Oleh :
Dian Islammiyati
NIM. L1A015023
di wilayah pantura (pantai Utara) Pulau Jawa, yang menjadi target program
Dari total 1.000 ha lahan yang diperuntukkan untuk tahap awal revitalisasi
tambak, di pantura Jawa Barat, sekitar 45% atau seluas 360 ha berlokasi di
Blanakan, Kabupaten Subang Jawa Barat. PT C.P. Prima mengelola sekitar 400 unit
atau petakan tambak. Sistem budidaya yang dilakukan pada tambak PT C.P.
dibudidayakan adalah Udang Vannamei. Padat tebar yang biasa digunakan oleh
tambak tersebut adalah 100 ind/m2. PT C.P. Prima dalam satu kali produksi dapat
mencapai 2-2,5 ton udang per petakan tambak. PT C.P. Prima menggunakan
dengan variasi umur penebaran udang dari ≤30 hari, 30-60 hari, 61-90 hari dan >90
hari. Namun, dari variasi umur penebaran udang ini memiliki resiko terjadinya
penurunan kualitas fisik dan kimia air di tambak PT C.P. Prima. Berdasarkan
1
Pendapat Wulandari et al. (2015) treatment budidaya dilakukan menyesuaikan
umur udang. Pemberian jumlah pakan disesuaikan dengan umur udang, semakin
tua umur udang maka jumlah pakan semakin bertambah. Peningkatan jumlah
pakan ini memicu resiko penurunan kualitas air baik secara fisik ataupun kimia.
Budidaya udang sangat tergantung pada kondisi kualitas fisik dan kimia air. Nilai
secara tidak langsung bersumber dari hasil dekomposisi bahan organik sisa pakan
buatan dan udang pada penerapan teknologi intensif atau secara langsung melalui
pupuk anorganik (urea dan SP36) yang bersumber dari hasil pemupukan pada
penerapan teknologi tradisional (Utojo dan Akhmad, 2016). Menurut Pirzan dan
Utojo (2010) konsentrasi nutrien pada tambak intensif dan tradisional diduga
kelimpahan, keragaman dan hubungan salah satu jenis plankton yang dominan di
jenis organisme yang terdiri berbagai spesies fitoplankton yang saling berinteraksi
plankton dalam perairan dapat dipakai sebagai salah satu indikator biologi dalam
2
menentukan perubahan kondisi perairan tersebut (Yuliana et al., 2012). Struktur
dominansi.
dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia, khususnya ketersediaan unsur hara
parameter kualitas air (Utojo dan Akhmad, 2016). Faktor fisika dan kimia yang
vannamei terbesar di Jawa Barat. Salah satu perusahaan tambak udang di wilayah
tersebut adalah PT Central Proteina Prima (C.P. Prima) yaitu suatu perusahaan
yang bergerak dalam bidang agribisnis dan aquaculture. Usaha tambak udang PT
C.P. Prima ini dilakukan secara intensif dan memiliki variasi umur penebaran
udang yang berbeda yaitu ≤ 30 hari yang diberi pelet sebanyak 200 gram/hari, 31-
60 hari diberi pelet sebanyak 400 gram/hari, 61-90 hari diberi pelet sebanyak 600
gram/hari, dan >90 hari diberi pelet sebanyak 800 gram/hari. Perbedaan tersebut
3
berbeda-beda. Selain itu faktor fisika dan kimia di masing-masing tambak akan
Jawa Barat?
Jawa Barat?
Jawa Barat.
Jawa Barat.
1.4. Manfaat
PT C.P. Prima Subang Jawa Barat serta menjadi pedoman untuk para pengusaha
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tambak
Tambak adalah wadah budidaya ikan yang dibangun di daerah pesisir atau
pasokan air payau untuk mengisi tambak. Lokasi yang dipilih untuk membangun
tambak memiliki kisaran pasang surut antara 1,5 – 2,5 m. Jika perbedaan pasang
surut lebih dari 2,5 m memerlukan pematang yang besar dan kuat, sedangkan
perbedaan pasang surut lebih rendah dari 1,5 m, suplai air tambak membutuhkan
pompa (Budihastuti, 2013). Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air yang
hidup di perairan payau yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi seperti Udang
fisik, kimia maupun biologis (Gumelar et al., 2018). Wilayah tambak termasuk
daerah pesisir yang dipengaruhi daratan dan lautan, pada saat pasang air tambak
bercampur dengan air laut, saat surut air tawar mempengaruhi air tambak.
Teknologi yang diterapkan dalam pengelolaan tambak ada tiga tipe tambak yakni
tambak ekstensif, tambak semi intensif, dan tambak intensif (Budihastuti, 2013).
5
2.1.2. Jenis Tambak
(Machzar et al., 2018). Menurut Mujiman et al. (2005), ciri-ciri tambak udang
rawa, semak dan daerah mangrove. Petakan tambak memiliki ukuran dan bentuk
tidak teratur dengan luas antara 3–10 ha/petak. Pada sekeliling petakan tambak
terdapat caren dengan kedalaman 30–50 cm dan lebar 5–10 m. Terdapat pelataran
yang dikelilingi oleh caren dengan kedalaman 30–40 cm. Ditengah petakan
udang semi intensif memiliki ciri yaitu luasan tambak dalam satu petak antara 1–3
saluran inlet dan outlet. Kedalaman air dipelataran hanya 40-50 cm. Dasar kolam
yang digunakan pada tambak semi intensif biasnya berupa tanah (Luthfi et al.,
2017). Padat penebaran pada sistem budidaya semi intensif 30 – 80 ekor/m2 untuk
karena untuk hidup dan tumbuh udang memerlukan pakan yang cukup kuantitas
memerlukan input biaya yang besar. Tambak intensif memiliki petakan yang lebih
6
besar dibandingkan dengan sistem budidaya ekstensif maupun semi intensif yaitu
pengelolaan mutu air (Luthfi et al., 2017). Padat tebar yang cukup tinggi yaitu 80-
100-120 ind/m2 (Mangampa dan Hidayat, 2010). Budidaya secara intensif biasanya
justru diperlukan dan pertumbuhan plankton yang baik ditandai oleh berubahnya
warna air tambak dari coklat muda hingga hijau daun muda, mutlak
udang dapat lebih aktif mencari makan di siang hari; 2) plankton nabati
ammonia, nitrit dan nitrat. Masalah yang dihadapi dalam pengelolaan tambak
udang intensif yang ditandai dengan menurunnya daya cerah perairan dan
tambak akibat timbunan suspensi organik dari kotoran udang dan sisa-sisa pakan
(pelet), menumpuknya sel plankton yang sudah tua dan mati serta gerakan udang
yang aktif karena semakin besar (Poernomo, 1988 dalam Utojo, 2015).
7
2.1.2.4. Tambak Super Intensif
yang sangat tinggi. Padat tebar pada teknologi budidaya super intensif ini
kisaran 60%-70% dari biaya operasional dengan konversi pakan antara 1,3-1,6
super case dengan dasar petakan merupakan plastik atau semen. Sistem budidaya
super intensif memiliki saluran buangan di tengah dasar petakan dan pengaturan
kincir yang mendukung sehingga kotoran bisa terkumpul di dasar tengah petakan
Subang Jawa Barat. PT C.P. Prima mengelola sekitar 400 petak tambak dengan
berbagai variasi umur penebaran udang. Sumber air yang digunakan oleh PT C.P.
Prima yaitu air laut Pantai Blanakan dan Muara Sungai Kali Blanakan.
8
Sistem budidaya yang dikembangkan di C.P. Prima yaitu dengan
dbudidayakan adalah udang vannamei. Padat tebar yang biasa digunakan oleh
tambak tersebebut adalah 100 ind/m2. PT C.P. Prima dalam satu kali produksi
dapat mencapai 2-2,5 ton udang per petak tambak. Sedangkan jumlah produksi
berbagai variasi umur penebaran udang. Hal ini bertujuan agar produksi udang
dapat dilakukan secara kontinu. Variasi umur penebaran udang dan manajemen
pakan yang diberikan di tambak PT C.P. Prima adalah umur ≤30 hari dengan
pemberian pelet sebanyak 200 gram, umur 30-60 hari dengan pemberian pelet
sebanyak 400 gram, umur 61-90 hari dengan pemberian pelet sebanyak 600 gram,
dan umur >90 hari dengan pemberian pelet sebanyak 800 gram.
2.2. Fitoplankton
badan air. Beberapa golongan plankton memiliki distribusi yang luas karena
produsen primer yang mampu membentuk zat organik dari zat anorganik dalam
proses fotosintesis (Kolaya et al., 2014). Selain sebagai dasar dari rantai makanan
(primary producer) juga merupakan salah satu parameter tingkat kesuburan suatu
2013 dalam Yanasari et al., 2017). Keberadaan fitoplankton laut sangat tergantung
suhu, pH, salinitas, kecerahan, kecepatan arus, oksigen terlarut, nitrat dan
budidaya udang vannamei yang berperan sebagai pakan alami karena ciri khas
(plankton yang bersifat hewani) dan selanjutnya dimakan ikan dan udang. Suatu
alami dan juga berperan sebagai penghasil oksigen melalui proses fotosintesis
(Setyobudiandi et al., 2009 dalam Utojo, 2015). Selain itu dalam kegiatan budidaya
pertumbuhan lumut pada dasar tambak, dan juga dapat menyerap senyawa
organik yang melimpah pada perairan seperti ammonia, nitrit dan nitrat yang
(Utojo, 2015).
hidup ekosistem perairan dan memegang peranan penting dalam rantai makanan.
10
Fitoplankton juga berperan transfer energi ke tingkat trofik organisme yang lebih
yang lebih tinggi termasuk hewan budidaya yang ada didalamnya (Mahmud et
al., 2012).
dapat hidup di air laut dan air tawar kecuali Euglenophyta yang hanya hidup di
air tawar saja (Sachlan, 1982 dalam Handayani, 2009). Berikut ini adalah
1) Divisio Cyanophyta
yang tidak berfilamen, ada yang uniseluler dan ada yang berkelompok.
populasi) akan menyebabkan perairan berwarna hijau biru bahkan hitam karena
mengeluarkan toksin yang berbahaya bagi udang sehingga udang tersebut akan
mati sebelum masa panen. Cyanophyta juga dapat mendominasi permukaan air
11
Cyanophyta mampu mengikat N dari udara bebas karena memiliki sel
dibandingkan kelas-kelas lainnya (Edhy et al., 2003 dalam Widigdo dan Wardianto,
Pertiwi Bahari pada tahun 2008, fitoplankton dari jenis cyanophyta yang
2) Divisio Chlorophyta
berantai, dan berwarna hjau serta melayang-layang pada permukaan air sehingga
sebagai pakan alami yang bersifat baik bagi udang dan penambah oksigen dalam
pada tahun 2013, fitoplankton dari jenis Chlorophyta yang ditemukan yaitu,
3) Divisio Chrysophyta
mengandung karoten dan ksantofel. Bersifat uniseluler dan ada juga yang
membentuk kelompok, sebagian besar dari kelompok ini memiliki flagel. Ada
sekitar 1.200 spesies dalam 112 genera (Kristiansen dan Skaloud, 2016).
12
Chrysophyta digolongkan ke dalam 3 kelas, yaitu Bacillariophyceae,
dan paling umum dijumpai di laut, mulai dari wilayah pesisir tremasuk tambak
4) Divisio Pyrrophyta
yang memiliki dua flagella dan umum dijumpai di air tawar maupun air laut.
Kelompok ini merupakan organisme eukariotik. Salah satu ciri khas kelompok
organisme ini adalah keberadaan dinding sel yang terbuat dari lapisan selulosa.
Akan tetapi ada beberapa organisme yang tidak memiliki dinding sel ini
(Wiryatno, 2017).
merah (red tie). Beberapa jenis Dinoflagellata dapat menimbulkan kematian massal
pada ikan dan secara langsung membahayakan udang karena timbul penyakit
13
5) Divisio Euglenophyta
sebagian besar alga, namun mereka juga memiliki kerongkongan sehingga mereka
yang panjang dan bisanya berenang dengan cara menarik diri mereka melalui air.
memiliki dinding sel, namun mereka memiliki lapisan luar yang keras yang
tersusun dari protein yaitu pellicle, yang memiliki fungsi yang sama seperti
atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum
plankton yang terdiri dari fitoplankton dan zooplankton pada suatu habitat
14
ketersediaan unsur hara (nutrien) dan kualitas cahaya serta kemampuan
dalam mengetahui suatu komunitas. Parameter ini mencirikan kekayaan jenis dan
keragaman jenis apabila H'<1 maka stabilitas komunitas biota dinyatakan tidak
stabil, apabila nilai H' berkisar dari 1 – 3 maka stabilitas komunitas biota adalah
moderat (sedang) dan apabila nilai H'>3 berarti stabilitas komunitas biota
dan merata, maka indeks keanekaragaman juga akan semakin besar (Basmi, 2000
intensitas cahaya dan nitrat merupakan bagian dari siklus hidroekologis yang
tentunya antara faktor lingkungan dan plankton saling berinteraksi. Sifat plankton
yang aerob fakultatif akan mempengaruhi BOD dan COD yang berada dalam
15
adanya penutupan terhadap masuknya cahaya matahari ke dalam perairan, dan
laut yaitu meningkatnya ketersediaan pakan alami bagi biota perairan dan biota
fitoplankton tersebut dapat menyebabkan keracunan bagi biota perairan dan juga
menyebabkan kadar oksigen menurun darastis pada malam dan pagi hari. Bahan
apakah biota tersebut menyebar merata atau tidak. Nilai tinggi pada indeks
banyak (Romimohtarto dan Sri, 2009). Nilai kemerataan atau keseragaman apabila
dapat dikatakan keseragaman antar spesies tergolong merata atau sama (Pirzan et
16
Indeks dominansi merupakan indeks yang memperlihatkan adanya spesies
antara 0-1. Apabila D < 0,5 berarti struktur komunitas dalam keadaan stabil, jika D
> 0,5 berarati struktur komunitas dalam keadaan labil karena terjadi tekanan
2.3.1.1. Temperatur
mempunyai pengaruh yang besar pada makhluk hidup salah satunya plankton
(Kadir et al., 2015). Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan
mencapai suatu titik temperatur tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies
fitoplankton selalu berdaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu (Vallina et al.,
2017). temperatur yang optimal untuk tambak adalah berkisar 27-300 (Supratno
dipengaruhi olehg zat-zat didalam air. penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh
17
maka pertumbuhan fitoplankton meningkat, karena semakin banyak cahaya yang
2.3.1.3. Kekeruhan
di dalam air. Turbiditas pada ekositem perairan juga sangat berhubungan dengan
kedalaman, kecepatan arus, tipe substrat dasar, dan suhu perairan. Pengaruh
2016 kekeruhan dalam suatu perairan yang baik untuk kegiatan budidaya yaitu
2.3.1.4. Salinitas
terdapat dalam perairan laut terdiri dari enam elmen, yaitu klorin, sodium,
yang mempengaruhi sifat fisik air, diantaranya adalah tekanan osmotik dan
densitas air (Izzati, 2004). Salinitas yang baik untuk budidaya tambak udang
adalah 12-20‰, sedangkan udang akan mengalami kematian pada salinitas lebih
terserang penyakit apabila salinitas air tambak kurang dari 12 ‰ (Dede et al.,
2014).
18
2.3.2. Kualitas Kimia
H+. Hal tersebut menunjukan bahwa konsntrasi ion H+ yang tinggi menunjukan
nilai derajat keasaman yang rendah atau dalam suasana asam dan sebaliknya.
Nilai pH yang untuk kehidupan plankton di perairan sekitar 6,5 – 8,0. Perubahan
pH menjadi hal yang peka bagi sebagian besar biota akuatik. Umumnya, biota
jika bahan organik yang masuk ke perairan dalam jumlah yang banyak (Arsad et
al., 2017). Kategori tingkat pencemaran suatu perairan berdasarkan BOD, yaitu
jika BOD < 3 mg/L tergolong belum atau sedikit ‘tercemar’, 3,0-4,9 mg/L telah
‘tercemar ringan ’, 5,0-15 mg/L tergolong tercemar ‘sedang’ dan > 5 mg/L
tergolong telah ‘tercemar berat’ (Lee et al., 1978 dalam Kadir et al., 2015).
2.3.2.3. Kesadahan
dua) seperti Fe, Sr, Mn, Ca dan Mg. Kation-kation ini bereaksi dengan anion anion
yang terdapat di dalam air membentuk endapan. Kation utama penyebab dari
kesadahan adalah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kalsium dan magnesium
berasosiasi dengan ion CO32- dan HCO3-. Kesadahan ini sangat sensitif dengan
19
suhu dan dapat mengendap dengan mudah pada suhu yang tinggi. Selain itu,
karbonat) berasosiasi dengan kation valensi satu (Effendi, 2003). Kadar kesadahan
hampir tidak mempengaruhi budidaya udang yang berada di dalam tambak, akan
PERMEN-KP No. 75 tahun 2016 tingkat total kesadahan air yang diperlukan
2.3.2.4. Alkalinitas
asam kuat dan umumnya terdapat dalam air sebagai bikarbonat. Nilai alkalinitas
Boyd, 1989 dalam Putra dan Manan, 2014). Total alkalinitas yang dibutuhkan
untuk keperluan perikanan berada pada kisaran 50-300 mg/L (Cholik et al., 1986
2.3.2.5. Ortofosfat
fitoplankton dan diserap dengan cepat pada konsentrasi kurang dari 1 mg/L.
nitrat karena sumbernya lebih sedikit dari pada nitrat. Hal ini sering
dalam Widyastuti dan Siregar, 2008). Berdasarkan PERMEN-KP No. 75 tahun 2016
2.3.2.6. Nitrat
nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga.Sangat mudah larut dalam air
dan bersifat stabil. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi
nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam proses nitrogen dan
21
III. MATERI DAN METODA
3.1.1. Alat
3.1.2. Bahan
22
3.2. Metoda Penelitian
secara acak berdasarkan umur udang yang berbeda-beda, yaitu stasiun I pada
tambak dengan umur udang ≤30 hari, stasiun II pada tambak dengan umur udang
31-60 hari, Stasiun III pada tambak dengan umur udang 61-90 hari dan untuk
yaitu keragaman, kelimpahan, indeks dominansi dan indeks kemerataan tiap jenis
23
suhu, penetrasi cahaya, kekeruhan, salinitas, pH, BOD, alkalinitas, kesadahan,
Sampel air diambil sebanyak 100 liter dengan ember plastik bervolume 10 liter
dan dituangkan ke dalam plankton net No. 25. Sampel air yang tertampung dalam
Lugol ditambahkan sebanyak 3 tetes, lalu diberi kertas label dan didinginkan di
N1x V1 = N2 x V2
Keterangan :
N1 = konsentrasi formalin yang dikehendaki (4%)
N2 = konsentrasi formalin yang tersedia (40%)
V1 = volume air dalam botol sampel (30 mL)
V2 = volume formalin dalam botol yang di perlukan (ml)
seberapa banyak jenis yang ada dalam suatu komunitas (Odum, 1971 dalam Utojo,
2015).
24
𝑠 𝑛𝑖 𝑛𝑖
H′= −∑𝑖−1 ln
𝑁 𝑁
Dimana :
H’ = indeks keragaman
S =jumlah spesies
Ni = jumlah individu tiap spesies ke-i
N =jumlah total individu semua spesies
Lackey Drop Microtranset Counting (APHA, 2005 dalam Utojo, 2015) yaitu
𝐴 𝐶 1
N = n x 𝐵×𝐷×𝐸
Keterangan:
N = Jumlah total plankton
A = Luas gelas penutup ( 18 x 18 mm2)
B = Luas satu lapang pandang (1,11279 mm2)
C = Volume air tersaring ( 30 mL )
D = Volume air satu tetes ( 0,05 mL ) di bawah gelas penutup
E = Volume air yang disaring ( 100 L )
n = Jumlah rataan total individu per lapang pandang
H′
E=
H′ max
Keterangan:
E = indeks kemerataan
H’ = indeks keragaman
H’ max = log2 S atau ln S
S = jumlah spesies
25
3.2.4.4. Perhitungan Dominansi Fitoplankton
𝑛𝑖(𝑛𝑖−1)
𝐷=∑
𝑁 (𝑁−1)
Keterangan:
D = indeks dominansi
ni = jumlah individu tiap spesies ke-i
N = jumlah total individu semua spesies
Pengambilan analisis kualitas air dilakukan dengan dua cara yaitu sampel
air diukur secara insitu (langsung diukur di lapangan) yang meliputi suhu,
penetrasi cahaya, kekeruhan, salinitas, pH, BOD, kesadahan, alkalinitas, dan nitrat
dan ortofosfat dan secara eksitu (dimasukkan ice box dan diukur di laboratorium)
pada Tabel 3.
26
3 Salinitas ppt Konduktivitimetri APHA (2012)
dilaksanakan di tambak PT C.P. Prima Subang Jawa Barat. Tempat analisis sampel
dengan kriteria (Basmi, 2000 dalam Utojo, 2015) dan data kelimpahan
BNT.
deskriptif dengan kriteria jika nilai 0 < E ≤ 0,4 maka kemerataan rendah, jika
nilai 0,4 < E ≤ 0,6 maka kemerataan sedang, jika nilai 0,6 < E ≤ 1,0 maka
kemerataan tinggi (Pirzan et al. 2005 dalam Yanasari et al., 2017) dan data
27
indeks dominansi plankton dianalisis secara deskriptif dengan kriteria
berkisar antara 0-1, apabila D < 0,5 berarti struktur komunitas dalam keadaan
stabil, jika D > 0,5 berarati struktur komunitas dalam keadaan labil karena
terjadi tekanan ekologis (Wahyuni dan Rosanti, 2016) dan dilanjutkan dengan
yang predominan (P) dan non predominan (-) pada masing-masing stasiun.
28
DAFTAR PUSTAKA
APHA. 2012. Standard Methods For The Examination Of Water And Wastewater. 22nd
Edition. American Public Healt Association (APHA). Washington D.C.
Arif, Hermawan. 2012. Hubungan Salinitas Terhadap Persebaran Ikan Medaka Kepala
Timah (Aplocheilus Panchax ) Di Sungai Opak Daerah Istimewa Yogyakarta.S1
Thesis. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Arsad, S., Ahmad, A., Atika, P., Betrina, M. V., Dhira, K. S., Nanik, R. B. 2017.
Studi Kegiatan Budidaya Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei) dengan Penerapan Sistem Pemeliharaan Berbeda. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan, 9(1):1-14.
Bahri, S., Indra., Muyassir. 2014. Kualitas Lahan Tambak dan Sosial Ekonomi pada
Budidaya Udang dan Ikan di Kecamatan Seunuddon Kabupaten Aceh
Utara. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan, 3(1):412-420.
Banun, S., Arthana, W., Suarna, W. 2008. Kajian Ekologis Pengelolaan Tambak
Udang di Dusun Dangin Marga Desa Delodbrawah Kecamatan Mendoyo
Kabupaten Jembrana Bali. Jurnal Ilmu Lingkungan, 3(1):10-15.
Cokrowati, N., Sadikin A., Zaenal A., Bagus D. H.S., Ayu A. D. 2014. Kelimpahan
dan Komposisi Fitoplankton di Perairan Teluk Kodek Pemenang Lombok
Utara. Depik.3(1): 21-26.
Dede, H., Riris, dan A., Gusti, D. 2014. Evaluasi tingkat kesesuaian kualitas air
tambak udang berdasarkan produktivitas primer PT. Tirta Bumi Nirbaya
Teluk Hurun Lampung Selatan (studi kasus). Maspari Journal, 6 (1) : 32-38.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius : Yogyakarta.
29
Farionita, I. M., Joni, M. Aji., Agus, S. 2018. Analisis komparatif usaha budidaya
udang vannamei tambak tradisional dengan tambak intensif di Kabupaten
Situbondo. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA), 2(4) : 255-266.
Kolaya, Ira., Retno Hartati dan Hadi.E. 2014. Kelimpahan Fitoplankton pada
Tambak Tidak Produktif di Desa Mangunharjo, Semarang. Journal of
Marine Research. 3 (4):492-498.
Luthfi, M. Z., Sri, R., Tita, E. 2017. Analisa kelayakan usaha budidaya polikultur
udang windu (Penaeus monodon) dan ikan koi (Cyprinus carpio) di Desa
Bangsri, Kabupaten Brebes. Jurnal Sains Akuakultur Tropis, 1(1) : 62-71.
30
Mangampa, M., dan Hidayat, S. S. 2010. Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) Teknologi Intensif Menggunakan Benih Tokolan. J. Ris.
Akuakultur, 5(3) : 351-361.
Mujiman, A. dan S.R. Suyanto. 2005. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Putra, F.R. dan Manan, A. 2014. Kualitas Air pada Tambak Pembesaran Udang
Vannamei di Situ Bondo, Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
6(2): 137-141.
Romimohtarto, K. dan Sri, J. 2009. Biologi Laut : Ilmu Pengetauan Tentang Biologi
Laut. Djambatan. Jakarta.
Utojo dan Akhmad M. 2016. Struktur Komunitas Plankton Pada Tambak Intensif
Dan Tradisional Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. (1): 269-288.
31
Utojo. 2015. Keragaman Plankton dan Kondisi Perairan Tambak Intensif dan
Tradisional di Probolinggo Jawa Timur. Boisfera. 32(2): 83-97.
Wisha, U., Yusuf, J.M., Maslukah, L. 2014. Sebaran Padatan Tersuspensi dan
Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Sungai Porong Kabupaten Sidoarjo.
Jurnal Oseanografi. 3(3) : 454-461.
Yanasari, N., Joko S., Sofyan H.S. 2017. Struktur Komunitas Fitoplankton Di
Perairan Muara Sungaitohor Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau.
Jurnal Online Mahasiswa FPIK. 4(2): 1-11.
Zohary, T., Sukenik, A., Berman, T., Nishri, A. 2014. Lake Kinneret: Ecology and
Management. Springer. https://www.researchgate.net/publication/305936040
32