Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obesitas dapat didefinisikan sebagai keadaan dengan akumulasi lemak yang
tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat menggangu
kesehatan. Peningkatan jumlah lemak tersebut disebabkan oleh peningkatan jumlah
sel lemak, penambahan isi lemak pada masing-masing sel lemak, atau gabungan
keduanya (Rahmatullah, 2000). Kelebihan bobot badan atau overweight
didefinisikan sebagai Indeks Masa Tubuh (IMT) yang lebih besar daripada 25
kg/m² , dimana BMI > 30 kg/m³ disebut sebagai obesitas (Dipiro dkk., 2008).

Meningkatnya prevalensi obesitas merupakan maslah kesehatan utama di


seluruh dunia, sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun terkait dengan
kelebihan bobot badan atau obesitas. Secara keseluruhan lebih dari 10% dari
populasi orang dewasa di dunia menderita obesitas, dan hampir 300 juta adalah
wanita (WHO, 2013). Di indonesia angka obesitas terus meningkat. Pada laki-laki
dewasa terjadi peningkatan dari 13,9% pada tahun 2007 menjadi 19,7% pada tahun
2013. Sedangkan pada wanita dewasa terjadi kenaikan yang sangat ekstrim
mencapai 18,1%; dari 14,8% menjadi 32,9% untuk Obesitas tahun 2007-2013
(Riskesdas, 2013).

Overweight atau obesitas yang dibiarkan, memiliki dampak kesehatan yang


cukup serius. Resiko menderita penyakit degeneratif akan meningkat secara
progresif seiring dengan peningkatan IMT. Fakto resiko penyakit antara lain
gangguan kardiovaskular (penyakit jantung, dan stroke), Diabetes melitus,
Gangguan otot dan tulang (paling sering adalah osteoarthritis), dan beberapa
penyakit keganasan (kanker) (Sunyer Deu dkk, 2016).

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan upaya untuk menurunkan prevalensi


obesitas untuk mencegah terjadinya resiko penyakit degeneratif. Salah satu obat
yang telah digunakan dan diresepkan dokter sebagai antiobesitas adalah orlistat.
Orlistat bekerja dengan cara menghambat enzim lipase di saluran pencernaan
sehingga absorpsi lemak yang berasal hidrolisis trigliserida dihambat. Lipase

1
menjadi enzim yang berperan sebagai katalis reaksi hidrolisis trigliserida menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol yang akan diabsorpsi oleh tubuh, sehingga
terjadi obesitas. Namun penggunaan Orlistat masih sangat terbatas, karena selain
harganya yang relatif mahal juga beberapa efek sampingnya terhadap saluran
pencernaan, fungsi ginjal dan hati. Sehingga banyak masyarakat lebih memilih
herbal untuk menjaga kesehatannya. Salah satu upaya pencegahan obesitas dapat
dilakukan dengan memanfaatkan bahan alam atau herbal Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


a. Menjelaskan jenis herbal yang bermanfaat sebagai anti obesitas
b. Menjelaskan kandungan zat aktif yang terdapat dalam herbal yang berfungsi
sebagai antiobesitas
c. Menjelaskan mekanisme kerja dari herbal tersebut sebagai anti obesitas
d. Bagaimana pemanfaatan herbal anti obesitas dalam dunia keperawatan

1.3 Tujuan Penulisan


a. Mengetahui apa saja jenis herbal anti obesitas di indonesia
b. Mengetahui apa saja kandungan zat aktif didalam herbal sebagai anti
obesitas
c. Memahami mekanisme kerja dari herbal sebagi anti obesitas
d. Memanfaatkan herbal anti obesitas dalam intervensi keperawatan

2
BAB II

HERBAL ANTI OBESITAS


2.1 Jenis Herbal
2.1.1 Garcinia
Garcinia adalah nama marga tumbuh-tumbuhan dari suku Clusiaceae.
Marga yang terdiri dari 200 jenis spesies ini sebagian besar menyebar di Asia
Tenggara dan sebagian kecil didapati di Amerika Tropis. Beberapa jenisnya
menghasilkan kayu yang keras dan cukup banyak yang menghasilkan buah yang
dapat dimakan, baik sebagai buah segar atau pemberi rasa asam pada masakan.
Salah satu yang terkenal adalah buah Manggis (G. mangostana), Mundu atau
Jawura (G. dulcis) rasanya masam, dimakan segar atau dibuat menjadi selai, Asam
kandis (G. xanthochymus) dan Asam gelugur (G. atroviridis) biasa diiris-iris dan
dikeringkan, dijadikan sebagai bumbu dan pemberi rasa asam pada masakan.

Asam kandis (G. xanthochymus)


Buah Mundu (G. dulcis)

Buah Manggis (G. mangostana)

Asam gelugur (G. atroviridis)

3
2.1.2 Daun Katuk
Katuk memiliki beberapa nama daerah antara lain: mamata (Melayu),
simani (Minangkabau), katuk (Sunda), babing, katukan, katu (Jawa), kerakur
(Madura), katuk (Bengkulu), cekur manis (Malaysia), kayu manis (Bali), binahian
(Filipina/Tagalog), ngub (Kamboja). Katuk tersebar di berbagai daerah di India,
Malaysia dan Indonesia. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada tempat yang cukup air
dan agak teduh, dari dataran rendah sampai dengan pegunungan. Dapat tumbuh
berkelompok atau secara individu. Di Jawa katuk dapat tumbuh hingga 1300 dpl.
Selain di Jawa, budidaya katuk juga ada di Kalimantan Barat, Sumatera Utara,
Bengkulu dan lain-lain.

Katuk mempunyai taksonomi sebagai berikut:

 Divisi : Spermatophyta
 Anak divisi : Angiospermae
 Kelas : Dicotyledoneae
 Bangsa : Graniales
 Suku : Euphorbiaceae Tumbuhan Katuk (Sauropus
androgynus L. Merr)
 Anak suku : Phyllanthoideae /Phyllanth
 Marga : Sauropus
 Jenis : Sauropus androgynus L. Merr

2.1.3 Teh Hijau

Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Ericales
Famili: Theaceae
Dedaunan Camellia sinensis
Genus: Camellia
Spesies: C. sinensis

4
Teh hijau merupakan salah satu jenis teh
yang prosesnya tidak melalui proses fermentasi.
Teh hijau berdasarkan hasil penelitian memiliki
kandungan katekin yang merupakan golongan
polifenol. Senyawa ini diketahui efektif dalam
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular,
diabetes, penurunan berat badan, sebagai
Teh Hijau
antiinflamasi, antivirus dan antibakteri.

Teh hijau mengandung flavonoid kelas polifenol yang disebut catechin,


yang meliputi epigallocatechin gallate (EGCG), epikatekin galat, dan galat
gallocatechin, EGCG dianggap katekin yang paling aktif secara farmakologi.
Beberapa penelitian eksperimental telah menunjukkan bahwa konsumsi ekstrak teh
hijau (GTE) dapat meningkatkan kinerja latihan, meningkatkan oksidasi lemak dan
mencegah obesitas

2.2 Kandungan Zat Aktif Dari Herbal


2.2.1 Kandungan Zat Aktif dari Garcinia
Buah Garcinia mengandung asam hidroksisitrat (HCA), asam hidroksisitrat
lakton, asam sitrat dan asam oksalat. Garcinia mengandung zat aktif sebagai anti
kanker, anti inflamasi, anti ulseratif, anti hipokolesterolemik, antioksidan (Chuah,
Ho, Beh, & Yeap, 2013)
Garcinia mengandung zat aktif berupa alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin,
tanin, karbohidrat dan protein juga asam-asam organik seperti asam tartarik, asam
sitrat, dan asam malat. Asam hidroksisitrat (HCA) merupakan asam organik utama
dalam buah yang berkhasiat sebagai antilipidemik dan antiobesitas. HCA terdapat
sekitar 10-30% dalam buah Garcinia. Selain unsur karbohidrat yang biasa terdapat
pada tanaman dalam bentuk polisakarida, pada Garcinia juga terdapat asam amino
bebas, dalam jumlah kecil, sekitar < 60 mg dalam 100 g buah Garcinia. Asam-asam
amino itu adalah arginin, asparagin, glutamin, treonin, glisin, prolin, asam gama-
amino butirat, leusin, isoleusin, ornitin, dan lisin (Meera dkk, 2013).
Zat aktif asam hidroksisitrat dari tanaman Garcinia telah dikenal di berbagai
negara dapat berakibat positif bagi kesehatan. Pada penderita obesitas, Garcinia

5
dapat mencegah komplikasi karena sifatnya sebagai anti inflamasi, memperbaiki
resistensi insulin dan mengurangi stres oksidatif. Sebagai anti obesitas, Garcinia
dapat menekan nafsu makan, meningkatkan oksidasi lemak dan meningkatkan
keluaran energi (energy expenditure). Asam hidroksisitrat (HCA) sebanyak 30%
terdapat pada bagian perikarp buah Garcinia (Chuah et al., 2013)
2.2.2 Kandungan Zat Aktif dari Daun Katuk
Daun katuk merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat indonesia untuk terapi dan pengobatan berbagai macam penyakit.
Bagian tanaman katuk yang digunakan berupa daun yang masih muda, akhir akhir
ini beberapa penelitian menyebutkan daun katuk mengandung saponin dan tanin
yang memiliki efek sebagai pelangsing atau anti obesitas, jus daun katuk diyakini
cukup efektif untuk menurunkan bobot badan, obat tekanan darah tinggi,
hiperlipidemia, dan konstipasi (Bunawan, Noraini, Nataqain, & Noor, 2015).

Daun katuk merupakan alternatif pengobatan yang potensial karena


mengandung banyak vitamin dan nutrisi. Senyawa aktif yang efektif pada
kandungan daun katuk meliputi karbohidrat, protein, glikosida, saponin, tanin,
flavonoid yang berkhasiat sebagi antidiabetes, antiobesitas, antioksidan, laktasi,
anti inflamasi dan anti mikroba. Daun katuk memiliki banyak kandungan senyawa
yaitu tanin, saponin, flavonoid, alkaloid, protein, kalsium, fosfor, vitamin A, B dan
C sehingga berpotensi untuk digunakan dalam pengobatan alami (Majid &
Muchtaridi, 2018).

Dari uraian di atas maka daun katuk berpotensi sebagai sayuran kaya akan
zat gizi seperti provitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin C, vitamin B, mineral
seperti kalsium, fosfor, kalium dan besi serta kaya akan protein. Berdasarkan
kandungan gizi tersebut maka daun katuk dapat digunakan untuk mencegah
berbagai penyakit akibat kekurangan zat gizi. Selain itu, daun katuk juga kaya akan
zat metabolic sekunder yang menjadikan sebab daun katuk bisa dijadikan sebagai
obat herbal. Beberapa penyakit dapat disembuhkan dengan pemberian daun katuk
(Santoso, 2013).

6
2.2.3 Kandungan Zat Aktif dari Teh Hijau
Komponen aktif yang terkandung dalam teh, baik yang volatile maupun
yang nonvolatile yaitu polyphenols, methylxanthines, asam amino, peptida,
komponen organik lain, tannic acids, vitamin C, vitamin E, vitamin K, ß-
carotene, kalium, magnesium, mangan, fluor, zinc, selenium, copper, iron,
kalsium, caffein.

Teh kaya akan sumber polifenol, khususnya flavonoid. Kandungan vitamin


dalam teh dapat dikatakan kecil karena selama proses pembuatannya, teh telah
mengalami oksidasi, sehingga menghilangkan vitamin C. Demikian pula halnya
dengan vitamin E yang banyak hilang selama proses pengolahan, penyimpanan,
dan pembuatan minuman teh. Akan tetapi, vitamin K terdapat dalam jumlah
yang cukup banyak (300-500 IU/g) sehingga bisa menyumbang kebutuhan
tubuh akan zat gizi tersebut. Teh hijau juga mengandung polifenol utama dalam
daun teh, yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, yaitu catechin yang mampu
mengurangi risiko penyakit jantung, membunuh sel tumor, dan menghambat
pertumbuhan sel kanker paru- paru, kanker usus, terutama sel kanker kulit.

Catechin juga dapat membantu kelancaran proses pencernaan makanan


melalui stimulasi peristalsis dan produksi cairan pencernaan, serta memperlancar
metabolisme tubuh yang dapat membantu dalam proses penurunan berat badan.
Pada daun teh hijau kering memiliki kandungan 15-30% senyawa catechins
yang terdiri dari 59,04% Epigallocatechin gallate (EGCG), 19,28%
Epigallocatechin (EGC), 13,69% Epicatechingallate (ECG), 6,39% Epicatechin
(EC) dan 1,60% Gallocatechin (GC). Diantara keempat komponen tersebut,
EGCG merupakan komponen yang paling potensial dan secara kimia memiliki
aktivitas biokimia yang paling kuat. Kemampuan senyawa catechin sebagai
antioksidan telah banyak dibuktikan dengan kekuatan 100 kali lebih tinggi
daripada vitamin C dan 25 kali lebih efektif daripada vitamin E.

2.3 Mekanisme Kerja


2.3.1 Mekanisme Keja Garcinia sebagai Anti Obesitas
Efek anti obesitas dari Garcinia terjadi melalui mekanisme: (1) regulasi
serotonin dan penekanan asupan makanan, (2), penurunan lipogenesis de novo, (3)

7
peningkatan oksidasi lemak, (4) downregulation gen-gen yang berhubungan
dengan obesitas

Gambar. Mekanisme Antiobesitas dari Garcinia (Chuah et al., 2013))

Asam hidroksisitrat dalam Garcinia akan meningkatkan keluaran energi


total (energy expenditure atau EE) tanpa menurunkan kecepatan keluaran energi
saat istirahat (resting energy expenditure atau REE). Garcinia meningkatkan
kecepatan oksidasi karbohidrat sehingga ketersediaan asam-asam lemak untuk
dideposit sebagai jaringan adiposa terhambat (sintesis de novo), selanjutnya karena
penimbunan lemak terhambat maka jaringan lemak yang telah ada akan dioksidasi
sebagai sumber energi sehingga terjadi peningkatan kecepatan oksidasi lemak.
Garcinia akan menurunkan sintesis glikogen karena terganggunya mekanisme
konversi sitrat menjadi oksaloasetat dan asetil ko-A. Penurunan sintesis glikogen
oleh hepar akan membuat otak meningkatkan sintesis serotonin sehingga nafsu
makan dapat ditekan. HCA akan menekan reuptake 5-hidroksi triptamin yang
dilepaskan oleh otak. Penurunan asetil ko-A akan menurunkan sintesis asam-asam
lemak dan sintesis kolesterol. Mekanisme lebih jauh lagi, diketahui bahwa Garcinia
dapat menurunkan kadar insulin dan leptin sehingga asupan glukosa menurun. HCA
dapat ditemukan dalam bentuk asam lemak bebas atau bentuk lakton. Dalam bentuk

8
asam lemak bebas sifatnya tidak stabil dan dapat berubah bentuk menjadi lakton.
Agar lebih stabil, asam lemak bebas dari HCA berikatan dengan garam dalam
bentuk garam natrium, magnesium, kalsium atau kalium (Chuah et al., 2013)

2.3.2 Mekanisme Kerja Daun Katuk sebagai Anti Obesitas


Daun katuk kaya akan saponin dan tanin yang diduga sebagai suatu senyawa
yang berperan dalam menurunkan bobot badan dan lemak tubuh. Diketahui tanin
secara umum mengganggu berbagai aspek dalam proses pencernaan, sementara
saponin meningkatkan permeabilitas sel mukosa usus halus, yang menyebabkan
penghambatan transpor aktif zat gizi dan juga kesempatan pengambilan zat gizi
oleh saluran pencernaan menjadi terhambat. Selain itu saponin dan tanin cenderung
menurunkan nafsu makan yang juga memberikan kontribusi terhadap penurunan
bobot badan. Kandungan flavonoid dalam daun katuk dapat menurunkan bobot
badan melalui mekanisme menurunkan intake makanan, menurunkan akumulasi
lipid di hati. (Patonah, Elis Susilawati, 2017)

Aktifitas antioksidan dari daun katuk terjadi karena memiliki kandungan


flavonoid. Obesitas, sering disertai dengan adanya oksidasi stress sehingga aktivitas
daun katuk sebagai antioksidan dan imunostimulan berkaitan dengan aktivitas daun
katuk sebagai antiobesitas. Fitosterol dan alkaloid yang terkandung dalam daun
katuk mempengaruhi penurunan kadar glukosan dan kolesterol total (Patonah, Elis
Susilawati, 2017)

2.3.3 Mekanisme Kerja Teh Hijau sebagai Anti Obesitas


Salah satu mekanisme penurunan berat badan melalui konsumsi teh hijau
yaitu dengan meningkatkan absorpsi lipid. Ekstrak teh hijau dan katekin teh hijau
juga diketahui meningkatkan konsentrasi lipid feses pada tikus yang diinduksi
lemak /tinggi (Sae-tan et al., 2011).
Hasil penelitian in-vitro juga menunjukkan efek anti obesitas melalui
mekanisme inhibisi proliferasi dan diferensiasi adiposit serta mengurangi absorpsi
lemak dan karbohidrat melalui inhibisi berbagai enzim terkait (Wolfram et al.,
2006). Efek anti obesitas teh hijau pada manusia dilaporkan pertama kali pada
tahun 2003 dengan subyek penelitian dari Taiwan. Subyek yang mengkonsumsi teh
hijau secara rutin lebih dari 10 tahun menunjukkan presentase lemak tubuh yang

9
lebih rendah, lingkar pinggang yang lebih kecil dan penurunan rasio pinggang
panggul.
Rahasia utama teh hijau dapat menurunkan berat badan terletak pada
tiga komponen/bahan utamanya, yaitu epigallocatechin gallate (EGCG) Caffein,
dan L- theanine. EGCG yaitu antioksidan yang dapat menstimulasi metabolisme
tubuh kita. Kita dapat membakar lemak hanya dengan duduk dan minum teh.
Jadi, dengan minum teh dapat meningkatkan gelombang otak neurotransmitter dan
metabolisme tubuh yang dapat meningkatkan energi dan menurunkan nafsu atau
selera makan. EGCG dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan oksidasi lemak
yang pada akhirnya dapat membantu menurunkan berat badan.

2.4 Pemanfaatan Dalam Dunia Keperawatan


2.4.1 Garcinia sebagai Herbal
Kontraindikasi

Pada wanita yang hamil dan menyusui.

Efek Samping

Dari berbagai penelitian dilaporkan penggunaan dosis HCA melebihi 2,8


g/hari bersifat toksik dengan gejala-gejala saluran pencernaan, gatal-gatal di sekitar
mulut, pusing dan mual pada manusia, sedangkan pada hewan percobaan
dilaporkan telah terjadi penurunan jumah limfosit dan sel-sel fibroblast tikus
(Chuah et al., 2013)

Pemanfaatan Gacinia

Pemberian paling singkat selama 5 hari dengan kadar 250 g/hari pada wanita
menunjukkan peningkatan metabolism lemak saat aktivitas fisik. Penelitian Anton
dkk membuktikan HCA berperan pada asupan makanan, rasa kenyang, penurunan
berat badan dan stress oksidatif dengan dosis 2800 mg/hari dan 5600 mg/hari.
Pemberian HCA selama 3 hari dengan dosis 500 mg/hari dapat menurunkan sintesis
lemak de novo pada manusia saat terjadi asupan karbohidrat dan kalori total
berlebihan (Semwal dkk, 2015).

10
2.4.2 Daun Katuk sebagai Herbal
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak daun katuk mempunyai
aktivitas antiobesitas. Ekstrak daun katuk dapat menurunkan bobot badan dan
indeks makan, meningkatkan bobot feses dan konsistensinya yang sebanding
dengan orlistat, menurunkan indeks lemak dan retroperitoneal, mempengaruhi
indeks organ dengan meningkatkan bobot organ hati dan testis. Dosis ekstrak daun
katuk terbaik dalam menurunkan bobot badan adalah 400 mg/kg (Patonah, Elis
Susilawati, 2017).

Kontraindikasi

Meskipun katuk mengandung zat-zat gizi yang amat bermanfaat bagi


kesehatan manusia, tetapi sebagaimana bahan pangan lain ia juga mempunyai zat
anti nutrisi. Zat anti nutrisi yang pertama adalah alkaloid papaverin. Daun katuk
mengandung alkaloid papaverin yang dapat menimbulkan rasa pusing, mabuk dan
konstipasi. Namun, senyawa ini tidak selalu ada dalam daun katuk. Papaverin
ditemukan pada daun katuk yang sudah tua. Kelemahan lain adalah bahwa menurut
Prajogo dan Santa (1997) dalam jaringan parenkim daun (palisade dan jaringan
bunga karang) ditemukan banyak kristal kalsium oksalat. Oleh sebab itu, bagi
penderita penykit batu ginjal, daun katuk berbahaya untuk dikonsumsi sebagai
sayuan. Namun tingginya kalsium oksalat diimbangi oleh tingginya kadar kalium
dalam daun katuk. Kalium diketahui mempunyai fungsi menghancurkan batu
ginjal. Katuk juga bersifat memperkuat kontraksi otot pada uterus dan usus.
Peningkatan kontraksi otot pada uterus (rahim) dapat mengakibatkan keguguran.
Oleh sebab itu, bagi wanita hamil konsumsi daun katuk sebaiknya dihindari
(Santoso, 2013).

Efek Samping

Daun katuk sudah dikonsumsi di Taiwan dalam bentuk jus katuk mentah
(150 g) sebagai obat pelangsing. Mengkonsumsi jus katuk selama 2 minggu sampai
7 dengan dosis di atas menimbulkan efek samping seperti sulit tidur, tidak enak
makan dan sesak nafas. Hasil penelitian membuktikan bahwa orang yang
mengkonsumsi jus katuk mentah terkena Bronkiolitis obliterasi. Kao et al. (1999)
menemukan bahwa mengkonsumsi katuk menyebabkan luka pada paru-paru. Lin

11
et al. (1996) daun katuk menyebabkan flu-like illness yang lama dengan batuk
kering, dyspnea dan sesak nafas. Penyebab gejala ini diduga adalah papaverine
yang ada dalam daun katuk meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa
papaverine tidak selalu ada dalam daun katuk. Daun katuk secara selektif dapat
merusak sel MRC-5 yang berasal dari paru-paru manusia, dibandingkan dengan sel
Hep G2 yang berasal dari hati manusia. Tidak terdapat kerusakan yang secara nyata
pada materi genetik sel Hep G2 (Xin et al., 2011). Selain itu, daun katuk juga
mengganggu metabolisme mineral khususnya kalsium dan fosfor, sehingga dapat
menyebabkan osteoporosis. Hal ini disebabkan oleh karena metabolisme senyawa
aktif daun katuk menghasilkan glokokortikoid (Santoso, 2013).

Pemanfaatan Daun Katuk

Hasil penelitian di Taiwan mennunjukkan bahwa penggunaan jus daun


katuk yang dibuat dari daun segar selama 10 minggu dapat mengakibatkan gagal
nafas pada manusia. Untuk itu dianjurkan agar mengkonsumsi daun katuk yang
telah dimasak, karena pengaruh negatifnya akan berkurang. Penggunaan daun katuk
terutama menyebabkan meningkatnya masalah cardio-pulmonary seperti: dyspnea,
heart bum, batuk, dan palpitation (Jiang et al., 1998). Untuk mengurangi efek
samping dari daun katuk, maka harus diperhatikan hal-hal berikut: (Santoso, 2013)

1) Mengkonsumsi daun katuk dalam jumlah yang sedikit (maksimal 50 g per


hari),
2) Daun dimasak terlebih dahulu, Proses perebusan daun katuk dapat
menghilangkan sifat anti protozoa. Jadi dapat disimpulkan pemanasan dapat
mengurangi sampai meniadakan sifat racun daun katuk.
3) Tidak mengkonsumsi daun katuk secara terus menerus selama lebih dari 3
bulan.

2.4.3 Teh Hijau sebgai Hebal


Kontraindikasi

Orang yang menderita diabetes harus menghindari teh hijau, karena bisa
mengganggu kontrol gula darah. Penderita diabetes tipe 2 juga sebaiknya tidak
minum teh hijau, karena bisa menyebabkan gangguan pada kadar insulin.

12
Efek Samping

Karena teh hijau mengandung kafein, Jumlah asupan kafein yang berlebihan
dapat menyebabkan efek samping berupa :

a. Gangguan pencernaan, nyeri perut, diare dan mual, kandungan kafein yang
bisa meningkatkan asam di perut
b. Sakit kepala, teh hijau dapat menyebabkan sakit kepala ringan sampai berat
karena kandungan kafein. Hal ini juga bisa menyebabkan pusing bagi orang
yang menderita sakit kepala kronis. Pasien migrain dapat dengan aman
meminum minuman ini tapi tidak dengan sakit kepala kronis.
c. Gangguan tidur (insomnia), kandungan kafein dalam teh hijau dapat
menghambat bahan kimia penginduksi tidur di otak dan mempercepat
produksi adrenalin
d. Anemia, mengkonsumsi terlalu banyak teh hijau dapat menyebabkan
anemia. Hal ini karena Teh hijau mengandung tanin dan polifenol yang
menghalangi penyerapan zat besi dengan mengikat besi, sehingga kurang
tersedia untuk tubuh.
e. Jantung berdebar, kandungan kafein dalam teh hijau dapat mempercepat
detak jantung Anda dan menyebabkan detak jantung tidak teratur. Hal ini
juga dapat menyebabkan palpitasi jantung.
f. Kejang otot, konsumsi berlebihan teh hijau dapat menyebabkan kejang otot
dan kedutan. Ini karena kafein dikaitkan dengan sindrom kaki gelisah, yang
memaksa otot rangka berkontraksi dan menyebabkan kejang otot di kaki.
g. Osteporosis, kandungan kafein dalam teh hijau menghambat penyerapan
kalsium dalam tubuh. Konsumsi berlebihan teh hijau dapat meningkatkan
tingkat ekskresi kalsium, yang dapat menyebabkan penyakit tulang seperti
osteoporosis.

Pemanfaatan Teh Hijau

Teh hijau diproses dengan cara khusus. Setelah dipetik, daun teh akan
mengalami pengasapan. Proses ini akan mengeringkan daun teh, namun tidak
sampai mengubah warna daun. Kondisi inilah yang menyebabkan air seduhan daun

13
teh tetap terlihat berwarna hijau muda. Proses ini kemudian terbukti dapat
mempertahankan berbagai kandungan nutrisi, antara lain zat antioksidan
polyphenols pada daun teh, yang lebih besar dibandingkan teh hitam maupun
teh merah.

14
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

15
Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Garcinia

https://id.wikipedia.org/wiki/Teh_hijau

https://id.wikipedia.org/wiki/Camellia_sinensis

Bunawan, H., Noraini, S., Nataqain, S., & Noor, N. M. (2015). Sauropus
androgynus ( L .) Merr . Induced Bronchiolitis Obliterans : From Botanical
Studies to Toxicology. Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine, 2015.

Chuah, L. O., Ho, W. Y., Beh, B. K., & Yeap, S. K. (2013). Updates on Antiobesity
Effect of Garcinia Origin ( − ) -HCA. Evidence- Based Complementary and
Alternative Medicine, 2013, 1–17.

Majid, T. S., & Muchtaridi. (2018). AKTIVITAS FARMAKOLOGI EKSTRAK


DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr). Farmaka, 16, 398–405.

Patonah, Elis Susilawati, A. R. (2017). AKTIVITAS ANTIOBESITAS EKSTRAK


DAUN KATUK (Sauropus androgynus L.Merr) PADA MODEL MENCIT
OBESITAS ANTIOBESITY ACTIVITY OF KATUK LEAF EXTRACT
(Sauropus androgynus L.Merr) IN MICE MODELS OF OBESITY.
PHARMACY, 14(02), 137–152.

Santoso, U. (2013). KATUK, TUMBUHAN MULTI KHASIAT. Bengkulu: Badan


Penerbit Fakultas Pertanian (BPFP) Unib.

16

Anda mungkin juga menyukai