Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/342445301

DISTRIBUSI DAN SIKLUS NUTRIENT DI PERAIRAN ESTUARI SERTA


PENGENDALIANNYA

Article in OSEANA · April 2020


DOI: 10.14203/oseana.2020.Vol.45No.1.52

CITATIONS READS

3 367

1 author:

Deny Yogaswara
National Research and Innovation Agency (BRIN)
26 PUBLICATIONS 81 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Bioremediasi View project

DIPA P2O LIPI View project

All content following this page was uploaded by Deny Yogaswara on 07 July 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

DISTRIBUSI DAN SIKLUS NUTRIEN DI PERAIRAN ESTUARI SERTA

PENGENDALIANNYA

Deny Yogaswara1*
1
Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
*
Alamat email: deny.yogaswara@lipi.go.id

ABSTRACT
Nutrient components (consist of nitrogen and phosphorus) are needed for healthy
ecosystems and they are naturally widespread throughout the aquatic and terrestrial
environment. Nutrient loading as a result of anthropogenic activities comes from rivers that
flow into the estuary. The abundance and the cycles of nutrients in the estuary are affected by
physical factors (i.e. hydrodynamic conditions such as currents and tides, turbidity and waves),
biological factors (i.e. filter feeder organism) and chemical factors (i.e. material fixation and
decomposition). To supporting estuarine food webs, phytoplankton and primary productivity
are fundamental importance. Besides, they are also key drivers of biogeochemical cycling and
play a central role in determining water quality. But on the contrary, within the same
conditions, it has negative impact on the estuary environment. The negative impact of high
primary productivity in the estuary can cause an algae bloom. Algae bloom occurs when
abundant nutrients and optimum sunlight intensity, with the lowest current at the same time.
Algae bloom has a negative impact on estuary ecosystems because it makes depleting of
dissolved oxygen, with the mass death of marine biota such as fish as a consequence. Therefore,
the amount of nutrients from anthropogenic activities have to be controlled and monitored
before they flow to the river. The method to control the waste is treated in a Waste Water
Treatment Plant (WWTP) system. This treatment by using the WWTP system could reduce the
concentration of nutrients spread in the estuary and it will prevent the occurrence of algae
bloom phenomena.
Keywords: nutrient, primary productivity, algae bloom, Waste Water Treatment Plant.

PENDAHULUAN berdampak pada lingkungan diantaranya


kegiatan yang memobilisasi unsur-unsur
Beberapa dekade terakhir, mening-
hara nitrogen dan fosfor melalui
katnya populasi manusia telah mengubah
pembukaan lahan, produksi dan
keseimbangan dan ekosistem lingkungan
penggunaan pupuk, pembuangan limbah
(UN, 2015). Adanya aktivitas manusia ini
rumah tangga, produksi dan buangan
telah mengubah penggunaan lahan, habitat
peternakan hewan, dan pembakaran bahan
makhluk hidup, komposisi kimiawi
bakar fosil (Wijesiri et al., 2018). Sebagai
atmosfer dan litosfer, laju dan
konsekuensi dari kegiatan ini, air
keseimbangan proses biogeokimia, dan
permukaan dan air tanah saat ini memiliki
keanekaragaman hayati flora dan fauna di
konsentrasi nitrogen (N) dan fosfor (P)
seluruh permukaan bumi (Cordell & White,
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
2014; Francis, 2012). Salah satu tindakan
konsentrasi di pertengahan abad ke-20
manusia yang menonjol dan telah
(Bertule et al., 2018; Cordell & White,

28
Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

2014; Jain et al., 2020). Meningkatnya nilai memainkan peran penting pada fluks CO2
konsentrasi N dan P ini telah mempercepat di atmosfer (Canuel & Hardison, 2016).
fluks unsur-unsur ini dari sungai ke Fitoplankton merupakan salah satu
perairan pesisir sehingga terjadi organisme yang hidup di ekosistem
pengayaaan nutrien di ekosistem pesisir. perairan estuari ini. Fitoplankton memiliki
Hal ini merupakan masalah lingkungan peranan penting dalam suatu perairan yaitu
yang cukup serius karena merangsang sebagai produsen primer yang mampu
pertumbuhan tanaman alga dan meng- mengubah komponen anorganik menjadi
ganggu keseimbangan antara produksi dan komponen organik dengan bantuan cahaya
metabolisme bahan organik di zona pesisir matahari dan pigmen fotosintetik klorofil-a.
(Cloern, 2001; Wijesiri et al., 2019). Pengukuran konsentrasi klorofil-a perairan
Aliran buangan perkotaan dan merupakan salah satu cara untuk
pertanian yang mengalir menuju sungai menentukan produktifitas primer.
merupakan komponen alami yang paling Produktifitas primer fitoplankton di laut
berpengaruh terhadap peningkatan unsur tergantung pada beberapa faktor
kimia hara dan telah menjadi sumber utama lingkungan antara lain: cahaya, suhu,
nutrien dari banyak kota di seluruh dunia kecerahan, salinitas, DO, pH dan nutrien
yang populasi penduduknya terus (nitrat dan fosfat) (Aditee Mitra et al., 2014;
meningkat setiap tahun (Chen et al., 2019). Nybakken, 1992). Nitrat dan fosfat
Tingkat populasi penduduk ini memainkan merupakan nutrien yang paling
peran ekologis dan sosial yang krusial berpengaruh terhadap produksi biomassa
dalam sistem buangan perkotaan (Francis, fitoplankton, karena kedua unsur tersebut
2012) dan memengaruhi tingkat dibutuhkan dalam jumlah yang signifikan,
kesejahteraan penduduk kota (Chen et al., namun keberadaannya terbatas di perairan.
2019). Kondisi ini tentu akan berdampak Oleh karena itu kedua nutrien ini disebut
pada kualitas lingkungan perairan terutama sebagai komponen pembatas bagi
di estuari yang merupakan kumpulan dan fitoplankton (Falkowski et al., 1998).
akumulasi dari semua buangan perkotaan, Kesuburan suatu perairan sangat
termasuk industri dan pertanian. berhubungan dengan kelimpahan
Estuari merupakan zona transisi fitoplankton yang juga digunakan sebagai
antara sungai dan laut, dengan sifat fisika- indikator tingginya konsentrasi klorofil-a.
kimia, biologi dan hidrologi yang spesifik Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a
karena pencampuran air tawar dan air laut. tinggi di perairan pantai sebagai akibat
Ekosistem kunci di estuari ini dicirikan oleh tingginya nutrien yang berasal dari daratan
keanekaragaman hayati dan produktivitas melalui limpasan air sungai dan sebaliknya
yang unik dan dinamis. Estuari juga cenderung lebih rendah di perairan lepas
merupakan tempat dari banyak kegiatan pantai, meskipun pada beberapa tempat di
ekonomi (industri, pelabuhan) dan berada laut masih ditemukan konsentrasi klorofil-a
di dalam kondisi tekanan antropogenik yang cukup tinggi (Amosu & Babalola,
yang tinggi (Herrmann et al., 2015). Setiap 2010). Keadaan tersebut disebabkan oleh
estuari memiliki bentuk topografi yang adanya proses pengaruh keluaran dan
unik dan fungsinya sendiri. Selain sebagai pemasukan massa air dari aliran air tawar
sumber suplai bahan organik dan mineral dan laut (pasang surut) (Davies, 2004;
dari sungai ke lautan, estuari juga Susanti, 2001).

29
Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

SIKLUS DAN MASUKAN NUTRIEN Zona estuari sering dipengaruhi oleh


KE ESTUARI pasang surut sebagai ekosistem transisi
yang menghubungkan sistem perairan air
Perairan air tawar dan perairan laut
tawar dan air laut. Kondisi ini
memiliki pola sistem yang berbeda
memengaruhi sebaran nutrien di perairan
terhadap siklus nutrien, yang menyebabkan
estuari dan konsentrasinya akan semakin
perbedaan penggunaan relatif unsur N dan
menurun menuju laut lepas (Herrmann et
P sebagai elemen pembatas. Fosfor
al., 2015; Wu et al., 2020).
umumnya dianggap sebagai sebagai elemen
pembatas utama dalam sistem perairan air
Faktor fisikohidrodinamika
tawar, sedangkan nitrogen dianggap
sebagai sebagai elemen pembatas utama Siklus nutrien di perairan laut sangat
dalam sistem air laut (Cloern, 2001). dipengaruhi oleh pola arus dan pasang surut
Muara menerima beban nutrien yang terjadi. Pengaruh dari proses
secara masif yang berasal dari kegiatan hidrodinamika ini juga memengaruhi tinggi
pertanian dan pembuangan limbah rendahnya produktivitas primer yang
domestik maupun limbah industri (Gambar bergantung pada kelimpahan nutrien dan
1). Masukan nutrien dari daratan tersebut intensitas sinar matahari di perairan. Saat
baik secara langsung maupun tidak air surut, sejumlah nutrien melalui proses
langsung memiliki korelasi yang sangat afeksi arus sungai akan terakumualasi di
kuat terhadap kehidupan biota perairan estuari sehingga konsentrasi nilai N dan P
terutama klorofil-a fitoplankton sebagai meningkat secara signifikan, sedangkan
indikator tingkat kesuburan perairan saat kondisi pasang konsentrasi nilai N dan
(Marlian et al., 2015; Paerl & Justic, 2012). P cenderung menurun. Hal ini terjadi

Gambar 1. Siklus nutrien di estuari (Paerl & Justic, 2012).

30
Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

karena minimnya suplai N dan P dari dari Kerang di lingkungan akuatik terutama
laut yang menuju sungai saat kondisi menghuni substrat sedimen, dengan
pasang. Selain pasang surut, kekuatan arus, kapasitas filtrasi yang sangat baik dalam
angin, dan gelombang juga turut andil penyerapan polutan organik, dan mengubah
dalam siklus nutrien di perairan estuari, tingkat nutrisi dalam substrat. Dengan kata
utamanya memengaruhi penyebaran dan lain, karakter filter feeder pada kerang
resuspensi nutrien di dasar sedimen (Lalli memiliki efek dalam penyerapan polutan
& Parson, 1993; Ondara et al., 2017). selama metabolisme (Fan et al., 2017; Pan
et al., 2017; Stief, 2013).
Faktor biologis
Faktor kimiawi
Fauna bentik merupakan elemen
penting dalam proses degradasi polutan, Estuari merupakan zona akumulasi
terutama yang menghuni fase substrat material organik dan mineral yang
sedimen di perairan. Pertama, bioakumulasi keberadaannya sering dimanfaatkan oleh
polutan oleh fauna bentik melalui jaring organisme planktonik sebagai sumber
makanan akuatik. Kedua, polutan yang nutrien. Sebagian material organik dan
memiliki berat molekul rendah, dapat mineral akan tenggelam dalam dasar
terdegradasi oleh mikroorganisme sedimen sedimen dan terdekomposisi. Material
dalam kondisi aerobik, tetapi substrat organik yang terdekompisisi oleh
bagian permukaan sedimen dalam perairan mikroorganisme akan dikonversi kembali
akan selalu kekurangan oksigen. Jenis menjadi nutrien. Pengaruh kekuatan arus,
tumbuhan perairan (makro alga) juga dapat angin dan gelombang dapat meresuspensi
mendegradasi polutan melalui serapan dan nutrien tersebut di dasar sedimen dan dapat
meningkatkan degradasi aerobik melalui kembali menjadi sumber nutrien baru bagi
kehilangan oksigen radial. Fauna bentik fitoplankton (Herrmann et al., 2015).
sangat penting untuk mengubah transfer Dekomposisi sedimen merupakan hasil
oksigen melalui bioturbasi dan komprehensif dari berbagai proses seperti
meningkatkan pertumbuhan tanaman. fragmentasi fisik, imobilisasi mikroba, dan
Ketiga, degradasi polutan oleh mikroba proses hidrologi sehingga tingkat prosesnya
tergantung pada berbagai kondisi sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
lingkungan, seperti nutrien, sifat-sifat seperti suhu, substrat, dan ketersediaan
polutan, kondisi denitrifikasi, kadar mikroorganisme (Yin et al., 2019).
oksigen, dan komposisi mikroba. Di bawah
kondisi anaerob, efisiensi biodegradasi PENGAYAAN DAN PENIPISAN
mikroba sangat tergantung pada reseptor NUTRIEN
elektron seperti nitrat (NO3-N), sulfat atau Pengaruh nutrien terhadap produktivi-
besi. Menurut penelitian yang telah tas primer
dilakukan, fauna bentik dapat mengubah
kultur nitrogen dalam substrat. Dengan Produktivitas primer perairan penting
demikian, fauna bentik dianggap secara untuk diketahui karena peranannya sebagai
signifikan memengaruhi degradasi polutan penyedia makanan (produsen) dalam
secara ekologis dan berkelanjutan. Kerang ekosistem perairan, serta sebagai pemasok
adalah fauna bentik khas di perairan. kandungan oksigen terlarut di perairan

31
Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

(Hariyadi et al., 2010). Kondisi suatu fitoplankton (Alianto et al., 2008; Amosu &
perairan dapat dikatakan produktif dalam Babalola, 2010).
menghasilkan biomassa tumbuhan,
terutama fitoplankton dengan melihat Dampak dari penipisan dan pengayaan
tingkat produktivitas primer yang nutrien
dihasilkan. Hal ini juga termasuk pasokan Kesuburan suatu perairan ditentukan
oksigen yang dihasilkan dari proses oleh buangan material organik dan nutrien
fotosintesis yang terjadi, sehingga yang berasal dari aktivitas manusia yang.
mendukung perkembangan ekosistem Jumlah material organik dan nutrien yang
perairan (Abigail et al., 2015). rendah akan berdampak pada produktivitas
Produktivitas primer perairan yang terlalu primer yang rendah pula (Amosu &
tinggi dapat mengindikasikan telah terjadi Babalola, 2010; Hariyadi et al., 2010). Dan
eutrofikasi, sedangkan yang terlalu rendah sebaliknya dengan jumlah nutrien yang
dapat memberikan indikasi bahwa perairan berlebih dapat menyebabkan eutrofikasi
tidak produktif atau miskin nutrien yaitu jumlah nutrien yang berlebihan di
(Hariyadi et al., 2010). dalam ekosistem perairan yang berakibat
Pertumbuhan fitoplankton tidak terkontrolnya pertumbuhan alga
membutuhkan unsur nitrogen dan fosfat hingga dapat mengakibatkan terjadinya
dalam jumlah yang besar namun
fenomena harmful algal bloom (HAB)
ketersediaannya dalam jumlah yang (Alfionita et al., 2019; Cloern, 2001;
terbatas. Faktor intensitas cahaya juga Maslukah et al., 2014).
memengaruhi laju produktivitas primer Dalam kurun waktu dua puluh tahun
fitoplankton di perairan. Aspek dasar dari terakhir fenomena HAB yang semakin
cahaya yang penting secara biologi adalah
meningkat telah menimbulkan
kuantitas dan kualitasnya (Lalli & Parson, kekhawatiran terhadap negara di seluruh
1993), kedua karakter ini berfluktuasi di dunia. Fenomena HAB mendapatkan
laut, bergantung kepada waktu, ruang, perhatian karena memiliki dampak negatif
kondisi cuaca, penyebaran sudut, dan terhadap kelangsungan ekosistem pesisir,
polarisasi. Proses fotosintesis di dalam kegiatan perikanan tangkap, industri
perairan hanya dapat berlangsung jika ada budidaya dan bahkan dapat membahayakan
cahaya sampai pada kedalaman tertentu kesehatan manusia (Paerl & Justic, 2012).
tempat fitoplankton berada. Tingkat Peristiwa HAB juga berdampak negatif
penyerapan cahaya oleh fitoplankton terhadap perekonomian dari suatu wilayah
sekitar 1,4% di perairan jernih dan 40% di karena dapat mengakibatkan kematian pada
perairan yang sangat keruh (A. Mitra et al., biota perikanan yang membuat harga biota
2004). tersebut menurun bahkan tidak bernilai,
Distribusi cahaya dan unsur hara di meningkatkan biaya monitoring terhadap
perairan pada umumnya tidak selaras suatu perairan, dan dapat mengganggu
dengan kebutuhan fitoplankton. Adanya aktifitas pariwisata pada perairan tersebut.
kekeruhan yang disebabkan oleh partikel- Peningkatan fenomena HAB dapat
partikel tersuspensi mengakibatkan adanya diakibatkan oleh perubahan iklim di laut,
perbedaan potensi tumbuh fitoplankton buangan dari aktifitas industri dan rumah
pada suatu kolom air. Hal ini akan tangga di wilayah pesisir, pola pasang surut
berpengaruh pada produktivitas primer

32
Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

dan fenomena upwelling yaitu naiknya signifikan, juga dapat menyebabkan


massa air yang kaya nutrien dari bawah gangguan fungsi mekanik maupun kimiawi
permukaan perairan menuju ke atas pada insang ikan (Gambar 2a). Kondisi
permukaan perairan (Barokah et al., 2016; tersebut dapat mengakibatkan kematian
Tungka et al., 2017). massal ikan. Sedangkan peristiwa toxin
Peristiwa HAB dapat dikategorikan producer disebabkan oleh metabolit
menjadi dua, yaitu red tide maker dan toxin sekunder yang bersifat toksik yang
producer. Peristiwa red tide maker dihasilkan dari suatu fitoplankton sehingga
disebabkan oleh ledakan populasi toksin tersebut dapat terakumulasi pada
fitoplankton berpigmen sehingga warna air biota perairan seperti ikan dan kerang
laut akan berubah sesuai dengan warna (Gambar 2b). Pada kondisi ini ikan sebagai
pigmen spesies fitoplanktonnya. Ledakan konsumen tingkat lanjut akan mengalami
populasi fitoplankton tersebut dapat kematian akibat toksin tersebut (Kang et al.,
menutupi permukaan perairan sehingga 2012; Paerl & Justic, 2012).
selain menyebabkan deplesi oksigen secara

Gambar 2. Keterkaitan antara masukan nutrien eksternal, siklus nutrisi internal, pembentukan
alga dengan peningkatan nutrien, dan hipoksia dalam kondisi stratifikasi salinitas
(a) Dampak diferensial pada hipoksia spesies fitoplankton yang mudah dikonsumsi (diberi
label (+) vs spesies yang bukan (-); dan (b) Deplesi oksigen akibat HAB (Paerl & Justic, 2012).

33
Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

PENGENDALIAN MASUKAN Cara pengendalian nutrien


NUTRIEN KE ESTUARI Pengelolaan sumber daya air terpadu
Estuari dikenal sebagai salah satu merupakan proses yang mendukung
lingkungan laut yang paling beragam dan pengembangan dan pengelolaan air yang
produktif, dan memainkan peran penting terkoordinasi, juga termasuk pengelolaan
dalam siklus karbon dan nutrien tanah dan jenis sumber daya lain yang
biogeokimia. Penggunaan zona pesisir terkait, yang dapat mendukung
telah meningkat selama beberapa dekade pembangunan ekonomi dan sosial tanpa
terakhir, dan pantai sedang mengalami mengurangi tekanan terhadap kualitas
perubahan sosial ekonomi dan lingkungan lingkungan khususnya sumber daya air baik
yang signifikan secara global (Canuel & secara kuantitas maupun kualitas
Hardison, 2016). (Gavrilescu et al., 2020).
Ribuan bahan kimia organik
Pentingnya pengendalian nutrien termasuk nutrien telah diidentifikasi
sebagai kontaminan yang dikhawatirkan
Keberadaan dan kelimpahan nutrien
di perairan sangat dipengaruhi oleh muncul (Contaminants of Emerging
Concern/CEC). Sebagian besar dari bahan
interaksi antara proses fisika dan
kimia ini memiliki dampak buruk dalam hal
biogeokimia yang sangat kompleks; yang
keberadaannya di lingkungan perairan dan
terjadi pada skala spasial yang berbeda
efek potensialnya terhadap makhluk hidup
(misal sirkulasi muara, debit sungai dan air
termasuk manusia. Bahan kimia organik
tanah, siklus pasang surut, proses
tertentu telah terbukti berbahaya bagi ikan,
resuspensi sedimen, dan pertukaran air
hewan lain, dan mungkin juga manusia.
yang berasal dari sumber sungai lain yang
Namun masih belum jelas, mana dari bahan
berdekatan), dan pengaruh variabilitas
kimia ini yang merupakan penyebab
musim (Canuel & Hardison, 2016). Nutrien
terburuk (Diamond et al., 2011).
(unsur N dan P) sangat penting untuk
Pengambilan sampel dan identifikasi
pertumbuhan fitoplankton. Kelimpahan
CEC dalam berbagai matriks lingkungan
nutrien akan memengaruhi tingkat
untuk memprioritaskan CEC seringkali
produktivitas primer yang dihasilkan dan
memakan waktu, menjenuhkan, dan mahal.
mempengauhi siklus jejaring makanan
Oleh karena itu, beberapa metode
khususnya di lower thropic level.
Peningkatan pelepasan N dan P ke dalam penyaringan untuk CEC potensial telah
ditawarkan. Metode penyaringan biasanya
lingkungan sejauah ini cenderung
mempertimbangkan persistensi, potensi
meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini
bioakumulasi, dan toksisitas bahan kimia
tentu dapat berdampak negatif bagi
(pendekatan Persistent, Bioaccumulation
lingkungan karena berpotensi
potential and Toxicity/PBT). Namun,
menyebabkan terjadinya eutrofikasi dan
pendekatan PBT ini tidak
deplesi oksigen (UNEP, 2013). Oleh karena
mempertimbangkan dua aspek penting
itu, jumlah nutrien di perairan estuary perlu
yang memengaruhi risiko yang ditimbulkan
dikendalikan untuk mencegah terjadinya
oleh bahan kimia bagi manusia dan
kerugian yang akan berdampak tidak baik
bagi eksosistem perairan dan jejaring ekosistem: tingkat produksi bahan kimia
saat ini dan perilaku individu bahan kimia
makanan.

34
Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

dalam sistem biologis sebenarnya. degradasi (Gambar 3). Istilah WWTP ini di
Penjelasan peralatan mengenai tingkat Indonesia dikenal sebagai IPAL atau
penggunaan bahan kimia dan kemampuan Instalasi Pengolahan air Limbah. Hipotesis
biodegradasi kimiawi yang sebenarnya yang mendasari sistem ini adalah bahwa
dengan demikian akan menjadi tambahan IPAL dapat berfungsi sebagai observa-
yang baik untuk kotak alat penilai risiko torium kimia untuk mempelajari prevalensi
yang ditugaskan memprioritaskan dan dan kemungkinan nasib bahan kimia dan
mengelola CEC (Conder et al., 2012). potensi bioakumulasinya pada manusia dan
Sebagian besar bahan kimia yang lingkungan (Venkatesan & Halden, 2014).
digunakan dalam produk konsumen pada Dengan adanya instalasi pengolahan
akhirnya dicuci ke saluran pembuangan dan air limbah (IPAL), khususnya dari buangan
dikumpulkan di saluran pembuangan kota. rumah tangga dan industri yang
Pemantauan bahan kimia yang efisien di berkontribusi besar terhadap kelimpahan
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) nutrien di sungai dan estuari diharapkan
dapat memberikan informasi terkini tentang dapat mengontrol jumlah nutrien yang
tingkat penggunaan bahan kimia untuk berlebihan, yang dapat berdampak negatif
penilaian epidemiologis. Pendekatan yang bagi lingkungan perairan estuari seperti
disebut 'epidemiologi limbah' ini telah terjadinya alga bloom atau marak alga.
digunakan oleh peneliti lain untuk Selain itu, terdapat pula beberapa
mengevaluasi penggunaan obat-obatan fenomena dan kasus pencemaran perairan
terlarang di masyarakat melalui yang terjadi akibat buangan dari limbah
pengukuran tingkat obat dalam air limbah rumah tangga dan industri yang
influen. Dalam hal ini mengambil contoh menyebabkan menurunnya kualitas
penggunaan repositori sampel dari Waste perairan seperti yang terjadi di Sungai
Water Treatment Plant (WWTP) negara Batang Arau, Sumatera Barat (Putri, 2010),
Amerika untuk memperoleh informasi Sungai Blukar (Agustiningsih & Sasongko,
tentang kejadian dan identitas CEC serta 2012), Teluk Jakarta (Breckwoldt et al.,
potensi bioakumulasi dan 2016; Rositasari et al., 2017), dan beberapa
kecenderungannya untuk menahan proses lokasi lain di Indonesia.

Gambar 3. Siklus dan transport bahan kimia antropogenik dan pembangunan buangan ramah
lingkungan (Venkatesan & Halden, 2014).

35
Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

PENUTUP (2012). Analisis Kualitas Air Dan


Jumlah nutrien yang optimal Strategi Pengendalian Pencemaran Air
dibutuhkan fitoplankton untuk Sungai Blukar Kabupaten Kendal.
Jurnal Presipitasi - Merdia
menghasilkan produktivitas primer di
Komunikasi Dan Pengembangan
perairan. Distribusi terbesar nutrien Teknik Lingkungan, 9(2), 64-71. doi.
bersumber dari sungai yang bermuara ke org/10.14710/presipitasi.v9i2.64-71.
laut. Nutrien yang berlimpah di perairan Alfionita, A.N.A., Patang, P., & Kaseng,
dapat menghasilkan nilai produktifitas E.S. (2019). Pengaruh Eutrofikasi
primer yang tinggi sehingga dapat Terhadap Kualitas Air Di Sungai
mendukung terciptanya jejaring rantai Jeneberang. Jurnal Pendidikan
Teknologi Pertanian, 5(1): 9.
makanan yang berkelanjutan dan akan
doi.org/10.26858/jptp.v5i1.8190.
berdampak pada kondisi sosial khususnya Alianto, Adiwilaga, E.M., & Damar, A.
pada manusia seperti berlimpahnya ikan (2008). Produktivitas Primer
konsumsi. Namun dalam kondisi yang Fitoplankton dan Keterkaitannya
sama, dapat terjadi hal yang sebaliknya. dengan Unsur Hara dan Cahaya di
Dampak negatif dari tingginya nilai Perairan Teluk Banten. Jurnal Ilmu
kelimpahan nutrien, dapat menyebabkan Perairan Dan Perikanan Indonesia, 1:
21-26.
terjadinya algal bloom. Algae bloom dapat Amosu, O.A., & Babalola, O.O. (2010).
berdampak negatif bagi ekosistem perairan Coastal Environment Mangement and
karena menurunkan kandungan oksigen Aquatic Resources. Coastal
terlarut, sehingga dapat menyebabkan Environment Management and
kematian massal biota laut seperti ikan. Aquatic Resources, July 2010.
Oleh karena itu jumlah nutrien yang masuk Barokah, G.R., Kurniasari, A., & Gunawan.
(2016). Kelimpahan Fitoplankton
ke dalam muara sungai perlu dikendalikan
Penyebab Kelimpahan Fitoplankton
dengan cara mengolah buangan hasil Penyebab Hab ( Harmful Algae
aktivitas antropogenik dan industri dengan Bloom)di Perairan Teluk lampung
membangun Instalasi Pengolahan Air pada Musim barat dan Timur . JPB
Limbah (IPAL). Diharapkan dengan Kelautan Dan Perikanan, 11(2): 115-
adanya sistem IPAL terpadu yang mampu 125.
mengolah buangan penduduk dan industri, Bertule, M., Glennie, P., Bjørnsen, P.K.,
Lloyd, G.J., Kjellen, M., Dalton, J.,
dapat mengontrol jumlah nutrien yang
Rieu-clarke, A., Romano, O., Tropp,
masuk ke dalam perairan muara sehingga H., Newton, J., & Harlin, J. (2018).
konsentrasi nutriennya dalam jumlah yang Management Implementation. Water,
proporsional. 10(1744): 1-20. doi.org/10.3390/
w10121744.
DAFTAR PUSTAKA Breckwoldt, A., Dsikowitzky, L., Baum,
G., Ferse, S.C.A., van der Wulp, S.,
Abigail, W., Zainuri, M., Tisiana Dwi Kusumanti, I., Ramadhan, A., &
Kuswardani, A., & Setiyo Pranowo, Adrianto, L. (2016). A review of
W. (2015). Sebaran nutrien, intensitas stressors, uses and management
cahaya, klorofil-a dan kualitas air di perspectives for the larger Jakarta Bay
Selat Badung, Bali pada Monsun Area, Indonesia. Marine Pollution
Timur. Depik, 4(2): 87-94. Bulletin, 110(2): 790-794. doi.org/
doi.org/10.13170/depik.4.2.2494. 10.1016/j.marpolbul.2016.08.040.
Agustiningsih, D., & Sasongko, S.B. Canuel, E.A., & Hardison, A.K. (2016).

36
Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

Sources, Ages, and Alteration of webs of Lake Dianchi : Importance of


Organic Matter in Estuaries. Annual ingested sediment as uptake route.
Review of Marine Science, 8(1): 409- Environmental Science & Technology,
434. doi.org/10.1146/annurev-marine- 1-34.
122414-034058. doi.org/10.1021/acs.est.7b03681.
Chen, W.Y., Li, X., & Hua, J. (2019). Francis, R.A. (2012). Positioning urban
Science of the Total Environment rivers within urban ecology. March,
Environmental amenities of urban 285-291. doi.org/10.1007/s11252-
rivers and residential property values : 012-0227-6.
A global meta-analysis. Science of the Gavrilescu, D., Teodosiu, C., & David, M.
Total Environment, 693: 133628. doi. (2020). Environmental assessment of
org/10.1016/j.scitotenv.2019.133628. wastewater discharges at river basin
Cloern, J.E. (2001). Our evolving level by means of waste absorption
conceptual model of the coastal eutro- footprint. Sustainable Production and
phication problem. 210: 223-253. Consumption, 21: 33-46. doi.org/
Conder, J.M., Gobas, F.A.P.C., Borgå, K., 10.1016/j.spc.2019.10.006.
Muir, D.C.G., & Powell, D.E. (2012). Hariyadi, S., Adiwilagab, E.M., Prartonoc,
Use of trophic magnification factors T., Hardjoamidjojod, S., & Damar, A.
and related measures to characterize (2010). Produktivitas Primer Estuari
bioaccumulation potential of Sungai Cisadane Pada Musim
chemicals. Integrated Environmental Kemarau. Limnotek, 17(1): 49-57. doi.
Assessment and Management, 8(1): org/10.1007/s13398-014-0173-7.2.
85-97. doi.org/ 10.1002/ieam.216. Herrmann, M., Najjar, R.G., Kemp, W.M.,
Cordell, D., & White, S. (2014). Life’s Alexander, R.B., Boyer, E.W., Cai,
Bottleneck: Sustaining the World’s W., Griffith, P.C., Kroeger, K.D.,
Phosphorus for a Food Secure Future. Mccallister, S.L., & Smith, R.A.
doi.org/10.1146/annurev-environ- (2015). Global Biogeochemical
010213-113300. Cycles estuaries : A synthesis
Davies, P. (2004). Nutrient processes and approach. Global Biogeochemical
chlorophyll in the estuaries and plume Cycles, 29: 96-111. doi.org/
of the Gulf of Papua. Continental Shelf 10.1002/2013GB004736.Received.
Research, 24(19): 2317-2341. Jain, S., Singhal, S., & Pandey, S. (2020).
doi.org/10.1016/j.csr.2004.07.012. Resources , Conservation & Recycling
Diamond, J.M., Latimer, H.A., Environmental life cycle assessment
Munkittrick, K.R., Thornton, K.W., of construction and demolition waste
Bartell, S.M., & Kidd, K.A. (2011). recycling : A case of urban India.
Prioritizing contaminants of emerging Resources, Conservation & Recycling,
concern for ecological screening 155(November 2019): 104642. doi.
assessments. Environmental org/10.1016/j.resconrec.2019.104642.
Toxicology and Chemistry / SETAC, Kang, H.Y., Rule, R.A., & Noble, P.A.
30(11): 2385-2394. doi.org/10.1002/ (2012). Artificial Neural Network
etc.667. Modeling of Phytoplankton Blooms
Falkowski, P.G., Barber, R.T., & Smetacek, and its Application to Sampling Sites
V. (1998). Biogeochemical controls within the Same Estuary. In Treatise
and feedbacks on ocean primary on Estuarine and Coastal Science
production. Science, 281: 200-206. (Vol. 9). Elsevier Inc. doi.org/10.
Fan, S., Wang, B., Liu, H., Gao, S., Li, T., 1016/B978-0-12-374711-2.00908-6.
Wang, S., Liu, Y., Liu, X., & Wan, Y. Lalli, C.M., & Parson, T. R. (1993).
(2017). Trophodynamics of organic Biological oceanography: an
pollutants in pelagic and benthic food introduction (Second). University of

37
Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

British Columbia. doi.org/10.1016/ Pan, W., Wu, C., Wang, Q., Su, Z., Zhou,
0022-0981(96)02604-4. H., King, A., Chung, C., Hartley, W.,
Marlian, N., Damar, A., & Effendi, H. & Ge, L. (2017). Effect of wetland
(2015). The Horizontal Distribution plants and bacterial inoculation on
Clorophyll-a Fitoplankton as Indicator dissipation of phenanthrene.
of the Tropic State in Waters of International Journal of Phyro-
Meulaboh Bay, West Aceh. Jurnal remediation, 6514(March). doi.org/
Ilmu Pertanian Indonesia, 20(3): 272- 10.1080/15226514.2017.1301877.
279. Putri, W. (2010). Pencemaran bahan
https://doi.org/10.18343/jipi.20.3.272. organik di Muara Sungai Batang Arau
Maslukah, L., Indrayanti, E., & Rifai, A. Padang Sumatera Barat. Maspari
(2014). Sebaran Material Organik dan Journal - Marine Science Research
Zat Hara Oleh Arus Pasang Surut di (Program Studi Ilmu Kelautan
Muara Sungai Demaan, Jepara. Ilmu Fakultas Matematika Dan Ilmu
Kelautan, 19(4): 189-194. Pengetahuan Alam Universitas
Mitra, A., Banerjee, K., & Gangopadhyay, Sriwijaya), 1(1): 30-34.
A. (2004). Introduction to marine Rositasari, R., Puspitasari, R., Nurhati, I.,
plankton. Daya Publication. Purbonegoro, T., & Yogaswara, D.
Mitra, Aditee, Castellani, C., Gentleman, (2017). Review Penelitian
W.C., Jónasdóttir, S.H., Flynn, K. J., Oseanografi di Teluk Jakarta 1970-
Bode, A., Halsband, C., Kuhn, P., 2015. Dalam 5 Dekade LIPI di Teluk
Licandro, P., Agersted, M.D., Calbet, Jakarta.
A., Lindeque, P.K., Koppelmann, R., Stief, P. (2013). Stimulation of microbial
Møller, E.F., Gislason, A., Nielsen, nitrogen cycling in aquatic ecosystems
T.G., & St. John, M. (2014). Bridging by benthic macrofauna : mechanisms
the gap between marine and environmental implications.
biogeochemical and fisheries Biogeosciences, 10: 7829-7846.
sciences; configuring the zooplankton doi.org/10.5194/bg-10-7829-2013.
link. Progress in Oceanography, Susanti, I.I. (2001). Produktivitas Primer
129(PB): 176-199. doi.org/10.1016/ Fitoplankton Serta Keterkaitannya
j.pocean.2014.04.025. dengan Nutrien dan Intensitas Cahaya
Nybakken, J.W. (1992). Biologi Laut Suatu di Perairan Teluk Hurun, Bandar
Pendekatan Ekologi (Kedua). PT Lampung.
Gramedia Pustaka Utama. Tungka, A.W., Haeruddin, H., & Ain, C.
Ondara, K., Rahmawan, G.A., Wisha, U.J., (2017). Konsentrasi Nitrat dan
& Hasanah Ridwan, N.N. (2017). Ortofosfat di Muara Sungai Banjir
Hidrodinamika Dan Kualitas Perairan Kanal Barat dan Kaitannya dengan
Untuk Kesesuaian Pembangunan Kelimpahan Fitoplankton Harmful
Keramba Jaring Apung (Kja) Offshore Alga Blooms (HABs). SAINTEK
Di Perairan Keneukai, Nangroe Aceh PERIKANAN : Indonesian Journal of
Darussalam. Jurnal Kelautan Fisheries Science and Technology,
Nasional, 12(2): 45. doi.org/10.15578/ 12(1): 40. doi.org/10.14710/ijfst.
jkn.v12i2.6242. 12.1.40-46.
Paerl, H.W., & Justic, D. (2012). Primary UN. (2015). Resolution adopted by the
Producers: Phytoplankton Ecology General Assembly on 1 September
and Trophic Dynamics in Coastal 2015: Vol. A/Res/69/3 (Issue 15
Waters. Treatise on Estuarine and September).
Coastal Science, 6(January): 23-42. UNEP. (2013). Our Nutrient World. The
doi.org/10.1016/B978-0-12-374711- Challenge to Produce More Food and
2.00603-3. Energy With Less Pollution (M. A. S.

38
Oseana, Volume 45, Nomor 1 Tahun 2020: 28-39 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

et Al (ed.); First). Center for Ecology Environmental Pollution, 251: 354-


and Hydrology (CEH). 362. doi.org/10.1016/j.envpol.2019.
Venkatesan, A.K., & Halden, R.U. (2014). 05.018.
Wastewater treatment plants as Wu, Y., Fan, D., Wang, D., & Yin, P.
chemical observatories to forecast (2020). Increasing hypoxia in the
ecological and human health risks of Changjiang Estuary during the last
manmade chemicals. Scientific three decades deciphered from
Reports, 4: 4-10. doi.org/10.1038/ sedimentary redox-sensitive elements.
srep03731. Marine Geology, 419(September
Wijesiri, B., Deilami, K., & Goonetilleke, 2019): 106044. doi.org/10.1016/
A. (2018). Evaluating the relationship j.margeo.2019.106044.
between temporal changes in land use Yin, S., Bai, J., Wang, W., Guan, Y., Yan,
and resulting water quality *. J., Li, X., & Liu, X. (2019).
Environmental Pollution, 234: 480- Decomposition and nutrient variations
486. doi.org/10.1016/j.envpol.2017. of Suaeda salsa litters under different
11.096. hydrological connectivities and
Wijesiri, B., Liu, A., Deilami, K., He, B., placement patterns in a typical
Hong, N., & Yang, B. (2019). Chinese estuary. Ecohydrology &
Nutrients and metals interactions Hydrobiology, xxxx. doi.org/10.1016/
between water and sediment phases : j.ecohyd.2019.11.002.
An urban river case study +.

39

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai