Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Dewasa ini, kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti

tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es atau salju sudah banyak dikenal orang. Kegiatan lain di

alam bebas yang mulai berkembang dan dapat menjadi alternatif adalah telusur gua. Jika bentuk kegiatan

di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam terbuka, tidak demikian halnya dengan telusur gua, kegiatan

ini justru dilakukan di dalam tanah.

Telusur Gua atau Caving berasal dari kata “cave” yang artinya gua. Menurut Mc Clurg, cave atau gua

bearti “ruang alamiah di dalam bumi”, yang biasanya terdiri dari ruangan-ruangan dan lorong-lorong.

Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang

menjadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap

bawah tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur dengan

perasaan cemas karena gelap total.

Beberapa pertanyaan timbul apa yang sebenarnya ada di ruang gelap tersebut. Pertanyaan yang timbul

kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya, termasuk misteri yang

dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”.Speleologi yaitu ilmu yang mempelajari gua-gua. Kalau

sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka para penelusur gua

justru masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil apapun tak luput dari

perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam sekalipun.

1. Tujuan

Tujuan para caver dalam penelusuran gua bermacam-macam. Seperti yang kita ketahui di dalam gua

banyak keindahan yang bisa di dapatkan maka tujuan penelusuran gua yaitu melihat keindahan dalam gua

dengan berbagai ornament keindahan yang bias daidapatkan serta untuk mendapatkan objek fotografi
yang indah, maka penelusuran gua dilakukan. Beda dengan caver yang menemukan sebuah gua baru,

tujuan mereka memetakan gua untuk mendata gua tersebut.

1. Ruang lingkup

Ruang lingkup ilmu pengetahuan penelusuran gua tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja, tetapi juga

potensinya, meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi

alamiah lainnya.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Penjelasan Singkat Tentang Divisi Penelusuran Gua

Menelusur gua dapat dikerjakan untuk olahraga maupun untuk tujuan ilmiah. Namun kedua

kategori penelusur gua wajib menjunjung tinggi etika dan kewajiban kegiatan penelusur gua ini agar

lingkungan tidak rusak, agar para penelusur sadar akan bahaya-bahaya kegiatan ini dan mampu mencegah

terjadinya musibah dan agar si penelusur sadar akan kewajibannya terhadap sesama penelusur dan

masyarakat disekitar lokasi gua-gua.

Gua adalah ruangan bawah tanah yang dapat dimasuki orang. Gua memeliki sifat yang khas dalam

mengatur suhu udara yang di dalamnya, yaitu pada saat udara diluar panas maka didalamya akan terasa

sejuk begitu juga sebaliknya. Sifat tersebut yang menyebabkan gua di gunakan sebagai tempat

berlindung. Bentukan alam yang berada di gua terbentuk dalam kurun waktu ribuan tahun, sehingga

diperlukan kesadaran untuk tidak merusak dan memindahkan hal-hal yang berada di gua tanpa tujuan

yang jelas dan tidak dapat dipertanggung jawabkan. Wajib bagi penelusur gua untuk mengetahui dan

mempelajari gua sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada gua itu sendiri. Sebagai penelusur gua

untuk menjaga lingkungan yang berada di gua untuk tidak menggangu habitat yang ada di dalamnya

1. Jenis Jenis Gua


Dengan mengenali dan mengerti jenis-jenis gua tersebut maka kita akan mendapatkan

pengetahuan dan peralatan apa yang kita butuhkan dalam aktivitas caving tersebut, karena beda karakter

terkadang membutuhkan peralatan khusus yang berbeda pula.

1. Jenis gua Menurut bentuknya:

2. Gua Vertikal

Yakni gua yang mempuyai lorong berbentuk vertikal mirip sumur yang biasa disebut dengan gua

potholing

1. Gua Horizontal

Yakni gua yang mempunyai lorong berbentuk horizontal namun demikian bukan lurus saja tetapi

mempunyai kelokan dan lorong yang naik turun

2. Jenis Gua Berdasar Batuan Pembentuknya :

3. Gua Karst

Gua jenis ini merupakan bagian terbesar dari jenis gua yang ada di dunia.Gua yang terbentuk pada

kawasan yang telah mengalami Karstifikasi atau pelarutan. Sekitar 70 % gua yang ada didunia terbentuk

pada Kawasan Karst. Indonesia memiliki kawasan karst yang luasnya sekitar 15,4 juta hektare dan

tersebar hampir di seluruh Indonesia. Keberadaan kawasan ini menunjukkan bahwa pulau-pulau

Indonesia banyak yang pernah menjadi dasar laut, namun kemudian terangkat dan mengalami pengerasan.

Wilayah karst biasanya berbukit-bukit dengan banyak gua.

1. Gua Litoral

Gua ini terbentuk akibat adanya proses erosi dan pengikisan dari air laut terhadap batuan di pantai

seperti pada tebing-tebing pantai yang curam dan berlangsung dalam proses yang lama. Gua ini terdapat

di daerah pantai, palung laut, atau pada tebbing muara sungai. Terbentuk akibat terpaan ombak pantai
sehingga membentuk lorong-lorong yang akhirnya menjadi sebuah gua. Namun untuk menelusuri gua ini,

kita harus berhati-hati karena gua biasanya akan terendam oleh air pasang laut.

1. Gua Es

Gua es adalah jenis gua alam yang terbentuk dari es dalam jumlah besar dan memiliki suhu yang sangat

rendah.

1. Gua Pasir

Gua yang terbentuk dari material pasir. Gua es dan gua pasir adalah jenis gua yang termasuk sulit untuk

dijumpai karena jumlahnya kurang dari 5% dari jumlah gua yang ada didunia.

1. Gua lava

Terbentuk karena kejadian yakni gejala aktivitas vulkanologi yang biasanya sangat rapuh karena

terbentuk dari batuan muda (endapan lahar

3. Karakteristik Gua

Apabila kita melakukan penelusuran dalam gua, kita tidak asing lagi dengn bentukan khas dan

mempunyai daya tarik tersendiri karena bentuknya yang bermacam-macam dan unik. Biasanya adanya

rekahan-rekahan yang terbuka menyebabkan air mudah meresap ke dalam lapisan batugamping,

kemudian muncul pada langit-langit, dinding, serta lantai gua membentuk ornamen gua (speleothem)

yang paling terkenal adalah stalactite dan stalagmite.

1. Litifikasi

Proses litifikasi adalah perubahan dari sedimen yang lentur menjadi batuan, pada kasus ini adalah

batugamping yang normalnya dari kalsium karbonat terendapkan dalam ruang pori. Dan terbawa ke

tempat terjadinya sementasi oleh pelarutan baik oleh air connate, yaitu air laut yang terjebak di sedimen

awal, dan air tanah yang ada diwaktu belakangan.Sementasi kalsium karbonat dapat diendapkan oleh
salah satu dari tiga bentuk ini: coarsely crystalline spar, elongate fibres, atau sebagai micrite yang

terbutirkan yang baik.

1. Diagenesis

Diagenesis memiliki arti yang lebih luas daripada litifikasi, juga termasuk perubahannya yang mengambil

tempat dalam batuan yang menerima perpindahan magnesium dan silika, dll.

1. Porositas dan Permeabilitas

Porositas didefinisikan sebagai total volume dari ruang udara antar partikel dalam massa; biasanya

dinyatakan dalam prosen. Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk meluluskan air melalui batuan

tersebut, biasanya dinyatakan dalam darcy (1 darcy adalah 1 cc cairan dengan kecepatan 1 centipoise

melalui 1 cm2 luas bidang, sejauh 1 cm dalam 1 detik dengan perbedaan tekanan 1 atm antar unjungnya).

Permeabilitas primer adalah melalui pori dai batuan,sedangkan permeabilitas sekunder melalui kekar,

sesar, atai gua hasil pelarutan (solution cavity). Porositas dan permeabilitas di daerah batugamping sangat

besar pengaruhnya terhadap pada proses bentukan gua. Untuk itu perlu sekali dipahami.

1. Lapisan (Bed) dan Bidang Lapisan (Bedding Plane)

Bentuk dan keteabalan bed adalah faktor-faktor dalam speleogenesis. Lapisan tipis dengan ketebalan

tidak lebih dari 25-50 cm, mengadakan banyak bidang perlapisan, sedikit konsentrasi aliran, sehingga

pengembangan gua menjadi terhalangi. Lapisan yang tebal memiliki bidang lapisan lebih sedikit sehingga

jumlah alirannya terbatas, dan bisa menyebabkan perkembangan gua dengan ukuran lebih panjang.

1. Stylolite

Banyak bedding plane pada batugamping yang menampakkan ciri-ciri pelarutan tekanan yang dikenal

sebagai stylolite. Jika sebuah material yang tidak dapat terlarutkan tersebar sepanjang bedding plane,

pengaruh dari berat lapisan yang lebih muda adalah menekan lapisan bersama-sama. Dibawah tekanan

yang demikian itu kalsium karbonat yang kontak dengan butiran kwarsa dapat terlarutkan, dan pelarutan
yang semacam itu secara istimewa diatas puncak butiran dan dibawah satu sama lain. Hasil jaringan

adalah sebuah serupa dengan bentuk tiga dimensional zig-zag. Dilihat dalam se uah muka joint , terlihat

seperti jejak dari pen recorder, sehingga disebut stylolite.

1. Struktur

Saat terlitifikasi, massa batugamping mengalami tekanan dan regangan dari apa yang disebut gaya

tektonik, didalam Bumi. Tekanan dapat menyebabkan mengalami kemiringan atau lipatan, sehingga

menyebabkan llapisan batugamping terinklinasi dan bagian lemah dari perlekatan terinklinasi kearah yang

sama. Tekanan juga menyebabkan terjadinya retakan pada batugamping, menyebabkan terjadinya kekar

dan sesar.

Di banyak kejadian, seharusnya surveyor gua dapat mem-plot disposisi dari kekar, sesar, dan dip dari

kemiringan lapisan sesuai dengan kemajuan survey. Hal ini akan sangat membantu interpretasi dari asal

muasal gua di kemudian hari dan dapat menghilangkan beberapa rangkaian survai geologi yang

diperlukan bahaya kesalahan lokasi.

1. Kekar (Joint)

Kekar dan sesar, keduanya adalah fracture (retakan), namun kekar tidak ada displacement, sedangkan

sesar, definisinya adalah bidang displacement. Keduanya dihasilkan oleh kompresi, tensi, dan torsi,

dengan berbagai kemungkinan arah.

Ada beberapa jenis kekar (joint):

conjugate joint, adalah joint yang hanya melalui satu bed saja, atau paling banyak hanya dua atau tiga

lapisan.

master joint, adalah joint yang melalui bed yang lebih tebal daripada joint yang lain.
Conjugate joint yang melalui beberapa bed sehingga menjadi tempat yang cocok untuk awal dari tapak

jejak speleogenetik yang mengatur arah vertikal, dan berkembang menjadi “pot” atau “pitch”.

Perkembangan sepanjang joint tunggal biasanya disebut “rift”. Joint ini memungkin adanya

perkembangan gua.

Batu gamping yang terlipat memiliki normal joint yang kemudian menjadi bedding yang mana

berkembang basik saat bed dalam posisi horisontal, sehingga sampai dirotasikan dengan lapisan tertutup,

atau mungkin memiliki oblique joint yang ter impose oleh tegangan berikutnya ke lipatan.

1. Lipatan

Lipatan di batugamping, dan lapisan yang berdekatan, dapat menghasilkan sebuah struktur yang sangat

beragam; lipatan dapat berupa arch yang mulus atau sebuha pembalikan lapisan yang sempit, dapat

simetris maupun asimetris; dapat isoclinal, dengan dua cabang yang memiliki dip sama; atau

tergulingkan, dengan satu cabang memiliki lapisan yang merupakan kebalikannya. Ukurannya dapat

beberapa feet dan dapat pla luasnya berkilometer dan ribuan meter. Inklinasi dari lapisan batugaping

dapat memberikan sumbangan distribusi beberapa joint dan sesar serta berbagai bentuk zona lemah

batuan lainnya.

1. Sesar

Sesar ada tiga jenis; normal, wrench atau tear, dan reverse atau thrust. Sesar adalah fracture yang

mengalami dislokasi. Hal ini juga memungkinkan awal terjadinya spelegenesis sepanjang sesar. Salah

satu pengaruh utama dari sesar adalah displacement lapisan yang memiliki karakter speleogenesis,

berjauhan satu sama lain. Selain itu sesar dapat menghasilkan bed yang berbeda, bersamaan dengan

karakter speleogenetik yang sama, posisi yang berlawanan; gua hasilnya dapat ditandai dengan perubahan

ukuran detail potongan dan ciri-cirinya ditempat lintasan sesar.

Pergerakan sesar seringkali berkesudahan dalam sebuah fragmen batuan yang ter-crush atau ter-grind

membentuk sebuah zona atau sebuah pita breksi daripada sebuah bidang sesar clean-cut. Breksi semacam
itu biasanya merupakan sementasi dari kalsit, tetapi cukup permeable sehingga menjadi faktor yang cukup

penting dalam perkembangan gua.

Berbagai macam hipotesis tentang asal muasal gua telah dibuat yang mana titik awalnya adalah sebuah

masa homogen batugamping yang kemudian terangkat dari muka air laut. Dengan asumsi bahwa

batugamping adalah homogen, maka variabel sedimen gamping dan tekstur diagenesis menjadi diabaikan.

Padahal tringkah laku dari; ukuran butir dan pori, permeabilitas yang berbeda; sifat dasar bedding plane,

stylolite, kekar, sesar, lapisan mineral, karst yang terkubur, semuanya memiliki arti yang sangat penting

dalam mengontrol tempat, waktu, dan tingkatan speleogenesis. Tidak ada sistem gua yang dapat dipahami

secara penuh jika faktor-faktor tersebut tidak dianalisa.

Pada teori awal, mulanya semua pathway dari speleogenetik adalah dalam zona phreatic. Faktor geologi

yang kemudian mengontrol pathway berkembang menjadi gua. Studi yang mutakhir menunjukkan, bahwa

pathway dapat berkembang menjadi gua sistem vadose, dan juga, gua ada juga yang berkembang

langsung ketika pada zona vadose.

4. Bahaya penelusuran gua dan penanggulangannya

Antroposentrisme adalah Manusia sebagai objek utama pengunjung gua, sehingga perlu di perhatikan

keamanan, dan kenyamanan dalam penelusuran gua. Manusia sering merusak gua dengan alasan yang

sangat buruk yaitu demi keselamatan manusia dan gua pun menjadi korbannya. Antrosentrisme terbagi

tiga penyebab: dari manusia, peralatan yang dipakaidan kondisi gua tersebut

1. Manusia

2. Ceroboh

3. Tersesat

4. Tenggelam

5. Kedinginan
6. Kurang cairan

7. Kurang mahir dalam SRT

8. Gengsi yang terlalu tinggi

9. Peralatan

10. Kurang kualitas peralatan atau alat yang sudah rusak

11. Salah dalam pemasangan pengaman

12. Beban berlebih

13. Penggunaan tidak semestinya

14. Gua

15. Runtuhan atap atau dinding gua

16. Gas beracun

17. Banjir

18. Tersambar petir

19. Gigitan hewan yang berbisa

20. Penyakit akibat virus

21. Tanaman beracun

Keamanan telusur gua tergantung daripada sikap dan tanduk si penelsur itu sendiri. Untuk memudahkan

penelusur gua mengingat setiap tindakan pengamanan, maka HIKESPI (HIMPUNAN KEGIATAN

SPELELOGI INDONESIA) menyusun ringkasan yang mudah di ingat:

1. Keamanan anda pergi memasuki gua beritahukan kepada teman atau keluarga kapan perginya,

dimana kita pergi, dan kapan kembalinya.


2. Empat orang adalah jumlah minimal dalam penelusuran gua, jika 1 orang celaka , 1 orang menemani

dan 2 orang meminta pertolongan.

3. Alat-alat yang digunakan untuk penelusuran gua harus memadai dan harus mengerti dalam

pemakaiannya.

4. Minimal membawa 3 sumber cahaya dan cadangan peralatanya( karbit, senter, lilin)

5. Ajak orang yang berpengalaman dalam teknik penelusuran gua dan berwibawa.

6. Nafas sesak dan tersengal-sengal merupakan tanda bahwa gua penuh dengan karbondioksida dan

harus cepat ditinggalkan.

7. Akal sehat, keterampilan, persiapan yang matang dan pengalaman merupakan pegangan dalam

penelusuran gua.

8. Naluri keselamatan yang ada dalam penelusuran gua harus di kembangkan, karena naluri ini sering

diandalkan sebagai faktor pengamanan yang ambuh.

BAB III

STANDAR OPERASIONAL PENELUSURAN GUA

1. Peralatan yang harus dibawa dalam melakukan penelusuran Gua Vertikal

1. Tali Statis

Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus kuat, memiliki daya tahan terhadap gesekan,

daya lentur kecil (statis) dan dapat menyerap kejut. Biasanya, tali yang dipakai berdiameter 9,5 mm

sampai 11 mm.

2. Webbing

Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-lain.
3. Padding

Digunakan untuk melindungi tali dari gesekan. Biasanya diguakan dari bahan terpal yang kuat menerima

gesekan.

4. Carabiner

Digunakan sebagai alat pengait. Carabiner mempunyai beberapa macam bentuk sesuai dengan kegunaan

dan fungsinya. Macam-macam Carabiner :

– Carabinner Screw Gate

– Carabinner Oval

– Carabiner Non Screw Gate

– Delta Carabiner

5. Seat Harnnest

Digunakan untuk mengikat tubuh yang dipasang pada pinggang dan paha.

6. Ascender

Digunakan untuk naik atau memanjat lintasan tali. Dibedakan menjadi hand ascender (dipegang tangan)

dan chest ascender (diikatkan di dada). Macamnya :

– Hand jummar

– Croll

– Basic jummar

– Chest Harnest. Digunakan untuk mengikatkan seat harness dengan dada.

7. Descender

Digunakan untuk menuruni lintasan tali. Macamnya :

– Capstand, terdiri dari dua jenis, yaitu ; simple stop (bobbin/non auto stop) dan auto stop.

– Mallion Rapid (MR), ada 3 macam, yaitu :


– Delta MR, digunakan untuk menyambung seat harness.

– Semi Circular MR/ halfmoon MR, digunakan untuk menyambung seat harness.

– Oval MR, digunakan untuk menyambung chest ascender dengan delta MR dan semi circular MR.

8. Cowstail

Dibuat dengan tali dinamis yang disimpul dengan salah satu ujung tali lebih pendek. Tali yang pendek

digunakan sebagai pengaman/tambatan pengaman, sedangkan yang panjang dihubungkan dengan Hand

Ascender dengan tubuh.

9. Foot Loop

Digunakan sebagai pijakan kaki dan dihubungkan dengan ascender.

1. Helm

2. Sepatu

3. Sarung tangan

4. Masker

5. Tali statis

6. Pulley

7. Webbing

8. Carabiner oval non-screw

9. Ascender

1. Peralatan rescue

1. Peralatan lainnya
Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali (rucksack, tackle bag), juga untuk

membawa perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti lampu batre, senter, atau lainnya. Untuk

mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus serta pelampung.

1. Teknik penelusuran gua vertikal

1. Pembuatan anchor

Anchor adalah tambatan point atau obyek yang akan dijadikan tambatan. Anchor dapat dibuat di pohon,

lubang tembus, rekahan dan chock stone. Pembuatan anchor harus memperhatikan beberapa hal, yaitu

kuat, lintasan aman dilewati dan tidak merusak alat. Anchor dibuat dengan menggunakan Carrabiner yang

dipasangkan pada webbing atau prusik yang dibentuk sling. Sling dililitkan pada obyek yang akan

dijadikan tambatan dan disambung dengan carabinner.

Anchor ada dua yaitu main-anchor dan back-up anchor. Main anchor atau anchor utama adalah anchor

yang secara langsung mendapatkan beban saat lintasan digunakan. Back-up anchor berfungsi sebagai

pengaman cadangan jika main anchor terlepas atau jebol. Penentuan posisi pemasangan antara main

anchor dan backup anchor perlu memperhitungkan fall factor, yaitu beban hentakan/ jatuh yang diterima

backup anchor saat main anchor terlepas atau jebol. Oleh karena itu, kekuatan anchor harus benar-benar

diperhitungkan, terutama backup anchor. Karena backup dirancang untuk mendapatkan beban hentakan

maka point untuk backup harus benar-benar kuat.

Terdapat pula jenis anchor yang dinamakan Y anchor, dibuat dengan tujuan untuk membagi beban yang

diterima di kedua sisi dan menempatkan lintasan di posisi tertentu. Bentuknya seperti hutuf Y. Sudut yang

digunakan tidak boleh melebihi 1200 karena akan membuat kedua tali sama-sama tegang sehingga tujuan

untuk membagi beban tidak tercapai, bahkan sebaliknya beban yang diterima ditiap titik tambatan akan

lebih besar daripada beban sebenarnya. Untuk lintasan yang memungkinkan terjadi friksi, maka diberikan

pedding untuk menjaga agar tali lintasan tidak terkena friksi.


Anchor dibuat dengan menggunakan Carrabiner yang dipasangkan pada webbing atau prusik yang

dibentuk sling. Sling dililitkan pada obyek yang akan dijadikan tambatan dan disambung dengan

carrabiner.

2. Manajemen penelusuran

Manajemen penelusuran adalah suatu aturan/ langkah-langkah yang harus diikuti sebelum, dan dapat

dilaksanakan selama dan sesudah kegiatan. Pertama yaitu leader, bertugas sebagai rigging man yaitu

orang yang membuat jalur lintasan, bertanggungjawab atas anggotanya, memastikan kemanan lintasan,

memastikan lintasan aman dilewati semua anggota. Kedua assisten rigging man yaitu sebagai backup dari

leader atau rigging man yang mengetahui segala yang dibutuhkan leader atau rigging man. Ketiga ada

anggota penelusuran gua. Pakaian yang digunakan menutup seluruh tubuh dan mudah kering atau pakaian

yang tidak menyerap air. Wajib menggunakan sepatu, lebih baik sepatu boot. Menggunakan senter yang

terang, sebisa mungkin menggunakan headlamp agar tangan dapat bergerak bebas.

Dalam penelusuran gua dibutuhkan minimal 4 orang dan maksimum 6 orang, hal ini berkaitan dengan

oksigen yang ada didalam gua sangat minimum. Dibutuhkan minimal 1 orang yang berada diatas,

tugasnya mengawasi dan mengabarkan keadaan yang terjadi di atas. Peralatan SRT set yang dibutuhkan

dalam setiap penelusuran minimal setengah dari keseluruhan yang ikut. Namun, sebisa mungkin setiap

orang satu SRT set karena ketika berada didalam gua maksimum 2 jam. Hal tersebut disebabkan beberapa

hal antara lain oksigen yang minimum dalam gua dan cuaca yang tidak dapat diprediksikan.

1. Teknik penelusuran gua horizontal

Pada dasarnya setiap penelusur gua, harus memulai perjalanannya dalam kondisi tubuh fit . Apabila badan

terasa kurang fit, sebaiknya perjalanan eksplorasi gua dibatalkan (etika penelusuran gua). Hal ini

disebabkan karena udara di dalam gua sangat buruk, penuh deposit kotoran burung dan kelelawar,

ditambah kelembaban yang sangat tinggi. Mudah sekali dalam kondisi demikian seorang penelusur gua
terserang penyakit paru-paru, beberapa pioneer penelusur gua menghentikan kegiatan eksplorasinya

karena terserang penyakit ini.

Selain memerlukan kondisi tubuh yang baik, seorang penelusur gua sedikit banyak harus harus memiliki

kelenturan tubuh dan yang terpenting tidak cepat menjadi panik dalam keadaan gelap dan sempit. Bentuk

tubuh juga mempengaruhi kecepatan gerak seorang penelusur gua. Penelusur Gua ideal adalah yang

memiliki badan relatif kecil meskipun belum tentu menjadi jaminan akan menjadi penelusur handal.

Dalam penelusuran horisontal, kita lakukan gerak, jalan membungkuk, merangkak, merayap, tengkurap,

dan kadang terlentang, menyelam serta berenang. Dengkul dan ujung siku merupakan sisi penting buat

seorang penelusur atau caver.

Anda mungkin juga menyukai