Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Moringa oleifera atau kelor yang saat ini dijuluki sebagai World’s most
valuable multipurpose tree atau yang sering disebut juga miricle tree (Small,
2012). Seluruh dari tanaman kelor baik dari daun dan biji kelor dapat bermanfaat
atau menjadi sesuatu yang berguna khususnya dibidang kesehatan. Kelor tumbuh
tidak mengenal iklim meskipun sebenarnya kelor merupakan tanaman yang cocok
tumbuh di iklim tropis. Penelitian Offor et al. (2014) menyebutkan bahwa
perkiraan tumbuhan kelor dapat menyembuhkan berbagai penyakit sekitar 300
penyakit dengan cara mengkonsumsi paling tidak suplemen dengan bahan dasar
tanaman kelor. Kelor mengandung mineral, protein, vitamin A, vitamin B,
vitamin C, selain itu kelor mengandung senyawa-senyawa isotiosianat, benzyl
isotiosianat, pterygospermin, betakoroten, niazimin, dan gula sederhana (Quershi
dan Sholanki, 2015). Tamanan daun kelor juga mengandung senyawa-senyawa
metabolit sekunder dalam bagian tanaman daun seperti flavonoid, tanin, fenol
(Moehammed dan Manan, 2015) serta alkaloid (Pandey et al, 2012) kelor
memiliki efek terapi yang luas seperti antidiabetes, antiinflamasi (Oviedo et al,
2016), antibakteri (Abdulkadir et al, 2015), dan antikanker (Jung IL, 2014).
Gambir atau Uncaria gambir (hunter) Roxb memiliki dua komponen
utama yakni katekin dan asam katekutannat yang memiliki banyak sekali manfaat
bagi tubuh manusia seperti astringensia, antioksidan yang kuat dan anti bakteri
sehingga ini merupakan alasan mengapa gambir sering digunakan dalam berbagai
bidang industri kosmetik, industri obat-obatan dan indusrti-industri farmasi
lainnya (Dharma, 1985). Kandungan katekin yang terdapat dalam gambir dapat
berkurang apabila saat proses pengolahan gambir terdapat bahan campuran lain
atau bahan pengotor seperti tepung, tanah, serangga,batu dan pengotor lainnya
(Gumbira-Said, 2010). Gambir terstandarisasi adalah ekstrak daun dan ranting
tanaman gambir Uncaria gambir (hunte)r Roxb yang diproses dengan cara
tertentu mengandung katekin tidak kurang dari 90%. Katekin merupakan zat aktif
2

yang paling banyak terdapat pada ekstrak gambir. Beberapa peneliti telah
melakukan penelitian untuk meneliti kualitas aktivitas dan kadar katekin yang
terdapat dalam gambir. Musdja, (2012) telah meneliti efek anti bakteri pada
katekin yang terkandung dalam gambir.
Maag merupakan gangguan dari saluran pencernaan bagian atas yang
bersifat ulseratif yang disebabkan oleh aktivitas sekret lambung yaitu pepsin dan
asam hidroklorida (HCl) yang berlebih. Maag adalah keadaan dimana kontiniutas
mukosa lambung terputus dan meluas sampai kebagian bawah lapisan epitel.
Penyebab dari hal tersebut ialah ketidak seimbangan antara faktor devensive dan
faktor agresif yang mempertahankan keutuhan dari mukosa lambung. Faktor
agresif yang paling penting adalah asam lambung yang disekresi oleh sel parietal
dan pepsin yang diproduksi oleh sel zymogen serta difusi kembali ion hidrogen.
Faktor devensive antara lain pembentukan dan sekresi mukus, serta bikarbonat,
aliran darah mukosa dan regenerasi epitel. Selain itu ada beberapa faktor yang
bisa menyebabkan maag seperti, jenis kelamin, alkohol, stress dan infeksi
Helicobacter pylori dan dapat menyebabkan tukak lambung (Julius, 1992;wilson
& Price,1992).
Berdasakan manfaat kedua bahan alam tersebut akan dibuat sediaan tablet
berupa sediaan tablet kunyah. Tablet kunyah didesain bertujuan untuk dikunyah,
memberikan residu dengan rasa yang lebih enak dibandingkan dengan tablet
biasa, tidak meninggalkan rasa pahit atau rasa yang tidak enak pada saat
pengunyahan, dan mudah ditelan (Agoes, 2012). Proses pembuatan tablet
membutuhkan bahan tambahan lainnya begitu pula dengan tablet kunyah salah
satunya yaitu bahan tambahan pengikat. Penambahan bahan tambahan pengikat
pada sediaan tablet memiliki tujuan untuk mengikat seluruh komponen bahan
yang ada dalam formula dan selain itu tujuannya adalah mengikat sifat kohesi
serbuk melalui pengikat dalam pembetukan granul (Agoes, 2012)
Tablet kunyah memiliki banyak keuntungan atau kelebihan dibanding
bentuk sediaan oral lainnya, antara lain tablet kunyah memiliki ketersediaan
hayati yang lebih baik, melewati proses disintegrasi. Formula tablet kunyah
diharapkan dapat menutupi rasa tidak enak seperti halnya tablet konvensional
3

yang penggunaannya langsung ditelan. Penggunaan manitol dan sorbitol yang


selain fungsinya sebagai pengisi berfungsi juga sebagai pemanis. Tablet kunyah
dirancang dengan kekerasan yang lebih rendah dibanding dengan tablet
konvensional biasanya yang bertujuan untuk menjamin dalam mengunyah tablet
dalam mulut (Sahat et al, 2013). Persyaratan kekerasan tablet kunyah yang baik
adalah tablet memiliki kekerasan yang lebih rendah dari pada tablet konvensional
yaitu berkisar antara 4-7 kp (Sahat et al, 2013).
Salah satu faktor yang memiliki peranan yang penting dalam pembuatan
tablet adalah bahan tambahan pengikat. Bahan tambahan pengikat yang digunakan
adalah gelatin. Gelatin merupakan bahan tambahan pengikat yang baik,
mempunyai daya ikat yang cukup kuat (Siregar, 2008). Gelatin merupakan bahan
pengikat yang paling tepat untuk tablet kunyah karena gelatin memiliki tekstur
yang mudah meleleh dalam mulut kemudian mengeluarkan seluruh cita rasa yang
terdapat dalam kandngannya (Siregar, 2010). Kelebihan yang terdapat dalam
bahan tambahan gelatin yang lainnya adalah dapat meningkatkan rasa, warna dan
bau pada sediaan (Siregar, 2010).
Berdasarkan penelitian Santi (2013) menyimpulkan bahwa dari
konsentrasi gelatin 1%, 3%, 5% semua konsetrasi gelatin memenuhi persyaratan
tablet akan tetapi pada konsentrasi gelatin 1% yang memenuhi persyratan
kekerasan tablet kunyah, sedangkan menurut Edi (2013) dari variasi konsentrasi
yang dibuat 1%, 3%, 5% pada konsentrasi 3% dan 5% tablet menghasilkan tablet
kunyah yang memenuhi syarat uji mutu fisik tablet. Menurut Farida, (2012) pada
konsentrasi gelatin 3%, 5% dan 7% dimana hasil penelitian seluruh konsentrasi
gelatin memenuhi persyaratan tablet akan tetapi tablet kunyah yang mudah hancur
pada saat pengunyahan terdapat pada konsentrasi 5% dan 7%. Menurut Nova,
Inding, Waode (2013) dari variasi konsetrasi pengikat gelatin 1%, 3%, 5%, 7%,
9% yang dibuat, pada konsetrasi gelatin 9% memiliki kekerasan tablet paling
keras sehingga pada konsetrasi 9% tidak dapat digunakan untuk sediaan tablet
kunyah, tetapi pada konsetrasi 3%, 5%, dan 7% dapat digunakan, karena masih
memenuhi standar kekerasan sediaan tablet kunyah. Bahan pengikat gelatin
dengan konsentrasi yang bervariasi dapat mempengaruhi faktor uji sifat fisik
4

granul dan tablet sehingga dapat mempengaruhi sediaan tablet yang sesuai standar
(Edi, 2013).
1.2 Tujuan Penelitian
1. Menentukan konsentrasi bahan pengikat gelatin terbaik pada sediaan
tablet kunyah campuran ekstrak kering daun kelor dan katekin gambir.
2. Menentukan kadar flavonoid yang terkandung di dalam tablet kunyah.
1.3 Hipotesis
1. Salah satu konsentasi bahan pengikat gelatin adalah yang terbaik untuk
digunakan pada tablet kunyah campuran ekstrak kering daun kelor dan
katekin gambir tablet kunyah.
2. Diperoleh kadar flavonoid dalam sediaan tablet kunyah
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Kelor


Tumbuhan kelor (Moringa oleifera L.) merupkan salah satu jenis
tumbuhan tropis yang mudah tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Kelor
merupakan tumbuhan perdu dengan ketinggian 7-11 meter dan tumbuh subur
mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi kira-kira sampai ketinggian 700
meter di atas permukaan laut. Kelor mentolerir berbagai kondisi lingkungan,
sehingga mudah tumbuh meski dalam kondisi yang ekstrim. Kelor banyak
ditanam oleh masyarakat indonesia sebagai tanaman pagar di halaman rumah atau
diladang (Kurniasih, 2013). Daun kelor terdapat pada gambar 1.

Gambar 1: Daun Kelor

Kelor kaya akan senyawa yang mengandung gula sederhana dan senyawa
yang cukup unik yaitu glucosinolates dan isothiocynates. Daun kelor menjadi
sumber anti oksidan alami, suplemen makanan, pencegah hepatotoksik.
Komponen spesifik daun kelor digunakan sebagai obat antihipertensi, antikanker,
dan aktivitas antibakteri meliputi senyawa 4-(α-Lrhamnopyranosyloxy) benzyl
isothiocyanate, pterygospermin, Niazimicin, pterigospermin dan benzyl
isothiocyanate. Berkaitan dengan fungsi senyawa metabolik sekunder sebagai
antibakteri dan antivirus pada tanaman daun kelor selama masa pertumbuhan
terjadi perubahan kandungan komposisi senyawa fitokimia (Quershi dan sholanki,
2015).
6

2.2 Katekin Gambir


Katekin merupakan komponen senyawa utama yang dimiliki gambir
(Taniguci et al., 2011; Apea-Bah et al., 2009; Anggrani et al., 2011) kandungan
katekin dalam gambir dapat berkurang apabila pada saat proses pengolahan
gambir terdapat bahan campuran lain seperti tepung, debu, batuh, serangga, pupuk
SP36 dan tanah (Gumbira-Said, 2009) yang dapat mengakibatkan terjadinya
penurunan pada mutu katekin gambir. Proses penentuan kandungan katekin dalam
gambir perlu dilakukan agar memperoleh katekin gambir yang dibutuhkan.
Katekin termasuk kedalam senyawa polifenol dari kelompok flavonoid.
Flavonoid biasanya dapat ditemukan pada buah-buahan, sayuran, daun teh, dan
juga terdapat pada tumbuhan gambir. Flavonoid dapat bekerja sebagai antibakteri
dengan mekanisme kerjanya yaitu membentuk kompleks dengan protein
ekstraseluler dengan dinding mikroba. Flavonoid dapat berperan secara langsung
menggunakan fungsi sel-sel mikroorganisme dan menghambat sel mikroba
(Kresnawati, et al., 2009).

Gambar 2: Rumus bangun katekin

Menurut Thope dan Whiteley,1921 seperti dilansir oleh Gumbira-Sa’d et


al, 2009, senyawa utama yang terkandung pada gambir adalah psudotanin cathecu
dan phobatanin asam cathechutannat dengan jumlah persentase dari masing-
masing senyawa adalah 7-30% dan 22-55%. Selain katekin dan asam cathecu
tannat yang menjadi senyawa utama pada gambir terdapat senyawa lain yang
terkandung di dalam tumbuhan gambir seperti quarsetuin, red cathecu, gambir
floursein, lemak lilin, dan abu. Tumbuhan gambir mengandung tujuh jenis
senyawa metabolit sekunder alkaloid diantaranya yaitu, dihidrogambir tanina,
7

gambirdinna, gambirina, isogambirina, auroparina, oksigambir-tanina. Tanin


yang terdapat di dalam tumbuhan gambir merupakan tanin yang tidak dapat
dihidrolisis, yaitu tanin turunan flavanal yang tidak dapat dihidrolisa dengan asam
ataupun basa. (Nazir, 2000)
2.3 Flavonoid
Flavonoid adalah subgolongan polifenol yang terdistribusi luas diberbagai
tanaman dengan aktivitas beragam dan bersifat sinergis yang memiliki struktur
yang hampir seragam sehingga tidak perlu terlalu sulit ditetapkan (Saifudin, dkk.,
2011). Senyawa flavonoid yang tidak berwarna dapat mengabsorpsi cahaya pada
spektrum UV karena memiliki banyak gugus kromofor. Flavonoid berupa
senyawa fenolik yang memiliki sifat antioksidan yang kuat (Heinrich dkk., 2009).
Aglokon flavonoid dalam tumbuhan yaitu flavonoid dalam gula terikat terdapat
dalam berbagai bentuk struktur. Mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya
yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang dapat
dihubungkan dengan satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga. Flavonoid memiliki sejumlah gugus hidroksil yang merupakan
senyawa polar maka umumnya sifat flavonoid yaitu larut dalam pelarut polar
seperti etanil, metanol, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, butanol, aseton, air
dan lain-lain. Pentingnya dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan adalah
adanya kecenderungan kuat dalam tubuh yang secara taksonomi berkaitan akan
menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa (Markham, 1988).

Gambar 3. Kerangka dasar struktur flavonoid

Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida pada senyawa


tersebut satu gugus hidroksil flavonoid atau lebih terikat pada satu gula atau lebih
dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam. Gula juga dapat berikatan
dengan atom karon flavonoid langsung pada inti benzene dengan suatu ikatan
8

karbon yang tahan asam dikel sebagai C-glikosida. Aglikon flavonoid ialah
polifenol, sifat senyawa fenol yakni sedikit asam sehingga dapat larut dalam basa.
Aglikon flavonoid yang sering dijumpai ilah flavonol, flavon, antosianin,
isoflavon, flavanon, dihidroflavonol, biflavonoid, khalkon dan auron
(Markham,1988).
Flavonoid paling sering terdapat sebagai glikosida biasanya 3-glikosida
dan aglikon flavonoid yang umum yaitu kuarsetin, kamferol, dan mirisetin yang
berkhasiat sebagai antiinflamasi dan antioksidan serta kuersetin 3-rutinosida yang
dikenal sebagai rutin dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan terutama dalam
bidang farmasi (Harborne, 1987). Flavonoid yang berfungsi terhadap efek
penurunan kadar glukosa dalam darah tidak hanya kuersetin, tetapi terdapat
flavonoid lain diantaranya katekin, epikatekin galat, epikatekin, antosianin,
epigalokatekin dan isoflavon yang disebut oleh pustakalain dapat mengobati atau
mempunyai efek penurunan hiperglikemik (Hussain dan Marouf, 2013). Spektrum
khas flavonoid terdiri dari dua panjang gelombang maksimum yang berada dalam
rentang antara 240-285 nm dan 300-550 nm. Spektrum flavonoid biasanya diukur
dalam larutan dengan pelarut metanol atau etanol, namun spektrum yang
dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan (Sastroharmodjo, 1996)
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan menarikan kandungan kimia dalam tumbuhan
yang dapat larut, sehingga dapat terpisah dari bahan yang tidak larut dengan
pelarut cair (Depkes RI, 2000). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudiaan semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa uap serbuk yang tersedia diperlukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditentukan (Depkes RI, 1995).
Macerare yang berarti maserasi yang memiliki arti yaitu melunakkan,
maserata ialah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi dengan
menggunakan pelarut yang cocok sedangkan maserasi adalah cara penarikan
simplisia atau metode ekstraksi cara dengan merendam simplisia dalam cairan
penyari yang sesuai dengan suhu 150 sampai 250C (Syamsuni, 2006). Secara
9

umum pembuatan ekstrak dengan metode maserasi yaitu simplisia serbuk


dimasukkan kedalam botol berwarna gelap bermulut lebar dan di masukan juga
pelarut yang sesuai, terlindung dari cahaya dan sesekali mengalami pengocokan
atau pengadukan lalu di saring filtratnya (Syamsuni, 2006). Tujuan dari
pengadukan atau pengkocokan adalah agar senyawa kimia yang terdapat dalam
simplisia dapat terekstraksi dengan maksimal karena adanya pergerakan yang
dapat menyebabkan frekuensi kontak antara sampel dan pelarut lebih tinggi, hasil
maserasi disaring hingga mendapatkan filtrat, adapun tujuan penyaringan
bertujuan untuk memisahkan sampel dengan senyawa bioaktif yang larut dalam
pelarut. Proses maserasi ini dilakukan hingga tiga kali remaserasi dengan tujuan
agar senyawa yang terkandung pada simplisia serbuk dapat terlalut secara
maksimal di dalam pelarut yang digunakan (Arief, 2002).
2.5 Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan farmaseutik yang paling banyak digunakan
karena memiliki beberapa keuntungan antara lain seperi ketepatan dosis dalam
sediaan, mudah dalam hal pemakaiannya (tidak memerlukan tim medis dalam
penggunaannya), mudah dalam transportasi, stabil dalam penyimpanan, dan dari
segi ekonomi relatif lebih murah dibandingkan dengan bentuk sediaan lain
terutama pada sediaan parenteral. Tablet merupakan sediaan padat kompak, yang
dapat dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua
permukaan rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau
tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dalam sediaan tablet dapat
berfungsi sebagai zat pengikat, zat pengisi, zat pengembang, zat pembasah, zat
pelicin atau zat lain yang cocok (Dinkes RI, 1979).
Tablet dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmaseutika yang
sesuai. Ukuran tablet pada umumnya berbeda-beda begitu juga dengan bentuk
tablet, kekerasan tablet, daya hancur tablet, bentuk tablet tergantung pada metode
pembuatan tablet dan cara penggunaan tablet. Pada umumnya pengunaan tablet
ditunjukan sebagai pemakaian secara oral. Tablet lain yang penggunaannya
dengan cara sublingual, melalui vagina, dan bukal tidak boleh mengandung
10

bahan-bahan tambahan seperti pada tablet yang digunakan secara oral (Ansel,
2008: 244-245).
Tablet kunyah adalah tablet yang dimaksudkan untuk di kunyah,
memberikan residu dengan rasa yang enak dan nyaman dalam rongga mulut,
mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau rasa yang tidak enak pada
proses penelanan. Tablet kunyah digunakan dalam formulasi tablet untuk anak,
terutama formulasi antasida, multivitamin, dan antibiotik tertentu. Tablet kunyah
umumnya dibuat dengan cara kempa dengan menggunakan manitol, sorbitol atau
sukrosa sebagai bahan pengikat dan pengisi, mengandung bahan pewarna,
pemanis dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa (Depkes
RI, 1995).
Penelitian ini menggunakan ekstrak kering daun kelor dan katekin gambir
dibuat sediaan tablet kunyah dengan kadar daun kelor 40% dan katekin gambir
6% yang berkhasiat sebagai obat nyeri lambung atau Maag. Tablet dibuat dengan
metode granulasi basah. Formulasi yang digunakan dalam membuat tablet kunyah
secara mekanik didesain untuk terjadi proses disolusi atau disintegrasi terjadi
dalam mulut dikunyah (Felipe, Terry, Mine, Catherine, 2015). Berdasarkan
penelitian sahat et al, 2013 jenis tablet kunyah pada dasarnya khusus dirancang
dalam formulasi tablet untuk anak, terutama formulasi untuk multivitamin,
antasida, dan antibiotik tertentu.
Tablet kunyah biasa dibuat dengan cara dikempa, umumnya digunakan zat
pengisi atau pengikat yaitu manitol, sukrosa, sorbitol, dan dektrosa dan
mengandung bahan pewarna dan pengaroma sebagai daya pikat dan meningkatkan
penampilan dan rasa. Tablet kunyah dapat dibuat dengan berbagai macam metode,
salah satunya adalah metode granulasi basah, metode granulasi basah memiliki
beberapa kelebihan yaitu mencegah terjadinya segresi campuran, meningkatkan
disolusi obat yang bersifat hidrofob, memperbaiki sifat alir atau laju alir dan
kompaktibilitas serbuk, mempertahan distribusi obat atau zat warna selalu merata
dan dapat digunakan untuk bahan dosis obat kecil (Hadisoewignyo dan Fudholi,
2013).
11

2.6 Bahan Tambahan


Tablet memiliki komponen-komponen non aktif atau didapat disebut
dengan eksipien, yang mana eksipien merupakan zat-zat yang bersifat inner secara
kimia, fisik dan secara farmakologi yang ditambahkan ke dalam sediaan yang
berfungsi untuk membantu sediaan memenuhi persyaratan. Zat tambahan
digolongkan sesuai dengan fungsi utama yang dilakukan terhadap sediaan
(Siregar dan Wikarsa, 2010).
Penggolongan eksipien tablet pada umumnya yaitu:
1. Bahan Pengisi
Zat pengisi adalah zat yang berfungsi sebagai pengisi suatu sediaan agar
sediaan lebih kompak, mendapat bobot yang diinginkan, menyesuaikan ukuran
tablet, dapat meningkatkan mutu sediaan tablet dan dapat membantu dalam proses
pembuatan tablet dengan syarat bahan pengisi bersifat innert secara farmakologi
sehingga dapat memenuhi persyaratan (Siregar dan Wikarsa 2010).
Bahan pengisi atau filler pada sediaan tablet sangat diperlukan karna
berfungsi dapat meningkatkan bobot atau massa agar mencukupi jumlah massa
campuran sehingga cukup untuk dicetak atau dikopressi. Bahan-bahan pengisi
yang sering digunakan antara lainpati dan derivatnya, laktosa, avicel PH 101,
avicel PH 102,manitol, kalsium fosfat dihidrat (Anwar, 2012).
2. Bahan Penghancur
Disintegran merupakan bahan tambahan atau eksipien dalam membuat
sediaan tablet yang berperan sebagai fasilitas hancurnya sediaan tablet ketika
tablet terjadi kontak langsung dengan cairan yang berada di saluran cerna.
Beberapa contoh jenis disintegran seperti pati terpregelatinasi, pati amili,guar
gum, explotab, avicel dan asam alginat (Anwar, 2012). Bahan pengancur yang
ditambahkan dengan cara mengkombinasi intragranular dan ekstragranular yang
mempunyai fungsi masing-masing, jika penghancur intragranular mengalami
proses granulasi yang berfungsi untuk menghancurkan granul menjadi partikel-
partikel yang lebih halus sedangkan penghancur ektragranular bahan penghancur
yang tidak ikut dalam proses granulasi untuk menghancurkan tablet menjadi
granul (Hadisoewignyo dam Fudholi, 2013).
12

3. Bahan Pengikat
Bahan pengikat atau binder merupakan bahan penting dalam pembuatan
sediaan tablet khususnya tablet dengan metode pembuatan granulasi basah.
Pengkat atau binder ditambahkan dalam formula tablet bertujuan untuk
menambah gaya kohesivitas serbuk sehingga dapat mengikat untuk membentuk
granul dan akan membentuk suatau masa yang kompak atau kohesif setelah
dikempa menjadi bentuk tablet (Siregar dan Wikarsa, 2010). Pemilihan bahan
pengikat tergantung pada daya ikat atau daya kohesi yang diinginkan untuk
membentuk suatu granul dan kompatibilitas dengan bahan-bahan yang lain.
Beberapa contoh bahan pengikat yaitu polivinilpirolidin, metil selulosa, CMC-Na,
starch 1500, gelatin,pati dan derivatnya (Anwar, 2012).
4. Bahan Pelicir
Bahan pelicir merupakan bahan tambahan tablet atau eksipien tablet yang
berfungsi untuk mempermudah pengeluaran sediaan tablet dari dalam lubang
mesin kempa dan mencegah melekatnya sediaan tablet pada pons (Siregar dan
Wikarta, 2010). Bahan pelicir mempunyai fungsi lain yaitu untuk mengurang
gesekan antara dinding die dengan dinding tablet pada saat tablet akan ditekan ke
luar. Bahan pelicir umunya bersifat hidrofob sehingga dapat menurunkan
kecepatan disolusi dan disintegrasi tablet (Syamsuni, 2006). Beberapa contoh
senyawa yang tergolong dalam bahan pengikat adalah asam stearat dan talk,
natrium stearat, magnesium stearat, dan kalsium stearat (Anwar, 2012).
5. Antilekat
Antilekat penggunaanya bertujuan untuk mengurangi melekat atau adhesi
serbuk dan granul pada permukaan punch atau dinding die. Contoh bahan
antitekal antara lain Cab-O-Sil, pati jagung, magnesium stearat, natrium lauril
sulfat, talk, dan DL-Leusin (Anwar, 2012). Penambahan antiadheren maka dapat
meminimalkan melekatnya zat pada permukaan pons yang mengakibatkan tablet
sulit dicetak dan pengaruh yang tidak dikehendaki dalam proses pembuatan tablet
(Siregar dan Wikarsa, 2010).
13

6. Bahan Pewarna
Bahan pewarna digunakan dengan tujuan sebagai bahan estetik dan untuk
membedakan produk yang satu dengan yang lainnya selama masa produksi,
menambah nilai jual dan dapat menarik minat pasien khususnya anak-anak.
Pemakaian bahan pewarna yang larut dalam air maksimal 0,005% (sesuai dengan
Undang-Undang atau peraturan tentang penggunaan pewarna dalam sediaan obat).
Contoh bahan pewarna adalah pandan, antosianin, karotenoid, suji, kunyit, xanton
(BPOM RI, 2013).
2.7 Metode Pembuatan tablet
Metode pembuatan tablet dibagi menjadi tiga metode, yaitu granulasi
basah, granulasi kering, dan kempa langsung. Granulasi serbuk merupakan proses
membesarkan ukuran praktikel kecil yang dikumpulkan bersama-sama menjadi
gumpalan atau agregat yang lebih besar secara fisik lebih kuat dan partikel orisinil
masih teridentifikasi dan membuat agregat atau gumpalan mengalir dengan bebas
(Siregar dan Wikarsa, 2010). Pembuatan tablet kunyah ini menggunakan metode
granulasi basah, dengan tujuan agar dapat meningkatkan sifat fisik granulasi yang
baik.
Granulasi basah dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat dengan
bahan tambahan yang sesuai seperti, zat penghancur, zat pengisi, zat pengikat, dan
bila diperlukan diberikan penambahan zat pewarna dan perasa. Massa basah di
ayak hingga menjadi sebuah granul-granul yang kompak dan di keringkan dengan
lemari pengering (oven) dengan suhu 400-500C. Granul kering di ayak kembali
untuk memperoleh granul yang ukurannya di perlukan, tambahkan bahan pelicin
dan dicetak menjadi tablet menggunakan mesin pencetak tablet (Anief, 2006)
Pembuatan tablet baik tablet konvensional atau tablet kunyah dengan
menggunakan metode granulasi basah dapat menghasilkan tablet yang lebih baik
dan lebih stabil bila disimpan lebih lama di banding pembuatan tablet dengan cara
granulasi kering (Syamsuni, 2006). Keuntungan metode granulasi basah yaitu
dapat mencegah terjadinya segregasi campuran serbuk, memperbaiki
kompaktibilitas serbuk dengan jalan meningkatkan kohesivitas karena
penambahan bahan pengikat yang dapat menyebabkan tablet lebih padat,
14

meningkatkan disolusi obat yang memiliki sifat hidrofob, memeperbaiki sifat alir
yang buruk, memperthankan agar distribusi obat merata dalam granul dan dapat
digunakan untuk obat dengan dosis yang kecil (Hadisoewignyo dan Fudholi,
2013)
2.8 Spektrofotometri UV Vis
Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan
spektrofotometer. Spektrofotometer merupakan alat yang terdiri dari
spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu. Fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Neldawati, 2013)
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknis analisis fisiko-
kimia yang mengamati interaksi atom atau molekul dari suatu zat kimia dengan
radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780
nm) menggunakan spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Penyerapan
sinar UV- Vis tampak oleh suatu molekul akan menyebabkan transisi diantara
tingkat energi elektronik dari molekul. Fungsi utama spektrofotometri UV Vis
untuk mengidentifikasi jumlah ikatan-ikatan rangkap dan atau konjugasi aromatik
(Susanti, 2010)
Prinsip spektrofotometri UV-Vis yaitu mengukur jumlah cahaya yang
diabsorpsi atau ditransmisi oleh molekul-molekul di dalam suatu larutan pada
panjang gelombang tertentu oleh karena itu sebagian dari energi cahaya akan
diserap atau diabsorpsi. Absorbansi yaitu besarnya kemampuan molekul-molekul
di dalam suatu larutan untuk mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang
tertentu yang disertai dengan nilai konsentrasi suatu larutan tersebut dan panjang
berkas cahaya yang dilalui ke satu poin dimana persentase dari jumlah cahaya
yang ditransmisikan diukur dengan phototube (Panji, 2012)
15

BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian akan dilakukan dari bulan Februari sampai April 2019 di
Laboratorium Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan Bogor dan Laboratorium Fomulasi sediaan Padat dan Farmasi
Fisika Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan metode penelitian ini adalah neraca analitik
(And®) ayakan bertingkat (PT Pharmeg), glinder, stopwatch (Samsung®), oven,
mesin tablet rotary (Rimek®), Moisture Analizer (AND MX 50®), vaccum dryer
(Ogawa®), tanur (Ney®), jangka sorong, hadrness tester, friability tester,
spektrofotometer UV-Vis dan alat-alat gelas (Pyrex®)
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi daun kelor
(BALITRO, Bogor) ekstrak kering katekin gambir (Universitas Andalas), Gelatin
(ASIAN), Aspartam (ASIAN), Manitol (ASIAN), Sorbitol (ASIAN), Perasa mint
(ASIAN)), Mg stearat (ASIAN), Laktosa (ASIAN), aquadest (Novalindo),
quersetin (Sigma), etanol 96% (Merck), Natrium asetat 1M, Alummunium
Klorida 10%, metanol .
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pembuatan Serbuk Simplisia
Daun kelor yang digunakan adalah daun kelor yang sudah tua yang
diperoleh dari Balai Peneltian Tanaman Obat dan Rempah atau BALITRO,
Bogor. Sebanyak 2 kilogram daun kelor tua dibersihkan dari kotoran yang
menempel lalu dikeringkan dibawah sinar matahari selama kurang lebih 2 hari.
Simplisia daun kelor kering dibersihkan kembali dari kotoran yang masih
menempel, disortasi kering kemudian diglinder hingga menjadi serbuk simplisia
dan diayak menggunakan pengayakan mesh 40.
16

Pengujian Karakteristik Serbuk Simplisisa Daun Kelor


a. Organoleptik
Serbuk simplisia diamati dengan menggunakan panca indra atau visual
meliputi bentuk, warna, bau, rasa.
b. Susut Pengeringan
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 sampai 2 gram dalam botol
timbangan dangkal bertutup yang sebelumnya sudah dipanaskan pada suhu
penetapan yaitu 1050C dan ditara. Simplisia diratakan dalam botol timbangan
dengan menggoyangankan botol hingga terdapat lapisan setebal kurang lebih 5-10
mm, simplisia dimasukan kedalam oven yang sudah diatur suhunya lakukan
berulang hingga bobot konstan (Depkes RI, 2013). Susut pengeringan yang
diperoleh tidak lebih dari 12 % (Depkes RI, 2013)

𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ − 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


% 𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑥 100%
𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ

c. Penetapan Kadar Abu


Sebanyak ± 2 gram sampel yang sudah ditimbang dengan seksama,
dimasukan kedalam krus silika yang telah dipijarkan (±6000C) dan ditara atau
ditimbang. Sampel yang ada di dalam krus kembali dipijarkan perlahan-lahan
hingga arang habis, lalu dinginkan, timbang. Jika dengan cara ini arang tidak
dapat dihilangkan, maka ditambahkan air panas disaring dengan menggunakan
kertas saring bebas abu. Sisa dan kertas saring yang telah digunakan dipijarkan
dengan krus yang sama. Filtrat tersebut dimasukan kedalam krus lalu diuapkan,
dipijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995). Kadar abu yang diperoleh tidak
lebih dari 7,5% (Depkes RI, 2008)

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑟𝑢𝑠 + 𝑎𝑏𝑢 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 − (𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑟𝑢𝑠 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)


%kadar abu = 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎
17

d. Perhitungan Rendemen
Rendemen serbuk simplisia dihitung dengan membandingkan berat awal
simplisia segar dan berat akhir serbuk yang dihasilkan

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 = 𝑥 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Kering daun Kelor


Pembuatan ekstrak daun kelor dilakukan dengan metode maserasi.
Simplisia serbuk daun kelor sebanyak 400 gram dimaserasi menggunakan pelarut
etanol 96% dengan perbandingan (1:7) pada suhu ruang. Proses maserasi
dilakukan selama 3 hari dan terlindung dari cahaya dengan sesekali pengocokan
atau pengadukan. Filtrat disaring, di peras dan dilakukan remaserasi dengan sisa
pelarut. Filtrat yang diperoleh dari proses ekstraksi dengan menggunakan metode
maserasi kemudian diuapkan dengan alat vaccum dryer, sehingga diperoleh
ekstrak kering daun kelor (Depkes RI, 2008).
Pengujian Karakteristik Ekstrak Daun Kelor
a. Organoleptik
Ekstrak kering daun kelor diamati dengan menggunakan panca indra atau
visual meliputi bentuk, warna, rasa dan bau.
b. Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunkan metode gravimetri.
Sebanyak ±2 gram ekstrak dimasukkan kedalam cawan uap kemudian dimasukan
kedalam oven dengan suhu 1050C selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan
pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2
penimbangan berturut-turut tidak melebuhi 0,25% (Depkes RI, 2010). Kadar air
daun kelor tidak lebih dari 10% (Depkes RI, 2013).
c. Penetapan Kadar Abu
Sebanyak ±2 gram sampel yang sudah ditimbang dengan seksama,
dimasukan kedalam krus silika yang telah dipijarkan (±6000C) dan ditara. Sampel
yang ada di dalam krus kembali dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, lalu
dinginkan, timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, maka
18

ditambahkan air panas disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu.
Sisa dan kertas saring dipijarkan dengan krus yang sama. Filtrat tersebut
dimasukan kedalam krus lalu diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, timbang.
Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI,
2008). Kadar abu yang diperoleh tidah lebih dari 10% (Depkes RI, 2013).
d. Perhitungan Rendemen
Rendemen ekstrak daun kelor dihitung dengan membandingkan
beratekstrak diperoleh dan berat simplisia serbuk. Rendemen ekstrak daun kelor
tidak lebih dari 9,2% (Depkes RI, 2013).

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 𝑥100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎

3.3.3 Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Daun Kelor dan Katekin
Gambir
a. Pembuatan Larutan Pereaksi
1. Pembuatan Larutan Natrium Asetat 1 M
Natrium asestat ditimbang dengan seksama sebanyak 8,2 gram, lalu
dimasukan ke dalam labu ukur 100 mL, tambahkan aquadest sedikit demi
sedikit sampai tanda batas kemudian homogenkan.
2. Pembuatan Larutan Alumunium Klorida 10%
Alumunium klorida ditimbang dengan seksama sebanyak 10 gram,
masukan kedalam beker glas dan ditambah natrium asetat sedikit demi
sedikit sampai larut kemudian masukkan ke dalam labu ukur 100 mL
kemudian tambahkan aquadest sampai tanda batas, homogenkan.
3. Pembuatan Larutan Standar Kuersetin
Kuersetin ditimbang dengan seksama sebanyak 100 mg, masukkan
kedalam labu ukur 100 mL, kemudian larutkan dengan metanol sampai
tanda batas dan homogenkan (1000 ppm). Pembuatan larutan standar
kuersetin 100 ppm, dilakukan dengan cara memipet 10 mL dari larutan
induk kuersetin (1000 ppm) masukan kedalam labu ukur 100 mL dan
larutkan dengan metanol sampai batas tanda (100 ppm)
19

4. Pembuatan Larutan Blanko


Larutan alumunium klorida 10% dipipet 1 mL, masukan kedalam labu
ukur 50 mL, tambahkan 1 mL natrium asetat 1 M, tambahkan 5 mL
metanol kemudian tambahkan dengan aquadest sampai batas tanda.
b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kuersetin
Sebanyak 1 mL larutan standar kuersetin dalam metanol konsentrasi 100
ppm dimasukan dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan ±15 mL metanol, AlCl3
10% 1mL, 1 mL natrium asetat 1M dan aquadest sampai batas. Larutan dikocok
sampai homogen lalu dibiarkan selama 30 menit, diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 415-440 nm dengan menggunakan alat spektrofotometer
(Saifudin, 2011).
c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum
Sebanyak 1 mL larutan standar kuersetin konsentrasi 100 ppm dimasukkan
dalam labu ukur 50mL, ditambahkan ±15 mL metanol, 1 mL AlCl3 10% lalu
ditambahkan 1 mL natrium asetat 1M dan auadest sampai batas. Kemudian kocok
homogen dan diinkubasi pada suhu kamar. Serapan diukur pada panjang
gelombang maksimum pada 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit, sehingga didapat
waktu optimum yang stabil (Saifudin, 2011).
d. Pembuatan Kurva Standar Kuarsetin
Larutan 100 ppm akan dibuat standar kuersetin 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm.
Sebanyak 1, 2, 3, 4, 5 mL larutan standar 100 ppm dipipet ke dalam labu ukur 50
mL. Selanjutnya ditambahkan ±15 mL metanol, 1 mL AlCl3 10%, 1 mL Natrium
asetat 1 M dan di encerkan dengan aquadest sampai batas. Selanjutnya
homogenkan lalu dibiarkan selama waktu optimum, diukur absorbansinya pada
panjang gelombang maksimal.
Pengukuran absorban tersebut dibuat kurva antara konsentrasi larutan
standar kuersetin dengan nilai absorban yang diperoleh dan akan dihasilkan
persamaan regresi linier (y = bx + a ). Persamaan regresi ini untuk menghitung
kadar ekstrak (ppm) dengan memasukkan absorban ekstrak sebagai nilai y
kedalam persamaan.
20

e. Penentuan Kadar Flavonoid Total Campuran Ekstrak Daun Kelor


dan Ketekin Gambir
Campuran ekstrak kering ditimbang 122 mg (triplo). Campuran ekstrak
dilarutkan dengan metanol sampai 50 mL dan dikocok selama 10 menit sampai
campuran ekstrak larut dalam metanol kemudian di pipet sebanyak 10 mL,
kemudian larutan campuran ekstrak dimasukan kedalam labu ukur 50 mL lalu
ditambah 1 mL AlCl3 10%, 1 mL Na Asetat 1 M dan aquadest sampai batas.
Larutan tersebut dikocok hingga homogen lalu biarkan selama waktu optimum,
lalu serapan diukur pada panjang gelombang maksimal. Absorban yang dihasilkan
dimasukkan kedalam persamaan regresi dari kurva standar kuersetin, kemudian
dihitung kadar flavonoid total.
𝑐 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑥 𝑓𝑝 𝑥 10 − 6
%𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − (𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟%)

3.3.4 Formula dan Tahap Pembuatan Tablet


a. Formula Tablet Kunyah
Tablet kunyah dibuat sebanyak 3 formula. Tiap formula dibuat 250 tablet
dengan tiap tablet beratnya 700 mg. Masing-masing tablet mengandung ekstrak
daun kelor sebanyak 80 mg dan ekstrak katekin gambir 42 mg. Bahan tambahan
yang diinginkan terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Bahan tambahan tablet kunyah
Nama Bahan Tambahan Formula (%)
1 2 3
Gelatin 3 5 7
Aspartam 10 10 10
Mg stearat 2 2 2
Talk 2 2 2
Perasa (Mint) 0.5 0.5 0.5
Laktosa:Manitol:Sorbitol
(1/6:1/6/4:6) ad 100 100 100

b. Pembuatan Tablet
Bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang dengan jumlah yang sesuai
dengan formula. Larutan pengikat dibuat dengan cara gelatin ditambahkan dengan
21

aquadest panas dengan suhu 400-600C hingga mengembang aduk sampai


homogen. Ekstrak kering daun kelor dan katekin gambir ditambahkan manitol
kemudian ditambahkan sorbitol, laktosa, aspartam, perasa mint dan larutan
pengikat basah sampai terbentuk massa granul yang kompak. Massa granul yang
diperoleh kemudian diayak menggunakan ayakan mesh 8. Granul lembab
dikeringkan dalam oven blower selama 30 menit dengan suhu 50-550C. Granul
yang diperoleh diayak kembali dengan menggunakan ayakan mesh 12. Fase luar
ditambahkan seperti talk dan Mg stearat hingga homogen, selanjutkan dilakukan
evaluasi granul. Setelah dilakukan evaluasi granul dan didapat hasil yang baik,
massa granul dicetak menjadi tablet dengan menggunakan mesin pencetak tablet
kemudian dilakukan evaluasi tablet. Skema pemuatan tablet kombinasi ektrak
daun kelor dan katekin gambir terdapat di Lampiran 2.
3.3.5 Evaluasi Mutu Granul
Sebelum granul ekstrak daun kelor dan katekin gambir dicetak menjadi
tablet dilakukan berbagai karakteristik terhadap massa granul yang telah dibuat
sehingga memenuhi syarat granul yang baik sebelum dicetak menjadi tablet
karena dapat mempengaruhi mutu fisik tablet.
a. Kadar Air
Pemeriksaan kadar air pada granul yang sudah jadi dilakukan dengan
menggunakan alat Moisture Balance. Masing-masing formula dimasukan
sebanyak kurang lebih 2 gram granul kedalam plat yang sudah ada pada alat yang
telah disiapkan, kemudian kadar air tertera pada Moisture Balance. Syarat : 3-5%
(Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013).
b. Sifat Alir
Pengujian dilakukan dengan menimbang granul dari tiap-tiap formula
sebanyak 50 gram. Massa granul ditempatkan didalam corong dengan keadaan
tertutup. Penutup corong dibuka dan dibiarkan granul mengalir kemudian dicatat
waktu alirnya dengan menggunakan stopwacth (satuan gram/detik). Pengujian
dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). Tipe aliran berdasarkan daya alir dapat
dilihat pada tablet 2. Perhitungan daya alir granul dilakukan dengan menggunakan
rumus :
22

𝑀
𝐹=
𝑇
Keterangan:
F : Daya Alir Granul (gram/detik)
M : Massa granul (g)
T : Waktu (detik)

Tabel 2. Tipe Aliran Berdasarkan Daya Alir

Harga daya alir Keterangan


>10 Bebas mengalir
4-10 Mudah mengalir
1.6-4 Kohesif
<1.6 Sangat kohesif

c. Sudut Istirahat
Penentuan sudut istirahat dilakukan dengan memasukan sejumlah massa
granul sebanyak 25 gram kedalam flowmeter. Massa yang jatuh akan membentuk
kerucut, lalu diukur tinggi dan diameter kerucut. Pengujian ini dilakukan
sebanyak tiga kali (triplo). Tipe aliran berdasarkan sudut istirahat dapat dilihat
pada tabel 4. Rumus yang digunakan untuk mengukur sudut istirahat adalah
2ℎ
α = tan -1
𝑑

Keterangan: α = sudut diam (0)


h = harga tumpukan granul (cm)
d = diameter tumpukan granul (cm)
23

Tabel 3. Tipe Aliran Berdasarkan Sudut Istirahat

Sudut istirahat Keterangan


< 25 Sangat baik
25-30 Baik
30-40 Kurang baik
>40 Buruk

d. Kompresibilitas
Uji kompressibilitas granul dilakukan untuk mengetahui daya
kompresibilitas granul dalam tablet dengan cara melihat penurunan sejumlah
granul akibat hentakan dan getaran pada volumenometer. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan taping density tester. Ditimbang 50 gram granul lalu
dimasukan ke dalam tabung pada alat taping density tester. Dicatat volume granul
dalam tabung sebelum dan sesudah penletakan dan dilakukan sebanyak tiga kali
(triplo). Dihitung % kompresibilitas dengan persamaan dibawah ini dengan
persyaratan % kopresibilitas pada Tabel 4.

𝑔
𝜌=
𝑣

𝜌1−𝜌0
% Kompressibilitas = x100%
𝜌0

Keterangan :
g = Bobot granul (g)
v = Volume 50 gram granul (ml)
𝜌 = Kerapatan granul (g/ml)
𝜌1 = Kerapatan granul setelah diketuk
𝜌0 = Kerapatan granul sebelum di ketuk (g/ml)
24

Tabel 4. Tipe aliran berdasarkan kompresibilitas


Indeks Kompresibilitas (%) Tipe Aliran
5-12 Sangat baik sekali
12-16 Sangat baik
18-21 Baik
23-28 Sedang
28-35 Buruk
35-38 Sangat buruk
>40 Sangat buruk sekali

3.3.6 Evaluasi Mutu Tablet


Tablet harus memenuhi persyaratan fisik dan standar kwalitas lainnya.
Kriteria tersebut meliputi bobot, keragaman bobot, keseragaman kandungan,
disolusi, disintegrasi, kekerasan, ketebalan. Faktor tersebut harus dikendalikan
selama produksi (pengawasan saat proses) dan diverifikasi setelah produksi
masing-masing dari batch untuk menjamin bahwa ketetapan standar kualitas
produk telah terpenuhi (Ansel et al., 2010).
a. Uji Keseragaman Bobot
Timbang sebanyak 20 tablet, tablet ditimbang dengan cara menimbang
satu persatu tablet lalu hitung bobot rata-rata dari tiap tablet. Jika ditimbang satu
persatu tidak boleh lebih dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih
besar dari tetapan dalam kolom A dan tidak satupun tablet yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga yang ditetapkan dalam kolom B
(Depkes RI, 1979).
b. Uji Penampilan
Penampilan tablet diamati secara visual meliputi bentuk (bundar,
permukaan rata atau cembung), warna (homogenitas warna), organoleptik (bau
dan rasa), cetakan, (garis bpatah atau polos dan bertanda), dan kondisi fisik tablet
laiinya
25

c. Uji Kekerasan
Uji kekerasan dilakukan dengan mengambil sebanyak 20 tablet secara
acak dari tiap formula, kemudian ukur kekerasannya menggunakan alat Hardness
tester. Syarat kekerasan tablet kunyah yang baik berada pada nilai antara 4-7 kPa
(Parrot, 1971)
d. Uji Keseragaman Ukuran
Ketebalan dan diameter tablet diukur dengan menggunakan jangka sorong.
Syarat keseragaman ukuran kecuali dikatakan lain diameter tablet tidak lebih dari
3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 kali tebal tablet B (Depkes RI, 1979).
e. Uji Kerapuhan
Pengujian dilakukan terhadap 20 tablet yang diambil secara acak dari
setiap formula, seluruh serbuk halus pada tablet dibersihkan kemudian ditimbang
dan dimasukan kedalam alat friabilator. Parameter yang diuji adalah kerapuhan
tablet terhadap gesekan atau bantingan selama waktu tertentu. Pengajuan
dilakukan dengan kecepatan 25 putaran/menit. Setelah putaran mencapai ke 100,
tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari serbuk halus yang terlepas, kemudian
ditimbang kembali. Menurut Lachberman (1994) friabilita antara 0,8%-1%
dinyatakan sebagai batas tertinggi yang masih dapat diterima.
Rumus % friabilita
𝑎−𝑏
𝑓= 𝑥 100%
𝑎
Keterangan:
F : Friabilitas
a : Bobot total tablet sebelum diuji
b : Bobot total tablet sebelum diuji
3.3.7 Penentuan Kadar Flavonoid Total
Penentuan kadar flavonoid total pada tablet dilakukan dengan cara tablet
ditimbang sebanyak 20 buah lalu digerus hingga menjadi serbuk tablet yang halus
dan ditimbang setara dengan kandungan jumlah ekstrak 122 mg. Sejumlah gram
serbuk tablet yang telah disetarakan dimasukan kedalam labu ukur 50 mL,
ditambahkan metanol hingga batas dan diaduk menggunakan magnetic stirrer
26

selama 10 menit kemudian dipipet 10 mL larutan dan ditambah 1 mL AlCl3 10%.


1 mL Natrium asetat 1 M dan aquades sampai batas atas labu ukur 50 mL. Larutan
dikocok homogen lalu dibiarkan selama waktu optimum, lalu serapan diukur pada
panjang gelombang maksimum. Absorban yang dihasilkan dimasukan ke dalam
persamaan regresi dari kurva standar kuersetin. Kemudian kadar flavonoid total
dihitung dengan menggunakan rumus :

𝐶 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑥 𝑓𝑝 𝑥10 − 6


𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 %
27

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Assyari. 2008. Definisi dan Jenis-jenis Pengetahuan. Tersedia


dihttp;//jurnal.com/2015/06/definisi-dan-jenis-jenis pengetahuan html.
Diakses Pada 28 November 2018

Abdulkadir, I.S., Nasir, I.A., Sofoworo, Yahaya F., Ahmad, AA, et al. 2015.
Phytochemical Screening and Antimicrobial Activities of Ethanolic
Extracr of Moringa oleifera Lam on Isolate of pSome Phatogens.
Journal of Applied Pharmacy. Vol 7 (4) : 203. Dio: 10.4172/1920-
4159.100023.

Agoes, G. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung. ITB. 2006: 191, 195

Anggraini, T.,m Tai, T., Yoshino, T and Itani, T. Catechin content of four kind of
Uncaria Gambir extracts from west Sumatra, Indonesia. Journal.
Afican Journal of Biochemistry Research. Vol 5 (1); 33-38

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Amos, I. Zainuddin, A. Triputranto, B. Rusmandana, dan S. Ngudiwaluyo. 2004.


Teknologi Pasca Panen Gambir. BPPT Press, Jakarta. 34-35

Ansel, H.C. 1989. Penghantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi ke IV. Terjemahan
dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Fams oleh Farida Ibrahim.
UI press. Jakarta 607-608

Ansel, H. C., Loyd V. Allen. Jr., dan Nicholas G P. 2010. Bentuk Sediaan
Farmasetis dan Sistem Penghantar Obat Edisi 9. Jakarta: EGC.255-398

Ansel, Howardd C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV,


diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Arsyah. Jakarta. UI
press. 255-271

Anwar, E. 2012. Eksipien Dalam Sediaan Farmasi. Jakarta: Dian Rakyat. Hal 15-
96

Agoes, G. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung. ITB. 2006: 191, 195

Apea-Bah, F.B, Hanafi, M., Dewi, R.T., Fajriah, S., Darmawan, A., Artanti, N
Lotung, P., Ngadimang, P., Minarti, B 2009. Assessment of the DPPH
and alpa-glukosidase inhibitory potential of gambier and qualitative
28

identification of major bioactive compound. Journal. Journal Of


medicunal plants research 3 (10); 736-757

Arief, M 2007. Ilmu meracik obat cetakan kesepuluh. Yogyakarta: Gadjah Mada
Universitity Press. 169

Bolhuis, G.S dan Z.T. Chowhan, 1996, Material for Direct Compaction, in:
Pharmaceutical Powder Compaction Tecnology, G. Alderborn and C.
Nystrom (eds.), Marcel Dekker, Inc., New York, 41-423,425-426, 429-
238.

BPOM ( Badan Pengawas Obat dan Makanan . hasil kegiatan obat dan makanan
tahun 2012. Tersedia di www.pom.go.id. Diakses tanggal 7 januari
2019

Broin.2010. Growing and processing Moringa Leaves. France. Imprimerie


Horizon

Caudari, S. P. 2012. Pharmaceutical excipients: A Review. Internasional Journal


of Advances In Pharmacy, Biology and Chemistry.112-113

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi


III, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.46

.1985. Cara Pembuatan Simplisia.


Derektorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta

.1989. Materia Medika Indonesia,


JILID V. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Hal 116-
119.

.1995.Farmakope Indonesia, Edisi


IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. 4-6

.2002. Parameter Standar Umum


Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Dharma, A.P. 1985. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. Penerbit Balai


Pustaka, Jakarta.

Edi S, Rahmi N. 2013. Formulasi Tablet Ekstrak Kunyit dengan Variasi Bahan
Pengikat. Jurnal. STIKES Muhammadiyah Klaten
29

Farida,C.G. 2015. Pengaruh Gelatin sebagai bahan pengikat terhadap sifat fisik
tablet hisap ekstrak daun jambu bijidengan metode granulasi basah.
Jurnal. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Felipe, L.L., Terry, B. E., Catherine, T., & Mine, O. G. (2015). Formulation
Approactichesto Pediatric Oral Drug Delivery: Benefits and
Elimination of Curret Platfroms. Expert Opinion Drug Delivery, XII
(11) 1727-1740

Gumbira-Sa’Id, E. K. Syamsu, E. Mardlianty, A. H. Brotoadie, N.A. Evalia, D.L.


Rahayu,A.A.A.R. Puspitrarini, A.Ahyarudin, A. Hadiwijoyo. 2009.
Agro Industri Bisnis dan Gambir Indonesia. IPB Press. Bogor

Hadisoewignyo, L dan A. Fudholi. 2013. Sediaan Solida. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar. 21-122

Hanani, E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.85

Harborne, J.B. 1987. Metode Fisikokimia Metode Penuntun Cara Modern


menganalisis tumbuhan. Terbitan ITB. Bandung.

Heinrich M ., Barner J., Gibbons S., Williansom. E.M. 2009. Farmakognosi dan
Fitoterapi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 82

Julius.1992, Patogenis Tukak Peptik, Cermin Dunia Kedokteran. Vol: 79, hal 9-13

Jung IL. 2014 Soluble Extract from Moringa oleifera Leaves with a New
Anticancer Activity. Jurnal .PloS ONE. Vol. 9(4): e95492. Dio: 10.137.

Kurniasih. 2013. Khasiat dan Manfaat Daun Kelor. Yogyakarta. Pustaka Baru
Press.

Kresnawaty, I dan Zainudin, A. 2009. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri dari


derivat Metil Ektrak Etanol Daun Gambir. Jurnal. Jurnal litirri, 15 (4);
145-151

Kristianti, A. N., Nanik S. A., MulyadiT., Bambang K. 2008. Buku Ajar


Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press. 48-49

Lachman, H. Dan J. Lieberman. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.


Terjemah dari Teory and Practice of Industrial Pharmacy Oleh Siti
Suryatmi, J. Kawira, Lis Aisyah. Jakarta: UI Press

Markham, K.R., 1988 Cara Identifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh kosasih


Padmawinata 15. Penerbit ITB. Bandung
30

Markham, K.R and Andersen M. 2006. Flavonoid. Padmawinata K, penerjemah.


Terjemahan dari: Techhniques of Flavonoid Identification. Bandung.
Penerbit ITB.

Meidita-Araica B, Sporndly E, ReyesSanchaz N. 2013. Biomass Production of


Moringa oleifera Under Different Planting Densities and Levels of
Nitrogen Fertilization. Agroforest. Syst 87:81-92

Mohammed. S., Manan, F. A 2015. Analysis Of Total Phenolics, Tannins and


Flavonoids from Moringa oleifera seed extract. Journal Of Chemical
and Pharmaceutical Research. Vol. 7 (1): 132-135.ISSN : 0975-7384.

Mulja, M, Surahman 1995, Analisis Insttrumen. Cetakan 1. Airlangga. University


Surabaya; 26-32

Mulyadi. Davit 2011. Formulasi Granul Instan Jus Kelopak Bunga Rosella gengan
Variasi Konsentrasi Povidon sebagai Bahan Pengikiat serta Kontrol
Kwalitas.Skripsi. Universitas muhammaddiah Purwokerto. Purwokerto

Musja, M Yanis. 2012. Uji Aktivitas Anti Jamur Dan Gambir (Uncaria Gambir)
Terhadap Beberapa Jenis Jamur dan Mekanismenya. Disertasi. Program
pasca sarjana Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Nazir, N. 2000. Gambir, Budidaya, Pengolahan Hasil dan Prospek


Diversifikasinya. Yayasan Hutanku, Padang.

Neldawati., Ratnawula., Gusnedi. 2013 Analisis Nilai Absorbansi dalam


Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman
Obat. Padang

Nova, S. Inding, G. Waode, M. 2013. Pengaruh Kenakan Kadar Gelatin Sebagai


Bahan Pengikat Terhadap Sifat Fisik Tablet Hisap Ekstrak Ekinase
Secara Granulasi Basah. Jurnal. Fakultas Farmasi Ubversita 17 Agustus
!945. 21-25

Offor IF, Ehiri RC, Njoku CN. 2014. Proximate analysis and heavy metal
composition of dried Moringa oleifera leaves from Oshiri Onicha L.G.A
and food thecnology (8) 57-62.

Oviedo, A.G., Vera, N.G., Sandoval, A. 2016. Nutritional and Phitochemical


Composition of Moringa oleifera Lam and its Potential Use as
Nutraceutical Plant: A Review. Pakistan Journal of Nutrition. Vol. 15
(4): 397-405. ISSN 1680-5194.

Panji, T. 2012. Teknik Spektroskopi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 5


31

Pandey, A., R.D. Pandey., P. Tripathi., P.P Gupta., J. Haider., S. Bhatt and A.V
Singh. 2012. Moringa oleifera Lam (Sahijan) – A plant with a Plethora
of Diverse Theraupetic Benefits: An Updated Retrospection. Medicinal
Aromatic Plants. Vol.1 (1).

Parrot, E. Z 1971. Pharmaceutical Technology-Fundamental Pharmaceutis. The


United Stated of America: Burgess Publishing Company.

Patel, S., Kaushal, A. M and Basal, A. K (2006) Compression Physics in the


Formula Development of Tabels. Cricital Review tm in therapeutic
Drug Carrier System, 23 (1), pp1-66. Doi:
10.1615/CriRevTherDrugCarrierSyst.v23.il.10

Quershi, S., Solanki, H. 2015. Moringa oleifera Lam, A Wonder Plant Curing
Multiole Ailments, Its Phytochemistry and Its Pharmacological
Applications.

Rahmawati, I. N. 2015. Pengenmbangan Herbal Cair Kombinasi Ekstrak Daun


Pepaya (Carica papaya L.) dan Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.). Skripsi. Universitas Pakuan

Sahat parmadean. Andhi, F. Rafika, s. Formulasi Tablet Kunyah Ekstrak Etanol


Daun Sambiloto denga Fariasi Pengisi Manitol-Dektroksa. Jurnal.
Universitas Tanjung Pura

Saifudin, A., Rahayu V., Teruna H. Y. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta; Graha Ilmu; 52-65

Santi. P. P 2013 Pengaruh Kadar Gelatin Terhadap Mutu Sifat Tablet Ekstrak
Pegagan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang

Sastrohamidjojo, H., 1996, Sintesis Bahan Alami. Universitas Gajah Mada press.
Yogyakarta. 140

Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S. 2008. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar –
Dasar Praktis. Penerbit Buku EGC. Jakarta. 196; 203; 377; 379

Siregar, C. J. P. Dan Wikarsa S. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2-190

Small, Ernest. 2012. Top 100 exotic food plant. New York (US): CRS Press

Susanti, S. 2010. Penetapan Kadar Formaldehid Pada Tahu yang Dijual di Pasar
Ciputat dengan Metode Spektrofotometri UV-Vs disertai Kolorometri
Menggunakan Pereaksi Nash Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
32

Syamsuni, H.A., 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 175-
176

Taniguchi, S Et al., 2007. Revised Structures of Gambiriins A1, A2, B1, B2,
chalcane-flavan dimers from gambir. Chem. Pham Bull, 55(2), pp. 268-
272

Tufik, G. 2018 Efektifitas Gel Campuran Ekstrak Daun Kelor dan Katekin Untuk
Penyembuhan Luka Bakar Yang Terinfeksi Pada Tikus. Skripsi.
Universitas Pakuan. Bogor

Verna, A.R Vijayakumar, M., Mathela, C.S., Rao, C.V., 2009. In vitro and in
Vitro Antioxidant Proporties of Different Fractions of Moringa oleifera
Leaves. Food Chem. Toxicol. 47, 2196-2201.

Voight, R 1994. Buku Pelajar Teknologi Farmasi edisi V. Diterjemahkan oleh


Noerono D. Editor: Samhoedi R. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Press.166.
33

LAMPIRAN
34

Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Daun Kelor

Daun Kelor

- Determinasi
- Sortasi basah
- Pencucian
- Perajangan
- Pengeringan
- Sortasi kering
- Digiling dan
diayak
- menggunakan
mesh 40

Serbuk simplisia daun kelor

Perhitungan rendemen, penetapan organoleptik,


kadar air, kadar abu.

Serbuk simplisia diremaserasi dengan etanol


96%.

Ekstrak cair dikeringkan dengan vaccum dry.

Ekstrak kering daun kelor

Pengujian ekstrak

- Pengujian organoleptik
- Perhitungan rendemen ekstrak (%)
- Penetapan kadar air ekstrak
- Penetapan kadar abu ekstrak
- Penetapan kadar flavonoid total
;

Data kararakteristik simplisia


dan ektrak daun kelor

Ektrak daun kelor siap


dipakai
35

Lampiran 2. Prosedur Pembuatan Tablet Kunyah Campuran Daun Kelor


dan Katekin Gambir

Ekstrak daun kelor dan katekin gambir

Dibuat bahan Ditambahkan laktosa, perisa


pengikat mint,aspartam, sorbitol

Gelatin dan aquadest

Masa kompak

Diayak dengan menggunakan mesh no 8

Granul dioven blower selam 30 menit


dengan suhu 400C

Granul kering diayak dengan menggunakan


mesh no 12

Granul ditambahkan Mg stearat dan Talk

Evaluasi granul

- Uji kadar air


- Uji daya alir
- Uji kompresibilitas

Massa granul dicetak


menjadi tablet

Evaluasi tablet

- Penampilan - keseragaman ukuran


- Kekerasan - keseragam ukuran
- Friabilita - Kadar flavonoid
36

Lapiran 3 Perhitungan Rendemen


1 tablet kunyah membutuhkan 80 mg ekstrak kering daun kelor per tablet
Daun kelor : 80 mg x 250 tablet
20.000 mg ~ 20 gram
20 gram x 3 Formula
60 gram
Diketahui rendemen ekstrak daun kelor 15 % (Taufik Gunawan 2018)
15
x = 60 gram kebutuhan ekstrak daun kelor
100

60 gram x 100
x= = 400 gram ~ 0,4 kg
15

Diketahui rendemen simplisia daun kelor 20% (Taufik Gunawan 2018)


20
x = 0,4 kg
100

= 2 kg kebutuhan daun kelor segar


37

Lampiran 4. Perhitungan Dosis

Berdasarkan penelitian Ramdan (2016). Dosis efektif farmakologi ekstrak katekin


gambir sebagai anti bakteri adalah 6%
Setiap tablet mengandung 6% katekin gambir
Berat satu tablet 700 mg
6
Dosis katekin gambir : 𝑥 700 𝑚𝑔 = 42 mg
100

Bedasarkan penelitian pal et al 1995. Dosis efektif farmakologi ekstrak daun kelor
sebagai maag atau tukak lambung adalah 100mg/200gBB
 Tikus putih jantan ke manusia
 Dosis efektif farmakologi terhadap tikus = 100mg/KgBB
 Bobot tikus = 200g
100𝑚𝑔
 Konversi dosis = 𝑥 200 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000

= 20 mg
Konversi ke dosis manusia
Dosis obat : 20 mg
Jika manusia yang rentan terkena diabetes berat badan 50 kg maka
20 mg x 56 = 800 manusia berat badan 70kg
= xmg manusia berat badan 50 kg
800𝑚𝑔𝑥50𝑘𝑔
= x mg = = 800𝑚𝑔
70𝑘𝑔

Acuan rendemen ekstrak kering 10%, maka jumlah ekstrak kering adalah :
10
= 800 mg x 100

= 80 mg ( Ekstrak Kering)
38

Lampiran 5. Perhitungan Bahan Dalam Formula

Nama Bahan Tambahan Formula (%)


1 2 3
Gelatin 3 5 7
Aspartam 10 10 10
Mg stearat 2 2 2
Talk 2 2 2
Perasa (Mint) 0.5 0.5 0.5
Laktosa:Manitol:Sorbitol
(1/6:1/6/4:6) ad 100 100 100
11,4
Ekstrak daun kelor 𝑥 700 𝑚𝑔 = 80 mg ~ 0.08 gram
100

6
Ekstrak katekin gambir 𝑥 700 𝑚𝑔 = 42 mg ~ 0.042 gram
100

3
Gelatin 𝑥 700 𝑚𝑔 = 21 mg ~ 0.021 gram
100

5
𝑥 700 𝑚𝑔 = 35 mg ~ 0.035 gram
100

7
𝑥 700 𝑚𝑔 = 49 mg ~ 0.049 gram
100

10
Aspartam 𝑥 700 𝑚𝑔 = 70 mg ~0.07 gram
100

2
Mg stearat 𝑥 700 𝑚𝑔 = 14 mg ~ 0.014 gram
100

2
Talk 𝑥 700 𝑚𝑔 = 14 mg ~ 0.014 gram
100

0.5
Perasa mint 𝑥 700 𝑚𝑔 = 3.5mg ~ 0.0035 gram
100

Laktosa, Manitol, Sorbitol Formula 1


1
Laktosa 𝑥 0.4555 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.075 gram
6

1
Manitol 𝑥 0.4555 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.075 gram
6

4
Sorbitol 𝑥 0.4555 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.3055 gram
6

Laktosa, Manitol, Sorbitol Formula 2


1
Laktosa 6
𝑥 0.4415 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.0735 gram
39

1
Manitol 𝑥 0.4415 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.0735 gram
6

4
Sorbitol 𝑥 0.4415 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.2945 gram
6

Laktosa, Manitol, Sorbitol Formula 3


1
Laktosa 𝑥 0.4275 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.07125 gram
6

1
Manitol 𝑥 0.4275 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.07125 gram
6

4
Sorbitol 𝑥 0.4275 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.285 gram
6

Perhitungan per batch (250 tablet):

Ekstrak Daun Kelor: 0.08 gram x 250 tablet = 20 gram

20 gram x 3 formula = 60 gram

Ekstrak Katekin Gambir: 0.042 x 250 tablet = 10.5 gram

10.5 gram x 3 formula = 31.5 gram

Gelatin : Formula 1

0.021 x 250 tablet = 5.25 gram

5.25 gram x 3 formula = 15.75 gram

Formula 2

0.035 x 250 tablet = 8.75 gram

8.75 gram x 3 formula = 26.25 gram

Formula 3

0. 049 x 250 tablet = 12.25 gram

12.25 gram x 3 formula = 36.75 gram

Mg stearat : 0.014 x 250 tablet = 3.5 gram

3.5 gram x 3 formula = 10.5 gram

Talkum : 0.014 x 250 tablet = 3.5 gram

3.5 gram x 3 formula = 10.5 gram


40

Perasa (Mint) : 0.0035 x 250 tablet = 0.875 gram

0.875 gram x 3 formula = 2.625 gram

Bahan Aktif Formula (Gram)


1 2 3
Ekstrak Kering Daun Kelor 0.08 0.08 0.08
Ekstrak Kering Gambir 0.042 0.042 0.042
Bahan Tambahan Formula (Gram)
1 2 3
Gelatin 0.021 0.035 0.049
Aspartam 0.07 0.07 0.07
Mg stearat 0.014 0.014 0.014
Talk 0.04 0.04 0.04
Perasa (Mint) 0.00035 0.0035 0.0035
Laktosa:Manitol:Sorbitol
(1/6:1/6/4:6) ad 0.7 0.7 0.7

Anda mungkin juga menyukai