Intisari
Sungai merupakan salah satu ekosistem perairan air tawar yang memiliki aliran yang
searah dari hulu menuju hilir, setiap sungai dipengaruhi beberapa faktor yaitu
kecuraman sungai, kedalaman sungai, luas sungai, tinggi dan rendah serta halus atau
kasar dasar sungai serta kecepatan aliran sungai bisa berbeda beda dibeberapa titik.
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari karakteristik sungai dan faktor-faktor
pembatasnya, mempelajari cara-cara pengambilan data tolok ukur (parameter) fisika,
kimia, dan biologi suatu perairan, mempelajari korelasi antara beberapa tolok ukur
lingkungan dengan komunitas biota perairan (plankton), mempelajari kualitas
perairan sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan (plankton). Praktikum
ekosistem sungai ini dilaksanakan pada hari Jumat, 8 Maret 2019 pukul 13.30 WIB
sampai selesai di Sungai Tambak Bayan, Sleman, Yogyakarta. Parameter yang
digunakan pada praktikum ini yaitu fisika (suhu udara, suhu air, kecepatan arus, dan
debit), kimia (DO, CO2 bebas, alkalinitas serta pH), biologi (densitas dan diversitas
biota perairan seperti plankton). Metode pengukuran suhu menggunakan termometer,
kecepatan arus menggunakan bola yang hanyut terbawa arus dengan mengambil data
jarak yang ditentukan dan waktu yang tercatat. Kandungan O 2 terlarut (DO atau
Dissolved Oxygen) menggunakan metode Winkler, pengukuran CO2 bebas dan
pengukuran alkalinitas menggunakan metode alkalimetri. Dalam praktikum ini
dibagi menjadi 3 stasiun dan berdasarkan pengamatan diperoleh data diversitas
plankton pada stasiun 1 sebesar 4.169925001 idv/m²; stasiun 2 sebesar 3.403701696
idv/m²; dan stasiun 3 sebesar 2.695461844 idv/m². Dari data tersebut dapat
disimpulkan perairan terbaik adalah stasiun 1.
PENDAHULUAN
Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan suatu sistem
ekologi yang terbentuk dari proses interaksi timbal balik antar makhluk hidup dalam
suatu komunitas dalam lingkungan abiotiknya (Resosoedarmo et al, 1989).
Ekosistem atau sistem ekologi merupakan pertukaran bahan-bahan antara bagian-
bagian yang hidup dan yang tak hidup di dalam sistem (Odum, 1996).
Sungai merupakan ekosistem lotik yang memiliki peran secara biologis,
ekologis maupun ekonomis sangat penting bagi manusia. Air sungai digunakan
sebagai bahan baku air minum, mencuci, irigasi, perikanan, peternakan, pembangkit
listrik dan pemenuhan kebutuhan lainnya. Masyarakat memanfaatkan keberadaan
sungai sebagai alat transportasi, olah raga, mencari ikan dan berburu biota (Djumanto
et al, 2013).
Ekosistem lotik atau sungai dibagi menjadi beberapa. Zona dimulai dengan
zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu dan yang selanjutnya
aliran dan beberapa mata air akan membentuk di pegunungan yang disebut zona
rithal, ditandai relief aliran sungai yang terjal. Adanya perbedaan keterjalan dan
topografi aliran sungai menyebabkan kecepatan arus mulai dari daerah hulu sampai
hilir akan bervariasi. Daerah hulu ditandai dengan kecepatan arus yang tinggi dan
kecepatan arus tersebut akan berkurang pada aliran sungai yang mendekati daerah
hilir (Barus, 2002).
Pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara
menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan
lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat
dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi, dan
sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga kehidupan
flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut
(Effendi, 2003).
Praktikum ekosistem sungai ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya,
mempelajari cara-cara pengambilan data tolok ukur (parameter) fisik, kimia, dan
biologi suatu perairan, mempelajari korelasi antara beberapa tolok ukur lingkungan
dengan komunitas biota perairan (makrobentos), serta mempelajari kualitas perairan
sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan.
METODE
Praktikum ekosistem sungai dilaksanakan pada hari Jumat, 8 Maret 2019
pukul 13.30 WIB sampai selesai di Sungai Tambak Bayan, Sleman, Yogyakarta.
Pada praktikum ekosistem sungai, lokasi dibagi menjadi tiga stasiun berbeda. Pada
stasiun 2 berlokasi di bagian tengah, kondisi bagian sungai yaitu dengan substrat
berbatu, serta vegetasi yang ada yaitu rimbunan pohon bambu, pohon pisang, dan
alang-alang.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bola tenis meja, stop-
watch atau arloji, roll-meter atau penggaris, ember plastik, topless, termometer, botol
oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, kempot, plankton-net,
mikroskop, kertas label, dan alat tulis. Dan bahan-bahan yang digunakan adalah pH
meter, larutan MnSO4, larutan reagen oksigen, larutan H₂SO₄ pekat, larutan 1/80 N
Na2S2O3, larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H 2SO4, larutan indikator amilum,
indikator Phenolphphtalein (PP), indikator Methyl Orange (MO), dan formalin 4 %.
Pada setiap stasiun, dilakukan pengambilan data parameter lingkungan
berupa parameter fisika, kimia, maupun biologi. Pengukuran parameter fisika
meliputi suhu udara, suhu air, kecepatan arus (menggunakan bola tenis meja) dan
pengukuran debit air. Untuk menentukan suhu udara dan suhu air sungai dapat
menggunakan termometer, untuk menghitung kecepatan yaitu menggunakan bola
tenis meja yang dialirkan dengan jarak 10 meter, dihitung pula berapa waktu yang
diperlukan untuk menempuh jarak 10 meter. Pada penentuan kecepatan aliran air
dapat dihitung dengan : Kecepatan arus (V) = jarak yang ditempuh (s) / waktu (t).
Metode untuk pengukuran debit yaitu dengan mengalirkan benda yang bisa
mengapung kemudian menghitung jarak tempuh, waktu tempuh, kedalaman, lebar,
dan subtrat dasar perairan, metode ini dinamakan dengan embody’s float method.
Stasiun 1 konstantanya adalah 0,8 karena dasarnya terdiri dari bebatuan, jika dasar
perairan tersebut berlumpur maka konstantanya adalah 0,9. Rumus yang digunakan
adalah Debit = lebar (w) x kedalaman (D) x konstanta(A) x panjang(l) / waktu (t).
Pada parameter kimia dilakukan pengukuran kandungan O2 terlarut
(Dissolved Oxygen atau DO), kandungan CO₂ bebas, dan alkalinitas. Metode
Winkler digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut (DO) dengan rumus
perhitungan kandungan O2 terlarut = 1000/50 x A x 0,1 mg/l, dimana A adalah
volume titrasi dari awal hingga akhir. Pada penentuan kadar CO₂ bebas, digunakan
metode alkalimetri dengan rumus perhitungan kandungan CO₂ = 1000/50 x Y x 1
mg/l . Dimana Y adalah volume titrasi 1/44 N NaOH yang digunakan. Perhitungan
alkalinitas dilakukan dengan metode alkalimetri dan rumus perhitungan alkalinitas =
1000/50 x (X+Y) x 1mg/l, untuk 1 mg/l sebagai (Y) dan Alkalinitas total = X+Y
(mg/l). Dimana X dan Y adalah banyaknya 1/50 N H₂SO₄ yang diperlukan pada
proses titrasi.
Pada parameter biologi, dihitung indeks densitas dan indeks keanekaragaman
(diversitas) plankton. Untuk menghitung indeks diversitas plankton digunakan rumus
H=−∑ ¿ 2 log ¿ . H adalah indeks diversitas, (ni) adalah cacah individu suatu
N N
genus dan (N) adalah cacah individu Suatu genera, untuk rumus densitas plankton
Ol x VR X N
adalah N ¿ . N adalah jumlah plankton teramati, VR adalah volume
OP x Vs x Vo x P
air tersaring, Vs adalah volume air disaring, Vo adalah volume air diamati, P adalah
jumlah bidang pandang, Ol adalah luas gelas penutup preparat/sedgewick rafter, dan
OP adalah luas bidang pandang (2,49x10-5 dm2).
Suhu vs Stasiun
30
29.5
29.5 29.25
29
29
Suhu
28.5
28.5
28
28 28
27.5
27
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
0.8
0.79 0.78
0.6
0.4 0.5
0.2
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1.5
1.04
1
0.5
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
4 4.8
2
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
10 12.7
CO2
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 5. Grafik CO2 vs Stasiun
Karbondioksida bebas (CO2) merupakan salah satu gas respirasi yang penting
bagi sistem perairan, kandungan karbondioksida bebas dipengaruhi oleh kandungan
bahan organik terurai, agitasi suhu, pH, dan aktivitas fotosintesis. Sumber CO2 bebas
berasal dari proses pembangunan bahan organik oleh jasad renik dan respirasi
organisme (Soeseno, 1974). Dari data grafik diatas, diperoleh hasil pada stasiun 1
kadar CO2 sebesar 16 ppm, stasiun 2 sebesar 12,7 ppm dan stasiun 3 sebesar 16,6
ppm. Dengan demikian stasiun yang mempunyai kadar CO2 paling banyak adalah
stasiun 3 dan yang paling sedikit adalah stasiun 2.
140
Alkalinitas vs stasiun
120
123
100
Alkalinitas
80 94 97
60
40
20
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
pH
7.15
7.1
7.1
7.05
7
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
3.5
3 3.4
2.5 2.7
2
1.5
1
0.5
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Densitas Plankton
4600
4500
4400
4300
4337.35
4200
4100
4000
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
KESIMPULAN
Karakteristik ekosistem sungai dipengaruhi faktor-faktor pembatasnyaberupa
parameter fisik (suhu,kesepatan dan debit), parameter kimia (DO, CO₂, pH, dan
alkalinitas) dan parameter biologi (plankton dan vegetasi). Pengambilan data tolok
ukur (parameter) fisik, kimia, dan biologi suatu perairan aitu menggunakan pengukur
secara langsung dengan alat ukur, dan titrasi (metode winkler dan alkalimetri).
Korelasi atau hubungan dari semua parameter atau tolok ukur sangatlah erat
dengan komunitas biota di dalamnya, semakin baik parameter suatu ekosistem
sungai, maka biota yang ada semakin beragam. Korelasi antara satu parameter
dengan parameter yang lain sangat berkaitan. Jika parameter yang satu tinggi, maka
yang lain rendah. Apabila salah satu parameter tinggi, parameter yang lain juga ikut
tinggi. Kualitas sungai dapat ditentukan dari indeks diversitas sungai tersebut, pada
stasiun 1 dan 2 masuk pada kategori sangat baik. Sedangkan stasiun 3 masuk
kategori baik berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press,
Yogyakarta.
Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Connel, D.W. dan Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Penerjemah Koestoer, Y. UI Press, Jakarta.
Djumanto et al. 2013. Indek Biotik Famili Sebagai Indikator Kualitas Air Sungai
Gajahwong Yogyakarta. Jurnal Perikanan. XV(1) : 26-34.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Cetakan 1. Universitas Trisakti,
Jakarta.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Odum, E. P. 1996. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga.Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Romimohtarto, K. 1985. Kualitas Air dalam Budidaya Laut. Badan Penyimpanan
Dokumen FAO Laporan Kerja Budidaya Laut, Bandar Lampung.
Sastrodinoto, S. 1980. Biologi Umum II. PT Gramedia, Jakarta.
Soeseno, S. 1974. Limnologi. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan,
Jakarta.