Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki beraneka ragam tanaman dengan jumlah kurang

lebih 30.000 spesies dan baru ditemukan 940 spesies yang diyakini oleh

masyarakat dapat menyembuhkan penyakit, yang disebut sebagai tanaman

berkhasiat obat. Masyarakat Indonesia telah lama menggunakan tanaman

berkhasiat obat untuk menyembuhkan penyakit. Pengetahuan tentang

mengolah tanaman berkhasiat obat telah diwariskan secara turun temurun

dari satu generasi ke generasi berikutnya. Disekitar pekarangankita juga bisa

ditemukan tanaman yang ternyata berkhasiat sebagai obat. (LORK

Sari,2010).

Salah satu tanaman yang diyakini masyarakat berkhasiat obat yaitu

tanaman beluntas (Pluchea indica (L.) Less). Daun beluntas biasanya

digunakan masyarakat untuk menghilangkan bau badan, meningkatkan nafsu

makan, melancarkan pencernaan, mengatasi nyeri persendian, nyeri otot,

nyeri saat menstruasi, menurunkan demam, mengeluarkan keringat,

mengobati scabies, dan tuberkulosis (TBC), kelenjar getah bening. (LORK,

Sari, 2010).

Dalam penelitian sebelumnya daun beluntas positif memberikan efek

sebagai analgetik dengan melakukan uji efek analgesik ekstrak etanol daun

1
beluntas padahewan uji mencit jantan menggunakan metode geliat yang di

induksi asam asetat. (Sibarani Venty, 2012).

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,

berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat

mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau

memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan

nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan seubjektif pribadi dan ambang

toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu

adalah konstan, yakni pada 44-45oC (Tjay, 2007).

Untuk mempermudah dalam proses penggunaan, ekstrak daun bluntas

dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet sebagai obat analgesik.

Tablet merupakan salah satu sediaan yang banyak mengalami perkembangan

dari segi formulasi. Beberapa keuntungan sediaan tablet diantaranya ialah

sediaan lebih kompak, biaya pembuatannya lebih murah, dosisnya tepat,

mudah pengemasannya, sehingga penggunaannya lebih praktis jika

dibandingkan dengan sediaan lain. Tablet dibuat dari bahan aktif dan bahan

tambahan yang meliputi bahan pengisi, penghancur, pengikat dan pelicin.

Dengan berkembangnya teknologi di bidang farmasi mendorong para

farmasis untuk membuat suatu formulasi yang tepat untuk mengolah bahan

alam menjadi suatu bentuk sediaan yang mudah diterima oleh masyarakat,

selain ditinjau dari kualitas yang tetap harus dipenuhi. (Lachman et al,

2010).

2
Dalam pembuatan komponen sediaan tablet diperlukan zat tambahan

untuk mendapatkan kualitas sediaan yang memenuhi persyaratan formulasi.

Salah satu zat tambahan yang memiliki peran khusus dalam formulasi

sediaan tablet yaitu bahan pengikat. Bahan pengikat dalam formulasi tablet

digunakan untuk mengikat komponen-komponen tablet untuk dijadikan

granul dengan ukuran yang sama dan bentuk yang kompak. Dengan adanya

bahan pengikat, komponen tablet akan mudah dibentuk menjadi granul,

sehingga akan memudahkan pencetakan (Bandellin, 2009).

Pemilihan bahan pengikat bergantung kepada sifat fisika dan kimia dari

bahan obat. Bahan pengikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

gelatin. Kemampuan gelatin sebagai bahan pengikat adalah bertanggung

jawab untuk kekompakan dan daya tahan dari tablet, di mana gelatin dapat

ditambahkan dalam bentuk mucilago maupun kering. Konsentrasi gelatin

sebagai bahan pengikat dalam bentuk kering adalah 3%-7%. Penggunaan

bahan pengikat yang semakin banyak menjadikan tablet semakin keras dan

waktu hancurnya semakin lama (Bandellin, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang

variasi konsentrasi bahan pengikat gelatin terhadap sifat fisik tablet ekstrak

daun bluntas (Pluchea indica L.) dengan menggunakan metode granulasi

basah.

3
1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah perbedaan konsentrasi bahan pengikat gelatin dapat

mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas dari tablet daun beluntas

(Pluchea indica L)?

b. Formula tablet manakah yang terbaik dari daun bluntas (Pluchea indica

L.) dengan variasi konsentrasi zat pengikat gelatin ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

a. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi bahan pengikat gelatin

terhadap sifat fisik tablet dari daun bluntas.

b. Mendapatkan formula yang terbaik dengan zat pengikat gelatin tablet

dari daun bluntas.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Secara Umum

Memberikan informasi tentang pengaruh variasi konsentrasi pengikat

gelatin terhadap stabilitas fisik tablet ekstrak daun bluntas (Pluchea

indica L) sehingga dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

b. Secara Khusus

Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

4
1.5. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini bahwa daun bluntas (Pluchea indica L.)

dapat dibuat menjadi bentuk sediaan tablet menggunakan zat pengikat

gelatin serta dapat memenuhi persyaratan tablet yang baik sehingga dapat

diterima oleh masyarakat.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Beluntas ( Pluchea indica L)

Beluntas adalah tanaman perdu kecil, tumbuh tegak, tinggi mencapai 0,5-2

meter dan kadang-kadang lebih. Percabangannya banyak, berusuk halus,

berambut lembut, daun bertangkai pendek dan letak berseling, helaian daun

bulat telur sungsang, ujung bulat melancip, tepi bergerigi, berkelenjar,

panjang 2,5-9 meter, lebar 1-1,5 meter, warnanya hijau terang, dan bila

diremas baunya harum. Bunganya majemuk, keluar dari ketiak daun dan

ujung tangkai, cabang-cabang perbungaannya banyak, bunga bentuk bogol

bergagang atau duduk serta berwarna putih kekuningan sampai ungu.

Beluntas memiliki buah seperti bentuk gasing, kecil, keras, cokelat, sudut-

sudut putih. Bijinya kecil dan berwarna coklat keputihan (Dalimartha, 2013).

Gambar II.1. Daun Beluntas


Sumber: (DirJen Tanaman Pangan dan
Hortikultura, 2013)

1. Klasifikasi Tanaman Daun Beluntas ( Pluchea indica L)

6
Tanaman Daun Beluntas dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan Biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga)

Kelas : Magnoliopsida( Berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Pluchea

Spesies : Pluchea indica Less.

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 2011)

2. Nama daerah

Sumatra : beluntas

Sunda : baruntas

Jawa Tengah : luntas

Madura : baluntas

Makasar : lamutasa

Timor : lenabou

Asing : beluntas (Malaysia), beluntas (Singapura) (Heyne,2007).

3. Khasiat Tanaman

7
Sering digunakan untuk menghilangkan bau badan, bau mulut,

mengatasi kurang nafsu makan, mengatasi gangguan pencernaan pada

anak, mengobati TBC kelenjar, menghilangkan nyeri pada rematik, nyeri

tulang dan sakit pinggang, menurunkan demam, mengobati keputihan dan

mengatasi haid yang tidak teratur (Dalimartha, 2013).

4. Kandungan Kimia

Alkaloid, flavonoid, tannin, minyak atsiri, asam chlorogenik,natrium,

kalium, aluminium, kalsium, magnesium dan fosfor.Sedangkan akar

beluntas mengandung tannin dan flavonoid (Dalimartha, 2013).

2.2. Metode Ekstraksi

1. Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair.Senyawa

aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam

golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2014).

2. Pembagian Metode Ekstraksi

8
Pembagian metode ekstraksi antara lain :

a. Cara dingin

1) Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel

maka larutan terpekat didesak keluar.

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya terus-menerus sampai diperoleh

ekstrak (perkolat). Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan

cara maserasi karena:

a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan

yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah,

sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk

saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya

saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk

9
mengurangi lapisanbatas, sehingga dapat meningkatkan

perbedaan konsentrasi.

b. Cara Panas

1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik

2) Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru dan yang umumnya dilakukan dengan alat khusus

sehingga terjadi ekstrak kontinu dengan jumlah pelarut relatif

konstan dengan adanya pendingin balik.

3) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu)

pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu

secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 0C.

4) Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan

untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-

bahan nabati. Proses ini dilakukan pada suhu 900C selama 15

menit.

5) Dekok

10
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur

sampai titik didih air, yakni 30 menit pada suhu 900C sampai 1000C

(Ditjen POM, 2014).

2.3 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia yang

didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-molekul komponen diantara dua

fase (fase gerak/eluen dan fase diam/adsorben) yang berbeda tingkat

kepolarannya. Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar

yang digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofob

seperti lipida-lipida dan hidrokarbon (Sastohamidjojo, 2011). Prinsip dari

pemisahan kromatografi lapis tipis adalah adanya perbedaan sifat fisik dan

kimia dari senyawa yaitu kecendrungan dari molekul untuk melarut dalam

cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk menguap dan kecendrungan

molekul untuk melekat pada permukaan (adsorpsi, penjerapan) (Hendayana,

2006).

2.4. Granulasi

Granulasi serbuk adalah proses memperbesar ukuran partikel kecil yang

dikumpulkan bersama-sama menjadi agregat (gumpalan) yang lebih besar,

secara fisik lebih kuat (Siregar, 2010).

Tujuan granulasi adalah untuk memperbaiki sifat alir serbuk yang akan

dibuat tablet dengan jalan memperbaiki ukuran partikel serbuk dan bersifat

free flowing (dapat mengalir bebas).

2.5. Evaluasi Granul

11
a. Waktu alir

Waktu yang diperlukan untuk mengalir sejumlah granul atau serbuk

pada alat yang dipakai.Mudah tidaknya granul atau serbuk mengalir

dipengaruhi oleh bentuk, luas permukaan, kerapatan dan kelembaban

granul. Ketidakseragaman dan semakin kecilnya ukuran granul akan

menaikkan daya kohesi seehingga granul menggumpal dan tidak mudah

mengalir. Biasanya kecepatan alir ≤ 10 g/detik dianggap baik.(Siregar,

2010).

b. Sudut Diam

Sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel berbentuk kerucut

dengan bidang horizontal, jika sejumlah serbuk atau granul dituang

kedalam alat pengukur. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh

bentuk, ukuran partikel dan kelembaban granul. Granul akan mengalir

dengan baik apabila mempunyai sudut diam antara 250C sampai 450C

(Lachman, et al,. 2010). Sudut diam dapat dihitung dengan rumus:

…………………(1)

Keterangan :
Tg β = sudut diam (0)
h = tinggal kerucut (cm)
r = jari- jari (cm)
c. Pengetapan

Penurunan volume sejumlah granul serbuk akibat hentakan dengan

getaran. Semakin kecil indeks pengetapan (dalam persen) maka semakin

baik sifat alirnya. Uji pengetapan dilakukan dengan Volumenometer yang

12
terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur ke atas dan

kebawah dengan bantuan motor penggerak. Granul atau serbuk yang

mempunyai indeks pengetapan kurang dari 20% mempunyai sifat alir

yang baik. Dari proses pengetapan ini juga dapat dihitung harga kerapatan

bulk-nya dengan rumus : (Lachman, et al., 2010)

……………………………(2)

Keterangan :
pb = Kerapatan bulk setelah
M = Massa partikel
Vb = Volume akhir pengetapan

2.6. Tablet

1. Tinjauan Tablet

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan

atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat

digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet kempa dibuat

dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan

cetakan baja. Tablet dapat dibuat dengan cara menekan massa serbuk

lembab dengan tekanan rendah kedalam lubang cetakan (Depkes RI,

2010).

Syarat-syarat tablet, yaitu:

13
a. Ukuran seragam : diameter tablet 11/3-3 kali tebal tablet.

b. Bobot seragam : penyimpangan rata-rata untuk tablet dengan berat

300 mg atau lebih ialah 5-10%.

c. Waktu hancur/ disintegrasi tablet : harus hancur dalam air dalam

waktu tidak lebih dari 15 menit pada suhu 360C - 380 C.

d. Waktu hancur tablet bersalut gula atau bersalut selaput : harus hancur

dalam air dalam waktu tidak lebih dari 60 menit.

2. Komposisi tablet

Tablet umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat

pengikat, zat penghancur dan zat pelicin. Untuk tablet tertentu zat warna,

zat perasa, dan bahan-bahan lainnya dapat ditambahkan jika diperlukan.

Komposisi umum dari tablet adalah:

a. Zat berkhasiat/zat aktif

Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan

murni, tetapi harus dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat

yang bukan obat yang mempunyai fungsi khusus agar dapat dibentuk

menjadi sediaan tablet (Anief, 2014).

b. Zat pengisi

Zat pengisi adalah suatu zat inert secara farmakologis yang

ditambahkan ke dalam suatu formulasi sediaan tablet bertujuan

untuk penyesuaian bobot, ukuran tablet sehingga sesuai dengan

persyaratan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet,

dan meningkatkan mutu sediaan tablet (Siregar, 2010).

14
c. Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:

1) Harus non toksik dan dapat memenuhi peraturan-peraturan dari

negara di mana produk akan dipasarkan.

2) Harganya harus cukup murah.

3) Secara fisiologis harus inert/netral.

4) Harus stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan

berbagai obat atau komponen tablet lain.

5) Harus bebas dari segala jenis mikroba.

6) Harus color compatible (tidak boleh mengganggu warna).

d. Zat tambahan (eksipien)

Proses pembuatan tablet selalu digunakan bahan-bahan pembantu

atau bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan sifat aliran

(Voigt, 1984). Selain itu karena tidak ada satupun zat aktif yang

dapat langsung dikempa menjadi tablet tanpa membutuhkan

eksipien. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat

pengisi, zat penghancur, zat pengikat dan zat pelicin. (Sulaiman,

2012).

1) Bahan pengisi (diluent)

Zat pengisi (diluent) digunakan untuk memperbesar volume

tablet. Bahan pengisi yang dapat digunakan untuk kempa

langsung disebut filler-binder, yang memiliki kemampuan

meningkatkan daya alir dan kompaktibilitas massa tablet

(Sulaiman, 2012).

15
2) Bahan penghancur (disintegrant)

Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecah atau

hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan pada saluran

pencernaan, dapat juga berfungsi menarik air kedalam tablet,

sehingga tablet akan mengembang dan menyebabkan tablet pecah

menjadi bagian-bagian penyusunnya sehingga dapat melepaskan

obatnya dan menimbulkan efek (Alderborn, 2015).

3) Bahan pengikat (binder)

Bahan pengikat berfungsi untuk membentuk granul atau untuk

menaikkan kekompakan kohesi bagi tablet yang dicetak langsung

(Banker dan Anderson, 2002). Pada pembuatan tablet dengan

metode granulasi kering dan kempa langsung, bahan pengikat

yang ditambahkan dalam bentuk kering. Bahan pengikat dalam

bentuk kering berfungsi untuk memudahkan dalam proses

pengempaan, sehingga tidak dibutuhkan tekanan yang tinggi

untuk menghasilkan 5 tablet yang cukup keras (Sulaiman, 2012).

Bahan pengikat yang umum digunakan adalah starch, gelatin,

sukrosa, polivinilpirolidon dan derivat selulosa (misalnya

mikrokristalin selulosa) (Alderborn, 2015).

Penggunaan bahan pengikat yang terlalu banyak atau berlebihan

akan menghasilkan massa yang terlalu basah dan granul yang

terlalu keras, sehingga tablet yang dihasilkan mempunyai waktu

16
hancur yang lama. Sebaliknya, kekurangan bahan pengikat akan

menghasilkan daya rekat.

Bahan pengikat terbagi menjadi 2 kelas, yaitu :

a. Polimer alami, diantaranya adalah kanji atau gom yang

termasuk didalamnya adalah tragakan, akasia dan gelatin.

b. Polimer sintetik, diantaranya adalah polivinilpirolidon, metil

dan etil selulosa dan hidroksi propil selulosa (Bandellin,

1989).

4) Bahan pelican

Bahan pelicin dapat memenuhi berbagai fungsi yang berbeda,

sehingga akan menjadi lebih bermanfaat jika diklasifikasikan

lebih lanjut menjadi bahan pengatur aliran, bahan pelincir dan

bahan pemisah hasil cetakan. Sebagai bahan pelincin yang paling

menonjol adalah talk, Mg stearat (0,2% - 0,3%), polietilenglikol

(BM 4000-7000) dan lain-lain (Voigt, 1984).

2.7. Monografi Bahan Tambahan Dalam Formulasi

a. Gelatin

Pemerian : Lembaran, kepingan, serbuk atau butiran; tidak

berwarna atau kekuningan pucat; bau dan rasa lemah.

Kelarutan : Jika direndam dalam air mengembang dan menjadilunak,

berangsur-angsur menyerap air 5 sampai 10 kali bobotnya;

larut dalam air panas dan jika didinginkan terbentuk gudir;

praktis tidak larut dalam etanol (95%)P, dalam kloroform

17
P dan dalam eter P; larut dalam campuran gliserol dan air,

jika dipanaskan lebih mudah larut; larut dalam asam

asetat.

Fungsi : Bahan pegikat 3-7% (Departemen Kesehatan RI, 1979).

b. Avicel PH 101

Sinonim : Gel selulosa, mikrokristalin

Rumus kimia : (C6H10O5)n, dimana n=220

BM : 36.000

Pemerian : Serbuk hablur sangat halus, putih tidak berbau.

Kelarutan : Sukar larut dalam larutan NaOH 5% b/v; praktis tidak

larut dalam air, asam encer dan sebagian besar pelarut

organic.

Fungsi : Sebagai pengisi 20-90%.

c. Aerosil

Sinonim : Colloidal silica, silica precipitate, silicondioksida.

Rumus kimia : SiO2

Berat molekul : 60,08.

Pemerian : Serbuk putih, mengkilap, tidak berbau, tidakberasa.

Kegunaan : Absorben 7% - 15% (Novitasari, 2012).

d. Magnesium Stearat

Pemerian : Serbuk hablur, halus, putih dan voluminous,mudah

melekat pada kulit, bau lemah khas, bebasdari butiran.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol (95%)P dan

18
dalam eter.

Fungsi : bahan pelicin 0,25-2% (Depkes RI, 1979).

e. Explotab

Sinonim : Sodium Starch Glycolate atau primagel.

Pemerian : Mengandung tidak kurang dari 2,8% dan lebih dari 4,2%

sodium (Na) dihitung terhadap zat yang dikeringkan,

berwarna putih tidak berbau,tidak berasa.

Fungsi : Penghancur 1-8 % (Banker and Anderson, 2002).

2.8. Metode Pembuatan Tablet

Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering

(mesin rol atau mesin slug) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan

kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan

kempa (Depkes RI, 2010).

a. Metode Granulasi Basah

Granulasi basah dalam proses menambahkan cairan pada suatu

serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan

pengadukan yang akan menghasilkan granul (Charles J.P Siregar, 2008).

Dalam proses granulasi basah zat berkhasiat, pengisi dan penghancur

dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu

ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam

lemari pengering pada suhu 400C-500 C.

Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah

untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalan-

19
gumpalan dan untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang

optimum (Lachman,2006). Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh

granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin

dan dicetak dengan mesin tablet (Anief M . 2012).

b. Metode Granulasi Kering

Granulasi kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk

pada tekanan rendah sehingga menjadi tablet yang rapuh kemudian

digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang

diinginkan (Depkes RI, 2010). Teknik ini dilakukan jika dosis zat aktif

tersebut peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya. Teknik

ini menjadi pilihan yang baik dalam pembuatan tablet jika dikempa

langsung dan granulasi basah tidak dapat dilakukan. Peralatan dan

tahapan produksi teknik granulasi kering lebih sederhana dibandingkan

dengan granulasi basah karena dalam teknik ini tidak memerlukan proses

pembasahan dan pengeringan (Lachman,2006).

c. Kempa Langsung

Teknik kempa langsung adalah pembuatan tablet tanpa adanya

granulasi dan diperlukan ekspien yang memungkinkan pengempaan

langsung. Eksipien yang digunakan mempunyai sifat aliran yang baik dan

memiliki daya kempa yang tinggi. Eksipien untuk kempa langsung yang

paling banyak digunakan adalah selulosa mikrokristal, laktosa anhidrat,

laktosa semprot-kering, dan beberapa pati termodifikasi (Depkes RI,

2010).

20
1. Evaluasi Sifat Fisik Tablet

a. Uji Penampilan Fisik Tablet

Penampilan fisik tablet sangat penting untuk mengontrol

keseragaman antara bahan pada tablet yang satu dengan tablet lainnya

(Lachman, 2006).

b. Keseragaman Ukuran

Uji keseragaman ukuran dilakukan terhadap 20 tablet dari masing-

masing formula dengan mengukur diameter dan ketebalan tablet

menggunakan jangka sorong. Menurut Farmakope Edisi ketiga, tablet

yang memenuhi persyaratan keseragaman ukuran adalah jika diameter

tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet

(Depkes RI, 1979).

c. Keseragaman Bobot Tablet

Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya

penyimpangan bobot pada tiap tablet terhadap bobot rata-rata dari

semua tablet sesuai syarat yang ditentukan dalam Farmakope

Indonesia edisi III.

Tabel II.1. Syarat Keseragaman Bobot Tablet


Bobot rata – rata Penyimpangan bobot rata – rata dalam %

21
A B

25 mg atau kurang 15 % 30 %

26 mg – 150 mg 10 % 20 %

151 mg – 300 mg 7,5 % 15 %

Lebih dari 300 mg 5% 10%

(Depkes RI, 1979).

d. Uji Kekerasan Tablet

Pada umumnya tablet harus cukup keras dan tahan pecah waktu

dikemas, dikirim dan waktu penyimpanan tetapi tablet juga harus

cukup lunak untuk hancur dan melarut dengan sempurna begitu

digunakan atau dapat dipatahkan dengan jari bila tablet perlu dibagi

dalam pemakaiannya. Tablet diukur kekuatannya dalam kg, pound

atau dalam satuan lainnya. Alat yang digunakan sebagai pengukur

kekerasan tablet biasanya adalah hardness tester (Ansel, 2008).

e. Uji Keregasan Tablet

Keregasan tablet dapat ditentukan dengan menggunakan alat

friability tester . Pengujian dilakukan pada kecepatan 25 rpm, tablet

dijatuhkan sejauh 6 inci pada setiap putaran, dijalankan sebanyak 100

putaran. Tablet ditimbang sebelum dan sesudah diputar, kehilangan

berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil dari 0,5% sampai 1%

(Lachman, et al,. 2010).

f. Uji Waktu Hancur

Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi

22
partikel-partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorbsi. Uji

waktu hancur dilakukan dengan menggunakan alat uji waktu hancur.

Masing-masing sediaan tablet mempunyai prosedur uji waktu hancur

dan persyaratan tertentu. Uji waktu hancur tidak dilakukan jika pada

etiket dinyatakan tablet kunyah, tablet hisap, tablet dengan pelepasan

zat aktif bertahap dalam jangka waktu tertentu (Siregar, 2010).

2.9. Uji Stabilitas

Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam

batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan. Uji

stabilitas ini bertujuan untuk membuktikan bagaimana mutu zat aktif atau

produk obat berubah seiring waktu, dibawah pengaruh faktor lingkungan

seperti temperatur, kelembapan, dan cahaya. Stabilitas produk obat dibagi

menjadi stabilitas secara kimia, stabilitas secara fisika dan stabilitas secara

mikrobilogi.

Faktor-faktor fisika seperti panas, cahaya, dan kelembapan, mungkin

akan menyebabkan atau mempercepat reaksi kimia, maka setiap menentukan

stabilitas kimia, stabilitas fisika juga harus ditentukan (Vadas, 2010).

Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu

produk yang tergantung waktu (periode penyimpanan). Contoh dari

perubahan fisika antara lain migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa,

perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan.

Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi: pemeriksaan organoleptis,

homogenitas, pH, bobot jenis (Vadas, 2010).

23
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk

mempertahanakan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum

pada etiket dalam batas waktu yang ditentukan. (Attwood dan Florence,

2010).

Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan tetap di mana

sediaan bebas dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas

miroorganisme hingga batas waktu tertentu.

Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi

untukmenjaga atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan

mikroorgansme yang terdapat dalam sediaan tersebut hingga jangka waktu

tertentu yang diinginkan (WHO, 1997).

Berdasarkan durasinya, uji stabilitas dibagi menjadi dua, yaitu uji

stabilitas jangka pendek (dipercepat) dan uji stabilitas jangka panjang (Aty,

2012).

a. Uji Stabilitas Dipercepat

Uji stabilitas dipercepat dilakukan dengan menggunakan perlakuan

termik. Pada tes paksaan isotermik biasa, bahan obat disimpan dalam

berbagai suhu yang tinggi tetapi selama percobaan masing-masing suhu

dibuat tetap, dan dalam jangka waktu tertentu, konsentrasi produk

penguraian atau kandungan bahan aktif, ditentukan. (Voigt, 2008).

Pengujian dilakukan pada 3 formula. Sediaan tablet disimpan pada

suhu kamar (300C) dan suhu 400C di dalam oven selama 1 bulan.

Kemudian dilakukan uji stabilitas fisik antara lain stabilitas organoleptik,

24
keseragaman ukuran, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan

waktu hancur pada waktu 0 minggu, 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan

4 minggu.

b. Uji Stabilitas Sebenarnya

Pada tes klasik ini dilakukan penyimpanan bahan obat selama

jangka waktu dan kondisi penyimpanan yang tertentu (suhu, cahaya,

udara, kelembaban) di dalam lemari atau ruangan cuaca. Percobaan ini

memakan waktu yang sangat lama, umumnya 5 tahun dan seringkali

tidak dapat dikenali modus penguraiannya (Voigt, 2008).

BAB III

METODE PENELITIAN

25
3.1. Tempat Penelitian

Penelitian dan pengujian dilakukan di Laboratorium Fitokimia

Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, jalan Sunter Permai Raya, Jakarta

Utara, serta Laboratorium Sediaan padat Universitas Pancasila.Waktu

penelitian dilakukan selama enam bulan dari bulan Maret sampai Agustus

2016.

3.2. Alat

Neraca analitik (Sartorius Basic B.A160 p), timbangan kasar manual,

kertas saring,lumping, alu, blender (Miyako BL-101 PL) kompor listrik,

cawan penguap, botol timbangan, oven, penangas air, corong aluminium

jangka sorong(Trickle Brand), stopwatch, alat uji kerapuhan (SOTAX HTI),

alat uji kekerasan tablet (Omron H3CR), ayakan bertingkat (Pharmaceutical

Equipment Bandung), mesin pencetak tablet(Sanghai Franhe Pharmaceutical

Machinery Factory, China), alat penguji waktu hancur (Guoming), serta alat

alat dari bahan plastic dan gelas (pyrex).

3.3. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daun Bluntas (Pluchea

Indica.L), Aerosil (BRATACO), Gelatin (BRATACO), Magnesium Stearat

(Fact Asia Pasific PTE LTD), Avicel PH 101 (BRATACO),Explotab

(Gujarat Overseas).

Pereaksi yang digunakan yaitu larutan FeCl3, HCl pekat, logam Mg, amil

alkohol, asam asetat anhidrat, kloroform, H2SO4 pekat.

3.4. Pengolahan Simplisia

26
1. Determinasi

Pemeriksaan atau determinasi tanaman daun bluntas(Pluchea Indica L )

dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor, Jawa

Barat untuk memastikan kebenaran simplisia dari tanaman yang akan

digunakan dalam penelitian.

2. Preparasi Ekstrak

a. Pengeringan Daun Bluntas (Pluchea Indica L)

Daun Bluntas diambil sebanyak 10 kg daundiambil mulai daun ke-

4 sampai ke-15 dari pucuk. Daun beluntas kemudian dicuci dengan air

bersih, lalu ditiriskan. Lalu daun dikeringkan dalam oven pada suhu

37°C selama ±5 hari. Daun yang telah kering dihaluskan dengan

blender sampai menjadi serbuk.

b. Ekstrak Daun Bluntas(Pluchea Indica L)

Timbang 2 kg daun bluntas yang telah menjadi serbuk kemudian

direndam dengan 750 ml etanol 95% selama 3 hari terlindung dari

cahaya. Selama perendaman setiap hari dilakukan pengadukan selama

15 menit. Setelah direndam selama 3 hari, larutan tersebut disaring

dengan kain penyaring. Hasil ekstraksi yang telah disaring dan

pelarutnya diuapkan menggunakan rotary evapotaror sampai dihasilkan

ekstrak kental, kemudian ekstrak kental tersebut diuapkan dengan

menggunakan cawan uap pada water bath hingga diperoleh ekstrak

yang benar-benar kental dimana tidak ada lagi air yang menetes dari

ekstrak dan kadar air ekstrak kental< 30% (Voight, 1995), kemudian

27
timbang dan hitung rendamen dari ekstrak yang diperoleh tersebut.

3. Perhitungan Rendamen

Nilai rendamen didapat dengan cara membagi bobot ekstrak kental

dengan bobot awal simplisia. Dari perhitungan rendamen ini dapat

diketahui nilai kesetaraan tiap gram ekstrak kental simplisia. Nilai

rendamen dihitung dengan cara:

Rendamen ekstrak (%) = Bobot ekstrak kental x 100%


Bobot awal simplisia

4. Perhitungan Susut Pengeringan

Susut pengeringan dilakukan untuk mengetahui sisa zat setelah

pengeringan pada temperatur 1050C selama 30 menit pengukuran

dilakukan hingga berat konstan. Adapun pelaksanaannya adalah sebagai

berikut ekstrak kental ditimbang dengan seksama sebanyak 1-2 g lalu

dimasukkan dalam botol timbang tertutup yang terlebih dahulu ditara

dan dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C selama 30 menit, setelah

botol berisi ekstrak dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C selama 30

menit kemudian dimasukkan dalam desikator dan biarkan dingin hingga

suhu kamar. Setelah dingin timbang seksama hingga didapat bobot

konstan (Anonim,2000). Kemudian hitung persentase susut

pengeringan.

5. Skrining Fitokimia Dengan Menggunakan Pereaksi Kimia

a. Uji Flavonoid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 1 ml etanol 96%

28
kemudian ditambahkan 0,1 gram serbuk magnesium dan 5 tetes

asam klorida pekat. Jika terbentuk warna merah sampai merah ungu,

menunjukkan adanya flavonoid. Jika terbentuk warna kuning jingga

menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron.(Farsnworth, 1966).

b. Uji Tanin

Ekstrak ditambahkan Feri klorida jika berubah menjadi warna

biru kehijauan atau hijau tua maka dinyatakan mengandung

tannin.(Farsnworth, 1966).

c. Uji Gula Pereduksi

Ekstrak ditambahkan 2 tetes larutan fehling A dan 2 tetes larutan

fehling B, kemudian panaskan diatas waterbath akan terjadi endapan

merah bata. (Farsnworth, 1966).

d. Uji Alkaloid

Ekstrak dilarutkan dengan etanol 96% kemudian ditambahkan

asam klorida encer 2N. Filtrat yang diperoleh disaring kemudian

diidentifikasikan menggunakan pereaksi Mayer, bourchardat, dan

Dragendorf.

Pada penambahan Mayer, hasil positif ditandai dengan

terbentuknya endapan berwarna putih atau kuning. Hasil positif

Dragendorf ditunjukkan dengan terbentuknya endapan berwarna

merah bata. Penambahan bouchardat memberikan hasil positif jika

terbentuk endapan coklat sampai hitam (Farsnworth, 1966).

6. Identifikasi Senyawa Flavonoid Dari Daun Bluntas dengan

29
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

a. Persiapan Plat KLT

Fase gerak : etil asetat:metil keton:asam format:

air(50:30:10:10).

Fase diam : lempeng aluminium.

Jarak rambat: 10 cm (garis awal: 1,5 cm dari bawah dan garis

akhir 0,5 cm dari atas).

b. Persiapan Fase Gerak (Eluen)

Sebelum dilakukan pengelusian, eluen dalam bejana dijenukan

terlebih dahulu. Setiap campuran fase gerak dimasukkan ke dalam great

chamber lalu ditutup rapat dan dilakukan penjenuhan selama 1 jam.

Penjenuhan ini dilakukan untuk menyamakan tekanan uap pada seluruh

bagian bejana.

c. Penotolan Sampel

Ekstrak daun bluntas dilarutkan dengan pelarutnya yaitu methanol.

Selanjutnya ekstrak ditotolkan sebanyak ± 10 totolan (pada tempat yang

sama) pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan menggunakan pipa

kapiler, kemudian dikeringkan dengan di angin-anginkan.

d. Proses Elusi

Ekstrak yang telah ditotolkan pada plat selanjutnya dielusi dengan

masing-masing fase gerak, dimana plat dimasukkan dalam great

30
chamber yang berisi fase gerak yang telah jenuh, diletakkan setinggi 0.5

cm dari dasar plat, kemudian great chamber ditutup rapat hingga fae

Formula
geraknya mencapai jarak ± 0.5 cm dari tepi atas plat. Kemudian plat

diangkat dan dikeringkan dengan di angin-anginkan.

e. Identifikasi Noda

Noda-noda yang terbentuk pada plat KLT kemudian diamati di

bawah sinar UV pada panjang gelombang 366 nm. Jika tampak noda

maka ditandai noda tersebut menggunakan pensil.Setelah itu noda

ditandai dengan pereaksi Dragendorff, kemudian diamati kembali

dibawah sinar UV pada panjang gelombang 366 nm. Diamati noda

tersebut menggunakan pensil, diukur jarak tempuh tiap-tiap spot dan

dihitung nilai Rf serta diamati warna noda yang dihasilkan.

3.5. Formulasi Tablet

Tabel III.1 Formula Tablet

31
Komposisi I II III Kegunaan
Ekstrak 300 mg 300 mg 300 mg Zat Aktif
6.5 mg 19.5 mg 32.5 mg
Gelatin Pengikat
(1%) (3%) (5%)
Explotab 26 mg 26 mg 26 mg Penghancur
Mg Stearat 6.5 mg 6.5 mg 6.5 mg Pelicin
Aerosil 26 mg 26 mg 26 mg Pengering
Avicel PH 101 305.8 mg 292.8 mg 279.80 mg Pengisi
Berat Total 650 mg 650 mg 650 mg
Keterangan :

Bahan aktif ekstrak kental dalam satuan mg.

Bobot 1 tablet 650 mg.

Penelitian ini dibuat dengan perbedaan konsentrasi dari jumlah bahan

pengikat. Gelatin yaitu Formula 1 sebesar 1%,Formula 2 sebesar 3% dan

Formula 3 sebesar 5% dengan ekstrak yang sama pada setiap formulanya .

3.6. Prosedur Pembuatan Granul

Metode granulasi basah merupakan metode yang paling banyak

digunakan dalam pembuatan tablet. Dibuat dengan cara menambahkan bahan

pengikat pada campuran bahan berkhasiat dan bahan tambahan kemudian

dicampur sehingga terbentuk adonan lembab yang siap dibuat granul. (Ansel,

1989)

1. Pembuatan larutan gelatin

Gelatin dikembangkan dengan aquadest untuk formula I

menggunakan konsentrasi gelatin 1%, formula II konsentrasi gelatin 3%,

32
dan formula III konsentrasi gelatin 5%, disuspensikan dengan air

dingin,kemudian ditambah dengan air panas sampai 100 ml dan diaduk

hingga homogen dan terbentuk menjadi larutan gelatin yang berwarna

jernih.

2. Pembuatan Granul

a. Ekstrak kering yang telah dikeringkan dengan aerosol, ditambah

dengan avicel 101 dan eksplotab hingga homogen, kemudian

ditambahkan bahan pengikat yaitu gelatin sedikit demi sedikit ke

dalam campuran tersebut hingga terbentuk massa yang dapat

menggumpal ketika dikepal dan bila dipatahkan tidak hancur

berantakan (banana breaking).

b. Massa granul yang terbentuk diayak dengan ayakan nomor 16 mesh,

dikeringkan pada suhu 500C sampai 600C hingga bobot konstan,

serelah granul kering diayak dengan ayakan ukuran 18 mesh untuk

memperkeecil ukuran variasi granul.

c. Kemudian ditambah dengan magnesium stearat dicampur hingga

homogen dan dilakukan evaluasi sebelum dikempa. Evaluasi meliputi

uji waktu alir,uji sudut diam, uji distribusi ukuran dan uji pengetapan.

d. Granul dicetak dengan tablet mesin pencetak tablet (Single

punchtablet press seri TDP 1) dengan bobot tablet 650 mg.

e. Dilakukan Uji sifat fisik tablet meliputi: uji keseragaman bobot, uji

kerapuhan, uji kekerasan, dan uji waktu hancur tablet.

3.7. Evaluasi Granul

33
a. Waktu Alir

Ditimbang 100 gram granul, kemudian dimasukkan kedalam corong

yang ujung tangkainya ditutup.Penutup corong dibuka dan granul

dibiarkan mengalir sampai habis.Dihitung waktu alir granul (Lachman,

2008).

b. Sudut Diam

Ditimbang 100 gram granul dimasukkan secara perlahan melalui

lubang bagian atas sementara bagian bawah ditutup.Setelah semua serbuk

dimasukkan, penutup dibuka (dalam waktu bersamaan nyalakan

stopwatch) dan serbuk dibiarkan keluar kemudian diukur tinggi kerucut

yang terbentuk dan diameternya (Lachman, 2008).

c. Pengetapan

Granul dimasukkan kedalam gelas ukur dengan volume 100 ml

secara perlahan-lahan yang kemudian dicatat sebagai Vo. Gelas ukur

dipasang pada alat uji, kemudian motor dihidupkan. Dihitung perubahan

volume setelah pengetapan (Vt). Pengetapan diteruskan sampai permukaan

granul konstan. Pengurangan volume campuran akibat pengetapan

dinyatakan harga tap (T%) (Lachman, 2008).

d. Distribusi Ukuran Granul

Sebanyak 100 gram granul dimasukkan ke dalam ayakan bertingkat

yang telah disusun berdasarkan ayakan dengan nomor terkecil pada ayakan

34
teratas lalu ditutup dan mesin dinyalakan pada frekuensi 30 Hz selama 25

menit. Bobot granul yang tertinggal pada masing-masing ayakan

ditimbang lalu dihitung ukuran granul rata-rata (Lachman, 2010).

3.7. Evaluasi Tablet

a. Uji Penampilan Fisik Tablet

Penampilan fisik tablet sangat penting untuk mengontrol keseragaman

antara bahan pada tablet yang satu dengan tablet lainnya (Lachman, 2008).

Uji penampilan fisik tablet diamati dengan melihat bentuk, warna, dan bau

yang dihasilkan.

b. Uji Keseragaman Ukuran

Tebal tablet diukur dengan menggunakan jangka sorong dengan cara

menjepit tablet ditengah-tengah. Penjepit dalam posisi berdiri, lalu ditekan

sehingga tablet tidak bergerak lagi. Tebal tablet dibaca pada skala yang

ada pada jangka sorong. Persyaratan yang ditentukan yaitu diameter tablet

tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet(Depkes RI,

2010).

c. Uji Keseragaman Bobot

Ditimbang 20 tablet, dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika dihitung

satu per satu tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya

menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan

pada kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari

bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B.(Depkes RI,

2010).

35
d. Uji Kekerasan Tablet

Satu tablet diletakkan tegak lurus pada alat hardness tester yang telah

dikalibrasi, kemudian penekan alat diputar pelan-pelan hingga tablet

pecah. Skala alat menunjukkan kekerasan tablet dinyatakan dalam satuan

Kg dan percobaan dilakukan sebanyak 5 kali. Tablet yang baik

mempunyai kekerasan 4-8 kg (Siregar, 2010).

e. Uji Kerapuhan

Sebanyak 20 tablet dibebasdebukan lalu ditimbang dalam neraca

analitik yang dinyatakan sebagai W. kemudian dimasukkan kedalam alat

friabilator. Alat dijalankan selama 4 menit dengan kecepatan 25 putaran

permenit. Setelah 4 menit, tablet dikeluarkan dari alat, dibebasdebukan

lagi dan ditimbang yang kemudian dinyatakan Wo. Kerapuhan tablet

dinyatakan selisih berat tablet sebelum diuji tidak boleh berkurang lebih

dari 0,5-1 % dari berat awal tablet awal uji (Lachman at all, 2008).

W − Wo
% kerapuhan = x 100%
W

f. Uji Waktu Hancur

Sebanyak 6 tablet dimasukkan kedalam masing-masing tabung pada

disintegration tester. Alat tersebut dimasukkan kedalam beaker glass yang

telah diisi air bersuhu 360C-380 C sebanyak kurang lebih 1000 ml atau

sedalam kurang lebih 15 cm sehingga dapat dinaikturunkan dengan teratur.

Kedudukan kawat kasa pada posisi tertinggi tepat pada permukaan air dan

kedudukan terendah mulut keranjang tepat dipermukaan air.Tabung dinaik

turunkan secara teratur 30 kali per menit. Tablet dinyatakan hancur jika

36
tidak ada bagian yang tertinggal di atas kasa. Lalu catat waktu hancur

tablet yang terakhir kali yang hancur dengan stopwatch. Kecuali

dinyatakan lain waktu hancur tablet kurang dari 15 menit (Nugrahani,

2005).

g. Uji Stabilitas Dipercepat

Uji stabilitas dipercepat dilakukan dengan menggunakan perlakuan

termik. Pada tes paksaan isotermik biasa, bahan obat disimpan dalam

berbagai suhu yang tinggi tetapi selama percobaan masing-masing suhu

dibuat tetap, dan dalam jangka waktu tertentu, konsentrasi produk

penguraian atau kandungan bahan aktif, ditentukan.

Pengujian dilakukan pada 3 formula. Sediaan tablet disimpan pada suhu

kamar(300C) dan suhu 400C di dalam oven selama 1 bulan. Kemudian

dilakukan uji stabilitas fisik antara lain stabilitas organoleptik,

keseragaman ukuran, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan

waktu hancur pada waktu 0 minggu, 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4

minggu.(Voigt, 2008).

Tabel III.2 Kondisi Uji Stabilitas Dipercepat Untuk Produk Yang


Mengandung Zat Aktif Yang Relatif Stabil
Suhu Penyimpanan Kelembaban Relatif Lama Pengujian
0
( C) (%) (bulan)
Zona IV-Untuk zona iklim panas atau pasar global

37
40+2 75 + 5 6
Zona II - Untuk zona iklim sedang dan subtropics
40 + 2 75 + 5 3
(Penerbit Buku Kedokteran, 2005)

h. Uji Stabilitas Waktu Lama

Pada tes ini tidak dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama.

3.9. Analisa Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang

diperoleh dari konsentrasi bahan pengikat Gelatin yang dilakukan pengujian

stabilitas fisik tablet pada suhu 300 C dan 40o C selama 1 bulan. Data yang

diperoleh kemudian diuji dengan uji normalitas ( Test of Normality) dan uji

homogenitas dengan metode Levene. Bila didapatkan hasil data normal dan

homoge, dilanjutkan uji hipotesis dengan statistic parametric uji Two Way

Anova.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

38
4.1.Hasil Pemeriksaan

1. Hasil Determinasi Tanaman

Berdasarkan hasil determinasi yang dilakukan di Pusat Penelitian LIPI

Cibinong- Bogor menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam

penelitian merupakan anaman bluntas (Pluchea indica L) dengan familia

Asteraceae.

2. Pemeriksaan Organoleptis Ekstrak Daun Bluntas


Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak daun bluntas sebagai berikut :

Bentuk : Kental

Warna : Hijau tua pekat

Bau : Khas daun bluntas

Rasa : Pahit

Gambar IV.1. Hasil Ekstrak Daun Bluntas

3. Hasil Pemeriksaan Ekstrak Kental Daun Bluntas

Hasil perhitungan pembuatan rendamen ekstrak daun bluntas :

39
Tabel IV.1. Hasil Pembuatan Ekstrak Kental

Berat Serbuk Kering Ekstrak Kental


Rendamen (%)
(gr) (mg)
2000 250.83 12.54

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa daun bluntas dengan

berat serbuk kering sebesar 2000 g dan ekstrak kental 250.83 mg di

dapatkan hasil rendamen ekstrak daun bluntas sebesar 12,54 %.

4. Susut Pengeringan

Susut pengeringan bertujuan untuk mengetahui banyaknya zat yang

mudah menguap dalam proses pengeringan, termasuk air. Dari hasil

pemeriksaan susut pengeringan ekstrak daun bluntas didapatkan hasil

sebesar 9.04 %.

5. Skrining Fitokimia

Dari hasil pemeriksaan skrining fitokimia ekstrak daun bluntas

positif mengandung flavonoid,alkaloid,tannin dan saponin.

Tabel IV.2. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Bluntas

40
Hasil Uji Ekstrak Daun
Uji FitokimiaTeori
No Bluntas
Pengamatan Kesimpulan
1 Flavonoid Terbentuk warna Terbentuk
kuning jingga warna
+
kuning
jingga
2 Tanin Terbentuk warna Terbentuk
biru tua atau hjau warna hijau +
kehitaman kehitaman
3 Gula Terbentuk Tidak
Pereduksi endapan merah terbentuk
bata endapan +
merah bata

Alkaloid
Kuning
Mayer +
Putih/kuning
4
Dragendorf Jingga Jingga +
Coklat Coklat
+
Bouchardad sampai
hitam

Sumber : Hasil Penelitian Skrining Fitokimia 2016

41
6. Hasil Kromatografi Lapis Tipis ( KLT)

Gambar IV.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis dengan Sinar UV


denganPanjang Gelombang 366 nm

Pengujian ekstrak daun bluntas secara kromatografi lapis tipis

menunjukkan adanya senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun

bluntas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya bercak pada plat

kromatografi lapis tipis yang memiliki harga Rf yaitu 16% . Bila dilihat

secara visible tidak terlihat adanya bercak, sedangkan pada sinar UV 366

nm terlihat jelas adanya bercak berwarna hijau.

7. Hasil Pembuatan Ekstrak Kering Daun Bluntas

Ekstrak daun bluntas diperoleh dengan cara maserasi menggunakan

pelarut etanol 96% .Pengeringan ekstrak daun bluntas dilakukan dengan

penambahan aerosil yang bertujuan untuk mengurangi kelembaban

ekstrak.

42
4.2. Hasil Evaluasi Granul

Evaluasi granul bertujuan untuk mengetahui kualitas granul apakah

memenuhi persyaratan untuk dilakukan pencetakan tablet.Evaluasi granul

meliputi sifat alir,sudut diam,ukuran rata-rata dan pengetapan dan distribusi

ukuran granul.

1. Uji Waktu Alir Dan Sudut Diam

Tabel IV.3. Hasil Uji Waktu Alir

Formula Waktu Alir (detik)


FI 9,16
F II 8,50
F III 8,39

Uji Waktu Alir


9.5 9.16
waktu alir (detik)

9
8.5 8.39
8.5
Uji Waktu Alir
8
Formula I Formula II Formula III
FORMULA

Gambar IV.3. Grafik hubungan antara formula dengan waktu alir

Uji waktu alir bertujuan untuk mengetahui apakah granul yang

telah dibuat memiliki sifat alir yang baik atau tidak.Waktu alir memegang

peranan penting dalam pembuatan tablet. Apabila granul mudah mengalir

maka tablet yang dhasilkan akan memperoleh keseragaman bobot yang

baik. Untuk 100 gram granul waktu alir ideal yang dibutuhkan tidak lebih

dari 10 detik (Siregar,2010)

43
Variasi bahan pengikat yang ditambahkan pada setiap formula

diharapkan memberikan mampu memberikan perbedaan yang signifikan

terhadap sifat alir pada masing masing formula, karena bertambahnya

kadar bahan pengikat dapat memperbesar kerapatannya sehingga akan

memiliki sifat alir yang baik. Hal ini disebabkan karena proses

peningkatan granul semakin meningkat seiring dengan peningkatan

konsentrasi dari bahan pengikat, sehingga dimungkinkan bentuk granul

yang sferis dan jumlah fines yang semakin kecil.

Dari hasil evaluasi waktu alir granul menunjukkan bahwa formula

I,II dan III telah memenuhi persyaratan yaitu < 10 detik. Dengan hasil

tertinggi yaitu pada Formula I sebesar 9,16 detik dan yang terendah pada

Formula III yaitu 8,39 detik. Hal ini membuktikan bahwa Formula III

memiliki waktu alir yang paling baik. Karena semakin baik sifat alirnya

maka akan semakin cepat waktu yang diperlukan untuk mengalirkan

sejumlah berat tertentu serbuk atau granul.

Tabel IV.4. Hasil Uji Sudut Diam

Formula Sudut diam( 0 )


I 30,42
II 29,24
III 28,48

44
Uji Sudut Diam (°)

sudut diam (derajat)


31 30.42
30 29.24
29 28.48
28
27
Formula I Formula II Formula III
FORMULA

Gambar IV.4. Grafik Hubungan Antara Formula Dengan Sudut Diam

Sudut diam adalah sudut yang terbentuk antara permukaan

tumpukkan granul dengan bidang horizontal. Granul akan mengalir

dengan baik apabila sudut diam berkisar dari 250 sampai 450( Banker dan

Anderson,2002), dimana dengan nilai sudut diam yang semakin rendah

menunjukkan karakteristik granul yang lebih baik ( Siregar,2010). Besar

kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk,ukuran dan kelembaban

granul. Dari hasil grafik uji sudut diam terlihat bahwa sudut diam yang

paling kecil adalah Formula III ( 28.480) dan yang paing besar adalah

Formula I (30.420) . Ketiga formula ini membuktikan bahwa granul

tersebut memiliki sifat alir yang baik.

2. Uji Indeks Pengetapan

Tabel IV.5. Uji Indeks Pengetapan

Formula % Kompresibilitas
I 11,66
II 8,26
III 8,01

45
Uji Kompresibilitas (%)
15

kompresibilita (%)
11.66
10 8.26 8.01

5
0
Formula I Formula II Formula III
FORMULA

Gambar IV.5. Grafik Hubungan Antara Formula Dengan Indeks


Kompresibilitas

Uji pengetapan dilakukan untuk mengetahui sifat alir granul

dengan adanya ketukan. Pengujian indeks pengetapan dilakukan dengan

menggunakan alat Bulk Density Tester, granul yang akan di uji

dimasukkan kedalam gelas ukur berukuran 250 ml sebanyak 100 gram dan

dihentakkan sebanyak 6 kali, lalu dilakukan pengukuran volume sampai

volume konstan. Semakin kecil harga indeks pengetapan maka semakin

baik sifat fisik granulnya. Sifat fisik granul yang baik adalah jika memiliki

harga pengetapan <20%.( Lachman dkk,2010)

Besar kecilnya indeks pengetapan di pengaruhi oleh bentuk granul,

kerapatan dan ukuran granul. Semakin besar indeks pengetapan

mengakibatkan sifat alir yang kurang baik sehingga berpotensi

menurunkan kecepatan aliran granul.

Berdasarkan hasil tabel diatas menunjukkan bahwa yang memiliki

indeks pengetapan paling tinggi yaitu formula I dengan rata-rata (11.66%),

formula II dengan rata-rata (8.26%) dan yang paling rendah yaitu formula

46
III dengan rata-rata (8.01%). Berdasarkan hasil data yang diperoleh, maka

ketiga formula tersebut memenuhi syarat yaitu kurang dari 20 %.

3. Distribusi Ukuran Granul

Tabel IV.6. Uji Distribusi Granul

No Nomor Ayakan Formula I Formula II Formula III


1 10 18,09 16,25 13,72
2 12 20,19 19,73 15,75
3 14 31,25 35,88 40,95
4 16 17,75 15,19 18,90
5 18 6,95 5,45 4,80
6 20 5,21 4,78 6,05
7 25 2,50 2,89 2,30

Uji Distribusi Ukuran Granul


50
40
Bobot (gram)

30
Formula I
20
Formula II
10
Formula III
0
10 12 14 16 18 20 25
Diameter Ayakan (mm)

Gambar IV.6. Grafik Hubungan Antara Formula Dengan Distribusi


Ukuran Granul

Pengujian distribusi ukuran granul dilakukan dengan menggunakan

ayakan bertingkat dan mesin vibrator selama 25 menit dengan frekuensi 30

Hz (Lachaman,2008). Dari hasil tabel pengujian distribusi ukuran granul

menunjukkan bahwa tiap formula memiliki bobot yang berbeda-beda pada

setiap ayakan, tetapi jumlah terbanyak berada di ayakan dengan ketiga

dengan no 14. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada saat

47
pembuatan granul dilakukan secara manual pada penekanan atau

pencetakan granul menggunakan tenaga yang tidak sama.

4.3. Hasil Evaluasi Tablet

Evaluasi tablet meliputi dengan keseragaman ukuran,keseragaman

bobot, kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur dengan cara mengamati sifat

fisik dari tablet tersebut seperti bentuk,warna,bau, rasa serta ukuran tablet.

1. Organoleptis Tablet Ekstrak Daun Bluntas

Bentuk : bulat bundar

Warna : hijau tua

Bau : khas bluntas

Gambar IV.7. Tablet Daun Bluntas

2. Keseragaman Bobot

Keseragaman bobot merupakan parameter yang penting dalam

menentukan kualitas tablet. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III

(Depkes,1979) tablet dengan rata rata bobot tablet lebih dari 300 mg, tidak

boleh ada 2 tablet yang menyimpang lebih dari 5 % dan 10 % dari bobot

rata-rata masing-masing formula tersebut. Keseragaman bobot sangat

dipengaruhi oleh baik tidaknya sifat alir massa tablet. Sifat alir yang baik

48
akan menyebabkan volume bahan yang masuk ke dalam ruang kompresi

akan seragam sehingga variasi berat tablet yang dihasilkan tidak terlalu

besar (Kuswahyuning, Rina dan Sri Sulihtyowati Soebagyo, 2005)

Tabel IV.7. Hasil Uji Keseragaman Bobot

No Formula Keseragaman Bobot (mg)


1 I 650.74+ 2.88
2 II 651.60+ 3.23
3 III 651.22+ 3.90

Uji keseragaman bobot (mg)


Keseragaman bobot (mg)

652 651.6
651.5 651.22
651 650.74
650.5
650
Formula I Formula II Formula III
Formula

Gambar IV.8. Grafik Hubungan Antara Formula Dengan


Keseragaman Bobot
Pada hasil evaluasi keseragaman bobot menunjukkan bahwa

Formula I, II, dan III mempunyai keseragaman bobot yang memenuhi

persyaratan yang sesuai dengan Farmakope Indonesia karena tidak ada

tablet yang menyimpang dari persen yang telah ditetapkan yaitu tidak

boleh ada dua tablet yang menyimpang dari 5% dan tidak ada sama sekali

tablet yang menyimpang dari 10 %.

49
3. Keseragaman Ukuran

Tabel IV.8. Hasil Uji Keseragaman Ukuran


No Formula Diameter (cm) Tebal (cm)
1 I 1.095+ 0.008 1.32+ 0.020
2 II 1.095+ 0.008 1.32+ 0.020
3 III 1.095+ 0.008 1.32+ 0.020

Uji Keseragaman ukuran (cm)


1.1 1.095 1.095 1.095
1.09
Keseragaman ukuran (cm)

1.08
1.07
1.06
1.05
diameter
1.04 1.032 1.032 1.032
1.03 tebal
1.02
1.01
1
Formula I Formula II Formula III

Formula

Gambar IV.9. Grafik Hubungan Antara Formula Dengan Keseragaman


Ukuran

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menyesuaikan karakteristik

dari tablet berupa penyesuaian antara tebal dan diameter tablet sehingga

dapat memberikan daya tarik tablet yang baik. Uji keseragaman ukuran

menggunakan jangka sorong untuk mengamati diameter dan ketebalan

tablet. Suatu tablet dinyatakan memiliki ukuran yang seragam, bila rata

rata diameter tablet tidak lebih dari 3 kali tebal rata rata tablet dan kurang

dari 1 1/3 tebal rata rata tablet (Depkes RI,1979).

50
Berdasarkan hasil uji evaluasi di dapatkan bahwa ketiga formula

tersebut memenuhi persyaratan keseragaman ukuran dimana diameter

tebal tablet tidak lebih dari 3 kali tebal rata-rata tablet dan kurang dari 1

1/3 tebal rata-rata tablet.

4. Kekerasan

Tabel IV.9. Hasil Uji Kekerasan

No Formula Kekerasan (kg)


1 I 5.50 ±0.081
2 II 5.78 ± 0.175
3 III 7.0 ± 0.577

Uji kekerasan (kg/cm2)


8
7
Kekerasan

6 5.5 5.78
4
2
0
Formula I Formula II Formula III
Formula

Gambar IV.10. Grafik Hubungan Antara Formula Dengan Kekerasan

Kekerasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan

tablet terhadap guncangan mekanik yang mungkin terjadi selama

pengemasan, guncangan mekanik yang mungk halini terjadi (Anwar,

Effionora dkk, 2007). Alat yang biasa digunakan adalah rdness tester

(Banker dan Anderson , 1986). Kekerasan tablet yang baik adalah antara

4-8 kg (Siregar, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet

adalah tekanan kompressi dan sifat bahan yang dikempa. Kekerasan ini

51
dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Semakin besar tekanan

yang diberikan saat penabletan, maka akan meningkatkan kekerasan tablet.

Dari hasil evaluasi diperoleh data yang menunjukkan kekerasan tablet

terbesar ada pada Formula III yaitu 7.4 kg dan yang terkecil ada pada

Formula I yaitu 5.5 kg. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan jumlah zat

pengikat pada formula yang berbeda-beda.

5. Kerapuhan

Kerapuhan tablet menunjukkan ketahanan tablet terhadap

pengikisan permukaan dan guncangan. Alat yang digunakan dalam uji

kerapuhan tablet adalah friability tester. Tablet yang baik mempunyai nilai

kerapuhan tidak lebih dari 1% ( Banker dan Anderson, 2008).

Tabel IV.10. Hasil Uji Kerapuhan

No Formula Kerapuhan (%)


1 I 0.69 ±0.05
2 II 0.72±0.07
3 III 0.73± 0.08

Uji kerapuhan (%)


0.74
kerapuhan (%)

0.73
0.72 0.72
0.7
0.69
0.68
0.66
Formula I Formula II Formula III
Formula

Gambar IV.11. Grafik Hubungan Antara Formula Dengan Kerapuhan

52
Dari hasil uji kerapuhan tablet menunjukkan bahwa ketiga formula

tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan yaitu kurang dari

1%, dimana pada Formula 1 sebesar 0.71%, Formula 2 sebesar 0.75% dan

Formula 3 sebesar 0.82%. Dari hasil data menunjukkan dengan

konsentrasi gelatin semakin tinggi maka tingkat kerapuhan tablet akan

semakin tinggi.

6. Waktu Hancur

IV.11. Tabel Uji Waktu Hancur


No Formula Waktu Hancur (menit)
1 I 6.74+0.154
2 II 7.75 +0.364
3 III 8.65±0.312

Uji Waktu Hancur (menit)


Waktu hancur (menit)

10
7.75 8.65
6.74
5

0
Formula I Formula II Formula III
Formula

Gambar IV.12. Grafik Hubungan Antara Formula Dengan Waktu


Hancur

Tablet dinyatakan hancur bila tidak ada lagi yang tersisa di kain

kasa. Menurut ketentuan Farmakope Indonesia Edisi IV untuk tablet tidak

bersalut adalah kurang dari 15 menit (Anonim,1995). Alat yang digunakan

adalah Disintegration Tester.

53
Dari hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa peningkatan

konsentrasi gelatin sebagai bahan pengikat mampu menaikan waktu

hancur tablet. Waktu hancur dengan pengikat gelatin memenuhi

persyaratan Farmakope Indonesia yaitu kurang dari 15 menit. Hal ini

dipengaruhi oleh tekanan kompresi yang cukup baik sehingga

menghasilkan waktu hancur yang baik.

54
Tabel IV.12. Hasil Evaluasi Stabilitas Fisik Tablet
Karakteristik Uji Stabilitas Tablet
Keseragaman ukuran Waktu
Waktu Keseragaman Kekerasan Kerapuhan
Organoleptis Diameter Tebal hancur
bobot (mg) (kg) (%)
(cm) (cm) (menit )
Minggu Ke-0
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula I 650.74 1.095 1.32 5.50 0.73 6.74
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula II 651.60 1.095 1.32 5.78 0.72 7.75
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula III 651.22 1.095 1.32 7 0.69 8.65
Bau khas
Rasa pahit
Minggu Ke-1Suhu 30°C
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula I 650.25 1.094 1.29 5.66 0.67 6.57
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula II 651.75 1.095 1.28 6.02 0.66 7.79
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Formula III Warna hijau tua 650.84 1.094 1.29 7.15 0.62 8.68
Bau khas

55
Rasa pahit

Minggu Ke- 1 Suhu 40°C


Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula I 651.04 1.094 1.28 5.69 0.66 6.59
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula II 651.76 1.095 1.28 6.23 0.63 7.81
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula III 651.65 1.094 1.29 7.30 0.60 8.77
Bau khas
Rasa pahit
Minggu Ke- 2 Suhu 30°C
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula I 651.57 1.094 1.29 5.69 0.67 6.60
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula II 652.14 1.095 1.28 6.55 0.64 7.80
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula III 652.56 1.094 1.29 7.3 0.61 8.60
Bau khas
Rasa pahit

56
Minggu Ke- 2 Suhu 40°C
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula I 651.40 1.094 1.28 5.76 0.66 6.60
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula II 651.84 1.095 1.28 6.52 0.62 7.80
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula III 651.42 1.092 1.27 7.40 0.59 8.70
Bau khas
Rasa pahit
Minggu Ke- 3 Suhu 30°C
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula I 652.24 1.095 1.29 5.66 0.65 6.60
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula II 651.60 1.094 1.28 6.55 0.64 7.80
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula III 651.52 1.094 1.29 7.40 0.61 8.70
Bau khas
Rasa pahit
Minggu Ke- 3 Suhu 40°C
Formula I Bentuk bulat 650.77 1.094 1.28 5.84 0.64 6.60

57
Warna hijau tua
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula II 651.81 1.095 1.29 6.49 0.63 7.89
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula III 651.22 1.92 1.27 7.35 0.60 8.70
Bau khas

Minggu Ke- 4 Suhu 30°C


Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula I 652.08 1.094 1.29 5.65 0.65 6.60
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula II 651.39 1.094 1.28 6.50 0.64 7.80
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula III 652.21 1.092 1.29 7.50 0.62 8.70
Bau khas
Rasa pahit
Minggu Ke- 4 Suhu 40°C
Bentuk bulat
Formula I Warna hijau tua 652.01 1.094 1.28 5.74 0.65 6.60
Bau khas

58
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula II 652.13 1.095 1.28 6.56 0.63 7.80
Bau khas
Rasa pahit
Bentuk bulat
Warna hijau tua
Formula III 651.36 1.092 1.27 7.55 0.62 8.70
Bau khas
Rasa pahit

59
4.4. Hasil Pengujian Stabilitas Tablet

Uji stabilitas tablet dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan

tablet untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan

yang dimilikinya pada saat dibuat ( identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian)

dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan

penggunaan. Uji stabilitas tablet ekstrak daun bluntas di lakukan dengan

menyimpan tablet di dalam oven pada suhu 300C dan 400C selama 1 bulan.

Kemudian pada setiap minggunya dilakukan evaluasi tablet seperti

keseragaman bobot,keseragaman ukuran, kekerasan, kerapuhan dan waktu

hancur. Evaluasi ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya perubahan

fisik tablet selama penyimpanan.

1. Keseragaman Bobot

Pada uji stabilitas tablet ekstrak daun bluntas yang disimpan di dalam

oven pada suhu 300C dan 400C selama 1 bulan menunjukkan bahwa pada

Formula I, II, dan III diperoleh keseragaman bobot yang stabil. Kestabilan

pada keseragaman bobot pada setiap tablet ekstrak daun bluntas terlihat

tidak mengalami penyusutan atau kenaikan bobot pada setiap minggunya.

Hal ini dikarenakan karena perbedaan konsentrasi gelatin memberikan

kohesi yang baik pada serbuk sehingga memberikan ikatan untuk

membentuk granul dibawah pengempaan yang akan membentuk suatu

massa yang kompak.

60
2. Keseragaman Ukuran

Pengujian stabilitas keseragaman ukuran tablet ekstrak daun bluntas

menunjukkan bahwa pada Formula I,II dan III yang disimpan pada suhu

300C dan 400C memperoleh keseragaman ukuran yang stabil. Hal ini

dapat dilihat dari tablet tidak mengalami adanya kenaikan atau

penyusutan pada setiap minggunya. Hal ini disebabkan karena gelatin

yang berperan sebagai bahan pengikat menghasilkan massa tablet yang

kompak dengan fines yang sedikit.

3. Kekerasan

Untuk uji stabilitas kekerasan tablet pada Formula I,II maupun III

yang disimpan dalam oven pada suhu 300C dan 400C selama 4 minggu

terlihat bahwa tablet ekstrak daun bluntas tidak mengalami adanya

perubahan baik peningkatan atau mengalami kerapuhan.

Untuk membuktikan bahwa formula I, II dan III memiliki kekerasan

tablet yang stabil pada suhu 300C dan 400C dalam empat minggu dapat

dilakukan analisa secara statistik. Pengujian dilakukan dengan

pengujian data dari distribusi normal dari perbandingan nilai Skweness

dengan Standard eror adalah 0.126 (<2), sehingga dapat simpulkan

bahwa Ho diterima maka data tersebut terdistribusi normal. Kemudian

dilanjutkan dengan uji ANOVA 2 arah pada uji levene’s test dari

kekerasan tablet dengan nilai signifikansi 0.164 > 0.05 level of

significant (α) maka Ho diterima, yang artinya bahwa data kekerasan

pada setiap Formula memiliki varians yang homogen. Kemudian

61
dilanjutkan ke uji Test of Between-Subjects Effect didapatkan bahwa

nilai “Formula” adalah 0.000 < 0.005 level of significant (α) maka Ho

ditolak, dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan bermakna pada

nilai kekerasan akibat pengaruh dari formula. Nilai sig “suhu” adalah

0.052 > 0.05 level of significant (α) maka Ho diterima, sehingga dapat

dilihat bahwa tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kekerasan

tablet dengan suhu penyimpanan. Nilai sig “waktu” adalah 0.080 > 0.05

level of significant (α) maka Ho diterima, sehingga tidak ada perbedaan

yang bermakna antara kekerasan tablet hisap yang disimpan selama

waktu satu bulan. Dari hasil interaksi nilai sig “Formula dan Suhu”

adalah 0.237 > 0.05 level of significant (α) maka Ho diterima, sehingga

tidak adanya perbedaan bermakna kekerasan tablet antara Formula

dengan suhu penyimpanan. Dari hasil interaksi nilai sig “Formula dan

Waktu” adalah 0.196 > 0.05 level of significant (α) maka Ho diterima,

sehingga tidak adanya perbedaan bermakna kekerasan tablet antara

Formula dengan Waktu selama penyimpanan. Dari hasil interaksi nilai

sig “Formula dan Suhu” adalah 0.237 > 0.052 level of significant (α)

maka Ho diterima, sehingga tidak adanya perbedaan bermakna

kekerasan tablet antara Formula dengan Suhu. Dari hasil interaksi nilai

sig “Suhu dan Waktu ” adalah 0.869 > 0.05 level of significant (α) maka

Ho diterima, sehingga tidak adanya perbedaan bermakna kekerasan

tablet antara Suhu dengan Waktu selama penyimpanan.Dari hasil

interaksi nilai sig “Formula, Suhu dan Waktu ” adalah 0.99 > 0.05 level

62
of significant (α) maka Ho diterima, sehingga tidak adanya perbedaan

bermakna kekerasan tablet antara formula, suhu dan waktu selama

penyimpanan.

4. Kerapuhan Tablet

Untuk uji stabilitas kerapuhan pada Formula I,II maupun III

diperoleh hasil yang stabil karena tidak adanya perubahan baik yang

tablet yang disimpan pada suhu 300C maupun suhu 400C selama empat

minggu. Untuk membuktikan bahwa Formula I, II dan III memiliki

kerapuhan tablet yang stabil pada suhu 300C dan 400C dalam empat

minggu dapat dilakukan analisa secara statistik. Pengujian dilakukan

dengan pengujian data dari distribusi normal dari perbandingan nilai

Skweness dengan Standard eror adalah 1.925 (<2), sehingga dapat

simpulkan bahwa Ho diterima maka data tersebut terdistribusi normal.

Kemudian dilanjutkan dengan uji ANOVA 2 arah pada uji levene’s test

dari kerapuhan tablet dengan nilai signifikansi 0.941 > 0.05 level of

significant (α) maka Ho diterima, yang artinya bahwa data kerapuhan

pada setiap formula memiliki varians yang homogen. Kemudian

dilanjutkan ke uji Test of Between-Subjects Effect didapatkan bahwa

nilai “Formula” adalah 0.000 < 0.005 level of significant (α) maka Ho

ditolak, dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan bermakna pada

nilai kekerasan akibat pengaruh dari Formula. Nilai sig “Suhu” adalah

0.085 > 0.05 level of significant (α) maka Ho diterima, sehingga dapat

dilihat bahwa tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kerapuhan

63
tablet dengan suhu penyimpanan. Nilai sig “Waktu” adalah 0.256 >

0.05 level of significant (α) maka Ho diterima, sehingga tidak ada

perbedaan yang bermakna antara kerapuhan tablet hisap yang disimpan

selama waktu satu bulan. Dari hasil interaksi nilai sig “Formula dan

Suhu” adalah 0.340 > 0.05 level of significant (α) maka Ho diterima,

sehingga tidak adanya perbedaan bermakna kerapuhan tablet antara

formula dengan suhu penyimpanan. Dari hasil interaksi nilai sig

“Formula dan Waktu” adalah 0.289 > 0.05 level of significant (α) maka

Ho diterima, sehingga tidak adanya perbedaan bermakna kerapuhan

tablet antara formula dengan waktu selama penyimpanan. Dari hasil

interaksi nilai sig “Formula dan Suhu” adalah 0.340 > 0.05 level of

significant (α) maka Ho diterima, sehingga tidak adanya perbedaan

bermakna kekerasan tablet antara formula dengan suhu. Dari hasil

interaksi nilai sig “Suhu dan Waktu ” adalah 0.524 > 0.05 level of

significant (α) maka Ho diterima, sehingga tidak adanya perbedaan

bermakna kerapuhan tablet antara suhu dengan waktu selama

penyimpanan. Dari hasil interaksi nilai sig “Formula, Suhu dan Waktu ”

adalah 0.483 > 0.05 level of significant (α) maka Ho diterima, sehingga

tidak adanya perbedaan bermakna kerapuhan tablet antara formula,

suhu dan waktu selama penyimpanan.

64
5. Waktu Hancur Tablet

Untuk uji stabilitas waktu hancur pada Formula I,II maupun III

diperoleh hasil yang stabil karena tidak adanya perubahan baik yang

tablet yang disimpan pada suhu 300C maupun suhu 400C selama empat

minggu. Untuk membuktikan bahwa Formula I, II dan III memiliki

waktu hancur tablet yang stabil pada suhu 300C dan 400C dalam empat

minggu dapat dilakukan analisa secara statistik. Pengujian dilakukan

dengan pengujian data dari distribusi normal dari perbandingan nilai

Skweness dengan Standard eror adalah 0.127 (<2), sehingga dapat

simpulkan bahwa Ho diterima maka data tersebut terdistribusi normal.

Kemudian dilanjutkan dengan uji ANOVA 2 arah pada uji levene’s test

dari kerapuhan tablet dengan nilai signifikansi 0.398 > 0.05 level of

significant (α) maka Ho diterima, yang artinya bahwa data waktu

hancur pada setiap formula memiliki varians yang homogen. Kemudian

dilanjutkan ke uji Test of Between-Subjects Effect didapatkan bahwa

nilai “Formula” adalah 0.000 < 0.005 level of significant (α) maka Ho

ditolak, dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan bermakna pada

nilai waktu hancur akibat pengaruh dari formula. Nilai sig “Suhu”

adalah 0.609 > 0.05 level of significant (α) maka Ho diterima, sehingga

dapat dilihat bahwa tidak adanya perbedaan yang bermakna antara

waktu hancur tablet dengan suhu penyimpanan. Nilai sig “Waktu”

adalah 0.315 > 0.05 level of significant (α) maka Ho diterima, sehingga

tidak ada perbedaan yang bermakna antara waktu hancur tablet yang

65
disimpan selama waktu satu bulan. Dari hasil interaksi nilai sig

“Formula dan Suhu” adalah 0.195 > 0.05 level of significant (α) maka

Ho diterima, sehingga tidak adanya perbedaan bermakna waktu hancur

tablet antara formula dengan suhu penyimpanan. Dari hasil interaksi

nilai sig “Formula dan Waktu” adalah 0.273 > 0.05 level of significant

(α) maka Ho diterima, sehingga tidak adanya perbedaan bermakna

waktu hancur tablet antara formula dengan waktu selama penyimpanan.

Dari hasil interaksi nilai sig “Suhu dan Waktu ” adalah 0.111 > 0.05

level of significant (α) maka Ho diterima, sehingga tidak adanya

perbedaan bermakna waktu hancur tablet antara suhu dengan waktu

selama penyimpanan.Dari hasil interaksi nilai sig “Formula, Suhu dan

Waktu ” adalah 0.360 > 0.05 level of significant (α) maka Ho diterima,

sehingga tidak adanya perbedaan bermakna waktu hancur tablet antara

formula, suhu dan waktu selama penyimpanan.

66
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak daun bluntas dapat dibuat menjadi sediaan tablet dengan

menggunakan variasi konsentrasi gelatin sebagai bahan pengikat dengan

metode granulasi basah.

2. Konsentrasi gelatin yang digunakan yaitu 1% pada Formula I, 3 % pada

Formula II dan 5 % pada Formula III dimana adanya kenaikan konsentrasi

dapat menyebabkan peningkatan dari kekerasan tablet,meminimalkan

kerapuhan dan meningkatkan waktu hancur tablet ekstrak daun bluntas.

3. Formula III dengan konsentrasi gelatin 5 % menghasilkan tablet yang

baik dan memenuhi uji stabilitas yang disimpan pada suhu300C dan 400C

selama 4 minggu dengan bobot 651.22 mg, diameter 1.095, tebal

1.32,kekerasan tablet 7.0 kg/cm2, kerapuhan 0.69 % dan waktu hancur

8.65 menit.

4. Hasil statistic analisa yang digunakan adalah dengan menggunakan two

way anova menunjukkan tidak ada perbedaan pada masing-masing

formula terhadap waktu penyimpanan tablet selama empat minggu.

67
5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membuat sediaan tablet

dengan bentuk sediaan lainnya misalnya tablet salut.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan bahan

pengikat lain serta dengan penambahan bahan lain seperti pengaroma,

perasa, dan pewarna.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode uji

aktivitas analgesic menggunakan daun bluntas.

68
DAFTAR PUSTAKA

Alderborn, G., 2015, Tablets and Compaction, In: Pharmaceutics : The Science of
Dosage Form Design, Second Ed., Pages 413, 423-424, 431, 437, United
Kingdom,Churchill Livingstone.
Anief. 2013. Ilmu Meracik Obat .Yogyakarta : UGM Pres. P. halaman 9.
Anief, M, 2011, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Penerbit University Press.
Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih bahasa
Ibrahim, F. Jakarta : UI Press, halaman 168-169
Anonim,2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta:
UI-Press. Halaman: 326-342.
Attwood, D., dan Florence, A.T. (2008).Dasar-dasar Fisikokimia Farmasi.
London:
Chapman and Hall, Inc. Halaman 81-153.

Bandelin, F,J., 2008, Compressed Tablet by Wet Granulation, In Lieberman,


H.A., Kanig, J.L ( Eds ), Pharmaceutical Dosage Forms; Tablets, Vol. I ,
Marcell Dekker, New York , halaman 137-177
Banker, G. S. Dan Anderson, N. R., 2002, Tablet, Dalam Lachman, L.,
Lieberman, H. A., Kanig, J. L. (Eds), Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, UI-Press, Jakarta: Halaman 645-646, 651,
653, 655, 674-679, 697-699, 701-703.
Buku Kedokteran. Pemastian Mutu Obat.2005. halaman 63
(https://books.google.co.id/books?id=oDiIdD4MlkC&pg=PA180&lpg=PA1
80&dq=buku+pemastian+mutu+obat+uji+stabilitas&source=bl&ots=OQA
D1EGJi7&sig=2KYW9Kc3z2ShZ3C07_99q9jVglQ&hl=id&sa=X&sqi=2&
ved=0ahUKEwimn_iImvzKAhVFHY4KHZuiDYUQ6AEIPzAG#v=onepag
e&q=buku%20pemastian%20mutu%20obat%20uji%20stabilitas&f=false ,
diakses pada 16 Febuari 2016)
Dalimartha, (2013), Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 3, Puspa Swara,
Jakartahal.170,198, 214.

69
Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1.Jakarta : Trubus
Agriwidjaya,2012.Hal 18-21
Departemen Kesehatan RI & Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan
Makanan.(2010).Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.Jakarta
:Bakti Husada,halaman 17, 31- 32
DepKes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta.

Farnsworth, N.R. (2006). Biological and Phytochemical Screening of


Plants.Journal of Pharmaceutical Sciences.Volume 55. No.3. Chicago:
Reheis Chemical Company. Pages 263-264.

Heyne, K. 2007. Tumbuhan Berguna Indonesia.Jilid I dan II.Terj.Badan Litbang


Kehutanan.Cetakan I. Koperasi karyawan Departemen Kehutanan Jakarta
Pusat. Halaman 315-317

Hendayana, Sumar. 2006, Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan


Elektrolisis Modern, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Lachman et, Al,.Lieberman , H., 2010. The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy, Philadelphia : Lea & Febriger

Lachman L., Lieberman, H.A., and Kanig, J.L., 2006, Teori dan Praktek Farmasi
Industri, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, S., Aisyah, I, Cetakan II, UI
Press, Jakarta, Halaman 645-654-701

Novitasari, R. (2012), Analisis Masalah Generator Possible dan Universal


Eigenvector pada Matriks Interval dalam Aljabar Max-Plus, Tesis Program
Magister Jurusan Matematika, FMIPA, ITS, Surabaya.

Parrott, E.L. (2012).Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics.


Mineapolis: Burgess Publishing Company. Halaman 64-66, Halaman 73-83.

Rudnic E. M., and Kottke M. K., 2006, Tablet Dosage Form, In Modern
Pharmaceutics, 3nd, Marcel Dekker, New York, Halaman 314-350.

Roslida AH, Erazulina AK,Zuraini A. Anti-inflammatory and Anti- nociceptive


Activities of The Ethanolic Extract ofPluchea Indica (L) Less
Leaf.Pharmacologyonline. 2008.Hal 349

Sari, LORK .2010.Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat


dan Keamanannya.Majalah Ilmu Kefarmasian.2006. Halaman 1-7

Sastrohamidjojo, H, 2011, Kromatografi, Edisi II, hal 26-36, Liberty, Yogyakarta.

70
Sibarany,Venty,2012. Uji Efek Analgesik Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea
indicaLess.) Pada Mencit (Mus musculus).Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi , Manado

Siregar, Charles J.P. (2008). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet : Dasar–Dasar


Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Hal. 90, 98-110.

Siregar,J,P., Dan Wikarsa, S., 2010 , Teknologi Farmasi, Cetakan V . Hal 163-
165,577-580,156-187,Gadjah Mada University Press,Yogyakarta

Sulaiman, T.N.S. (2012). Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet, Cetakan


Pertama. Yogyakarta: Mitra Communications Indonesia. Halaman 149-153.

Syamsuhidayat, S.S and Hutapea, J.R, 2011, Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
edisi kedua, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Halaman 311-312

Tjay, T. H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan,


dan Efek-Efek Sampingnya.Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo: hal. 193

Vadas, E.B. (2010). Stability of Pharmaceutical Products. dalam Remington: The


Science and Practice of Pharmacy. Volume 1. Editor: Alfonso Gennaro.
London: Lippincott Williams & Wilkins. Halaman 988-989.

Voigt, R., 2004, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh


Soewandhi, S.N., UGM Press, Yogyakarta. Halaman 173, 179, 202-208,
577-578, 607-608

WHO. (1997). Quality Assurance of Pharmaceuticals: A Compendium


Guidelines and Related Materials. Volume 1. Geneva: World Health
Organization. Halaman 45-65.

71

Anda mungkin juga menyukai