PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Dewasa ini, kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti
tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es atau salju sudah banyak dikenal orang. Kegiatan lain di
alam bebas yang mulai berkembang dan dapat menjadi alternatif adalah telusur gua. Jika bentuk kegiatan
di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam terbuka, tidak demikian halnya dengan telusur gua, kegiatan
Telusur Gua atau Caving berasal dari kata “cave” yang artinya gua. Menurut Mc Clurg, cave atau gua
bearti “ruang alamiah di dalam bumi”, yang biasanya terdiri dari ruangan-ruangan dan lorong-lorong.
Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang
menjadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap
bawah tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur dengan
Beberapa pertanyaan timbul apa yang sebenarnya ada di ruang gelap tersebut. Pertanyaan yang timbul
kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya, termasuk misteri yang
dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”.Speleologi yaitu ilmu yang mempelajari gua-gua. Kalau
sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka para penelusur gua
justru masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil apapun tak luput dari
perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam sekalipun.
1. Tujuan
Tujuan para caver dalam penelusuran gua bermacam-macam. Seperti yang kita ketahui di dalam gua
banyak keindahan yang bisa di dapatkan maka tujuan penelusuran gua yaitu melihat keindahan dalam gua
dengan berbagai ornament keindahan yang bias daidapatkan serta untuk mendapatkan objek fotografi
yang indah, maka penelusuran gua dilakukan. Beda dengan caver yang menemukan sebuah gua baru,
1. Ruang lingkup
Ruang lingkup ilmu pengetahuan penelusuran gua tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja, tetapi juga
potensinya, meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi
alamiah lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Menelusur gua dapat dikerjakan untuk olahraga maupun untuk tujuan ilmiah. Namun kedua
kategori penelusur gua wajib menjunjung tinggi etika dan kewajiban kegiatan penelusur gua ini agar
lingkungan tidak rusak, agar para penelusur sadar akan bahaya-bahaya kegiatan ini dan mampu mencegah
terjadinya musibah dan agar si penelusur sadar akan kewajibannya terhadap sesama penelusur dan
Gua adalah ruangan bawah tanah yang dapat dimasuki orang. Gua memeliki sifat yang khas dalam
mengatur suhu udara yang di dalamnya, yaitu pada saat udara diluar panas maka didalamya akan terasa
sejuk begitu juga sebaliknya. Sifat tersebut yang menyebabkan gua di gunakan sebagai tempat
berlindung. Bentukan alam yang berada di gua terbentuk dalam kurun waktu ribuan tahun, sehingga
diperlukan kesadaran untuk tidak merusak dan memindahkan hal-hal yang berada di gua tanpa tujuan
yang jelas dan tidak dapat dipertanggung jawabkan. Wajib bagi penelusur gua untuk mengetahui dan
mempelajari gua sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada gua itu sendiri. Sebagai penelusur gua
untuk menjaga lingkungan yang berada di gua untuk tidak menggangu habitat yang ada di dalamnya
pengetahuan dan peralatan apa yang kita butuhkan dalam aktivitas caving tersebut, karena beda karakter
2. Gua Vertikal
Yakni gua yang mempuyai lorong berbentuk vertikal mirip sumur yang biasa disebut dengan gua
potholing
1. Gua Horizontal
Yakni gua yang mempunyai lorong berbentuk horizontal namun demikian bukan lurus saja tetapi
3. Gua Karst
Gua jenis ini merupakan bagian terbesar dari jenis gua yang ada di dunia.Gua yang terbentuk pada
kawasan yang telah mengalami Karstifikasi atau pelarutan. Sekitar 70 % gua yang ada didunia terbentuk
pada Kawasan Karst. Indonesia memiliki kawasan karst yang luasnya sekitar 15,4 juta hektare dan
tersebar hampir di seluruh Indonesia. Keberadaan kawasan ini menunjukkan bahwa pulau-pulau
Indonesia banyak yang pernah menjadi dasar laut, namun kemudian terangkat dan mengalami pengerasan.
1. Gua Litoral
Gua ini terbentuk akibat adanya proses erosi dan pengikisan dari air laut terhadap batuan di pantai
seperti pada tebing-tebing pantai yang curam dan berlangsung dalam proses yang lama. Gua ini terdapat
di daerah pantai, palung laut, atau pada tebbing muara sungai. Terbentuk akibat terpaan ombak pantai
sehingga membentuk lorong-lorong yang akhirnya menjadi sebuah gua. Namun untuk menelusuri gua ini,
kita harus berhati-hati karena gua biasanya akan terendam oleh air pasang laut.
1. Gua Es
Gua es adalah jenis gua alam yang terbentuk dari es dalam jumlah besar dan memiliki suhu yang sangat
rendah.
1. Gua Pasir
Gua yang terbentuk dari material pasir. Gua es dan gua pasir adalah jenis gua yang termasuk sulit untuk
dijumpai karena jumlahnya kurang dari 5% dari jumlah gua yang ada didunia.
1. Gua lava
Terbentuk karena kejadian yakni gejala aktivitas vulkanologi yang biasanya sangat rapuh karena
3. Karakteristik Gua
Apabila kita melakukan penelusuran dalam gua, kita tidak asing lagi dengn bentukan khas dan
mempunyai daya tarik tersendiri karena bentuknya yang bermacam-macam dan unik. Biasanya adanya
rekahan-rekahan yang terbuka menyebabkan air mudah meresap ke dalam lapisan batugamping,
kemudian muncul pada langit-langit, dinding, serta lantai gua membentuk ornamen gua (speleothem)
1. Litifikasi
Proses litifikasi adalah perubahan dari sedimen yang lentur menjadi batuan, pada kasus ini adalah
batugamping yang normalnya dari kalsium karbonat terendapkan dalam ruang pori. Dan terbawa ke
tempat terjadinya sementasi oleh pelarutan baik oleh air connate, yaitu air laut yang terjebak di sedimen
awal, dan air tanah yang ada diwaktu belakangan.Sementasi kalsium karbonat dapat diendapkan oleh
salah satu dari tiga bentuk ini: coarsely crystalline spar, elongate fibres, atau sebagai micrite yang
1. Diagenesis
Diagenesis memiliki arti yang lebih luas daripada litifikasi, juga termasuk perubahannya yang mengambil
tempat dalam batuan yang menerima perpindahan magnesium dan silika, dll.
Porositas didefinisikan sebagai total volume dari ruang udara antar partikel dalam massa; biasanya
dinyatakan dalam prosen. Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk meluluskan air melalui batuan
tersebut, biasanya dinyatakan dalam darcy (1 darcy adalah 1 cc cairan dengan kecepatan 1 centipoise
melalui 1 cm2 luas bidang, sejauh 1 cm dalam 1 detik dengan perbedaan tekanan 1 atm antar unjungnya).
Permeabilitas primer adalah melalui pori dai batuan,sedangkan permeabilitas sekunder melalui kekar,
sesar, atai gua hasil pelarutan (solution cavity). Porositas dan permeabilitas di daerah batugamping sangat
besar pengaruhnya terhadap pada proses bentukan gua. Untuk itu perlu sekali dipahami.
Bentuk dan keteabalan bed adalah faktor-faktor dalam speleogenesis. Lapisan tipis dengan ketebalan
tidak lebih dari 25-50 cm, mengadakan banyak bidang perlapisan, sedikit konsentrasi aliran, sehingga
pengembangan gua menjadi terhalangi. Lapisan yang tebal memiliki bidang lapisan lebih sedikit sehingga
jumlah alirannya terbatas, dan bisa menyebabkan perkembangan gua dengan ukuran lebih panjang.
1. Stylolite
Banyak bedding plane pada batugamping yang menampakkan ciri-ciri pelarutan tekanan yang dikenal
sebagai stylolite. Jika sebuah material yang tidak dapat terlarutkan tersebar sepanjang bedding plane,
pengaruh dari berat lapisan yang lebih muda adalah menekan lapisan bersama-sama. Dibawah tekanan
yang demikian itu kalsium karbonat yang kontak dengan butiran kwarsa dapat terlarutkan, dan pelarutan
yang semacam itu secara istimewa diatas puncak butiran dan dibawah satu sama lain. Hasil jaringan
adalah sebuah serupa dengan bentuk tiga dimensional zig-zag. Dilihat dalam se uah muka joint , terlihat
1. Struktur
Saat terlitifikasi, massa batugamping mengalami tekanan dan regangan dari apa yang disebut gaya
tektonik, didalam Bumi. Tekanan dapat menyebabkan mengalami kemiringan atau lipatan, sehingga
menyebabkan llapisan batugamping terinklinasi dan bagian lemah dari perlekatan terinklinasi kearah yang
sama. Tekanan juga menyebabkan terjadinya retakan pada batugamping, menyebabkan terjadinya kekar
dan sesar.
Di banyak kejadian, seharusnya surveyor gua dapat mem-plot disposisi dari kekar, sesar, dan dip dari
kemiringan lapisan sesuai dengan kemajuan survey. Hal ini akan sangat membantu interpretasi dari asal
muasal gua di kemudian hari dan dapat menghilangkan beberapa rangkaian survai geologi yang
1. Kekar (Joint)
Kekar dan sesar, keduanya adalah fracture (retakan), namun kekar tidak ada displacement, sedangkan
sesar, definisinya adalah bidang displacement. Keduanya dihasilkan oleh kompresi, tensi, dan torsi,
conjugate joint, adalah joint yang hanya melalui satu bed saja, atau paling banyak hanya dua atau tiga
lapisan.
master joint, adalah joint yang melalui bed yang lebih tebal daripada joint yang lain.
Conjugate joint yang melalui beberapa bed sehingga menjadi tempat yang cocok untuk awal dari tapak
jejak speleogenetik yang mengatur arah vertikal, dan berkembang menjadi “pot” atau “pitch”.
Perkembangan sepanjang joint tunggal biasanya disebut “rift”. Joint ini memungkin adanya
perkembangan gua.
Batu gamping yang terlipat memiliki normal joint yang kemudian menjadi bedding yang mana
berkembang basik saat bed dalam posisi horisontal, sehingga sampai dirotasikan dengan lapisan tertutup,
atau mungkin memiliki oblique joint yang ter impose oleh tegangan berikutnya ke lipatan.
1. Lipatan
Lipatan di batugamping, dan lapisan yang berdekatan, dapat menghasilkan sebuah struktur yang sangat
beragam; lipatan dapat berupa arch yang mulus atau sebuha pembalikan lapisan yang sempit, dapat
simetris maupun asimetris; dapat isoclinal, dengan dua cabang yang memiliki dip sama; atau
tergulingkan, dengan satu cabang memiliki lapisan yang merupakan kebalikannya. Ukurannya dapat
beberapa feet dan dapat pla luasnya berkilometer dan ribuan meter. Inklinasi dari lapisan batugaping
dapat memberikan sumbangan distribusi beberapa joint dan sesar serta berbagai bentuk zona lemah
batuan lainnya.
1. Sesar
Sesar ada tiga jenis; normal, wrench atau tear, dan reverse atau thrust. Sesar adalah fracture yang
mengalami dislokasi. Hal ini juga memungkinkan awal terjadinya spelegenesis sepanjang sesar. Salah
satu pengaruh utama dari sesar adalah displacement lapisan yang memiliki karakter speleogenesis,
berjauhan satu sama lain. Selain itu sesar dapat menghasilkan bed yang berbeda, bersamaan dengan
karakter speleogenetik yang sama, posisi yang berlawanan; gua hasilnya dapat ditandai dengan perubahan
Pergerakan sesar seringkali berkesudahan dalam sebuah fragmen batuan yang ter-crush atau ter-grind
membentuk sebuah zona atau sebuah pita breksi daripada sebuah bidang sesar clean-cut. Breksi semacam
itu biasanya merupakan sementasi dari kalsit, tetapi cukup permeable sehingga menjadi faktor yang cukup
Berbagai macam hipotesis tentang asal muasal gua telah dibuat yang mana titik awalnya adalah sebuah
masa homogen batugamping yang kemudian terangkat dari muka air laut. Dengan asumsi bahwa
batugamping adalah homogen, maka variabel sedimen gamping dan tekstur diagenesis menjadi diabaikan.
Padahal tringkah laku dari; ukuran butir dan pori, permeabilitas yang berbeda; sifat dasar bedding plane,
stylolite, kekar, sesar, lapisan mineral, karst yang terkubur, semuanya memiliki arti yang sangat penting
dalam mengontrol tempat, waktu, dan tingkatan speleogenesis. Tidak ada sistem gua yang dapat dipahami
Pada teori awal, mulanya semua pathway dari speleogenetik adalah dalam zona phreatic. Faktor geologi
yang kemudian mengontrol pathway berkembang menjadi gua. Studi yang mutakhir menunjukkan, bahwa
pathway dapat berkembang menjadi gua sistem vadose, dan juga, gua ada juga yang berkembang
Antroposentrisme adalah Manusia sebagai objek utama pengunjung gua, sehingga perlu di perhatikan
keamanan, dan kenyamanan dalam penelusuran gua. Manusia sering merusak gua dengan alasan yang
sangat buruk yaitu demi keselamatan manusia dan gua pun menjadi korbannya. Antrosentrisme terbagi
tiga penyebab: dari manusia, peralatan yang dipakaidan kondisi gua tersebut
1. Manusia
2. Ceroboh
3. Tersesat
4. Tenggelam
5. Kedinginan
6. Kurang cairan
9. Peralatan
14. Gua
17. Banjir
Keamanan telusur gua tergantung daripada sikap dan tanduk si penelsur itu sendiri. Untuk memudahkan
penelusur gua mengingat setiap tindakan pengamanan, maka HIKESPI (HIMPUNAN KEGIATAN
1. Keamanan anda pergi memasuki gua beritahukan kepada teman atau keluarga kapan perginya,
3. Alat-alat yang digunakan untuk penelusuran gua harus memadai dan harus mengerti dalam
pemakaiannya.
4. Minimal membawa 3 sumber cahaya dan cadangan peralatanya( karbit, senter, lilin)
5. Ajak orang yang berpengalaman dalam teknik penelusuran gua dan berwibawa.
6. Nafas sesak dan tersengal-sengal merupakan tanda bahwa gua penuh dengan karbondioksida dan
7. Akal sehat, keterampilan, persiapan yang matang dan pengalaman merupakan pegangan dalam
penelusuran gua.
8. Naluri keselamatan yang ada dalam penelusuran gua harus di kembangkan, karena naluri ini sering
BAB III
1. Tali Statis
Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus kuat, memiliki daya tahan terhadap gesekan,
daya lentur kecil (statis) dan dapat menyerap kejut. Biasanya, tali yang dipakai berdiameter 9,5 mm
sampai 11 mm.
2. Webbing
Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-lain.
3. Padding
Digunakan untuk melindungi tali dari gesekan. Biasanya diguakan dari bahan terpal yang kuat menerima
gesekan.
4. Carabiner
Digunakan sebagai alat pengait. Carabiner mempunyai beberapa macam bentuk sesuai dengan kegunaan
– Carabinner Oval
– Delta Carabiner
5. Seat Harnnest
Digunakan untuk mengikat tubuh yang dipasang pada pinggang dan paha.
6. Ascender
Digunakan untuk naik atau memanjat lintasan tali. Dibedakan menjadi hand ascender (dipegang tangan)
– Hand jummar
– Croll
– Basic jummar
7. Descender
– Capstand, terdiri dari dua jenis, yaitu ; simple stop (bobbin/non auto stop) dan auto stop.
– Semi Circular MR/ halfmoon MR, digunakan untuk menyambung seat harness.
– Oval MR, digunakan untuk menyambung chest ascender dengan delta MR dan semi circular MR.
8. Cowstail
Dibuat dengan tali dinamis yang disimpul dengan salah satu ujung tali lebih pendek. Tali yang pendek
digunakan sebagai pengaman/tambatan pengaman, sedangkan yang panjang dihubungkan dengan Hand
9. Foot Loop
1. Helm
2. Sepatu
3. Sarung tangan
4. Masker
5. Tali statis
6. Pulley
7. Webbing
9. Ascender
1. Peralatan rescue
1. Peralatan lainnya
Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali (rucksack, tackle bag), juga untuk
membawa perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti lampu batre, senter, atau lainnya. Untuk
mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus serta pelampung.
1. Pembuatan anchor
Anchor adalah tambatan point atau obyek yang akan dijadikan tambatan. Anchor dapat dibuat di pohon,
lubang tembus, rekahan dan chock stone. Pembuatan anchor harus memperhatikan beberapa hal, yaitu
kuat, lintasan aman dilewati dan tidak merusak alat. Anchor dibuat dengan menggunakan Carrabiner yang
dipasangkan pada webbing atau prusik yang dibentuk sling. Sling dililitkan pada obyek yang akan
Anchor ada dua yaitu main-anchor dan back-up anchor. Main anchor atau anchor utama adalah anchor
yang secara langsung mendapatkan beban saat lintasan digunakan. Back-up anchor berfungsi sebagai
pengaman cadangan jika main anchor terlepas atau jebol. Penentuan posisi pemasangan antara main
anchor dan backup anchor perlu memperhitungkan fall factor, yaitu beban hentakan/ jatuh yang diterima
backup anchor saat main anchor terlepas atau jebol. Oleh karena itu, kekuatan anchor harus benar-benar
diperhitungkan, terutama backup anchor. Karena backup dirancang untuk mendapatkan beban hentakan
Terdapat pula jenis anchor yang dinamakan Y anchor, dibuat dengan tujuan untuk membagi beban yang
diterima di kedua sisi dan menempatkan lintasan di posisi tertentu. Bentuknya seperti hutuf Y. Sudut yang
digunakan tidak boleh melebihi 1200 karena akan membuat kedua tali sama-sama tegang sehingga tujuan
untuk membagi beban tidak tercapai, bahkan sebaliknya beban yang diterima ditiap titik tambatan akan
lebih besar daripada beban sebenarnya. Untuk lintasan yang memungkinkan terjadi friksi, maka diberikan
dibentuk sling. Sling dililitkan pada obyek yang akan dijadikan tambatan dan disambung dengan
carrabiner.
2. Manajemen penelusuran
Manajemen penelusuran adalah suatu aturan/ langkah-langkah yang harus diikuti sebelum, dan dapat
dilaksanakan selama dan sesudah kegiatan. Pertama yaitu leader, bertugas sebagai rigging man yaitu
orang yang membuat jalur lintasan, bertanggungjawab atas anggotanya, memastikan kemanan lintasan,
memastikan lintasan aman dilewati semua anggota. Kedua assisten rigging man yaitu sebagai backup dari
leader atau rigging man yang mengetahui segala yang dibutuhkan leader atau rigging man. Ketiga ada
anggota penelusuran gua. Pakaian yang digunakan menutup seluruh tubuh dan mudah kering atau pakaian
yang tidak menyerap air. Wajib menggunakan sepatu, lebih baik sepatu boot. Menggunakan senter yang
terang, sebisa mungkin menggunakan headlamp agar tangan dapat bergerak bebas.
Dalam penelusuran gua dibutuhkan minimal 4 orang dan maksimum 6 orang, hal ini berkaitan dengan
oksigen yang ada didalam gua sangat minimum. Dibutuhkan minimal 1 orang yang berada diatas,
tugasnya mengawasi dan mengabarkan keadaan yang terjadi di atas. Peralatan SRT set yang dibutuhkan
dalam setiap penelusuran minimal setengah dari keseluruhan yang ikut. Namun, sebisa mungkin setiap
orang satu SRT set karena ketika berada didalam gua maksimum 2 jam. Hal tersebut disebabkan beberapa
hal antara lain oksigen yang minimum dalam gua dan cuaca yang tidak dapat diprediksikan.
Pada dasarnya setiap penelusur gua, harus memulai perjalanannya dalam kondisi tubuh fit . Apabila badan
terasa kurang fit, sebaiknya perjalanan eksplorasi gua dibatalkan (etika penelusuran gua). Hal ini
disebabkan karena udara di dalam gua sangat buruk, penuh deposit kotoran burung dan kelelawar,
ditambah kelembaban yang sangat tinggi. Mudah sekali dalam kondisi demikian seorang penelusur gua
terserang penyakit paru-paru, beberapa pioneer penelusur gua menghentikan kegiatan eksplorasinya
Selain memerlukan kondisi tubuh yang baik, seorang penelusur gua sedikit banyak harus harus memiliki
kelenturan tubuh dan yang terpenting tidak cepat menjadi panik dalam keadaan gelap dan sempit. Bentuk
tubuh juga mempengaruhi kecepatan gerak seorang penelusur gua. Penelusur Gua ideal adalah yang
memiliki badan relatif kecil meskipun belum tentu menjadi jaminan akan menjadi penelusur handal.
Dalam penelusuran horisontal, kita lakukan gerak, jalan membungkuk, merangkak, merayap, tengkurap,
dan kadang terlentang, menyelam serta berenang. Dengkul dan ujung siku merupakan sisi penting buat