Anda di halaman 1dari 29

Indonesia terletak pada daerah yang sangat rawan dengan bencana

alam khususnya adalah tsunami. sehingga perlu adanya perhatian


bagi pemerintah dan masyarakat untuk bisa meminimalisir suatu
bencana yang akan terjadi tersebut. Untuk itu diperlukannya sebuah
ICM (Integrated Coastal Management) khususnya pada bidang
mitigasi bencana

Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus bisa bersinergi


untuk melakukan mitigasi tersebut. Supaya kerusakan dan korban
dapat diminimalisir atau tidak sama sekali.

Data secara historis dapat dilihat bahwa Indonesia telah mengalami


beberapa kali bencana alam. Karena letaknya juga Indonesia
merupakan wilayah yang diketegorikan wilayah dengan tigkat
kerawanan bencana khususnya tsunami. Dari data tahun 1990 sampai
sekarang tercatat terjadi 9 kali terjadi tsunami yang memakan jumlah
korban yang sangat besar. Dimana yang paling parah adalah bencana
tsunami yang terjadi di Pantai Barat-Utara Sumatera, khususnya di
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sebagian Sumatera
Utara yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Kejadian tersebut
telah menelan korban jiwa lebih dari 250.000 orang. Sehingga dari
kejadian ini dapat menjadikan perhatian lebih oleh masyarakat dan
pemerintah jika tsunami merupakan salah satu bencana yang
memerlukan perhatian khususnya untuk warga daerah pesisir.

Oleh karena itu, pembuatan sebuah Manajemen wilayah pesisir di


daerah laut selatan sangat penting dilakukan, khususnya untuk
pembuatan mitigasi bencana alam seperti abrasi, tsunami, dan lain
sebagainya. Serta pembuatan manajemen yang terintegrasi dan
berkelanjutan. Merupakan hasl yang sangat penting untuk
dipertimbangkan kedepannya. Salah satu solusinya yaitu dengan
pembuatan ICM (Integrated Coastal Management). ICM sendiri
menurut beberapa ahli seperti dalam bukunya Dahuri, dkk., 1996)
“Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu merupakan pendekatan
pengelolaan yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya
dan kegiatan pemanfaatan secara terpadu, agar tercapai tujuan
pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan (sustainable),
sehingga keterpaduannya mengandung tiga dimensi; dimensi
sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis. Keterpaduan sektor
diartikan sebagai perlunya koordinasi tugas, wewenang dan
tanggung jawab antara sektor atau instansi pemerintah pada
tingkat pemerintah tertentu (horizontal integration), dan antara
tingkat pemerintah mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan
propinsi sampai tingkat pusat (vertical integration).”
Menurut GESAMP (Group of Experts on the Scientific Aspects of
Marine Environmental Protection) “Integrated Coastal Management
(ICM) merupakan suatu proses dinamis dan berkelanjutan yang
menyatukan pemerintah dan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
pengelolaan, serta kepentingan sektoral dan masyarakat umum
dalam menyiapkan (preparing) dan melaksanakan (implementing)
suatu rencana terpadu untuk perlindungan dan pengembangan
sumberdaya dan ekosistem pesisir (GESAMP, 1996).”
Tujuan pembuatan ICM (Integrated Coastal Management) untuk
membuat sebuah tatanan daerah wilayah pesisir daerah selatan Jawa
supaya dapat dimanfaatkan potensinya secara maksimal, dapat terjaga
lingkungannya, dan bisa menjadi lingkungan yang aman dari bencana
alam (daerah dengan sistem mitigasi bencana yang baik).
Karena di Indonesia masih banyak daerah yang belum
mengimplementasikan ICM (Integrated Coastal Management) secara
optimal. Sehingga untuk masasalah kebijakan dan sebagai hal yang
mengatur tentang penglolaan wilayah pesisir dan pantai masih belum
sepenuhnya diatur dan dimanfaatkan maksimal oleh pemerintah
Indonesia. Seperti Contoh pada daerah Pesisir Selatan Kabupaten
Blitar masih banyak terdapat pedagang-pedagang yang masih
berjualan didaerah dekat pantai serta banyak sampah-sampah (bekas
es degan) yang berserakan di daerah pesisir. Melalui tulisan ini
diharapkan masalah tentang manajemen wilayah pesisir dan pantai
menjadi sebuah perhatian khusus bagi pemerintah. Karena pantai dan
pesisir merupakan salah satu potensi sumber daya yang besar bagi
Indonesia mengingat wilayah mayoritas adalah lautan.
Dalam implementasinya dapat menggunakan metode Penginderaan
Jauh (Remote Sensing) untuk mitigasi bencana awal. Dimana
tujuannya untuk melihat wilayah-wilayah yang memiliki potensi besar
kerusakan wilayah pantai jika terjadi abrasi hingga kemungkinan
terburuk seperti tsunami. Dengan analisa menggunakan citra satelit
Penginderaan Jauh untuk melihat daerah yang memiliki hutan
mangrove sebagai tanaman pencegah abrasi. Serta daerah-daerah
pantai yang masih belum teratur masyarakatnya terkait dengan
pedagang-pedagang yang masih belum mentaati peraturan. Dengan
citra setelit dan analisanya dapat diklasifikasikan daerah pantai-
pantai yang masih belum mengikuti Peraturan Daerah yang
mengharuskan pemanfaatan daerah pantai sesuai dengan RTRW
(Rencana Tata Ruang Wilayah) yang telah dibuat oleh pemerintah
daerah setempat.

Dalam penanganan permasalahan pada wilayah pesisir pantai selatan


Jawa sangat penting peran dari pemerintah untuk mempertegas
peraturan yang ada sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang
Wilayah) yang telah dibuat. Pertama dianalisa karakteristik dari
wilayah laut selatan Jawa terjadi sebuah pengurangan wilayah daratan
rata-rata dengan kecepatan 2-8 mm/tahun menurut penelitian
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral yang ditulis oleh H.
Prabowo dan P Astjario. Oleh karena itu, hal ini mengakibatkan
daerah tersebut tergenang oleh air laut. Dimana proses pengurangan
ini diakibatkan oleh Proses abrasi yang menggerus perlahan daerah
pantai selatan Jawa. Sehingga hal tersebut akan memicu kenaikan
muka air laut. Kemudian dampaknya akan membuat daerah pesisir
yang banyak sampah dan daerah pedagang-pedagang yang ada di
daerah pesisir akan tergenang sehingga sampah-sampah akan ikut
arus ke laut. Sehingga hal tersebut juga akan membahayakan
ekosistem lautan. Dampaknya akan membuat ikan-ikan dilaut akan
semakin sulit ditangkap oleh nelayan karena terlalu banyak sampah
yang tergenang di laut.

Dilihat dari analisa kerentanan bencana daerah pesisir selatan


memiliki tingkat kerentanan yang tinggi. Untuk itu dapat dijadikan
prioritas utama dalam penyelenggaraan mitigasi bencana secara
terintegrasi. Kedua, dianalisa daerah pantai yang tidak sesuai dengan
penggunaan lahan berdasarkan dokumen RTRW (Rencana Tata
Ruang Wilayah). Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
metode Penginderaan Jauh (Remote Sensing). Dimana remote
sensing menghasilkan citra (foto satelit) yang dapat dianalisa daerah-
daerah yang sesuai dengan pemanfaatannya. Dengan cara membuat
klasifikasi keeadaan lapangan saat ini kemudian membuat sebuah
peta daerah yang tidak sesuai dengan pemanfaatan lahannya. Dengan
menggunakan peta tersebut daerah-daerah tidak sesuai dapat
ditertibkan dan dialih fungsikan lahannya menjadi sebuah daerah
vegetasi pencegah abrasi. Ini merupakan sebuah langkah awal yang
digunakan untuk membuat sebuah mitigasi bencana lewat penataan
lahan yang sesuai.

Mitigasi bencana yang harus dilakukan selain menggunakan


lingkungan sebagai tameng utama. Cara yang paling penting yaitu
melakukan edukasi terhadap masyarakat yang ada di daerah pesisir
tersebut. Karena terlihat pada daerah-daerah pantai selatan
khususnya, untuk permasalahan pendidikan mitigasi bencana basih
banyak yang masih belum memahaminya. Karena jauhnya daerah-
daerah pantai selatan Jawa dengan pusat pemerintahan. Sehingga
untuk perhatian pembangunan dan penataan masih terihat sangat
kurang pertahiannya. Pendidikan mitigasi tersebut dapat dilakukan
mulai dari anak-anak yang sasarannya adalah sekolah Dasar, SMP,
SMA, dan masyarakat-masyarakat lainnya. Sehingga tidak membuat
masyarakat panik jika mengalami bencana di daerah tersebut.
Kemudian, setelah itu dapat dianalisa daerah-daerah laut yang
memiliki kadar klorofil yang tinggi menggunakan metode
penginderaan jauh. Karena kadar klorofil yang tinggi dapat
mengindikasikan kadar fitoplankton yang tinggi. Sehingga
mengindikasikan ketersediaan sumber pakan alami bagi fauna yang
ada di laut khususnya adalah ikan. Semua pemanfaatan teknologi
Penginderaan Jauh (Remote Sensing) menggunakan satelit dapat
digunakan untuk mendeteksi berbagai masalah kelautan serta dapat
memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh laut sehingga berguna bagi
masyarakat setempat yang mayoritas adalah nelayan. Kemudian data-
data tersebut dapat diintegrasikan menjadi sebuah kebijakan dan
dibuatkan sebuah peta yang di update secara realtime yang dapat
diakses dan tersedia disetiap pantai-pantai daerah selatan Jawa.
Sehingga dapat memberikan informasi dini tentang mitigasi bencana,
pemanafaatan potensi laut yang tinggi, serta dapat mensejahterakan
masyarakat sekitar.
BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL

A. Pengertian Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menitikberatkan pada upaya preventif pada prabencana.
Penyelenggaraan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak terlepas dari perhatian
terhadap aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat, kelestarian lingkungan hidup, kemanfaatan
dan efektivitas, serta lingkup luas wilayah.

Berdasarkan hal di atas, maka diperlukan pengaturan lebih lanjut mengenai kegiatan pengurangan risiko
bencana di wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil sesuai dengan jenis, tingkat risiko, dan wilayah
bencana. Oleh karena itu Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010 disusun untuk mengatur mengenai
mitigasi bencana dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mitigasi
terhadap kegiatan yang berpotensi mengakibatkan kerusakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
serta tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, termasuk masyarakat.
 
B. Jenis Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau pulau Kecil

Bencana dapat dikelopokkan berdasarka beberapa hal, seperti:

1. Berdasarkan penyebabnya, bencana dapat dikelompokkan menjadi bencana alam dan non alam
(karena perbuatan orang).

Bencana yang diakibatkan karena peristiwa alam meliputi:


1. gempa bumi;
2. tsunami;
3. gelombang ekstrim;
4. gelombang laut berbahaya;
5. letusan gunung api;
6. banjir;
7. kenaikan paras muka air laut;
8. tanah longsor;
9. erosi pantai;
10. angin puting beliung.

Bencana yang diakibatkan karena perbuatan orang meliput:


1. banjir;
2. kenaikan
3. paras muka air laut;
4. tanah longsor; dan
5. erosi pantai.

2.Berdasarkan prosesnya bencana juga bisa dikelompokkan menjadi bencana geologis dan bencana
klimatologis.

Bencana geologis:
1. gempa bumi;
2. tsunami;
3. letusan gunung api;
4. tanah longsor;
5. angin puting beliung.

Bencana klimatologis:
1. gelombang ekstrim;
2. gelombang laut berbahaya;
3. banjir;
4. kenaikan paras muka air laut;
5. tanah longsor;
6. erosi pantai;

Tingkat risiko bencana (Risk/R) ditentukan berdasarkan analisis bahaya (Hazard/H), kerentanan
(Vulnerability/V), dan kapasitas (Capacity/C). Di Indonesia, nilai risiko bencana untuk tiap provinsi dapat
dilihat melalui laman inaRISK. Khusus untuk bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil juga telah
disusun Buku Katalog Bencana.

Kenaikan suhu global berimbas pada gunung es di kutub utara dan selatan, yang
mencair dan mendorong kenaikan permukaan air laut.
Merujuk data satelit yang dikumpulkan selama 20 tahun oleh ITB, penurunan
permukaan air laut di perairan Indonesia diperkiraan sekitar 3 - 8 mm per tahun.
Sementara, estimasi penurunan permukaan tanah diperkirakan lebih drastis, berkisar
antara 1-10 cm per tahun. Bahkan, di beberapa tempat, penurunannya mencapai 15-20
cm per tahun.
Simak juga:

 Pesisir Indonesia terancam tenggelam, puluhan juta jiwa akan terdampak


 Perubahan iklim: Kecepatan dan dampak pemanasan global saat ini 'tidak tertandingi'
 Kisah Greta Thunberg, remaja yang menantang pemimpin dunia di konferensi
perubahan iklim COP25

Pesisir yang berada di kawasan yang lebih rendah dibandingkan permukaan air laut
membuat daerah pesisir semakin rawan akan bencana berupa kenaikan permukaan air
laut yang dapat menggenangi daratan yang biasa disebut dengan banjir laut atau banjir
rob (tidal flood).
Menurut peneliti geodesi dan geomatika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri
Andreas, ancaman tenggelam karena makin tingginya permukaan air laut dan
penurunan tanah, tak hanya dialami oleh Jakarta dan pesisir utara Pulau Jawa saja,
namun juga pesisir timur Sumatra, Kalimantan dan Papua bagian selatan.

Erosi pantai atau yang sering juga disebut dengan abrasi


pantai merupakan pengikisan daratan pantai akibat aktivitas arus,
gelombang dan pasang- surut air laut. (baca : Manfaat Pasang Surut Air
Laut)

Ada banyak hal yang menyebabkan terjadinya erosi pantai, diantaranya


adalah :
 Faktor alam. Fenomena alam yang menyebabkan erosi pantai yakni
pasang surut air laut dan juga tiupan angin laut yang menghasilkan
gelombang serta arus laut yang kuat.
 Penurunan permukaan tanah. Pengambilan air tanah yang berlebihan
mengakibatkan turunnya permukaan tanah sehingga daratan menjadi
lebih rendah dari lautan. Hal ini tentu meningkatkan resiko terjadinya
banjir rob akibat meluapnya air laut ke daratan. (baca : Ciri – Ciri Air
Tanah Permukaan)
 Kerusakan hutan mangrove. Masyarakat pesisir pantai menebang
hutan mangrove untuk dijadikan pertambakan. Selain itu, kayu- kayu
dari pohon mangrove juga dijual dan dijadikan pondasi bangunan.
Kegiatan tersebut sangat mengganggu regenerasi dan menghambat
proses suksesi hutan mangrove. Hal ini juga menyebabkan terjadi abrasi,
dan hilangnya beberapa ekosistem pulau.
 Kerusakan akibat kegiatan manusia. Aktivitas manusia yang menjadi
penyebab erosi pantai yaitu dalam bentuk penambangan pasir,
pencemaran sampah anorganik dan penambangan terumbu karang.
 Perubahan iklim global atau yang sering disebut dengan pemanasan
global. Meningkatnya suhu bumi menyebabkan mencairnya es di kutub.
Ketika es di kutub mencair secara signifikan maka akan menyebabkan
naiknya permukaan air laut sehingga akan menggerus daratan yang
rendah seperti pantai. (baca : Penyebab Pemanasan Global)

Erosi pantai dengan tingkat kerusakan yang cukup tinggi mempunyai


dampak bagi pelestarian lingkungan, kehidupan sosial ekonomi, dan
kesehatan masyarakat pesisir pantai.
Dampak Terhadap Lingkungan

1. Penyusutan area pantai. Menyempitnya daerah pantai adalah dampak


dari erosi pantai yang paling jelas terlihat. Ombak laut yang tidak bisa
diredam dan begitu keras menghantam daerah pantai membuat bebatuan
dan tanah terpisah dari daratan sehingga memunculkan genangan air.
Arus laut yang biasa digunakan nelayan untuk berangkat dan pulang
melaut terlihat sangat membahayakan. Gelombang ombak pantai yang
biasanya memberi pemandangan dan suasana indah di pinggir pantai
kemudian menjadi mengerikan. Hal tersebut tentu merugikan sektor
pariwisata dan juga secara langsung membahayakan keberlangsungan
hidup penduduk di sekitar pantai yang memilik rumah atau ruang usaha.
(baca : Manfaat Pantai)
2. Rusaknya hutan mangrove. Penanaman hutan mangrove yang
sebenarnya ditujukan untuk menangkal dan mengurangi resiko erosi
pantai juga berpotensi gagal total jika abrasi pantai sudah tidak bisa
ditanggulangi. Pada umumnya hal ini terjadi saat ‘musim’ badai tiba,
yakni saat keseimbangan ekosistem pantai sudah benar-benar rusak
ataupun saat laut sudah kehilangan sebagian besar dari persediaan
pasirnya. Jika hal tersebut terjadi, maka diperlukan penanganan yang
lebih intensif karena keberadaan hutan mangrove masih cukup efektif
untuk mengurangi resiko erosi pantai. (baca : Fungsi Hutan Mangrove)
3. Hilangnya tempat berkumpul ikan perairan pantai. Terkikisnya
daerah pantai yang diawali gelombang dan arus laut yang destruktif serta
kegiatan penambangan terumbu karang menyebabkan ikan perairan
pantai kehilangan habitatnya. Ketika kehilangan tempat hidupnya, ikan-
ikan pantai akan kebingungan mencari tempat berkumpul sebab mereka
tidak bisa mendiami perairan laut dalam karena adanya ancaman
predator ataupun suhu yang tidak sesuai dan gelombang air laut yang
terlalu besar. Akibat terburuknya dari semua hal tersebut adalah matinya
ikan-ikan pantai sehingga merugikan nelayan yang mendiami daerah
pantai tersebut. (baca : Fungsi Ekosistem Terumbu Karang)
Materi Mitigasi Bencana: Pengertian, Jenis, Strategi, Tahapan dan Contohnya

Written by atap

Gramedia Literasi – Mitigasi merupakan upaya mengurangi dampak kerusakan lingkungan


akibat bencana. Terhadap bencana sendiri ada empat penanganan yang dapat dilakukan yaitu
mitigasi, kesiapan, tanggapan, dan penormalan kembali. Mari kenali lebih dekat mengenai upaya
Mitigasi , simak penjelasan lebih lengkapnya berikut ini Grameds!
 

Daftar Isi
 PENGERTIAN Mitigasi BENCANA
 Anda Mungkin Juga Menyukai
 JENIS Mitigasi BENCANA
o Mitigasi STRUKTURAL
o Mitigasi NON STRUKTURAL
 STRATEGI Mitigasi BENCANA
o PEMETAAN
o PEMANTAUAN
o PENYEBARAN INFROMASI
o SOSIALISASI, PENYULUHAN, PENDIDIKAN
o PERINGATAN DINI
 TAHAP PENANGANAN BENCANA
 CONTOH Mitigasi BENCANA
o CONTOH Mitigasi BENCANA ALAM
o CONTOH Mitigasi BENCANA NON ALAM
o CONTOH Mitigasi BENCANA SOSIAL
 Mitigasi DI BERBAGAI SEKTOR
o SEKTOR KEHUTANAN
o SEKTOR PERTANIAN
o SEKTOR LIMBAH RUMAH TANGGA
o SEKTOR PERAIRAN
o SEKTOR TRANSPORTASI
 Kategori Ilmu Biologi
 Materi Biologi Kelas X
PENGERTIAN Mitigasi BENCANA

Mitigasi Bencana merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang
diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat di kawasan rawan bencana, baik itu bencana
alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau
masyarakat.
Ada empat hal penting yang perlu diperhatikan dalam mitigasi bencana, diantaranya tersedianya
informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap kategori bencana, sosialisasi dalam
meningkatkan pemahaman serta kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, mengetahui
apa yang perlu dilakukan dan dihindari serta cara penyelamatan diri jika bencana terjadi
sewaktu-waktu dan pengaturan, penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman
bencana. Pertimbangan dalam Menyusun Program Mitigasi (khususnya di Indonesia)
diantaranya:
Anda Mungkin Juga Menyukai
Pendidikan Lingkungan Hidup Dan Mitigasi Bencana Jilid 2 Sa
Rp 78.500
Pendidikan Lingkungan Hidup Dan Mitigasi Bencana Jilid 1 Di
Rp 49.000
Pendidikan Lingkungan Hidup Dan Mitigasi Bencana Jilid 3 Air
Rp 79.500
Mitigasi Bencana
Rp 45.000

 Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses pembangunan


 Fokusnya bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga pendidikan, pangan, tenaga kerja,
perumahan bahkan kebutuhan dasar lainnya.
 Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi setempat
 Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat untuk membuat
keputusan, menolong diri sendiri dan membangun sendiri.
 Menggunakan sumber daya lokal (sesuai dengan prinsip desentralisasi)
 Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi golongan masyarakat kurang
mampu, serta pilihan subsidi biaya tambahan dalam membangun rumah.
 Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.
 Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat yang tinggal di daerah rentan bencana
dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi, maupun implikasi politik
 Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.
Untuk membantu Grameds untuk memahami mitigasi bencana, buku Pendidikan ingkungan
Hidup Dan Mitigasi Bencana Jilid 1 ini hadir dalam bentuk cerita, gambar, serta permainan yang
dapat membuat pembelajaran materi lebih menarik.
JENIS Mitigasi BENCANA
Tujuan dari mitigasi sendiri adalah mengurangi kerugian pada saat terjadinya bahaya di masa
mendatang, mengurangi risiko kematian dan cedera terhadap penduduk, mencakup pengurangan
kerusakan dan kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor
publik. Seperti pada contohnya pada buku Rumah Panggung yang membahas bagaimana rumah
panggung tersebut digunakan sebagai mitigasi bencana di Pesisir Aceh.

Mitigasi dibagi menjadi 2 jenis, yakni mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Apa
bedanya? Berikut penjelasanya Grameds!

Mitigasi STRUKTURAL
Mitigasi struktural merupakan upaya dalam meminimalkan bencana dengan membangun
berbagai prasarana fisik menggunakan teknologi. Misalnya dengan membuat waduk untuk
mencegah banjir, membuat alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, menciptakan early warning
sistem untuk memprediksi gelombang tsunami, hingga membuat bangunan tahan bencana atau
bangunan dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga mampu bertahan dan
tidak membahayakan para penghuninya jika bencana terjadi sewaktu-waktu.

Mitigasi NON STRUKTURAL


Mitigasi non struktural merupakan suatu upaya dalam mengurangi dampak bencana melalui
kebijakan dan peraturan. Contohnya, UU PB atau Undang-Undang Penanggulangan Bencana,
pembuatan tata ruang kota, atau aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas warga.

STRATEGI Mitigasi BENCANA


Memahami bahwa bencana dapat diprediksi secara alamiah dan saling berkaitan antara yang satu
dan lainnya sehingga perlu di evaluasi secara terus menerus. Upaya mitigasi bencana harus
memiliki persepsi yang sama baik dari aparat pemerintahan maupun masyarakatnya. Adapun
strategi yang dapat dilakukan agar upaya mitigasi bencana dapat terkoordinir dengan baik adalah
sebagai berikut.

PEMETAAN
Pemetaan menjadi hal terpenting dalam mitigasi bencana, khususnya bagi wilayah yang rawan
bencana. Hal ini dikarenakan sebagai acuan dalam membentuk keputusan antisipasi kejadian
bencana. Pemetaan akan tata ruang wilayah juga diperlukan agar tidak memicu gejala bencana.
Sayangnya di Indonesia pemetaan tata ruang dan rawan bencana belum terintegrasi dengan baik,
sebab memang belum seluruh wilayahnya dipetakan, Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi
dengan baik, Peta bencana belum terintegrasi dan Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar
yang berbeda beda sehingga menyulitkan dalam proses integrasinya.

PEMANTAUAN
Pemantauan hasil pemetaaan tingkat kerawanan bencana pada setiap daerah akan sangat
membantu dalam pemantauan dari segi prediksi terjadinya bencana. Hal ini akan memudahkan
upaya penyelamatan saat bencana terjadi. Pemantauan juga dapat dilakukan untuk pembangunan
infrastruktur agar tetap memperhatikan AMDAL.

PENYEBARAN INFROMASI
Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara memberikan poster dan leaflet kepada
Pemerintah Kabupaten atau Kota dan Provinsi seluruh Indonesia yang rawan bencana, tentang
tata cara mengenali, mencegah dan penanganan bencana. Tujuannya untuk meningkatkan
kewaspadaan terhadap bencana geologi di kawasan tertentu. Koordinasi pemerintah daerah
sangat berperan dalam penyebaran informasi ini mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas.
SOSIALISASI, PENYULUHAN, PENDIDIKAN
Beberapa lapisan masyarakat mungkin ada yang tidak dapat mengakses informasi mengenai
bencana. Oleh karenanya menjadi tugas aparat pemerintahan untuk melakukan sosialisasi ke
masyarakat. Adapun bahan penyuluhan hampir sama dengan penyebaran informasi. Pelatihan
difokuskan kepada tata cara pengungsian dan penyelamatan jika terjadi bencana. Tujuan latihan
lebih ditekankan pada alur informasi dari petugas lapangan, pejabat teknis dan masyarakat
sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban bencana. Dengan pelatihan ini
kesiagaan tinggi menghadapi bencana akan terbentuk.

PERINGATAN DINI
Peringatan dini untuk memberitakan hasil pengamatan kontinyu di suatu daerah yang rawan
bencana, dengan tujuan agar masyarakatnya lebih siaga. Peringatan dini tersebut disosialisasikan
kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dengan tujuan memberikan kesadaran masyarakat
dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan dini dan hasil pemantauan daerah rawan
bencana berupa saran teknis, pengalihan jalur jalan (sementara atau seterusnya), pengungsian
dan saran penanganan lainnya.

Berbagai strategi mitigasi bencana tersebut dapat kamu pahamai melalui buku Pendidikan
Lingkungan Hidup Dan Mitigasi Bencana Jilid 2 yang hadir dengan pemaparan materi yang
dikemas secara menarik.
TAHAP PENANGANAN BENCANA
Bagian paling kritis dari Pelaksanaan mitigasi adalah pemahaman penuh akan sifat bencana.
Dalam setiap negara dan daerah, tipe bahaya-bahaya yang dihadapi juga akan berbeda-beda.
Beberapa negara rentan terhadap banjir, yang lain memiliki sejarah-sejarah tentang kerusakan
badai tropis, dan yang lain dikenal sebagai daerah gempa bumi. Berdasarkan siklus waktunya,
kegiatan penanganan bencana kemudian dapat dibagi 4 kategori. Mitigasi sebagai tahap awal
penanggulangan bencana alam untuk mengurangi dan memperkecil dampak bencana, pahami
tahapan setelahnya berikut penjelasannya Grameds:

 Mitigasi adalah kegiatan sebelum bencana terjadi. Contoh kegiatannya antara lain membuat peta
wilayah rawan bencana, pembuatan bangunan tahan gempa, penanaman pohon bakau, penghijauan
hutan, serta memberikan penyuluhan dan meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di
wilayah rawan tersebut.
 Kesiapsiagaan, merupakan perencanaan terhadap cara merespons kejadian bencana. Perencanaan
dibuat berdasarkan bencana yang pernah terjadi dan bencana lain yang mungkin akan terjadi.
Tujuannya adalah meminimalkan korban jiwa dan kerusakan sarana-sarana pelayanan umum juga
meliputi upaya mengurangi tingkat risiko, pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, serta
pelatihan warga di wilayah rawan bencana.
 Respons, merupakan upaya meminimalkan bahaya yang diakibatkan bencana. Tahap ini berlangsung
sesaat setelah terjadi bencana. Rencana penanggulangan bencana dilaksanakan dengan fokus pada
upaya pertolongan korban bencana dan antisipasi kerusakan yang terjadi akibat bencana.
 Pemulihan, merupakan upaya mengembalikan kondisi masyarakat seperti semula. Pada tahap ini,
fokus diarahkan pada penyediaan tempat tinggal sementara bagi korban serta membangun kembali
saran dan prasarana yang rusak. Selain itu, dilakukan evaluasi terhadap langkah penanggulangan
bencana yang dilakukan.
Di Indonesia sendiri sebagai daerah yang rawan terhadap bencana alam, memiliki sistem SIG
atau Sistem Informasi Geografis yang merupakan sebuah sistem berbasis komputer yang
digunakan untuk menganalisis berbagai informasi geografis. Dalam penggunaan sistem SIG
tersebut dalam mitigasi bencana dapat kamu pelajari pada buku Pemodelan SIG untuk Mitigasi
Bencana.
CONTOH Mitigasi BENCANA
Secara geologis Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu Lempeng
Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Negara yang kita huni ini mendapat
julukan ring of fire atau Lingkaran Api Pasifik. Hal ini menjadi faktor di Indonesia sering terjadi
bencana. Bencana sendiri diartikan sebagai peristiwa yang dapat mengancam dan mengganggu
kehidupan masyarakat seperti kehilangan nyawa dan harta benda. Sementara Mitigasi sebagai
langkah antisipasinya, berikut dibawah ini beberapa contoh Mitigasi Grameds:

CONTOH Mitigasi BENCANA ALAM


Bencana Alam sebagai Peristiwa akibat faktor geologis (pergerakan lempeng bumi), klimatologis
(kondisi cuaca atau iklm), dan ekstra-terestrial (benda luar angkasa). Contoh Mitigasi Bencana
Bencana Alam, misalnya saja pada Tanah Longsor. Adapun mitigasi bencana yang dapat
dilakukan pada tanah longsor adalah sebagai berikut.

 Membangun Terasering dengan sistem drainase yang tepat


 Membuat Peta rawan bencana tanah longsor
 Melakukan pembuatan tanggul penahan runtuhan batuan
 Penutupan rekahan di atas lereng
 Melakukan Reboisasi di hutan yang gundul
 Tidak mendirikan bangunan di daerah tebing atau tanah yang tidak stabil
 Memperhatikan dan membuat sistem peringatan dini
 Memantau informasi gejala tanah longsor dari media elektronik, misalnya website BMKG
CONTOH Mitigasi BENCANA NON ALAM
Bencana non-alam atau Peristiwa akibat dari wabah, gagal teknologi, dan epidemic. Misalnya
saja pada bencana wabah penyakit, yang bisa dilakukan adalah:

 Menyiapkan masyarakat secara luas termasuk aparat pemerintah khususnya di jajaran kesehatan dan
lintas sektor terkait untuk memahami risiko bila wabah terjadi serta bagaimana cara-cara
menghadapinya bila suatu wabah terjadi melalui kegiatan sosialisasi yang berkesinambungan
 Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya-upaya pencegahan, respon
cepat serta penanganan bila wabah terjadi.
 Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penanganan seperti sumberdaya manusia yang profesional,
sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi, transportasi, logistik serta pembiayaan operasional.
 Upaya penguatan surveilans epidemiologi untuk identifikasi faktor risiko dan menentukan strategi
intervensi dan penanganan maupun respon dini di semua jajaran.
CONTOH Mitigasi BENCANA SOSIAL
Bencana Sosial masuk diantaranya adalah Kerusuhan. Adapun mitigasi bencana yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
 Mendorong peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam rangka memelihara stabilitas ketentraman
dan ketertiban
 Mendukung kelangsungan demokratisasi politik dengan keberagaman aspirasi politik, serta di
tanamkan moral dan etika budaya politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
 Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara konsisten, berkeadilan dan
kejujuran.
 Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatnya perlindungan penghormatan, dan
penegakkan HAM
 Meningkatkan kinerja aparatur negara dalam rangka mewujudkan aparatur negara yang berfungsi
melayani masyarakat, profesional, berdayaguna, produktif, transparan, bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepositme.

Anda mungkin juga menyukai