Anda di halaman 1dari 3

ASSIKALAIBINENG - Persetub*han ala Bugis

 Penulis Unknown
 TAGS
RESENSI
SOSIAL BUDAYA
TRADISI

Bagi manusia dewasa, S*KS merupakan kebutuhan dasar. Untuk menyalurkan hasrat
dasar tersebut, dibentuk lembaga pernikahan yang merupakan legalitas dari sebuah
keluarga. Pada gilirannya, akan terjadi reproduksi untuk mengembangkan keturunan dan
mencegah ras manusia dari kepunahan.
Assikalabineng, merupakan pengetahuan tata cara hubungan s*ksual, yang merupakan
adaptasi dari ajaran Islam. Dalam tata cara itu memuat banyak hal, mulai dari waktu
yang baik, hingga rekayasa keturunan.

Pengetahuan assikalabineng, pada dasarnya diketahui secara rahasia oleh orang-orang


tua. Sehingga akses pengetahuan s*ksual sangat terbatas. ASSIKALAIBINENG,
disampaikan secara tutur kepada kedua calon mempelai sebagai bentuk S*x
Education menjelang acara pernikahannya. Beberapa hari sebelum hari pernikahan,
biasanya kedua calon mempelai dipingit. Masa itu disebut dengan arafo-rafong. Masa
dimana calon pengantin harus lebih banyak dirumah dan tidak keluar rumah kalau bukan
sesuatu yang sangat penting. Masa Arafo-rafong memberikan makna agar sebelum
menikah, sang calon mempelai belajar kepada orang-orang tua tentang
ASSIKALAIBINENG. Selain itu memberi makna agar calon pengantin mempunyai banyak
waktu untuk mempersiapkan dirinya lahir dan batin untuk memasuki dunia mahligai
rumah tangga.

Beberapa penulis mendokumentasikan pengetahuan Assikalabineng dalam bentuk


naskah Lontara yang dikenal dengan Lontara Assikalabineng. Lontara Assikalabineng adalah
salah satu genre lontara. Sehingga sebenarnya banyak Lontara Assikalabineng yang
pernah ditulis. Meski secara garis besar sama, namun secara detail ada sedikit
perbedaan. Hal ini disebabkan pengetahuan Assikalabineng secara detail antar penulis
berbeda.
Ada beberapa poin penting dalam Assikalaibineng antara lain :

1. Waktu-waktu yang dianggap baik untuk melakukan persetub*han

2. Pengetahuan tentang alat r*produksi. Ragam bentuk alat r*produksi

3. Tahap dan prosedur hubungan s*ks. Secara umum ada 12 gerakan selama satu kali
hubungan s*ks yang sempurna. Tiap gerakan memestikan doa-doa tertentu.

4. Gaya dalam persetub*han

5. Tujuh titik rangsangan perempuan dan teknik penyentuhannya

6. Penentuan jenis kelamin anak. Termasuk pula penentuan warna kulit bahkan sikap
dan prilaku anak

7. Pengendalian kehamilan

8. Perlakuan yang berhubungan dengan s*ks lainnya

Secara umum, yang ditekankan pada Assikalaibineng pada pihak suami adalah
kemampuannya untuk mengendalikan hasrat dan keinginannya. Sehingga lelaki yang
tidak mampu mengelola kemampuannya disinggung dalam Galigo Satir, yang diucap
perempuan yaitu

Mauni tellu pabbisena = Meski tiga pengayuhnya (organ s*ksual lelaki)


Na Bongngo Pollopinna = Tapi bodoh pengendalinya (tidak tenang dalam melakukan)
Teawa Nalureng = Saya tidak ingin dimuat (tidak ingin diperistri)

Dalam buku ASSIKALAIBINENG KITAB PERSETUBUHAN BUGIS karangan Dr. Muhlis


Hadrawi, mengkompilasi 8 naskah lontara dengan menggunakan pendekatan kajian
Filologi. Ada tiga naskah Lontara Assikalaibineng yang ditransliterasi di buku ini lalu
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Sehingga memudahkan pembaca
memahaminya.

ASSIKALAIBINENG - Kitab Persetub*han Bugis

Bagaimana ASSIKALAIBINENG mengajarkan tata laku dalam hubungan s*ksual ?


Bagaimana pula dengan teknik dalam berhubungan agar dapat membahagiakan istri ?
Insya Allah akan kami tulis pada artikel berikutnya.

Baca bagian kedua di sini

Anda mungkin juga menyukai