Anda di halaman 1dari 12

EKOSISTEM DANAU

Carissa Paresky Arisagy


12/334991/PN /12981
Manajemen Sumberdaya Perikanan

Intisari
Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri dari komponen-komponen abiotik
dan biotik yang saling berintegrasi sebagai satu kesatuan. Danau merupakan suatu
ekosistem yang secara fisik merupakan suatu tempat yang luas, mempunya air yang tetap,
jernih atau beragam dengan aliran tertentu. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari
karakteristik ekosistem danau dan faktor-faktor pembatasnya, mempelajari cara
pengambilan data parameter, mempelajari korelasi antara beberapa parameter ligkungan
dengan populasi biota perairan, serta mempelajari kualitas perairan danau berdasarkan
indeks diversitas biota periran. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 20 April 2013 di
danau Tambak Boyo. Metode yang digunakan adalah pengamatan dan pengambilan data
parameter fisik, kimia, biologi, dan kondisi vegetasi yang terbagi dalam 7 stasiun.
Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa terdapat korelasi antara tolok ukur dengan
populasi biota perairan. Adapun densitas dan diversitas plankton tertinggi terdapat pada
stasiun 5 dan 6. Kondisi perairan danau Tambak Boyo cukup baik.
Kata kunci : danau, densitas, diversitas, parameter, plankton

PENDAHULUAN
Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari 500 danau yang tersebar di seluruh
daratan Indonesia. Namun, status kondisi sebagian besar danau tersebut akhir-akhir ini
sudah sangat memprihatinkan. Fungsi danau sudah sangat berkurang akibat pencemaran
dan kerusakan lingkungan danau. Hal tersebut dapat terjadi karena buruknya pengelolaan
danau. Di samping itu, pemahaman, kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan masyarakat
serta pemangku kepentingan dalam pengelolaan danau juga masih rendah. Memperhatikan
dan menyadari akan pentingnya fungsi danau sebagai habitat makhluk hidup serta sarana
kebutuhan manusia, maka dirasa perlu untuk dilakukan peningkatan pemahaman
mendalam mengenai ekosistem danau melalui praktikum Ekologi Perairan “Ekosistem
Danau”.
Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen
biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Perairan
danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi.
Danau sebagai suatu ekosistem, secara fisik merupakan suatu tempat yang luas yang
mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Lincoln, 1984).
Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai
mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta mempunyai
produktivitas biologi yang tinggi (Satari, 2000). Ekosistem danau termasuk habitat air
tawar yang memiliki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya arus yang sangat lambat
sekitar 0,1–1 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu residence time
(waktu tinggal) air bisa berlangsung lebih lama (Wetzel, 2001). Pada dasarnya proses
terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu danau alami dan danau buatan.
Danau alami merupakan danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah,
misalnya bencana alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan
adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh manusia untuk tujuan tertentu dengan
jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah (Odum, 1993). Berdasarkan
kemampuan penetrasi cahaya matahari menembus ke dalam danau, wilayah danau dapat
dibagi menjadi tiga mintakat (zone) yaitu zone litoral, zone limnetik, dan zone profundal
(Cole, 1988).
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ekologi perairan mengenai ekosistem
danau adalah untuk mempelajari karakteristik ekosistem danau dan faktor-faktor
pembatasnya. Di samping itu praktikum ini juga dilakukan untuk mengetahui cara-cara
pengambilan data tolok ukur, serta mempelajari korelasi antara beberapa parameter
lingkungan dengan populasi biota perairan (plankton dan bentos). Selain itu, praktikum ini
juga bertujuan untuk mempelajari kualitas perairan danau berdasarkan indeks diversitas
biota perairan.

METODOLOGI
Acara praktikum ekosistem danau ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 20 April
2013 pukul 07.00-12.00 di danau Tambak Boyo, Sleman, Yogyakarta. Pengamatan
ekosistem danau dibagi menjadi 7 stasiun, yang terdiri dari inlet, tengah, dan outlet. Pada
setiap stasiun dilakukan pengambilan data pada titik permukaan dan dasar perairan
menggunakan water sampler.
Pada masing-masing stasiun dilakukan pengambilan data parameter fisik seperti
suhu air dan udara, kecerahan, warna air serta TSS. Selain parameter fisik, dilakukan juga
pengambilan data parameter kimia seperti kandungan Oksigen terlarut (DO), BOD5, CO2
bebas, alkalinitas, bahan organik (BO), dan pH dengan mengambil sampel air danau lalu
diukur menggunakan pH meter di laboratorium. Di samping itu juga dilakukan
pengambilan data parameter biologi seperti densitas dan diversitas plankton serta
vegetasi/flora di sekitar lokasi pengamatan. Pengamatan ekosistem danau ini dimulai
dengan pengambilan data pada titik permukaan dan dasar perairan masing-masing stasiun
dengan menggunakan water sampler. Kemudian diambil cuplikan plankton dengan
memampatkan 50 liter air danau ke dalam botol flakon menggunakan jaring plankton.
Setelah itu dilakukan pengukuran parameter lingkungan, baik fisik, kimia, maupun biologi.
Pengukuran suhu udara dan suhu air dilakukan dengan mengunakan termometer.
Pengukuran TSS dilakukan dengan metode gravimetri, yaitu dengan mengambil air sampel
dengan volume tertentu (Y ml) yang kemudian disaring dengan kertas saring yang telah
diketahui massanya (A mg), lalu dilakukan penimbangan berat kertas saring yang telah
digunakan dalam kondisi kering (B mg). TTS dapat ditentukan melalui melalui
perhitungan 1000 dibagi dengan Y dikali selisih antara B dan A. Pengukuran kecerahan
dilakukan dengan menggunakan cakram secchi (secchi disk). Pengamatan plankton
dilakukan dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan Sedwig Rafter Counting
Cell (SR). Densitas dan diversitas plankton dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
Shannon Weiner. Jumlah sel per liter (N) berbanding lurus dengan jumlah sel yang diamati
(n) dan volume air tersaring (Vr), serta berbanding terbalik dengan volume air yang
diamati (Vo) dan volume air disaring (Vs). Kemudian indeks diversitas Shanon Weiner
(H’) berbanding lurus dengan negatif sigma jumlah individu kelas ke-i (ni) dibagi jumlah
total individu dikali 2log jumlah individu kelas ke-i (ni) per jumlah total individu (N),
dengan rentang interval 1- jumlah genera (S). Pengukuran oksigen terlarut (DO) dilakukan
dengan metode winkler. Pengukuran CO2 bebas dan alkalinitas dilakukan dengan metode
alkalimetri. Kemudian pengukuran BOD5 dilakukan dengan cara mengambil air sampel
sebanyak 2 botol oksigen, kemudian pada botol pertama ditambahkan 1 ml larutan 4 N
H2SO4 dan 1-2 tetes 0,1 N KMnO4. Botol ditutup dan digojok hingga homogen. Setelah
itu, didiamkan beberapa saat dan warna rose tidak hilang, apabila hilang maka
ditambahkan lagi 1-2 tetes 0,1 N KMnO4, digojok dan didiamkan. Kemudian ditambahkan
1 tetes 0,1 N Ammonium Oksalat, digojok dan didiamkan hingga warna rose hilang, lalu
dilanjutkan dengan analisis kandungan O2 terlarut (DO). Sementara itu botol kedua,
diinkubasi selama 5 hari, namun sebelum diinkubasi air sampel dijenuhkan terlebih dahulu
kandungan O2-nya dengan bantuan aerator. Adapun BOD5 dapat ditentukan melalui
perhitungan 1000 dibagi dengan volume sampel dikali dengan selisih hasil analisis O2
terlarut 5 hari (B ml) dengan hasil analisis O2 terlarut segera (A ml), kemudian dikali
dengan 0,1 mg/l. Setelah dilakukan pengambilan data parameter, langkah selanjutnya
adalah buat grafik densitas plankton dari data yang diperoleh pada seluruh titik
pengamatan serta dilakukan analisis regresi dan korelasi densitas plankton sebagai peubah
tidak bebas serta pH, kandungan O2 terlarut, dan alkalinitas masing-masing sebagai peubah
bebas.
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain meteran atau penggaris,
termometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, aerator, kempot,
ember plastik, jaring plankton, cakram secchi, kertas label, alat tulis pH meter, botol
flakon, sedwig rafter (SR), mikroskop, dan botol air meniral. Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan antara lain larutan MnSO4, larutan reagen oksigen, larutan H2SO4 pekat, larutan
1
/80 N Na2S2O3, larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H2SO4, larutan 1/50 N HCl, larutan
indikator amilum, larutan indikator PP, larutan indikator MO, larutan indikator BCG/MR,
larutan 4 N H2SO4, larutan 0,1 N KMnO4, larutran 0,1 N Amonium Oksalat, dan formalin
4%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum Ekologi Perairan “Ekosistem Danau” dilaksanakan di danau Tambak
Boyo, Sleman, Yogyakarta. Pengamatan Ekosistem Danau ini, dalam pelaksanaannya
dibagi menjadi 7 (tujuh) stasiun pengamatan. Stasiun pengamatan 3 terletak pada tempat di
mana air masuk (inlet). Danau Tambak Boyo, merupakan danau yang cukup ramai dan
banyak dikunjungi oleh warga maupun wisatawan, baik untuk sekedar memancing maupun
berwisata air. Kondisi lingkungan sekitar danau tampak bersih, tidak terdapat banyak
sampah. Di sekeliling sungai terdapat vegetasi seperti rumput liar serta pepohonan yang
rindang. Kondisi perairan danau tampak tenang dengan air yang berwarna kehijauan. Saat
dilakukan pengamatan, kondisi cuaca sangat panas dengan terik matahari yang cukup
menyengat, meskipun di pagi hari.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Parameter Fisik, Kimia, Biologi Ekosistem Danau Tambak Boyo
Stasiun
Parameter
1 2 3 4 5 6 7
Fisika
Suhu Air (°C) 27.25 28 25 26 27.5 27 27
Suhu Udara (°C) 29 34 27 29 29 30 27
Kecerahan (cm) 14 117 56 73.25 66 69 70
TSS (ppm) 0.4526 0.267 0.308 0.067 0.673 0.24 0.0027

Kimia
DO (ppm) 5 5.58 3.2 5.5 4.78 2.8 9.5
CO2 (ppm) 8.4 18.7 9 15 8.3 11 6.3
Alkalinitas (ppm) 85 96 97 20 74 63 47.6
Ph 7 7 7 7.1 7 7 7
BO (ppm) 4.80 7.21 8.40 7.27 9.50 2.40 18.3454
BOD5 (ppm) 0.97 0.75 0.865 0.35 0.7 0.731 1.15

Biologi
Densitas Plankton 0.3559 0.8698 0.3476 0.796 1.0922 0.7808 0.1118
Diversitas
Plankton 38 17 23 52 30 95 14

Kondisi stasiun 3 berdasarkan penelitian diketahui bahwa suhu udara sebesar 27oC
dengan suhu air sebesar 25oC. Suhu tersebut masih berada pada kisaran normal (optimum).
Suhu air lebih rendah dibandigkan dengan suhu udara, sebab praktikum dilaksanakan pada
pagi hari di mana matahari sedang beranjak naik sehingga terjadi peralihan suhu udara,
dari yang semula rendah menjadi lebih panas. Sementara air memiliki kemamapuan untuk
memepertahankan suhu oleh karena itulah suhu air cenderung lebih kecil dibandingkan
suhu udara. Berdasarkan hasil pengamatan kecerahan pada stasiun 3 didapatkan nilai yang
cukup rendah apabila dibandingkan dengan stasiun lain. Nilai kecerahan tersebut berkaitan
dengan nilai kandungan TSS dan bahan organiknya. TSS dan bahan organik merupakan
faktor utama penyebab rendahnya kecerahan air. Semakin tinggi kandungan bahan organik
maka akan semakin tinggi pula kandungan TSS-nya. Stasiun 3 memiliki warna air
cenderung hijau tua. Warna hijau tua tersebut menunjukan bahwa pada perairan danau
tersebut mengandung bahan terlarut sedang. Warna air ini dapat dipengaruhi oleh TSS dan
keberadaan fitoplankton (algae) misalnya seperti chlorophyceae yang memiliki sifat lebih
stabil terhadap perubahan lingkungan dan cuaca (Effendi, 2003). Kandungan TSS pada
pada stasiun 3 adalah sebesar 0,308 ppm. Kondisi TSS tersebut tergolong sedang apabila
dibandingkan dengan stasiun lain. Kandungan O2 terlaut (DO) pada stasiun 3 lebih rendah
dari pada kandungan CO2 bebasnya. Kandungan DO tersebut dipengaruhi oleh suhu air.
Semakin tinggi suhu air maka kandungan O2 terlarutnya (DO) akan semakin rendah, begitu
pula sebaliknya apabila suhu air rendah maka kandungan O2 terlarutnya (DO) tinggi. Nilai
alkalinitas pada stasiun 3 adalah sebesar 97 ppm. Nilai alkalinitas ini dapat dikatakan
tinggi apabila dibandingkan dengan stasiun lain. Tingginya nilai alkalinitas ini dipengaruhi
oleh CO2 dan pH. Semakin tinggi CO2, maka pH di perairan semakin rendah, saat pH air
turun, alkalinitasnya semakin besar. Nilai pH pada stasiun ini adalah sebesar 7, sedangkan
nilai kandungan bahan organiknya (BO) sebesar 8,4 ppm. Sementara nilai BOD5 pada
stasiun ini adalah sebesar 0,865 ppm. pH tersebut tergolong netral dan kandungan bahan
organiknya pun tergolong sedang. Akan tetapi, kepadatan plankton pada stasiun ini
tergolong rendah, dengan nilai keragaman yang rendah pula apabila dibandingkan stasiun
lain.

Suhu Air vs Stasiun Suhu Udara vs Stasiun


29 35
Suhu Udara (°C)

28 33.5
27 32
Suhu Air (°C)

26 30.5
25 29
Series1 Series1
24 27.5
23 26
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Stasiun Stasiun

Grafik 1. Suhu air vs stasiun Grafik 2. Suhu udara vs stasiun

CO2 vs Stasiun DO vs Stasiun


20 10

15 8
CO2 (ppm)

DO (ppm)

6
10
4
5 Series1 Series1
2
0 0
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Stasiun Stasiun

Grafik 3. CO2 vs stasiun Grafik 4. DO vs stasiun


Berdasarkan grafik tersebut, stasiun 7 memiliki kandungan DO yang tinggi yakni
9,5 ppm. Menurut Lee et al. (1978), DO ≥ 6,5 ppm termasuk ke dalam keadaan tidak
tercemar. Sementara pada stasiun 3 dan 6 tergolong dalam pencemaran sedang, dengan
rentang 2 – 4,4 ppm. Sementara pada stasiun lainnya tergolong pada pencemaran ringan
yakni berada pada rentang 4,5 – 6,4 ppm (Lee et al., 1978).
Pada dasarnya antara suhu, kandungan O2 terlarut (DO) serta CO2 bebas memiliki
hubungan yang saling berkaitan. Menurut Haslam (1995), peningkatan suhu air
mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4. Pada
grafik tidak terlalu tampak hubungan di mana suhu mempengaruhi kelarutan gas O2 dan
CO2, akan tetapi justru menunjukan hubungan yang berbanding lurus. Hal ini jelas tidak
sesuai dengan teori yang ada. Ketidaksesuaian tersebut dapat diakibatkan oleh perbedaan
waktu pengambilan data parameter. Selain itu dapat juga disebabkan oleh adanya
kesalahan pada saat pengambilan data, seperti misalnya kesalahan kalibrasi alat,
pengukuran, pengamatan maupun perhitungan. Kondisi yang seharusnya terjadi adalah
suhu berbanding terbalik dengan kandungan O2 terlarut (DO), dan CO2 bebas. Di mana
semakin tinggi suhu air maka kandungan DO dan CO2 bebasnya akan semakin rendah.

Alkalinitas vs Stasiun pH vs Stasiun


150 7.15
Alkalinitas (ppm)

7.1
100
pH

7.05
50 Series1 Series1
7
0 6.95
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Stasiun Stasiun

Grafik 5. Alkalinitas vs Stasiun Grafik 6. pH vs stasiun

pH adalah intensitas kondisi asam atau basa suatu perairan, pH menunjukkan


konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam suatu larutan (Effendi, 2003). Alkalinitas adalah
ukuran konsentrasi ion yang dapat bereaksi dengan H+ yaitu ion HCO3- dan CO32- (Faust et
al., 1981). Pada perairan danau pH terus bervariasi karean adanya respirasi dan
fotosintesis. Pada saat malam hari tidak terjadi proses fotosintesis, CO2 naik sebagai hasil
dari proses respirasi. CO2 bebas dilepaskan dan bereaksi dengan air membentuk asam
karbonat, yang kemudian direduksi menjadi HCO3- dan CO32- (Mulyanto, 2011). Hal ini
menyebabkan pH menjadi lebih rendah. Tingginya nilai alkalinitas ini dipengaruhi oleh
CO2 dan pH. Semakin tinggi CO2 maka pH di perairan semakin rendah, saat pH air turun
maka alkalinitasnya semakin besar.

BOD5 vs Stasiun BO vs Stasiun


1.5 20.00
BOD5 (ppm)

15.00

BO (ppm)
1
10.00
0.5 Series1
Series1 5.00
0 0.00
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Stasiun Stasiun

Grafik 7. BOD5 vs Stasiun Grafik 8. BO vs stasiun

Berdasarkan grafik diketahui bahwa kandungan BOD5 tertinggi berada pada stasiun
7 dan yang terendah berada pada stasiun 4. Sementara kandungan BO tertinggi berada pada
stasiun 7 dan terendah pada stasiun 6. BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran
organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 yang tinggi mengindikasikan
bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara
biologik denagn melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Dari
setiap stasiun, menunjukan kandungan BOD5 masih menunjukkan angka di bawah 1 ppm.
menurut Lee et al. (1978) air yang tidak tercemar memiliki nilai BOD5 ≤ 2,9 ppm.
Mengacu pada teori tersebut, dapat dikatakan setiap stasiun pengamatan kualitas airnya
belum tercemar. berdasarkan kandungan BOD5-nya. BOD5 mempengaruhi bahan organik
(BO), di mana semakin tinggi BOD5 maka akan semakin banyak pula kandungan bahan
organiknya (BO). Hal tersebut ditunjukan pada grafik di mana pada stasiun 7, BOD5 yang
tinggi menyebabkan tingginya bahan organik (BO). Di samping iu, bahan organik (BO)
juga mempengaruhi O2 terlarut (DO) semakin tinggi bahan organik (BO) maka akan
semakin tinggi pula kandungan O2 terlarutnya (DO). Hal tersebut berkaitan dengan proses
fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan-tumbuhan air serta fitoplankton.
Diversitas Plankton vs Densitas Plankton vs
Stasiun Stasiun
100 1.5
Diversitas Plankton

Densitas Plankton
1
50
0.5
Series1 Series1
0 0
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Stasiun Stasiun

Grafik 9. Diversitas Plankton Grafilk 10. Densitas plankton


vs Stasiun vs Stasiun

Keberadaan makhluk hidup terutama plankton sangat dipengaruhi oleh kandungan


O2 terlarut (DO) dan CO2 bebas. CO2 yang terdapat dalam perairan alami merupakan hasil
proses difusi dari atmosfer, air hujan, dekomposisi bahan organik dan hasil respirasi
organisme akuatik. Tingginya kandungan CO2 pada perairan dapat mengakibatkan
terganggunya kehidupan biota perairan. Konsentrasi CO2 bebas 12 mg/l dapat
menyebabkan tekanan pada ikan, karena akan menghambat pernafasan dan pertukaran
gas. Kandungan CO2 dalam air yang aman tidak boleh melebihi 25 mg/l, sedangkan
konsentrasi CO2 lebih dari 100 mg/l akan menyebabkan semua organisme akuatik
mengalami kematian (Wardoyo, 1979). Fitoplankton membutuhkan CO2 bebas untuk
berfotosintesis dan menghasilkan O2. O2 terlarut bertambah seiring dengan adanya proses
fotosintesis. Sementara zooplankton menggunakan O2 untuk respirasi dan menghasilkan
CO2. Berdasarkan grafik, stasiun 5 memilki densitas plankton yang tinggi dibandingkan
dengan stasiun lainnya. Stasiun 5 memiliki kandungan O2 terlarut (DO) sebesar 4,78 ppm
dengan kandungan CO2 yang tinggi. Hal tersebut dapat terjadi bila penyebaran plankton
pada stasiun 5 berupa plankton yang termasuk dalam keloimpok zooplankton maupun
fitoplankton. Sementara pada stasiun 6 dan 2 memilki densitas plankton yang cukup tinggi
meskipun kandungan O2 terlarutnya rendah karena kemungkinan plankton yang
mendiamui wilayah tersebut merupakan fitoplankton yang tidak terlalu banyak
membutuhkan O2. Seharusnya semakin rendah kandungan O2 terlarut (DO) maka akan
menyebabkan densitas biota perairan akan rendah pula, begitu pula sebaliknya.
TSS vs Stasiun Kecerahan vs Stasiun
0.8 150

Kecerahan(cm)
0.6
TSS (ppm)

100
0.4
50
0.2 Series1 Series1
0 0
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Stasiun Stasiun

Grafik 11. TSS vs Stasiun Grafik 12. Kecerahan vs Stasiun

Berdasarkan grafik tersebut tampak bahwa semakin tinggi TSS maka kecerahannya
pun akan semakin rendah. TSS juga berpengaruh pada kandunga O2 terlarut (DO), semakin
tinggi tingkat kecerahan maka akan meningkatkan kandungan DO di dalamnya. Dengan
demikian semakin rendah TSS-nya maka akan semakin tinggi tingkat kecerahan dan
kandungan DO-nya akan semakin tinggi pula. Dari grafik tersebut tampak bahwa TSS
berbanding terbalik dengan kecerahannya.
Berdasarkan pengamatan parameter-parameter fisik, kimia, dan biologi dari
ekosistem perairan danau Tambak Boyo ini diketahui bahwa kondisi perairan danau
Tambak Boyo agak sedikit tercemar oleh kandungan O2 terlarut, meskipun dari segi BOD5
masih tergolong baik. Hal ini terlihat pada beberapa stasiun yaitu stasiun 3 dan 6 yang
tergolong dalam pencemaran sedang serta pada stasiun 1,2,4, dan 5 yang tergolong pada
pencemaran ringan di mana pada keenam stasiun tersebut kandungan O2 terlarutnya tidak
sesuai dengan kandungan yang dibutuhkan oleh organisme perairan. Menurut Jeffries
(1996), penyebab berkurangnya kadar O2 terlarut dalam air disebabkan karena adanya zat
pencemar. Zat pencemar tersebut terdiri dari bahan organik dan anorganik yang berasal
dari berbagai sumber, seperti kotoran (hewan dan manusia), sampah organik, bahan-bahan
buangan dari industri dan rumah tangga.

KESIMPULAN
Ekosistem danau dipengaruhi oleh parameter fisik yang berupa suhu air dan udara,
kecerahan, warna air serta padatan tersuspensi (TSS), parameter kimia yaitu kandungan
DO, CO2 bebas, alkalinitas, pH, BO, BOD5, serta parameter biologi meliputi densitas dan
diversitas plankton. Parameter-parameter tersebut dimati dengan pengambilan sampel dari
7 stasiun. Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi perairan Danau Tambak Boyo tergolong
cukup baik ditinjau dari indeks diversitas plankton terhadap beberapa tolok ukur
lingkungan. BO, CO2, dan DO mempengaruhi densitas plankton.

SARAN
Diharapkan perairan danau Tambak Boyo ini lebih dikontrol lagi pengelolaannya.
Bagi pengunjung diharapkan untuk tetap memperhatikan pemeliharaan dan pengelolaan
perairan di Danau Tambak Bayan. Jika tidak, maka dapat merusak ekosistem perairan
tersebut. Terutama dengan adanya pembuangan sampah secara sembarangan oleh
pengunjung yang dapat memperburuk keadaan perairan, yang pasti berdampak pula
terhadap kehidupan organisme perairan di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA
Cole, G.A. 1988. Textbook of Limnology. 3th Ed. USA.Waveland Press Inc.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Jakarta: Kanisius
Faust, S.D., dan O.M. Aly. 1981. Chemistry of Natural Water. Michigan: Ann Arbor
Science Publisher Inc.
Haslam, S.M. 1995. River Pollution, an Ecological Perspective. London UK: Belhaven
Press.
Jeffries, M., and D. Mills. 1996. Freshwater Ecology, Principles and Applications. UK:
Chicester .
Lee, C.D., S.B. Wang, and C.L. Kuo. 1978. Bhentich and fish as biological indicator of
water quality with references of water pollution in developing countries. Bangkok.
Lincoln. 1984. Water Quality Management For Pond Fish Culture. USA: Elsevier
Scienctific Publishing Company.
Mulyanto. 2011. Gas-Gas Terlarut dalam Air Laut. FPIK-UB
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gajah Mada Press.
Satari, G. 2000. Pengelolaan dan pemanfaatan danau dan waduk. Bandung: Universitas
Padjadjaran Bandung.
Wetzel, R.G. 2001. Limnology Lake and River Ecosystems. 3th Ed. San Diego California :
Academica Press.

Anda mungkin juga menyukai