kromatogafi lapis tipis (KLT) temu mangga adalah sebagai berikut
Fase gerak : Kloroform : etanol (98:2)
Fase diam : Silika gel G254 (51)
Larutan Uji : 5% dalam etanol P
Larutan pembanding : Curcumin 0,1% dalam etanol P
Volume penotolan : Masing – masing 20 μL larutan uji dan pembanding

gambar V.1 Kromatogram KLT TM (366 nm) gambar V.2 Kromatogram KLT TM (254 nm)
Keterangan : 1. Baku curcumin 3. Ekstrak kering temu mangga
2. Ekstrak kental temu mangga 4. Granul formula 1
Dari hasil pengujian terlihat bercak baku pembanding Kurkumin yang sejajar
dengan sampel ekstrak kental dengan nilai Rf yang sama yaitu 0,91 masih ada pada
sampel ekstrak kering namun tidak lagi terlihat pada sampel granul siap larut. Hal

61
tersebut menunjukkan bahwa senyawa Kurkumin yang menjadi penanda temu
mangga telah hilang atau rusak selama proses pengeringan ekstrak dan granulasi.

K. EVALUASI SEDIAAN GRANUL


Evaluasi granul yang dilakukan meliputi organoleptik, kelembaban, distribusi
ukuran partikel, laju alir, sudut diam, waktu melarut, dan uji hedonik. Hasil
evaluasi granul dapat dilihat pada tabel V.15 hingga V.19.
1. Hasil Evaluasi Organoleptik
Tabel V.15 Hasil evaluasi organoleptik sediaan granul
Organoleptik
Formula
Warna Bau Rasa
I Coklat muda Khas aromatik Manis getir
II Coklat muda Khas aromatik Manis getir
III Coklat muda Khas aromatik Manis getir
IV Coklat muda Khas aromatik Manis getir

Berdasarkan hasil evaluasi organoleptik sediaan granul yang meliputi


warna dan bau didapatkan keseluruhan formula granul berwarna coklat muda
dengan bau khas aromatik. Pada FI sampai FIV diperoleh granul dengan rasa
manis dengan masih menyisakan sedikit rasa pahit. Beberapa teori menyatakan
bahwa reseptor rasa manis dan rasa getir memiliki hubungan yang sangat erat,
sebuah study struktur kimia menunjukkan bahwa karbohidrat memiliki daerah
molekul rasa manis dan getir, sebagai konsekuensinya maka inetraksi antara
sukrosa dan zat yang berasa getir bisa beragam, sukrosa dapat menghilangkan rasa
pahit, menekan rasa pahit, dan meninggalkan rasa pahit yang tidak menghilangkan
karakteristik manis dari sukrosa (57).

62
2. Hasil Evaluasi Kelembaban
Tabel V.16 Hasil evaluasi kelembaban sediaan granul
Formula Kelembaban rata-rata (%) Syarat (%)
1 3,33 3–5
2 3,33 3–5
3 3,30 3–5
4 3,80 3–5
Kriteria kelembaban granul yang baik 3 – 5 % (41)
Berdasarkan hasil evaluasi kelembaban sediaan granul menunjukkan bahwa
keempat formula granul memenuhi syarat kelembaban dengan rentang antara
3,30% - 3,80%. Persyaratan kadar lembab granul yaitu 3-5% (41). Kelembaban
adalah ukuran kemampuan granul untuk menyerap uap air di udara,
kelembaban selain mempengaruhi kestabilan granul tetapi juga mempengaruhi
laju alir dari granul terebut, persyaratan kelembaban 3 – 5% adalah kondisi
dimana komponen granul paling stabil (58).

3. Hasil Evaluasi Distribusi Ukuran Partikel


30,00

25,00

20,00

15,00

10,00

5,00

0,00
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

FI FII FIII FIV

Gambar V. 3 Kurva distribusi ukuran partikel sediaan granul

63
Tabel V.17 Hasil evaluasi distribusi ukuran partikel sediaan granul
UKURAN Bobot (gr) Persentase (%)
(μm) F1 F2 F3 F4 F1 F2 F3 F4
840 13,9189 13,2649 13,1714 14,6554 14,02 13,36 13,27 14,76
630 26,2120 26,9619 25,4087 22,9575 26,40 27,15 25,59 23,12
335 17,0591 15,8700 17,7504 16,9196 17,18 15,98 17,88 17,04
214 17,7649 18,4838 18,5079 19,9639 17,89 18,62 18,64 20,11
163 16,9962 17,4459 15,5339 18,3743 17,12 17,57 15,65 18,51
137 4,0035 3,6342 2,6151 3,9714 4,03 3,66 2,63 4,00
74 3,3354 3,6293 6,3025 2,4480 3,36 3,66 6,35 2,47

Distribusi ukuran partikel sediaan granul yang baik mengikuti kurva normal
yang berbentuk lonceng. Dari gambar V.3 menunjukkan bahwa kurva
distribusi ukuran partikel granul FI, FII dan FIII yang dihasilkan tidak
berbentuk lonceng. Hal ini disebabkan oleh Hal ini mungkin disebabkan
proses pengompakkan granul yang terlalu lama, semakin lama proses
pengompakkan granul maka kepadatan granul akan semakin kecil dan ukuran
partikelnya akan semakin besar (59).

4. Hasil Evaluasi Laju Alir dan Sudut Diam


Tabel V.18 Hasil evaluasi laju alir dan sudut diam sediaan granul
Kecepatan Alir Sudut Diam α
Formula Kesimpulan Kesimpulan
(g/detik) (°)
I 4,72 ± 0,30 Mudah mengalir 19,71 ± 0,10 Sangat baik
II 3,82 ± 0,15 Mudah mengalir 19,99 ± 1,01 Sangat Baik
III 5,92 ± 0,57 Mudah mengalir 18,05 ± 0,73 Sangat baik
IV 6,23 ± 0,39 Mudah mengalir 18,21 ± 0,78 Sangat baik
Syarat kecepatan alir : >10g/detik (bebas mengalir); 4-10g/detik (mudah mengalir) (35)
Syarat sudut diam : <25° (sangat baik); 25-45° (baik) (38)
Berdasarkan hasil evaluasi laju alir sediaan granul keseluruhan formula pada
tabel V.21, diperoleh rentang kecepatan alir antara 3,82 g/detik - 6,23 g/detik
yang menunjukkan bahwa semua formula granul memiliki laju alir yang
mudah mengalir dan memenuhi syarat. Selain kecepatan alir, laju alir granul
juga ditentukan oleh sudut diam. Hasil evaluasi sudut diam sediaan granul
diperoleh rentang antara 18,05° - 19,99° yang menunjukkan bahwa formula

64
granul I sampai IV memiliki sudut diam yang sangat baik. Hal ini menunjukkan
bahwa semua formula granul akan mengalir bebas ke dalam kemasan dan
menjamin keseragaman dosis sediaan.

5. Hasil Evaluasi Waktu Melarut


Tabel V.19 Hasil evaluasi waktu melarut sediaan granul
Formula Waktu Melarut rata-rata (menit) Syarat (menit)
I 1,08 ± 0,01a <5

II 1,10 ± 0,02b <5

III 1,17 ± 0,02c <5

IV 1,02 ± 0,02d <5

Kriteria kecepatan melarut granul yang baik < 5 menit (41)


Berdasarkan hasil evaluasi waktu melarut sediaan granul pada keseluruhan
formula didapatkan memenuhi syarat. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan
granul dapat melarut sempurna dalam waktu singkat. Perbedaan waktu melarut
granul dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak kering kayu secang dan temu
mangga yang terdapat dalam granul, kelarutan dari ekstrak kayu secang dan
temu mangga sendiri telah ditingkatkan dengan cara mikroenkapsulasi oleh
maltodekstrin, dimana mikroenkapsulasi tersebut tidak hanya
mengurangi/menghilangkan rasa pahit dari kedua ekstrak, meningkatkan
kestabilan zat aktif yang ada terkandung di dalamnya, tetapi juga
meningkatkan kelarutannya (61). Waktu melarut granul penting untuk
diketahui karena sediaan yang dihasilkan diharapkan dapat melarut sempurna
dalam waktu singkat sehingga dapat segera digunakan setelah dilarutkan.

65
6. Hasil Uji Hedonik
5,0
4,5
4,0
4,0 3,7 3,7 3,6
3,5 3,4 3,5
3,5
3,0 3,0
2,9
3,0
2,4 2,4
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
F1 F2 F3 F4

Warna Aroma Rasa

Gambar V.4 Grafik uji hedonik sediaan granul


Keterangan Hedonic Scalling Scoring : 5 = Sangat suka
4 = Suka
3 = Cukup suka
2 = Tidak Suka
1 = Sangat tidak suka

Tabel V.20 Hasil uji hedonik sediaan granul


Formula Warna Aroma Rasa
F1 3,5a 4,0a 2,4a
F2 3,4a 3,7b 3,0a
F3 3,7b 3,0c 2,4b
F4 3,6b 3,5d 2,9b

Berdasarkan hasil analisis statistik uji hedonik atau tingkat kesukaan berupa warna,
aroma dan rasa sediaan granul FI, FII, FIII dan FIV terhadap 28 panelis dewasa
didapatkan hasil bahwa untuk warna semua formula dapat diterima oleh panelis,
dengan F3 dan F4 lebih disukai dibandingkan dengan F1 dan F2, hal ini
dikarenakan warna merah pada larutan F1 dan F2 lebih pekat dan kurang menarik

66
dibandingkan dengan warna merah pada larutan F3 dan F4. Warna merah sendiri
berasal dari kandungan senyawa brasilin yang terdapat pada ekstrak kayu secang,
pada F1 dan F2 konsentrasi ekstrak kayu secangnya lebih tinggi dibanding F3 dan
F4, hal inilah yang menyebabkan warna merah pada F1 dan F2 lebih pekat
dibandingkan dengan F3 dan F4.
Untuk aroma, hasil analisis statistik uji hedonik menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan penerimaan panelis terhadap semua formula, dimana urutannya dari
yang paling disukai adalah F1, F2, F4 dan F3, hl ini menunjukkan bahwa perbedaan
jumlah zat ktif ekstrak temu mangga dan kayu secang mempengaruhi aroma dari
larutan granul antimotilitas, namun kesemua formula berdasarkan aromanya dapat
diterima/disukai oleh panelis. Aroma pisang yang ada pada larutan granul
antimotilitas berasal dari essen pisang yang ditambahkan pada proses granulasi,
namun yang membedakan aroma masing – masing formula adalah karena
perbedaan kandungan ekstrak temu mangga yang terdapat pada setiap formula,
dimana ekstrak temu mangga sendiri memiliki aroma yang khas yaitu aroma
mangga.
Untuk rasa tidak ada perbedaan bermakna antara F1 dan F2, begitupula antara
F3 dan F4, dimana F1 dan F2 cukup disukai oleh panelis sementara F3 dan F4
kurang disukai. Beberapa panelis juga memberikan komentar bahwa rasa manis
pada semua formula granul dirasa kurang, dimana larutan granul tersebut hanya
berasa agak manis dan masih menyisakan rasa pahit untuk F3 dan F4, hal ini
kemungkinan karena pada F3 dan F4 konsentrasi ekstrak temu mangga lebih tinggi
dibandingkan dengan F1 dan F2, dimana pada F3 dan F4 masih tersisa rasa pahit
yang menyebabkan formula tersebut kurang disukai oleh panelis. Rasa pahit yang
tertinggal pada ekstrak kering temu mangga diperkirakan karena proses
mikroenkapsulasi ekstrak temu mangga pada saat pengeringan ekstrak tidak
berjalan dengan sempurna, sehingga masih menyisakan rasa pahit pada ekstrak
kering temu mangga.

L. UJI AKTIVITAS ANTIMOTILITAS GRANUL

67
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan Subunit Diare, Departemen Kesehatan
terlihat kecenderungan insidens naik, dan Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga
masih sering terjadi. Studi mortalitas dan riset kesehatan dasar dari tahun ke tahun
diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia,
berdasarkan data Riskesda tahun 2007 penyebab kematian balita tertinggi adalah
diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%), diare paling banyak diderita oleh kelompok
anak usia 6-35 bulan karena anak mulai aktif bermain dan berisiko tinggi terkena
infeksi (3).
Diare adalah akibat dari ketidakseimbangan antara mekanisme absorbsi dan
sekresi pada jalur pencernaan, disertai percepatan yang mengakibatkan banyak
cairan terbuang bersama feses. Pada beberapa diare mekanisme sekresi lebih
dominan, sedangkan diare yang lain berupa hipermotilitas. Penggunaan castor oil
sebagai induktor diare pada penelitian ini adalah karena autakoid dan prostagladin
merupakan salah satu penyebab diare pada manusia. Pelepasan asam ricinoleic dari
castor oil mengakibatkan iritasi dan inflamasi dari mucosa intestinal, yang akan
melepaskan prostagladin yang mana akan menstimulasi motilitas dan sekresi (60).
Diare merupakan salah satu gangguan gastrointestinal yang paling umum
terjadi pada anak – anak (dalam bentuk gastroenteritis akut) dan dewasa. Diare
biasa muncul sebagai tanda adanya penyakit lain seperti infeksi (akibat keracunan
makanan) atau gangguan gastrointestinal (45), pengobatan diare meliputi
pemberian senyawa anti infeksi (ketika melibatkan mikroorganisme), larutan
rehidrasi oral (ketika kehilangan banyak cairan), dan anti diare lain yang bukan
termasuk anti mikroba (seperti antimotilitas dan adsorben)(46).
Telah dilakukan uji aktivitas antimotilitas terhadap 28 ekor mencit putih jantan
galur DDY (terbagi dalam 7 kelompok), dimana pada kelompok normal hanya
diberikan aquadest, kelompok negatif diberikan oleum ricini dan suspensi
Loperamid HCl, kelompok positif diinduksi oleh oleum ricini, kelompok F1 sampai
F4 diberikan suspensi granul F1 sampai F4 dan diinduksi oleh oleum ricini, masing
masing mecit kemudian diberi norit dan dihitung ratio lintas norit terhadap panjang

68
usus seluruhnya. Dari hasil pengujian didapatkanlah hasil ratio lintas norit dalam
usus mencit seperti Gambar V.5 berikut ini. Hasil selengkapnya ada pada lampiran
16.

RATIO LINTAS NORIT


100

80

60

40

20

0
Normal Negatif Positif F1 F2 F3 F4

Gambar V.5 Grafik ratio lintas norit dalam usus mencit


Tabel V.21 Hasil uji aktivitas antimotilitas
No Kelompok Ratio
1 Normal 58,61a
2 Negatif 45,79b
3 Positif 86,11c
4 F1 60,07a
5 F2 66,13d
6 F3 55,03e
7 F4 55,34e

Diare meningkatkan motilitas, sekresi dan penurunan absorpsi dari saluran


pencernaan, dimana efek tersebut menyebabkan kehilangan banyak elektrolit
(terutama Na+) dan air (46). Foster dan Cox menyatakan bahwa diare adalah akibat
dari peningkatan pergerakan saluran pencernaan, yang diikuti penurunan waktu
transit feses di kolon. Setiap bahan yang menurunkan pergerakan saluran cerna dan
atau mengurangi sekresi mempunyai aktivitas antidiare (47).
Dalam penelitian ini granul F1 sampai F4 menunjukkan penurunan waktu
transit feses di kolon dibandingkan terhadap kontrol positif (mencit yang telah
diinduksi oleum ricini) namun tidak sekuat aktivitas dari kontrol negatif
(Loperamid HCl). Aktivitas antimotilitas dari F3 dan F4 memiliki ratio lintas norit

69
yang lebih kecil dari kontrol normal (58,61%) yaitu sebesar 55,03% dan 55,34%.
Berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2011, pemberian obat antimotilitas (seperti
Loperamid HCl) mengakibatkan 1% kematian pada anak (3), maka dari itu F3 dan
F4 tidak direkomendasikan sebagai antimotilitas pada anak karena ditakutkan
mengakibatkan sembelit.
Aktivitas antimotilitas dari granul antimotilitas diperkirakan karena ekstrak
meningkatkan reabsorbsi NaCl dan air dengan cara mengurangi motilitas intestinal
sebagaimana ditunjukkan oleh pengurangan lintas norit dalam intestinal. Aktivitas
antimotilitas ekstrak bisa juga terjadi karena denaturasi protein membentuk protein
tannat, protein tannat membuat mukosa intestinal lebih resisten dan mengurangi
sekresi. Diare sekresi terkait dengan aktivasi channel Cl-, mengakibatkan Cl-
dihabiskan dari sel, kehilangan Cl- mengakibatkan sekresi air berlebihan ke lumen
usus, ekstrak diperkirakan menghambat sekresi air ke lumen dengan cara
membalikkan proses ini (60).
Aktivitas antimotilitas tersebut diperkirakan adalah akibat adanya tannin,
flavonoid, saponin, steroid dan atau triterpenoid yang terdapat dalam ekstrak kayu
secang dan temu mangga. Tannin dapat dapat memberikan aktivitas antidiare
melalui presipitasi protein pada enterosit, mengurangi gerakan peristaltik dan
sekresi intestinal. Sesquiterpen lakton adalah kelompok senyawa dengan aktivitas
antiinflamasi yang memiliki kemampuan untuk mengendurkan otot halus sehingga
mengurangi stress pada gastrointestinal, meskipun aktivitas antidiare dari terpenoid
tersebut telah diketahui namun mekanisme aksinya belum diketahui. Flavonoid dan
terpenoid juga diketahui menghambat pelepasan autokoid dan prostagladin, yang
mana akan menurunkan motilitas dan sekresi yang diakibatkan oleh castor oil (60).
Berdasarkan hasil analisis data aktivitas antimotilitas menggunakan ANOVA one-
way (unstacked) didapatkan hasil bahwa aktivitas antimotilitas F1 tidak berbeda
bermakna dengan kelompok normal, sedangkan aktivitas antimotilitas F3 & F4 juga
tidak beda bermakna namun keduanya melebihi kontrol normal sehingga tidak
direkomendasikan. Berdasarkan uji aktivitas antimotilitas didapatkan hasil bahwa
formula granul yang memberikan aktivitas antimotilitas terbaik adalah F1. Adapun
hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 19.

70
M. UJI STABILITAS DIPERCEPAT
Uji stabilitas merupakan bagian penting program uji bahan obat karena stabilitas
bahan aktif dalam sediaan menjamin konsistensi kualitas dan aktivitas serta
mempengaruhi stabilitas produk akhir yang dihasilkan (62). Stabilitas suatu sediaan
farmasi adalah kapasitas sediaan tersebut untuk mempertahankan spesifikasi yang
telah ditentukan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurniaannya,
jika suatu obat tidak stabil maka potensinya akan menurun (63).
Sediaan farmasi umumnya diproduksi dalam jumlah besar dan membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk sampai ke tangan konsumen. Jika obat tidak stabil
maka potensinya akan menurun atau bahkan dapat membentuk hasil urai yang
toksik dan membahayakan jiwa konsumen (64). Tujuan uji stabilitas adalah
meneliti karakteristik tentang bagaimana mutu bahan atau produk berubah dengan
berjalannnya waktu dibawah pengruh lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya
dan oksigen, memberikan informasi mengenai kondisi pemrosesan, pengangkutan
dan penyimpanan yang harusdilakukan untuk bahan atau sediaan tersebut.
Uji stabilitas dipercepat merupakan uji yang menggunakan kondisi
penyimpanan ekstrim untuk meningkatkan kecepatan penguraian suatu obat,
kondisi ekstrim yang dapat mempercepat penguraian antara lain adalah: suhu,
kelembaban, cahaya, pengocokan, gravitasi, dan ph. Kondisi ekstrim yang
digunakan pada penelitian ini adalah suhu.
Uji stabilitas dipercepat dilakukan pada suhu 30°C dan 40°C kelembaban (Rh=
75%) dengan menggunakan climatic chamber, kemudiaan dievaluasi selama 3
bulan pada setiap minggu. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan kadar air dan
kecepatan alir granul, adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel V.22.

Tabel V.22 Hasil uji stabilitas granul


Minggu Kadar air (%) Laju alir (g/detik)

71
30° 40° 30° 40°
0 3,33 3,33 4,72 4,72
1 3,30 3,33 4,98 3,83
2 3,40 3,30 5,34 4,64
3 3,35 3,40 5,63 4,28
4 3,70 3,35 4,64 5,34
5 3,65 3,47 4,28 5,40
6 3,50 3,75 4,64 4,98
7 3,60 3,40 5,04 5,63
8 3,40 3,60 4,45 3,83
9 3,80 3,80 4,83 3,70
10 3,75 3,90 4,98 3,99
11 3,90 4,05 4,25 3,73
12 3,85 3,99 5,04 3,83

Hasil analisa data stabilitas granul dengan menggunakan ANOVA two way
dengan nilai p value 0,05 menunjukkan bahwa waktu penyimpanan mempengaruhi
kadar air pada granul, namun tidak mempengaruhi laju alir granul, sedangkan suhu
penyimpanan menunjukkan tidak mempengaruhi stabilitas kadar air dan laju alir
dari granul.
Peningkatan kadar air ini dikarenakan granul bersifat hidroskopis dan
menyerap kandungan air yang ada pada lingkungannya, namun meskipun telah
disimpan selama 3 bulan kadar air dalam granul masih memenhi persyaratan yaitu
3-5%, dimana pada kadar air 3-5% granul masih berada pada kondisi yang stabil.

72
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
1. Ekstrak kayu secang dan temu mangga yang digunakan dalam penelitian ini
memenuhi persyaratan mutu ekstrak yang baik berdasarkan parameter standar
umum ekstrak tumbuhan obat DepKes RI tahun 2000..
2. Kombinasi ekstrak kayu secang (EKS) dan temu mangga (ETM) dengan berbagai
variasi konsentrasi dapat dibuat menjadi granul instant yang memenuhi syarat
fisikokimia sebagai granul yang baik
3. Granul dengan kombinasi EKS : ETM (21:9) warna, aroma dan rasanya cukup
disukai oleh panelis, dan memiliki aktivitas antimotilitas terbaik, dengan ratio
lintas norit sebesar 60,07% yang tidak berbeda bermakna dengan kontrol normal.

B. SARAN
Perlu dicari pemanis alternatif selain sukrosa sehingga dapat menutupi rasa
pahit dari ekstrak kering dan dapat meningkatkan tingkat kesukaan terhadap rasa
granul antimotilitas kombinasi kayu secang dan temu mangga.

73
DAFTAR PUSTAKA

1. Hura R, Suhatri, Elisma, Vahrozi H. Uji aktivitas Antidiare Ekstrak Kulit Buah
Duku (Lansium membranaceum (Kosterm.) Mabb) Pada Mencit Putih Jantan.
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan
Klinik IV”. 2014. h 268-272.

2. Otimenyin S, Uzochukwu D. Spasmolytic and anti-diarrhea effects of the bark of


Erythrina senegalensis and root of Kigeliaafricana. Asian Journal of
Pharmacetical and Clinical Research. Vol. 3(4). 2010 h 11-14.

3. Kementrian Kesehatan RI. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan
Iinformasi Kesehatan. Triwulan II, 2011.

4. Rahmawati F. Kajian potensi “wedang uwuh” sebagai minuman fungsional.


Seminar Nasional 2011 “Wonderfull Indonesia” Jurusan PTBB FT UNY. 3
Desember 2011. h 619-631.

5. Nuratmi B, Nugroho Y, Sundari D. Efek antidiare jus temu putih (Curcuma


zedoaria Rosc.) dan temu mangga (Curcuma mangga Val.Et. Zipp.) pada tikus
putih. Media Penelitian & Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Vo. XVI, No.
1, 2006. h 29-34.

6. Badami S, Moorkoth S, Suresh B. Caesalpinia sappan a medicinal and dye


yielding plant. Natural Product Radiance vol 3(2) March – April 2004. h 75-82.

7. Rina O, Ibrahim S, Dharma A, Afrizal, Wirawan C. Screening for active agent to


anti-diarrhea by an evaluation of antimicrobial activities from three fractions of
sappan wood (Caesalpinia sappan. L). Der Pharma Chemica 8(19). 2016. h 114-
117.

8. Malek S, et al. Phytochemical and cytotoxic Investigations of Curcuma mangga


rhizomes. Molecules ISSN 1420-3049 Vol. 6. 2011. h 4539-4548.

9. RSUPN Cipto Mangunkusumo. Informatorium Obat Herbal Rumah Sakit Umum


Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo. 2012. h 145-146.

10. Mohan G, S.P Anand, A Doss. Efficacy of Aqueous and Methanol extracts of
Caesalpinia sappan L. and Mimosa pudica L. for their potential Antimicrobial
activity. South As. J.Biol.Sci. 1(2). 2011. h 48 – 57.

11. Il Yun Jeong et al. Anti-inflammatory Activity of an Ethanol Extract of


Caesalpinia sappan L. in LPS-induced RAW 264.7 Cells. J Food Science and
Nutrition Vol 13. 2008. h 253-258.

74
12. Nugroho Y, Soeradi O. Toksisitas akut dan pemberian ekstrak etanol kayu secang
(Caesalpinia sappan L) terhadap struktur anatomi tubulus seminiferous testis tikus
putih. Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 2, Januari 2002. h 35–
39.

13. Adjirni, B Nuratmi, Sa’roni Sa. Efek Antidiare Kayu Secang (Caesalpinia Sappan
L) Pada Tikus Putih. Warta Tumbuhan Obat Indonesia Vol 4 No 3. Badan
Llitbangkes Kemenkes RI. 1998.

14. Hutapea, Johnny R et al. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (II), Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. 1993. h 165-167.

15. Sudewo, Bambang. Tanaman Obat Populer Penggempur Aneka Penyakit.


Agomedia Pustaka. Yogyakarta. 2004.

16. Chelvan , Tamil. In Vitro Cultures of Curcuma Manga Val. for the Production of
(E)-LABDA-8(17), 12-DIENE-15, 16-DIAL (Dissertation). Institute of Biological
Sciences. Kuala Lumpur. Fakulty of Science. 2012.

17. Nuratmi B, Nugroho Y, Sundari D. Efek antidiare jus temu putih (Curcuma
zedoaria Rosc.) dan temu mangga (Curcuma mangga Val.Et. Zipp.) pada tikus
putih. Media Penelitian & Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Vo. XVI, No.
1, 2006. h 29-34.

18. Dipiro, J.T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posay. L. M.
Pharmacotherapi Handbook. (6th Edition). McGraw-Hill. 2006. h 617-632.

19. Lullmann H, Mohr K, Ziegler A, Bieger D. Color Atlas of Pharmacology. 2nd ed.
New York : Thieme. 2000. h 150-154.

20. Fahrial Syam, A, Pengobatan Diare yang Tepat. EGC. 2006. Jakarta.

21. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku Panduan Teknologi Ekstrak.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. h 13-14.

22. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi IV.


Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat & Makanan. 1995. h 48, 53, 149,
175-6, 529, 896-9, 923, 601.

23. Suyitno et al. Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Yogyakarta; UGM. 1989. h 125-9,134-5, 144-7.

24. Dahrul S, Rizki T, Sofhiani D, Tresnakusumah. Dehidrasi, evaporasi dan


konsentrasi. Program Studi Supervisor Jaminan Mutu Pangan. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor; Fakultas Teknologi Pertanian. 1999.

75
25. Gambar tahap pengeringan diakses pada tanggal 24 Mei 2015 diambil dari
www.soyaherba.com .

26. Lachman L. Lieberman HA, Kang JL. Teori dan Praktek Farmasi Industri Jilid II
Edisi III. Alih bahasa oleh Siti Suyatni. Jakarta: UI Press; 1989, h 217, 643-6, 680-
5, 715.

27. Ansel HC. Pengantar bentuk sediaan farmasi. Edisi IV. Diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 2005. h 261-72.

28. Ahsish P., Harsoliya M.S., Pathan J.K., Shruti S. A-Review Formulation of Mouth
Dissolving Tablets. J Pharm Clinical Science. 2011. h. 8-1.

29. Wade A., Weller P.J. Hanbook of Pharmaceutical Excipients. Edisi VI. London:
The Pharmaceutical Press. 2005. h 208-9, 728-94, 627-9.

30. Rowe, Raymond C; Sheskey, Paul J; Weller, Paul J. Handbook of Pharmaceutical


Excipient Fourth Edition. London: The Pharmaceutical Press. 2003. h 364-9.

31. Luo H, Li Q, Flower A, Lewith G, Liu J. Comparison of effectiveness and safety


between granules and decoction of Chinese herbal medicine: A systematic review
of randomized clinical trials. Journal of Ethnopharmacology. 2012. h 555– 567.

32. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Parameter Standar Umum Ekstrak


Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan;
2000. h 3-27.

33. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia. Jilid VI.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI. 1995. h 10-16.

34. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 tentang Persyaratan
Mutu Obat Tradisional. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. 2014. h 12.

35. Vogel, H.G. Drug Discovery and Evaluation Pharmacologycal Assays,


Springer-Verley Berlin, Deidelbarg. New York. 2002. h 1243.

36. ICH. Guidance for Industry Q1A(R2), Stability Testing of New Drug Substances
and Products. International Conference on Harmonization. Rockvile. 2003. h 1-22.

37. Fong, Harry, H.S., Tin-Wa, Maung., Fransworth, and Norman, F.,
Phytochemical Screening. Chicago: Chicago Illinois. 1990. h 28-58.

38. Siregar CJP, Wikarsa. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis.
Jakarta : EGC. 2009. h 288.

76
39. Dosis temu mangga diakses pada tangal 12 November 2016. Diambil dari
http://temumangga.com/ .

40. Berat badan anak diakses pada tanggal 12 November 2016 diambil dari
http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurva-pertumbuhan-
who.

41. Martin, Alred; Swarbrick, James; Camarata, Arthur. Diterjemahkan Oleh Yoshita.
Farmasi Fisik Dasar-Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik Edisi Ketiga.
Jakarta: UI Press. 2008.

42. Aulton, M. E. Pharmaceutics The Science of Dosage from Design Second


Edition.London: Churhill Livingstone. 2000. h 248, 615.

43. Siregar CJP, Wikarsa. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis.
Jakarta : EGC. 2009. h 288.

44. EBOOKPANGAN.com. 2006. Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) Dalam


Industri Pangan.

45. Roger, W and Edwards Clive. Clinical Pharmacy and Therapeutics. Third edition.
2003. h 85‐88.

46. Rang H.P, Dale M.M, Ritter J.M, Moore P.K. Pharmacology Fifth Edition.
ChurchHill. 2003.

47. Foster R.W. Basic Pharmacology. 1983. h 45‐47.

48. Okudo T, Yoshoda T, Hatano T. New methods of analyzing tannins. J Nat Prod,
52. 1989. h. 1-31.

49. Bose A, Sahoo M, Ray SD. In vivo evaluation of anti-diarrheal activity of the
rhizome of Nymphaea alba (Nymphaeaceae). Orient Pharm Exp Med, 12. 2012.
h 129-134.

50. Agoes, G. Teknologi Bahan Alam. Bandung. ITB. 2007. h 21, 26-27.

51. Departemen Kesehatan RI. Sediaan Galenik. Jakarta. Depkes RI. 1986. h 2, 4-7,
10-15.

52. European Medicines Agency. Guideline on Declaration of Herbal Substances and


Herbal Preparations in Herbal Medicinal Products / Ttraditional Herbal Medicinal
Products. London. EMEA. 2009. h 1-19.

77
53. Rohyani, Immy S., Evy Aryanti, Suripto. Kandungan Fitokimia Beberapa Jenis
Tumbuhan Lokal yang Sering Dimanfaatkan Sebagai Bahan Baku Obat di Pulau
Lombok. PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON 1 (2). 2015. h 388-391.

54. Kumar, S., Gokhale, R., Burgess, D.J. Sugar Bulking Agents to Prevent Nano-
Crystal Aggregation Spray or Freeze-drying. International Journal of
Pharmacetics 471. 2014. h 303-311.

55. Zakhari, Samir. Overview: How Is Alkohol Metabolized By The Body? National
Institute On Alcohol Abuse And Alcoholism (NIAAA) 5635. Fisher Lane.MSC
9304 Bethesda. 2006.

56. Voigt, R.. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan Oleh Soewandhi,
S.N., Edisi V. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 1984.

57. Mathlouthi, M., P. Reiser. Sucrose Properties and Applications. First Edition.
Paris.Springger Science Business Media. 1995. h 249.

58. Crouter, Allison, Lauren Briens. The Effect of Moisture on the Flowability of
Pharmaceutical Excipients. AAPS PharmSciTech 15(1). 2014. h 65-74.

59. Pujara, Chetan. Granulation : Preparation, Evaluation & Control. 5th Annual
Garnet E. Peck Symposium. West Lafayette. 2007.

60. Chitme, Havagiray R, Ramesh C, Sadhna K. Studies on anti-diarrheal activity of


calotropis gigantea R.BR. in experimental animals. J Pharm Pharmaceutical
Science 7(1). 2004. h 70-75.

61. T, Gusnidar et al. Enkapsulasi dan Stabilitas Pigmen Karotenoid dari Neurospora
intermedia N-1. J. Manusia dan Lingkungan. Vol 18 No 3. 2011. h 206-211.

78
Lampiran 1. Skema Kerja Secara In Vivo

Mencit diadaptasi selama 1 minggu

Mencit ditimbang satu persatu dan dibagi menjadi 7 kelompok @ 4 ekor

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


normal negatif positif uji Formula
I s/d IV

menit

0 1 mL Suspensi Suspensi Suspensi Oleum Ricini 10


Loperamid Oleum Ricini ml/kg BB dan larutan sampel
Aquadest 10 ml/kg BB
HCl sesuai dosis

Suspensi norit 0,1 ml/10 g BB


45

Dislokasi tulang leher, usus dikeluarkan secara hati – hati, panjang usus
65
yang dilintasi oleh norit dan panjang usus keseluruhan diukur

79
Lampiran 2. Formulir Uji Kesukaan

Instruksi :
1. Ciciplah sampel satu persatu.
2. Pada kolom kode sampel berikan penilaian anda dengan cara memasukan nomor
(lihat keterangan yang ada di bawah tabel) berdasarkan tingkat kesukaan.
3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setelah selesai mencicipi satu
sampel.
4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel.
5. Setelah selesai berikan komentar anda dalam ruang yang telah disediakan.

kode sampel
Indikator
F1 F2 F3 F4

Warna

Aroma

Rasa

Keterangan :

 Sangat tidak suka =1


 Tidak suka =2
 Agak suka =3
 Suka =4
 Sangat suka =5

Komentar :

80
Lampiran 3. Hasil Uji Determinasi Tanaman

81
Lampiran 4. Penetapan Bahan Organik Asing

Bobot % BOA
Simplisia Pengulangan BOA (g) BOA(%)
simplisia (gr) rata - rata

100,2 I 1,7 1,7


Rimpang
temu 100,1 II 1,3 1,3 1,5
mangga
100,1 III 1,6 1,6

Syarat BOA tidak lebih dari 2 %

82
Lampiran 5. Pengukuran Derajat Halus Simplisia

Bobot Lolos Lolos Lolos Lolos


Simplisia simplisia Pengulangan pengayak pengayak pengayak pengayak
(gr) no 4 (g) no 4 (%) no 18 (g) no 18 (%)

100 I 100 100 29,3 29,3


Rimpang
temu 100 II 100 100 29,3 29,3
mangga
100 III 100 100 29,6 29,6

100 I 100 100 8,9 8,9


Kayu
100 II 100 100 8,3 8,3
secang
100 III 100 100 8,7 8,7

Masing-masing serbuk simplisia, 100% lolos pengayak no 4 dan tidak


Syarat
lebih dari 40% lolos pengayak no 18

83
Lampiran 6. Perhitungan DER (Drug Extract Ratio) dan Rendemen Ekstrak

Ekstrak kayu secang


𝑥
DER = 𝐵
2807
= 351,5

= 7,9858
𝐵
Rendemen = 𝑥 100%
𝑥
351,5
= 𝑥 100%
2807

= 12,52%

Ekstrak temu mangga


𝑥
DER = 𝐵
2637
= 349,5

= 7,5451
𝐵
Rendemen = 𝑥 100%
𝑥
349,5
= 𝑥 100%
2637

= 13,25%

Keterangan : x = Bobot ekstrak (g)


B = Bobot simplisia (g)

84
Lampiran 7. Penapisan Fitokimia Ekstrak
1. Alkaloid

Kayu secang Temu mangga

2. Flavonoid

Kayu secang Temu mangga

3. Saponin

Kayu secang Temu mangga

4. Tannin

Kayu secang Temu mangga

85
5. Kuinon

Kayu secang Temu mangga

6. Steroid / Terpenoid

Kayu secang Temu mangga

7. kumarin

Kayu secang Temu mangga

86
8. Minyak atsiri

Kayu secang

Temu mangga

87
Lampiran 8. Perhitungan Senyawa Terlarut Air dan Etanol

1. Senyawa terlarut dalam air

Cawan Ekstrak Cawan + Kadar Rata – rata


Sampel Sari (g)
kosong (gr) (g) sari (g) sari (%) (%)

39,2432 5,1022 40,1331 0,8899 87%


Ekstrak
kayu 40,3288 5,0274 41,2134 0,8846 88% 87%
secang
37,6425 5,2012 38,5421 0,8996 87%

27,4872 5,1024 27,7581 0,2709 27%


Ekstrak
temu 38,2735 5,2124 38,5341 0,2606 25% 27%
mangga
40,4102 5,2245 40,7112 0,3010 29%

2. Senyawa terlarut dalam etanol


Cawan Ekstrak Cawan + Kadar Rata – rata
Sampel Sari (g)
kosong (gr) (g) sari (g) sari (%) (%)

39,2349 5,0132 40,1702 0,9353 93%


Ekstrak
kayu 38,4785 5,0465 39,4146 0,9521 93% 93%
secang
41,1024 5,1546 42,0545 0,9361 92%

27,4950 5,0211 28,4571 0,9621 96%


Ekstrak
temu 40,3872 5,2542 41,4021 1,0149 97% 96%
mangga
38,4672 5,2461 39,4842 1,017 97%

88
Lampiran 9. Susut Pengeringan Ekstrak

Botol + Rata -
Botol Bobot Botol + sampel Susut rata
Simplisia kosong sampel sampel setelah pengeringan (%)
(gr) (g) (g) pemanasan (%)
(g)

124,1567 1,0160 125,1727 125,0609 11%


Kayu
127,6543 1,0089 128,6632 128,5432 12% 11%
secang
131,1519 1,0018 132,1537 132,0478 11%

126,3967 1,0688 127,4655 127,3619 10%


Temu
132,4372 1,0040 133,4412 133,3423 10% 9%
mangga
127,2987 1,0758 128,3745 128,2825 8%

89
Lampiran 10. Penetapan Kadar Abu

1. Kadar abu total


Krus Krus Krus +
kosong Ekstrak kosong + abu Kadar % rata
Simplisia Abu (g)
konstan (g) ekstrak konstan abu (%) - rata
(gr) (g) (g)

31,3517 2,0462 33,3979 31,4595 0,1078 5,27


Kayu
32,5228 2,0668 34,5896 32,6460 0,1232 5,96 5,84
secang
35,8109 2,0091 37,8200 35,9374 0,1265 6,30

34,2782 1,9907 36,2689 34,4162 0,1380 6,93


Temu
33,2742 2,0150 35,2892 33,4182 0,1440 7,15 7,24
mangga
36,2782 2,0031 38,2813 36,4312 0,1530 7,64

90
2. Kadar abu tidak larut asam
Krus Krus Krus +
kosong Ekstrak kosong + abu % rata
Simplisia Abu (g) %
konstan (g) ekstrak konstan - rata
(gr) (g) (g)

31,3517 2,0462 33,3979 31,3602 0,0085 0,42


Kayu
32,5228 2,0668 34,5896 32,5317 0,0089 0,43 0,41
secang
35,8109 2,0091 37,8200 35,8186 0,0077 0,38

34,2782 1,9907 36,2689 34,2832 0,0050 0,25


Temu
33,2742 2,0150 35,2892 33,2814 0,0072 0,36 0,32
mangga
36,2782 2,0031 38,2813 36,2852 0,0070 0,35

3. Kadar abu larut dalam air


Krus Krus Krus +
kosong Ekstrak kosong + abu % rata
Simplisia Abu (g) %
konstan (g) ekstrak konstan - rata
(gr) (g) (g)

31,3517 2,0462 33,3979 31,4511 0,0994 4,86


Kayu
32,5228 2,0668 34,5896 32,6126 0,0,898 4,34 4,62
secang
35,8109 2,0091 37,8200 35,9043 0,0,934 4,65

34,2782 1,9907 36,2689 34,3815 0,1033 5,19


Temu
33,2742 2,0150 35,2892 33,3842 0,1100 5,46 4,43
mangga
36,2782 2,0031 38,2813 36,3913 0,1131 5,65

91
Lampiran 11. Sertifikat Analisa PVP

92
Lampiran 12. Foto Ekstrak dan Sediaan

Ekstrak kering

Kayu secang Temu mangga

Sediaan granul

Formula 1 Fomula 2

Formula 3 Formula 4

93
Lampiran 13. Uji Cemaran Mikroba

Hasil penetapan (koloni/g) Persyaratan


No Jenis cemaran
Temu mangga Kayu secang (koloni/g)

1 Angka lempeng total 0 0 ≤ 1 x 104


2 Angka kapang khamir 0 200 ≤ 1 x 103

1. Angka kapang khamir


Jumlah koloni
AKK
Ekstrak Pengenceran Petri 2
Petri 1 (koloni/ml)
(duplo)
Temu mangga 10-1 0 0
10-2 0 0
< 10
10-3 0 0
10-4 0 0
Kayu secang 10-1 2 0
10-2 1 0
1 x 101
-3
10 0 0
10-4 0 0

94
2. Angka lempeng total
Jumlah koloni (koloni/ml)
ALT
Ekstrak Pengenceran Petri 2
Petri 1 (koloni/ml)
(duplo)
10-1 0 0
10-2 0 0
10-3 0 0
Temu mangga < 10
10-4 0 0
10-5 0 0
10-6 0 0
10-1 0 0
10-2 0 0
10-3 0 0
Kayu secang < 10
10-4 0 0
10-5 0 0
10-6 0 0

95
Lampiran 14. Pengeringan Ekstrak

Bobot Bobot
Bobot Ekstrak Kering
Ekstrak Maltodekstrin
Ekstrak (g)
Kental (g) (g)

Kayu secang 250,1230 750,0480 898,1047

Temu mangga 250,2301 750,0722 597,1047

Perhitungan kesetaraan ekstrak


1. Kayu secang
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙
Total zat aktif = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 + 𝑚𝑎𝑙𝑡𝑜𝑑𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑖𝑛 𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
250,1230
= 1000,1710 𝑥 898,1047

= 224,5982 g
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓
Ekstrak kental : ekstrak kering = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

224,5982
= 898,1047
1
=4

Ekstrak kental : ekstrak kering =1:4


2. Temu mangga
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙
Total zat aktif = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 + 𝑚𝑎𝑙𝑡𝑜𝑑𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑖𝑛 𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
250,2301
= 1000,302 𝑥 597,1047

= 149,3685 g
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓
Ekstrak kental : ekstrak kering = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

149,3685
= 597,1047
1
=4

Ekstrak kental : ekstrak kering =1:4

96
Lampiran 15. Perhitungan Dosis

1. Kayu secang

Hewan coba tikus putih bobot 200 g, sehingga dosis yang digunakan
200 x 150 mg = 30 mg/200g BB tikus
1000
Konversi dosis tikus ke manusia = 56
Dosis kayu secang untuk manusia 70 kg = 56 x 30 mg
= 1680 mg
Dosis untuk anak 13 kg = 13/70 x 1680
= 312 mg
Dosis sekali minum = 312/3
= 104 mg
Dosis ekstrak kering = 104 x 4
= 416 mg

2. Temu mangga

Dosis ekstrak kental temu mangga manusia 70 kg = 500 mg


Dosis untuk anak 13 kg = 13/70 x 500
= 92,86 mg
Dosis ekstrak kering = 92,86 x 4
= 371 mg

97
Lampiran 16. Uji Aktivitas Antimotilitas

PLN PUK Ratio x ratio


Kelompok Hewan SD ratio
(cm) (cm) (%) (%)
1 32 50 64
2 31 49 63
Normal 58,61 5,93
3 25 48 52
4 27 49 55
1 20 47 43
2 24 50 48
Negatif 45,79 2,65
3 23 48 48
4 21 47 45
1 42 52 81
2 41 46 89
Positif 86,11 3,71
3 45 52 87
4 44 50 88
1 33 52 63
2 34 49 69
F1 60,07 8,30
3 27 47 57
4 24 48 50
1 34 51 67
2 32 48 67
F2 66,13 1,57
3 33 49 67
4 30 47 64
1 28 48 58
2 27 50 54
F3 55,03 4,58
3 24 49 49
4 30 51 59
1 25 49 51
2 28 51 55
F4 55,34 3,39
3 27 48 56
4 29 49 59
Keterangan : PLN = Panjang usus yang dilintasi norit

PUK = Panjang usus mencit keseluruhan


𝑃𝐿𝑁
Ratio = 𝑃𝑈𝐾 𝑥 100%

98
Gambar uji antimotilitas

99
Lampiran 17. Analisis Statistik Uji Waktu Melarut

One-way ANOVA: F1; F2; F3; F4

Source DF SS MS F P
Factor 3 0,037667 0,012556 45,66 0,000
Error 8 0,002200 0,000275
Total 11 0,039867

S = 0,01658 R-Sq = 94,48% R-Sq(adj) = 92,41%

Individual 95% CIs For Mean Based on


Pooled StDev
Level N Mean StDev ----+---------+---------+---------+-----
F1 3 1,0800 0,0100 (---*---)
F2 3 1,1033 0,0231 (---*---)
F3 3 1,1733 0,0153 (---*--)
F4 3 1,0167 0,0153 (--*---)
----+---------+---------+---------+-----
1,020 1,080 1,140 1,200

Pooled StDev = 0,0166

100
Lampiran 18. Analisis Statistik Uji Hedonik

1. Warna

One-way ANOVA: F1; F2; F3; F4

Source DF SS MS F P
Factor 3 1,741 0,580 1,16 0,327
Error 108 53,821 0,498
Total 111 55,563

S = 0,7059 R-Sq = 3,13% R-Sq(adj) = 0,44%

Individual 95% CIs For Mean Based on


Pooled StDev
Level N Mean StDev -----+---------+---------+---------+----
F1 28 3,5000 0,6939 (----------*----------)
F2 28 3,3929 0,7860 (----------*---------)
F3 28 3,7143 0,6587 (----------*---------)
F4 28 3,6429 0,6785 (----------*---------)
-----+---------+---------+---------+----
3,25 3,50 3,75 4,00

Pooled StDev = 0,7059

2. Aroma

One-way ANOVA: F1; F2; F3; F4

Source DF SS MS F P
Factor 3 13,170 4,390 5,74 0,001
Error 108 82,607 0,765
Total 111 95,777

S = 0,8746 R-Sq = 13,75% R-Sq(adj) = 11,35%

Individual 95% CIs For Mean Based on


Pooled StDev
Level N Mean StDev --+---------+---------+---------+-------
F1 28 3,9643 0,7445 (-------*-------)
F2 28 3,7143 0,7629 (-------*-------)
F3 28 3,0357 0,9222 (-------*-------)
F4 28 3,4643 1,0357 (--------*-------)
--+---------+---------+---------+-------
2,80 3,20 3,60 4,00

Pooled StDev = 0,8746

101
3. Rasa

One-way ANOVA: F1; F2; F3; F4

Source DF SS MS F P
Factor 3 7,741 2,580 2,74 0,047
Error 108 101,679 0,941
Total 111 109,420

S = 0,9703 R-Sq = 7,07% R-Sq(adj) = 4,49%

Individual 95% CIs For Mean Based on


Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---------+---------+---------+------
F1 28 2,4286 0,8789 (---------*----------)
F2 28 2,9643 1,0709 (----------*---------)
F3 28 2,3571 0,9512 (---------*----------)
F4 28 2,8571 0,9705 (----------*---------)
---+---------+---------+---------+------
2,10 2,45 2,80 3,15

Pooled StDev = 0,9703

102
Lampiran 19. Analisis Statistik Uji Aktivitas Antimotilitas

One-way ANOVA: Normal; Negatif; Positif; F1; F2; F3; F4

Source DF SS MS F P
Factor 6 3849,6 641,6 28,10 0,000
Error 21 479,5 22,8
Total 27 4329,1

S = 4,779 R-Sq = 88,92% R-Sq(adj) = 85,76%

Individual 95% CIs For Mean Based on


Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---------+---------+---------+------
Normal 4 58,613 5,934 (--*--)
Negatif 4 45,788 2,653 (---*--)
Positif 4 86,110 3,715 (--*---)
F1 4 60,074 8,299 (--*--)
F2 4 66,128 1,565 (--*--)
F3 4 55,034 4,582 (---*--)
F4 4 55,339 3,389 (--*--)
---+---------+---------+---------+------
45 60 75 90

Pooled StDev = 4,779

103
Lampiran 20. Surat Keterangan Galur Mencit

104
Lampiran 21. Alat Penelitian

Timbangan analitik Rotary vaccum evaporator Flowmeter

Shieve test Moisturemeter balance pH meter

Moisturemeter Karl Fischer Penangas air

105
Spray dryer Autoklaf

Desikator
Inkubator

Pengayak
Dry granulator

106
Lampiran 22. Analisis Statistik Uji Stabilitas

Two-way ANOVA: kelembaban versus minggu; suhu

Source DF SS MS F P Fcrit
minggu 12 1,25135 0,104279 6,69 0,001 2,60
suhu 1 0,00075 0,000754 0,05 0,830 4,26
Error 12 0,18695 0,015579
Total 25 1,43905

S = 0,1248 R-Sq = 87,01% R-Sq(adj) = 72,94%

Two-way ANOVA: laju alir versus minggu; suhu

Source DF SS MS F P Fcrit
minggu 12 3,67365 0,306138 0,88 0,586 2,60
suhu 1 0,93102 0,931015 2,67 0,128 4,26
Error 12 4,17848 0,348207
Total 25 8,78315

S = 0,5901 R-Sq = 52,43% R-Sq(adj) = 0,89%

107

Anda mungkin juga menyukai