Anda di halaman 1dari 10

EKOSISTEM SUNGAI

Milenia Devi Kusuma


18/424395/PN/15435
Manajemen Sumberdaya Akuatik

Intisari
Sungai merupakan salah satu ekosistem perairan air tawar yang memiliki aliran yang
searah dari hulu menuju hilir, setiap sungai dipengaruhi beberapa faktor yaitu
kecuraman sungai, kedalaman sungai, luas sungai, tinggi dan rendah serta halus atau
kasar dasar sungai serta kecepatan aliran sungai bisa berbeda beda dibeberapa titik.
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari karakteristik sungai dan faktor-faktor
pembatasnya, mempelajari cara-cara pengambilan data tolok ukur (parameter) fisika,
kimia, dan biologi suatu perairan, mempelajari korelasi antara beberapa tolok ukur
lingkungan dengan komunitas biota perairan (plankton), mempelajari kualitas
perairan sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan (plankton). Praktikum
ekosistem sungai ini dilaksanakan pada hari Jumat, 8 Maret 2019 pukul 13.30 WIB
sampai selesai di Sungai Tambak Bayan, Sleman, Yogyakarta. Parameter yang
digunakan pada praktikum ini yaitu fisika (suhu udara, suhu air, kecepatan arus, dan
debit), kimia (DO, CO2 bebas, alkalinitas serta pH), biologi (densitas dan diversitas
biota perairan seperti plankton). Metode pengukuran suhu menggunakan termometer,
kecepatan arus menggunakan bola yang hanyut terbawa arus dengan mengambil data
jarak yang ditentukan dan waktu yang tercatat. Kandungan O 2 terlarut (DO atau
Dissolved Oxygen) menggunakan metode Winkler, pengukuran CO2 bebas dan
pengukuran alkalinitas menggunakan metode alkalimetri. Dalam praktikum ini
dibagi menjadi 3 stasiun dan berdasarkan pengamatan diperoleh data diversitas
plankton pada stasiun 1 sebesar 4.169925001 idv/m²; stasiun 2 sebesar 3.403701696
idv/m²; dan stasiun 3 sebesar 2.695461844 idv/m². Dari data tersebut dapat
disimpulkan perairan terbaik adalah stasiun 1.

Kata kunci: diversitas, ekosistem, parameter, plankton, sungai

PENDAHULUAN
Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan suatu sistem
ekologi yang terbentuk dari proses interaksi timbal balik antar makhluk hidup dalam
suatu komunitas dalam lingkungan abiotiknya (Resosoedarmo et al, 1989).
Ekosistem atau sistem ekologi merupakan pertukaran bahan-bahan antara bagian-
bagian yang hidup dan yang tak hidup di dalam sistem (Odum, 1996).
Sungai merupakan ekosistem lotik yang memiliki peran secara biologis,
ekologis maupun ekonomis sangat penting bagi manusia. Air sungai digunakan
sebagai bahan baku air minum, mencuci, irigasi, perikanan, peternakan, pembangkit
listrik dan pemenuhan kebutuhan lainnya. Masyarakat memanfaatkan keberadaan
sungai sebagai alat transportasi, olah raga, mencari ikan dan berburu biota (Djumanto
et al, 2013).
Ekosistem lotik atau sungai dibagi menjadi beberapa. Zona dimulai dengan
zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu dan yang selanjutnya
aliran dan beberapa mata air akan membentuk di pegunungan yang disebut zona
rithal, ditandai relief aliran sungai yang terjal. Adanya perbedaan keterjalan dan
topografi aliran sungai menyebabkan kecepatan arus mulai dari daerah hulu sampai
hilir akan bervariasi. Daerah hulu ditandai dengan kecepatan arus yang tinggi dan
kecepatan arus tersebut akan berkurang pada aliran sungai yang mendekati daerah
hilir (Barus, 2002).
Pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara
menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan
lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat
dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi, dan
sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga kehidupan
flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut
(Effendi, 2003).
Praktikum ekosistem sungai ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya,
mempelajari cara-cara pengambilan data tolok ukur (parameter) fisik, kimia, dan
biologi suatu perairan, mempelajari korelasi antara beberapa tolok ukur lingkungan
dengan komunitas biota perairan (makrobentos), serta mempelajari kualitas perairan
sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan.

METODE
Praktikum ekosistem sungai dilaksanakan pada hari Jumat, 8 Maret 2019
pukul 13.30 WIB sampai selesai di Sungai Tambak Bayan, Sleman, Yogyakarta.
Pada praktikum ekosistem sungai, lokasi dibagi menjadi tiga stasiun berbeda. Pada
stasiun 2 berlokasi di bagian tengah, kondisi bagian sungai yaitu dengan substrat
berbatu, serta vegetasi yang ada yaitu rimbunan pohon bambu, pohon pisang, dan
alang-alang.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bola tenis meja, stop-
watch atau arloji, roll-meter atau penggaris, ember plastik, topless, termometer, botol
oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, kempot, plankton-net,
mikroskop, kertas label, dan alat tulis. Dan bahan-bahan yang digunakan adalah pH
meter, larutan MnSO4, larutan reagen oksigen, larutan H₂SO₄ pekat, larutan 1/80 N
Na2S2O3, larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H 2SO4, larutan indikator amilum,
indikator Phenolphphtalein (PP), indikator Methyl Orange (MO), dan formalin 4 %.
Pada setiap stasiun, dilakukan pengambilan data parameter lingkungan
berupa parameter fisika, kimia, maupun biologi. Pengukuran parameter fisika
meliputi suhu udara, suhu air, kecepatan arus (menggunakan bola tenis meja) dan
pengukuran debit air. Untuk menentukan suhu udara dan suhu air sungai dapat
menggunakan termometer, untuk menghitung kecepatan yaitu menggunakan bola
tenis meja yang dialirkan dengan jarak 10 meter, dihitung pula berapa waktu yang
diperlukan untuk menempuh jarak 10 meter. Pada penentuan kecepatan aliran air
dapat dihitung dengan : Kecepatan arus (V) = jarak yang ditempuh (s) / waktu (t).
Metode untuk pengukuran debit yaitu dengan mengalirkan benda yang bisa
mengapung kemudian menghitung jarak tempuh, waktu tempuh, kedalaman, lebar,
dan subtrat dasar perairan, metode ini dinamakan dengan embody’s float method.
Stasiun 1 konstantanya adalah 0,8 karena dasarnya terdiri dari bebatuan, jika dasar
perairan tersebut berlumpur maka konstantanya adalah 0,9. Rumus yang digunakan
adalah Debit = lebar (w) x kedalaman (D) x konstanta(A) x panjang(l) / waktu (t).
Pada parameter kimia dilakukan pengukuran kandungan O2 terlarut
(Dissolved Oxygen atau DO), kandungan CO₂ bebas, dan alkalinitas. Metode
Winkler digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut (DO) dengan rumus
perhitungan kandungan O2 terlarut = 1000/50 x A x 0,1 mg/l, dimana A adalah
volume titrasi dari awal hingga akhir. Pada penentuan kadar  CO₂ bebas, digunakan
metode alkalimetri dengan rumus perhitungan kandungan CO₂ = 1000/50 x Y x 1
mg/l . Dimana Y adalah volume titrasi 1/44 N NaOH yang digunakan. Perhitungan
alkalinitas dilakukan dengan metode alkalimetri dan rumus perhitungan alkalinitas =
1000/50 x (X+Y) x 1mg/l, untuk 1 mg/l sebagai  (Y) dan Alkalinitas total  =  X+Y
(mg/l). Dimana X dan Y adalah banyaknya 1/50 N H₂SO₄ yang diperlukan pada
proses titrasi.
Pada parameter biologi, dihitung indeks densitas dan indeks keanekaragaman
(diversitas) plankton. Untuk menghitung indeks diversitas plankton digunakan rumus
H=−∑ ¿ 2 log ¿ . H adalah indeks diversitas, (ni) adalah cacah individu suatu
N N
genus dan (N) adalah cacah individu Suatu genera, untuk rumus densitas plankton
Ol x VR X N
adalah N ¿ . N adalah jumlah plankton teramati, VR adalah volume
OP x Vs x Vo x P
air tersaring, Vs adalah volume air disaring, Vo adalah volume air diamati, P adalah
jumlah bidang pandang, Ol adalah luas gelas penutup preparat/sedgewick rafter, dan
OP adalah luas bidang pandang (2,49x10-5 dm2).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari paraktikum yang telah dilaksanakan di Sungai Tambak Bayan, Sleman,
Yogyakarta. Kemudian dari sungai ini ditentukan letak masing-masing stasiun untuk
penelitian praktikum dan diperoleh data setiap parameter sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Ekosistem Sungai

Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3


Suhu Udara (°C) 29 29.5 29.25
Suhu Air (°C) 28.5 28 28
Debit (m³/s) 1.04 2.4 2.91
Kecepatan Arus (m/s) 0.785 0.5 0.78
DO (ppm) 9.5 7.6 4.8
CO2 (ppm) 16 12.7 16.6
Alkalinitas (ppm) 123 94 97
pH 7.3 7.2 7.1
Densitas Plankton (idv/L) 4337.3484 4819.276 4819.276
Diversitas Plankton 4.169925001 3.403701696 2.695461844
Kegiatan & Vegetasi Terdapat banyak Terdapat pohon Kegiatan: orang
sampah, terdapat bambu, terdapat memancing,
pohon bambu, pohon pisang, orang
cuaca mendung. terdapat alang- menambang
Kegiatan: alang, cuaca pasir, orang
bersantai, mendung. mandi, orang
berjualan, Kegiatan: mencuci.
memancing memancing, Vegetasi: pohon
mencuci motor, pisang, pohon
menambang sukun, pohon
pasir, terdapat bambu, pohon
sampah singkung, pohon
pepaya, pohon
talok

Berdasarkan Tabel 1. Hasil pengamatan ekosistem sungai, perhitungan dari


parameter lingkungan pada setiap stasiun terdapat perbedaan hasil tolok ukur yang
diperoleh. Kondisi sungai sangat dipengaruhi oleh parameter-parameter lingkungan,
baik parameter fisika, kimia, dan biologi. Parameter lingkungan tersebut memiliki
hubungan yang sangat erat dengan keanekaragaman biota perairan.
Pada praktikum ekosistem sungai parameter fisika yang diamati adalah suhu
udara, suhu air, kecepatan arus, dan debit air sungai. Parameter kimia meliputi DO,
kandungan CO2 bebas, alkalinitas serta pH dan parameter biologi yaitu menentukan
diversitas dan densitas plankton. Dari masing-masing stasiun didapatkan hasil yang
berbeda-beda, seperti yang terlihat dalam grafik. Berikut merupakan grafik untuk
memperjelas perbedaan setiap parameter antar stasiun :

Suhu vs Stasiun
30
29.5
29.5 29.25
29
29
Suhu

28.5
28.5
28
28 28
27.5
27
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Suhu Udara Suhu Air


Gambar 1. Grafik Suhu vs Stasiun
Suhu merupakan salah satu parameter air yang sering diukur, karena
kegunaannya dalam mempelajari proses fisika, kimia dan biologi. Suhu air berubah-
ubah terhadap keadaan ruang dan waktu. Suhu perairan tropis pada umumnya lebih
tinggi daripada suhu perairan sub tropis utamanya pada musim dingin. Penyebaran
suhu di perairan terbuka terutama disebabkan oleh gerakan air, seperti arus dan
turbulensi. Penyebaran panas secara molekuler dapat dikatakan sangat kecil atau
hampir tidak ada (Romimohtarto, 1985).
Pada stasiun 1 suhu udara yang diperoleh sebesar 29°C, stasiun 2 sebesar
29,5°C, dan stasiun 3 sebesar 29,25°C. Sedangkan untuk suhu air pada stasiun 1 yaitu
sebesar 28,5°C. Stasiun 2 dan 3 memiliki suhu air yang sama yaitu sebesar 28°C.

1 Kecepatan Arus vs Stasiun


Kecepatan Arus

0.8
0.79 0.78
0.6
0.4 0.5
0.2
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 2. Grafik Kecepatan Arus vs Stasiun


Kecepatan arus ditentukan oleh kecuraman dari sungai itu sendiri yang
disebabkan oleh tinggi rendah dan halus kasar dasar sungai, kedalaman serta luas
badan air. Kecepatan arus air juga merupakan salah satu parameter fisika yang mana
dengan mengetahui kecepatan arus air, kita akan dapat mengetahui jenis organisme
yang hidup pada ekosistem sungai tersebut. Misalnya pada sungai dengan kecepatan
arus yang tinggi, organisme yang dapat hidup biasanya dapat melekat pada substrat
dengan kuat.Perbedaan kecepatan aliran air tersebut dapat terlihat adaptasi organisme
yang hidup di sungai (Michael, 1994). Pada stasiun 1 kecepatan arusnya sebesar
0,785 m/s, stasiun 2 sebesar 0,5 m/s, dan stasiun 3 sebesar 0,78 m/s.
3.5 Debit vs Stasiun 2.91
3
2.4
2.5
2
Debit

1.5
1.04
1
0.5
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 3. Grafik Debit vs Stasiun


Debit air sungai adalah laju aliran air yang melewati suatu penampang
melintang dengan persatuan waktu. Besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter
kubik per detik (m3/detik) (Sastrodinata, 1980). Debit air sungai pada stasiun 1
adalah 1,04 m3/s. Debit air sungai pada stasiun 2 adalah 2,4 m 3/s. Debit air sungai
pada stasiun 3 adalah 2,91 m3/s. Faktor yang mempengaruhi debit air sungai adalah
kedalaman, lebar sungaisub, strat, panjang sungai dan bentuk sungai. Kecepatan
aliran di tengah alur tidak sama dengan aliran di tepi alur . Serta kecepatan aliran
dekat permukaan air tidak sama dengan kecepatan pada dasar alur karena pada dasar
alur terdapat substrat yang dapat menghambat aliran air. Apabila substratnya berupa
batu maka debit kecil karena konstanta kecil, jika substratnya berupa lumpur maka
debit besar karena konstanta besar. Intensitas hujan dapat menjadi salah satu faktor
utama yang memiliki komponen musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi
debit air dan siklus hujan tahunan.
10 DO vs Stasiun
9.5
8
7.6
6
DO

4 4.8
2
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 4. Grafik DO vs Stasiun


Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peranan yang sangat
penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan
biota. Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air dan
meningkatnya salinitas. Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses
respirasi biota air dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh
ekologi lain yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah
penambahan zat organik (buangan organik) (Connel dan Miller, 1995).
Kadar oksigen terlarut yang tinggi menandakan bahwa proses fotosintesis pada
ekosistem sungai tersebut berjalan dengan baik. Air harus mengandung DO
sekurangnya 5 ppm. Jika tidak, maka ikan akan mati, dan bakteri yang membutuhkan
oksigen kurang dari 5 ppm akan berkembang. Ketika air banyak mengandung bahan
organik, maka bakteri aerob akan berkembang dan kadar oksigen terlarut berkurang.
Sementara bakteri anaerob (tidak memerlukan oksigen bebas) membantu penguraian
sampah organik. Makin besar DO, kualitas air makin baik. Oksigen yang banyak
akan mendukung kehidupan organisme diperairan tersebut sehingga densitas
plankton akan meningkat. Pada grafik diatas, hasil pengukuran DO yaitu pada stasiun
1 sebesar 9,5 ppm, stasiun 2 sebesar 7,6 ppm, dan stasiun 3 sebesar 4,8 ppm.
Kandungan DO paling tinggi yaitu pada stasiun 1 dan kadar DO paling rendah adalah
stasiun 3.
20
CO2 vs Stasiun
1516 16.6

10 12.7
CO2

0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 5. Grafik CO2 vs Stasiun
Karbondioksida bebas (CO2) merupakan salah satu gas respirasi yang penting
bagi sistem perairan, kandungan karbondioksida bebas dipengaruhi oleh kandungan
bahan organik terurai, agitasi suhu, pH, dan aktivitas fotosintesis. Sumber CO2 bebas
berasal dari proses pembangunan bahan organik oleh jasad renik dan respirasi
organisme (Soeseno, 1974). Dari data grafik diatas, diperoleh hasil pada stasiun 1
kadar CO2  sebesar 16 ppm, stasiun 2 sebesar 12,7 ppm dan stasiun 3 sebesar 16,6
ppm. Dengan demikian stasiun yang mempunyai kadar CO2 paling banyak adalah
stasiun 3 dan yang paling sedikit adalah stasiun 2.
140
Alkalinitas vs stasiun
120
123
100
Alkalinitas

80 94 97
60
40
20
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 6. Grafik Alkalinitas vs Stasiun


Alkalinitas merupakan sebuah parameter kimia yang menunjukan seberapa
besar konsentrasi basa dan bahan yang mampu menetralisir pH. Apabila alkalinitas
suatu perairan tinggi maka daya produksinya secara hayati bisa besar, dan apabila
alkalinitas perairan rendah maka perairan itu kurang baik daya penyangganya
(Soeseno, 1974). Dalam praktikum ekosistem sungai pengukuran alkalinitas juga
diperlukan karena alkalinitas sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap
perubahan pH perairan (Effendi, 2003). Perairan mengandung alkalinitas ≥20 ppm
menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam/basa
sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Selain bergantung pada pH,
alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai
alkalinitas alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai
alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena
biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang
tinggi (Hanum, 2002). Tingkat alkalinitas yang tinggi menandakan banyaknya unsur
kimia seperti kation NH4, Ca, Mg, K, Na, dan Fe yang pada umumnya bersenyawa
dengan anion karbonat dan bikarbonat, asam lemah dan hidroksida. (Soeseno, 1974).
Berdasarkan pada grafik diatas alkalinitas pada stasiun 1 yaitu sebesar 123 ppm, pada
stasiun 2 sebesar 94 ppm dan pada stasiun 3 sebesar 97 ppm. Dari data tersebut,
stasiun dengan alkalinitas paling kecil yaitu stasiun 2 dan stasiun dengan alkalinitas
paling tinggi yaitu stasiun 1, dari data ini membuktikan tingkat alkalinitas pada
stasiun 1 adalah yang paling tinggi dan hal ini membuat satsiun 1 memiliki diversitas
plankton yang lebih rendah, karena perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu
tinggi kurang disukai oleh organisme termasuk plankton.
7.35
7.3
7.3 pH vs Stasiun
7.25
7.2
7.2

pH
7.15
7.1
7.1
7.05
7
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 7. Grafik pH vs Stasiun


Nilai pH (power of Hydrogen) adalah nilai dari hasil pengukuran ion
Hidrogen (H₂) di dalam air, derajat keasaman (pH) merupakan faktor pembatas bagi
organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau
rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya
(Odum, 1993). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH < 5 dan > 9 menciptakan kondisi yang
tidak menguntungkan bagi kebanyakan organisme. Grafik diatas menunjukkan nilai
pH air dari semua stasiun. Stasiun 1 mengandung pH senilai 7,3, stasiun 2
mengandung pH sebesar 7,2 dan stasiun 3 mengandung pH senilai 7,1.
4.5
4 Diversitas Plankton vs Stasiun
4.17
Diversitas Plankton

3.5
3 3.4
2.5 2.7
2
1.5
1
0.5
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 8. Grafik Diversitas Plankton vs Stasiun


Diversitas merupakan keanekaragaman suatu organisme yang menempati
suatu ekosistem bersama. Diversitas plankton adalah banyaknya jenis plankton yang
hidup pada ekosistem sungai tersebut. Semakin banyak diversitas menandakan
semakin baik perairan tersebut (Nugroho, 2006). Diversitas ini dapat dijadikan
sebagai tolokukur apakah perairan sungai masih alami atau sudah tercemar. Pada
stasiun 1, diversitas plankton sebesar 4,169925001 idv/m²; pada stasiun 2 sebesar
3,403701696 idv/m²; dan stasiun 3 sebesar 2,695461844 idv/m². Dan pada klasifikasi
kualitas perairan berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener, stasiun 1 dan 2
masuk dalam kategori sangat baik, sementara stasiun 3 masuk dalam kategori baik.
Hal tersebut berdasarkan tabel klasifikasi kualitas perairan berdasarkan indeks
diversitas Shannon-Wiener berikut : 
Tabel Indeks Diversitas untuk uji kualitas perairan menurut Shannon-Wiener
Kualitas perairan
1 2 3 4 5
Tolok ukur
Sangat Sangat
Buruk Sedang Baik
buruk baik
Indeks
≤0,80 0,81-1,60 1,61-2,40 2,41-3,20 ≥3,21
diversitas
4900
4800 Densitas Plankton vs Stasiun
4819.28 4819.28
4700

Densitas Plankton
4600
4500
4400
4300
4337.35
4200
4100
4000
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 9. Grafik Densitas Plankton vs Stasiun


Densitas plankton merupakan kepadatan populasi plankton yang terdapat
pada ekosistem. Semakin padat populasi plankton suatu perairan, maka semakin baik
perairan tersebut. Dari grafik di atas, dapat kita lihat bahwa densitas plankton paling
tinggi adalah pada stasiun 2 dan 3 , sedangkan yang paling rendah adalah stasiun 1.
Stasiun 1 dengan 4337,3484 idv/L, stasiun 2 adalah 4819,276 idv/L, dan stasiun 3
adalah 4819,276 idv/L. Faktor yang menyebabkan tingginya makroorganisme pada
stasiun 2 dan 3 adalah kandungan unsur-unsur hara yang terdapat pada perairan
tersebut. Unsur hara atau nutrien tersebut dapat berasal dari kikisan tanah dari hulu
hingga hilir. Masukan bahan organik dan unsur hara akan mempengaruhi senyawa
kimia yang terkandung dalam air sungai. Masukan yang terus-menerus ke dalam air
sungai akan menentukan jenis biota yang mampu beradaptasi dengan kondisi
lingkungan perairan tersebut (Asdak, 2004).

KESIMPULAN
Karakteristik ekosistem sungai dipengaruhi faktor-faktor pembatasnyaberupa
parameter fisik (suhu,kesepatan dan debit), parameter kimia (DO, CO₂, pH, dan
alkalinitas) dan parameter biologi (plankton dan vegetasi). Pengambilan data tolok
ukur (parameter) fisik, kimia, dan biologi suatu perairan aitu menggunakan pengukur
secara langsung dengan alat ukur, dan titrasi (metode winkler dan alkalimetri).
Korelasi atau hubungan dari semua parameter atau tolok ukur sangatlah erat
dengan komunitas biota di dalamnya, semakin baik parameter suatu ekosistem
sungai, maka biota yang ada semakin beragam. Korelasi antara satu parameter
dengan parameter yang lain sangat berkaitan. Jika parameter yang satu tinggi, maka
yang lain rendah. Apabila salah satu parameter tinggi, parameter yang lain juga ikut
tinggi. Kualitas sungai dapat ditentukan dari indeks diversitas sungai tersebut, pada
stasiun 1 dan 2 masuk pada kategori sangat baik. Sedangkan stasiun 3 masuk
kategori baik berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press,
Yogyakarta.
Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Connel, D.W. dan Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Penerjemah Koestoer, Y. UI Press, Jakarta.
Djumanto et al. 2013. Indek Biotik Famili Sebagai Indikator Kualitas Air Sungai
Gajahwong Yogyakarta. Jurnal Perikanan. XV(1) : 26-34.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Cetakan 1. Universitas Trisakti,
Jakarta.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Odum, E. P. 1996. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga.Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Romimohtarto, K. 1985. Kualitas Air dalam Budidaya Laut. Badan Penyimpanan
Dokumen FAO Laporan Kerja Budidaya Laut, Bandar Lampung.
Sastrodinoto, S. 1980. Biologi Umum II. PT Gramedia, Jakarta.
Soeseno, S. 1974. Limnologi. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai