3. Peralatan Pengolahan
Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan harus terjamin
mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Persyaratan dalam penggunaan
mesin/alat yaitu harus sesuai dengan jenis produksi yaitu:
a. Tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk,
b. Mudah dibersihkan,
c. Terbuat dari bahan yang tahan lama, dan
d. Mudah dibongkar pasang (Waluyo dan Bayu, 2017).
4. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi
Fasilitas dan kegiatan yang berhubungan dengan sanitasi dalam proses
produksi sangatlah penting dilakukan karena dapat berpengaruh pada kualitas dan
mutu produk yang akan dihasilkan. Fasilitas dan kegiatan sanitasi pada tempat
produksi meliputi:
a. Sarana penyediaan air bersih untuk produksi dan penggunaan langsung
dengan produk.
b. Pembuangan air dan limbah untuk menghindari adanya penampung pada
suatu tempat yang akan mengundang serangga.
c. Sarana pembersihan/pencucian untuk mendisinfeksi peralatan.
d. Sarana toilet harus selalu bersih dan tidak terbuka langsung ke area
produksi.
e. Sarana higiene karyawan yaitu fasilitas cuci tangan, ganti pakaian dan alas
kaki (Rini dkk., 2015).
6. Hygiene Karyawan
Ruang lingkup hygiene karyawan merupakan salah satu aspek yang perlu
diperhatikan dalam penerapan Good Manufacturing Practices di suatu unit
usaha. Semua karyawan yang terlibat saat proses produksi dari awal masuk bahan
hingga menjadi produk memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene yang baik.
Beberapa persyaratan tersebut antara lain kebersihan individu, perilaku yang
baik, tidak menderita suatu penyakit, dan bukan
menjadi carrier dari suatu penyakit sehingga produk yang dihasilkan nantinya akan
memiliki mutu yang baik.
7. Pengendalian Proses
Dalam ruang lingkup pengendalian proses, setiap proses perusahaan yang
dilakukan mulai dari awal bahan masuk hingga produk didistribusikan
harus terkendali dengan baik. Setiap proses yang ada mulai dari pra produksi,
proses produksi, hingga pasca produksi harus mengikuti prosedur agar dapat
menghasilkan produk yang memiliki kualitas dan mutu yang baik. Menurut
Anggraini dan Ririh (2014), dalam pengendalian pra produksi dapat dilakukan
dengan cara menetapkan syarat syarat dari bahan baku yang digunakan,
menetapkan jenis dan komposisi yang digunakan, dan menetapkan bagaimana
cara dalam mengolah bahan baku. Sedangkan dalam pengendalian proses
produksi adalah dengan mengikuti prosedur SOP yang telah ditetapkan dan
mengawasi jalannya produksi agar dapat berjalan efektif dan efisien. Selain itu,
dalam pengendalian pasca produksi diantaranya memastikan produk talah
memenuhi syarat syarat meliputi jenis dan jumlah bahan baku dari yang utama
hingga bahan tambahan makanan yang digunakan, diagram alir proses produksi
yang harus dilakukan dari awal bahan hingga menjadi suatu produk,
persyaratan kemasanan yang digunakan, jenis produk yang dihasilkan, dan
keterangan - keterangan mengenai produk seperti nama produk, tanggal
kadaluarsa hingga,
komposisi produk serta cara penyimpanan produk tersebut.
8. Manajemen Pengawasan
Ruang lingkup manajemen pengawasan dalam suatu unit usaha perlu
dilakukan dengan baik. Adanya manajemen pengawasan yang tepat, akan
mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama proses
produksi berlangsung. Manajemen pengawasan yang baik dapat menjaga mutu dan
keamanan produk agar sesuai dengan standar baku yang telah ditetapkan. Kegiatan
pengawasan ini perlu dilakukan dengan rutin dan berkala serta dapat
dikembangkan terus menerus agar proses produksi memiliki tingkat efektivitas dan
efisiensi yang lebih baik lagi. Menurut Bimantara dan Juni (2018), dalam
penerapan manajemen pengawasan dapat di lakukan dengan melakukan monitoring
pada mutu kualitas bahan baku pada tiap bagian produksi mulai dari penerimaan
bahan baku, proses pengolahan, hingga produk akhir siap didistribusikan. Selain
itu, manajemen pengawan pada saat proses produksi adalah dengan adanya quality
control (QC) di setiap bagian produksi.
2. Proses Validasi
Proses validasi bertujuan untuk membuktikan dan suatu proses yang secara
konsisten melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan, pengujian dan
dokumentasi yang diperlukan. Kinerja yang konsisten adalah kunci untuk menjaga
keamanan dan efektivitas dari setiap produk dan meningkatkan reputasi perusahaan
untuk kualitas dan kehandalan.
9. Menjaga Kualitas
Setiap langkah dalam siklus hidup produk membutuhkan kontrol yang efektif.
Kualitas produk dapat dilihat dari berbagai aspek seperti kemasan, kebersihan
pangan, kualitas rasa dan bahan baku, aspek gizi, kesesuaian dengan harga.
Kualitas produk pangan dijaga dengan menjaga kebersihan, memperhatikan stok
makanan, menyimpan makanan sesuai standar, pengaturan suhu penyimpan
makanan.
Penerapan GMP
Menurut Hanidah dkk. (2018), GMP (Good Manufacturing Practices)
merupakan salah satu metode mitigasi risiko dalam proses produksi pangan
berisiko tinggi. GMP dapat diterapkan diberbagai produk pangan, salah satunya
produk pangan berbasis ikan. Produk pangan berbasis ikan banyak ditemui di
daerah pesisir, salah satunya di Desa Eretan Kulon, Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat. Salah satu olahan ikan di Desa Eretan Kulon adalah sistik ebi. Sistik ebi
merupakan salah satu IRT (Industri Rumah Tangga) yang menggunakan bahan
baku utama ebi kering dan tepung terigu. Sistik ebi memiliki kelemahan
diantaranya umur simpan yang relatif singkat karena terjadinya perubahan kualitas
selama penyimpanan yang diakibatkan oleh metode pengolahan dan pengemasan
yang kurang baik. Alat pengolahan yang konvensional menyebabkan produktivitas
produk rendah sedangkan biaya operasional tinggi. Hal inilah yang menyebabkan
keuntungan yang diperoleh kecil karena tingginya biaya operasional selama
produksi dan pemasaran. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan peningkatan
kapasitas produksi sesuai kebutuhan disertai perbaikan proses produksi dengan
penerapan GMP sehingga dihasilkan produk dengan umur simpan lebih panjang
dan aman dikonsumsi. Melalui teknologi pengolahan yang tepat dan penerapan
GMP selama proses pengolahan, maka sumber daya perikanan hasil nelayan pesisir
dapat diolah menjadi produk unggulan yang beragam dengan mempertahankan
komponen gizi ikan sehingga dapat
memperpanjang umur simpan produk dan meningkatkan perekonomian keluarga
nelayan.
Kualitas menjadi value yang penting dalam mempertahankan kepercayaan
konsumen terhadap brand produk yang dijual. Oleh sebab itu, penerapan GMP
dalam suatu industri sangat penting diterapkan untuk menghasilkan produk yang
bermutu dan aman dikonsumsi. Sebelum melakukan pendampingan penerapan
GMP, observasi awal dilakukan dengan mewawancarai pemilik IRT Sistik Ebi dan
survei langsung ke tempat produksi untuk melengkapi pengisian formulir penilaian
GMP dengan format Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk IRT. Hasil
wawancara merupakan data primer yang selanjutnya akan dianalisa untuk
menentukan tahap pendampingan penerapan GMP. Hasil observasi awal
menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian penyimpangan terhadap persyaratan
CPPB-IRT dengan jumlah ketidaksesuaian mayor (MA) 5 elemen dan minor (MI)
21 elemen dari total keseluruhan 37 elemen pemeriksaan. Ketidaksesuaian mayor
terdapat pada elemen lokasi, bangunan, dan sanitasi pekerja. Sedangkan
ketidaksesuaian minor terdapat pada elemen peralatan produksi, sanitasi peralatan
dan ruangan produksi, penyimpanan, pengendalian proses, pelabelan, serta
dokumentasi dokumen. Ketidaksesuaian dari elemen pemeriksaan CPPB-IRT yang
mencapai 70,27% akan menyebabkan produk Sistik Ebi sulit untuk mendapatkan
legalitas usaha PIRT. Pendampingan dengan penerapan GMP merupakan salah
satu solusi untuk memperbaiki semua proses mulai dari penerimaan bahan baku
hingga proses akhir yakni pendistribusian sehingga dapat dihasilkan produk yang
bermutu dan aman dikonsumsi
Pendampingan dimulai dari perbaikan layout ruang produksi mulai dari
penyimpanan bahan baku sampai pengemasan produk dengan memanfaatkan lahan
produksi yang ada serta melengkapi fasilitas produksi. Menurut BPOM Republik
Indonesia, desain bangunan dan fasilitas ruang produksi harus dibuat sedemikian
rupa untuk memperkecil terjadinya risiko kekeliruan, kontaminasi silang,
memudahkan pembersihan ruang produksi dan perawatan sehingga dapat
menghindari penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu produk. Ruang produksi bukan berarti harus luas dengan
peralatan modern, tetapi bagaimana kita memanfaatkan ruang produksi yang ada
dengan menerapkan GMP mulai dari tata letak setiap bagian sampai dengan SOP.
Gambar 3. Layout Ruang Produksi
(Sumber : Pertiwi, 2015)
Sistik Ebi merupakan produk berbahan baku ikan (rebon) melalui proses
diversifikasi pangan dan penggorengan. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium,
Sistik Ebi produk IRT memiliki komposisi gizi: kadar air 2,99%, kadar abu 2,05%,
kadar lemak 32,86%, AKG protein 16,25% dan AKB karbohidrat 17,45%.
Kandungan protein dan lemak yang cukup tinggi maka harus dipilih jenis kemasan
yang mampu melindungi produk dari kontak udara dan sinar matahari agar produk
Sistik Ebi tidak mudah teroksidasi yang akan menyebabkan mudah tengik dan
tekstur cepat melempem sehingga umur simpan menjadi lebih pendek. Sebelum
proses pendampingan GMP, Sistik Ebi dikemas dengan menggunakan plastik PP
(Polyprophylene) dengan umur simpan tidak lebih dari 1 minggu. Keunggulan
dari penggunaan plastik PP yaitu mudah ditemukan di pasaran, tahan asam, basa,
lemak, minyak dan pelarut organik serta harganya murah. Kekurangan dari plastik
PP yaitu masih memiliki permeabilitas yang cukup tinggi terhadap gas-gas organik
sehingga produk yang dikemas dapat teroksidasi apabila disimpan dalam jangka
waktu yang terlalu lama. Menurut Pertiwi (2015), kemasan alumunium foil
memiliki permeabilitas yang cukup rendah terhadap gas-gas organik sehingga
bersifat barriers terhadap oksigen, air, udara, kelembapan dan tahan panas.
Kemasan jenis ini sangat cocok digunakan untuk Sistik Ebi yang memiliki
kandungan lemak dan protein tinggi, sehingga selama proses penyimpanan dapat
mencegah produk menjadi tengik dan melindungi isi kemasan dengan baik.
Gambar 5. Kemasan sebelum pendampingan GMP (kiri) dan kemasan
setelah pendampingan GMP (kanan)
(Sumber : Pertiwi, 2015)
Penutup
GMP merupakan salah satu aspek penting dalam standar keamanan pangan.
Dengan adanya sertifikasi GMP, maka kualitas produk pangan akan terjamin dan
dipercaya oleh khalayak luas. Modul pelatihan GMP ini diharapkan dapat
membantu berbagai pihak dalam memahami dan menambah wawasan mengenai
GMP (Good Manufacturing Practices) atau CPPB (Cara Produksi Pangan yang
Baik), khususnya mitra kami Kelompok Wanita Tani (KWT) “Sri Tanjung” di
Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang. Tim penulis juga ingin
mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah terlibat, khususnya
pihak Dosen Pembimbing yang telah membantu dalam penulisan modul ini. Tak
lupa dalam kesempatan ini, penulis mohon saran dan kritik yang membangun demi
sempurnanya penyusunan modul dimasa-masa yang akan datang. Semoga modul
ini memberikan manfaat bagi penulis dan pembacanya.
Daftar Pustaka
Anggraini, T., dan Ririh, Y. 2014. Penerapan Good Manufactoring
Practices Pada Industri rumah Tangga Kerupuk Teripang Di
Sukolilo Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7(2): 148–158
Bimantara, A. dan Juni, T. 2018. Penerapan Good Manufacturing
Practices (GMP) pada Pabrik Pembekuan Cumi-Cumi (Loligo
vulgaris) di PT. Starfood Lamongan, Jawa Timur. Journal of Marine
and Coastal Science. Vol.7(3): 111-119.
Darmarasri, D., Sri G., dan Janti G. 2017. Penerapan Good Manufacturing
Practice dan Work Improvement In Small Enterprise pada Usaha
Kecil dan Menengah Untuk Pemenuhan Standar Kesehatan (Studi
Kasus: UKM Tempe Tenggilis Mejoyo Surabaya). Jurnal Teknik
Industri. 1(1): 1-6
Inggriani, A S., Patihul H. 2018. Artikel Tinjauan: Product Quality Review
Sebagai Evaluasi Mutu Produk. Farmaka. 16(1): 113-118
Hanidah, I. I., Agung, T. M., Robi, A., Efri, M. dan Samsul, H. 2018. Penerapan
Good Manufacturing Practices Sebagai Upaya Peningkatan
Kualitas Produk Olahan Pesisir Eretan Indramayu. Jurnal Agribisnis
dan Sosial Ekonomi Pertanian. 3(1): 359-426
Hermansyah, M., Pratikno., Soenoko, R., dan Setyanto, N.W., 2013. Hazard
Analysis And Critical Control Point (HACCP) Produksi Maltosa
Dengan Pendekata Good Manufacturing Practice (GMP). Jemis.
Vol.1(1): 14-20
Mediaindonesia.com. 2018. Nippon Indosari Bangun 2 Pabrik Roti.
https://mediaindonesia.com/read/detail/160325-nippon-indosari-
bangun-2-pabrik-roti.html (diakses tanggal 30 September 2020)
Oyeneho and Hedberg. 2013. An Assessment of Food Safety Needs of
Restaurants in Owerri, Imo State, Nigeria. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 10(8): 3296–3309.
Pertiwi, I. M. 2015. Perancangan Kemasan Keripik Pisang Sambal
Kampung UKM Pelangi Rasa Menggunakan Metode Quality
Function Deployment. E-Proceeding of Engineering: Vol. 02, 4901
Rini, F. A., Putiri B. K., dan Nurul U. 2015. Penerapan Good Manufacturing
Practices Untuk Pemenuhan Manajemen Mutu pada Produksi Air
Minum dalam Kemasan (Studi Kasus di PT. XYZ). Jurnal Teknik
Industri. 3(2): 1-6
Ristyanadi, B. dan Darimiyya H. 2012. Kajian Penerapan Good
Manufacturing Practice (GMP) di Industri Rajungan PT. Kelola
Mina Laut Madura. Agrointek. 6(1): 55-64.
Rudiyanto, H. 2016. Kajian Good Manufacturing Practices (GMP) dan
Kualitas Mutu pada Wingko Berdasarkan SNI-01-4311-1996. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol. 8(2): 148–157
Sutrisna, EM. 2016. Herbal Medicine : Suatu Tinjauan Farmakologis.
Muhammadiyah University Press. Jawa Tengah
Tricorbraunflex.com/resources/quality-certifications (diakses tanggal 30
September 2020)
Rahmawanty, D. dan Destri I. S. 2019. Buku Ajar Teknologi Kosmetik. CV
IRDH. Malang
Varzaka, T.H., dan Ioannis, S.A. 2011. Application of ISO22000 and
Comparison to HACCP for Processing of Ready to Eat
Vegetables. International Journal Food Sci and Technol, 43(10): 1729–
1741
Waluyo, E. dan Bayu K. 2017. Keamanan Pangan Produk Perikanan. UB
Press. Malang
Zazili, A. 2019. Urgensi Pengawasan Keamanan Pangan Berbasis
Sistem Manajemen Risiko Bagi Perlindungan Konsumen.
Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum. Vol.28(1): 57-70