PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia akan pangan tidak terbatas hanya pada
karbohidrat, protein, lemak dan mineral saja, tetapi baik kualitas maupun
mutu pangan juga harus dapat dipenuhi. Apabila dalam penanganan
makanan tidak memperhatikan higiene dan sanitasi dengan baik, maka
dapat membahayakan kesehatan manusia (Oyeneho dan Hedberg, 2013).
Good Manufacturing Practices (GMP) atau biasa disebut Cara Produksi
Pangan yang Baik (CPPB) merupakan pedoman yang memperlihatkan
aspek keamanan pangan bagi Industri Rumah Tangga (IRT) untuk
memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi
(Varzaka dan Loannis, 2011). Berdasarkan UU No 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan, Pasal 111 Ayat (1) menyatakan bahwa makanan dan minuman
yang digunakan masyarakat harus didasarkan pada standar atau
persyaratan kesehatan. Dengan demikian, tersirat bahwa makanan dan
minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dilarang untuk
diedarkan. Oleh karena itu, GMP merupakan salah satu aspek penting untuk
disosialisasikan dan diterapkan.
Pengertian GMP & Kaitannya dengan Keamanan Pangan
Good Manufacturing Practices
adalah salah satu pengaplikasian kegiatan
pengendalian mutu agar menghasilkan
produk yang berkualitas dengan
melakukan pengendalian yang baik dan
teratur (Hermansyah dkk. 2013). Good
Manufacturing Practices merupakan salah
satu persyaratan dasar yang harus
dipenuhi pada suatu industri jika ingin
Gambar 1. Ilustrasi GMP
menghasilkan produk pangan yang
(Sumber : tricorbraunflex.com,
berkualitas dan aman secara konsisten. 2018).
Persyaratan dalam Good Manufacturing
Practices (GMP) mencangkup persyaratan produksi, persyaratan bangunan,
lokasi, dan fasilitas serta peralatan produksi dan karyawan. Aspek-aspek
yang dinilai dalam penerapapan Good Manufacturing Practices (GMP)
diantaranya adalah lokasi pabrik, bangunan, peralatan pengolahan, bahan
yang digunakan dalam proses produksi, pengendalian proses pengolahan,
personal hygiene, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan,
produk akhir, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi,
laboratorium, transportasi, dan kemasan. Sesuai peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia Nomor 11 tahun
2004, hasil penilaian yang telah memenuhi persyaratan akan mendapatkan
sertifikat dengan masa aktif 3 tahun sepanjang sarana produksi yang
bersangkutan masih beroperasi dan memenuhi persyaratan sesuai
ketentuan peraturan perundang – undangan (Bimantara dan Triastuti, 2018).
Good Manufacturing Practices (GMP) erat kaitannya dengan
keamanan pangan. Keamanan pangan sendiri diartikan sebagai salah satu
hal yang harus diperhatikan demi memenuhi hak kepentingan fisik
konsumen yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan jiwa yang
jika apabila tidak terpenuhi maka akan terjadi gejolak sosial di kalangan
masyarakat. Pentingnya keamanan pangan secara filosofis juga diatur
dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
dalam pasal 28C ayat 1 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia”. Frasa “kebutuhan dasar” dapat diartikan
sebagai kebutuhan pangan yang mutlak yang diperlukan untuk
mempertahankan hidup dan kehidupan masyarakat (Zazili, 2019).
Keamanan pangan sendiri dapat dinilai dari beberapa aspek, diantaranya
adalah teknologi pengolahan, kandungan bahan, sanitasi pengolahan,
jumlah kandungan mikroorganisme, pengemasan dan lain – lain. Keamanan
pangan akan terjamin apabila adanya standarisasi yang ditentukan dan
diterapkan dengan baik oleh industri di bidang pangan. Oleh karena itu,
Good Manufacturing Practices (GMP) dapat menjamin terciptanya
keamanan pangan dikarenakan adanya standarisasi dan penilaian secara
berkala sehingga produk pangan yang dihasilkan oleh setiap industri pangan
terjamin kualitasnya dan aman dikonsumsi oleh konsumen/masyarakat.
3. Peralatan Pengolahan
Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan harus
terjamin mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Persyaratan dalam
penggunaan mesin/alat yaitu harus sesuai dengan jenis produksi yaitu:
a. Tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk,
b. Mudah dibersihkan,
c. Terbuat dari bahan yang tahan lama, dan
d. Mudah dibongkar pasang (Waluyo dan Bayu, 2017).
4. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi
Fasilitas dan kegiatan yang berhubungan dengan sanitasi dalam proses
produksi sangatlah penting dilakukan karena dapat berpengaruh pada
kualitas dan mutu produk yang akan dihasilkan. Fasilitas dan kegiatan
sanitasi pada tempat produksi meliputi:
a. Sarana penyediaan air bersih untuk produksi dan penggunaan
langsung dengan produk.
b. Pembuangan air dan limbah untuk menghindari adanya penampung
pada suatu tempat yang akan mengundang serangga.
c. Sarana pembersihan/pencucian untuk mendisinfeksi peralatan.
d. Sarana toilet harus selalu bersih dan tidak terbuka langsung ke area
produksi.
e. Sarana higiene karyawan yaitu fasilitas cuci tangan, ganti pakaian dan
alas kaki (Rini dkk., 2015).
6. Hygiene Karyawan
Ruang lingkup hygiene karyawan merupakan salah satu aspek yang
perlu diperhatikan dalam penerapan Good Manufacturing Practices di suatu
unit usaha. Semua karyawan yang terlibat saat proses produksi dari awal
masuk bahan hingga menjadi produk memenuhi persyaratan sanitasi dan
hygiene yang baik. Beberapa persyaratan tersebut antara lain kebersihan
individu, perilaku yang baik, tidak menderita suatu penyakit, dan bukan
menjadi carrier dari suatu penyakit sehingga produk yang dihasilkan
nantinya akan memiliki mutu yang baik.
7. Pengendalian Proses
Dalam ruang lingkup pengendalian proses, setiap proses perusahaan
yang dilakukan mulai dari awal bahan masuk hingga produk didistribusikan
harus terkendali dengan baik. Setiap proses yang ada mulai dari pra
produksi, proses produksi, hingga pasca produksi harus mengikuti prosedur
agar dapat menghasilkan produk yang memiliki kualitas dan mutu yang baik.
Menurut Anggraini dan Ririh (2014), dalam pengendalian pra produksi
dapat dilakukan dengan cara menetapkan syarat syarat dari bahan baku
yang digunakan, menetapkan jenis dan komposisi yang digunakan, dan
menetapkan bagaimana cara dalam mengolah bahan baku. Sedangkan
dalam pengendalian proses produksi adalah dengan mengikuti prosedur
SOP yang telah ditetapkan dan mengawasi jalannya produksi agar dapat
berjalan efektif dan efisien. Selain itu, dalam pengendalian pasca produksi
diantaranya memastikan produk talah memenuhi syarat syarat meliputi jenis
dan jumlah bahan baku dari yang utama hingga bahan tambahan makanan
yang digunakan, diagram alir proses produksi yang harus dilakukan dari
awal bahan hingga menjadi suatu produk, persyaratan kemasanan yang
digunakan, jenis produk yang dihasilkan, dan keterangan - keterangan
mengenai produk seperti nama produk, tanggal kadaluarsa hingga,
komposisi produk serta cara penyimpanan produk tersebut.
8. Manajemen Pengawasan
Ruang lingkup manajemen pengawasan dalam suatu unit usaha perlu
dilakukan dengan baik. Adanya manajemen pengawasan yang tepat, akan
mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama
proses produksi berlangsung. Manajemen pengawasan yang baik dapat
menjaga mutu dan keamanan produk agar sesuai dengan standar baku yang
telah ditetapkan. Kegiatan pengawasan ini perlu dilakukan dengan rutin dan
berkala serta dapat dikembangkan terus menerus agar proses produksi
memiliki tingkat efektivitas dan efisiensi yang lebih baik lagi. Menurut
Bimantara dan Juni (2018), dalam penerapan manajemen pengawasan
dapat di lakukan dengan melakukan monitoring pada mutu kualitas bahan
baku pada tiap bagian produksi mulai dari penerimaan bahan baku, proses
pengolahan, hingga produk akhir siap didistribusikan. Selain itu, manajemen
pengawan pada saat proses produksi adalah dengan adanya quality control
(QC) di setiap bagian produksi.
2. Proses Validasi
Proses validasi bertujuan untuk membuktikan dan suatu proses yang
secara konsisten melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan,
pengujian dan dokumentasi yang diperlukan. Kinerja yang konsisten adalah
kunci untuk menjaga keamanan dan efektivitas dari setiap produk dan
meningkatkan reputasi perusahaan untuk kualitas dan kehandalan.
9. Menjaga Kualitas
Setiap langkah dalam siklus hidup produk membutuhkan kontrol yang
efektif. Kualitas produk dapat dilihat dari berbagai aspek seperti kemasan,
kebersihan pangan, kualitas rasa dan bahan baku, aspek gizi, kesesuaian
dengan harga. Kualitas produk pangan dijaga dengan menjaga kebersihan,
memperhatikan stok makanan, menyimpan makanan sesuai standar,
pengaturan suhu penyimpan makanan.
Penerapan GMP
Menurut Hanidah dkk. (2018), GMP (Good Manufacturing Practices)
merupakan salah satu metode mitigasi risiko dalam proses produksi pangan
berisiko tinggi. GMP dapat diterapkan diberbagai produk pangan, salah
satunya produk pangan berbasis ikan. Produk pangan berbasis ikan banyak
ditemui di daerah pesisir, salah satunya di Desa Eretan Kulon, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat. Salah satu olahan ikan di Desa Eretan Kulon adalah
sistik ebi. Sistik ebi merupakan salah satu IRT (Industri Rumah Tangga)
yang menggunakan bahan baku utama ebi kering dan tepung terigu. Sistik
ebi memiliki kelemahan diantaranya umur simpan yang relatif singkat karena
terjadinya perubahan kualitas selama penyimpanan yang diakibatkan oleh
metode pengolahan dan pengemasan yang kurang baik. Alat pengolahan
yang konvensional menyebabkan produktivitas produk rendah sedangkan
biaya operasional tinggi. Hal inilah yang menyebabkan keuntungan yang
diperoleh kecil karena tingginya biaya operasional selama produksi dan
pemasaran. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan peningkatan kapasitas
produksi sesuai kebutuhan disertai perbaikan proses produksi dengan
penerapan GMP sehingga dihasilkan produk dengan umur simpan lebih
panjang dan aman dikonsumsi. Melalui teknologi pengolahan yang tepat
dan penerapan GMP selama proses pengolahan, maka sumber daya
perikanan hasil nelayan pesisir dapat diolah menjadi produk unggulan yang
beragam dengan mempertahankan komponen gizi ikan sehingga dapat
memperpanjang umur simpan produk dan meningkatkan perekonomian
keluarga nelayan.
Kualitas menjadi value yang penting dalam mempertahankan
kepercayaan konsumen terhadap brand produk yang dijual. Oleh sebab itu,
penerapan GMP dalam suatu industri sangat penting diterapkan untuk
menghasilkan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi. Sebelum
melakukan pendampingan penerapan GMP, observasi awal dilakukan
dengan mewawancarai pemilik IRT Sistik Ebi dan survei langsung ke tempat
produksi untuk melengkapi pengisian formulir penilaian GMP dengan format
Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk IRT. Hasil wawancara
merupakan data primer yang selanjutnya akan dianalisa untuk menentukan
tahap pendampingan penerapan GMP. Hasil observasi awal menunjukkan
bahwa terdapat ketidaksesuaian penyimpangan terhadap persyaratan
CPPB-IRT dengan jumlah ketidaksesuaian mayor (MA) 5 elemen dan minor
(MI) 21 elemen dari total keseluruhan 37 elemen pemeriksaan.
Ketidaksesuaian mayor terdapat pada elemen lokasi, bangunan, dan
sanitasi pekerja. Sedangkan ketidaksesuaian minor terdapat pada elemen
peralatan produksi, sanitasi peralatan dan ruangan produksi, penyimpanan,
pengendalian proses, pelabelan, serta dokumentasi dokumen.
Ketidaksesuaian dari elemen pemeriksaan CPPB-IRT yang mencapai
70,27% akan menyebabkan produk Sistik Ebi sulit untuk mendapatkan
legalitas usaha PIRT. Pendampingan dengan penerapan GMP merupakan
salah satu solusi untuk memperbaiki semua proses mulai dari penerimaan
bahan baku hingga proses akhir yakni pendistribusian sehingga dapat
dihasilkan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi
Pendampingan dimulai dari perbaikan layout ruang produksi mulai
dari penyimpanan bahan baku sampai pengemasan produk dengan
memanfaatkan lahan produksi yang ada serta melengkapi fasilitas produksi.
Menurut BPOM Republik Indonesia, desain bangunan dan fasilitas ruang
produksi harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya risiko
kekeliruan, kontaminasi silang, memudahkan pembersihan ruang produksi
dan perawatan sehingga dapat menghindari penumpukan debu atau kotoran
dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu produk. Ruang produksi
bukan berarti harus luas dengan peralatan modern, tetapi bagaimana kita
memanfaatkan ruang produksi yang ada dengan menerapkan GMP mulai
dari tata letak setiap bagian sampai dengan SOP.
Gambar 3. Layout Ruang Produksi
(Sumber : Pertiwi, 2015)
Penutup
GMP merupakan salah satu aspek penting dalam standar keamanan
pangan. Dengan adanya sertifikasi GMP, maka kualitas produk pangan akan
terjamin dan dipercaya oleh khalayak luas. Modul pelatihan GMP ini
diharapkan dapat membantu berbagai pihak dalam memahami dan
menambah wawasan mengenai GMP (Good Manufacturing Practices) atau
CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik), khususnya mitra kami Kelompok
Wanita Tani (KWT) “Sri Tanjung” di Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon,
Kabupaten Malang. Tim penulis juga ingin mengucapkan terimakasih
kepada berbagai pihak yang telah terlibat, khususnya pihak Dosen
Pembimbing yang telah membantu dalam penulisan modul ini. Tak lupa
dalam kesempatan ini, penulis mohon saran dan kritik yang membangun
demi sempurnanya penyusunan modul dimasa-masa yang akan datang.
Semoga modul ini memberikan manfaat bagi penulis dan pembacanya.
Daftar Pustaka
Anggraini, T., dan Ririh, Y. 2014. Penerapan Good Manufactoring
Practices Pada Industri rumah Tangga Kerupuk Teripang Di
Sukolilo Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7(2): 148–158
Bimantara, A. dan Juni, T. 2018. Penerapan Good Manufacturing
Practices (GMP) pada Pabrik Pembekuan Cumi-Cumi (Loligo
vulgaris) di PT. Starfood Lamongan, Jawa Timur. Journal of Marine
and Coastal Science. Vol.7(3): 111-119.
Darmarasri, D., Sri G., dan Janti G. 2017. Penerapan Good Manufacturing
Practice dan Work Improvement In Small Enterprise pada Usaha
Kecil dan Menengah Untuk Pemenuhan Standar Kesehatan (Studi
Kasus: UKM Tempe Tenggilis Mejoyo Surabaya). Jurnal Teknik
Industri. 1(1): 1-6
Inggriani, A S., Patihul H. 2018. Artikel Tinjauan: Product Quality Review
Sebagai Evaluasi Mutu Produk. Farmaka. 16(1): 113-118
Hanidah, I. I., Agung, T. M., Robi, A., Efri, M. dan Samsul, H. 2018.
Penerapan Good Manufacturing Practices Sebagai Upaya
Peningkatan Kualitas Produk Olahan Pesisir Eretan Indramayu.
Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi Pertanian. 3(1): 359-426
Hermansyah, M., Pratikno., Soenoko, R., dan Setyanto, N.W., 2013. Hazard
Analysis And Critical Control Point (HACCP) Produksi Maltosa
Dengan Pendekata Good Manufacturing Practice (GMP). Jemis.
Vol.1(1): 14-20
Mediaindonesia.com. 2018. Nippon Indosari Bangun 2 Pabrik Roti.
https://mediaindonesia.com/read/detail/160325-nippon-indosari-
bangun-2-pabrik-roti.html (diakses tanggal 30 September 2020)
Oyeneho and Hedberg. 2013. An Assessment of Food Safety Needs of
Restaurants in Owerri, Imo State, Nigeria. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 10(8): 3296–3309.
Pertiwi, I. M. 2015. Perancangan Kemasan Keripik Pisang Sambal
Kampung UKM Pelangi Rasa Menggunakan Metode Quality
Function Deployment. E-Proceeding of Engineering: Vol. 02, 4901
Rini, F. A., Putiri B. K., dan Nurul U. 2015. Penerapan Good Manufacturing
Practices Untuk Pemenuhan Manajemen Mutu pada Produksi Air
Minum dalam Kemasan (Studi Kasus di PT. XYZ). Jurnal Teknik
Industri. 3(2): 1-6
Ristyanadi, B. dan Darimiyya H. 2012. Kajian Penerapan Good
Manufacturing Practice (GMP) di Industri Rajungan PT. Kelola
Mina Laut Madura. Agrointek. 6(1): 55-64.
Rudiyanto, H. 2016. Kajian Good Manufacturing Practices (GMP) dan
Kualitas Mutu pada Wingko Berdasarkan SNI-01-4311-1996. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol. 8(2): 148–157
Sutrisna, EM. 2016. Herbal Medicine : Suatu Tinjauan Farmakologis.
Muhammadiyah University Press. Jawa Tengah
Tricorbraunflex.com/resources/quality-certifications (diakses tanggal 30
September 2020)
Rahmawanty, D. dan Destri I. S. 2019. Buku Ajar Teknologi Kosmetik. CV
IRDH. Malang
Varzaka, T.H., dan Ioannis, S.A. 2011. Application of ISO22000 and
Comparison to HACCP for Processing of Ready to Eat Vegetables.
International Journal Food Sci and Technol, 43(10): 1729–1741
Waluyo, E. dan Bayu K. 2017. Keamanan Pangan Produk Perikanan. UB
Press. Malang
Zazili, A. 2019. Urgensi Pengawasan Keamanan Pangan Berbasis
Sistem Manajemen Risiko Bagi Perlindungan Konsumen.
Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum. Vol.28(1): 57-70