Anda di halaman 1dari 42

1

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Sumatera Barat yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia
yang memiliki banyak pantai indah mempesona, keindahan pantai tersebut dapat
di Kabupaten Pesisir Selatan yang memiliki potensi pantai cukup banyak menarik
wisatawan. Pesisir selatan terkenal dengan objek wisata pantainya yang tersebar di
beberapa kecamatan. Salah satu kecamatan yang memiliki keindahan pantai yaitu
kecamatan Koto XI Tarusan.
Kecamatan Koto XI Tarusan merupakan salah satu Kecamatan di daerah
pesisir selatan yang mempunyai daya tarik bagi wisatawan dan banyak
masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi adalah Pantai Paku. Berbagai
aktivitas dilakukan di kawasan pantai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
itu untuk kebutuhan industri, transportasi, kegiatan usaha perikanan, bahkan ada
juga yang membuang limbah sehingga secara langsung maupun tidak langsung
akan berdampak pada kualitas perairan, sehingga perlu dilakukan pengkajian
mengenai kualitas perairan ini. Keberadaan tersebut menjadi dapat menggangu
keadaan ekosistem jika tidak dijaga pengolahan sampah ataupun limbah
masyarakat. Untuk mengetahui keberadaan lingkungan perairan pantai dalam
keadaan baik maka dapat dilakukan pengukuran kuaitas perairan dengan
memanfaatkan biota laut yaitu makrozoobenthos.
Makrozoobentos merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar perairan
dengan pergerakan relatif lambat yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar serta
kualitas perairan. Makrozoobentos berperan penting dalam proses mineralisasi
dan pendaurulangan bahan organik maupun sebagai salah satu sumber makanan
bagi organisme konsumen yang lebih tinggi. Ada beberapa alasan sehingga
makrozoobentos sering dijadikan indikator pencemaran, antara lain sangat peka
terhadap perubahan kualitas air tempat tinggalnya sehingga mempengaruhi
komposisi dan kelimpahannya, dan juga makrozoobentos mudah dijumpai di
hampir semua perairan, jenisnya cukup banyak dan tiap jenisnya memberikan
respon yang berbeda tergantung bahan pencemar atau limbahnya, mobilitasnya
terbatas sehingga dapat digunakan sebagai indikator kondisi lingkungan tersebut,
selain itu juga dapat mengakumulasi toksin sehingga dapat digunakan sebagai
2

indikator kontaminasi, mudah dicari dan diidentifikasi paling tidak sampai pada
tingkat family, pengambilan sampelnya mudah dan tidak memerlukan alat yang
rumit dan mahal dan tidak berpengaruh pada organisme lainnya (Maruru, 2012).
Faktor yang mempengaruhi keberadaan makrozoobentos dalam perairan
adalah faktor fisika kimia lingkungan perairan, seperti suhu air, kandungan unsur
kimia seperti kandungan ion hidrogen (pH), oksigen terlarut (DO), dan kebutuhan
oksigen biologi (BOD) sedangkan kelimpahan makrozoobentos bergantung pada
toleransi atau sensitifitasnya terhadap perubahan lingkungan (V. T. Putri et al.
2021). Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat
dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas (Minggawati, 2013). Salah
satu parameter yang juga dapat dijadikan sebagai parameter kualitas perairan
adalah bahan organic.
Bahan organik adalah salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di
darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di ekosistem darat mencerminkan
kualitas tanah yang akan mengalir menuju perairan, sedangkan bahan organik
dalam perairan bermanfaat bagi biota yang hidup di dalamnya tak terkecuali
makrozoobentos (Putri et al. 2021). Apabila kandungan bahan organik dalam
suatu perairan melebihi kemampuan asimilasi perairan maka dapat menurunkan
kualitas air akibat proses dekomposisi bahan organik yang dapat menyebabkan
kematian bagi biota perairan (Faiz, 2010).
Kandungan bahan organik dalam sedimen sangat bervariasi bergantung
pada lingkungan pengendapannya. Sumber penting bahan organik berasal dari
daratan melalui sungai sehingga di daerah yang berdekatan dengan muara sungai
terdapat sejumlah besar bahan organik. Lebih lanjut menjelaskan bahwa bahan
organik banyak ditemukan pada sedimen lumpur yang berukuran halus (Andri et
al., 2012). Di dalam perairan, bahan organik terdapat dalam bentuk detritus.
Sumber bahan organik yang lain adalah sisa-sisa organisme pelagis yang mati dan
tenggelam ke dasar perairan, serta kotoran binatang di perairan. Yasir (2017)
menyatakan bahwa bahan organik yang terlepas dari pembusukan terkumpul
dalam sedimen suatu perairan.
Ketersediaan bahan organik akan berpengaruh terhadap kelimpahan
makrozoobentos yang hidup di dalamnya (Suryani et al., 2014). Makrozoobentos
3

relatif hidup menetap, sehingga baik untuk digunakan sebagai petunjuk kualitas
lingkungan karena selalu kontak dengan aktivitas antropogenik yang masuk ke
habitatnya dan berperan penting terhadap kandungan bahan organik di dalam
substrat.
Dengan demikian Makrozoobentos dan bahan organic sedimen merupakan
hal terpenting dalam perairan sehubungan dengan peranannya sebagai biota kunci
dalam jaring makanan dan berfungsi sebagai degradator bahan organik. Kondisi
tersebut menjadikan biota makrozoobentos memiliki fungsi sebagai penyeimbang
kondisi nutrisi lingkungan dan dapat digunakan sebagai biota indikator akan
kondisi lingkungan di wilayah perairan pesisir (Sulistiyanto et al., 2012).
Berdasarkan maka uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian yang
membahas mengenai Kelimpahan makrozoobentos dan bahan organic sedimen
untuk melihat kualitas perairan, selain hal tersebut penelitian ini juga dilakukan
dikarenakan masih sedikitnya data atau informasi terkait dengan data kualitas
perairan pada Pantai Paku.

1.2. Rumusan Masalah


Banyaknya kegiatan masyarakat di daerah perairan Pantai Paku
memberikan konstribusi sampah yang dibuang ke laut khususnya bahan organik.
Kandungan bahan organik yang tinggi dalam perairan akan berdampak pada biota
yang ada didalamnya jika telah melebihi baku mutu yang ditetapkan untuk
kelangsungan hidup biota air laut. Berdasarkan latar belakang diatas, adapun
rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Bagaimana struktur komunitas makrozoobenthos di perairan Pantai Pantai
Paku Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat?
b. Bagaimana kandungan bahan organik sedimen di perairan Pantai Pantai
Paku Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat?
c. Bagaimana fraksi sedimen di perairan Pantai Paku, Kabupaten Pesisir
Selatan, Sumatera Barat?
d. Bagaimana hubungan bahan organik sedimen dengan kelimpahan
makrozoobenthos di perairan Pantai Paku, Kabupaten Pesisir Selatan,
Sumatera Barat?
4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Menganalisis struktur komunitas makrozoobenthos di perairan Pantai
Paku, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
b. Menganalisis kandungan bahan organik sedimen di perairan Pantai Paku,
Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
c. Menganalisis fraksi sedimen di perairan Pantai Paku, Kabupaten Pesisir
Selatan, Sumatera Barat.
d. Menganalisis hubungan bahan organik sedimen dengan kelimpahan
makrozoobenthos di perairan Pantai Paku, Kabupaten Pesisir Selatan,
Sumatera Barat.
Manfaat pada penelitian ini adalah sebagai informasi tentang kelimpahan
makrozoobentos dan bahan organik sedimen di perairan pantai paku Sumatera
Barat yang dapat dijadikan pedoman dalam monitoring perubahan lingkungan
akibat aktivitas antropogenik di sekitarnya.
1.4. Hipotesis
H0 : Tidak terdapat hubungan bahan organik sedimen dan kelimpahan
makrozoobenthos di perairan Pantai Paku, Kabupaten Pesisir Selatan,
Provinsi Sumatera Barat
H1 : Terdapat hubungan bahan organik sedimen dan kelimpahan makrozoobenthos
di perairan Pantai Paku, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera
Barat
5

II. METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2023 bertempat di
Perairan Pantai Paku, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat
(Lampiran 1). Analisis sampel makrozoobentos di Laboratorium Biologi Laut dan
analisis sampel sedimen dan bahan organik di Laboratorium Kimia Laut Jurusan
Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.
2.2 Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian di
lapangan dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan bahan dan alat yang digunakan
dalam analisis sampel penelitian di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Bahan dan Alat di Lapangan
No Bahan dan Alat di Lapangan Fungsi
1. Sampel Makrozoobentos -
2. Formalin 10% Mengawetkan sampel makrozoobentos
3. Ice box Tempat menyimpan sampel
4. Kantong plastik Untuk tempat sampel
5. Tali rafia Untuk membuat transek
6. Spidol Untuk menulis label pada sampel
7. Kertas Label Untuk memberi label pada sampel
8. Kamera Alat dokumentasi selama penelitian
9. Plot ukuran 5 x 5 m2 Tempat pengambilan sampel
10. Sub-Plot 1 m2 Tempat pengambilan sampel
11. Sekop kecil Untuk mengambil sampel sedimen
12. Botol sampel Untuk menyimpan sampel air
13. Termometer Untuk mengukur suhu perairan
14. Hand refraktometer Untuk mengukur salinitas perairan
15. pH meter Untuk mengukur pH perairan
6

Tabel 2. Bahan dan Alat di Laboratorium


No Bahan dan Alat di Lapangan Fungsi
1. Oven Untuk mengeringkan sampel
2. Desikator Untuk mendinginkan sampel
3. Timbangan analitik Untuk menimbang sampel
4. Ayakan bertingkat Untuk menentukan ukuran sedimen
5. Beaker glass Untuk mengaduk sampel
6. Pipet volumetrik Untuk mengatur volume larutan
7. Furnace Untuk membakar sampel
8. Buku identifikasi Untuk mengidentifikasi makrozoobentos
9. Larutan H2O2 3% Untuk memisahkan partikel sedimen
10. Alumunium foil Wadah sampel

2.3 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu
data yang didapatkan dan dikumpulkan melalui pengamatan makrozoobentos dan
pengukuran kualitas perairan di lapangan kemudian dilanjutkan dengan analisis
sampel makrozoobentos dan sedimen di laboratorium. Parameter kualitas air yang
diukur meliputi suhu, salinitas dan pH.
2.4 Prosedur Penelitian
2.4.1. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel
Teknik penentuan lokasi pengambilan sampel adalah purposive sampling,
yaitu dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan secara fisik. Lokasi
pengambilan sampel penelitian terbagi menjadi tiga stasiun yang terdapat pada
pantai Paku.
2.4.2. Prosedur Pengambilan Sampel
a. Sampel Makrozoobenthos
Penempatan titik pengambilan sampel dilakukan secara purposive
sampling, yaitu dengan menentukan 3 (tiga) stasiun secara acak yang terdiri
dari stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 (Lampiran 1). Karakteristik jenis
sedimen dominan dilihat tipe sedimen (lumpur/pasir/krikil) pada tiap stasiun
1, stasiun 2 dan stasiun 3. Luas pantai 20 m 2 pada setiap stasiun ditempatkan
7

tiga buah transek dengan jarak antar transek 50 meter sejajar garis pantai
(Lampiran 2). Setiap transek ditempatkan plot berukuran 5 x 5 m 2 dengan
jarak antar plot 10 meter tegak lurus garis pantai. Pada masing- masing plot
secara acak sebanyak tiga buah sebagai tempat pengambilan sampel. Sampel
dimasukkan ke dalam plastik sampel yang sudah diberi label dan larutan
formalin 10 % sebagai pengawet. Selanjutnya dilakukan pengamatan,
pengukuran sampel dan identifikasi jenis makrozoobentos di laboratorium.
Untuk mengetahui jenis biota dilakukan identifikasi dengan merujuk kepada
buku Morton (1990) di laboratorium.
b. Sampel Tipe Fraksi Sedimen
Pengambilan sampel sedimen dilakukan untuk mengetahui tipe sedimen
pada lokasi pengambilan sampel makrozoobentos dengan menggunakan
Ekman Grab waktu pasang. Pengambilan sampel sedimen dilakukan 3 kali
pengulangan dalam setiap transek. Pengambilan sampel sedimen dilakukan
menggunakan Ekman grab dan dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap
stasiun. Ekman grab yang memiliki luas bukaan 30 cm x 26 cm diturunkan ke
dalam perairan hingga ke dasar untuk diambil sedimennya, kemudian sedimen
yang sudah terambil dimasukkan ke dalam wadah berupa kantong plastik yang
diberi label berdasarkan titik stasiun dan titik pengulangan. Setelah itu, sampel
dimasukkan ke dalam ice box dan dibawa ke Laboratorium untuk dianalisis.
Sampel sedimen ini digunakan untuk menganalisis fraksi dan bahan organik
sedimen. Sampel sedimen kemudian dianalisis di laboratorium untuk
mengetahui tipe sedimen dan karakteristiknya.
c. Sampel Bahan Organik Sedimen
Pengambilan sampel sedimen menggunakan alat yaitu Ekman Grab.
Pengambilan sampel sedimen dilakukan 3 kali pengulangan dalam setiap
trasnsek. Kemudian diambil 50 gr ditampung dalam botol sampel yang diberi
label kemudian diuji di Laboratorium (Pett, 1993).

2.4.2. Pengukuran Kualitas Perairan


Pengukuran kualitas air dilakukan pada stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3
(Lampiran 2). Parameter kualitas perairan yang diukur yaitu suhu, salinitas, dan
8

pH, yang diukur secara langsung di lapangan pada saat pasang di dalam masing-
masing stasiun yang ada di perairan pantai Paku Kabupaten Pesisir Selatan,
Provini Sumatera Barat
a) Suhu
Pengukuran suhu dilakukan secara in situ (langsung dilakukan ditempat
pengambilan sampel). Suhu diukur dengan menggunakan thermometer ke
dalam perairan dengan cara mencelupkan bagian ujung thermometer kedalam
kolom perairan. Kemudian, diamati nilai suhu pada thermometer.
b) Salinitas
Salinitas diukur menggunakan hand refraktometer. Sebelum digunakan,
hand refraktometer dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara ditetesi aquades
agar nilai awal salinitas di angka nol. Sampel air diteteskan sebanyak satu
sampai dua tetes pada hand refraktometer kemudian diarahkan ke sumber
cahaya matahari dan nilai salinitas yang tertera diamati pada hand
refraktometer.
c) Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran pH menggunakan pH meter dengan cara memasukan pH
meter ke dalam perairan tunggu sampai angka pada pH meter berhenti untuk
mengetahui pH pada perairan tersebut.

2.4.3. Analisis Sampel


a. Fraksi Sedimen
Analisis fraksi sedimen akan dilakukan menggunakan 2 metode, yaitu
metode pengayakan dan metode pipet. Metode ayakan bertingkat dilakukan
untuk mendapatkan Ø-1-Ø4, sementara metode pipet menggunakan pipet
volumetric dilaukan untuk mendapatkan Ø5- Ø7. Untuk menganalisis jenis
fraksi sedimen dilakukan dengan merujuk pada (Rifardi, 2008) dengan
memisahkan tekstur sedimen menjadi tiga, yaitu Clay, Silt, dan Sand. Metode
analisis pemipetan dalam mengidentifikasi butir sedimen biasanya digunakan
untuk sampel sedimen yang memiliki ukuran yang halus (Raras et al,. 2015),
sebagai berikut:
9

1. Aluminium foil dibentuk menjadi cawan sebanyak yang dibutuhkan,


setelah itu ditimbang dan dicatat hasilnya yang disebut dengan berat
cawan kosong.
2. Selanjutnya, sampel sedimen ditimbang sebanyak ±100 gram dan
dimasukkan ke dalam cawan aluminium foil, dan dikeringan dalam
oven pada suhu 105 ℃ selama ±24 jam.
3. Kemudian, sampel sedimen dari masing-masing cawan dikeluarkan
dan didinginkan selama 15 menit lalu ditimbang dan dicatat hasilnya,
lalu masukkan ke dalam cup plastik.
4. Lalu sampel tersebut direndam dengan larutan hydrogen peroksida
( H 2 O 2) 3-5% selama 30 menit agar partikel-partikel yang bersifat
kohesif terpisah.
5. Sampel dituang ke dalam ayakan bertingkat dan disiram dengan air
mengalir hingga sedimen larut ke penampungan terakhir.
6. Metode pengayakan sebagai berikut;
a) Sampel yang sudah direndam dengan larutan hydrogen peroksida
( H 2 O 2) 3-5% diayak dengan ayakan yang berukuran 500 μm(∅ −1),
300 μm (∅ 0), 212 μm (∅ 1), 125 μm (∅ 2), 106 μm(∅ 3), 90 μm (∅ 4 ).
Sedimen yang tertahan merupakan fraksi kerikil dan pasir.
b) Pengayakan dilakukan dengan menyemprotkan air pada ayakan
tersebut sehingga populasi pasir akan mengalir ke ayakan di
bawahnya sesuai dengan ukuran butirannya.
c) Sampel yang tersaring dari ∅ −1−∅ 4dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 105 ℃ selama ±24 jam sampai kering.
d) Setelah kering dan dikeluarkan dari oven, tunggu sampel tersebut
sampai dingin, lalu ditimbang masing-masing sampel dan dicatat
hasilnya.
7. Metode pipet sebagai berikut;
a) Sampel sedimen yang lolos dari saringan 90 μm bersama dengan
airnya dimasukkan ke dalam tabung silinder yang mempunyai
volume 1000 ml.
10

b) Kemudian larutan diambil dengan menggunakan pipet volumetrik


diberi tanda dua garis hitam sebagai tanda untuk ∅ 5 , ∅ 6 , ∅ 7 adalah
sebanyak 20 ml dengan selang waktu 5 menit untuk ∅ 5, 15 menit
untuk ∅ 6 dan 30 menit untuk ∅ 7.
c) Larutan (sampel sedimen) yang berada dalam cawan dikeringkan
ke dalam oven selama ±24 jam dengan suhu 105 ℃, kemudian
ditimbang dan dicatat hasilnya dan dimasukkan ke dalam tabel.
8. Data yang diperoleh ditabulasikan untuk menghitung persentase
partikel sedimen mnggunakan rumus sebagai berikut:

∅ 16+ ∅ 50+ ∅ 84
Mean Size (Mz) =
3
Klasifikasi:
Ø1: coarse sand (pasir kasar)
Ø2: medium sand (pasir menengah)
Ø3: fine sand (pasir halus)
Ø4: very fine sand (pasir sangat halus)
Ø5: coarse silt (lumpur kasar)
Ø6: medium silt (lumpur menengah)
Ø7: fine silt (lumpur halus)
Ø8: very fine silt (lumpur sangat halus)
>Ø8: clay (liat)

Penggolongan tipe sedimen berdasarkan pada proporsi kandungan


partikel ukuran partikel kerikil, pasir dan lumpur dengan cara
memplotkan nilai persentase partikel sedimen. Sampel yang lolos
dikategorikan sebagai clay dan silt, sedangkan sampel yang tidak lolos
dikategorikan sand (Rifardi, 2008). Dan untuk penggolongan tekstur
sedimennya menggunakan segitiga sheppard yang dapat dilihat pada
Gambar 1.
11

Gambar. 1. Segitiga Sheppard


Sumber: Rifardi (2008)

b. Struktur komunitas makrozoobentos


Komposisi spesies ditentukan oleh banyaknya jenis makrozoobentos yang
ditemukan di lokasi penelitian. Sampel makrozoobentos yang telah diletakkan di
laboratorium kemudian dicuci dengan air tawar, selanjutnya makrozoobentos
dimasukkan ke dalam nampan yang telah diberi label sesuai titik stasiun. Sampel
makrozoobentos diamati jenis makroozobenthos dan diidentifikasi dengan
mengacu pada Morton (1990). Analisis makrozoobentos meliputi:
1. Kelimpahan
Kelimpahan adalah jumlah individu per satuan luas. Kelimpahan dihitung
menggunakan rumus (Odum, 1993):
Keterangan :

K = Kelimpahan individu (ind/m2)


n = Jumlah idividu
A = Luas Plot (m2)
2. Keanekaragaman
12

Indeks keanekaragaman menggambarkan keadaan populasi


makrozoobenthos dalam menganalisis tingkat keanekaragaman populasi, dalam
menganalisis menggunakan indeks Shannon-Wiener (Odum, 1993):
Keterangan :

H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener


Pi = ni/N
Log2 = 3.321928
s = Jumlah jenis
Menurut Krebs (1989), kriteria penilaian keanekaragaman berdasarkan petunjuk
Shannon-Weinner yaitu:
 H < 1 : keanekaragaman rendah, produktivitas rendah sebagai indikasi
adanya tekanan yang berat dalam ekosistem.
 1 ≤ H ≤ 3 : keanekaragaman sedang, tekanan ekologis sedang, kondisi
cukup seimbang.
 H’ > 3 : keanekaragaman tinggi dan ekosistem stabil
3. Keseragaman
Indeks keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan, yaitu
komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Rumus
keseragaman dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1993):

Keterangan :
E = Indeks keseragaman
H’= Indeks keanekaragaman Log2 = 3.321928
S = Jumlah spesies
Keseragaman atau kemerataan adalah komposisi jumlah individu dalam
setiap genus atau jenis yang terdapat dalam komunitas. Menurut Brower et al.,
13

(1990) nilai keseragaman suatu populasi akan berkisar antara 0–1. Kemudian hasil
perhitungan yang didapatkan dilihat kategori indeks keseragaman yaitu:
 0 ˂ E ˂ 0,4 : Keseragaman Rendah
 0,4 ≤ E ≤ 0,6 : Keseragaman Sedang
 0,6 ˂ E ˂ 1,0 : Keseragaman Tinggi
4. Dominansi
Indeks dominansi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya dominasi dari
spesies tertentu, maka digunakan rumus indeks dominasi (Odum, 1993):

Keterangan:
C = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah individu tiap jenis
N = Jumlah total individu dari semua spesies
s = Jumlah 1,2,3,.. dan seterusnya
Kategori indeks dominasi menurut Odum (1993) yaitu :
 C mendekati 0 (C ≤ 0,5) = Tidak ada jenis yang mendominasi
 C mendekati 1 (C > 0,5) = Ada jenis yang mendominasi
5. Pola Sebaran
Untuk mengetahui pola sebaran makrozoobentos digunakan indeks

dispersi Morisita (Kamalia, 2013) dengan rumus :

Keterangan:
Id = Indeks dispersi Morisita
n = Jumlah total unit sampling
N = Jumlah total individu yang terdapat dalam plot
ΣX2 = Kuadrat Jumlah individu per plot
Dengan kriteria:
 Id = 1 = menunjukkan pola sebaran random atau acak (R)
 Id > 1 = menunjukkan pola sebaran clumped atau mengelompok (C)
14

 Id < 1 = menunjukkan pola sebaran uniform atau teratur (U)


c. Bahan Organik Sedimen
Untuk menentukan kadar bahan organik yang ada pada sedimen,
dapat menggunakan langkah-langkah berikut:
1) Timbang sampel sedimen sebanyak 50 gr dan masukkan ke dalam
wadah alumunium foil yang sudah dibentuk seperti mangkuk
2) Oven sampel sedimen selama 24 jam hingga kering
3) Keluarkan sampel dari oven dan diamkan selama 10-15 menit
4) Bakar sampel menggunakan furnace pada suhu 5500C selama 3-4
jam
5) Keluarkan sampel dari furnace, kemudian timbang
6) Untuk mendapatkan kadar bahan organik, hitung menggunakan
rumus berikut:

a−c
Kandungan bahan organik (%) = × 100 %
a−b

Keterangan:
a = Berat cawan dan sampel sedimen sesudah pengeringan atau
sebelum pembakaran (gram)
b = Berat cawan (gram)
c = Berat cawan dan sampel sesudah pembakaran (gram)

2.5. Analisis Data


Analisis data menggunakan analisis secara statistika. Data tipe fraksi
sedimen, bahan organik sedimen, dan kelimpahan makrozoobentos, indeks
keanekaragaman jenis, indeks keseragaman jenis, indeks dominasi dan pola
sebaran dikumpulkan kemudian disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan grafik
yang selanjutnya dibahas secara deskriptif.
Selanjutnya untuk melihat hubungan antara kelimpahan makrozoobenthos
dan bahan organik yang dilakukan dengan menggunakan Regresi Linear
Sederhana dengan bantuan software Microsoft Excel 2010.
15

2.6. Asumsi
Adapun asumsi yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Parameter lingkungan perairan lainnya yang tidak diukur dianggap
memberikan pengaruh yang sama terhadap struktur komunitas
makrozoobentos di Perairan Pantai Paku Kabupaten Pesisir Selatan,
Provinsi Sumatera Barat.
2. Penempatan lokasi titik sampling dianggap telah mewakili di Perairan
Pantai Paku Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat
3. Organisme Makrozoobentos mempunyai peluang yang sama untuk terambil.
16
17

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian


Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu dari 19 Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat dan terletak di bagian Selatan Provinsi Sumatera Barat.
Secara geografis Kabupaten Pesisir Selatan terletak pada koordinat 0° 59’- 2°
28,6’ Lintang Selatan dan 100° 19’ - 101° 18’ Bujur Timur, dan memiliki luas
wilayah ± 5.794,89 km² atau sebesar 13,70 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera
Barat, termasuk di dalamnya sekitar 25 pulau (kecil), serta luas perairan (laut) ±
84,312 km² dengan panjang pantai ± 234 km yang memiliki 47 pulau-pulau kecil
dengan luas ± 1.212,67 km². Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Kabupaten dalam
Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah. Untuk kondisi topografi atau
ketinggian tanah berkisar antara 0 – 1.000 meter di atas permukaan laut (dpl).
Daerah ini merupakan dataran rendah dan berbukit, yang merupakan
perpanjangan dari Bukit Barisan.
Kabupaten Pesisir Selatan memiliki jutaan destinasi wisata alam, sejarah,
budaya, dan konservasi yang indah salah satunya terdapat pada Kawasan Wisata
Mandeh. Kawasan wisata ini memiliki banyak objek wisata pantai dan pulau yang
dapat dikunjungi oleh pengunjung. Pengunjung juga dapat melihat pemandangan
jajaran pulau-pulau melalui objek wisata Puncak Mandeh, dan Puncak Paku yang
sering dijuluki sebagai “Raja Ampat-nya Sumatera”.
Wisata Mandeh menjadi sebuah penegasan bahwa Indonesia kaya dengan
wisata bahari yang layak dipertontonkan, dan dipublikasikan ke dunia
internasional.Kawasan Wisata Mandeh memiliki luas sekitar 18.000 ha, yang
terdiri dari 3 Nagari, dan 7 Desa. Panorama alamnya meliputi pantai, pulau, hutan
mangrove, dan air terjun. Pantai Paku atau Puncak Paku adalah sebuah bukit yang
menjadi salah satu spot foto di kawasan Wisata Mandeh, Pesisir Selatan,
Sumatera Barat.
18

3.2 Parameter Kualitas Perairan


Paremeter kualitas perairan yang diukur diantaranya adalah parameter
fisika (suhu, dan salinitas) dan kimia (pH). Hasil pengukuran kualitas air di zona
intertidal Kota Pesisir Selatan diperoleh nilai suhu 31- 35°C, pH perairan 7,
salinitas berkisar 15-23 ‰. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel
3
Tabel 3. Pengukuran Kualitas Perairan di Perairan Pantai Kota Pariaman
Parameter Stasiun Baku Mutu
I II III
Suhu (OC) 30 35 31 25-36
23 18 15 18-32
Salinitas (0/00 )
Ph 7 7,34 7,28 7-8,5

Berdasarkan kualitas perairan yang diperoleh menunjukan bahwa wilayah


kajian termasuk dalam kategori baik atau toleran bagi pertumbuhan makhluk
hidup. Semakin bagus kualitas perairannya maka kelimpahan, indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominasinya akan memenuhi
nilai kriteria yang dianggap baik. Kualitas perairan berbanding lurus dengan
struktur komunitas makrozoobentos, hal inilah yang membuat bentos bisa
dijadikans sebagai bioindikator atau indikator alami kualitas suatu perairan.
Berdasarkan hasil pengukuran suhu pada ketiga stasiun tidak jauh berbeda
dan masih dalam kisaran normal yaitu 30-32 0C. Menurut Hasniar et al., (2013)
suhu normal yang baik bagi kehidupan organisme laut perairan sekitar 26-32 0C.
Nilai suhu ini mampu mendukung makrozoobentos hidup dengan layak dalam
ekosistem dimana mereka tinggal. Suhu pada ketiga stasiun tersebut relatif sama
dan sudah sesuai dengan standar baku mutu, oleh karena itu perariran pantai Kota
Pariaman memiliki suhu yang cuup baik untuk kehidupan makrozoobentos.
Salinitas merupakan jumlah berat semua garam yang terlarut dalam satu
liter air atau gram per liter. Hasil pengukuran salinitas didapatkan nilai berkisar
29-30 0/00. Nilai salinitas pada stasiun 1 hingga stasiun 3 masih termasuk dalam
kategori normal. Nilai salinitas yang didapat pada stasiun 1 sampai 4 menunjukan
nilai yang baik untuk bagi kehidupan makrozoobentos. Menurut Sinyo dan Idris
19

(2013) kisaran salinitas yang ideal untuk mendukung kehidupan organisme


perairan, khususnya makrozoobentos adalah 27 – 34 ppt. Salinitas pada suatu
perairan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan serta persebaran biota akuatik,
menjadikannya sebagai salah satu faktor penentu penyebaran biota laut seperti
makrozoobentos (Rachawati et al., 2012).
Hasil pengukuran derajat keasaman (pH) pada ketiga stasiun didapatkan
nilai sebesar 7. Nilai pH yang yg didapatkan pada stasiun 1 hingga stasiun 3
termasuk dalam kategeori normal. menurut Pratiwi (2010) nilai pH yang ideal
bagi kehidupan organisme akuatik yaitu tidak kurang dari 5 dan tidak lebih dari 9.
Pada pH yang optimal organisme yang hidup di dalamnya akan bertahan,
sebaliknya jika pH perairan terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi
ketahanan hidup organisme di dalamnya (Odum,1993). Menurut Effendi (2003)
bahwa sebagian besar biota akuatik akan sensitif jika terdapat perubahan pH,
sedangkan kisaran pH yang disukai sekitar 7 – 8,5.
3.3 Spesies Makrozoobentos
Setelah dilakukan identifikasi sampel makrozoobentos,hasil indentifikasi
menunjukan bahwa terdapat 16 (enam belas) spesies makrozoobentos yang t
terdiri dari 7 (tujuh) Family, dan 7 (Tujuh) genus. Makrozoobentos yang didapat
pada seluruh stasium penelitian terdiri atas family Donacidae, Littorinidae,
Nacellidae, Neritidae, Olividae, Planaxidae, dan Turritellidae. Adapun spesies
makrozoobentos yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran ?.
Tabel 4. Spesies Makrozoobentos yang Ditemukan pada Tiap Stasiun Perairan
Pantai Kota Pariaman.

NO FAMILI GENUS SPESIES


1 Donacidae Donax Donax trunculus
2 Donax variabilis
3 Littorinidae Littoraria Littoraria angulifera
4 Littoraria articulata
5 Littoraria intermedia
6 Littoraria scabra
7 Littoraria undulata
8 Littorina Littorina littorea
9 Littorina scutulata
10 Littorina saxatilis
11 Nacellidae Cellana Cellana radians
12 Neritidae Nerita Nerita atramenthosa
13 Olividae Olivella Callianax biplicata
20

14 Olivella plana
15 Planaxidae Planaxis Planaxis sulcatus
16 Turritellidea Turritella Turritella communis

Berdasarkan hasil indentifikasi sampel makrozoobentos di perairan pantai


Kota Pariaman, didapatkan 16 (enam belas) spesies yang terdiri atas Callianax
biplicata, Cellana radians, Donax trunculus, Donax variabilis, Littoraria
angulifera,Littoraria articulata, Littoraria intermedia, Littoraria scabra,
Littoraria undulata, Littorina littorea, Littorina saxatilis, Littorina scutulata,
Nerita atramenthosa, Olivella plana, Planaxis sulcatus,Turritella communis.
Donax trunculus merupakan spesies yang paling banyak ditemukan dilokasi
penelitian. Donax trunculus merupakan spesies kerang ebih suka hidup di
kedalaman 0-2 m dan di pasir yang bersih, halus, dan terpilah dengan baik.
Kerang ini adalah penggali liang yang efisien dan cepat, dan kelangsungan hidup
mereka sangat bergantung pada komposisi pasir tempat mereka menggali. Waktu
menggali mereka bervariasi berdasarkan kekasaran pasir, yang mencerminkan
prevalensi mereka di lingkungan berpasir halus ini. Kerang ini biasanya sering
terlihat dimana ombak mencuci pasir dibagian paling dangkal zona liitoral ketika
pasang surut berubah ( Sitompul, 2020). Lokasi penelitian di perairan pantai Kota
Pariaman merupkan pantai yang memiliki subtrat berpasir. Pantai berpasir
cenderung didominasi oleh hewan jenis infauna (bentik penggali lubang), yang
paling umum adalah moluska (Hutabarat, 2000).
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis yang dominan
ditemukan berasal dari kelas Bivalvia dan Gastropoda. Hal ini disebabkan
keduanya memiliki kemampuan yang cukup baik, untuk beradaptasi terhadap
lingkungannya. Selain memiliki cangkang yang keras sehingga dapat bertahan dan
melindungi tubuhnya dari pengaruh lingkungan dibanding dengan organisme dari
kelas lain yang berhubungan langsung dengan lingkungannya. Pada saat surut
(kering), keduanya akan beradaptasi secara langsung, Bivalvia akan langsung
menutup cangkangnya dan berlindung di dalam, sementara Gastropoda akan
menutup dengan operculumnya. Hal ini menyebabkan kedua kelas tersebut
memiliki sebaran yang luas, bahkan di daerah yang ekstrim sekalipun
(Widyastuti,2011).
21

Banyak jenis makrozoobentos yang ditemukan pada lokasi penelitian akan


tetapi penyebaran jenisnya pada tiap stasiun tidak merata. Menurut (Odum, 1994)
Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dari
tiap jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenis tetapi bila
penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenisnya rendah
sampai dengan sedang.

3.4 Kelimpahan Makrozoobentos


Perhitungan Kelimpahan Makrozoobentos yang ditemukan pada lokasi
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8. Rata-rata kelimpahan makrozoobentos
disajikan pada Tabel 5
Tabel 5. Kelimpahan Makrozoobentos (rata-rata ± STD) di Perairan Pantai Kota
Pariaaman

Stasiun (ind/m2) ±
I 18,44 ± 1,94
II 8,56 ± 0,43
III 11,22 ± 2,06
Rata-rata 12,74
Subzona I 15,89 ± 1,00
Subzona II 15,67 ± 0,90
Subzona III 6,56 ± 1,89
Rata-rata 12,70

Berdasarkan pengambilan data yang dilakukan, kelimpahan pada stasiun 1


sebesar 18,44 ind/m2, pada stasiun 2 kelimpahan makrozoobentos sebesar 8,56
ind/m2, pada stasiun 3 kelimpahan makrozoobentos sebesar 11,22 ind/m2.
Sedangakan untuk kelimpahan subzona, pada subzona 1 memiliki kelimpahan
sebesar 15,89 ind/m2, pada subzona 2 sebesar 15,67 ind/m2 dan subzona sebesar 3
6,56 ind/m2
Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 18,44 ind/m2,
sedangkan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun II yaitu 8,56 ind/m2.. Grafik
rata-rata kelimpahan makrozoobentos dapat dilihat pada gambar 2. Sedangkan
kelimpahan pada tiap subzona, pada subzona I memiliki kelimpahan tertinggi
yaitu 15.89 ind/m2, sedangkan kelimpahan terendah pada subzona III yaitu 6,56
22

ind/m2. Grafik rata-rata kelimpahan makrozoobentos tiap subzona dapat dilihat


pada gambar 2.

20.00
zoobentos H' (Ind/m2)
Kelimpahan Makro-

15.00

10.00

5.00

0.00
I II III
Stasiun

Gambar 2 Rata- rata (± Standar Deviasi) Kelimpahan Makrozoobentos Tiap


Stasiun Pengamatan di Perairan Pantai Kota Pariaman
Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa, hasil perhitungan
nilai kelimpahan makrozoobentos memiliki nilai yang bervariasi pada setiap
stasiun. Nilai rata-rata kelimpahan makrozoobentos di perairan pantai Kota
Pariamna yaitu 12.74 ind/m2. Perbedaan kelimpahan makrozoobentos antar
stasiun dengan uji ANOVA (Lampiran 8). Hasil uji ANOVA diperoleh nilai
siginifikan sebesar 0,038 dimana p < 0,05 sehingga dilakukan uji lanjut LSD
(Lampiran 9). Didapatkan hasil bahwa stasiun I berbeda nyata dengan stasiun II
dan stasiun II berbedanyata dengan staisun I.

18.00
16.00
14.00
12.00
Makrozoobentos

10.00
Kelimpahan

8.00
Ind/m2

6.00
4.00
2.00
0.00
I II III
Sub Zona

Gambar 3. Rata- rata (± Standar Deviasi) Kelimpahan Makrozoobentos Tiap


subzona Stasiun Pengamatan di Perairan Pantai Kota Pariaman
23

Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa, hasil perhitungan


nilai kelimpahan makrozoobentos tiap subzona memiliki nilai yang bervariasi
pada. Nilai rata-rata kelimpahan makrozoobentos tiap subzona di perairan pantai
Kota Pariaman yaitu 12.70 ind/m2. Perbedaan kelimpahan makrozoobentos antar
subzona dengan uji ANOVA (Lampiran 8). Hasil uji ANOVA diperoleh nilai
0,282 dimana p > 0,05 maka H0 diterima, kelimpahan antar subzona tidak
berbeda nyata sehingga tidak dilakukan uji lanjut.
Hasil perhitungan kelimpahan makrozoobentos di perairan pantai Kota
Pariaman didapatkan hasil kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu
sebesar 18,44 ind/m2, hal ini disebabkan karena faktor fisika dan kimia perairan
stasiun I lebih baik dari stasiun lainya. Selain itu, diduga juga dipengaruhi oleh
substrat perairan. Menurut Rabiah (2017), karakteristik wilayah yang sangat dekat
dengan garis pantai cenderung memiliki substrat berpasir sehingga menjadi
habitat yang cocok bagi makrozoobentos. Pada stasiun 1 substrat dasar perairan
berupa pasir berberkerikil dan kerikil berpasir. Substrat tersebut merupakan yang
paling banyak ditemukannya makrozoobenthos karena substrat pasir serta pecahan
karang dapat menjadi tempat perlindungan makrozoobenthos dari arus. Hal
tersebut didukung oleh pernyataan Fadli et al. (2012) bahwa substrat dasar yang
berupa batubatu kerikil merupakan substrat yang mendukung untuk
makrozoobenthos karena dapat berlindung dari gerakan arus.
Kelimpahan Terendah terdapat pada stasiun II dengan nilai kelimpahan
sebesar 8,56 ind/m2. Menurut Suin (2002) menyatakan, kondisi lingkungan dan
juga tipe substrat disuatu perairan sangat mempengaruhi kelimpahan dari
makrozoobentos. Stasiun II merupakan tempat objek wisata sehingga banyak
aktivitas manusia di stasiun tersebut yang menyebabkan penurunan kelimpahan
dari makrozoobentos. Nugraha (2007) menyatakan bahwa banyaknya aktivitas
manusia akan mempengaruhi struktur komunitas organisme seperti moluska.
Nilai parameter kualitas perairan di perairan pantai Kota Pariaman
dikategorikan baik untuk kehidupan makrozoobentos sesuai denga baku mutu air
laut untuk kehidupan biota laut. Keterkaitan antara Makrozoobentos dengan
kualitas perairan memiliki kaitan yang kuat dimana kepadatan makrozoobentos
adalah suhu dan oksigen terlarut pada perairan. Suhu akan mempengaruhi
24

aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan dari organisme tersebut (Nybakken


1992). Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor penting dalam suatu perairan
untuk kelangsungan hidup makrozoobentos.
Hasil pengukuran kelimpahan makrozoobentos yang didapatkan di setiap
stasiun penelitian maupun di lokasi penelitian menunjukkan angka yang cukup
tinggi. Hal ini berbanding lurus dengan kualitas perairannya, dimana semakin
tinggi nilai kelimpahan makrozoobentos, maka semakin baik juga kualitas suatu
perairan (Hugo, 2022). Kondisi perairan yang ideal akan membantu tumbuh dan
kembang dari makrozoobentos, itulah mengapa periaran yang sudah tercemar
maka kelimpahan dari makrozoobentos pun akan menjadi rendah.
3.5 Indek Keanekaragaman Makrozoobentos (H’)
Nilai indeks keanekaragaman yang didapatkan pada perairan pantai Kota
Pariaman diketiga stasiun berkisar antara 1,28 – 2,09. Perhitungan indeks
keanekaragaman makrozoobentos dapat dilihat pada lampiran 10. Nilai tersebut
termasuk ke dalam kategori sedang. Nilai indeks keanekaragaman pada semua
stasiun ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos di Perairan Pantai Kota
Pariaman

Stasiun Indeks Keanekaragaman


I 1,81
II 2,09
III 1,28

Dari tabel di atas diketahui bahwa, indeks keanekaragaman pada stasiun I


yaitu 1,81, stasiun II 2,09, stasiun III 1,28. Nilai indeks keanekaragaman
makrozoobentos pada perairan pantai Kota Pariaman ditunjukan dalam bentuk
grafik pada Gambar 4.
25

Indeks Keanekaragaman
2.50

Makrozoobentos (H')
2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
I II III
Stasiun

Gambar 4. Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Tiap Stasiun Pengamatan di


Perairan Pantai Kota Pariaman
Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman
makrozoobentos di perairan pantai Kota Pariaman 1 ≤ H’ ≤ 3, menunjukkan
bahwa keanekaragaman makrozoobentos sedang, produktivitas cukup, kondisi
ekosistem seimbang dan tekanan ekologis sedang.
Menurut Barus (2004, indeks keanekaragaman dipengaruhi oleh faktor
seperti jumlah spesies dan distribusi individu masing-masing spesies.
Meningkatnya jumlah individu spesies dan distribusi jumlah individu yang merata
pada tiap-tiap spesies akan meningkatkan nilai indeks keanekaragaman. Dari
keempat stasiun, nilai keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu
sebesar 2,09, hal ini diduga disebabkan oleh jumlah spesies yang didapatkan
cukup banyak sehingga tidak ada spesies yang mendominasi pada stasiun II. Nilai
keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun III dengan nilai 1,28, rendah
keanekaragaman diduga disebabkan oleh jumlah spesies yang didapatkan sedikit
dibandingkan stasiun lainnya dan terdapat satu spesies yang mendominasi.
Tingkat keanekaragaman yang rendah menunjukkan bahwa penyebaran individu
tiap jenis cenderung tidak merata dan kondisi kestabilan komunitas yang
cenderung rendah (Pratomo et al, 2013).
Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain jumlah jenis atau individu yang didapat dan
adanya beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah yang melimpah dan kondisi
26

ekosistem penting di daerah pesisir (padang lamun, terumbu karang dan hutan
mangrove) sebagai habitat dari fauna perairan (Supono dan Ucu, 2010).
Berdasarkan keriteria indeks keanekaragaman dapat disimpulkan bahwa
keanekaragaman makrozoobentos di perairan pantai Kota Pariaman dikategorikan
sedang dimana nilai indeks 1 ≤ H’ ≤ 3 menunjukkan bahwa, keanekaragaman
jenis makrozoobentos sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup
seimbang, tekanan ekologis sedang dan kestabilan sedang. Kestabilan komunitas
yang sedang merupakan kondisi komunitas yang labil, yaitu mudah berubah
apabila terjadi perubahan lingkungan walau dalam skala kecil (Ponk-Masak, 2006
dalam Purnami et al., 2010). Menurut Marpuang (2014), bahwa apabila
keanekaragaman dikategorikan sedang maka tingkat pencemaran ekosistem
tersebut berada kondisi tercemar ringan sampai sedang.
Semakin besar nilai suatu keanekaragaman berarti semakin banyak jenis
yang didapatkan dan nilai ini sangat bergantung kepada nilai total dari individu
masing masing jenis atau genera. Keanekaragaman (H’) mempunyai nilai terbesar
jika semua individu berasal dari genus atau spesies yang berbeda-beda, sedangkan
nilai terkecil didapat jika semua individu berasal dari satu genus atau spesies saja
(Odum. 1998 dalam Herawati et al., 2021). Nilai keanekaragaman di lokasi
penelitian termasuk dalam kategori, hal ini diduga disebabkan kerena lokasi
penelitian merupakan kawasan objek wisata dan banyak aktivitas manusia.
Kualitas perairan di lokasi ini juga normal dan sesuai baku mutu kualitas perairan.
3.6 Indeks Keseragaman (E’)
Hasil dari analisis indeks keseragaman yang didapatkan pada ketiga
stasiun penelitian bervariasi. Perhitungan indeks keseragaman makrozoobentos
dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil perhitungan indeks keseragaman
makrozoobentos disederhanakan dan ditabulasi dalam Tabel 7.
Tabel 7. Indeks Keseragaman Mkarozoobentos di Perairan Pantai Kota Pariaman
Stasiun Indeks Keseragaman (E’)
I 0,65
II 0,75
III 0,46
27

Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa, hasil perhitungan indeks


keseragaman diperoleh pada stasiun I sebesar 0,65, pada stasiun II yaitu sebesar
0,75 yang menunjukkan indeks keseragaman tinggi, dan pada stasiun III yaitu
sebesar 0,46 yang menunjukkan indeks keseragaman terendah (Gambar 5).
Indeks Keseragaman (C')
0.80
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
I II III
Stasiun

Gambar 5. Indeks Keseragaman Makrozoobentos Tiap Stasiun Pengamatan di


Perairan Kota Pariaaman
Berdsarakan gambar diatas dapat diketahui bahwa, indeks keseragaman
makrozoobentos di perairan pantai Kota Pariaman dari ketiga berkisar antara 0,46
- 0,75 hal ini menunjukkan bahwa keseragaman sedang. Nilai Indeks
Keseragaman (E) yang diperoleh pada ketigat stasiun penelitian berkisar antara
0,46 -0,75. Indeks Keseragaman yang tertinggi terdapat pada Stasiun II sebesar
0,75 dan terendah pada Stasiun III sebesar 0,46. Rendahnya nilai indeks
keseragaman pada stasiun III karena ada beberapa spesies yang jumlahnya terlalu
banyak jika dibandingkan spesies lainnya. Sedangkan pada stasiun II jumlah
setiap spesiesnya merata. Menurut Budi et al. (2013), indeks keseragaman sebagai
pendugaan yang baik untuk menentukan dominasi suatu lingkungan. Apabila
terdapat satu atau beberapa jenis yang melimpah maka nilai indeks keseragaman
akan rendah.
Berdasarkan nilai indeks keseragaman di perairan pantai Kota Pariaman
pada tiga stasiun penelitian memperlihatkan nilai keseragaman sedang yaitu 0,4 ≤
E ≤ 0,6. Tingkat keseragaman yang sedang menunjukkan persebaran spesies
makrozoobenthos kurang merata (Meisaroh et al.,2019).
28

Indeks keseragaman mencapai nilai maksimum jika penyebaran jumlah


individu setiap spesies merata. Semakin kecil nilai keseragaman (mendekati nol)
menunjukan bahwa penyebaran jumlah individu tiap jenis tidak sama dan ada
kecenderungan bahwa komunitas akan didominasi oleh spesies tertentu
(Hidayani,2015).
Indeks keseragaman makrozoobentos yang didapat di perairan pantai Kota
Pariaman termasuk dalam kategori baik bagi pertumbuhan dan kehidupan
makrozoobentos. Semakin rendah indeks keseragaman mengindikasikan
penyebaran jumlah individu tiap jenis yang tidak merata, cenderung adanya jenis
tertentu yang mendominasi dalam suatu ekosistem (Odum, 1998). Indeks
keseragaman yang rendah juga mengindikasikan bahwa perairan tersebut mungkin
tercemar .
3.7 Indeks Dominansi Makrozoobentos (C)
Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh nilai indeks dominansi
makrozoobentos pada tiap stasiun pengamatan berkisaran antara 0,13-0,37
Perhitungan indeks dominansi makrozoobentos dapat dilihat pada Lampiran 11.
Hasil perhitungan indeks dominansi makrozoobentos ditabulasi dalam Tabel 8.
Tabel 8. Indeks Dominansi (C) Makroozobentos di Perairan Pantai Kota Priaman
Stasiun Indek Dominansi
I 0,21
II 0,13
III 0,37

Berdasarkan tabel diatas hasil perhitungan indeks dominansi diperoleh


pada stasiun I sebesar 0,21 yang menunjukkan indeks dominansi terendah, pada
stasiun II yaitu sebesar 0,13, dan pada stasiun III yaitu sebesar 0,37 yang
menunjukkan indeks dominansi tertinggi (Gambar 6).
29

Indeks Dominansi (C)


0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
I II III
Stasiun

Gambar 6. Indeks Dominasi Makrozoobentos Tiap Stasiun di Perairan Pantai


Kota Pariaman
Indeks dominansi makrozoobentos digunakan untuk menghitung adanya
spesies tertentu yang mendominasi suatu komunitas (Bai’un et al.,2021). Nilai
indeks dominansi yang didapatkan pada perairan pantai Kota Pariaman di berkisar
antara 0,13 – 0,34 (Gambar 6). Nilai indeks dominansi tertingggi terdapat pada
stasiun III yaitu sebesar 0,37, hal ini karenakan terdapat jenis yang mendominasi.
Tingginya nilai indeks dominansi dikarenakan jumlah spesies yang didapatkan
rendah. Selain itu nilai kelimpahan yang didapatkan pada satu spesies cenderung
tinggi dan mendominasi (Odum, 1993). Sedangkan nilai indeks terendah terdapat
pada stasiun II yaitu sebesar 0,13, hal ini dikarenakan tidak ada jenis yang
mendominasi.
Nilai indeks dominansi di perairan pantai Kota Pariaman pada tiga stasiun
penelitian memperlihatkan nilai dominansi rendah yaitu 0 ≤ C ≤ 0,3 Ini
menunjukkan bahwa di lokasi ini tidak ada dominansi spesies tertentu, semua
jenis tersebar merata dan stabil. Meskipun pada stasiun penelitian dijumpai
jumlah individu jenis tertentu yang lebih banyak, hal ini diduga berkaitan
dengan keadaan perairan atau jenis substrat yang mendukung bagi populasinya.

Nilai indeks dominansi di perairan pantai Kota Pariaman masuk dalam


kategori rendah, bahwa kondisi di suatu perairan tersebut dalam keadaan baik dan
belum tercemar( Meisaroh et al. 2019). Hal tersebut juga memperkuat bahwa
kualitas perairan di perairan pantai pantai Kota Pariaman masih sangat baik dan
belum tercemar, dimana terbukti dari hasil pengukuran kualitas air di lokasi
30

penelitian yang sudah sesuai dengan standar baku mutu kualitas perairan bagi
habitat makrozoobentos

Hasil analisis indeks dominansi ini sejalan dengan hasil analisis indeks
keanekaragaman dan indeks keseragaman dimana nilai indeks keanekaragaman
dan indeks keseragaman yang tinggi biasanya diikuti dengan nilai indeks
dominansi yang rendah begitu juga sebaliknya (Hidayani, 2015).
3.8 Bahan Organik Sedimen
Perhitungan bahan organik dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil analisis
kandungan bahan organik sedimen di perairan pantai Kota Pariaman dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Kandungan Bahan Organik Sedimen (%) Pada Tiap Stasiun Pengamatan
di Perairan Pantai Kota Pariaman.

Stasiun Transek 1 Transek 2 Transek 3 Rata-rata ± STD


(%) (%) (%)
1 0,30 6,30 0,50 0,37 ± 1,2
2 0,42 4,63 0,45 1,75 ± 5,63
3 0,39 5,96 0,28 0,41 ± 0,55

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa kisaran rata-rata kandungan bahan
organik di perairan pantai Kota Pariaman yaitu antara 0,37% - 5,63%. Dengan
kandungan bahan organik tertinggi berada pada stasiun 3 transek 3 sebesar 5,96 %
dan yang terendah berada pada stasiun 1 transek 1 sebesar 0,30 %. Menurut
Anugrah (2014), kandungan bahan organik sedimen di perairan pantai Kota
Pariaman termasuk kategori rendah-sedang, hal ini kemungkinan disebabkan
karena tipe fraksi sedimen berupa pasir dan kerikil yang sulit untuk
mengakumulasikan bahan organik.
3.9 Fraksi Sedimen
Hasil analisis fraksi sedimen pada masing-masing stasiun penelitian di
perairan pantai Kota Pariaman terdiri dari 3 (Tiga) jenis fraksi sedimen yaitu
kerikil berpasir, pasir berkerikil, dan pasir dengan perhitungan persentase fraksi
sedimen dapat dilihat pada Lampiran 13. Tipe sedimen pada masing-masing
stasiun didasarkan pada proporsi kandungan kerikil, pasir dan lumpur yang
31

digolongkan menurut segitiga Sheppard. Persentase berat fraksi dan tipe sedimen
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Persentase Fraksi Sedimen (%) dan Tipe Sedimen Pada Tiap Stasiun
Penelitian di Perairan Pantai Kota Pariaman.

Stasiun Transek Rata-rata Fraksi Sedimen (%) Tipe Sedimen


Kerikil Pasir Lumpur
1 81,03 10,79 9,57 Kerikil Berpasir
1 2 84,35 4,48 11,77 Pasir Berkerikil
3 90,14 7,96 1,90 Kerikil Berpasir
1 14,46 77,91 7,63 Pasir
2 2 10,49 75,97 13,54 Pasir
3 6,40 84,84 6,40 Pasir
1 5,23 82,96 11,81 Pasir
3 2 0,98 91,09 7,93 Pasir
3 2,00 87,60 10,40 Pasir

Berdasarkan Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, tipe sedimen di


perairan pantai Kota Pariaman didominasi oleh tipe sedimen pasir (Sand).
Persentase fraksi terbesar yaitu pada fraksi pasir pada stasiun III transek 2 dengan
nilai 91,09%, sedangkan presentase terkecilnya pada fraksi kerikil pada stasiun III
transek 2 dengan nilai 0,98%. Menurut Nugroho (2014), penyebaran jenis fraksi
ini biasanya dipengaruhi oleh faktor fisika seperti arus, gelombang, dan faktor
lainnya, kecepatan arus mempengaruhi proses transportasi, pengendapan,dan
sebaran sedimen. Pantai dengan arus yang kuat cenderung memilikoleh i tipe
sedimen berupa pasir dan kerikil.
32

DAFTAR PUSTAKA
Andri Y, Endrawati H, M. Zainuri. 2012. Struktur Komunitas Makrozoobentos di
Perairan Morosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Journal Of
Marine Research 1(2): 235-242.
Arief A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.
Arifin B. 2008. Karakteristik Sedimen Ditinjau dari Aktivitas Antropogenik di
Perairan Dumai. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Riau. p.71.
Arifin. 2002. Struktur Komunitas Pasca Larva Udang Hubungannya Dengan
Karakteristik Habitat Pada Ekosistem Mangrove dan Estuaria Teluk Cempi
NTB. [Skripsi]. IPB, Bogor.
33

Arizuna M., Suprapto D, Muskananfola. 2014. Kandungan Nitrat dan Fosfat


Dalam Air Pori Sedimen di Sungai dan Muara Sungai Wedung Demak.
Diponegoro Journal Of Maquares, 3(1): 7-16.
Bakri M. 2018. Distribusi Besar Butir Sedimen Dasar dan Konsentrasi Sedimen
Tersuspensi Akibat Pengerukan dan Dampaknya Terhadap Komunitas
Makrozoobentos di Perairan Sungai Malili, Sulawesi Selatan. [Skripsi].
Jurusan Ilmu Kelautan. Fakutas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanudin, Makasar.
Brower JE, J.H , Zar, C.N. Ende von. 1990. Field and Laboratory Methods for
General Ecology Dubuque. WCB Publishers.
Duwiri Y. 2013. Struktur Komunitas Lamun (seagrass) di Perairan Pantai
Kampung Isenebuai dan Yariari Distrik Rumberpon Kabupaten Teluk
Wondama. [Skripsi]. Universitas Negeri Papua, Manokwari.
Faiz M. 2010. Peluruhan Bahan Organik Saat Musim Kemarau pada Bagian
Payau dan Laut di Muara Sungai Cisadane Tanggerang, Banten. Skripsi.
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan-IPB, Bogor.
Gholizadeh M, A Yahya, A. Talib, O. Ahmad. 2012. Effects of environmental
factors on polychaete assemblage in Penang National Park, Malaysia.
Word Academy of Science, Engineering and Technology Journal 72: 669–
672.
Hawari A., Amin B, dan Efriyeldi,. 2014. Hubungan Antara Bahan Organik
Sedimen Dengan Kelimpahan Makrozoobenthos Di Perairan Pantai
Pandan Provinsi Sumatera Utara (Doctoral dissertation, Riau University).
Heilskov A, M. Holmer. 2001. Effect of Benthic Fauna on Organic Matter
Mineralization in Fish-Farm Sediments: Importance of Size and
Abudance. ICES Journal of Marine Science, 58: 123-139.
Kamalia M. 2013. Pola Sebaran Gastropoda di Ekosistem Mangrove Kelurahan
Ayun Sakti Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjung Pinang. [Skripsi].
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. UMRAH, Tanjung Pinang.
Krebs C.. 1989. Ecology methodology. New York: Harper Collin Publisher.
Marpaung A.. 2013. Keanekaragaman Makrozoobenthos di Ekosistem Mangrove
Silvofishery dan Mangrove Alami Kawasan Ekowisata Pantai Boe
34

Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. [Skripsi]. Program Studi Ilmu


Kelautan. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Universitas Hasanuddin, Makasar.
Minggawati I. 2013. Struktur Komunitas Makrozoobentos Di Perairan Rawa
Banjiran Sungai Rungan, Kota Palangka Raya. Jurnal Ilmu Hewani
Tropika (Journal Of Tropical Animal Science), 2(2): 64-67.
Nontji A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Payung, W. R. 2017. Keanekaragaman Makrozoobentos (Epifauna) pada
Ekosistem Mangrove di Sempadan Sungai Tallo Kota Makassar. [Skripsi].
Universitas Hasanuddin, Makasar.
Pett, R. J. A., 1993. Collection of Laboratory Method for Selected Water and
Sediment Quality Parameters. Report no 13. International Development
Program at Australian Universities and College. PT. Hasfarm Dian
Konsultan. 20p.
Putri R D, Nedi, S, dan Efriyeldi, E. 2021. Sediment Organic Matter Content and
Macrozoobenthos Abudance in the Estuary of Kambang Pesisir Selatan
District West …. Asian Journal of Aquatic …, 4(December), 191–196.
https://ajoas.ejournal.unri.ac.id/index.php/ajoas/article/view/98%0Ahttps://
ajoas.ejournal.unri.ac.id/index.php/ajoas/article/download/98/98
Putri V. T., Yudha I. G., Kartini, N., dan Damai A. A. 2021. Keragaan
Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Air di Bagian Hilir Sungai
Hurun Lampung. Journal of Aquatropica Asia, 6(2), 72–82.
Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut (Ilmu Pengantar tentang
Biota Laut). Djambatan. Jakarta.
Rusadi, M., D. Eigmar., S. Husein S. dan A. Tanjung. 2018. Struktur Komunitas
Makrozoobentos Pada Kawasan Mangrove Di Pulau Rangsang Kabupaten
Kepulauan Meranti. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Riau Pekanbaru.
Satino. 2012. Handoutbiolla. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
35
36
37

LAMPIRAN
38

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian


39

Lampiran 2. Skema Pengambilan Sampel

ORGANISASI PENELITIAN
1. Peneliti
Nama : Rugeri Ramadhan
Nim : 1804112864
Jurusan : Ilmu Kelautan
Alamat : Jl. Permadi 4, Srikandi, Panam, Pekanbaru
2. Dosen Pembimbing I
Nama : Dr. Ir. Afrizal Tanjung, M.Sc
NIP : 19610419 198702 1 002
Pekerjaan : Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau
Alamat : Kampus Bina Widya km 12,5 Universitas Riau
Panam, Pekanbaru
3. Dosen Pembimbing II
Nama : Prof. Dr. Ir. Bintal Amin, M.Sc
NIP : 19630403 198803 1 003
Pekerjaan : Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Riau
Alamat Kantor : Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru
Pekanbaru, Riau.
40

JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2023 yang meliputi
beberapa tahap kegiatan sebagai berikut:
Juli November Februari Maret April
2022 2022 2023 2023 2023
No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan
1. * * * * * * *
Proposal

Seminar
2. *
Proposal

Pelaksanaan
3. * *
Penelitian

Penyusunan
4. * * *
Laporan

5. Seminar Hasil *
Ujian
6. *
Komprehensif
41

ANGGARAN BIAYA
1. Persiapan Penelitian
Pembuatan Proposal Rp 50.000
Perbanyak Proposal Rp 100.000
Alat Tulis Rp 50.000 +
Rp 200.000
2. Pelaksanaan Penelitian
Transportasi Pekanbaru- Medan Rp 500.000
Transportasi Dalam Kota Rp 250.000
Akomodasi Rp 2.000.000 +
Rp 2.750.000
3. Penyelesaian Laporan
Pembuatan Laporan Rp 100.000
Seminar Hasil Penelitian Rp 200.000
Perbanyak Laporan dan Penjilidan Rp 300.000 +
Rp 600.000
Total Rp 3.550.000
Terbilang : Tiga Juta Lima Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah
42

OUTLINE SEMENTARA
Kulit Depan
Kulit Dalam
Lembar Persyaratan
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu danTempat
3.2 Alat dan Bahan
3.3 Metode Penelitian
3.4 Prosedur Penelitian
3.5 Analisis Data
3.6 Asumsi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai