I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Sumatera Barat yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia
yang memiliki banyak pantai indah mempesona, keindahan pantai tersebut dapat
di Kabupaten Pesisir Selatan yang memiliki potensi pantai cukup banyak menarik
wisatawan. Pesisir selatan terkenal dengan objek wisata pantainya yang tersebar di
beberapa kecamatan. Salah satu kecamatan yang memiliki keindahan pantai yaitu
kecamatan Koto XI Tarusan.
Kecamatan Koto XI Tarusan merupakan salah satu Kecamatan di daerah
pesisir selatan yang mempunyai daya tarik bagi wisatawan dan banyak
masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi adalah Pantai Paku. Berbagai
aktivitas dilakukan di kawasan pantai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
itu untuk kebutuhan industri, transportasi, kegiatan usaha perikanan, bahkan ada
juga yang membuang limbah sehingga secara langsung maupun tidak langsung
akan berdampak pada kualitas perairan, sehingga perlu dilakukan pengkajian
mengenai kualitas perairan ini. Keberadaan tersebut menjadi dapat menggangu
keadaan ekosistem jika tidak dijaga pengolahan sampah ataupun limbah
masyarakat. Untuk mengetahui keberadaan lingkungan perairan pantai dalam
keadaan baik maka dapat dilakukan pengukuran kuaitas perairan dengan
memanfaatkan biota laut yaitu makrozoobenthos.
Makrozoobentos merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar perairan
dengan pergerakan relatif lambat yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar serta
kualitas perairan. Makrozoobentos berperan penting dalam proses mineralisasi
dan pendaurulangan bahan organik maupun sebagai salah satu sumber makanan
bagi organisme konsumen yang lebih tinggi. Ada beberapa alasan sehingga
makrozoobentos sering dijadikan indikator pencemaran, antara lain sangat peka
terhadap perubahan kualitas air tempat tinggalnya sehingga mempengaruhi
komposisi dan kelimpahannya, dan juga makrozoobentos mudah dijumpai di
hampir semua perairan, jenisnya cukup banyak dan tiap jenisnya memberikan
respon yang berbeda tergantung bahan pencemar atau limbahnya, mobilitasnya
terbatas sehingga dapat digunakan sebagai indikator kondisi lingkungan tersebut,
selain itu juga dapat mengakumulasi toksin sehingga dapat digunakan sebagai
2
indikator kontaminasi, mudah dicari dan diidentifikasi paling tidak sampai pada
tingkat family, pengambilan sampelnya mudah dan tidak memerlukan alat yang
rumit dan mahal dan tidak berpengaruh pada organisme lainnya (Maruru, 2012).
Faktor yang mempengaruhi keberadaan makrozoobentos dalam perairan
adalah faktor fisika kimia lingkungan perairan, seperti suhu air, kandungan unsur
kimia seperti kandungan ion hidrogen (pH), oksigen terlarut (DO), dan kebutuhan
oksigen biologi (BOD) sedangkan kelimpahan makrozoobentos bergantung pada
toleransi atau sensitifitasnya terhadap perubahan lingkungan (V. T. Putri et al.
2021). Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat
dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas (Minggawati, 2013). Salah
satu parameter yang juga dapat dijadikan sebagai parameter kualitas perairan
adalah bahan organic.
Bahan organik adalah salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di
darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di ekosistem darat mencerminkan
kualitas tanah yang akan mengalir menuju perairan, sedangkan bahan organik
dalam perairan bermanfaat bagi biota yang hidup di dalamnya tak terkecuali
makrozoobentos (Putri et al. 2021). Apabila kandungan bahan organik dalam
suatu perairan melebihi kemampuan asimilasi perairan maka dapat menurunkan
kualitas air akibat proses dekomposisi bahan organik yang dapat menyebabkan
kematian bagi biota perairan (Faiz, 2010).
Kandungan bahan organik dalam sedimen sangat bervariasi bergantung
pada lingkungan pengendapannya. Sumber penting bahan organik berasal dari
daratan melalui sungai sehingga di daerah yang berdekatan dengan muara sungai
terdapat sejumlah besar bahan organik. Lebih lanjut menjelaskan bahwa bahan
organik banyak ditemukan pada sedimen lumpur yang berukuran halus (Andri et
al., 2012). Di dalam perairan, bahan organik terdapat dalam bentuk detritus.
Sumber bahan organik yang lain adalah sisa-sisa organisme pelagis yang mati dan
tenggelam ke dasar perairan, serta kotoran binatang di perairan. Yasir (2017)
menyatakan bahwa bahan organik yang terlepas dari pembusukan terkumpul
dalam sedimen suatu perairan.
Ketersediaan bahan organik akan berpengaruh terhadap kelimpahan
makrozoobentos yang hidup di dalamnya (Suryani et al., 2014). Makrozoobentos
3
relatif hidup menetap, sehingga baik untuk digunakan sebagai petunjuk kualitas
lingkungan karena selalu kontak dengan aktivitas antropogenik yang masuk ke
habitatnya dan berperan penting terhadap kandungan bahan organik di dalam
substrat.
Dengan demikian Makrozoobentos dan bahan organic sedimen merupakan
hal terpenting dalam perairan sehubungan dengan peranannya sebagai biota kunci
dalam jaring makanan dan berfungsi sebagai degradator bahan organik. Kondisi
tersebut menjadikan biota makrozoobentos memiliki fungsi sebagai penyeimbang
kondisi nutrisi lingkungan dan dapat digunakan sebagai biota indikator akan
kondisi lingkungan di wilayah perairan pesisir (Sulistiyanto et al., 2012).
Berdasarkan maka uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian yang
membahas mengenai Kelimpahan makrozoobentos dan bahan organic sedimen
untuk melihat kualitas perairan, selain hal tersebut penelitian ini juga dilakukan
dikarenakan masih sedikitnya data atau informasi terkait dengan data kualitas
perairan pada Pantai Paku.
tiga buah transek dengan jarak antar transek 50 meter sejajar garis pantai
(Lampiran 2). Setiap transek ditempatkan plot berukuran 5 x 5 m 2 dengan
jarak antar plot 10 meter tegak lurus garis pantai. Pada masing- masing plot
secara acak sebanyak tiga buah sebagai tempat pengambilan sampel. Sampel
dimasukkan ke dalam plastik sampel yang sudah diberi label dan larutan
formalin 10 % sebagai pengawet. Selanjutnya dilakukan pengamatan,
pengukuran sampel dan identifikasi jenis makrozoobentos di laboratorium.
Untuk mengetahui jenis biota dilakukan identifikasi dengan merujuk kepada
buku Morton (1990) di laboratorium.
b. Sampel Tipe Fraksi Sedimen
Pengambilan sampel sedimen dilakukan untuk mengetahui tipe sedimen
pada lokasi pengambilan sampel makrozoobentos dengan menggunakan
Ekman Grab waktu pasang. Pengambilan sampel sedimen dilakukan 3 kali
pengulangan dalam setiap transek. Pengambilan sampel sedimen dilakukan
menggunakan Ekman grab dan dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap
stasiun. Ekman grab yang memiliki luas bukaan 30 cm x 26 cm diturunkan ke
dalam perairan hingga ke dasar untuk diambil sedimennya, kemudian sedimen
yang sudah terambil dimasukkan ke dalam wadah berupa kantong plastik yang
diberi label berdasarkan titik stasiun dan titik pengulangan. Setelah itu, sampel
dimasukkan ke dalam ice box dan dibawa ke Laboratorium untuk dianalisis.
Sampel sedimen ini digunakan untuk menganalisis fraksi dan bahan organik
sedimen. Sampel sedimen kemudian dianalisis di laboratorium untuk
mengetahui tipe sedimen dan karakteristiknya.
c. Sampel Bahan Organik Sedimen
Pengambilan sampel sedimen menggunakan alat yaitu Ekman Grab.
Pengambilan sampel sedimen dilakukan 3 kali pengulangan dalam setiap
trasnsek. Kemudian diambil 50 gr ditampung dalam botol sampel yang diberi
label kemudian diuji di Laboratorium (Pett, 1993).
pH, yang diukur secara langsung di lapangan pada saat pasang di dalam masing-
masing stasiun yang ada di perairan pantai Paku Kabupaten Pesisir Selatan,
Provini Sumatera Barat
a) Suhu
Pengukuran suhu dilakukan secara in situ (langsung dilakukan ditempat
pengambilan sampel). Suhu diukur dengan menggunakan thermometer ke
dalam perairan dengan cara mencelupkan bagian ujung thermometer kedalam
kolom perairan. Kemudian, diamati nilai suhu pada thermometer.
b) Salinitas
Salinitas diukur menggunakan hand refraktometer. Sebelum digunakan,
hand refraktometer dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara ditetesi aquades
agar nilai awal salinitas di angka nol. Sampel air diteteskan sebanyak satu
sampai dua tetes pada hand refraktometer kemudian diarahkan ke sumber
cahaya matahari dan nilai salinitas yang tertera diamati pada hand
refraktometer.
c) Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran pH menggunakan pH meter dengan cara memasukan pH
meter ke dalam perairan tunggu sampai angka pada pH meter berhenti untuk
mengetahui pH pada perairan tersebut.
∅ 16+ ∅ 50+ ∅ 84
Mean Size (Mz) =
3
Klasifikasi:
Ø1: coarse sand (pasir kasar)
Ø2: medium sand (pasir menengah)
Ø3: fine sand (pasir halus)
Ø4: very fine sand (pasir sangat halus)
Ø5: coarse silt (lumpur kasar)
Ø6: medium silt (lumpur menengah)
Ø7: fine silt (lumpur halus)
Ø8: very fine silt (lumpur sangat halus)
>Ø8: clay (liat)
Keterangan :
E = Indeks keseragaman
H’= Indeks keanekaragaman Log2 = 3.321928
S = Jumlah spesies
Keseragaman atau kemerataan adalah komposisi jumlah individu dalam
setiap genus atau jenis yang terdapat dalam komunitas. Menurut Brower et al.,
13
(1990) nilai keseragaman suatu populasi akan berkisar antara 0–1. Kemudian hasil
perhitungan yang didapatkan dilihat kategori indeks keseragaman yaitu:
0 ˂ E ˂ 0,4 : Keseragaman Rendah
0,4 ≤ E ≤ 0,6 : Keseragaman Sedang
0,6 ˂ E ˂ 1,0 : Keseragaman Tinggi
4. Dominansi
Indeks dominansi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya dominasi dari
spesies tertentu, maka digunakan rumus indeks dominasi (Odum, 1993):
Keterangan:
C = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah individu tiap jenis
N = Jumlah total individu dari semua spesies
s = Jumlah 1,2,3,.. dan seterusnya
Kategori indeks dominasi menurut Odum (1993) yaitu :
C mendekati 0 (C ≤ 0,5) = Tidak ada jenis yang mendominasi
C mendekati 1 (C > 0,5) = Ada jenis yang mendominasi
5. Pola Sebaran
Untuk mengetahui pola sebaran makrozoobentos digunakan indeks
Keterangan:
Id = Indeks dispersi Morisita
n = Jumlah total unit sampling
N = Jumlah total individu yang terdapat dalam plot
ΣX2 = Kuadrat Jumlah individu per plot
Dengan kriteria:
Id = 1 = menunjukkan pola sebaran random atau acak (R)
Id > 1 = menunjukkan pola sebaran clumped atau mengelompok (C)
14
a−c
Kandungan bahan organik (%) = × 100 %
a−b
Keterangan:
a = Berat cawan dan sampel sedimen sesudah pengeringan atau
sebelum pembakaran (gram)
b = Berat cawan (gram)
c = Berat cawan dan sampel sesudah pembakaran (gram)
2.6. Asumsi
Adapun asumsi yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Parameter lingkungan perairan lainnya yang tidak diukur dianggap
memberikan pengaruh yang sama terhadap struktur komunitas
makrozoobentos di Perairan Pantai Paku Kabupaten Pesisir Selatan,
Provinsi Sumatera Barat.
2. Penempatan lokasi titik sampling dianggap telah mewakili di Perairan
Pantai Paku Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat
3. Organisme Makrozoobentos mempunyai peluang yang sama untuk terambil.
16
17
14 Olivella plana
15 Planaxidae Planaxis Planaxis sulcatus
16 Turritellidea Turritella Turritella communis
Stasiun (ind/m2) ±
I 18,44 ± 1,94
II 8,56 ± 0,43
III 11,22 ± 2,06
Rata-rata 12,74
Subzona I 15,89 ± 1,00
Subzona II 15,67 ± 0,90
Subzona III 6,56 ± 1,89
Rata-rata 12,70
20.00
zoobentos H' (Ind/m2)
Kelimpahan Makro-
15.00
10.00
5.00
0.00
I II III
Stasiun
18.00
16.00
14.00
12.00
Makrozoobentos
10.00
Kelimpahan
8.00
Ind/m2
6.00
4.00
2.00
0.00
I II III
Sub Zona
Indeks Keanekaragaman
2.50
Makrozoobentos (H')
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
I II III
Stasiun
ekosistem penting di daerah pesisir (padang lamun, terumbu karang dan hutan
mangrove) sebagai habitat dari fauna perairan (Supono dan Ucu, 2010).
Berdasarkan keriteria indeks keanekaragaman dapat disimpulkan bahwa
keanekaragaman makrozoobentos di perairan pantai Kota Pariaman dikategorikan
sedang dimana nilai indeks 1 ≤ H’ ≤ 3 menunjukkan bahwa, keanekaragaman
jenis makrozoobentos sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup
seimbang, tekanan ekologis sedang dan kestabilan sedang. Kestabilan komunitas
yang sedang merupakan kondisi komunitas yang labil, yaitu mudah berubah
apabila terjadi perubahan lingkungan walau dalam skala kecil (Ponk-Masak, 2006
dalam Purnami et al., 2010). Menurut Marpuang (2014), bahwa apabila
keanekaragaman dikategorikan sedang maka tingkat pencemaran ekosistem
tersebut berada kondisi tercemar ringan sampai sedang.
Semakin besar nilai suatu keanekaragaman berarti semakin banyak jenis
yang didapatkan dan nilai ini sangat bergantung kepada nilai total dari individu
masing masing jenis atau genera. Keanekaragaman (H’) mempunyai nilai terbesar
jika semua individu berasal dari genus atau spesies yang berbeda-beda, sedangkan
nilai terkecil didapat jika semua individu berasal dari satu genus atau spesies saja
(Odum. 1998 dalam Herawati et al., 2021). Nilai keanekaragaman di lokasi
penelitian termasuk dalam kategori, hal ini diduga disebabkan kerena lokasi
penelitian merupakan kawasan objek wisata dan banyak aktivitas manusia.
Kualitas perairan di lokasi ini juga normal dan sesuai baku mutu kualitas perairan.
3.6 Indeks Keseragaman (E’)
Hasil dari analisis indeks keseragaman yang didapatkan pada ketiga
stasiun penelitian bervariasi. Perhitungan indeks keseragaman makrozoobentos
dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil perhitungan indeks keseragaman
makrozoobentos disederhanakan dan ditabulasi dalam Tabel 7.
Tabel 7. Indeks Keseragaman Mkarozoobentos di Perairan Pantai Kota Pariaman
Stasiun Indeks Keseragaman (E’)
I 0,65
II 0,75
III 0,46
27
penelitian yang sudah sesuai dengan standar baku mutu kualitas perairan bagi
habitat makrozoobentos
Hasil analisis indeks dominansi ini sejalan dengan hasil analisis indeks
keanekaragaman dan indeks keseragaman dimana nilai indeks keanekaragaman
dan indeks keseragaman yang tinggi biasanya diikuti dengan nilai indeks
dominansi yang rendah begitu juga sebaliknya (Hidayani, 2015).
3.8 Bahan Organik Sedimen
Perhitungan bahan organik dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil analisis
kandungan bahan organik sedimen di perairan pantai Kota Pariaman dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Kandungan Bahan Organik Sedimen (%) Pada Tiap Stasiun Pengamatan
di Perairan Pantai Kota Pariaman.
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa kisaran rata-rata kandungan bahan
organik di perairan pantai Kota Pariaman yaitu antara 0,37% - 5,63%. Dengan
kandungan bahan organik tertinggi berada pada stasiun 3 transek 3 sebesar 5,96 %
dan yang terendah berada pada stasiun 1 transek 1 sebesar 0,30 %. Menurut
Anugrah (2014), kandungan bahan organik sedimen di perairan pantai Kota
Pariaman termasuk kategori rendah-sedang, hal ini kemungkinan disebabkan
karena tipe fraksi sedimen berupa pasir dan kerikil yang sulit untuk
mengakumulasikan bahan organik.
3.9 Fraksi Sedimen
Hasil analisis fraksi sedimen pada masing-masing stasiun penelitian di
perairan pantai Kota Pariaman terdiri dari 3 (Tiga) jenis fraksi sedimen yaitu
kerikil berpasir, pasir berkerikil, dan pasir dengan perhitungan persentase fraksi
sedimen dapat dilihat pada Lampiran 13. Tipe sedimen pada masing-masing
stasiun didasarkan pada proporsi kandungan kerikil, pasir dan lumpur yang
31
digolongkan menurut segitiga Sheppard. Persentase berat fraksi dan tipe sedimen
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Persentase Fraksi Sedimen (%) dan Tipe Sedimen Pada Tiap Stasiun
Penelitian di Perairan Pantai Kota Pariaman.
DAFTAR PUSTAKA
Andri Y, Endrawati H, M. Zainuri. 2012. Struktur Komunitas Makrozoobentos di
Perairan Morosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Journal Of
Marine Research 1(2): 235-242.
Arief A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.
Arifin B. 2008. Karakteristik Sedimen Ditinjau dari Aktivitas Antropogenik di
Perairan Dumai. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Riau. p.71.
Arifin. 2002. Struktur Komunitas Pasca Larva Udang Hubungannya Dengan
Karakteristik Habitat Pada Ekosistem Mangrove dan Estuaria Teluk Cempi
NTB. [Skripsi]. IPB, Bogor.
33
LAMPIRAN
38
ORGANISASI PENELITIAN
1. Peneliti
Nama : Rugeri Ramadhan
Nim : 1804112864
Jurusan : Ilmu Kelautan
Alamat : Jl. Permadi 4, Srikandi, Panam, Pekanbaru
2. Dosen Pembimbing I
Nama : Dr. Ir. Afrizal Tanjung, M.Sc
NIP : 19610419 198702 1 002
Pekerjaan : Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau
Alamat : Kampus Bina Widya km 12,5 Universitas Riau
Panam, Pekanbaru
3. Dosen Pembimbing II
Nama : Prof. Dr. Ir. Bintal Amin, M.Sc
NIP : 19630403 198803 1 003
Pekerjaan : Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Riau
Alamat Kantor : Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru
Pekanbaru, Riau.
40
JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2023 yang meliputi
beberapa tahap kegiatan sebagai berikut:
Juli November Februari Maret April
2022 2022 2023 2023 2023
No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
1. * * * * * * *
Proposal
Seminar
2. *
Proposal
Pelaksanaan
3. * *
Penelitian
Penyusunan
4. * * *
Laporan
5. Seminar Hasil *
Ujian
6. *
Komprehensif
41
ANGGARAN BIAYA
1. Persiapan Penelitian
Pembuatan Proposal Rp 50.000
Perbanyak Proposal Rp 100.000
Alat Tulis Rp 50.000 +
Rp 200.000
2. Pelaksanaan Penelitian
Transportasi Pekanbaru- Medan Rp 500.000
Transportasi Dalam Kota Rp 250.000
Akomodasi Rp 2.000.000 +
Rp 2.750.000
3. Penyelesaian Laporan
Pembuatan Laporan Rp 100.000
Seminar Hasil Penelitian Rp 200.000
Perbanyak Laporan dan Penjilidan Rp 300.000 +
Rp 600.000
Total Rp 3.550.000
Terbilang : Tiga Juta Lima Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah
42
OUTLINE SEMENTARA
Kulit Depan
Kulit Dalam
Lembar Persyaratan
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu danTempat
3.2 Alat dan Bahan
3.3 Metode Penelitian
3.4 Prosedur Penelitian
3.5 Analisis Data
3.6 Asumsi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN