Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masalah Obat tradisional merupakan salah satu pilihan atau pengobatan alternatif dalam
penyembuhan suatu penyakit atau dalam upaya menjaga kesehatan sekarang ini. Adapun salah
satu tanaman yang begitu banyak dan besar sekali manfaatnya tetapi dalam penggunaan maupun
pemanfaatannya masih kurang optimal adalah kemangi. Bangsa kita telah lama mengenal
kemangi sebagai makanan fungsional yang lezat sekaligus berkhasiat obat. Secara turun-
temurun, kemangi dimanfaatkan untuk mengatasi perut kembung atau masuk angin juga
mengatasi masalah-masalah bau badan, bau mulut, pelancar air susu ibu, penurun panas,
memperbaiki pencernaan, dapat diatasi dengan membiasakan lalap atau mengkonsumsinya
dalam keadaan segar (Hutapea, 1991). Di dalam sari daun kemangi sendiri terdapat zat
antioksidan, dan antibakteri atau antiseptik (Soria, 2006).

Kemangi (O. sanctum L.) sebagai bahan aktif dalam jamu-jamu yang memiliki efek antara
lain menghilangkan bau badan dan bau mulut, anastesi, membantu mengatasi ejakulasi dini, dan
lain-lain. Kemangi mengandung sejumlah unsur bahan kimia, yang diketahui sangat efektif
untuk beberapa penyakit diantaranya adalah antikarsinogenik, antelmintik, pencegah infeksi,
antirheumatik, antistress, dan antibakterial (Dharmani and Palit, 2006). Salah satu senyawa kimia
yang kemungkinan berefek antibakteri adalah flavonoid (Soria, 2006). Dan telah banyak
diketahui kemangi juga menghandung minyak atsiri yang lazim juga berefek sebagai antibakteri.

Masyarakat Indonesia lebih populer untuk mengkonsumsi kemangi sebagai lalapan pada
waktu makan dengan cara memakan atau mengunyah secara langsung kemangi segar dengan
tujuan untuk menambah nafsu makan sekaligus menghilangkan aroma tidak sedap di mulut yang
disebabkan karena makanan yang dikonsumsi. Cara ini tentu saja dipandang kurang begitu
praktis, oleh karena itu diperlukan sebuah inovasi baru guna memberikan kemudahan,
kenyamanan, sekaligus mengoptimalkan khasiat dan kegunaan kemangi itu sendiri.

Di antara bentuk sediaan farmasi yang ada, tablet hisap merupakan salah satu pilihan bentuk
formulasi yang praktis. Upaya pembuatan tablet hisap ekstrak kemangi sebagai salah satu inovasi
baru untuk merintis jalan bagi pengembangan obat-obat fitofarmaka. Bentuk tablet hisap
diharapkan akan lebih disukai, karena lebih mudah dalam penggunaan maupun penyimpanannya.
Bentuk sediaan ini juga diharapkan akan dapat memberikan takaran dosis zat aktif yang lebih
tepat. Tablet hisap merupakan bentuk sediaan yang sesuai karena salah satu sifat dari ekstrak
kemangi yang diharapkan adalah memberikan efek lokal antiseptik dan antibakteri pada rongga
mulut dan tenggorokan. Bentuk sediaan ini memungkinkan tablet melarut perlahan-lahan pada
mulut sehingga efek lokal antiseptik yang diharapkan dapat lebih efektif bekerja. Sebagai obat
batuk juga akan lebih nyaman jika dibuat dalam sediaan tablet hisap daripada bentuk tablet
regular, karena kita tak perlu menelan tablet sekaligus, melainkan cukup dengan mengulum dan
mengisapnya pelan-pelan sehingga tidak menyebabkan tersedak dan juga lebih praktis (Nugroho,
1995).

Inti dari penelitian ini adalah memperoleh formula untuk sediaan tablet hisap ekstrak
kemangi dengan menggunakan metode granulasi basah, metode ini dipilih karena selain sudah
menjadi tradisi atau metode yang sudah biasa digunakan, metode granulasi basah juga
mempunyai beberapa keuntungan diantaranya adalah baik digunakan untuk bahan yang tahan
terhadap suhu pemanasan (Banker dan Anderson, 1986).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apa saja kandungan dan fungsi dari ekstrak kemangi ?


2. Bagaimana mekanisme kerja kandungan kimia dari ekstrak kemangi?
3. Bagaimana perhitungan dosis sampel tablet hisab dari ektrak kemangi?
4. Bagaimana formulasi tablet hisab ektrak kemangi?
5. Apa saja uji standarisasi tablet ektrak kemangi?
6. Bagaimana desain kemasan tablet hisab ektrak kemangi ?

1.3 Tujuan penulisan

1. Mengetahui Apa saja kandungan dan fungsi dari ekstrak kemangi ?


2. Mengetahui Bagaimana mekanisme kerja kandungan kimia dari ekstrak kemangi?
3. Mengetahui Bagaimana perhitungan dosis sampel tablet hisab dari ektrak kemangi?
4. Mengetahui Bagaimana formulasi tablet hisab ektrak kemangi?
5. Menegetahui Apa saja uji standarisasi tablet ektrak kemangi?
6. Mengetahui Bagaimana desain kemasan tablet hisab ektrak kemangi ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kemangi (Ocimum sanctum L)


a. Sistematika Tanaman Kedudukan tanaman kemangi dalam taksonomi:

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Klassis : Dicotyledonae

Ordo : Tubiflorae

Familia : Lamiaceae

Genus : Ocimum

Species : Ocimum sanctum L (Hutapea, 1991).

b. Deskripsi
Kemangi (Ocimum sanctum L), berupa tanaman semak, semusim, dengan tinggi
30-150 cm. Sedangkan batangnya memiliki ciri berkayu, segi empat, memiliki alur dan
cabang, berbulu, serta berwarna hijau. Daun memiliki ciri tunggal, ujung runcing, tepi
bergerigi, menyirip, lebar 3-6 mm (Hutapea, 1991).
c. Nama Lain
Nama lain kemangi (Ocimum sanctum L) di daerah yaitu: Lampes (Sunda),
Kemangi (Madura), Uku-uku (Bali), Lufe-lufe (Ternate) (Hutapea.1991).
d. Kegunaan
Daun Ocimum sanctum L berkhasiat sebagai peluruh air susu ibu, sebagai obat
penurun panas dan memperbaiki pencernaan. Untuk pelancar air susu ibu dipakai kurang
lebih 25 gram daun segar Ocimum sanctum L, dicuci dan dimakan mentah sebagai lalap
(Hutapea, 1991).
Di dalam sari daun kemangi sendiri terkandung zat antioksidan, antibakteri atau
antiseptik, sehingga dengan mengkonsumsi kemangi segar mampu menghilangkan bau
serta menyegarkan mulut (Soria, 2006).
e. Kandungan kimia
Daun O. sanctum L. di samping mengandung minyak atsiri juga mengandung
saponin, flavonoida dan tanin. Sedang bijinya mangandung saponin, flavonoida dan
polivenol (Hutapea, 1994). Flavonoid yang terisolasi dalam kemangi tersebut antara lain
vicenin, galutenolin, cirsilineol. Flavonoid merupakan salah satu senyawa hasil isolasi
dari kemangi (Hiltunen and Holm, 1999).
2.2 Tinjauan Tentang Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati
atau hewani menurut cara yang cocok di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak
kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Ansel, 1989). Metode pembuatan ekstrak yang
umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, Soxhletasi, dan infundasi. Metode
ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan
penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh
ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).

Maserasi merupakan proses paling tepat untuk simplisia yang sudah halus dan
memungkinkan direndam hingga meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga 22 zat-
zatnya akan larut. Proses ini dilakukan dalam bejana bermulut lebar, serbuk ditempatkan lalu
ditambah pelarut dan ditutup rapat, isinya dikocok berulang-ulang kemudian disaring. Proses
ini dilakukan pada temperatur 15-200 C selama tiga hari (Ansel, 1989).

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengekstraksi daun kemangi adalah
maserasi. Digunakan metode maserasi, karena maserasi merupakan proses paling tepat untuk
obat yang halus dan memungkinkan direndam dalam pelarut sampai meresap dan
melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah terlarut akan terlarut (Ansel, 1989).

2.3 Tinjauan Tentang Tablet


a.Tablet
Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung
pipih atau sirkuler, kedua permukaanya rata atau cembung, mengandung satu jenis atau lebih
dengan atau tanpa zat tambahan (Anonim, 1979). Tablet merupakan bahan obat dalam
bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika
yang sesuai. Tablet-tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan
ketebalan, daya hancurnya, dan dalam aspek lainnya tergantung dari cara pemakaian tablet
dan metode pembuatannya (Ansel, 1989).
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk tablet berkualitas baik adalah sebagai berikut:
a. Kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya tetap baik selama fabrikasi /
pengemasan dan pengangkutan hingga sampai pada konsumen.
b. Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya.
c. Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya
d. Mempunyai penampilan yang menarik, baik pada bentuk, warna, maupun rasanya.

Untuk mendapatkan tablet yang baik tersebut, maka bahan yang akan dikempa menjadi
tablet harus memenuhi sifat-sifat sebagai berikut:
a. Mudah mengalir, artinya jumlah bahan yang akan mengalir dalam corong alir ke dalam
ruang cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot tablet tidak akan memiliki
variasi yang besar.
b. Kompaktibel, artinya bahan mudah kompak jika dikempa, sehingga dihasilkan tablet yang
keras.
c. Mudah lepas dari cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang dihasilkan mudah lepas
dan tak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga permukaan tablet halus dan licin
(Sheth dkk, 1980).

b. Granulasi Basah
Metode ini meupakan metode pembuatan yang paling banyak digunakan dalam
memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet
dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut: menimbang dan mencampur bahan-bahan,
pembuatan granulasi basah, pengayakan granul basah, pengeringan, pengayakan granul
kering, pencampuran bahan pelicin dan bahan penghancur, pembuatan tablet dengan
kompresi (Ansel, 1989).
c. evaluasi granul

a. Waktu alir

Waktu alir adalah waktu yang diperlukan bila sejumlah granul dituangkan dalam suatu
alat kemudian dialirkan, mudah tidaknya aliran granul dapat dipengaruhi oleh bentuk granul,
bobot jenis, keadaan permukaan dan kelembabannya. Kecepatan alir granul sangat penting
karena berpengaruh pada keseragaman pengisian ruang kompresi dan keseragaman bobot
tablet (Sheth dkk, 1980).

b. Sudut diam

Sudut diam adalah sudut yang terbentuk antara permukaan tumpukan granul dengan
bidang horizontal. Bila sudut diam lebih kecil atau sama dengan 300 26 biasanya
menunjukkan bahwa granul mempunyai sifat alir yang baik atau disebut juga “free flowing”
dan bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 400 biasanya sifat alirnya kurang baik
(Banker dan Anderson, 1986).

c. Pengetapan

Pengetapan menunjukkan penurunan volume sejumlah granul atau serbuk akibat


hentakan (tapped) dan getaran (vibrating). Makin kecil indek pengetapan maka semakin
kecil sifat alirnya. Granul dengan indek pengetapan kurang dari 20% menunjukkan sifat alir
yang baik (Fassihi dan Kanfer, 1986).

2.4 Tablet hisap

Tablet hisap merupakan sediaan padat yang mengandung sebagian besar gula dan gom,
memberikan kohesifitas dan kekerasan yang tinggi dan dapat melepas bahan obatnya dengan
lambat. Biasanya digunakan untuk memberikan efek lokal pada mulut dan tenggorokan. Zat
aktif terdiri dari antiseptik, lokal anastetik, anti inflamasi dan antifungi (Cooper dan Gunn,
1975). Tablet hisap mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan
beraroma manis yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan di mulut.
Kandungan gula dan gom yang tinggi menghasilkan larutan yang lengket di mulut yang
dapat menyebabkan pengobatan tetap berada pada permukaan yang 28 terkena. Bahan
flavour biasanya ditambahkan pada gula berupa minyak menguap (Cooper dan Gunn, 1975).
Troches dan lozenges adalah dua nama yang umum digunakan untuk menyebut tablet hisap
pada mulanya lozenges dinamakan pastiles. Troches dan lozenges biasanya dibuat dengan
menggabungkan obat dalam suatu bahan dasar kembang gula yang keras dan beraroma
menarik (Gunsel dan Kanig, 1976). Secara umum pembuatan tablet hisap hampir sama
dengan tablet biasa, tapi karena tablet ini diharapkan dapat melarut perlahan dalam mulut,
maka kekerasan tablet ini harus lebih besar dari tablet biasa. Oleh karena itu, dibutuhkan
tekanan yang tinggi dan bahan pengikat yang lebih besar (Cooper dan Gunn, 1975).
Lozenges dapat dibuat dengan cara mengempa, tetapi biasanya dibuat dengan cara peleburan
atau dengan proses penuangan kembang gula, sedangkan troches dibuat dengan cara kempa
seperti halnya tablet lain (Gunsel dan Kanig, 1976). Seperti halnya tablet konvensional,
tablet hisap juga memerlukan beberapa bahan tambahan yang membantu dalam proses
penabletan agar dihasilkan tablet hisap yang baik. Selain itu mungkin pula dibutuhkan zat
pewarna atau zat pemanis yang biasanya digunakan dalam pembuatan tablet hisap atau tablet
kunyah (Gunsel dan Kanig, 1976).

Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet hisap antara lain :

a.Bahan pengisi (diluent),

bahan pengisi ditambahkan dengan tujuan untuk memperbesar volume dan berat tablet.
Bahan pengisi yang umum digunakan adalah laktosa, pati, dekstrosa, dikalsium fosfat dan
mikrokristal selulosa (Avicel). Bahan pengisi dipilih yang dapat meningkatkan fluiditas dan
kompresibilitas yang baik (Sheth, dkk., 1980).

b. Bahan pengikat (binder),

bahan pengikat berfungsi untuk mengikat bahan obat dengan bahan penolong lain
sehingga diperoleh granul yang baik, yang akan menghasilkan tablet yang kompak serta
tidak mudah pecah. Pengaruh bahan pengikat yang terlalu banyak akan menghasilkan massa
terlalu basah dan granul yang terlalu keras sehingga tablet yang terjadi mempunyai waktu
hancur yang lama. Apabila bahan pengikat yang digunakan terlalu sedikit maka akan terjadi
perlekatan yang lemah dan tablet yang terbentuk lunak, serta dapat menjadi capping yaitu
lapisan atas dan atau lapisan tablet membuka (Parrott, 1971).

c. Bahan pelicin (lubricant),

bahan pelicin ditambahkan pada pembuatan tablet yang berfungsi untuk mengurangi
gesekan yang terjadi antara dinding ruang cetak dengan tablet (lubricant), memperbaiki sifat
alir granul (glidant) atau mencegah bahan yang dikempa agar tidak melekat pada dinding
ruang cetak dan permukaan punch (anti adherent) (Rudnic dan Kottke, 1996). Beberapa
bahan pelicin yang biasa digunakan adalah: talk, magnesium stearat, asam stearat, kalsium
stearat, natrium stearat, likopodium, lemak, paraffin cair (Lachman dkk, 1994).

d. Bahan pemberi rasa,

bahan pemberi rasa sangat penting dalam pembuatan tablet hisap. Apa yang dirasa mulut
saat menghisap tablet sangat terkait dengan penerimaan konsumen nantinya dan berarti juga
sangat berpengaruh terhadap kualitas produk. Dalam formula tablet hisap, bahan perasa yang
digunakan biasanya juga merupakan bahan pengisi tablet hisap tersebut, seperti mannitol
(Peters, 1989).

Untuk mengetahui sifat fisik tablet hisap yang dihasilkan perlu dilakukan uji sifat fisik
tablet hisap. Uji sifat fisik yang dilakukan adalah :

a. Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya penyimpangan bobot pada


tiap tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet sesuai syarat yang ditentukan dalam
Farmakope Indonesia edisi IV (Anonim, 1995).

b. Kekerasan Tablet hisap dimaksudkan untuk melarut perlahan di dalam mulut, oleh karena
itu dibuat lebih keras dari tablet biasa. Kekerasan tablet hisap yang baik adalah 10 kg sampai
20 kg (Parrott, 1971), serta larut atau terkikis secara perlahan dalam mulut dalam jangka
waktu 5-10 menit (Banker dan Anderson, 1994).

c. Kerapuhan tablet Kerapuhan tablet menunjukkan ketahanan tablet terhadap pengikisan


permukaan dan goncangan. Pengujian kerapuhan tablet dilakukan dengan alat 31 friability
tester. Batas kerapuhan tablet yang masih bisa diterima adalah kurang dari 1,0%. Kerapuhan
diatas 1,0% menunjukkan tablet yang rapuh dan dianggap kurang baik (Banker dan
Anderson, 1986).

d. Waktu melarut Waktu melarut adalah waktu yang dibutuhkan tablet hisap untuk melarut
atau terkikis secara perlahan di dalam rongga mulut, karena sediaan tablet hisap ini
diharapkan mampu memberikan efek lokal pada mulut dan kerongkongan, meskipun dapat
juga dimaksudkan untuk diabsorbsi secara sistemik setelah ditelan. Waktu melarut yang
ideal bagi tablet hisap adalah selama sekitar 5-10 menit (Banker dan Anderson, 1994).

e. Uji tanggapan rasa Uji tanggapan rasa dilakukan dengan teknik sampling acak (random
sampling) dengan populasi heterogen sejumlah 50 responden dengan mengisi angket yang
disediakan. Setiap responden mendapatkan kesempatan yang sama untuk merasakan sempel
dari formula tablet hisap ekstrak daun kemangi. Tanggapan rasa dikelompokkan dari tingkat
manis, sedang, tidak berasa dan pahit. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel menurut
persentase responden dengan tanggapan yang diberikan (Nugroho, 1995).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Formulasi Tablet Hisap Kemangi
Komposisi Formula Keterangan Tabel
Serbuk Kemangi 100 mg Zat Aktif 1.Desain
Laktosa 30 % Pengisi
Manitol 3% Pemanis Formula
Ac-Disol 5% Penghancur Tablet
Magnesium stearat 5% Pelincir (Antianheren dan
Glidan) Hisap
Talk 7% Pelincir (Lubrikan)
PVP 5% Pengikat
Erytrosin Qs Pewarna

Kemangi

Komposisi Range
Laktosa 5-80 %
Manitol -
Ac-Disol 1-5%
Magnesium stearat 0,25-5%
Talk 1-5%
PVP 1-5%
Erytrosin -

Tabel 2. Range Formula Tablet Hisap


3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, blender, oven, corong, sonde,
lumpang, stopwatch, mistar, ayakan mesh 14, 16 dan 200, timbangan analitik, mesin pencetak
tablet TDP 1, alat uji keseragaman ukuran (jangka sorong), alat uji keseragaman bobot, alat uji
kerapuhan (friabilator) dan alat uji waktu hancur.

Bahan yang digunakan adalah daun Kemangi, laktosa, manitol, Ac-Di-Sol, magnesium
stearat, PVP (Poli Vinil Pirolidon), pewarna Erythrosine, talkum.

3.3 Determinasi

Untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan kandungan senyawa dalam kemangi perlu
dilakukan determinasi agar benar dalam pengambilan bahan untuk diteliti.determinasi dilakukan
di laboratorium Universitas Ubudiyah Indonesia.
3.4 Penyiapan Simplisia
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah ekstrak daun kemangi. Setelah bahan
dikumpulkan sebanyak 2 kg selanjutnya tahap sortasi basah kemudian pencucian dan ditiriskan,
dilanjutkan dengan perajangan kasar dan di keringkan dengan cara diangin anginkan, berikutnya
yaitu sortasi kering dan yang terakhir di haluskan, serbuk yang dihasilkan sebanyak 500 g
diayak.
3.5 Tahap Maserasi
Serbuk kemangi dimasukkan kedalam bejana, kemudian ditambahkan alkohol 96% sampai
semua serbuk terendam dan dibiarkan selama 24 jam sambil sesekali dilakukan pengadukan.
Selanjutnya disaring dengan corong Buchner, hasil filrat diuapkan menggunakan rotary
evaporator agar etanol menguap dan menghasilkan ekstrak kental. Ekstrak yang dihasilkan
setelah proses penyarian dipekatkan diatas water bath pada sushu 60ᵒC.
3.6 Pembuatan Granul Tablet hisap

Tablet hisap serbuk daun kemangi dibuat menggunakan metode granulasi basah. Siapkan alat
dan bahan, serbuk buah mangga, laktosa, manitol dan Ac-Di-Sol (penghancur pada fase dalam)
dimasukkan ke dalam lumpang dan gerus sampai homogen kemudian ditambahkan PVP sedikit
demi sedikit sambil digerus sampai homogen hingga membentuk granulat dan diayak
menggunakan ayakan mesh 14, granul yang diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 40°C
Komposisi Fo rmula Keterangan
Serbuk Kemangi 100 mg Zat Aktif - 50°C
Laktosa 30 % Pengisi selama 2
Manitol 3% Pemanis
Ac-Disol 5% Penghancur jam.
Magnesium stearat 5% Pelincir (Antianheren dan Setelah
Glidan)
Talk 7% Pelincir (Lubrikan) granul
PVP 5% Pengikat kering
Erytrosin Qs Pewarna
kemudian
di ayak lagi dengan ayakan mesh 16 untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan.
Selanjutnya ditambahkan fase luar yaitu Ac-Di-Sol, talkum, dan magnesium stearat lalu
dicampur hingga homogen dan siap dicetak dengan alat cetak tablet. Setelah itu, lakukan
evaluasi granul dan evaluasi tablet.
Perhitungan bahan formula

Formula
Serbuk kemangi = 100 mg
Bobot tablet 700 mg = dibuat untuk 250 tablet
Fase dalam (92%) :
92
1 tablet = ×700 mg=644 mg
100
250 tablet = 644 mg ×250=161 gram

 Perhitungan bahan untuk 1 tablet


a. Serbuk kemangi 100 mg = 100 mg
30
b. Laktosa 30% = x 700 mg=210mg
100
3
c. Manitol 3 % = x 700 mg=21mg
100
5
d. Ac -disol 5 % = x 700 mg=35 mg
100
5
e. Magnesium Stearat 5 % = x 700 mg=35 mg
100
7
f. Talk 7% = x 700 mg=49 mg
100
5
g. PVP 5% = x 700 mg=35 mg
100
h. Eritrosin Q.S = 644 (100+210+21+35+35+49+35) = 159 mg

 Perhitungan bahan untuk 250 tablet


a. Serbuk kemangi 100 mg = 100 mg x 250 = 25 g
b. Laktosa 30% = 210 mg x 250=52,5 g
c. Manitol 3 % = 21 mg x 250=5,25 g
d. Ac -disol 5 % = 35 mg x 250=8,75 g
e. Magnesium Stearat 5 % = 35 mg x 250=8,75 g
f. Talk 7% = 49 mg x 250=12,25 g
g. PVP 5% = 35 mg x 250=8,75 g
h. Eritrosin Q.S = 159 mg x 250 = 39,75 g

3.7 Evaluasi Granul


3.7.1 Kadar Air
Granul basah ditimbang, dikeringkan dalam oven hingga diperoleh bobot tetap
(Rondonuwu, 2017).
3.7.2 Laju Alir
Pengukuran laju alir dan sudut diam dilakukan dengan alat flowmeter. Untuk mengukur
laju alir, sejumlah sampel (±75 gram) dimasukkan ke dalam corong flowmeter dan diratakan.
Alat dijalankan dan waktu yang 19 diperlukan oleh seluruh sampel untuk mengalir melalui
corong dicatat. Laju alir dinyatakan dalam gram/detik (Lachman, et al, 1994).

3.7.3 Sudut Diam


Sejumlah sampel ditimbang (±25 gram), dimasukkan ke dalam corong alir, lalu
permukaanya diratakan. Sampel dibiarkan mengalir dan sudut reposa ditentukan dengan
mengukur sudut kecuraman bukit. Sudut diam yang baik berkisar antara 20°- 40° (Voight,
1995).

3.8 Evaluasi Tablet


3.8.2 Uji Keseragaman Ukuran
Keseragaman ukuran tablet dilakukan dengan mengukur diameter masing-masing tablet
dengan jangka sorong.

3.8.3 Uji Keseragaman Bobot


Sebanyak 100 tablet dari formula ditimbang dan dihitung bobot rataratanya. Kemudian
ditimbang satu per satu. Persyaratan keseragaman bobot ialah tidak lebih dari 2 tablet
menyimpang lebih besar dari kolom A dan tidak satu pun yang menyimpang lebih besar dari
kolom B (Departemen Kesehatan RI, 1979).
3.8.4 Uji Kerapuhan Tablet

Sebanyak 100 tablet dibersihkan dari serbuk kemudian ditimbang dan dimasukkan ke
dalam alat yaitu friabilator dan dijalankan dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit (100
kali putaran). Kemudian keluarkan tablet, bersihkan dari debu dan di timbang kembali.
Hitung selisih berat sebelum dan sesudah perlakuan.
3.8.5 Waktu Hancur
Alat uji terdiri dari keranjang yang berisi 6 silinder plastic yang terbuka bagian atasnya
dan dasarnya tertutup dengan pengayak 10 mesh. Keranjang diisi dengan air suling bersuhu
37˚C dan volumenya diatur sedemikian rupa, sehingga pada titik tertinggi gerakan ke atas
kawat kasa berada paling sedikit 2,5 cm dibawah permukaan cairan dan pada gerakan ke
bawah berjarak tidak kurang dari 2,5 cm dari dasar wadah. Enam buah tablet hisap masing-
masing dimasukkan kedalam keranjang, kemudian 20 keranjang dinaik turunkan secara
teratur 29-32 kali per menit (Lachman, 1994).
3.8.6 Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Uji tanggapan rasa dilakukan dengan teknik sampling acak (random sampling) dengan
populasi heterogen sejumlah 20 responden dengan mengisi angket yang disediakan. Setiap
responden mendapatkan kesempatan yang sama untuk merasakan sampel. Setiap responden
diberi 1 tablet untuk masing – masing formulasi.
3.9 Kandungan Kimia Daun Kemangi
Berdasarkan penelitian-penelitian pada genus Ocimum, tanaman ini mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, triterpenoid, dan minyak atsiri (Ginting, 2004).

Beberapa bahan kimia yang terkandung pada seluruh bagian tanaman kemangi
diantaranya adalah 1,8 sineol, anthol, apigenin, stigmaasterol, triptofan, tannin, sterol, dan boron,
sedangkan pada daunnya penelitian fitokimia telah membuktikan adanya flavonoid, glikosid,
asam gallic dan esternya, asam caffeic, dan minyak atsiri yang mengandung eugenol (70,5%)
sebagai komponen utama (Kusuma, 2010).

3.10 Mekanisme kerja kandungan kimia ekstrak kemangi


 Saponin
Saponin adalah senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spesies tanaman,
terutama tanaman dikotil, dan berperan sebagai bagian dari sistem pertahanan tanaman. Saponin
diketahui memiliki efek anti serangga, karena dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan
penyerapan makanan. Saponin juga dapat mengikat sterol bebas dalam pencernaan makanan,
dimana sterol berperan sebagai prekursor hormon edikson, sehingga dengan menurunnya jumlah
sterol bebas akan mengganggu proses pergantian kulit pada serangga (molting) (Gunawan,
2011).
Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri yaitu dapat menyebabkan kebocoran
protein dan enzim dari dalam sel.29 Saponin dapat menjadi anti bakteri karena zat aktif
permukaannya mirip detergen, akibatnya saponin akan menurunkan tegangan permukaan dinding
sel bakteri dan merusak permebialitas membran. Rusaknya membran sel ini sangat mengganggu
kelangsungan hidup bakteri.11 Saponin berdifusi melalui membran luar dan dinding sel yang
rentan kemudian mengikat membran sitoplasma sehingga mengganggu dan mengurangi
kestabilan membran sel. Hal ini menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari sel yang
mengakibatkan kematian sel. Agen antimikroba yang mengganggu membran sitoplasma bersifat
bakterisida.

 Flavonoid
Flavonoid adalah persenyawaan glukosida yang terdiri dari gula dan flavon yang bersifat
racun. Flavonoid juga merupakan senyawa pertahanan tanaman yang bersifat menghambat nafsu
makan serangga (antifeedant) dan juga bersifat toksik (Gunawan, 2011).

Mekanisme kerja flavonoid menghambat fungsi membran sel adalah membentuk


senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak membran
sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler.4 Penelitian lain menyatakan
mekanisme flavonoid menghambat fungsi membran sel dengan cara mengganggu permebealitas
membran sel dan menghambat ikatan enzim seperti ATPase dan phospholipase.

 Tannin
Senyawa polifenol yang menyebabkan rasa sepat pada buah ataupun bagian tanaman lain
adalah tannin. Tannin dapat mengendapkan protein, sehingga jika tannin mengalami kontak
dengan lidah maka reaksi pengendapan protein ditandai dengan rasa sepat atau astringen. Tannin
juga dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan (protease dan amilase) dan mampu
mengganggu aktivitas penyerapan protein pada dinding usus. Respon larva pada senyawa ini
adalah menurunnya laju pertumbuhan dan gangguan nutrisi (Gunawan, 2011).

Mekanisme kerja tanin diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel
sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak
dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat dan mati (Ajizah, 2004).
Tanin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin
mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tanin antara lain melalui
reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik
(Masduki, 1996).

 Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dan diperkirakan ada
5500 alkaloid telah diketahui jenisnya. Tidak ada satu pun definisi yang memuaskan tentang
alkaloid, tetapi alkaloid umumnya mencakup senyawa-senyawa bersifat basa yang mengandung
satu atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Secara kimia, alkaloid
adalah golongan yang sangat heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang sederhana seperti
coniine sampai ke struktur pentasiklik strychnine. Sebagai hasil metabolit sekunder, senyawa
alkaloid berguna sebagai cadangan bagi biosintesis protein, pelindung, penguat dan pengatur
kerja hormon (Harborne, 1984; Bhakuni and Rawat, 2005).

Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan cara mengganggu komponen
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh
dan menyebabkan kematian sel tersebut.31 Mekanisme lain antibakteri alkaloid yaitu komponen
alkaloid diketahui sebagai interkelator DNA dan menghambat enzim topoisomerase sel bakteri.

 Triterpenoid
Terpenoid yang sering disebut sebagai terpen merupakan bagian dari senyawa minyak
atsiri yang tidak aromatik dengan kerangka bangun berupa isoprenoid. Berdasarkan jumlah
isoprenoid yang membangunnya, terpenoid terbagi ke dalam banyak golongan, salah satunya
adalah triterpenoid yang memiliki enam unit isoprenoid. Dalam tumbuhan, senyawa ini banyak
berfungsi sebagai hormon, pigmen dan prekursor vitamin. Selain itu, terpenoid memiliki banyak
turunan senyawa, antara lain steroid dan saponin. Steroid dapat ditemukan dalam jaringan
tumbuhan maupun hewan. Banyak steroid tumbuhan yang beracun bagi manusia namun dapat
juga bermanfaat sebagai obat. Saponin dapat membentuk busa seperti sabun bila dikocok dengan
air. Saponin sering dipergunakan dalam kegiatan laboratorium dalam sintesis senyawa-senyawa
yang bermanfaat bagi mahluk hidup (Erik, 2011).

Mekanisme kerja triterpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein
transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat
sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar
masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas membran sel bakteri yang akan
mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri terhambat
atau mati (Rachmawati, 2009).

 Eugenol 
Eugenol ialah fenilpropena, suatu guaiakol rantai-bersubstitusi alil. Eugenol merupakan
anggota dari kelas senyawa kimia fenilpropanoid. Senyawa ini adalah cairan berminyak kuning
pucat yang diekstrak dari minyak esensiil tertentu terutama dari minyak cengkeh,  buah pala,
kayu manis, kemangi, dan daun teluk. Eugenol sedikit larut dalam air dan larut dalam pelarut
organik. Senyawa ini memiliki rasa pedas, aromanya seperti cengkeh.

Menurut Gunawan (2011), daun kemangi mengandung minyak atsiri dengan eugenol
sebagai komponen utama. Mekanisme kerja dari senyawa ini ialah dengan bertindak sebagai
racun perut yang mengakibatkan alat pencernaannya terganggu. Selain itu, senyawa ini juga
menghambat reseptor perasa pada mulut larva yang mengakibatkan larva gagal mendapatkan
stimulus rasa, sehingga tidak mampu mengenali makanannya dan pada akhirnya larva mati
kelaparan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai