Anda di halaman 1dari 203

BAB I

MATERI CALON ANGGOTA MAPALA SANTIGI

A. SPELEOLOGI

a. Pengertian Speleologi

Speleologi secara morfologi berasal dari bahasa Yunani yaitu : Spalion = Gua

dan Logos = ilmu. Jadi secara harfiah diterjemahkan ilmu yang mempelajari tentang gua,

tetapi karena perkembangan speleologi itu sendiri, speleologi juga mempelajari tentang

lingkunga di sekitar gua.

Menurut IUS (International Union of Speleology) anggota komisi X UNESCO

PBB yang berkedudukan di Wina, Austria :

“ Gua adalah setiap ruangan bawah tanah yang dapat dimasuki orang “

Menurut R.K.T.Ko (Speleogiawan) :

“Setiap lubang di bawah tanah baik terang maupun gelap, luas maupun sempit, yang

terbentuk melalui sistem percelahan, rekahan atau aliran sungai yang kadang

membentuk suatu lintasan aliran sungai bawah tanah”.

1
b. Proses Terbentuknya Goa dan Jenis – jenis Gua

Menurut proses terbentuknya, gua dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

a. Gua Lava

Yaitu gua yang terbentuk akibat aktifitas vulkanik dari gunung berapi. Ketika

terjadi letusan, lava yang dimuntahkan mengalir kebawah membentuk alur-alur

memanjang. Ketika bagian atas/permukaan lava sudah membeku, laca yang dibawah

permukaan masih mengalir terus sehingga menimbulkan rongga atau lorong.

b. Gua Littoral

Yaitu gua yang terbentuk didaerah tebing pantai, akibat pengikisan yang

dilakukan oleh angin dan gelombang laut.

c. Gua Kapur atau Limenstone

Yaitu gua yang terjadi didalam daerah batuan kapur/limenstone, akibat dari

pengikisan air terhadap batuan kapur di dalam tanah. Gua kapur inilah yang menjadi

obyek penelusuran dan ekspoitasi bagi pecinta alam atau penelitian yang tidak habis-

habisnya oleh para ilmuwan. Hal ini disebabkan karena banyak daerah atau kawasan

hunian yang berstruktur batuan kapur, sehingga gua-gua yang ada disekitarnya,

bagaimana pun juga mempunyai pengaruh positif maupun negatif bagi masyarakat yang

tinggal di daerah tersebut.

d. Gua Vulcanic

Terbentuk akibat pergeseran permukaan tanah akibat aktivitas Vulkanic.

2
Di dunia ini terdapat berbagai jenis gua alam yaitu :

 Gua garam (NaCl) : Gua yang materi pembentuknya terdiri dari garam

 Gua es : Gua yang materi pembentuknya terdiri dari es, akibat dari es yang

mencair sebagian.

 Gua Lava : Akibat aliran lava yang sudah mati, biasanya pada gunung yang tidak

aktif lagi.

 Gua batu kapur : Gua yang materi pembentuknya terdiri dari batu kapur atau batu

gamping ( CaCo )
3

 Gua gips : Gua yang materi pembentuknya terdiri dari bahan gips.

90% dari gua-gua di dunia adalah gua yang materi pembentuknya dari batu kapur.

c. Jenis Lorong Gua

Dalam eksplorasi, kita harus mengenal jenis atau tipe-tipe lorong yang akankita

eksplorasi. Pengenalan lorong ini banyak bermanfaat dalam deskripsi, identifikasi

maupun hingga pada penyelamatan diri terhadap bahaya-bahaya penelusuran goa. Secara

umum jenis lorong goa dibagi dalam 4 kelompok besar yaitu :

 Lorong Fosil

Pada lorong ini kondisi hidrologi relatif amat minim bila dibandingkan dengan

lorong-lorong lainnya. Terutama pada pertumbuhan ornamen goa yang sudah mencapai

nol. Kelembaban yang cukup rendah dan suhu yang relatif tinggi merupakan ciri utama

lorong ini.

3
 Lorong Vadose

Lorong Vadose ini merupakan lorong goa yang hanya dialiri air pada musim

penghujan sehingga secara relatif lorong ini memiliki kelembaban yang lebih tinggi

dibandingkan lorong fosil, dan suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan lorong fosil.

Pertumbuhan ornamen-ornamen goa relatif masih tetap ada meski sudah semakin

mengecil.

 Lorong Muka Air

Suatu lorong bisa dikatakan sebagai lorong muka air apabila ditemui aliran

sungai bawah tanah, namun belum tentu jika ditemui kolam bawah tanah merupakan

lorong muka air. Pada lorong ini pertumbuhan ornamen masih sangat maksimal dengan

kelembaban yang relatif paling tinggi dan suhu yang relatif paling rendah dibandingkan

lorong-lorong lainnya.

 Lorong Freatik

Lorong ini hanya dapat dimasuki dengan teknik penyelaman (Diving). Kondisi korong ini

tidak memungkinkan adanya pertumbuhan ornamen goa sehingga pada umumnya

memiliki dinding goa yang relatif halus dibanding lorong goa lainnya.

4
d. Ornamen/Dekorasi Gua (Speleothem)

Kesepakatan dalam klasifikasi speleothem memiliki dua hirarki; form (bentuk)

dan style (corak). Form adalah speleothem dengan bentuk dasar yang dapat membedakan

berdasar pada perilaku pertumbuhan mineral atau mekanisme dasar deposisinya. Style

adalah klasifikasi lanjutan dari form yang menjelaskan bentuk berbeda yang merupakan

hasil dari perbedaan tingak aliran, tingkat deposisi, dan faktor lainnya.

Daftar form speleothem menurut kesepakatan adalah :

a. Form dripstone dan flowstone (Stalactite, stalagmite, draperies, flowstone sheet).

b. Form Erratic (Shield, helictites, form botryoidal, anthodite, moonmilk).

c. Form sub-aqueous (Kolam rimstone, concretion dari berbagai macam, deposit

kolam, deretan kristal).

Klasifikasi diatas dibatasi pada kelompok mineral tertentu, terutama karbonat.

Namun, secara garis besar ada pengklasifikasian yang lebih sederhana yaitu :

a. Batu Alir (Flowstone)

Yaitu ornamen gua yang terbentuk karena aliran air. Terdiri dari :

1. Canopy

Ornamen yang tumbuh pada dinding goa, berbentuk menyerupai setengah tudung

payung, atau jamur terbentuk karena aliran ait yang mengalir diatas batu yang menenpel

pada dinding goa.

5
2. Gordyn

Ornamen yang menempel pada dinding goa, memanjang dari atas ke bawah dan

berbentuk korden jendela.

3. Draperis

Merupakan ornamen pada dinding goa yang menyerupai susunan gigi atau

gergaji dibagian bawahnya. Merupakan gordyn yang bagian bawahnya terbentuk

bentukan gergaji.

4. Gourdam

Ornamen ini berebntuk mirip petak-petak sawah. Ada dua jenis mikro (berukuran

kecil) dan makrogourdam (berukuran besar). Terbentuk akibat pengendapan kalsit pada

saat aliran air terhambat atau diperlambat pada bibir gour tersebut.

b. Batu Tetes (Dripstone)

Yaitu ornamen goa yang terbentuk karena tetesan air.

1. Batu tetes menggantung :

 Stalagtit : formasi batuan yang menggantung (tumbuh ke bawah) karena

pengaruh gravitasi.

 Straw : merupakan jenis stalagtit dengan diameter sesuai dengan tetesan airdan

dibagian tengah berlubang (seperti sedotan minuman).

6
2. Batu tetes tegak :

 Stalagmit : ornamen yang tumbuh dari lantai goa yang dikarenakan tetesan dari

stalaktit yang terus menunpuk pada satu titik.

 Rimestone yaitu terbentuk dalam air.

3. Bentukan lain

 Cave pearl (mutiara goa) : ornamen benrbentuk bola kristal atau mutiara yang

terbentuk pada kolam dibawah tetesan air, terjadi karena endapan kristal kalsit

yang menyelubungi butiran pasir lapis demi lapis akibat bergulirnya butiran pasir

secara kontinyu dalam media air jenuh caco3.

 Colum : ornamen yang berupa stalagmit dan stalagtit yang telah bertemu

ujungnya sehingga menyambung menjadi satu pilar.

7
4. Daftar Gambar Ornamen Gambar

 Stalaktite

 Stalagmite

 Pillar atau coulom

 Helectite

8
 Soda straw

 Gourdam

 Flowstone

 Curtain/Gordyn

9
 Canopy

 Cave Pearl

 Moon Milk

10
e. Lingkungan Gua

Lingkungan goa mempunyai zonasi tersendiri yaitu :

1. Zone terang : bagian goa yang masih bisa menerima cahaya matahari secara langsung.

Fluktuasi suhu dan kelembaban masih tinggi.

2. Zone Peralihan : bagian gua yang menerima cahaya matahari tetapi tidak secara

langsung seperti dari pantulan dinding goa. Fluktuasi suhu dan kelembaban masih

terjadi tetapi relatif tidak tinggi.

3. Zone gelap total : bagian goa yang sama sekali tidak ada cahaya (gelap abadi).

Fluktuasi suhu dan kelembaban sangat kecil, relatif konstan. Hewan-hewan yang hidup di

lingkungan goa dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :

 Trogloxene : hewan yang secara kebetulan berada dalam goa karena sebenarnya

hewan tersebut asing terhadap lingkungan goa seperti musang, ular, nyamuk.

 Troglophile : hewan yang menyukai kegelapan, tetapi masih mencari makanan di

luar lingkungan goa seperti kelelawar dan walet. Hewan jenis ini hanya

memanfaatkan goa sebagai tempat tinggal dan berlindung.

 Troglobite (troglobion) : hewan ini keseluruhan siklus hidupnya terjadi didalam

goa, sehingga memiliki sifat-sifat yang jauh berbeda dengan hewan-hewan yang

ada di permukaan. Tandanya antara lain berpigmen sedikit, kulit tipis dan

penglihatan tidak berfungsi dan menggantungkan sepenuhnya pada antena/

sungut.

11
B. SEJARAH PENELUSURAN GUA

a. Sejarah Gua Di Dunia

Tidak ada catatan resmi kapan manusia menelusuri gua. Berdasarkan peninggalan

– peninggalan, berupa sisa makanan, tulang belulang, dan juga lukisan – lukisan, dapat

disimpulkan bahwa manusia sudah mengenal gua sejak puluhan tahun silam yang tersebar

di benua Eropa, Afrika, dan Amerika. Menurut catatan yang ada, penelusuran gua dimulai

oleh John Beaumont, ahli bedah dari Somerset, England (1674). Ia seorang ahli tambang

dan geologi amatir, tercatat sebagai orang pertama yang menelusuri sumuran (potholing)

sedalam 20 meter dan menemukan ruangan dengan panjang 80 meter, lebar 3 meter, serta

ketinggian plafon 10 meter, dengan menggunakan penerangan lilin.

Menurut catatan, Beaumont merangkak sejauh 100 meter dan menemukan jurang

(internal pitch). Ia mengikatkan tambang pada tubuhnya dan minta diulur sedalam 25

meter dan mengukur ruangan dalam gua tersebut. Ia melaporkan penemuan ini pada

Royal Society, Lembaga Pengetahuan Inggris. Orang yang paling berjasa

mendeskripsikan gua – gua antara tahun 1670-1680 adalah BARON Johann Valsavor

dari Slovenia. Ia mengunjungi 70 gua, membuat peta, sketsa, dan melahirkan buku

setebal 2800 halaman.

Joseph Nagel, pada tahun 1747 mendapat tugas dari istana untuk

memetakansistem perguaan di Kerajaan Astro-Hongaria. Sedangkan wisata gua pertama

kali tercatat tahun 1818, ketika Kaisar Habsbrug Francis I dari Austria meninjau gua

Adelsberg (sekarang bernama gua Postojna) terletak di Yugoslavia. Kemudian

wiraswastawan Josip Jersinovic mengembangkannya sebagai tempat wisata dengan

memudahkan tempat itu dapat dicapai. Diberi penerang dan pengunjung dikenai biaya

12
masuk. New York Times pada tahun 1881 mengkritik bahwa keindahan gua telah dirusak

hanya untuk mencari keuntungan. Stephen Bishop pemandu wisata yang paling berjasa,

ia budak belian yang dipekerjakan oleh Franklin Gorin seorang pengacara yang

membeli tanah disekitar gua Mammoth, Kentucky Amerika Serikat pada tahun 1838. dan

kini gua Mammoth diterima UNICEF sebagai warisan dunia.

b. Lahirnya Ilmu Speleologi

Secara resmi ilmu Speleologi lahir pada abad – 19 berkat ketekunan Edward

Alferd Martel. Sewaktu kecil ia sudah mengunjung gua Hahn di Belgia dengan ayahnya

seorang Paleontologi, kemudian juga mengunjungi gua Pyrenee di Swiss dan Itali. Pada

tahun 1888 ia mulai mengenalkan penelusuran gua dengan peralatan, pada setiap musim

panas ia dan teman – temannya mengunjungi gua – gua dengan membawa 2 gerobak

penuh peralatan, bahan makanan, dan alat fotografi. Martel membuat pakaian berkantung

banyak yang sekarang disebut cover all (wearpack). Kantung itu diisi dengan peluit,

batangan magnesium, 6 lilin besar, korek api, batu api, martil, 2 pisau, alat pengukur,

thermometer, pensil, kompas, buku catatan, kotak P3K, beberapa permen coklat, sebotol

rum dan telepon lapangan yang ia gendong. Sistem penyelamatannya dengan

mengikatkan dirinya kalau naik atau menuruni dengan tali.

Tahun 1889, Martel menginjakkan kakinya pada kedalaman 233 m di sumuran

ranabel, dekat Marseille, Perancis dan selama 45 menit tergantung di kedalaman 90 m. Ia

mengukur ketinggian atap dengan balon dari kertas yang digantungi spon yang dibasahi

alkohol, begitu spon dinyalakan balon akan naik keatas mencapai atap gua. Hingga kini

Edward Alfred Martel disebut bapak Speleologi. Kemudian banyak ahli speleologi

seperti : Pournier, Jannel, Biret, dan banyak lagi.

13
Baru setelah PD I Robert De Jolly dan Nobert Casteret mampu mengimbangi

MARTEL. Robert de Jolly mampu menciptakan peralatan gua yang terbuat dari

alluminium Alloy. Nobert Casteret orang pertama yang melakukan “Cave Diving” pada

tahun 1922, dengan menyelami gua Motespan yang di dalam gua itu ditemukan patung –

patung dan lukisan bison serta binatang lain dari tanah liat, yang menurut para ahli, itu

sebagai acara ritual sebelum diadakan perburuan binatang, ditandai adanya bekas – bakas

tombak dan panah. Namun dalam PD II, gua-gua digunakan sebagai tempat pertahanan,

karena pertahanan di gua akan sulit ditembus walaupun menggunakan bom pada waktu

itu.

c. Perkembangan Speleologi di Indonesia

Di Indonesia speleologi relatif tergolong suatu ilmu yang baru. Dalam hal ini

masih sedikitnya ahli – ahli speleologi maupun pendidikan formal tentang speleologi.

Speleologi baru berkembang sekitar tahun 1980, dengan berdirinya sebuah club yang

bernama “SPECAVINA”, yang didirikan oleh NORMAN EDWIN (alm) dan RKT Ko

Namun karena adanya perbedaan prinsip dari keduanya maka terpecah, dan

mereka masing – masing mendirikan perhimpunan :

1. Norman Edwin (alm) mendirikan klub yang diberi nama “GARBA BUMI”,

2. Robby KT. Ko mendirikan Hikespi pada tahun 1983

14
d. Sejarah Penelusuran Gua Di Indonesia

Sejarah penelusuran goa di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1980-an hingga

kini banyak diminati oleh para petualang maupun mahasiswa. Apalagi dengan dengan

lahirnya SPECAVINA yang didirikan oleh dr. RKT. Ko dan Norman Edwin (Alm),

namun terpecah karena adanya perbedaan pendapat yang akhirnya Norman Edwin

mendirikan Garba Bumi dan dr. RKT Ko mendirikan HIKESPI.Pada tahun-tahun

berikutnya berdirilah beberapa klub Speologi di kota besar Indonesia seperti ASC (

Yogyakarta), SCALA ( Malang ), DSC ( Bali ), SSS ( Surabaya ) dan seagainya. Dengan

berdirinya klub-klub speologi tersebut maka para petualang dan penelusur goa di penjuru

nusantara di daerah kawasan karst.

e. Bsc : bogor speleological club

f. Dsc : denpasar speleological club

g. Scala : speleo club malang

h. Sss : salamander speleo surabaya

i. Jsc : jakarta speleo club

j. Asc : acintyacunyata speleoligical club

15
C. KODE ETIK PENELUSURAN GUA

Motto

Penelusuran gua dilarang:

Mengambil sesuatu – kecuali mengambil foto.

Meninggalkan sesuatu – kecuali meninggalkan jejak kaki.

Membunuh sesuatu – kecuali membunuh waktu.

a. Kode Etik National Speleological Society

Kode etik ini pertama kali dicetuskan oleh National Speleological Society

(Amerika Serikat). Karena mudah dipahami setiap penelusuran gua, maka kode etik ini

diterima secara internasional dan menjadi pegangan bagi semua penelusuran gua. Kode

etik tersebut antara lain :

1. Setiap penelusuran gua dilarang mengeluarkan atau memindahkan sesuatu dari

bahan gua tanpa tujuan jelas. Bila dilakukan untuk tujuan ilmiah maka tindakan

itu harus selektif dan dilaksanakan oleh yang berwenang.

2. Kegiatan penelusuran gua wajib dilaksanakan secara tertib, hati – hati dan penuh

pengertian. Hindarilah penelusuran gua belantara, yang belum dikelola untuk

kunjungan umum, secara masal.

3. Kegiatan menelusuri gua, baik dari segi olahraga, petualangan maupun ilmiah,

bukanlah hal yang perlu dipertontonkan dan tidak perlu penonton.

4. Penelusur gua wajib bertindak wajar. Tidak melampui batas kemampuan fisik

maupun teknik dan kesiapan mental dirinya sendiri. Tidak memandang rendah

kesanggupan sesama penelusur.

16
5. Senantiasa menunjukkan respek pada penelusur gua lain dengan cara

6. Tidak mengambil atau memindahkan alat atau perlengkapan yang sedang

digunakan atau ditinggalkan mereka tanpa izin pemiliknya.

7. Tidak melakukan tindakan – tindakan yang membahayakan penelusur gua lain.

8. Tidak menghasut pihak ke tiga untuk menghalangi penelusur gua lainnya

memasuki gua.

9. Tidak melakukan duplikasi penelitian yang sedang dilakukan peneliti lain, pada

gua yang sama.

b. Kewajiban Penelusur Gua

1. Senantiasa memperhatikan keadaan cuaca. Tidak memasuki gua yang mudah

kebanjiran pada musim hujan.

2. Senantiasa menyadari, bahwa kegiatan penelusuran gua bukan merupakan hak,

tetapi wajib dianggap sebagai suatu anugrah, rahmat, karunia dan berkah

(privilege)

3. Memilih sebagai tujuan utama penelusuran gua: koservasi (pencagaran) gua dan

lingkungannya. Karenanya wajib menjaga kebersihan gua dan lingkungannya.

4. Wajib memberi pertolongan sesuai dengan batas kemampuan, bila ada penelusur

gua dari rombongan lain yang membutuhkannya.

5. Bertindak sopan dan tidak menggangu ketenteraman penduduk didekat lokasi

system perguaan. Tidak boleh menyinggung perasaan mereka.

6. Mengikuti secara patuh dan seksama semua prosedur perizinan yang

dipersyaratkan dan memberi laporan kepada pemberi izin.

17
7. Wajib memberitahukan kepada sesama penelusur, bila dijumpai bagian – bagian

yang berbahaya dalam gua tertentu.

8. Bila mengalami suatu muzibah, maka hal itu tidak boleh dirahasikan. Wajib

dilaporkan kepada penduduk dan pemerintahan daerah setempat, kepada

pengawas dan pengelola wilayah tersebut dan semua penggiat penelusur gua

yang dikenal, untuk disebarluaskan, agar jangan sampai muzibah tersebut

terulang kembali.

Bila ada rencana menelusuri gua, wajib memberitahukan kepada keluarga, rekan

atau sesama anggota perkumpulan, penduduk dan kepala desa terdekat data sebagai

berikut:

1. Maksud dan tujuan menelusuri gua, rencana waktu masuk, rencana waktu keluar,

daftar nama penelusur lengkap alamat dan nomor telepon.

2. Bila sampai terjadi muzibah, atau belum keluar pada waktu yang sudah

ditentukan, siapa yang harus dihubungi dan dengan cara apa.

3. Wajib memilih dan patuh kepada pemimpin penelusur gua yang kompeten,

berwibawa dan sudah berpengalaman. Khususnya dalam menentukan kesiapan

mental, fisik dan derajat ketrampilan penelusuran gua, yang wajib disesuaikan

dengan derajat kesulitan gua.

4. Wajib mempelajari semua acuan yang dibutuhkan sebelum memasuki gua: peta

geologi, peta topografi, keadaan iklim, khususnya curah hujan, peta-peta gua

yang ada, literatur terkait, menghubungi nara sumber, mengumpulkan dan

menganalisa informasi penduduk setempat atau jurukunci perihal gua tersebut.

5. Wajib mempersiapkan diri secara fisik, mental dan ketrampilan menggunakan

semua alat atau perlengkapan yang harus tersedia secara lengkap, sesuai

kebutuhkan.

18
c. Bahaya-Bahaya Penelusuran Gua Dan Pencegahannya

Apabila hendak membicarakan “BAHAYA” penelusuran gua, maka secara

konseptual dan diakui secara INTERNASIONAL ialah adanya dua pengertian yang

berbeda pendekatannya. Kedua pengertian itu harus diperhatikan secara bersama, tidak

boleh terpisah dan keduanya harus ditangai secara bersama. Baik dari segi perizinan,

rekomendasi, kegiatan penelusuran gua, pendataan gua, konsep pengolahan gua, untuk

tujuan apapun.

1. Pengertian Antroposentrisme.

2. Pengertian Speleosentrisme.

1. Antroposentrisme

Dalam pemikiran antroposentrisme, yang diperhatikan sebagai obyek utama ialah

manusia pengunjung gua. Manusialah yang perlu dilindungi terhadap bahaya. Ia harus

aman, nyaman menelusuri gua. Bahaya – bahaya dari sudut pandang antroposentrisme:

1. Terpeleset

2. Kepala terantuk atap gua

3. Tersesat.

4. Tenggelam

5. Kedinginan (hipotermia).

6. Dehidrasi,

7. Keruntuhan atap atau dinding gua

8. Keracuanan gas

19
Keamanan menelusuri gua sangat tergantung kepada sikap dan tindak tanduk si

penelusur gua itu sendiri. Untuk memudahkan si penelusur gua mengingat semua

tindakan pengaman, maka hikespi telah menyusun ringkasan singkat mudah diingat. Arti

dari KEAMANAN sebagai berikut :

 Kemana anda pergi memasuki gua, beritahukanlah kepada teman atau keluarga;

kapan perginya, ke lokasi mana dan kapan pulangnya.

 Empat orang adalah jumlah minimal yang dianggap aman untuk menelusuri gua.

Bila satu yang celaka, satu menemaninya, dua yang keluar gua minta

pertolongan.

 Alat-alat yang dibawa harus memadahi. Setiap pemakai harus paham betul cara

menggunakannya.

 Membawa tiga sumber cahaya, lengkap dengan cadangan perlatannya,

merupakan kewajiban mutlak.

 Ajak selalu orang yang berpengalaman dalam teknik penelusuran dan berwibawa.

Ia juga harus mengetahui seluk beluk lingkungan di bawah tanah.

 Nafas sesak dan tersengal-sengal merupakan pertanda, bahwa ruang gua penuh

karbodioksida. Karenanya harus cepat keluar gua.

 Akal sehat, ketrampilan, persiapan matang, perhitungan cepat dan tepat, serta

pengalaman, menjadi pegangan penelusuran gua, bukan adu nasib atau

kenekatan.

 Naluri keselamatan yang ada pada setiap penelusur gua harus dikembangkan dan

diperhatikan, karena naluri ini sering diandalkan sebagai factor pengaman ampuh.

20
2. Speleosentrisme

Perlu diketahui, bahwa pemikiran dari segi bahaya penelusur terhadap gua, tidak

mendapat perhatian yang seimbang. Hal ini disebabkan akibat keacuhan, kurang

pengertian terhadap bentukan alam yang begitu peka, rendah daya dukungnya, rendah

daya lentingnya.

Satu-satunya cara mencegah perusakan gua ialah dianutnya:

1. Kode etik penelusuran gua

2. Harus ditetapkan sistem perizinan dan rekomendasi ketat.

3. Secara konsekuen ditetapkan undang – undang tepat yang melindungi gua dan

biota dalam gua.

4. Akses tetap dibiarkan sulit.

5. Larangan media massa menerbitkan artikel mengenai gua-gua indah dan peka.

6. Jangan mengajak sembarang orang memasuki gua.

7. Gua ditutup.

8. Mengsakralkan gua.

9. Melarang total memasuki gua

10. Tidak menyebarkanluaskan laporan dan peta gua.

21
Untuk menjaga keutuhan lingkungan gua, HIKEPSI berhasil pula menyusun

ringkasan KONSERVASI yang mudah diingat:

 Kepekaan gua dan lingkungannya terhadap setiap bentuk pencemaran harus

selalu diingat oleh penelusur gua.

 Otoritas yang berwenang dalam konservasi alam hendaknya dihubungi untuk

diajak bekerja sama.

 Nasehat dari ilmuwan dan saran-saran mereka senantiasa harus diperhatikan dan

dijadikan NARA SUMBER.

 Sumber daya AIR, BIOTA, FORMASI dan SEDIMEN GUA perlu dijaga

kelestariannya.

 Ekologi di dalam dan di luar gua ERAT HUBUNGANNYA dan berada dalam

KESEIMBANGAN DINAMIS.

 Rehabilitasi kerusakan gua dan lingkungannya sangat sangat mustahil dilakukan.

 Vandalisme amat merusak gua dan lingkungannya. Harus aktif ditentang atau

dihindari.

 Amankan gua dan lingkungannya, agar bebas coretan dan pencemaran.

 Sadarkan semua pihak akan pentingnya hampir semua gua sebagai sumber daya

alam, yang karenanya perlu dilindungi.

Inisiatif ikut menjaga kelestarian gua dan lingkungannya, besar artinya bagi nusa, bangsa

dan generasi yang akan datang.

22
D. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN PENELUSURAN GUA

Kriteria pemilihan perlengkapan dan peralatan :

a. Standard keamanan (safety)

UIAA (Union International des Associations d’Alpinisme)

CE (Conformite aux Exigences)

EN (European Norm)

CEN ( Comite Europeen de Normalisation)

b. Kekuatan dan daya tahan

Alat yang digunakan harus diketahui kekuatan dan beban maksimal yang

direkomendasikan. Alat harus tahan terhadap situasi dan kondisi gua yang rentanterhadap

abrasi / gesekan, air, lumpur, batuan kapur. Peralatan gua vertkal direkomendasikan yang

telah melewati ”individually tested” yang ditandai dengan beban maksimal ”MAX” dan

beban aktif ”USE”.

c. Fungsionalitas

Pemilihan peralatan perlu diperhatikan fungsi alat, hal ini berkaitan dan

penggunaan yang efektif dan efisien. Selain dari fungsi dasar, perlu di pahami fungsi –

fungsi tambahan pada alat. Penggunaan alat akurat, tepat guna dan sesuai dengan

kebutuhan (simplicity). Faktor yang perlu diperhatikan adalah”berat”, yang hal ini

berpengaruh terhadap daya tahan/stamina dari penelusur gua.

23
d. Uraian standard peralatan penelusuran gua

a. Cover All

Fungsi : Pakaian pelindung

Bahan : PVC, Nylon fabric,

Keterangan : Bahan cover all mampu melindungi dari gesekan, basah dan dingin,

disesuaikan dengan tipe gua.

b. Sepatu

Fungsi : Alas dan melindungi kaki

Jenis : Sepatu Boot, PDL

Keterangan : Sepatu mampu melindungi mata kaki, tahan terhadap gesekan, grip dan sol

tahan air dan lumpur.

24
c. Helm

Fungsi : Melindungi kepala dari benturan

Jenis : Speleo helmet

Keterangan : Bahan terbuat dari fiber carbon, kevlar atau polycarbonate. Helm didesign

mampu meredam benda yang jatuh menimpa helm.

d. Pencahayaan

Fungsi : Memberikan penerangan

Jenis : Electrical lamp dan carbide model

25
e. Peralatan Gua Vertikal :

a. Tali

Fungsi : Alat utama untuk lintasan SRT

Jenis : Static dan Dynamic

Keterangan : Hal yang perlu diperhatikan :

- Ukuran diameter tali / size

- Abrasi / gesekan

- Simpul

- Bahan kimia

- Umur tali

26
b. Peralatan Rigging

Fungsi : Untuk membuat anchor / tambatan

Jenis : Natural anchor : Webbing / sling (turbular dan flat)

Bolting Anchor : Hammer, Driver, Spits, Bolting bag, Hanger, Pyton.

27
c. Carabiner

Fungsi : sebagai penghubung atau pengkait.

Jenis : carabiner screwgate, non screw, auto lock

Alat personal SRT Set terdiri dari:

1. Harness

Fungsi : Sebagai penghubung utama badan dan alat lainnya.

Jenis : Sit harness, Body harness

2. Maillon Rapide 8 mm

Fungsi : sebagai penghubung harness dan alat ascending dan descending

Jenis : Delta MR dan semi circular

28
3. Cowstail Pendek dan Panjang

Fungsi : Sebagai pengaman dan penghubung ascender

Jenis : Dynamic rope dan Webbing (spelegyca)

4. Carabiner

Fungsi : Sebagai penghubung alat

Jenis :

a. O carabiner screw gate

b. O carabiner non screwgate / C.friksi

c. D screwgate

29
5. Descender

Fungsi : Alat turun.

Jenis : Auto Stop,Rack dan Simple

Fungsi : Alat turun Jenis : Auto stop, Rack, Simple

6. Ascender

Fungsi : Alat naik

Jenis : Croll / alat naik di dada

7. Jammer / alat naik di tangan

30
8. Chest Harnest

Fungsi : sebagai penghubung croll dengan badan

Jenis : Webbing soft.

9. Foot Loop

Fungsi : Sepagai pijakan kaki Jenis : Static rope dan webbing

10. Peralatan transport :

Fungsi : Alat tambahan untuk membawa peralatan dan logistik

Jenis : Tackle bag, waterproof bag, perahu karet

31
E. PENELUSURAN GUA HORIZONTAL

a. Penelusuran Tanpa Perlengkapan

Dalam lintasan horizontal, penelusur biasanya membawa perlengkapan personal

dan barang mereka dalam tas caving kecil. Paling mudah, serta cara paling efektif dan

dengan dampak minimal terhadap gua dalam lintasan jalan adalah dengan mengikuti jalan

yang sama dengan jalan yang dilewati oleh anggota team di depan, dengan hati-hati

menghindari area sensitive (flowstone, stalactites, stalagmites, rimstone, dsb). Jalan

dengan santai dan hindari perubahan kemiringan yang tidak perlu-meskipun ini ditempuh

dengan jarak yang lebih jauh. Ini akan menghemat tenaga. Perhatikan pandangan di

depan untuk membantu menaruh pijakan kaki.

Jika ada anggota tim yang tertinggal di belakang, leader harus memperlambat

jalannya. Jika anggota yang paling lambat berhenti, leader harus berhenti dan tidak

melanjutkan jalannya seketika saat anggota paling belakang sampai padanya, ini akan

memberi waktu istirahat pada anggota team yang lain. Beri waktu istirahat secara berkala,

hal ini untuk memberikan tubuh kita waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan gua.

Kondisi gua yang lembab dan wearpack yang menangkap penguapan tubuh melalui

keringat yang menghalangi mekanisme pendinginan tubuh dan membuat kita menjadi

basah. Untuk mencegah hal ini, buka bagian atas wearpack ketika melewati lintasan

kering.

32
b. Teknik Peneluusuran Gua Horizontal

a. Lintasan merayap

Tergantung pada bawaannya, penelusur

dapat membawa tasnya dalam posisi : Kita dapat

memperkecil kelelahan dengan memvariasikan

gerakan saat berjalan.

b. Canyons Dan Meanders

Lintasan canyons tinggi, lintasan sempit berkelok-

kelok yang terkadang membutuhkan tenaga extra

saat menelusurinya.

c. Down Climbing

33
d. Duck Walking Dan Merayap Pada

lintasan rendah

e. Posisi : Chimneys & Traverses

34
F. PEMETAAN GUA

a. Definisi Peta

Suatu gambaran proyeksi 2 (dua) dimensi dengan skala lebih kecil dari suatu

bidang 3 dimensi yang mempunyai batas-batas tertentu. Suatu gambaran proyeksi dengan

skala yang lebih kecil dari medan sebenarnya.

b. Manfaat Peta Gua

1. Merupakan bukti otentik bagi penelusuran gua, sebagai team / penelusur pertama

yang menelusuri gua tersebut.

2. Membantu para ahli dalam mempelajari Biospeleologi, Hidrologi, ataupun ilmu

yang terkait dengan speleologi

3. Untuk mencari korelasi korelasi sistem perguaan dengan gua gua disekitarnya

4. Kepentingan Hankamnas

5. Pariswisata untuk memudahkan dalam menentukan

6. Prencanaan dalam pengembangan gua sebagai objek wisata.

7. Sebagai data / rekaman keadaan gua pada saat itu (biasanya disertai dengan foto).

35
c. Peralatan Yang Digunakan

1. Kompas

Mengetahui atau mengukur derajat perbedaan antar lorong terhadap arah

sumbu utara magnetis

2. Pita ukur

Untuk grade 5 dan atasnya,pita ukur yang digunakan adalah yang terbuat

dari bahan fiber, panjang maksimum 30 meter, ketelitian yang didapat

sampai satuan sentimeter

3. Klinometer

Mengukur sudut kemiringan terhadap bidang datar dengan satuan derajat

4. Topofil

Pada prinsipnya mempunyai fungsi sama dengan pita ukur.

5. Catatan Lembar Kerja (worksheet)

Dipergunakan untuk mencatat data yang diambil selama survey.

Diusahakan yang terbuat dari bahan tahan air

6. ATK

Digunakan untuk mencatat data hasil survey

36
d. Standard Grade (Tingkatan) Dan Klassifikasi Peta Gua

Peta gua yang dibuat memiliki tingkatan sesuai derajat ketilitian saat survey

dilaksanakan. Oleh British Cave Research Association (BCRA)dibagi menjadi 6 (enam)

tingkatan ditambah satu tingkatan khusus. Adapun pembagian tingkatan tersebut :

1. Grade 1

Gambar / sket kasar tanpa skala yang benar dan dibuat di luar gua dengan dasar

ingatan dari si pembuat peta terhadap lorong-lorong yang digambar.

2. Grade 2

Gambar / sket kasar tanpa skala yang benar dan dibuat di sdalam gua tanpa alat

ukur apapun, hanya atas dasar perkiraan.

3. Grade 3

Sket yang digambar di dalam gua dengan bantuan kompas, tali ukur yang

ditandai tiap meternya, memiliki ketelirtian pengukuran satuan 25 cm per 5 meter,

dilakukan jika waktu sangat terbatas, penggunaan klinometer sangat dianjurkan

4. Grade 4

Pengukuran telah menggunakan kompas, klinometer serta meteran dari bahan

kain.

5. Grade 5

Pengukuran dengan kompas prismatic, klinometer, pita ukur fiberglass, dengan

toleransi kesalahan pengukuran jarak adalah < 10 cm dan + 1o.

37
6. Grade 6

Pada dasarnya sama dengan grade 5, tetapi kompas dan klinometernya diletakkan

pada tripod sehingga tida/ akan bergerak sewaktu akan dilakukan pengukuran.

7. Grade X

Menggunakan peralatan teodolit serta pita ukur metalik.

Selain membuat tingkat ketelitian (grade) peta gua, BCRA juga membuat

klassifikasi perincian survey yaitu

Class A

Semua detail dibuat di luar gua atas dasar ingatan

Class B

Detail lorong diestimasi dan dicatat di dalam gua

Class C

Detail diukur pada tiap station survey

Class D

Detail diukur pada station survey dan antar station survey

38
e. Survei Dan Pengambilan Data

a. Metode survey

Ada dua metode survey, yaitu:

1. Forward Method

Dimana pembaca alat dan pencatat data pada station pertama, sedang target pada

station kedua. Setelah pembacaan selesai pembaca dan pencatat data berpindah ke station

kedua, target pindah ke station ketiga. Dan seterusnya sampai station terakhir.

39
2. Leapfrog Method

Pembaca alat dan pencatat data pada station kedua, target pada station pertama.

Setelah pembacaan selesai, target pindah ke station ketiga, dilakukan pembacaan. Setelah

selesai pembaca dan pencatat pindah ke station keempat. Setelah selesai target1pindah ke

station kelima, pembacaan dilakukan dan seterusnya

b. Arah survey ada 2 (dua) yaitu :

1. Top to Bottom

Pengukuran dimulai di mulut gua (entrance) sampai ujung lorong / dasar gua atau

sampai terakhir.

2. Bottom to Top

Pengukurran dari ujung lorong / dasar gua sampai entrance jadi kebalikan dari

system pertama

40
c. Penentuan Station

Dasar pertimbangan yang dapat dipergunakan untuk menentukan suatu

station survey yaitu:

1. Pertimbangan arah

2. Perubahan ekstrim bentuk lorong

3. Batas pengukuran (30 m)

4. Perubahan elevasi lorong )pitch, climb)

5. Temuan penting (biota, ornament khusus, litoogi khusus, dsb.)

d. Organisasi Team Survey

Idealnya dalam satu team survey pemetaan gua terdiri dari 5 (lima) orang

dengan pembagiann tugas sebagai berikut :

e. Orang Kesatu : Sebagai pembaca alat (membawa

klinometer, kompas, dan meteran)

f. Orang Kedua : Sebagai pencatat data pengukuran

g. Orang Ketiga : Sebagai descriptor / menggambar bentuk

lorong

h. Orang Keempat : Sebagai target pengukuran, membawa

ujung meteran. Tinggi badan 0rang pertama

dan orang keempat ini diusahakan sama,

dengan tujuan untuk mengurangi kesalahan

dalam pengukuran sudut elevaasi

(kemiringan lantai)

41
i. Orang Kelima : Sebagai leader, penentu titik station

maupun sebagai pemasang lintasan pada

pengukuran gua vertikal

j. Worksheet Survey

Perhitungan hasil survey

42
BAB II

MATERI ANGGOTA MUDA MAPALA SANTIGI

A. PENGETAHUAN SIMPUL SIMPUL DASAR

Salah satu bagian yang harus dimiliki seorang penelusur gua adalah pengetahuan

tentang simpul dan kemampuan membuat simpul dengan mudah dan cepat. Untuk itu

dibutuhkan waktu yang tidak sedikit, dan dalam hal ini ditekankan untuk memahami

dengan baik tentang pengetahuan simpul. Banyak sumber yang menyarankan untuk

mempelajari simpul sebanyak – banyaknya, yang masing – masing punya kegunaan

sendiri.

Pendekatan yang disarankan saat ini menganggap jauh lebih baik menggunakan

simpul. Tetapi perlu diketahui berbagai macam simpul demana dibutuhkan untuk suatu

hal yanmg bersifat darurat maupun kesulitan lain selama melakukan penelusuran gua.

Untuk pendalaman dan pemahaman simpul yang penting dan sering digunakan dalam

penelusuran gua secara detail untuk memudahkan jika dalam keadaan darurat,

pertolongan akan lebih mudah dilakukan seorang penelusur dalam membuat simpul tanpa

harus berpikir dua kali. Hal ini cenderung berlaku sebagai otomatis, karena penelusur

dapat membuat simpul dengan cepat dan benar.

43
a. Kriteria Simpul Yang Baik.

Simpul yang baik untuk penelusuran gua Vertikal dibagi 5 ( lima ) kriteria, antara lain

sebagai berikut :

1. Mudah dibuat.

2. Mudah dilihat kebenaran lilitannya.

3. Aman, dengan ikatan / lilitan tidak bergerak dan bergeser ataupun tertumpuk

pada saat dibebani.

4. Mudah dilepas / diurai setelah dibebani.

5. Mengurangi kekuatan tali seminimal mungkin

b. Berbagai Contoh Simpul Dasar

Figure eight loop Figure nine loop

44
False Alpine
bowline
butterfly butterfly

Double bowline
Tape
On a bight
Rabbit

45
Double fisherman

Triple figure eight

Italian / Munter hitch

46
B. TEKNIK PENELUSURAN GUA VERTIKAL

a. Rapelling (Descending / Abseiling) dengan decender

Pada posisi free drop seperti di sebelah kiri ,

tubuh menggantung pada anchor menggunakan

cowstail pendek dan gunakan lutut untuk

keseimbangan. Jika terdapat pijakan yang bagus,

coestail pendek tidak terbebani sebelum turun.

Kemudian buka sisi penutup descender dalam posisi

menyilang. Pasang tali dalam posisi ‘S’ di descender,

lalu tegangkan tali pada descender. Dengan cara

menariknya untuk menghindari kendornya tali yang

tidak perlu. Ketika tali telah dilewatkan pada karabiner friksi,

mulai untuk turun.

1. Mengontrol kecepatan turun

Kita bisa megatur kecepatan turun dengan cara memegang tali

dengan 1 tangan atau dua tangan. Dibawah karabiner friksai. Begantung

pada kesukaan masing-masing. Jika tangan kiri bebas, gunakan untuk

memegang descender, untuk membantu memberikan keseimbangan pada

tubuh. Dalam turun free hang dimana kaki kita samasekali tidak

menyentuh dinding gua, sebaiknya kita dalam posisi setengah

duduk.dengan posisi dada parallel dengan tali.

47
2 . Berhenti pada Rapelling

Kuncian full lock adalah cara teraman untuk berhenti secara

penuh dan mengunci descender selama turun. Ini hanya boleh

dilakukan jika descender dalam posisi terbebani. Jika tidak

terbebani, meskipun dalam hentakan yang pendek akan merusak

descender japabila tidak ditempatkan secara benar pada karabiner

yang dihubungkn pada Maillon Rapide.

1. Pegang perlahan descender dengan tangan kiri

2. Buat kuncian half – lock menggunakan tangan kanan

3. Lengkapi kuncian half lock, dengan full lock

3. Melintasi Rebelay / Intermediate

Melintasi rebelays membutuhkan beberapa teknik :

1. Turun perlahan dan hentikan rappel ketika berada

di posisi sejajar dengan rebelay, sedikit sisa tali harus

tersedia di bawah descender.

2. Kaitkan cowstail pendek pada karabiner dengan

pintu menghadap ke kamu, dengan menggunakan simple

descender, satu tangan masih memegang tali selama

operasi ini.

3. Teruskan turun hingga beban berpindah ke short

cowstail, setelah itu pindahkan descender lalu pasang pada tali selanjutnya yang

berada di bawah rebelay, usahakan sedekat mungkin dengan rebelays

48
4. Melepas cowstail, Lepas cowstail dengan berdiri di atas. dinding atau di loop

yang dibuat oleh tali atas. Jangan lupa untuk melepas tali dari

karabiner friksi

5. Teriakkan sinyal “Rope Free” sehingga orang di atas bisa

melanjutkan turun. Jangan pernah melepaskan pandangan dari

descender, ini akan membantu memposisikan dan membebani dengan

benar sebelum mulai turun

b. Melintasi sambungan tali atau simpul

1. Prosedur 1

1. Turun sampai descender berhenti pada sambungan tali (lepas karabiner friksi dari

tali), pasang cowstail pendek pada simpul sambungan tali.

2. Pasang upper ascender (yang terkait pada cowstail panjang) sejajar dengan wajah

3. Berdiri pada footloop, pasang croll diantara upper ascender dan descender, beban

tubuh menggantung pada croll

4. Pindahkan descender ke bawah sambungan tali, kunci

5. Turun kan croll dengan berdiri pada footloop kemudian upper ascender sedekat

mungkin dengan simpul

6. Lepas croll dan turun perlahan ini akan memindahkan beban dari croll ke

descender; pastikan descender terpasang dengan benar pada karabinernya

sebelum membebaninya.

7. Lepas upper ascender dari tali, lanjutkan turun

49
2. Prosedur 2

1. Turun sampai descender berhenti pada

sambungan tali (lepas karabiner friksi dari tali),

2. Pasang upper ascender diatas descender

sekitar 10 cm. lepas cowstail panjang

kemudian pasang pada simpul sambungan tali.

3. Berdiri pada footloop, letakkan cowstail pendek pada tali

di atas ascender

4. Duduk, beban berada pada cowstail pendek

5. Descender menjadi kendor; lepas dari tali dan pasang

kembali

50
c. Melintasi Deviasi

1. Berhenti rappel ketika sejajar deviasi, kunci descender jika perlu.

2. Jika dinding samping bisa dijangkau dengan kaki, dorong tubuh untuk membuat

deviasi menjadi sedikit kendor.

3. Saat melakukan ini, lepas karabiner deviasi dengan tangan yang bebas dan taruh

di atas descender.

4. Buka kunci descender dan mulai turun.

d. Membawa Tackle Bag

Ketika berada di tali,tackle bag caving diletakkan

menggantung di bawah, dikaitkan pada maillon rapide.

Membawa tackle bag di punggung ketika kita di tali, akan

mendorong kita ke belakang serta

membuat kehilangan

keseimbangan, juga membuat

kerja yang tidak perlu pada otot

abdominal dan tangan..

Untuk menghindari terbelitnya tackle bag dengan tali utama, gunakan kaki kanan

untuk menahan tali utama, Gunakan kaki untuk mengarahkan tackle bag dari tali jika

tackle bag ada kemungkinan untuk mengayun. Taruh tackle bag di punggung untuk

sementara waktu jika ada kemungkinan bahaya batuan jatuh atau ketika mendekati

aliran air.

51
e. Menuruni Pits Panjang

Tali basah bisa menambah hingga 50% berat

daripada tali normal. Pada lorong vertical yang amat

panjang, bertambahnya bobot tali bisa membuatnya sulit

untuk memasang descender. Pemecahannya adalah

dengan memasang hand ascender dengan posisi terbalik

pada maillon rapide.Ini akan membuat kedua tangan

bebas , yang akan memberi cukup tali yang diperlukan

untuk memasang decender. Ketika descender sudah terpasang, lepas ascender, dan

mulailah turun. Di awal. Kamu mungkin akan menaruk tali, pertama dengan kedua

tangan dan kemudian dengan satu tangan, selanjutnya kamu akan merasakan teknik

rappel yang normal. Bila memakai descender auto-lock, hilangkan pengunciannya

dengan karabiner, sehingga kamu akan mendapat dua tangan untuk menarik tali.

Untuk rappelling di atas 200 meter tanpa sebuah rebelay, gunakan escender rack.

Dengan menambahkan palang atau barnya ketika turun, akan menambah gerakan

friksinya.

52
f. Memanjat Tali dengan Menggunakan System Frog Rig

Perkembangan dan penggunaan dari system sit – stand (duduk – berdiri)- yang

secara luas dikenal sebagai system Frog- telah secara tajam mengurangi penggunaan

tangga baja caving. Selama era tangga baja, tali hanyalah digunakan untuk turun, dengan

turun memakai friksi pada punggung sebelum ditemukannya figure of eight descender Di

awalnya belum ditemukan teknik untuk menaiki tali yang sederhana, efisien dan semua

anggota team bisa menggunakannya.

Adalah Andre Meozzi seorang anggota aktif Speleo Club de la Tronche (Isere,

France), yang pertama kalinya mengembangkan teknik modern. Anggota club ini

mengadopsi metodenya dengan antusias, dan hal ini membantu mereka untuk membuat

kemajuan yang signifikan dalam eksplorasi mereka.Namun metode sit-stand belum bisa

diterima dengan begitu cepatnya dimana-mana pada saat itu, Hanya saja pada saat EFS

(Ecole Francais de Speleologie) sekolah caving Perancislah yang memanggil anggota

klub La Tronche untuk mengelola sesi latihan . Sekarang di Eropa telah mengadopsi

system Frog rig.

a. Perlengkapan

Sebuah ascender yang dipasang pada sebuah footloop dihubungkan pada karabiner

cowstail panjang, Ascender dada, Croll (ditemukan oleh Fernand Petzl) diletakkan antara

harness dada dengan maillon rapide.500 gram pada perlengkapan personal dibandingkan

dengan berat kabel baja yang sekitar 12,5 Kg per 100 meter. Disinilah letak revolusi pada

perbedaan keduanya.

53
b. Teknik

- Buka penutup chest ascender dengan gerakan memutar pada handlenya, masukkan

tali di dalamnya.

- Gunakan gerakan yang sama pada ascender atas, letakkan sejajar dengan mukaPilih

sebuah single footloop , taruh satu kaki pada footloop untuk membantu mendorong

tubuh ke atas. Untuk mengatur panjang footloop, berdiri tegak sambil memegang

footloop yang dibuat tegang dengan kaki menginjak tanah dan didalam footloop.

Harness dada (chest harness) harus dikenvangkan dan Croll diposisikan di tali. Pada

posisi ini, bagian bawah dari upper ascender harus 2 – 3 cm di atas chest ascender.

54
1. Teknik memanjat terbagi dalam 2 (dua) fase :

1. Dorong upper ascender setinggi mungkin. Bersamaan, ngkat kaki, tekuk lutut

hingga tumit berada di bawah selangkangan. Taruh satu kaki pada footloop diatas

yang satunya akan membantu mendorong kaki bawah ke belakang, menambah

gerakan pada tali.

2. Jaga tubuh dan kepala tetap lurus saat mendorong kaki ke bawah dan belakang,

dengan kaki yang bebas diletakkan di atas yang lain untuk membagi kerja

diantara keduanya. Pada saat bersamaan gunakan lengan untuk membantu

menjaga tubuh bagian atas untuk dekat dan sejajar dengan tali. Hindari menarik

tubuhmu sendiri dengan lengan; biarkan kaki untuk melakukannya. Lengan

memiliki jumlah otot yang lebih sedikit daripada kaki, menggunakan lengan akan

dengan cepat melelahkan. Ketika kaki telah sepenuhnya berdiri, taruh beban

tubuh dengan cara duduk pada chest ascender. Ini akan melengkapi satu

siklusnya. Dorong lagi upper ascender, melangkah pada footloop, dan seterusnya

Mengunci tali dengan kedua kaki dan antara

footloop dengan satu kaki

Istirahat selama pemanjatan, akan memberikan tubuh untuk

mengambil posisi yang paling nyaman

55
2. Naik melewati Rebelay

1. Hentikan upper ascender sekitae2-3 cm di bawah

simpul

2. Pasang cowstail pendek pada anchor

3. Berdiri pada footloop, lepas croll dan transfer beban

pada cowstail pendek

4. Pasang croll pada tali atas, tarik tali di bawah croll

hingga croll tegang

5. Pindahkan upper ascender dari tali bawah dan letakkan pada tali atas, di atas croll

sejajar dengan wajah

6. Mulai memanjat dengan berdiri pada footloop dan tarik tali di bawah croll

7. Setelah 1 – 2 langkah naik, cowstail pendek akan mengendur, dan lepas cowstail

pendek

8. Periksa anchor rebelay apakah benar posisinya, lanjutkan memanjat

Keluar dari pitch langkah-langkah sama dengan melewati

rebelay

56
3. Melewati Simpul

1. Bawa upper ascender sekitar 2 – 3 cm di

bawah simpul, naikkan croll setinggi

mungkin.Pasang cowstail pendek pada simpul.

2. Pindahkan upper ascender dari tali dan

tempatkan di atas simpul, cukup tinggi untuk

memberikan tempat pada Croll

3. Dengan berpijak pada footloop dan

pindahkan croll ke tali di atas simpul

4. Lepas cowstail pendek

5. Lanjutkan naik.

57
C. RIGGING

Teknik pemasangan lintasan baik vertical maupun horizontal yang digunakan untuk

melewati medan.gua. Hal yang perlu diperhatikan dalam rigging :

- Aman

- Tidak merusak peralatan

- Dapat dilewati oleh anggota tim

- Siap digunakan untuk rescue

a. Persiapan

1. Memilih panjang tali

Jika terdapat dokumentasi suatu survey system perguaan, dan kita bermaksud

untuk melaksanakan survey di kawasan tersebut, kita bisa melihat informasi rigging yang

tepat. Namun hal ini tidak berlaku apabila kita bermaksud ntuk melaksanakan survey di

daerah yang baru atau untuk melanjutkan eksplorasi. Dalam hal ini kita membutuhkan

beberapa pengetahuan mengenai kawasan karst yang akan kita survey, dan terutama

informasi morfologi kawasan tersebut. Ini akan membantu kita untuk menentukan jumlah

tali yang harus dibawa. Jumlah juga bergantung pada jumlah tim serta durasi eksplorasi

yang direncanakan. Ukuran tali tergantung pada kemampuan teknik tim serta frekuensi

penggunaannya.

58
2. Pengecekan awal

Kondisi semua tali harus dicek lagi sebelum atau ketuka dimasukkan ke dalam

tas. Selama pemeriksaan ini, setiap tali harus dilepas ikatannya serta dicek secara visual

dan manual terhadap kemungkinan rusaknya mantel tali, perbedaan diameter atau

kekakuan yang mengindikasikan adanya kerusakan pada inti tali

3. Memberi simpul ujung (end knot)

Simpul bisa berupa sebuah simpul delapan, tidak terlalu ketat, ditempatkan kira-

kira 1 meter dari ujung tali. Ynag mana simpul ini bisa disambung dengan tali yang lain

ketika tali pertama sudah habis sebelum dasar pitch tercapai. Pastikan semua tali yang

akan dugunakan sudah tersimpul pada ujungnya.

4. Packing tali

Pertama sekali adalah menempatkan simpul stopper pada ujung tali. Dan biarkan

simpul tergantung di luar tackle bag, kemudian masukkan sisa tali ke dalam. Masukkan

tali sejangkauan tangan dan tidak membuat gulungan pada taliyang mana tali akan

terpeluntir dan menyebabkan tali sukar diuraikan ketika kelur dari tas.

59
b. Tambatan Alami (Natural Anchors)

Cek setiap kali menggunakan natural

anchors dengan menggunakan hammer, harus tidak

terdengar kosong ketika dipukul. Juga ratakan

permukaan yang terlihat tajam.

Perhatikan arah lintasan, jangan biarkan

sling lepas dengan sendirinya ketika arah lintasan

berubah gunakan simpul jangkar yang semakin

membelit ketika dibebani, meskipun ini akan mengurangi kekuatan sling sebesar 20%.

60
a. Pohon

Ketika kita menemukan posisi yang baik, pohon merupakan anchor yang bagus

untuk turun di entrance. Selama mereka hidup, tua, dan memiliki perakaran yang bagus di

tanah, mereka umunya kuat. Sebuah pohon yang kuat bisa digunakan sebagai anchor

dobel.

b. Tonjolan batuan

Tonjolan biasanya kuat namun mereka biasanya

memiliki sudut tajam; yang mana harus diratakan dengan

hammersebelum di rigging, namun jangan meratakan

keseluruhan dinding gua !!!Kurangi saja kemungkinan

merusak tali. Jika menggunakan anchor ini, gunakan

sling untuk melindungi tali utama dari gesekan.

61
c. Eyeholes dan Jughandles

Frekuensi dan kekuatan eyehole

sebagian besar tergantung pada

sifat alami batuan. Kita biasanya

dapat menjumpai di lintasan sungai

karena mereka merupakan hasil

dari proses korosi aktif batuan. Jika

mereka cukup kuat, sangatlah

praktis untuk menggunakan mereka. Dibutuhkan sling webbing atau tali

d. Batuan dan Chockstones

Selalu periksa kondisi batuan, jika terdapat di Lumpur atau

serpihan batu, yang tidak bisa menahan tarikan yang akan

diberikan.

Chockstone yang tertjepit diantara dua dinding akan stabil, Pasang dengan sling.

62
c. Pemasangan Back Up Anchors

Slack atau panjang tali yang masih bisa diterima, namun akan terasa

hentakan yang tidak nyaman jika anchor primer jebol

Jka unchor utama gagal, tegangan tali antara P dan s menerima beban

tanpa hentakan, memastikan kenyamanan dan aman

Rigging jenis ini mengantarkan baik tali maupun

caver pada fall factor 2. Tidak bisa diterima

Terdapat slack yang tidak perlu antara P dan S,

meningkatkan jarak jatuh dan beban hentakan,

meski fall factor masih di bawah 1 dan tidak

mencapai tingkat bahaya. Kerugian yang lain

bentuk seperti ini boros tali

63
Dalam konfigurasi “false factor 2” ini, menempatkan simpul pada anchor primer

yang sejajar dengan anchor sekunder akan mengurangi potensi jatuh pada nilai yang

renda Pada konfigurasi ini, gagalnya anchor P akan mencegah back up uang aman, atau

jika gagalnya terjadi pada saat caver mendekati anchor, dia akan terpelanting dengan

keras ke dinding

a. Y – Belay

Pengaturan ini akan membagi beban antara 2 poin anchor.

Y-Belay terutama digunakan dalam :

1. Di meander (anchor pada dinding sebelah), dimana

ini akan mencegah abrasi pada tali

2. Jika dinding tidak memiliki overhang. Hanya Y-

Belay atau deviasi yang menyediakan sebuah free hang

64
3. Rigging ini membagi beban diantara kedua anchor, mencegah beban hentakan jika

salah satu anchor gagal.

Simpul yang digunakan ada beberapa macam, namun yang biasa digunakan adalah

double bowline on a bight dan double figure of eight on a bight

Semakin besar sudut yang dibentuk antara dua anchor Y – Belay akan meningkatkan

beban pada setiap anchor. Sudut ini tidak bisa lebih dari 120o karena simpul menjadi

ketat dan tali dari semula elastis, akan bertambah panjang Jika salah satu anchor dalam Y-

Belay gagal, tidak terjadi hentakan atau pendulum jika anchor kedua sudah tegang.

Semakin keci;sudut yang dibentuk, semakin sedikit panjang tali yang memisahkannya,

maka akan semakin kecil pula kemungkinan pendulum.

b. Rebelay

Meskipun kita sudah benar memasang

lintasan di pitch atas dan tali bebas,

namun ada kemungkinan akan

menyentuh batuan di bawah. Dalam

hal ini perlu untuk menginstal rebelay.

65
c. Deviasi

Seperti rebelay, deviasi juga menjaga tali dari titik

gesekan. Perbedaannya adalah deviasi tidak dianchor dengan loop.

Tali hanya dipasang karabiner dan sling yang dikaitkan pada

dinding berlawanan dengan titik gesek,membalikakn arah tali

menjauhi batuan. Sudut yang dibentuk biasanya rendah. Sling yang

dipake kecil dan tidak sekuat pada anchor rebelay

Mengarahkan tali secara umum sebesar

15o, menyebabkan gaya yang bekerja pada sling

sebesar ¼ dari beban caver. Nilai akan

membesar sebanyak ½ kali untuk sudut 30o. Jika

sudut yang dibentuk sangat besar dan mencapai

60o, sling dianggap sama dengan beban pada

anchor utama. Pada hal ini anchor poin haruslah kuat dan dianggap sama dengan anchor

utama dan harus didouble.

66
D. SPELEOGENESIS

a. Pengertian Speleogenesis

Speleogenesis berasal dari kata speleo yang berarti goa dan genesa yang berarti

kejadian, sehingga speleogenesis merupakan cabang dari speleologi yaitu ilmu yang

mempelajari rangkaian terjadinya atau terbentuknya suatu goa dan sistem perguaan mulai

dari pembentukan awal suatu goa (cave inception) dan perkembangannya (cave

development) dalam kurun waktu tertentu. Proses terbentuknya gua pada batuan beku

(vulkanik) akan sangat berbeda dengan goa pada daerah karst (limestone). Dalam diktat

ini speleogenesis lebih ditekankan pada goa-goa yang terbentuk di lingkungan Karst.

b. Proses Terbentuknya Goa

Sampai saat ini ada berbagai macam teori tentang bagaimana goa karst terbentuk.

Menurut W. M. Davis (1930) goa pertama kali dibentuk didalam zone freatik dibawah

permukaan tanah. Menurut Lehman (1932) bahwa goa mulai terbentuk setelah ada

ruangan pemula. Beberapa teori yang lainnya menyatakan bahwa terjadinya goa dimulai

pada saat terjadinya pelebaran rekahan oleh proses pelarutan (solusional). Proses

pembentukan goa tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama (jutaan bahkan ratusan

juta tahun), sehingga speleogenesis hanya dapat diterangkan secara teoritis. Teori tentang

terbentuknya goa memang masih dalam perdebatan, namun dari berbagai macam teori

tersebut, ada beberapa yang dapat diterima dan dipakai secara umum. Teori tersebut

dikenal dengan teori klasik pembentukan goa walaupun kini banyak bermunculan teori

modern yang menyanggah teori klasik tersebut. Secara umum, ada 3 teori yang umum

digunakan yaitu Vadose Theory, Deep Phreatic Theory dan Watertable Theory.

67
c. Teori Pembentukan Gua

Pembentukan gua masih terjadi polemic bagi para ilmuwan dan penelusur gua,

ada beberapa teori tentang pembentukan gua. Menurut W. M. Davis (1930) goa pertama

kali dibentuk didalam zone freatik dibawah permukaan tanah. Menurut Lehman (1932)

bahwa goa mulai terbentuk setelah ada ruangan pemula. Beberapa teori yang lainnya

menyatakan bahwa terjadinya goa dimulai pada saat terjadinya pelebaran rekahan oleh

proses pelarutan (solusional). Proses pembentukan goa tersebut membutuhkan waktu

yang sangat lama (jutaan bahkan ratusan juta tahun), sehingga speleogenesis hanya dapat

diterangkan secara teoritis.

Keterangan : Irisan melintang gua di daerah kapur

68
Beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya goa adalah fisiografi regional,

sistem percelahan-rekahan, struktur dari batuan karbonat, tektonisme setempat, sifat

petrologi dan kimiawi batuan karbonat, volume air yang melalui, jenis dan jumlah

sedimentasi, runtuhan, iklim masa kini dan masa lalu, vegetasi diatas lorong, bentuk

semula dari goa tersebut dan tindakan manusia. Secara umum, ada 3 teori yang umum

digunakan yaitu Vadose Theory, Deep Phreatic Theory dan Watertable Theory.

1. Vadose Theory

Menyatakan bahwa goa terbentuk akibat aliran air yang melewati rekahan-

rekahan pada batuan gamping yang berada diatas permukaan air tanah.Teori Vadose ini

dipertahankan dengan asumsi bahwa sebagian besar perkembangan gua berada di atas

watertable dimana aliran air tanah paling besar. Jadi, aliran air tanah yang mengalir

dengan cepat, yang mana gabungan korosi secara mekanis dengan pelarutan karbonat,

yang bertanggung jawab terjadap perkembangan gua. pentingnya aliran dalam gua dan

saluran (conduit) begitu besar sehingga tidak berhubungan terhadap hal terbentuknya gua

batu gamping sehingga tidak relevan menghubungkan batugamping yang ber-gua dengan

dengan adanya water table, dengan pengertian bahwa permukaan tunggal dibawah

keseluruhan batuannya telah jenuh air. Teori ini didukung oleh : Dwerry house (1907),

Greene (1908), Matson (1909), Martel (1921), dan Malott (1937)

Keterangan : Skema Vadose Theory

69
2. Deep Phreatic Theory

Menyebutkan goa terbentuk dibawah permukaan air tanah dimana pada rekahan-

rekahan terbentuk goa akibat proses pelarutan. Teori Deep Phreatic memperlihatkan

bahwa permulaan gua dan kebanyakan pembesaran perguaan terjadi di kedalaman yang

acak berada di bawah water table, sering kali pada zona phreatic yang dalam. Gua-gua

diperlebar sebagai akibat dari korosi oleh air phreatic yang mengalir pelan.

Perkembangan perguaan giliran kedua dapat terjadi jika water table diperrendah oleh

denudasi (penggundulan) permukaan, sehingga pengeringan gua dari air tanah dan

membuatnya menjadi vadose dan udara masuk kedalam gua. Selama proses kedua ini

aliran permukaan dapat masuk ke sistem perguaan dan sedikit merubah lorong gua oleh

korosi. Teori ini didukung oleh : Cjivic (1893), Grund (1903), Davis (1930) dan Bretz

(1942)

Keterangan : Skema Deep Phreatic Theory

70
3. Watertable Theory

Menyatakan goa terbentuk dekat dan diatas permukaan airtanah sesuai dengan

turunnya permukaan airtanah. Air yang mengalir deras pada water tabel adalah yang

bertanggungjawab terhadap pelarutan di banyak gua. Eleveasi dari water table

berfluktuasi dengan variasi volume aliran air tanah, dan dapat menjadi perkembangna gua

yang kuat didalam sebuah zone yang rapat diatas dan dibawah posisi rata-rata.

Betapapun, posisi rata-rata watertable harus relatif tetap konstan untuk periode

yang lama. Untuk menjelaskan sistem gua yang multi tingkat, sebuah water table yang

seimbang sering dihubungkan dengan periode base levelling dari landscape diikuti

dengan periode peremajaan dengan kecepatan down-cutting ke base level berikutnya.

Teori ini didukung oleh : Swinnerton (1932), R Rhoades dan Sinacori (1941), dan Davies

(1960)

Keterangan : Skema Water Table theory

Teori modern tentang pembentukan gua tidak memisahkan ketiga teori

sebelumnya. Hasil laboraotorium dan penelitian lapangan modern menunjukkan bahwa

gua dapat terbentuk baik, di mintakat vadosee, phreatic, maupun di dekat muka air tanah.

Ford dan William (1989) menjelaskan bahwa terdapat empat tipe gua berdasarkan

genetiknya yang ditunjukkan pada Gambar 2. Kondisi pertama terbentuk bila frekuensi

rekahan sangat jarang dengan batugamping. Berturu-turut hingga ke kondisi empat

terbentuk bila rekahan batugamping sangat rapat.

71
Teori modern tentang pembentukan gua tidak memisahkan ketiga teori

sebelumnya. Hasil laboraotorium dan penelitian lapangan modern menunjukkan bahwa

gua dapat terbentuk baik, di mintakat vadosee, phreatic, maupun di dekat muka air tanah.

Ford dan William (1989) menjelaskan bahwa terdapat empat tipe gua berdasarkan

genetiknya yang ditunjukkan pada Gambar 2. Kondisi pertama terbentuk bila frekuensi

rekahan sangat jarang dengan batugamping. Berturu-turut hingga ke kondisi empat

terbentuk bila rekahan batugamping sangat rapat.

72
d. Klasifikasi Gua

Gua merupakan celah dan sistem rekahan (fisure and crack system) yang

umumnya terbentuk pada batuan gamping (limestone), tetapi dapat pula terbentuk pada

batuan beku vulkanik, batu gypsum, batuan garam, batu pasir, es, gletser dan pada tebing

terjal atau danau. Gua-gua tersebut dinamakan gua sandstone, gua es, gua gletser dan gua

litoral. Menurut lingkungan terbentuknya, goa dibagi menjadi dua jenis yaitu :

a. Goa Vulkanik

Terjadi karena proses aktivitas material gunungapi dan tenaga endogen

vulkanisme. Magma yang selalu mencari jalan keluar akan meninggalkan lubang lubang

didalam tubuh gunungapi. Begitupula dengan lelehan lava yang memiliki tingkat

kekentalan tertentu bisa menyebabkan terjadinya rongga rongga. Proses ini berlangsung

di bagian luar dari gunungapi dan sangat dipengaruhi oleh cuaca pada saat terjadinya

lelehan lava.

73
b. Goa Kapur/ lingkungan Karst

Terjadi karena proses pelarutan dan pengendapan. Proses pelarutan yang terjadi

adalah jika air mengumpul didalam cekungan-cekungan di permukaan, maka pelarutan

mulai berlangsung khususnya di sepanjang bidang perlapisan, kekar dan saluran lunak

lainnya (Sweeting,1968). Menurut Sunarto (1989) memaparkan bahwa berlangsungnya

pelarutan batu gamping sangat dipengaruhi oleh faktor tunggal yang penting, yaitu

konsentrasi karbondioksida baik sebagai CO2 bebas maupun sebagai ion HCO3.

sedangkan katalisator yang paling penting dalam proses pelarutan tersebut adalah air

hujan dan CO2 sehingga CO2 akan larut dalam air membentuk asam karbonat (CaHCO3)

yang akan membentuk kalsium bikarbonat yang merupakan larutan berair dengan

persamaan (Faniran dan Jeje, 1983) : H2O + CO2 ––––––––→ H2CO3 Air

Karbondioksida asam karbonat H2CO3 + CaCO3 ––––→ Ca(HCO3)2 Batugamping

kalsium bikarbonat

74
E. KARSTOLOGI

a. Pengertian Karst

Karst merupakan istilah dalam bahasa Jerman yang diturunkan dari bahasa

Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Istilah ini di negara asalnya

sebenarnya tidak berkaitan dengan batugamping dan proses pelarutan, namun saat ini

istilah kras telah diadopsi untuk istilah bentuklahan hasil proses perlarutan. Ford dan

Williams (1989) mendefini-sikan karst sebagai medan dengan kondisi hidrologi yang

khas sebagai akibat dari batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder

yang berkembang baik.

Karst dicirikan oleh:

1. terdapatnya cekungan tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan

bentuk,

2. langkanya atau tidak terdapatnya drainase/ sungai permukaan, dan

3. terdapatnya goa dari sistem drainase bawah Tanah

Karst tidak hanya terjadi di daerah berbatuan karbonat, tetapi terjadi juga di batuan

lain yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder (kekar dan sesar intensif),

seperti batuan gipsum dan batugaram. Namun demikian, karena batuan karbonat

mempunyai sebaran yang paling luas, karst yang banyak dijumpai adalah karst

yang berkembang di batuan karbonat. Oleh karenanya bahsan buku ini selanjutnya hanya

akan menguraikan karst batuan karbonat.

75
b. Karstifikasi

Karstifikasi atau proses permbentukan bentuk-lahan karst didominasi oleh proses

pelarutan. Proses pelaturan batugamping diawali oleh larutnya CO2 di dalam air

membentuk H2CO3. Larutan H2CO3 tidak stabil terurai menjadi H- dan

HCO3 2-. Ion H- inilah yang selanjutnya menguraikan CaCO3 menjadi Ca2+ dan HCO3

2-. Secara ringkas proses pelarutan dirumuskan dengan reaksi sebagai berikut.

CaCO3 + H2O + CO2 Ca2+ + 2 HCO3-

c. Faktor karstifikasi

Karstifikasi dipengaruhi oleh dua kelompok faktor, faktor pengontrol dan faktor

pendorong. Faktor pengontrol menentukan dapat tidaknya proses karstifikasi

berlangsung, sendangkan faktor pendorong menentukan kecepatan dan kesempurnaan

proses karstifikasi.

a. Faktor Pengontrol

1. Batuan mudah larut, kompak, tebal, dan mempunyai banyak rekahan

2. Curah hujan yang cukup (>250 mm/tahun)

3. Batuan terekspos di ketinggian yang memungkinkan perkembangan sirkulasi

air/drainase secara vertikal.

b. Faktor pendorong

1. Temperatur

2. Penutupan hutan

76
Batuan yang mengandung CaCO3 tinggi akan mudah larut. Semakin tinggi

kandungan CaCO3, semakin berkembang bentuklahan karst. Kekom-pakan batuan

menentukan kestabilan morfologi karst setelah mengalami pelarutan. Apabila batuan

lunak, maka setiap kenampakan karst yang terbentuk seperti karen dan bukit akan cepat

hilang karena proses pelarutan itu sendiri maupun proses erosi dan gerak masa batuan,

sehingga kenampakan karst tidak dapat berkembang baik. Ketebalan menentukan

terbentuknya sikulasi air secara vertikal lebih. Tanpa adanya lapisan yang tebal, sirkulasi

air secara vertikal yang merupakan syarat karstifikasi dapat berlangsung. Tanpa adanya

sirkulasi vertikal, proses yang terjadi adalah aliran lateral seperti pada sungai-sungai

permukaan dan cekungan-cekungan tertutup tidak dapat terbentuk. Rekahan batuan

merupakan jalan masuknya air membentuk drainase vertikal dan berkembangnya sungai

bawah tanah serta pelarutan yang terkonsentrasi. dalam proses karstifikasi. Semakin besar

curah hujan, semakin besar media pelarut, sehingga tingkat pelarutan yang terjadi di

batuan karbonat juga semakin besar. Ketinggian batugamping terekspos di permukaan

menentukan sirikulasi/drainase secara vertikal.

Walupun batugamping mempunyai lapisan tebal tetapi hanya terekspos beberapa

meter di atas muka laut, karstifikasi tidak akan terjadi. Drainase vertikal akan terjadi

apabila julat/jarak antara permukaan batugamping dengan muka air tanah atau batuan

dasar dari batugamping semakin besar. Semakin tinggi permukaan batugamping

terekspose, semakin beser julat antara permuka-an batugamping dengan muka air tanah

dan semakin baik sirkulasi air secara vertikal, serta semakin intensif proses karstifikasi.

Temperatur mendorong proses karstifikasi terutama dalam kaitannya dengan aktivitas

organisme. Daerah dengan temperatur hangat seperti di daerah tropis merupakan tempat

yang ideal bagi perkembangan organisme yang selanjutnya menghasilkan CO2 dalam

tanah yang melimpah.

77
Temperatur juga menentukan evaporasi, semakin tinggi temperatur semakin

besar evaporasi yang pada akhirnya akan menyebabkan rekristalisasi larutan karbonat di

permukaan dan dekat permukaan tanah. Adanya rekristalisasi ini akan membuat

pengerasan permukaan (case hardening) sehingga bentuklahan karst yang telah terbentuk

dapat dipertahankan dari proses denudasi yang lain (erosi dan gerak masa batuan).

Kecepatan reaksi sebenarnya lebih besar di daerah temperatur rendah, karena

konsentrasi CO2 lebih besar pada temperatur rendah. Namun demikian tingkat pelarutan

di daerah tropis lebih tinggi karena ketersediaan air hujan yang melimpah dan aktivitas

organisme yang lebih besar. Penutupan hutan juga merupakan faktor pendorong

perkembangan karena hutan yang lebat akan mempunyai kandungan CO2 dalam

tanah yang melimpah akibat dari hasil perombakan sisa-sisa organik (dahan, ranting,

daun, bangkai binatang) oleh mikro organisme. Semakin besar konsentrasi CO2 dalam air

semakin tinggi tingkat daya larut air terhadap batugamping. CO2 di atmosfer tidaklah

bervariasi secara signifikan, sehingga variasi proses karstifikasi sangat ditentukan oleh

CO2 dari aktivitas organisme. Hubungan antara konsentrasi CO2 dengan daya larut

terhadap batu gamping

78
d. Klasifikasi Karst

Topografi karst telah banyak ditemukan di berbagai tempat di belahan bumi

dengan berbagai tipe. Peneliti karst telah mencoba menjelaskan variasi karst dan

mengklasifikasi tipe-tipe karst. Klasifikasi karst secara umum dapat dikategorikan

menjadi tiga kelompok, yaitu 1) klasifikasi yang didasarkan pada perkembangan (Cvijic),

2) klasifikasi yang didasarkan pada morfologi, dan 3) klasifikasi yang didasarkan pada

iklim (Sawicki, Lehmann, Sweeting). Beberapa klasifikasi karst berikut ini adalah

klasifikasi Cvijic, Gvozdeckij dan Sweeting.

a. Klasifikasi Cvijic (1914)

Cvijic membagi topografi karst menjadi tiga kelompok, yaitu holokarst,

merokarst, dan karst transisi.

1. Holokarst

Merupakan karst dengan perkembangan paling sempurna, baik dari sudut

pandang bentuklahannya maupun hidrologi bawah permukaannya. Karst tipe ini dapat

terjadi bila perkembangan karst secara horisontal dan vertikal tidak terbatas; batuan

karbonat masif dan murni dengan kekar vertikal yang menerus dari permukaan hingga

batuan dasarnya; serta tidak terdapat batuan impermeable yang berarti. Karst tipe

holokarst yang dicontohkan oleh Cvijic adalah Karst Dinaric, Lycia, dan Jamaica. Di

Indonesia, karst tipe ini jarang ditemukan, karena besarnya curah hujan menyebabkan

sebagian besar karst terkontrol oleh proses fluvial.

79
2. Merokarst

Merupakan karst dengan perkembangan tidak sempurna atau parsial dengan hanya

mempunyai sebagian ciri bentuklahan karst. Merokarst berkembang di batugamping yang

relatif tipis dan tidak murni, serta khususnya bila batugamping diselingi oleh lapisan

batuan napalan. Perkembangan secara vertikal tidak sedalam perkembangan holokarst

dengan evolusi relief yang cepat. Erosi lebih dominan dibandingkan pelarutan dan sungai

permukaan berkembang. Merokarst pada umumnya tertutup oleh tanah, tidak ditemukan

karen, dolin, goa, swallow hole berekembang hanya setempat. Sistem hidrologi tidak

kompleks, alur sungai permukaan dan bawah permukaan dapat dengan mudah

diidentifikasi. Drainase bawah tanah terhambat oleh lapisan impermeabel. Contoh dari

karst ini adalah karst di Batugamping Carbonferous Britain, Irlandia, Galicia Polandia,

Moravia karst Devonian, dan karst di Prancis adalah karst di sekitar Rengel Kabupaten

Tuban.

3. Karst Transisi

Berkembang di batuan karbonat relatif tebal yang memungkinkan perkembangan

bentukan karst bawah tanah, akan tetapi batuan dasar yang impermeabel tidak sedalam di

holokarst, sehingga evolusi karst lebih cepat; lembah fluvial lebih banyak dijumpai, dan

polje hampir tidak ditemukan. Contoh dari karst transisi menurut Cvijic adalah Karst

Causses Prancis, Jura, Plateux Balkan Timur, dan dan Dachstein. Contoh holokarst di

Indonesia yang pernah dikunjungi penulis antara lain Karst Gunung Sewu (Gunungkidul,

Wonogiri, dan Pacitan), Karst Karangbolong (Gombong), dan Karst Maros (Sulawesi

Selatan).

80
b. Klasifikasi Gvozdeckij (1965)

Gvozdeckij mengklasifikasi karst berdasarkan pengamatannya di Uni Soviet

(sekarang Rusia). Menurutnya karst dibedakan menjadi bare karst, covered karst, soddy

karst, buried karst, tropical karst, dan permafrost karst.

1. Bare karst lebih kurang sama dengan karst Dinaric (holokarst)

2. Covered karst merupakan karst yang terbentuk bila batuan karbonat tertutup oleh

lapisan aluvium, material fluvio-glacial, atau batuan lain seperti batupasir.

3. Soddy karst atau soil covered karst merupakan karst yang berkembang di

batugamping yang tertutup oleh tanah atau terra rosa yang berasal dari sisa

pelarutan batugamping.

4. Buried karst merupakan karst yang telah tertutup oleh batuan lain, sehingga

bukti-bukti karst hanya dapat dikenalai dari data bor.

5. Tropical karst of cone karst merupakan karst yang terbentuk di daerah tropis.

6. Permafrost karst merupakan karst yang terbentuk di daerah bersalju.

81
c. Klasifikasi sweeting (1972)

Karst menurut Sweeting diklasifikasikan menjadi true karst, fluviokarst,

glaciokarst, tropical karst, arid an semiarid karst. Klasifikasi Sweeting terutama

didasarkan pada iklim.

1. True karst

Merupakan karst dengan perkembangan sempurna (holokarst). Karst yang

sebenarnya harus merupakan karst dolin yang disebabkan oleh pelarutan secara vertikal.

Semua karst yang bukan tipe dolin karst dikatakan sebagai deviant. Contoh dari true karst

menurut Sweeting adalah Karst Dinaric

2. Fluviokarst

Dibentuk oleh kombinasi antara proses fluvial dan proses pelarutan. Fluviokarst

pada umumnya terjadi di daerah berbatuan gamping yang dilalui oleh sungai alogenik

(sungai berhilir di daerah non-karst). Sebaran batugamping baik secara lateral maupun

vertikal jauh lebih kecil daripada true karst. Perkembangan sirkulasi bawah tanah juga

terbatas disebabkan oleh muka air tanah lokal. Mataair muncul dari lapisan impermeable

di bawah batugamping maupun dekat muka air tanah lokal. Lembah sungai permukaan

dan ngarai banyak ditemukan. Bentukan hasil dari proses masuknya sungai permukaan ke

bawah tanah dan keluarnya sungai bawah kembali ke permukaan seperti lembah buta dan

lembah saku merupakan fenomena umum yang banyak dijumpai. Goa-goa di fluviokarst

terbentuk di perbatasan antara batugamping dan batuan impermeabel di bawahnya oleh

sungai alogenik dan berasosiasi dengan perkembangan sungai di daerah karst. Permukaan

batugamping di fluviokarst pada umumnya tertutup oleh tanah yang terbentuk oleh erosi

dan sedimetasi proses fluvial. Singkapan batugamping (bare karst) ditemukan bila telah

terjadi erosi yang pada umumnya disebabkan oleh penggundulan hutan.

82
3. Glasiokarst merupakan karst yang terbentuk karena karstifikasi didominasi

oleh proses glasiasi dan proses glasial di daerah yang berbatuan gamping.

4. Nival karst

Merupakan karst yang terbentuk karena proses karstifikasi oleh hujan salju

(snow) pada linkungan glasial dan periglasial. Glasiokarst terdapat di daerah

berbatugamping yang mengalami glasiasi atau pernah mengalami glasiasi. Glasiokarst

dicirikan oleh kenampakan-kenamapakan hasil penggogosan, erosi, dan sedimentasi

glacier. Hasil erosi glacier pada umumnya membentuk limstone pavement. Erosi lebih

intensif terjadi di sekitar kekar menhasilkan cekungan dengan lereng terjal memisahkan

pavement satu dengan lainnya. Dolin-dolin terbentuk terutama disebabkan oleh hujan

salju. Pencairan es menhasilkan ngarai, pothole, dan goa, Karakteristik lain dari

glasiokarst adalah goa-gaoa yang terisi oleh oleh es dan salju. Contoh dari galsiokarst

adalah karst di lereng atas pegunungan Alpen.

5. Tropical karst

Berbeda dengan karst di iklim sedang dan kutub terutama disebabkan oleh

presipitasi dan evaporasi yang besar. Presipitasi yang yang besar menghasilkan aliran

permukaan sesaat yang lebih besar, sedangkan evaporasi menghasilkan rekristalisasi

larutan karbonat membentuk lapisan keras di permukaan. Hal ini menyebabkan dolin

membulat seperti di iklim sedang jarang ditemukan digantikan oleh dolin berbentuk

bintang yang tidak beraturan. Dolin tipe ini sering disebut kockpit. Di antara dolin

ditemukan bukit-bukit yang tidak teratur disebut dengan bukit kerucut.

Karst tropis secara lebih rinci dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

83
1. kegelkarst (sinoid karst, cone karst, atau karst a piton)

2. turmkarst (karst tower, pinacle karst, atau karst a tourelles)

6. Kegelkarst

Dicirikan oleh kumpulan bukit-bukit berbentuk kerucut yang sambung

menyambung. Sela antar bukit kerucut membentuk cekungan dengan bentuk seperti

bintang yang dikenal dengan kockpit. Kockpit seringkali membentuk pola kelurusan

sebagai akibat kontrol kekar atau sesar. Depresi atau kockpit yang terkontrol kekar atau

sesar ini oleh Lemann disebut gerichteter karst (karst oriente). Contoh kegelkarst di

Indonesia antara lain Karst Gunungsewu dan Karst Karangbolong. Kenampakan

kegelkarst dari foto udara dan peta topografi ditunjukkan pada Gambar 2.1.

7. Turmkarst/menara karst/pinacle karst

Merupakan tipe karst kedua yang sering dijumpai di daerah tropis. Tipe karst ini

dicirikan oleh bukitbukit dengan lereng terjal, biasanya ditemukan dalam kelompok yang

dipisahkan satu sama lain dengan sungai atau dataran aluvial. Tower karst dibentuk

berkembang apabila pelarutan lateral oleh muka air tanah yang sangat dangkal atau oleh

sungai alogenik yang melewati singkapan batugamping. Beberapa ahli beranggapan

bahwa turmkarst merupakan perkembangan lebih lanjut dari kegelkarst karena kondisi

hidrologi tertentu. Distribusi dan sebaran bukit menara pada umumnya dikontrol oleh

kekar atau sesar.

84
Gambar 2.1.

Kenampakan kegelkarst Gunungsewu dari foto udara dan Lapangan

Ukuran bukit menara sangat bervariasi dari pinacle kecil hingga blok dengan

ukuran beberapa kilometer persegi. Permukaan tidak teratur disebabkan oleh depresi-

depresi dan koridor dengan dedalaman hingga 150 meter. Kontak dari bukit menara

dengan dataran aluvium merupakan tempat pemunculan mataair dan perkembangan gua.

Telaga dan rawa juga sering ditemukan di kaki dari bukit-bukit menara. Rawa yang relatif

bersifat asam selanjutnya akan mempercepat pelarutan secara lateral membentuk bukit-

bukit yang semakin curam hingga tegak. Bila muka tanah turun, rawa akan teratus dan

ditutupi oleh endapan koluvium dari rombakan bukit menara, sehingga bukit menara

berubah menjadi tidak curam (gambar 2.2.)

85
Karst menara dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, bukit menara

merupakan bukit sisa batugamping yang terisolir di antara rataan batugamping yang telah

tertutup oleh endapan aluvium. Kedua, bukit menara merupakan bukit sisa dari

batugamping yang berada di dataran dengan batuan non karbonat. Karst menara di

Indonesia diantaranya dapat diketemukan di tepian Karst Maros yang berbatasan dengan

dataran aluvial (sisi barat).

Gambar 2.2. Kenampakan karst tower.

1. Bukit karst menara terbentuk oleh erosi lateral, 2. Bukit karst kerucut, Sungai, 4

. Dataran korosi Gua aktif, Gua fosil (Sweeting, 1972)

86
d. Tipe Karst Yang Lain

Selain klasifikasi di atas, literatur atau peneliti karst lain telah memberi nama

tertentu untuk suatu kawasan karst. Penamaan yang digunakan hanya dimaksudkan untuk

memberi nama tanpa bermasud mengklasifikasi secara sistematis. Beberapa tipe karst

yang sering digunakan dan sering muncul di literatur karst antara lain labirynt karst dan

polygonal karst.

1. Labyrint karst

Merupakan karst yang dicirikan oleh koridor-koridor atau ngarai memanjang

yang terkontrol oleh kekar atau sesar. Morfologi karst tersusun oleh blok-blok

batugamping yang dipisahkan satu sama lain oleh ngarai/koridor karst. Karst tipe ini

terbentuk karena pelarutan yang jauh lebih intensif di jalur sesar dan patahan. Sebaliknya

di tempat lainnya pelarutan tidak intensif. Karst labirint di Indonesia dapat dijumpai di

Papua dan di sebagian Gunungsewu (Gambar 2.3.)

Gambar 2.3.

Kenampakan karst labirint

87
2. Karst Poligonal

Didasarkan dari sudut pandang morfometri dolin. Karst tipe ini dapat berupa

karst kerucut maupun karst menara. Karst dikatakan poligonal apabila ratio luas dolin

dangan luas batuan karbonat mendekati satu atau satu. dengan kata lain semua batuan

karbonat telah berubah menjadi kumpulan dolin-dolin dan dolin telah bersambung satu

dengan lainnya (Gambar 2.4.)

Ad/A = 1

Ad : Luas keseluruhan dolin

A : Luas keseluruhan batuan karbonat

88
Gambar 2.4.

Kenampakan karst plygonal

3. Karst Fosil

Merupakan karst yang terbentuk pada masa geologi lampau dan saat ini proses

karstifikasinya sudah berhenti (Sweeting, 1972). Dalam hal ini karstifikasi tidak

berlangsung hingga saat ini karena perubahan iklim yang tidak lagi mendukung proses

karstifikasi. Karst fosil banyak diketukan di Baratlaut Yoksire-Ingris. Karst fosil dapat

dibedakan menjadi dua tipe. Pertama, karst yang terbentuk di waktu geologi sebelumnya

dan tidak tertutupi oleh batuan lain. Tipe ini disebut dengan bentuklahan tinggalan

(relict landform). Kedua, karst terbentuk di periode geologi sebelumnya yang kemudian

ditutupi oleh batuan nonkarbonat.

Bentuklahan karst tersebut selanjutnya muncul ke permukaan karena batuan atapnya telah

tersingkap oleh proses denudasi. Tipe ini disebut dengan bentuklahan tergali (exhumed

lanform).

89
e. Doline

Dolinee berasal dari bahasa Slavia dolina yang berarti lembah. Istilah ini pertama

kali digunakan sebagai istilah dalam geomorfologi oleh geologiwan Austria. Untuk

menghindari kerancuan dengan dolinea = lembah, literatur karst Slovenia pada beberapa

dekade telah menggunakan istilah dolinee yang dalam bahasa aslinya vrtaca. Doline

merupakan cekungan tertutup berbentuk bulat atau lonjong degan ukuran beberapa meter

hingga lebih kurang satu kilometer (Ford dan Williams, 1992), sehingga Sweeting (1972)

mengkategorikan doline dalam bentuklahan karst berskala sedang. Doline di literatur-

literatur karst sering disebut dengan berbagai istilah, seperti sinkhole, sink, swallow holes,

cenote, dan blue hole. Kemiringan lereng miring hingga vertikal dengan kedalaman

beberapa meter hingga ratusan meter. Doline merupakan bentuklahan yang paling banyak

dijumpai di kawasan karst. Bahkan di daerah beriklim sedang, karstifikasi selalu diawali

dengan terbentuknya doline tunggal akibat dari proses pelarutan yang terkonsentrasi.

Tempat konsentrasi pelarutan merupakan tempat konsentrasi kekar, tempat konsentrasi

mineral yang paling mudah larut, perpotongan kekar, dan bidang perlapisan batuan

miring. Doline-doline tungal akan berkembang lebih luas dan akhirnya

dapat saling menyatu.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa karstifikasi (khususnya di daerah iklim

sedang) merupakan proses pembentukan doline dan goa-goa bawah tanah, sedangkan

bukit bukit karst merupakan bentukan sisa/residual dari perkembangan doline. Setiap

doline atau cekungan tertutup tersusun oleh tiga komponen (White, 1988).

90
1. Pengatus, yaitu saluran dengan permeabilitas tinggi yang mengatuskan air

dalam doline ke sistem drainase bawah tanah.

2. Mintakat yang terubah oleh proses pelarutan di permukaan dan dekat

permukaan batuan.

3. Tanah penutup, koluvium, endapan glasial, abu volkanik atau material lepas

yang lain. Namun demikian di beberapa tempat, material permukaan absen.

a. Bentuk Doline

Bentuk doline sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Bentuk doline

didaerah iklim sedang cenderung lebih teratur dengan bentuk membulat hingga lonjong.

Di daerah iklim tropis, bentuk doline tidak sesempurna doline di daerah iklim sedang,

dalam hal ini doline di daerah iklim tropis mempunyai bentuk yang tidak teratur. Salah

satu bentuk planar doline yang banyak ditenukan di daerah tropis adalah adalah bentuk

seperti bintang. Bentuk doline di daerah tropis yang menyerupai bintang disebut secara

khusus dengan Cockpit. Istilah ini pertama digunakan untuk menyebut karst di Jamaika

(Sweeting, 1972; White 1988). Cockpit berasal dari kata cock yang berarti ayam jantan

dan pit yang berarti lubang, dengan kata lain di Jamaika cockpit merupakan lubang

tempat menyabung ayam. Karena karst memiliki cekungan-cekungan seperti cockpit,

maka karst di Jamaika disebut dengan cockpit land. Perbedaan doline di daerah iklim

sedang dan tropis ditunjukkan pada Gambar 2.5.

91
Gambar 2.5. Perbedaan doline di daerah iklim sedang dan di daerah tropisb(Williams,

1969).

Batas luar doline di daerah iklim sedang tergambar pada peta kontur berupa garis

kontur tertutup, sedangkan batas luar doline di daerah tropis berupa batas topografi

(topographic divide). Fenomena ini perlu mendapat perhatian bagi yang sedang membaca

peta topografi di Indonesia. Peta topografi yang menggambarkan daerah karst sering

memuat simbol doline seperti di daerah iklim sedang, tetapi sebenarnya simbol tersebut

dimaksudkan untuk menggambarkan telaga/ danau doline atau dasar doline. Apabila

seseorang bermaksud membatasi doline untuk studi morfometri doline harus tetap

mendelineasi batas topografi sebagai batas luar doline Secara planar doline dapat

bebentuk bulat lonjong atau memanjang.

92
Doline-doline memanjang terbentuk apabila perkembangan doline dikontrol oleh

keberadaan kelurusan baik oleh sesar maupun kekar. Haryono (2000) menemukan bahwa

doline memanjang lebih banyak ditemukan di kawasan karst Gunungsewu daripada

bentuk doline yang yang membulat. Banyaknya doline memanjang di Karst Gunungsewu

disebabkan oleh lereng regional yang miring ke arah selatan, keberadaan kekar dan sesar

yang intensif, dan pengaruh dari proses fluvial. Kenamapakan doline memanjang dan

cockpit di Karst Gunungsewu ditunjukkan pada Gambar 1.9.

Gambar 2.6.

Kenampakan cockpit dan doline memanjang di Karst Gunungsewu

93
Doline, oleh Cvijic (1893) dikelompokkan menjadi tiga katergori yaitu doline

mangkok, doline corong, dan doline sumur (Gambar 2.7)

1. Doline mangkok dicirikan oleh perbandingan lebar dan kedalaman 10:1 dan

kemiringan lereng doline berkisar antara 10o-12o. Dasar rata dan tertutup oleh

tanah atau berawa.

2. Doline corong mempunyai diameter dua atau tiga kali kedalamannya dan lereng

doline berkisar antara 30o–40o, dengan dasar sempit dapat tertutup tanah maupun

berupa singakapan batuan.

3. Doline sumuran dicirikan oleh diameternya yang lebih kecil dari kedalamannya,

lereng vertikal berupa singkapan batuan

Gambar 2.7.

Bentuk-bentuk doline, A) doline mangkok, B). doline corong, dan C) doline Sumuran

94
Berdasarkan bentuknya, doline juga dapat dibedakan menjadi doline simetri dan

doline asimetri. Doline simetri berbentuk bulat atu elip dengan kemiringan lereng ke

segala arah yang hampir sama, sedangkan doline asimetri merupakan doline yang sisi satu

dan lainnya mempunyai kemiringan lereng berbeda. Doline tidak simetri terbentuk karena

perkembangan doline terkontrol oleh aliran permukaan dan struktur (Bogli, 1980) atau

karena lereng (Williams,1985). Doline asimetri pertama terbentuk apabila doline

terbentuk karena aliran permukaan yang masuk ke ponor, sisi dimana aliran permukaan

masuk akan membentuk lereng yang lebih landai karena pelarutan yang lebih intensif,

sedangkan sisi lainnya akan mem[unyai lereng yang lebih terjal. Doline asimetri

struktural terbentuk pada batuan karbonat yang miring, dalam hal ini lereng doline yang

searah dengan dip batuan akan membentuk kemiringan yang lebih landai, sedankan

lereng yang berlawanan dengan dip batuan membentuk kemiringan yang lebih terjal

(Gambar 2.8.)

Gambar 2.8.

Kenampakan lateral dan vertikal (A) doline simetri, (B) doline asimetri yang terkontrol

oleh aliran permukan, dan (C) doline asimetri yang terkontrol oleh perlapisan batuan

(Bogli, 1980)

95
Doline asimetri ke tiga terbentuk di daerah yang miring, dalam hal ini lereng

lebih landai terbentuk di bagian atas dari lereng sedangkan lereng doline lebih terjal

terbentuk bagian bawah lereng (Gambar 2.9.). Doline tipe ini dapat ditemukan di karst

Gunungsewu (Ahmad, 1990) di lereng antara plato selatan dengan cekungan Wonosariu

dan di lereng-lereng teras marin. Doline asimetri ini dikenali dari bukit-bukit karst yang

terbentuk.

Gambar 2.9.

Doline asimetri yang berkembang di daerah yang miring (Williams, 1985)

96
b. Genetik Doline

Bogli (1980) lebih lanjut berdasarkan cara pembentukannya (genetik)

mengklasifikasikan doline menjadi doline pelarutan, doline aluvial, doline amblesan, dan

doline runtuhan.

1. Doline perlaturan terbentuk karena pelarutan yang terkonsentrasi akibat dari

keberadaan kekar, pelebaran pori-pori batuan, atau perbedaan mineralogi batuan

karbonat. Doline pelarutan terbentuk hampir disebagian besar awal proses

karstifikasi.

2. Doline aluvial pada dasarnya merupakan doline pelarutan, namun dalam kasus ini

batugamping tertutup oleh endapan aluvial. Cekungan tertutup yang terbentuk di

endapan aluvial disebabkan oleh terbawanya endapan aluvium yang berada di

atas rekahan hasil pelarutan ke sistem drainase bawah tanah. Infiltrasi melalui

endapan aluvium membawa material halus ke sistem kekar di bawahnya yang

berhubungan dengan goa-goa dalam tanah, sehingga endapan di atasnya menjadi

cekung.

3. Doline amblesan terjadi apabila lapisan batugamping ambles secara perlahan-

lahan karena di bawah lapisan batugamping terdapat rongga. Doline tipe ini

dicirikan oleh terdapatnya rombakan batugamping dengan sortasi jelek di dasar

doline dan lereng yang miring hingga terjal.

97
4. Doline runtuhan terbentuk apabila goa atau saluran dekat permukaan runtuh

karena tidak mampu menahan atapnya. Bogli (1980) menjelaskan bahwa doline

runtuhan terjadi bila runtuhan terjadi seketika, sedangkan doline amblesan terjadi

secara perlahan-lahan. Doline tipe ini dicirikan oleh lereng curam hingga vertikal.

Tiga mekanisme yang membentuk doline runtuhan adalah a) pelarutan di atas

goa, b) pelarutan atap goa dari bawah, dan c) penurunan muka air tanah di atap

goa (Gambar 2.11.).

Gambar 2.10.

Macam-macam doline menurut genetiknya (Ford dan Williams, 1992).

98
Gambar 2.11.

Mekanisme terbentuknya dolin runtuhan (Ford dan Williams, 1992)

99
Genetik doline inilah yang menyebabkan bentuk-bentuk dolin bervariasi seperti

yang diutarakan oleh Cvijiv. Doline pelarutan dan doline aluvial membentuk doline tipe

mangkok atau corong. Dolin amlesan membentuk dolin corong, sedangkan dolin

membentuk dolin tipe sumuran. Perkembangan doline pelarutan merupakan fungsi

dari produksi CO2 tanah, kinetika pelarutan, litologi, dan waktu. Doline pelarutan

menurut Ford dan Williams (1993) dibedakan menjadi drawdown doline dan point

recharge doline.

5. Drawdown doline merupakan doline pelarutan yang pembentukannya dikontrol

oleh prosesproses hidrologi mintakat epikarst, yaitu suatu mintakat (zone) dekat

permukaan dimana pelarutan terjadi intensif. Mintakat epikarst memupunyai

ketebalan sekitar 10 meter (Williams, 1988). Pendapat ini didasarkan pada

pengamatan Williams bahwa aliran permukaan di daerah karst sangat kecil dan

hanya terjadi sesaat setelah hujan turun. Williams berpendapat bahwa sistem

hidrologi di mintakat epikarst hampir sama dengan sistem hidrologi di daerah lain

dengan aliran air tanah ke arah lateral. Arah aliran lateral ini bermuara di

rekahan/celah batugamping karena kekar atau sesar membentuk muka airtanah

yang cekung kedalam seperti muka air tanah endapan aluvial yang dipompa

(Gambar 2.12).

100
Gambar 2.12.

Doline dan hidrologi epikarst

Gradien hidraulik (kemiringan muka airtanah) mendekati pusat doline semakin

besar, sehingga konduktivitas hidrolik juga semakin besar ke arah pusat doline. Pusat

doline juga merupakan tempat bermuaranya/ berkumpulnya air dari lereng-lereng doline.

Karena proses hidrologis inilah tejadi proses pelarutan yang terkonsentrasi sehingga

membentuk doline. Doline yang terbentuk selanjutnya secara umpan balik (feedback)

akan mempengaruhi sistem hidrolologi mintakat epikarst. Doline yang semakin lebar

akan menyebabkan meningkatnya aliran lateral, aliran lateral yang meningkat semakin

memperbesar aliran yang terpusat, semakin besar aliran yang terpusat semakin cepat

proses perkembangan doline, dan seterusnya.

101
6. Point recharge doline merupakan doline pelarutan yang terbentuk pada

batugamping yang pada awalnya tertutup oleh batuan lain. Sebaliknya doline

drawdown terbentuk pada recharge doline diawali oleh tersingkapnya batuan

atap/penutup di satu tempat/titik, sehingga aliran permukaan masuk ke dalam

lapisan batugamping dari titik tersebut. Masuknya aliran permukaan tersebut

selanjutnya menyebabkan proses pelarutan yang terkonsentrasi yang semakin

lamasemakin dalam membentuk cekungan tertutup. Erosi batuan atap yang terus

berlangsung menyebabkan batugamping di bawanya tersingkap di beberapa

tempat dengan frequensi yang semakin rapat menhasilkan titik-titik masuknya

aliran permukaan ke lapisan batugamping dan doline yang semakin banyak.

c. Doline Majemuk (Uvala)

Doline majemuk (compound doline) di literatur karst sering disebut dengan uvala.

Uvala merupakan gabungan dari doline-doline yang terbentuk di karst pada stadium

perkembangan karst agak lanjut. Menurut Sweeting ukuran uvala berkisar antara 500-

1000 meter dengan kedalaman 100-200 meter dengan ukuran tidak teratur. Cockpit dari

sudut pandang ini dapat dianggap sebagai uvala atau doline majemuk yang berbentuk

bintang, karena cockpit merupakan beberapa yang tepi atau sisi-sinya saling

berhubungan/bergabung. Gabungan dari tepi-tepi doline inilah yang secara planar

(tampak atas) membentuk bentuk-bentuk lancip seperti bintang Mengacu pada pandangan

Grund tentang perkembangan karst, terbentuknya uvala merupakan ciri dari stadium

adolescent karst atau perkembangan tahap II.

102
Uvala juga dapat perkembang dari lembah permukaan. Uvala tipe ini merupakan

perkembangan akhir dari lembah permukaan yang terdegradasi. Perkembangan diawali

oleh hilangnya aliran permukaan ke bawah tanah di titik tertentu. Di tempat masuknya

aliran permukaan ini selanjutnya doline berkembang yang semakin lama semakin dalam

dan lebar, sehingga bergambung satu dengan lainnya membentuk uvala. Perkembangan

doline menjadimuvala ditunjukkan pada Gambar 2.13, sedangkan permbandingan ukuran

antara dolin, uvala, dan kockpit ditunjukkan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.13.

Perkembangan uvala dari doline dan lembah kering (White, 1988)

103
Gambar 1.14.

Perbandingan ukuran dolin, uvala, dan cockpit (White, 1988).

104
f. Polje

Polje merupakan istilah di Karst Dinaric yang berasal dari bahasa Slovenia yang

berarti ladang yang dapat ditanami. Istilah polje di negara asalnya tidak mempunyai

kaitan dengan bentuklahan karst. Definisi formal pertama tentang polje dikemukaan oleh

Cvijic tahun 1985 (dalam Gams, 1978) bahwa polje merupakan bentuklahan karst yang

mempunyai elemen: cekungan yang lebar, dasar yang rata, drainase karstik, bentuk

memanjang yang sejajar dengan struktur lokal, dasar polje mempunyai lapisan batuan

Tersier. Publikasi selanjutnya oleh Cvijic (1990) mengungkapkan bahwa polje

merupakan bentukan dari evolusi/perkembangan uvala. Saat ini istilah polje telah

diadopsi dalam terminologi karst. Definisi polje telah banyak dikemukakan dalam

literatur karst, namun satu sama lain masih membingungkan. Hal ini dapat dimengerti

mengingat setiap literatur mengkaji daerah yang berbeda. Gams (1978) telah mecoba

mengali lebih dalam pengertian polje dan klasifikasinya berdasarkan fenomena di daerah

asalnya. Polje di Karst Dinarik mempunyai lebar 400 m hingga 5 km dengan panjang

hingga mencapai 60 km, luas terkecil 3 km2 dan luas terbesar 474 km2. Dasar poje pada

umumnya rata dan dikelilingi oleh perbukitan karst yang terjal. Morfologi Polje di Karst

Dinarik ditunjukkan pada Gambar 1.20.

Dinarik-Yugoslvia, Gams menyimpulkan bahwa polje mempunyai karakteristik minimal

sebagai berikut:

1. dasar yang rata dapat merupa batuan dasar (dapat berteras) maupun tertutup

sedimen

lepas atau aluvium,

2. cekungan tertutup yang dibatasi oleh perbukitan dengan lereng terjal pada dua

sisi atau salah satu sisinya,

105
3. mempunyai drainase karstik, dan

4. jika ketiga syarat tersebut dipenuhi, dasar yang rata harus mempunyai lebar

minimum 400 meter.

Syarat lebar dari polje banyak dipermasalahkan oleh peneliti karst, karena lebar

polje sangat tergantung pada daerah atau lokasi dari kawasan karst. Cvijic

mengemukakan bahwa polje harus memiliki lebar minimum 1000 meter. Mengingat

perbedaan batasan-batasan polje, beberpa ahli karst lebih cenderung mendefinisikan polje

secara kualitatif berdasarkan pada genetik dan morfologi.

Gambar 2.15.

Dua penampang melingtang Karst Dinarik yang menggambar morfologi polje (Mijatovic

dalam White, 1988)

106
Selanjutnya, Gams (1978) mengklasifikasi ke 42 polje di Karst Dinarik menjadi

lima kategori, yaitu border polje, over-flow polje, peripheral polje, diedmont polje,

piezometric level polje. Ford dan Williams (1992) selanjutnya menyederhanakan

klasifikasi polje menjadi tiga kelompok, yaitu border polje, structural polje, dan

baselevel polje (Gambar 2.16.)

1. Polje perbatasan terbentuk apabila sistem hidrologi didominasi oleh masukan

air alogenik (dari luar sistem karst). Polje tipe ini berkembang apabila muka air tanah di

batuan non karst terhampar hingga batuan karbonat.

2. Poje struktural terbentuk karena dikontrol struktur, biasanya berasosiasi

dengan graben dan atau sesar miring dengan batuan impermeabel di dalamnya.

3. Poje baselevel terbentuk apabila regional muka air tanah memotong

permukaan tanah. Polje tipe ini pada umumnya terbentuk di bagian bawah (outflow) dari

kawasan karst. Polje baselevel, jika ditinjau dari perkembangan karst, terbentuk pada

tahap akhir perkembangan

107
Gambar 2.16.

Tipe-tipe poje menurut Ford dan Williams, 1989

108
karst. Pada tahap ini korosi secara vertikal telah mencapai muka airtanah,

sehingga korosi lebih dominan ke arah lateral. Korosi lateral menyebabkan bukit-bukit

karst terdegradasi yang pada akhirnya rata dengan muka airtanah membentuk dataran

yang luas. Karena airtanah sangat dangkal, fluktuasinya pada musim penghujan polje

sering tergenang. Pada musim kemarau muka air tanah kurang dari satu meter. Kondisi

air yang melimpah inilah yang menyebabkan polje merupakan daerah yang paling subur

di daerah karst. Polje di Karst Maros dan Gunungsewu digunakan untuk persawahan.

Di Karst Dinarik, polje merupakan pusat-pusat permukiman. Polje struktural

dapat dijumpai di sekitar Ponjong, Gunung Kidul, DIY (gambar 2.17). Poje di Ponjong

merupakan polje yang dibatasi tebing terjal hanya di salah satu sisinya akibat dari sesar.

Karakteristik hidrologi didominasi olen keluarnya mataair-matair karst. Kedalaman

airtanah kurang dari satu meter. Pemunculan mataair menjadikan air permukaan di Poje

Ponjong melimpah dan oleh penduduk setempat digunakan untuk air irigasi. Dengan

demikian penggunaan lahan dominan di Poje Ponjong berupa sawah irigasi.

109
Gambar 2.17.

Citra satelit yang menunjukkan Polje Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Rona kehitaman

merupakan persawahan. Polje base level dijumpai di Karst Maros, yaitu diperbatasan

antara Daimanggala dan Bonto-bonto di bagian timur karst maros dengan lebar 1 dan 2,5

km. Dasar polje berupa endapan alucium dari material volkanik yang terbawa oleh sungai

alogenik. Sungai-sungai alogenik ini selanjutnya masuk ke bawah permukaan menjadi

sungai-sungai bawah tanah.

110
g. Morfologi Mikro

Morfologi mikro daerah karst dalam literatur dan artikel karst diistilahkan dengan

karren (bahasa Jerman) atau lapies (bahasa Prancis). Dimensi karren bervariasi dari 1

hingga 10 meter, sedangkan mikro karen mempunyai dimensi kurang dari 1 cm (Ford dan

Williams, 1992). Karren dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu bentuk

membulat, bentuk memanjang yang terkontrol oleh kekar, bentuk linier yang terkontrol

proses hidrolik, dan bentuk poligonal.

a. Bentuk membulat

Micropit : ukuran kurang dari 1 cm. Pits : bulat atau lonjong, bentuk tidak teratur,

diameter > 1 cm. Pans : bulat atau lonjong dengan bentuk tidak teratur, dasar horisontal

berupa batuan dasar atau endapan isian. Heelprints atau Trittkarren : dinding terjal di

bagaian ujung, dasar datar, terbuka di bagian bawah, diameter 10 – 30 cm. Shafts atau

well : bagian dasar saling berhubungan membentuk protocave yang mengatus air ke

mintakat epikarst.

b. Bentuk linier : terkontrol kekar

Microfissures : dasar kacip, panjang beberapa cm dengan kedalaman kurang dari

1 cm. Splitkarren : kenamapakan pelarutan yang dikontrol oleh kekar, stylolite atau vein.

Dasar lancip, panjang bervariasi dari sentimeter hingga beberapa meter, kedalaman

beberapa sentimeter. Kedua ujungnya dapat terbuka atau tertutup. Grikes atau Kluftkaren

: hasil solusional yang dikontrol oleh kekar mayor atau sesar. Panjang 1 hingga 10 meter.

Apabila di bawah tanah disebut cutter. Kumpulan kluftkarren dipisahkan satu dengan

lainnya dengan clint.

111
c. Bentuk linier : terkontrol oleh hidrodinamik

Microrills : lebar lebih kurang 1 mm. Aliran air terkontrol oleh tenaga kapilar,

gravitasi,

atau angin.

d. Saluran pelarutan secara gravitatif

Rillenkarren : kumpulan saluran mulai dari igir, lebar 1 – 3 cm. Dipicu oleh air

hujan. Bagian bawah menghilang. Solutional runnels : Saluran mengikuti hukum Horton.

Berkembang mulai dari sebelah bawah erosi lembar. Pada singkapan batuan dicirikan

oleh tepi yang curam (Rinnenkarren), bulat jika tertutup tanah (Rundkarren). Saluran

meluas ke arah bawah. Lebar 3 –30 cm, panjang 1 – 10 m. Pola aliran linier, dendritik,

atau sentripetal. Decantation runnels : pelarutan terjadi di bagian atas pada satu titik, ke

arah bawah saluran menyempit. Ukuran bervariasi hingga mencapai panjang lebih dari

100 m, seperti wall karren (wandkarren), Maanderkarren. Decantation flutings : pelarut

berasal dari sumber diffuse pada lereng atas. Saluran padat, ke arah bawah kadang-

kadang semakin berkurang. Fluted scallops atau solution ripples : flute seperti ripple

dengan arah sesuai arah aliran. Banyak variasi dari scallop. Banyak ditemukan sebagai

komponen dari cockling pattern di singkapan batuan berlereng curam.

112
e. Bentuk poligonal

1. Karrenfield : istilah umum untuk hamparan karren yang tersingkap.

2. Limestone pavement : tipe dari karrenfield yang didominasi oleh clints yang

teratur (flachkarren) dan grikes (kluftkarren).

3. Pinnacle karst : topografi yang runcingruncing, kadang terbuka karena erosi

tanah. Arete, pinacle, dan stone

4. forest kadang mempunyai pinacle dengan tinggi 45 m dan spasi 50 m.

5. Ruiniform karst : Grike yang lebar dengan clint yang sudah terdegradasi. Bentuk

peralihan ke tors.

6. Corridor karst (labyrinth karst, giant grike land) : skala besar dari grike dan

clints dengan lebar beberapa meter dan panjang hingga 1 km.

7. Coastal karren : karren di darah pantai atau lakustrin, termasuk intertidal dan

subtidal notch, pits, pans, mikropits.

113
F. HIDROLOGI KARST

Pada awalnya, berbicara mengenai hidrologi karst tentunya mempunyai

konsekwensi logis yang dapat terbagi menjadi dua topik pembicaraan utama yaitu

hidrologi dan karst. Hidrologi , menurut Linsley et. al. (1975) adalah cabang dari ilmu

geografi fisik yang berurusan dengan air dimuka bumi dengan sorotan khusus pada sifat,

fenomena dan distribusi air di daratan. Hidrologi dikategorikan secara khusus

mempelajari kejadian air di daratan/bumi, deskripsi pengaruh sifat daratan terhadap air,

pengaruh fisik air terhadap daratan dan mempelajari hubungan air dengan kehidupan.

Pada sisi yang lain, karst dikenal sebagai suatu kawasan yang unik dan dicirikan oleh

topografi eksokarst seperti lembah karst, doline, uvala, polje, karren, kerucut karst dan

berkembangnya sistem drainase bawah permukaan yang jauh lebih dominan

dibandingkan dengan sistem aliran permukaannya (Adji dkk, 1999).

Jika kita belajar hidrologi secara umum pasti tidak akan pernah lepas dari siklus

hidrologi, yaitu peredaran air di bumi baik itu di atmosfer, di permukaan bumi dan di

bawah permukaan bumi. Selama siklus tersebut, air dapat berubah wujudnya yaitu padat,

cair maupun gas tergantung dari kondisi lingkungan siklus hidrologi. Jumlah air dalam

siklus hidrologi selalu tetap dan hanya berubah distribusinya saja dari waktu ke waktu

akibat adanya pengaruh dari faktor tertentu (Adji dan Suyono, 2004). Siklus hidrologi

secara umum disajikan pada Gambar 2.18. Seperti disebutkan diatas, karena sifatnya,

fokus dari hidrologi karst adalah bukan pada air permukaan tetapi pada air yang

tersimpan di bawah tanah pada sistem-sistem drainase bawah permukaan karst. Untuk

lebih jelasnya, Gambar 2.19 mengilustrasikan drainase bawah permukaan yang sangat

dominan di daerah karst.

114
Gambar 2.18. Siklus Hidrologi (Sumber: www.ecn.purdue/edu/.../gishyd.html)

Gambar 2.19. Drainase bawah permukaan di daerah karst

(Sumber: http://www.eccentrix.com/members/hydrogeologie/hidrogeol/karst.gif)

115
Dari Gambar 2.19 terlihat bahwa karena sifat batuan karbonat yang mempunyai

banyak rongga percelahan dan mudah larut dalam air, maka sistem drainase permukaan

tidak berkembang dan lebih didominasi oleh sistem drainase bawah permukaan. Sebagai

contoh adalah sistem pergoaan yang kadang-kadang berair dan dikenal sebagai sungai

bawah tanah. Selanjutnya, dalam bahasan ini akan lebih banyak dideskripsikan hidrologi

karst bawah permukaan yang selanjutnya akan kita sebut sebagai airtanah karst. Secara

definitif, air pada sungai bawah tanah di daerah karst boleh disebut sebagai airtanah

merujuk definisi airtanah oleh Todd (1980) bahwa airtanah merupakan air yang mengisi

celah atau pori-pori/rongga antar batuan dan bersifat dinamis. Sedangkan, air bawah

tanah karst juga merupakan air yang mengisi batuan/percelahan yang banyak terdapat

pada kawasan ini, walaupun karakteristiknya sangat berbeda dibandingkan dengan

karakteristik airtanah pada kawasan lain.

Pada daerah non-karst, dengan mudah kita dapat membedakan antara sistem

hidrologi permukaan dan bawah permukaan. Secara sederhana, konsep Daerah Aliran

Sungai (DAS) dapat dianggap sebagai unit untuk mengkaji sistem hidrologi baik itu

permukaan maupun bawah permukaan. DAS sering pula dikenal sebagai drainage basin

(cekungan yang mempunyai sistem aliran) yang mempunyai karakteristik aliran

permukaan dan bawah permukaan dan keluar melalui satu outlet dibatasi oleh batas

topografi berupa igir. Batas dari DAS dapat dikatakan selalu tetap dan tidak berubah

sepanjang masa, terutama jika kita berbicara mengenai air permukaan. Sementara itu,

sistem airtanah (akuifer) dapat memotong batas topografi DAS dan menjadi bagian dari

beberapa DAS. Sebaliknya, konsep DAS aliran permukaan di daerah karst sulit dikenali

karena lebih berkembangnya bawah permukaan.

116
Kenyataan yang ada adalah banyaknya lorong-lorong hasil proses solusional dan

sangat sedikitnya aliran permukaan. Jankowski (2001) mengatakan bahwa terdapat tiga

komponen utama pada sistem hidrologi karst, yaitu : akuifer, sistem hidrologi permukaan,

dan sistem hidrologi bawah permukaan. Di karst, cekungan bawah permukaan dapat

diidentifikasi dengan mencari hubungan Jankowski (2001) mengatakan bahwa terdapat

tiga komponen utama pada sistem hidrologi karst, yaitu : akuifer, sistem hidrologi

permukaan, dan sistem hidrologi bawah permukaan. Di karst, cekungan bawah

permukaan dapat diidentifikasi dengan mencari hubungan.

a. Akuifer Karst

Akuifer dapat diartikan sebagai suatubformasi geologi yang mampu menyimpan

dan mengalirkan airtanah dalam jumlah yang cukup pada kondisi hidraulik gradien

tertentu (Acworth, 2001). Cukup artinya adalah mampu mensuplai suatu sumur ataupun

mata air pada suatu periode tertentu. Dapatkah formasi karst yang didominasi oleh batuan

karbonat disebut sebagai suatu akuifer?. Jawaban dari pertanyaan ini dapat kita

kembalikan dari definisi akuifer seperti yang telah disebutkan di atas. Jika formasi karst

dapat menyimpan dan mengalirkannya sehingga sebuah sumur atau mataair mempunyai

debit air yang cukup signifikan, maka sah-sah saja jika formasi karst tersebut disebut

sebagai suatu akuifer. Perdebatan mengenai hal ini sudah terjadi terutama pada masa-

masa lampau dan solusi yang ada biasanya tergantung dari sudut hidrogeologis mana kita

memandangnya. Selanjutnya, dua hal ekstrim pada akuifer karst adalah adanya sistem

conduit dan diffuse yang hampir tidak terdapat pada akuifer jenis lain (White, 1988).

117
Ada kalanya suatu formasi karst didominasi oleh sistem conduit dan ada kalanya

pula tidak terdapat lorong-lorong conduit tetapi lebih berkembang sistem diffuse,

sehingga hanya mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap sirkulasi airtanah karst.

Tetapi, pada umumnya suatu daerah karst yang berkembang baik mempunyai kombinasi

dua element tersebut. Gambar 2.20 menunjukkan sistem conduit, diffuse, dan campuran

pada formasi karst. Selain itu menurut Gillison (1996) terdapat satu lagi sistem drainase

di daerah karst yaitu sistem rekahan (fissure). Ketiga istilah ini akan dibahas lebih lanjut

pada subbab yang lain.

Gambar 2.20. Diffuse, campuran dan conduit airtanah karst (Domenico and Schwartz,

1990)

118
1. Perbedaan Utama Akuifer Karst dan Akuifer

a. Non-karst

Dalam geohidrolika akuifer, terdapat beberapa istilah sifat akuifer yaitu zonasi

vertikal airtanah, porositas batuan, konduktivitas hidraulik (K), transmissivitas (T),

homogenitasheterogenitas, isotropi-anisotropi, dll. Sub bab ini akan membahas perbedaan

utama karakteristik dan sifat-sifat akuifer pada daerah non-karst dan karst.

1. Zonasi vertikal

Pada akuifer non karst, zonasi vertikal mempunyai pola sebagai berikut :

a. lapisan paling atas dibawah tanah adalah zona tak jenuh (aerasi)

b. lapisan ditengah adalah zona intermediate yang dibagi lagi menjadi zone

vadose dan zone kapiler.

c. lapisan di bawah muka airtanah (water table) dikenal sebagai zone jenuh air

Sifat dan kedudukan akuifer non-karst secara vertikal ini cenderung tetap dan hanya

berfluktuasi menurut musim sepanjang tahun. Sementara itu, sifat agihan vertikal akuifer

pada batuan karbonat cenderung berubah dari waktu ke waktu tergantung dari cepat

lambatnya tingkat pelarutan dan lorong-lorong yang terbentuk. Pada akhirnya, penurunan

muka airtanah akan stabil setelah mencapai kedudukan yang sama dengan water level

setempat (local base level) jika batuan karbonat terletak di atas formasi batuan lain.

Secara umum perbedaan zonasi vertikal akuifer karst dan non karst disajikan pada

Gambar 2.21.

119
2. Porositas

Porositas (α) atau kesarangan batuan adalah rasio antara volume pori-pori batuan

dengan total volume batuan,

Gambar 2.21. :Zonasi vertikal akuifer karst

Besar kecilnya porositas tergantung dari jenis batuan dan matrik pada batuan itu

sendiri.

Berbicara mengenai besarnya porositas batuan karbonat pada daerah karst tidak semata-

mata tergantung dari matriks batuan, tetapi lebih tergantung dari proses lanjutan setelah

batuan itu terbentuk atau muncul di permukaan bumi. Secara umum porositas batuan

dibedakan menjadi dua tipe yaitu:

• Porositas primer, yaitu porositas yang tergantung dari matriks batuan itu sendiri;

Dan

• Porositas sekunder, yaitu porositas yang lebih tergantung pada proses sekunder

seperti adanya rekahan ataupun lorong hasil proses solusional.

120
Dalam hal ini, jika dikatakan bahwa batuan karbonat di daerah karst mempunyai

porositas yang besar adalah lebih signifikan karena adanya percelahan hasil proses

pelarutan sehingga lebih cocok digolongkan sebagai porositas sekunder. Kesimpulannya,

batuan gamping yang belum terkarstifikasi akan mempunyai nilai porositas yang jauh

lebih kecil dibandingkan dengan batuan gamping yang telah terkarstifikasi dengan baik..

Batuan gamping dan juga dolomit yang belum terkarstifikasi mempunyai kisaran nilai

porositas yang sangat kecil (maksimal 10%). Sebaliknya, jika jika batuan gamping telah

terkarstifikasi akan mempunyai nilai porositas yang tinggi (mencapai 50%) Selanjutnya,

Gambar 2.5 mengilustrasikan perbedaan tipe porositas pada daerah karst dan non-karst.

Gambar 2.22. Tipe porositas pada karst (kanan) dan non-karst (kiri).

121
G. BIOSPELEOLOGI

• Bios = hidup; kehidupan

• Speleo = gua

• Logos = ilmu

Biospeleologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan beserta kondisi

lingkungan hidup organisme di dalam gua

Gua dibagi menjadi 4 zona gua :

1. Zona terang, termasuk dalam bagian ceruk

2. Zona senja, zona peralihan antara bagian terang dan bagian gelap gua

3. Zona gelap, dengan fluktuasi suhu. Masih dipengaruhi iklim luar gua

4. Zona gelap, tanpa fluktuasi suhu. Tidak dipengaruhi iklim luar gua.

Aspek yang dipelajari :

1. Organisme

2. Hub. Organisme dg lingkungan

3. Material organik sbg makanan dasar.

4. Parameter lingkungan.

122
Biota Gua

• Trogloxene (Troglo = gua; xenos = tamu)

• Troglophile (Troglo = gua; phileos = cinta)

• Troglobion (Troglo = gua; bios = hidup)

a. Fauna Avertebrata Gua (Yayuk R. Sudihardjono)

Gua merupakan salah satu bentuk ekosistem yang unik dan khas, yang tidak

dapat dijumpai pada bentuk ekosistem lainnya. Keunikan gua tidak hanya pada apa yang

terkandung di dalamnya, tetapi juga bentuk morfologinya yang juga dapat mengundang

decak kagum pengunjungnya. Karena keunikannya tersebut, banyak orang yang tertarik

untuk mempelajarinya dari berbagai aspek, baik geologi, arkeologi, morfologi maupun

biota penghuninya.

Di Indonesia penelitian hewan tanah masih dirasa sangat kurang apalagi biota

gua. Keberadaan fauna tanah/gua mempunyai arti penting dalam rantai ekosistem, yang

antara lain membantu perombakan bahan organik dalam membantu pembentukan tanah.

Terbatasnya peminat penelitian akan fauna tanah/gua menjadi kendala dalam

pengembangan pengetahuannya. Oleh karena itu, tidak heran apabila pengetahuan fauna

tanah maupun gua di Indonesia masih sangat terbatas. Dengan terbatasnya pengetahuan

yang ada, menjadi salah satu sebab misteri yang menyangkut dayaguna fauna tanah/gua

belum tersingkap. Hal ini menjadi tantangan untuk menggali pengetahuan fauna tanah

maupun gua. Dengan demikian keberadaannya dapat didayagunakan sebagaimana

mestinya bagi tanpa mengurangi kelestarian eksistensinya.

123
b. Ekologi Gua

Kekhasan atau keunikan ekisistem di dalam gua disebabkan oleh beberapa faktor

yang terkomposisi. Faktor yang dimaksudkan antara lain berupa suhu, pencahayaan,

kelembaban, keadaan lantai dasar dan dinding, vegetasi penutup di atasnya, dan

kandungan oksigen. Karena kekhasannya tersebut, maka di dalam gua hanya hidup jenis-

jenis flora dan fauna yang mampu beradaptasi dengan kondisi setempat. Faktor utama

yang berpengaruh langsung terhadap fauna gua adalah iklim, sedang faktor tidak

langsungnya adalah proses karstifikasi dan pembentukan hutan di atasnya. Vegetasi

biasanya lebih banyak dan beranekaragam pada dataran tinggi (>3.700m), misalnya di

hutan tropika, pegunungan, dan hutan lumut. Pada umumnya, lantai jenis hutan-hutan

tersebut kaya akan bahan organik. Bahan-bahan organik ini akan terombak, dan

mengalami mineralisasi, membentuk tanah. Sebagian serasah dan humus terbawa ke

dataran lebih rendah melalui aliran air (banjir, arus, dlsb.), dan sebagian lagi meresap ke

lapisan tanah yang lebih dalam.

Beberapa organisme permukaan tanah, dengan cara yang sama yaitu hanyut,

terbawa meresap-meresap ke dalam tanah. Mikroklimat yang ditemukan di dalam tanah

besar, kemungkinan besar mirip dengan mikroklimat tempat asal (permukaan tanah/lantai

hutan). Dengan menemukan mikroklimat yang sama dan terpenuhinya kebutuhan pakan.

maka organisme permukaan tanah yang masuk ke dalam tanah akan mampu

mempertahankan kelangsungan hidupnya dan akhirnya berkembang menjadi organisme

tanah. Dengan cara yang sama, organisme tanah dapat mencapai gua. Mikroklimat dan

tersedianva pakan yang cukup menjadikan alasan kuat bagi organisme tanah untuk

bertahan di dalam gua.

124
Oleh karena itu, beberapa jenis fauna tanah juga dapat dijumpai di dalam gua.

bahkan sampai di dekat daerah akumulasi guano pun dapat ditemukan organisme tanah.

Organisme tanah yang mampu menyesuaikan diri dengan mikroklimat, dan cukup

mendapatkan pakan di dalam gua. akan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya

dan ahirnya menjadi fauna gua. Beranekaragam jenis binatang dapat ditemukan di dalam

gua Beberapa jenis antropoda dapat ditemui di dalam gua, antara lain Collembola.

Coleoptera (Staphylinidae, Pselapidae, Caraboidea), Lepidoptera, Diplopoda, Isopoda,

Labah-labah, dlsb. Kelompok yang disebutkan merupakan fauna terestrial di dalam gua,

yang pada umumnya masih mempunyai ciri bukan organisme gua, seperti masih adanya

mata dan pigmen. Sebaliknya, beberapa di antaranya menyesuaikan diri dengan

mengalami modifikasi organ-organ tertentu. Dari 27 jenis Collembola yang diperoleh dari

gua dari Simbu, Lae, Telefomin, Irlandia 10 Jenis di antaranya masih menunjukkan

bentuk morfologi fauna serasah atau lantai hutan (Deharveng 1981). Bournes (1980,

dalam Deharveng 1981) meneliti dengan cermat asal muasal fauna gua. Diperoleh catatan

adanya laba-laba, Diptera, Lepidoptera, Isopoda, dan Myriapoda. Binatang akuatik yang

dapat ditemukan di gua misalnya udang, kepiting, Coleoptera (Disticidae), larva Diptera,

dan Heteroptera.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah adanya kelelawar di dalam gua

dalam jumlah banyak. Kelelawar ini menghasilkan timbunan kotoran (guano) yang tidak

sedikit. Guano dapat menjadi sumber pakan bagi beberapa kelompok artropoda.

Timbunan guano yang cukup tebal, adanya beberapa artropoda yang memanfaatkan

guano atau jamur yang tumbuh di atasnya sebagai sumber pakannya, menyebabkan

terbentuknya ekosistem guano yang dihuni oleh janis-jenis fauna guano.

125
c. Troglobion Dan Troglomorf

Troglobion adalah hewan yang seluruh hidupnya ada di dalam gua. Pada

umumnya kelompok troglobion ini memiliki morfologi khas. Pada daerah dataran rendah

tidak ditemukan bentuk troglomorf yang khas (Deharveng 1981), beberapa masih

dilengkapi dengan mata dan pigmen. Berbeda dengan yang ditemukan di dataran tinggi

tampak adanya bentuk-bentuk troglomorfi yang khas. Bentuk troglomorfi itu antara lain

tidak bermata, tubuh pipih, dan tidak berpigmen, misalnya terlihat pada jenis-jenis yang

tercatat dari gua Simbu dan Telfomin. Contoh jenis yang dilaporkan dari gua dengan

ketinggian 1500m yaitu Isopoda (Styloniscidae dan Philosciidae), Coleoptera,

Collembola (Neanuridae). Troglobion akuatik misalnya cacing pipih, Polychaeta, lintah,

Gastropoda, Crustacea, Cbleoptera (Dysticidae). Namun demikian terdapat variasi cukup

tinggi dari kelompok troglobion ini. Variasi terjadi karena adanya evolusi adaptasi

(Deharveng 1981). Fauna gua memiliki keanekaragaman cukup tinggi. Tercatat ada 10

kelas hewan Invertebrata yang dapat ditemukan di dalam gua (Daftar 1). Namun, masing-

masing gua menunjukkan komposisi jenis penghuninya yang berbeda untuk gua satu

dengan lainnya (Daftar 2). Perbedaan komposisi jenis penghuni gua ini disebabkan oleh

faktor mikroklimat masing-masing gua.

126
d. Fauna Guano

Banyak jenis fauna yang hidup pada lapisan guano. Hewan guano ini hidup dari

guanonya atau jamur yang tumbuh di atasnya. Fauna yang dikenal hidup dari jamur yang

tumbuh pada guano adalah Collembola, antara lain marga Sinelle, Pseudosinel1a, dan

Onychiurus. Lantai beberapa gua yang dilapisi guano juga dapat ditemukan adanya

Diplopoda (kaki seribu), tungau (terutama suku Uropodidiae), kecoa/cecunguk yang

biasanya berukuran besar, larva Diptera dan Lepidoptera (Tinaeidae), Coleoptera

(Silphidae, dan Catopidae). Kelompok Coleoptera (Scarabaeidae), Diplura, Isopoda

(Oniscoidea) dikenal sebagai hewan koprofagus (pemakan kotoran binatang), dan

pemakan detritus serta jamur dari guano.

Di antara fauna yang hidup dari guano atau jamur yang tumbuh pada lapisan

guano, juga ditemukan kelompok pemangsa fauna guano. Kelompok ini antara lain ialah

Acarina (Mesostima) Schizomida, labah-labah besar, dan Amblypyga (Ketonggeng),

Chilopoda, beberapa Coleoptera (Carabidae, Staphylinidae), dan beberapa Hemiptera

(Reduviidae). Kelimpahan jenis fauna gua sangat dipengaruhi oleh suhu udara di dalam

gua. Biasanya suhu di dalam gua guano berkisar 34,5° (di luar 32,0°). Suhu yang agak

hangat ini disebabkan oleh adanya fermentasi guano.

127
e. Collembola

Collembola merupakan salah satu kelompok fauna tanah/gua yang berukuran

keeil. Panjang tubuhnya berkisar 0,25-8,00mm. Pada umumnya warna tubuh mirip

dengan warna tanah, hitam, coklat, abu-abu tua, tetapi ada beberapa yang berwarna cerah

keperakan, merah merona, atau kehijauan. Dalam klasifikasi lama, Collembola masih

dimasukkan ke dalam klas Insecta. Tetapi sekarang, Collembola merupakan klas

tersendiri di bawah induk-klas Hexapoda. Dibandingkan dengan Insecta, Collembola

mempunyai persamaan karakter yaitu adanya kepala, teraks, dan abdomen; kaki 3 pasang;

dan sepasang antena. Perbedaannya adalah abdomen Collembola hanya 6 ruas, tidak

mempunyai mata majemuk, dan tidak mempunyai sayap atau modifikasinya.

Collembola mudah dijumpai di permukaan tanah, atau di dalam tanah yang

tertutup oleh serasah dan/atau humus tebal. Habitat yang disukai Collembola adalah

permukaan tanah yang berhumus tebal, lembab tidak basah, dan tidak terkena cahaya

matahari secara langsung atau tempat yang terlindung. Collembola merupakan salah satu

kelompok fauna gua yang penting. Kepentingannya terlihat dari populasi dan keaneka-

ragamannya yang cukup tinggi dibanding kelompok artropoda lainnya, serta peranannya.

Oleh karena itu, penelitian fauna gua selalu tidak akan lepas dengan pengamatan

kekayaan jenis Collembola-nya. Sebagai fauna gua, Collembola memiliki kekhasan

persebaran. Pada setiap gua dapat ditemukan komposisi jenis Cellembola yang berbeda.

Jenis-jenis Collembola dapat dibedakan menjadi kelompok yang terbatas di gua dan yang

bukan hanya di gua (Daftar 3). Pembagian tersebut adalah sebagai berikut:

128
A. Jenis-jenis Collembbola gua.

1. Acherontiella. non-troglomorffi: guano dan tanah gua di Sulawesi Selatan,

Thailand, Eropa, dan Amerika.

2. Wil1emia, edafomorfi : guano di Sulawesi Selatan, Malaysia, dan Thailand.

3. Troglopedetes, mempunyai variasi morfologi dari non-troglomorfi tinggi : di

Thailand.

4. psoudoparanella : di Malaysia

5. sinella (coecobrya) coececa. Tanpa pigmen : tanah gua, guano di Asia Tenggara.

6. Sinella (Sinella) spp., troglomorfi : di Asia Tenggara

7. Pseudosinella troglomorfi: Gua Filipina, Sulawesi, dan Halmahera.

8. Oncopodura tricuspis, troglomorfi : Thailand Utara.

B. Jenis yang tidak terbatas di gua

1. Arrhopalites spp. di Thailand dan Sulawesi

2. Folsomides exiquus, Folsomia onychiurina, F. candida dan Isotomiella sp. dapat

dijumpai di beberapa gua di Asia Tenggara.

3. Beberapa jenis yang keberadaannya di gua karena sesuatu hal, seperti terbawa arus

air sungai, dan banjir.

129
a. Peran dan Perananya

1 Perombak bahan organik dan pembantu pembentukan tanah

Dalam hidupnya Collembola memerlukan jamur, ganggang hijau, hifa, bagian

bahan organik, dan jasad renik lainnya sebagai pakannya. Jasad renik tersebut diperoleh

dari bahan organik yang akan dan sedang mengalami perombakan. Collembola membantu

perombakan bahan organik secara fisik dan kimia. Secara fisik karena Collembola

memecah bahan organik menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil, sedangkan secara kimia

melalui pencernaannya. Bahan organik yang menjadi pakan Collembola bukan hanya

yang berasal dari tumbuhan, tetapi juga yang berupa bangkai artropoda lainnya. Jamur

yang dimakan tidak semuanya tercerna, bagian yang tidak tercerna ini tersebar ke lain

tempat. Dengan cara ini, Collembola membantu menyebarluaskan jamur. Aktifitasnya

dalam mencerna bahan organik dan menyebarkan jamur perombak dapat diartikan

sebagai bantuan Collembola dalam pembentukan tanah.

2. Indikator, tinqkat kesuburan tanah

Untuk menjamin kehidupannya Collembola memerlukan air, kelembaban,

kandungan bahan kimia, sumber bahan organik, ph, dan juga tekstur tanah atau butiran-

butiran tanah. Oleh karena itu, dapat diharapkan bahwa pada suatu keadaan tanah tertentu

akan dapat dijumpai jenis-jenis Collembola tertentu pula. Pada kondisi tanah yang

berbeda, akan dijumpai populasi dan komposisi jenis Collembola yang berbeda.

Perbedaan ini disebabkan karena beberapa jenis Collembola tertentu peka terhadap unsur

kimia tertentu, kelembaban, pH, tekstur tanah dan/atau faktor lainnya. Sebaliknya, ada

jenis-jenis tertentu pula yang tidak peka terhadap faktor-faktor fisik tersebut.

130
Kelompok yang tidak peka ini tidak dapat dijadikan indikator. Potensi

Collembola sebagai indikator- tingkat kesuburan tanah sudah cukup lama diketahui,

namun pemanfaatannya secara praktis belum ada. Dalam memonitor populasi Collembola

untuk mengetahui keadaan tanah perlu pula diamati populasi musuh alaminya, antara lain

tungau. Dalam situasi alami normal (tanpa gangguan), populasi Collembola dan

pengendalinya selalu dalam keadaan berimbang.

3. Indikator tingkat pencemaran tanah

Collembola termasuk makhluk yang peka terhadap perubuhan fisik maupun

biotik tanah. Bahan pencemar yang masuk merembes ke dalam tanah juga berpengaruh

terhadap populasi Collembola. Yang dimaksudkan dengan bahan pencemar antara lain

bahan limbah kimia dan pestisida,.

4. Statusnya di Indonesia

Setiap Jenis racun serangga mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap

Collembola. Simazine dapat membunuh Collembola dan tungau, tetapi tidak untuk

cacing. Methanal dapat mematikan semua serangga tanah kecuali yang hidup pada

kedalaman tanah >15cm. Aldrin, Oialdrin, dan Heptakhlor dapat menurunkan populasi

tungau tetapi meningkatkan populasi Collembola. Perubahan populasi Collembola yang

mencolok dijadikan indikator terjadinya pencemaran tanah. pencemaran dapat dipantau

dengan memantau populasi collembola secara teratur.

131
5. Indikator pengolahan tanah yang baik

Pengolahan lahan dengan cara pembakaran sangat merugikan lingkungan tanah

itu sendiri. Pada kenyataannya, setelah pembakaran meso-fauna tanah tinggal 45%,

sedangkan Collembola dan Lumbricidae tinggal 6%. Collembola dan fauna tanah

lainnyamerupakan makhluk-makhluk pembentuk tanah yang kehadirannya diperlukan

oleh siapa saja. Dengan demikian dampak pembakaran lahan akan semakin dirasa

merugikan semua pihak, oleh karena itu harus dihentikan. Sebab dengan berkurangnya

populasi Collembola dan fauna tanah lainnya berarti pula proses perombakan bahan

organik dan pembentukan tanah terhambat.

6. Perananya di dalam gua

Peranan Collembola gua tidak berbeda dengan rekannya yang berada di luar gua.

Di dalam gua kehadiran Collembola diharapkan dapat mempercepat proses perombakan

bahan organik yang menimbun di lantai. Hal ini dapat jelas diamati pada gua yang

memiliki lapisan guano yang cukup tebal. Collembola dapat dikumpulkan dari lapisan

guano yang sudah tidak segar,atau yang sudah mulai/mengalami perombakan. Dalam

kegiatannya sebagai perombak guano, tentu saja proses perombakannya dilakukan

bersama dengan jenis-jenis fauna lainnya. Collembola dikenal sebagai pemakan jamur.

Jamur yang dimakannya tidak seluruhnya dapat dicerna, sebagian masih diekskresikan

kembali dalam bentuk jamur. Dalam hal sebagian pemakan jamur ini, peran Collembola

cukup besar yaitu sebagai pemencar dan penyubur pertumbuhan jamur dalam lapisan

guano. Adanya jamur mempercepat proses perombakan guano. Dengan tidak secara

langsung Collembola membantu proses perombakan guano.

132
Di samping membantu perombakan bahan organik gua, besar kemungkinan

kehadiran Collembola dalam gua Juga dapat menjadi indikator tingkat pencemaran. Tidak

tertutup kemungkinan meskipun gua berada di dalam tanah, bahan pencemar dapat

meresap hingga mencapai lantai gua, dan mencemari kehidupan yang ada di dalamnya.

Ukuran populasi dan komposisi jenis Collembola dapat menjadi petunjuk yang sangat

berharga bagi ada/tidaknya pencemaran pada lantai hutan.

f. Gambar Berbagai Hewan Gua

133
134
135
136
137
138
139
H. CAVE RESCUE

a. Tujuan Kegiatan

Memberi pertolongan pada musibah di dalam gua

b. Prosedur Pelaksanaan

Kegiatan CAVE RESCUE ialah kegiatan penuh ketegangan, amat sulit

dilaksanakan, dan membutuhkan banyak tenaga yang trampil, waktu, pengorbanan uang

dan penuh resiko. CAVE RESCUE tidak akan dapat berhasil bila tidak ada koordinasi

yang baik antara kesemua unsur yang dipekerjakan Dalam CAVE RESCUE dapat terjadi

hal-hal yang tidak pantas terjadi, bila sebelumya tidak dipersiapkan dulu suatu “ code of

conduct “. Kesimpang siuran, bahkan keadaan panik dan putus asa dapat mengakibatkan

tindakan-tindakan yang “ tidak masuk akal “ atau dibuatnya keputusan-keputusan yang

controversial. Hal-hal dibawah ini yang dapat terjadi :

- keterlambatan tindakan karena keragu-raguan mengambil keputusan.

- Duplikasi tindakan, sehingga timbul repetisi yang tidak efisien.

- Miskomunikasi karena tidak ada saling pengertian.

- Kesimpang siuran tindakan karena masing-masing petugas tidak tahu apa yang

harus dikerjakan dan apa fungsinya.

- Tidak tersedianya peralatan yang dibutuhkan karena memang terlupakan untuk

dibawa atau memang tidak ada.

- Emosi yang tidak terkendali sehingga timbul pertengkaran dan cara mengambil

keputusan yang seraba salah.

- Meninggalnya pasien bukan karena kecelakaan itu sendiri, tetapi karena salah

tindakan dari para penolong.

140
- Timbulnya lebih banyak kecelakaan yang diderita oleh para penolong, atau para

penolong ada yang “ hilang “ didalam gua, karena memang tidak biasa masuk

kedalam gua, apalagi melakukan kegiatan CAVE RESCUE .

- Memakai peralatan yang salah sehingga membahayakan para penolong sendiri

dan korban, karena kurang pengertian atau main “ tambal sulam “ karena alat

yang tepat tidak tersedia.

Daftar kesalahan-kesalahan ini dapat diperpanjang lagi, hal mana yang tidak

berdasarkan pada teori saja, tetapi dapat dibaca dari laporan-laporan kumpulan musibah

di Amerika Serikat dan CAVE RESCUE. Karenanya Himpunan Kegiatan Speleologi

Indonesia, atas dasar POLA kegiatan CAVE RESCUE di Amerika Serikat, Belgia

Inggeris, Prancis disesuaikan dengan kondisi dan situasi di Indonesia, mencoba untuk

menyusun petunjuk-petunjuk tata cara pelaksanaan CAVE RESCUE yang benar dan yang

senantiasa diberitahukan kepada BADAN SAR NASIONAL, dan minta mereka ikut

mengkoordinirnya.

Petunjuk ini mempunyai tujuan ganda :

1. Dengan petunjuk ini setiap penelusur gua akan diperingatkan, bahwa kegiatan itu

sangat berbahaya dan harus dilakukan dengan penuh pengertian ( sensible ) dan

penuh tanggung jawab ( responsible ). Makin rumit suatu gua, makin jauh si

penelusur masuk ke dalam gua, makin ia harus menyadari, bahwa CAVE RESCUE

akan semakin rumit dikerjakan. Karenanya harus disadari oleh setiap orang yang

membaca petunjuk ini, bahwa cara paling baik ialah MENGHINDARI MUSIBAH.

2. Petunjuk ini akan menyadarkan pembacanya, bahwa petunjuk ini baru ada gunanya,

bila ada wadah yang melaksanakannya. Jadi dengan membaca petunjuk ini harus

terstimulir pembentukan CAVE RESCUE GROUPS, yanag senantiasa harus melatih

diri (seperti di luar negeri) dan berada dalam keadaaan siap siaga.

141
3. Petunjuk ini harus dijadikan pegangan yang mantap untuk melakukan

tindakan-tindakan dilapangan atau pada waktu latihan, tanpa membuang-buang waktu

lagi, dan sebelumnya dapat dipakai untuk mempertimbangkana alaternatif-alternatif

atau inovasi-inovasi yang dibutuhkan.

Petunjuk ini memang merupakan PEGANGAN yang masih dapat, bahkana mungkin

masih perlu dimodifikasi atau disempurnakan. Dan hanya ini hanya dapat dilakukan, bila

berulangkali diadakan LATIHAN CAVE RESCUE.

c. Unsur penting dalam cave rescue

Tiga Unsur Kegiatan Cave Rescue Harus Jelas Dipersiapkan:

1. Unsur MEDIS

2. Unsur KOMUNIKASI

3. Unsur TEKNIK

Ketiga unsur ini harus kait mengait, saling menunjang dan berbobot sama pada

setiap kegiatan CAVE RESCUE. Di Perancis unsur MEDIS menjadi unsur yang paling

diutamakan. Pasien harus distabilisir dan diatasi keadaannya didalam gua secara

sesempurna mungkin. Di Inggris faktor waktu diutamakan. Pasien dievakuasi sedini

mungkin dengan teknik yang ditonjolkan sebagai unsur yang paling penting. Di

Indonesia, harus dianut prinsip peninjauan kasus demi kasus. Komunikasi di Indonesia

harus yang paling utama. Disusul oleh teknik, dan akhirnya segi medis. Dari ketiga unsur

ini segi medis yang akan terasa paling memprihatinkan, karena tidak ada, atau hampir

tidak ada dokter atau tenaga paramedis yang sanggup memasuki gua. Karenanya,

142
pendidikan darurat untuk mengatasi keadaan kritis pasian, tindakan gawat darurat

(Cardiopulmonary resuscitation) oleh para anggota teknik maupun komunikasi, menjadi

syarat MUTLAK, sebelum menyediakan diri untuk terjun dalam kegiatan CAVE RESCUE,

atau menjadi aanggota team CAVE RESCUE. Tanpa menguasai P3K dan prinsip-prinsip

mengatasi keadaan gawat darurat dari korban musibah, sebaiknya jangan menolong

korban, karena korban hampir pasti tidak akan dapat tertolong. Karenanya dalam SETIAP

Kursus Speleologi DASAR sudah merupakan kewajiban mutlak, untuk memasukkan

kuliah CPR dan tindakan GAWAT DARURAT, karena dengan mata kuliah itu diharapkan

setiap penelusur gua sudah memahami cara-cara bagaimana mengatasi situasi gawat

darurat dan mengadakan self rescue. Tanpa mata kuliah itu, setiap kursus Speleologi yang

diadakan, kurang bertanggung jawab. SELF RESCUE menjadi prinsip dari penelusuran

gua. Dengan demikian tidak sampai terpaksa menunggu kedatangan team rescue yang

belum tentu tersedia atau dapat dihubungi pada waktunya. Dengan self rescue si Korban

sudah dapat distabilisir dan mungkin dapat dikeluarkan dari lokasi didalam gua. Oleh

para temannya. Tanpa self rescue, kemungkinan si Korban masih tertolong adalah kecil

sekali.

Karenanya CODE OF CONDUCT pada CAVE RESCUE (termasuk SELF

RESCUE), Etika dan Moral penelusuran gua merupakan SYARAT MUTLAK untuk

difahami, dan dijiwai oleh setiap penelusur gua yang menganut prinsip SENSIBLE AND

RESPONSIBLE CAVING (PENELUSURAN GUA PENUH PENGERTIAN DAN

TANGGUNG JAWAB). Ironisnya, regu-regu CAVE RESCUE bakal sibuk dengan tugas

menolong para korban regu-regu pecinta alam yang menelusuri gua tanpa adanya

sedikitpun rasa pengertian dan rasa tanggung jawab ini ! Bahkan mungkin mereka malah

“nekad” karena pernah mengikuti “kursus-kursus Speleologi” yang tidak mengajarkan

143
P3K dan tindakan GAWAT DARURAT dan prinsip-prinsip CAVE RESCUE ini ! Jadi

lokasi kecelakaan pasti akan sangat rumit dan kemungkinan pertolongan hampir nihil !

Agar setiap pembaca naskah pegangan CAVE RESCUE ini menjabarkan kepada setiap

calon penelusur gua akan pentingnya teknik SELF RESCUE.

d. Tahap-Tahap Cave Rescue

CAVE RESCUE terdiri dari EMPAT tahap yang masing-masing mempunyai

problematikanya dan harus dipersiapkan secara matang. Pada kegiatan lapangan, pasti

akan terjadi overlap antara tahap yang satu dengan yang lain, tetapi persiapan masing-

masing tahap (mulai dari administrasi, sampai pada peralatan dan personalia) sudah harus

dikerjakan secara mapan. Tanpa persiapan akan terjadi suatu gap, yang dapat

menimbulkan kekacauan.

Adapun tahapan-tahapan yang harus difahami dan dipersiapkan secara matang :

a. Persiapan cave rescue

b. Prosedur pelaporan terjadinya musibah dan persiapan sebelum berangkat

c. Kegiatan lapangan

d. Tindak lanjut

144
a. Persiapan Cave Rescue

Sebelum terjadi musibah didalam gua sudah harus dipersiapkan dulu segala sesuatu untuk

menangani panggilan, atau permintaan bantuan.

1. dibuat daftar lengkap : nama-alamat-nomor telepon, yang harus ditempelkan didekat

alat telepon/rig masing-masing anggota team cave rescue. Bila menggunakan

hubungan Orari : Call Sign, Panjang Gelombang, Jam-Jam Diudara.

 Personalia teknik cave rescue

 Personalia team medis (Dokter, perawat, anggota yang khusus mendapat didikan

perawatan, rumah sakit).

 Personalia team komunikasi (orari, krapp, yang ahli menjadi penghubung/kurir,

yang punya handy talky)

 Fasilitas ambulance service

 Fasilitas transfusi darah

 Fasilitas catering (Rumah makan, catering service perumahan, keluarga yang

dapat membantu, dll.)

 Fasilitas alat-alat khusus (Mobil Derek, pendinamitan lorong gua, alat bor listrik,

palu besar, perahu, gas zat asam dalam silinder, masker, alat diving, dongkrak,

megaphone, tenda, katrol, dsb.)

 Pemilik peralatan teknik – medik – komunikasi yang diperlukan.

 Pemilik kendaraan untuk para penolong.

 Personalia team Hubungan Masyarakat.

 Personalia team pengaman di lokasi Rescue.

145
a. Team tetap : personalia teknik – medis – komunikasi atas dasar sukarela, dan rasa

keterikatan (komitmen), sudah harus terbentuk.

b. Menyediakan semua peralatan teknik – medis – komunikasi yang diperlukan dalam

cave rescue. Dipool disatu atau dua alamat.

c. Menyediakan peralatan penunjang (alat administrasi, daftar keluar masuk gua, peluit,

tenda, kompor, dsb). Dipool disatu alamat.

d. Keuangan / modal untuk mengadakan cave rescue, harus disediakan.

e. Hubungan baik dengan team-team rescue (sarnas, sar daerah)

f. Hubungan baik dengan orari dan lain-lain ahli komunikasi

g. Hubungan baik dengan team medis, rumah sakit, ambulance service, dll.

b. Prosedur Pelaporan Terjadinya Musibah Dan Persiapan Sebelum Berangkat

a. Terima Laporan Melalui Kurir / Telephon

 Catat nama lengkap pelapor dan alamat tempat tinggalnya.

 Catat alamat dari mana berita disampaikan, juga nomor telepon atau panjang

gelombang.

 Catat JAM laporan diterima.

 Catat NAMA-NAMA para korban dan alamat masing-masing.

 Catat keadaan korban secara ringkas : kesadaran, luka-luka, pendarahan,

kesulitan bernafas, denyut nadi, GOLONGAN DARAH.

 Catat jenis musibah : keruntuhan, tersesat, kebanjiran dll.

146
 Catat berapa orang yang tidak mengalami musibah dan bagaimana keadaan

mereka, apa masih dapat digunakan tenaganya untuk menolong.

 Minta lokasi gua : Dukuh, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan minta

dibuatkan peta secermat mungkin, cara bagaimana mencapai lokasi gua, dan

peta itu minta ditinggalkan di tempat tertentu ( lokasi si pelapor menelpon /

mengirim berita )

 Beritahukan nama anda kepada sipelapor

 Berikan waktu.selama dua jam kepada pelapor untuk :

a > Menghubungi ORARI setempat atau mencari siapa yang mempunyai rig
untuk dapat digunakan berkomunikasi.

b > Menghubungi Rumah Sakit terdekat dan Ambulance serta dokter dan
perawat. Dicatat olehnya alamat dan nomor telepon mereka.

c > Menghubungi yang berwajib untuk minta bantuan mengamankan daerah


sekitar mulut gua.

d > Mencari dimana fasilitas catering (warung makan) yang terdekat.

Semuanya Ini Harus Dilaporkan Lagi Setelah Dua Jam. Selama dua jam ini si

Penerima laporan melakukan hal-hal di bawah ini :

147
b. Menghubungi semua pihak dengan kurir / telepon / radio Pihak Medis – Komunikasi

– Teknis, dan minta agar mereka semuanya stand-by, siap berangkat, ditempat

tertentu (salah satu rumah anggota HIKESPI / rumah anggota ORARI / Rumah Sakit /

rumah dokter, dll).

c. Bila rekan-rekan CAVE RESCUE GROUP sekota tidak cukup atau tidak ada

ditempat, agar menghubungi rekan-rekan dari kota terdekat lainnya, atau yang paling

dekat dengan lokasi musibah : per-telepon, radio, telegram.

d. Mengumpulkan semua peralatan yang dibutuhkan : TEKNIK, MEDIS,

KOMUNIKASI. Dipool disatu tempat : tempat berkumpul.

e. Mencari dan mendapatkan TRANSPORTASI, lengkap supir-supirnya.

f. Mengecek soal keuangan.

g. Mengecek soal kebutuhan administrasi (daftar keluar masuk gua ! peta gua !

kertas-kertas dan pensil untuk kurir ! sticker dengan pertanyaan-pertanyaan ! ).

Contoh sticker :

Nama : ………………………………………….

Alamat : ………………………………………….

Gol. Darah : ………

HIMPUNAN KEGIATAN

SPEOLOGI INDONESIA
Yang harus dilaporkan :

h. Telepon / hubungi dengan radio si pelapor setelah dua jam dan beritahukan :

 Regu penolong siap berangkat.

 Tanyakan situasi terakhir para korban.

148
 Tanyakan apakah sudah ada hasil atas usahanya selama dua jam : a > sampai

dengan d >. Tanyakan gelombang stand by hubungan radio dan call sign

komunikator.

i. Dengan tegas dipilih : Koordinator cave rescue, Pemimpin regu teknis, Pemimpin

regu medis, Pemimpin regu komunikasi. Bila diduga cave rescue memakan waktu

lebih dari 6 jam, maka harus dipilih pula pengganti-pengganti fungsi-fungsi diatas.

j. Ditentukan pula siapa koordinator Pengaman Lokasi dan petugas Hubungan

Masyarakat, serta petugas yang mengurus konsumsi dan transportasi.

k. Regu Penolong segera berangkat, terdiri dari : Koordinator cave rescue dan

wakilnya, Regu Teknis, Regu Medis, Regu Komunikasi, dengan masing-masing

pemimpinnya, Koordinator Pengaman Lokasi, Petugas Hubungan Masyarakat,

Petugas yang mengurusi konsumsi dan transport.

l. Regu cadangan dipersiapkan dan harus tetap stand by ditempat tertentu dengan

hubungan radio, dan transport yang siap berangkat.

Tugas regu cadangan :

 Tetap menghubungi rekan-rekan cave rescue group yang belum berhasil

dihubungi.

 Mempersiapkan peralatan tambahan yang mungkin dibutuhkan.

 Menghubungi pihak-pihak tertentu yang mungkin dapat membantu dengan

radio / telepon / kurir.

 Tetap berhubungan dengan regu penolong (regu operasional) yang telah

berangkat, secara teratur melalui radio.

149
BAB III

MATERI PENGAMBILAN NOMOR REGISTRASI ANGGOTA

MAPALA SANTIGI

A. PENGGAMBARAN PETA SECARA DIGITAL

a. Tutorial Compass (oleh Sunu Widjanarko)

1. Download

Program Compass dapat didownload dari www.fountainware.com/compass:

Yang dibutuhkan untuk dasar proses data dan menampilkan peta adalah:

1. wcmp32.exe

Compass for windows

Program ini adalah paket dasar survey gua. Berisi segalanya yang dibutuhkan untuk

memasukkan, mengedit dan menampilkan data survey gua.

2. cavxinst.exe

Cave-X 3D Cave Viewer

Program ini adalah untuk menampilkan model lorong gua yang dilihat dari luar. Program

ini juga membuat anda dapat melihat seluruh gua secara real time. Memerlukan DirectX

minimal Versi 6.0 terinstall di komputer.

150
2. Menjalankan Program

Kalau sudah selesai menginstall, jalankan programnya. Pilih Project Manager.

 Create Empty Project

151
Save Project File (.MAK), beri nama file-nya. (misalnya nama desa), karena

dalamfile .MAK ini kita bisa membuat beberapa file gua, apabila di sebuah desa tersebut

kita telah memetakan beberapa gua.

 Hasil Save Project file

152
 Create New Survey File

 Muncul Dialog Box, beri nama Survey-nya

153
 Save New Survey, beri nama gua untuk save nama file-nya

 Hasil Save-nya adalah sebagai berikut

154
 Edit

Klik Edit Cave Survey or File, muncul Window baru seperti dibawah ini

 Edit Heading

Pada Survey List, Double click pada survey yang mau di Edit (Survey “Gua”). Maka

langsung terbuka di Tab Edit Heading. Atau click dulu pada survey yang mau di edit.

Lalu klik tombol Edit Survey di bagian bawah dialog box ini, bukan pada Tab Edit

Heading . Setelah terbuka tab Edit Heading, klik Edit Setting

155
 Muncul dialog box dibawah ini.

156
 Pengaturan Urutan Masukan Data (Edit Setting)

Set Measurement Sequence adalah urutan pengukuran, terdiri dari Length (Jarak

antar stasiun, Compass (Sudut Horisontal hasil pengukuran kompas), Inclination (Sudut

Vertikal hasil pengukuran clinometer). Sedangkan Set Dimension Sequence adalah urutan

pengkuran penampang lorong gua, terdiri dari Left (dinding kiri), Up (atap), Down

(Bawah), dan Right (dinding kanan). Cara mengurutkan sesuai keinginan kita adalah,

misalkan urutan yang disediakan default program ini tidak sesuai dengan urutan

kebiasaan kita, misalnya kita inginkan urutannya yang pertama adalah Compass, maka

klik dulu bagian kiri paling atas, lalu kita klik tombol Compass di bagian kanan. Pada Set

Dimension Sequence, misalkan kebiasaan kita mengurutkan adalah Kiri – Kanan - Atas –

Bawah, maka kita klik bagian kiri paling atas, lalu klik tombol Left (di bagian kanan),

klik bagian kiri nomer dua dari atas, klik tombol Right di kanan, dan seterusnya.

 Pengaturan satuan

157
Defaultnya untuk Length Units dan Up, Down, Rigth, Left Units adalah dalam

Feet and Inches. Kita ganti Meters. Lalu klik OK, kembali ke Dialog box awal.

Klik Tab Edit Survey muncullah tabel data seperti di bawah ini, lalu dimasukkan data

lapangan satu persatu.

158
 Menyimpan File

 Setelah di save, kembali ke Program Project Manager.

159
 Klik button Process And View Cave. Maka akan tampillah hasil Cave Viewer,

Lintasan Survey tampak atas (Plan Section), Klik Fit Cave To Screen

160
Mengatur tampilan Model Dinding

Jangan

161
Jangan lupa option “Enable Passage Wall Display”nya di-On kan. Di klik saja

pada teks On/ Off dengan back ground merah. Cobalah semua pilihan yang tersedia di

masing-masing Tab. (Modes, Option, 3D Modelling), temukan sendiri fasilitas yang

disedikan Cave X ini.

162
163
164
165
 Bilangan di Belakang Koma

Jika setting komputer anda menggunakan titik sebagai pengganti koma dalam

angka desimal, maka ada masalah ketika copy paste dari Excel ke Editor Compass.

Angka dibelakang koma masih 0 dan Editor hanya memasukkan angka di depan koma

saja. Maka data dari Excel di copy paste dulu ke notepad, lalu di notepad itu semua tanda

titik di-replace dengan tanda koma.

166
Baru kemudian, setelah semua separator desimal sudah menggunakan tanda

koma, dari Notepad di copy paste ke Editor.

 Letakkan cursor pada row paling atas.

167
 Klik OK

Lihat di kolom Tape, Left, Right, Up, Down. Nilai-nilai data yang berupa jarak berubah

nilai meter menjadi feet.

 Maka harus dikoreksi dengan Clik Block – Repair Shot

Nah jadi seperti di bawah ini.

168
 Tertukarnya Data Pada Kolom Yang Tidak Semestinya

Biasanya pada saat mengkopi – paste dari data Excel, terjadi kesalahan urutan kolom.

Pada contoh, Kolom Right yang seharusnya berisi data dinding kanan, malah dihuni

tinggi stasiun (DOWN), padahal data yang seharusnya berada di kolom berada pada

kolom UP. Maka dengan option Swap Numeric Item ini dapat dipergunakan untuk

mengkoreksi. Klik Block – Klik Repair Survey Shot – klik Tab Swap Dalam rangka

untuk swap item, Anda harus mengaktifkan "Swap Numeric Items" kotak centang. Anda

kemudian harus memilih salah satu item dari " First Swap Item " dan " Second Swap

Item." Kedua item akan bertukar saat data diproses. Karena yagn tertukar adalah Right

dan Up, maka Klik Right pada First Swap Item, dan pilih Up pada Second Swap Item,

sbb:

Nah, sekarang yang tertukar tinggal Up dan Down. Ulangi lagi proses swapping,

dengan memilih

169
Jika tidak pingin melakukan penyesuaian menggunakan Swapping pada Editor,

maka sejak awal harus mengatur data pada Excel dengan urutan sebagai berikut:

170
1. From Station

2. To Station

3. Length

4. Azimuth

5. Inclination

6. Left

7. Up

8. Down

9. Right

10. Backsight Azimuth

11. Backsight Inclination

12. Flags

13. Comment

Perhatikan urutan Left Up Down Right. Biasanya adalah Left Right Up Down.

Maka kolom di Excel harus diubah dulu urutannya menjadi Left Up Down Right. Jika

tidak, akan terjadi kesealahan Anda dapat menghilangkan item pada akhir baris masing-

masing data. Namun anda tidak dapat menghilangkan data yang berada di tengah baris,

sekalipun data tersebut tidak dipergunakan. Sebagai contoh, jika anda hanya memiliki

From Station, To Station dan Length, anda dapat menghilangkan item sisa pada satu

baris, tanpa mengisi dengan nilainilai dummy. Namun, jika anda memiliki Azimuth tapi

tidak memiliki Length, anda musti mengisi sebuah dummy value untuk Length. Field

flags dan comments fields dapat dibiarkan kosong. Sebagai contoh, beginilah bagaimana

sebuah shot yang seharusnya dalam clipboard. Ingat bahwa karakter "white space" yang

memisahkan tiap item harus menggunakan karacter TAB.

171
b. Tutorial Survex

Survex adalah software yang dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaan-

pekerjaan pemetaan gua setelah tahapan survai dan pengumpulan data. Yaitu pekerjaan

mulai dari proses pengolahan data hingga penggambaran peta. Survex, oleh penciptanya,

dibuat agar dapat dijalankan di berbagai sistem operasi: Microsoft Windows, Mac OS,

Linux, Unix, dan DOS. Sifat program ini adalah cara memasukan data yang mudah, dan

tahap proses data yang sangat gampang. Sangat.. sangat.. gampang!! Survex dapat

menyelesaikan pemrosesan data dengan cepat dan akurat. Dilengkapi dengan program

untuk menampilkan peta garis survai yang real time (bahasa Indonesiane opo yo?),

dengan peta yang dapat diputar (rotate), perbesar/ perkecil (zoom), geser (pan).

Dilengkapi pula fasilitas agar dapat menghasilkan sebuah file yang berisi koordinat

semua titik stasiun dan file bertipe DXF yang bisa diimport ke program AutoCAD atau

program drawing lain, misalnya Corel Draw dan Adobe Illustrator. Saya sangat

menyarankan, agar teman-teman membaca juga dokumen tutorialnya yang original (bhs.

Inggris), yang dapat diperoleh dari web site tempat teman-teman menginstal programnya.

Jangan lupa download juga contohnya. Supaya bisa dipakai untuk referensi.

 Instalasi program

Untuk tutorial ini, saya asumsikan teman-teman men-download dan menginstal pada

komputer yang menggunakan sistem operasi Windows. Versi yang terakhir software

Survex tersedia di Website-nya: http://www.survex.com/. Nginstallnya gampang kok.

Download dulu, lalu di Windows Explorer double clik saja pada file yang baru saja di

download misalnya survex-win32-1.0.39.exe. beres deh.

172
Hasil instalasinya adalah sekelompok program Survex dalam sub menu, terdiri dari:

Aven, program untuk menampilkan peta gua yang sudah jadi. Documentation, berisi

petunjuk dan tutorial penggunaan Survex. SvxEdit, dipergunakan untuk memasukkan dan

mengedit data mentah hasil pengambilan data peta di lapangan. Uninstall Survex, untuk

menghapus Survex dari computer teman-teman.

 Lihat gambar di bawah.

 Masukan Data

Misalkan kita memiliki data lapangan seperti di bawah ini.

173
Untuk memasukkan (input) data lapangan, teman-teman klik SvxEdit lewat Start

menu. Tapi teman-teman juga bisa saja tidak mengaktifkannya. Sebagai gantinya,data

survei dimasukkan dalam sebuah file teks menggunakan software teks editor apapun,

misalkan Notepad, asalkan dapat menulis dalam file teks plain ASCII. Untuk saat ini,

saya asumsikan teman-teman menggunakan alat-alat kompas, clinometer, dan pita ukur

saat melakukan pemetaan di gua. Jika ya, maka teman-teman cukup mengetikkan di

Notepad data-data di atas, dengan urutan nama stasiun dari-ke, jarak,azimuth (kompas),

dan clino dengan urutan yang sama seperti pada data lapangan tersebut seperti dibawah

ini. Pisahkan antar data dengan menggunakan kunci Tab atau spasi. Selalu mulailah

dengan mengetikkan peritah “*Begin” yang diikuti dengan nama lorong survai, dan

diakhiri dengan perintah “*End” yang juga diikuti dengan nama lorong survai. Semua

perintah dalam Survex diawali dengan tanda asterisk (*).

174
*Begin Lorong

0 1 7 10 -2

1 2 6.50 160 -5

2 3 9.50 160 -5

3 4 6.35 191 -6

4 5 11.20 170.5 -8

5 6 9.23 136.5 -1

6 7 8.12 185 -10

7 8 7.89 156 -12

8 9 6.56 166 -45

5 cab1 5 230 2

cab1 cab2 6 256 3

cab2 cab3 7.5 275 5

cab 3 cab4 8 245 1

*End Lorong

175
Lalu simpanlah (save) file tersebut dengan tipe file .svx. Lihat contoh dan gambar

di bawah ini. Pada kotak Save as type, pilih All Files.

Pada nama file tambahkan .svx. Ini menunjukkan bahwa file yang bertipe .svx ini

akan dikenal oleh Software Survex dan dapat diproses.

176
 Pengolahan data dan penggambaran peta

Teman-teman akan heran dengan cara pemrosesan data dan penggambaran petanya.

Di software survai gua lainnya, teman-teman harus membuka sebuah software untuk

memasukkan data, mengolah, hingga menghasilkan peta. Tapi.. di sini.. sunguh-sunguh

berbeda. Jalankan Window Explorer, dan buka di folder tempat menyimpan file

lorong.svx tersebut. Maka teman-teman akan melihat ada sebuah file yang bertipe Survex

Raw Survey Data (Raw data= data mentah) seperti di bawah ini.

Untuk memulai memproses data tersebut, teman-teman tidak perlu mengaktifkan

program apapun yang berasal dari Survex. Cukup klik kanan pada file tersebut sehingga

muncul Pop Menu di sebelah kanan. Lihat gambar dibawah ini

177
 Klik Process sehingga muncul file-file hasil pemrosesan seperti di bawah ini.

 File Hasil Proses

File yang bertipe Survex Processed Data adalah file peta hasil proses data yang

barusan kita kerjakan. Peta tersebut berupa center line saja. Double klik saja, maka akan

ditampilkan untuk teman-teman sebuah peta center line tersebut menggunakan program

Aven.

178
Peta ini adalah peta tampak atas. Teman-teman dapat merubah penglihatan dari

berbagai sudut pteman-temanng, memutarnya, dan lain-lain dengan memanfaatkan menu

dan tool-2 yang sudah disediakan. Nanti akan kita bahas Aven ini dalam bagian

tersendiri. Mungkin terasa aneh bagi kita, bahwa kita tidak mengaktifkan software apapun

ketika memproses dan menggambar peta. Malah hanya menggunakan Window Explorer.

Inilah ciri Survex. Saya tidak tahu, hal ini merupakan kelebihan atau kekurangannya.

179
 Sekarang kita kembali dulu ke file hasil proses data.

Yaitu file yang bertipe Survex Loop Closere Errors. File ini adalah file yang

berisi daftar error yang terjadi jika lintasan survey berisi polygon tertutup. Daftar error

meliputi error horizontal, vertikal, prosentase, dan error tiap lengan survey. Karena lorong

gua ini tidak mengandung error survey yang berupa polygon tertutup, maka tidak ada

laporan yang termuat di file ini. Sedangkan file Output Log, berisi laporan hasil tahap

proses dan gambaran lorong gua secara umum. Isinya kira-kira sebagai berikut.

Jika ada masalah dalam pemrosesan atau kegagalan, laporannya akan termuat dalam file

ini. Maka teman-teman dapat memperbaikinya sesuai dengan kesalahan yang dilaporkan.

Sudah? Cuman gitu aja? Belum, masih ada lagi. Jika teman-teman ingin menggambarnya

secara manual, maka teman-teman membutuhkan koordinat masing-masing titik stasiun.

Teman-teman dapat memperolehnya dengan satu tahapan lagi di Window Explorer.

180
 Memperoleh Koordinat Stasiun

Klik kanan pada file yang bertipe Survex Processed Data, klik Convert for Hand

Plotting.

Maka teman-teman akan memperoleh satu file lagi

Yaitu file yang bertipe Survex Station Positions. Jika teman-teman double clik

file tersebut maka akan muncul daftar koordinat masing-masing stasion dalam program

Notepad. Nomor stasiun diawali dengan nama section yang kita tulis dibelakang kata

*Begin saat memasukkan data.

181
Dengan hasil ini teman-teman dapat menggunakannya pada penggambaran peta

secara manual. Pada kertas millimeter. Data ini juga bisa dipergunakan untuk memplot

titik koordinat ke peta digital menggunakan software GIS seperti misalnya Map Info.

 Export ke file DXF

File yang bertipe DXF dapat dibuka menggunakan AutoCAD, Corel Draw, dan

Adobe Illustrator 10. Maka bagi teman-teman yang bisa menggunakan AutoCAD untuk

menggambar peta gua, daripada menggambar satu persatu lengan survai, mending teman-

teman mengolahnya menggunakan Survex. Teman-teman juga dapat membuka file DXF

di Corel Draw dan Adobe Illustrator, sehingga teman-teman dapat memperindah tampilan

peta gua tampak atas.Caranya? Kembali ke Window Explorer. Lagi, klik kanan file yang

bertipe Survex Processed Data, kali ini klik Confert to DXF. Sehingga akan ada tambahan

file seperti file yang paling bawah ini. Atau mengeksportnya lewat Aven.

182
Untuk membukanya menggunakan AutoCAD, double click saja file tersebut.

Maka akan tampillah center line peta gua tersebut di AutoCAD. Dengan catatan, ada

software AutoCAD di computer.

Disamping itu, teman-teman juga bisa melihat tampilan peta dalm bentuk

Extended Section. Sekali lagi kembali ke Window Explorer. Klik kanan pada file Survex

Processed Data, klik Extend. Maka satu file lagi akan muncul.

183
Yaitu file lorong_extend yang bertipe Survex Processed Data. Jika teman-teman

double click, maka akan muncul program Aven yang menampakkan peta gua dalam

bentuk Extended Section. Apakah Extended Section? Coba baca-baca lagi penggambaran

peta dan tahapannya di www.subterra.or.id . lihat di bagian jenis atau bentuk peta gua,

tampak atas dan tampak sampingnya.

 Gambar Peta Gua Extended Section

 Gambar Peta Gua Profile (tampak samping, Projected Elevation).

184
Jika ada perubahan pada file raw data, maka TIDAK SECARA OTOMATIS file-

file lain akan juga terjadi perubahan. Teman-teman harus mengulangi lagi pekerjaan-

pekerjaan di Window Explorer seperti diatas tadi.

 Dinding, Atap, dan Lantai

Sayang sekali, program ini memiliki keterbatasan belum dapat mengolah data

untuk dinding, atap, dan lantai. Istilah umum dalam survai gua adalah left-right-up-down

(LRUD). Mungkin teman-teman pingin mengekspor file ke DXF sehingga dapat teman-

teman lanjutkan penggambaran gua perspektif di AutoCAD. Teman-teman membutuhkan

dinding kiri, dinding kanan, atap, dan lantai. Atau paling sederhana, teman-teman dapat

secara langung melihat peta gua tersebut tanpa merasa bingung kok cuma melihat garis

survai antar stasiun melulu tanpa melihat garis dinding dan atap. Untuk jalan keluarnya,

saya menyarankan agar teman-teman memasukkan data dengan menganggap dinding kiri,

kanan, atap dan lantai sebagai stasiun baru. Dengan demikian kita harus memasukkan

data LRUD dengan perilaku seperti layaknya sebuah stasiun survai. Namun ada masalah

yang timbul, berapa azimuth dari sebuah stasiun ke dinding kiri atau kanannya? Padahal

teman-teman tidak mengukurnya di lapangan. Hanya mengira-ira bahwa azimuth dinding

kiri dan kanan merupakan separoh dari sudut yang dibentuk oleh garis survai kedepan dan

ke belakang. Lalu, bagaimana dengan penamaan stasiunnya?

Saya sarankan teman-teman menggunakan Leker Old SG yang dapat didownload

dari www.groups.yahoo.com/group/subterra-id/file untuk memperoleh masing masing

sudut azimuth dari stasiun ke masing-masing dindingnya.

185
Dari olahan Leker Old SG mulai dari kolom AI dan seterusnya, adalah data jarak,

kompas, dan klino dari dinding staiun kiri, kanan, dan atap. Tinggal di-copy dan paste ke

file .svx saja. Lalu di proses lagi, maka kita akan dapat center line lorong yang dilengkapi

center line ke dinding kiri, dinding kanan, dan atap.

 Ringkasan tahapan dalam Survex

Masukan data-proses data-menghasilkan peta.

Buka Notepad,

Ketik data dengan urutan stasiun dari -stasiun ke-jarak-kompas-clino

Baris paling atas ketik *Begin [nama gua], baris paling bawah ketik *End [nama

gua]

Save As sebagai file bertipe .svx

Buka Window Explorer, ke folder tempat menyimpan file .svx

klik kanan pada file yang ber-extensi .svx (file yang bertipe Survex Raw Survey

Data), klik Process Data

jika hendak melihat peta hasilnya, double klik peta yang ber-extensi file .3d (file

yang bertipe Survex Processed Data). Peta 3D akan ditampilkan menggunakan

Aven.

186
jika ingin menghasilkan daftar koordinat peta, klik kanan file .3d (file yang

bertipe Survex Processed Data), klik Convert for hand plotting.

jika ingin menghasilkan peta DXF, klik kanan file .3d (file yang bertipe Survex

Processed Data), klik Convert to DXF.

jika ingin menghasilkan peta extended section, klik kanan file .3d (file yang

bertipe Survex Processed Data), klik Extend.

jika ingin melihat daftar koordinat peta, double klik file yang ber-extensi .pos

(bertipe Survex Stations Position).

jika ingin melihat peta extended section, double click file yang memiliki nama

dengan penambahan kata _extend dan bertipe Survex Processed Data. Peta

extended akan ditampilkan menggunakan Aven.

 AVEN

AVEN adalah program untuk menampilkan peta gua (cave viewer) dan

memungkinkan bagi teman-teman untuk mengubah-ubah arah pandangan.

187
Untuk mengetahui semua fungsi yang ada di dalam Aven ini, coba saja semua

jurus berkomputer menggunakan mouse. Yaitu drag tombol kiri mouse pada obyek-2:

Frame kiri,

Skala

Orientasi sudut vertical (Profile) dan horizontal (Facing)

Drag tombol mouse kiri di bidang gambar.

Cobalah klik pada tombol-2 yang ada di toolbar

Coba satu persatu menu

Jangan takut ttg akibatnya. Tidak akan merusak program atau data gua kok. Dan

lagi, yang perlu teman-teman lakukan adalah, melakukannya sambil mengamati reaksi

dan perubahan pada gambar, perubahan tampilan frame yang lain, dll. Sehingga teman-

teman makin mengetahui fungsinya. Sedangkan teman-teman yang mudeng bahasa

Inggris sih gak masalah. Dan dengan trial semacam itu, teman-2 akan menemukan

berbagai fungsi yang sangat penting untuk membaca peta sebuah gua menggunakan Aven

ini. Antara lain adalah:

1. bisa merotasi/ memutar peta gua dengan menggunakan semua titik-titik stasiun

sebagai titik pusatnya. Anda bisa memilih salah satu dengan gampang.

2. bisa mengetahui jarak, beda elevasi, selisih absis dan ordinat, arah dari sebuah

stasiun ke stasiun lain dengan gampang.

3. mengetahui kedalaman masing-masing lorong/ stasiun berdasar warnanya,

4. menampilkan dan menyembunyikan nama stasiun dan tanda stasiunnya

188
Apada bedanya Aven yang sedang menampilkan peta gua 3D dan yang sedang

menampilkan peta extended?mAven yang sedang menampilkan peta extended section,

hanya dapat di zoom. Kita sama sekali tidak dapat mengubah arah pandangan.

 Export File

1. Dengan Aven, kita dapat mengeksport file peta ke DXF (bisa dioleh di AutoCAD

dan Adobe Illustrator), SVG (bisa diolah di Adobe Illustrator, Corel Draw),

Scetch Files, EPS files, dan file yang bisa dipergunakan di software pemetaan

gua Compass (http:www…….).

 LRUD

Left Right Up Down

Dinding kiri, kanan, atap, lantai

Penentuan dinding, atap dan lantai, sudah bisa dipenuhi oleh Survex. Namun tampilannya

hanya berbentuk kotak.

Format penulisan data sebagai berikut :

189
*Begin Lorong

0 1 7 10 -2

1 2 6.50 160 -5

2 3 9.50 160 -5

3 4 6.35 191 -6

4 5 11.20 170.5 -8

5 6 9.23 136.5 -1

6 7 8.12 185 -10

7 8 7.89 156 -12

8 9 6.56 166 -45

5 cab1 5 230 2

cab1 cab2 6 256 3

cab2 cab3 7.5 275 5

cab3 cab4 8 245 1

190
*data passage station left right up down

1 2.1 2.3 8.0 1.4

2 1.0 2.9 9.0 0.5

3 3.0 1.7 9.0 0.8

4 2.0 2.7 9.0 0.8

5 3.0 3.9 9.0 0.5

6 2.1 1.3 8.0 1.4

7 1123

8 3.0 1.9 9.0 0.5

9 2.1 2.3 8.0 1.4

*End Lorong

191
 Setelah diproses, hasilnya sebagai berikut

192
 Eksport ke DXF

Jika mengekspor ke DXF, dengan cara diatas, yang ter-eksport hanya center line

lintasan survai saja. Lalu, bagaimana jika teman-teman pingin mengekspor file ke DXF

sehingga dapat teman-teman lanjutkan penggambaran gua perspektif di AutoCAD, atau

me-make up di Corel atau Adobe Illustrator. Sementara teman-teman membutuhkan

dinding kiri, dinding kanan, atap, dan lantai. Maka yang kita lakukan adalah menganggap

bahwa dinding kiri, kanan, atap dan lantai adalah sebuah stasiun. Jadi kita masukkan

jarak-kompas-clino ke masing-masing titik tersebut.

 Dinding kiri dan kanan (left right)

Timbul masalah, berapa azimuth (kompas) dinding kiri dan kanan? Hal ini

tergantung pembacaan yang dilakukan saat di lapangan. Apakah tegak lurus terhadap arah

pembacaan kompas antar stasiun? Atau kira-kira sudut bagi dari sudut yang dibentuk

garis survey ke stasiun depan dan belakang.

193
Dinding kiri dan kanan yang diukur secara tegak lurus di stasiun

Dinding kiri dan kanan yang diukur merupakan sudut bagi antar lengan survai

Jika teman-teman ketika di lapangan melakukan yang pertama, maka hal ini lebih

gampang. Azimuth masing-masing dinding, tinggal menambah atau mengurangi azimuth

pembacaan survai antar stasiun sebesar 90˚ . Sedangkan bila teman-teman melakukan

yang kedua, padahal waktu di lapangan teman-teman hanya mengukur jaraknya saja

tanpa azimuthnya, maka teman-teman harus melakukan penghitungan terlebih dulu. Tapi

jangan khawatir, sudah ada di Leker Old SG kok. Download aja dar

iwww.groups.yahoo.com/group/subterra-id/file. Setelah kopi dan paste data dari file

Leker Old SG (yang berada di kolom AI dan seterusnya) ke file .svx, maka lorong akan

194
C. KUMPULAN GLOSARIUM KARST

1. akifer : merupakan formasi batuan yang dapat menyimpan atau

meluluskan air dalam jumlah yang cukup banyak

melalui celah-celahnya

2. allogenic water : air yang berasal dari luar daerah karst

3. authigenic water : merupakan air hujan atau air imbuhan yang jatuh

dipermukaan kawasan karst.

4. ascending : Teknik naik dalam prosedur SRT (single rope tecnique)

5. bare karst : karst terbuka, kawasan karst yang tidak punya lapisan

penutup

6. base flow : aliran dasar, berasal dari aliran tegak dan panjang

untuk mencapai alur drainase utama.

7. batu gamping : batuan yang minimal mengandung 80% mineral

karbonat yang berupa kalsium karbonat atau

magnesium karbonat.

8. bedding joint : patahan vertikal diantara lapisan sedimentasi batu

gamping.

9. bedding plane : patahan horizontal diantara lapisan sedimentasi batu

gamping.

10. bell hole : dome kecil pada plafon gua yang berbentuk lonceng.

11. boulder : bongkahan batu gamping yang terdapat di dalam gua.

12. calsidophilic/calcicol : vegetasi yang menyukai batu gamping.

195
13. canopy : bentukan endokarsik, aliran vadose yang mengalir di

atas bongkahan batu membentuk tudung serupa

payung.

14. chamber : ruangan besar dalam gua.

15. chocked air : hambatan oleh udara di dalam lorong, sehingga aliran

air mengalami penundaan. Terutama disebabkan

tertutupnya lorong secara sempurna oleh air.

16. climb up : teknik memanjat dalam penelusuran (atas)

17. coloumn : stalaktit dan stalakmit yang menyatu membentuk pilar.

18. conical hills : bukit-bukit di daerah kapur yang menyerupai kerucut.

19. contact spring : sumber air yang merupakan kumpulan air dari sistem

percelahan.

20. covered karst : karst tertutup, kawasan karst yang bagian

permukaannya tertutup oleh sedimentasi yang tidak

ada hubungannya dengan masa batu gamping itu

sendiri (alluvium, sandstone, fluvoglacial).

21. danau karst : tampungan air di kawasan karst, letaknya biasanya

pada cekungan tertentu karena dasarnya kedap air

akibat akumulasi dari lumpur atau bahan residu

pelapukan yang kedap air.

22. descending : Tehnik menuruni lintasan dalm teknik SRT (single rope

technique)

23. diffuse flow : aliran air yang menghilang karena memasuki sistem

percelahan.

196
24. direct flow : aliran langsung, masuknya air ke dalam tanah melalui

sistem rucutan terbuka atau tertutup (ponora, luweng,

dan sebagainya).

25. doline : cekungan-cekungan di daerah karst yang berkelompok

maupun tunggal, depresi dari cone / bukit.

26. dolomit : sifat jenis batuan karst (dolomit), yang serupa mineral

kalsit yang secara petrografis dapat dipisah atau

dibedakan dari indeks refraksinya.

27. down stream : penelusuran gua dengan mengikuti arah air mengalir.

28. drainase : pola atau sistem aliran-aliran

29. drapery : bentukan serupa gordyn tipis yang ujungnya bergerigi,

serupa gergaji.

30. evaporasi : penguapan baik oleh tanaman diatas daerah kars

maupun langsung.

31. evaportranspirasi : oleh Schulz (1976) didefinisikan sebagai penguapan

dari daerah atau aliran sungai akibat pertumbuhan

tanaman di dalamnya.

32. exsurgence : sungai yang muncul dari air kondensasi dan perkolasi

intern kawasan kars, baik sebagian maupun

seluruhnya.

33. fast and turbulent : aliran air dengan kecepatan tinggi dan bersifat

direct flow turbulensi, karena adanya kemiringan hidraulik yang

mengeliminir penundaan.

34. flood over flow spring : sumber air sewaktu banjir.

197
35. flowstone : deposit endokarsik hasil dari, endapan aliran kalsit

melalui celah horisontal yang dijumpai pada

dinding/teras/lantai dua.

36. fracture spring : sumber air pada patahan batuan

37. gourdyn : deposit endokarsit hasil dari, endapan aliran kalsit,

membentuk tirai/layar, terletak pada dinding atau

plafon gua.

38. gravel : jenis butiran serupa pasir

39. gravity fed spring/

spring under gravity/ : sumber air dengan aliran bebas terlihat

free flow spring sebagai sungai yang keluar dari gua atau celah.

40. halit : jenis batuan yang bersifat lebih mudah larut daripada

batuan karbonat

41. helektit : deposit endokarsik hasil dari, endapat kalsit dari

tetesan perkolasi berbentuk bunga karang yang

terbalik.

42. hyper ventilation : fenomena dalam gua, dimana kadar oksigen rata- rata

di bawah prosentase normal. Baik disebabkan oleh

vegetasi yang ada di atasnya ataupun dari proses kimia

pembentukan speleothem.

43. infiltration : perembesan air melalui system percelah-rekahan

batuan

44. inlet : aliran air masuk, yang memberi imbuhan pada aliran

pertama

198
45. intermittent spring / ebbing and flowing

spring/ periodic spring : sumber air periodik

46. kalsit : kalsium karbonat rombohedral/hexagonal biasanya

terlihat sebagai hablur kristal yang bagus dan jelas.

47. kremnofit : sejenis tanaman berbatang lunak, sering terlihat

merembet di dinding kapur

48. local base level : ketinggian muka air tanah setempat

49. lorong fosil : zona hidrografi gua yang kondisi hidrologisnya relatif

amat minim, kelembaban rendah, suhu relatif tinggi,

serta tingkat kerapuhan yang tinggi.

50. lorong vadose : suatu zona hidrografi gua yang sangat dipengaruhi

oleh air infiltrasi dan air lebih rendah dibandingkan

lorong fosil

51. macrogourdam : deposit endokarsik hasil dari, endapan kalsit yang

membentuk petak-petak perkolasi, lebih bersifat

transisional karena masih terfluktuasi. Memiliki suhu

tinggi dan kelembaban besar

52. microgourdam : deposit endokarsik hasil dari, endapan kalsit yang

membentuk petak-petak kecil, muncul dari lantai gua

53. natural bridge : merupakan suatu fenomena yang menyerupai jembatan

di daerah batu gamping

54. perkolasi : aliran air yang menembus aliran tanah dan batuan

karbonat di kawasan karst

55. permeabilitas : tingkat kelulusan batuan untuk menyalurkan air

199
56. pitch : lorong vertikal pada gua yang harus dituruni dengan

alat bantu

57. poljes : depresi ekstensi daerah karst tertutup di semua sisi,

lantainya tidak permeabel, dengan batasan terjal di

beberapa bagian dan sudut yang nyata

58. porositas : tingkat kesarangan batuan atau sedimen dalam bentuk

prosen dari jumlah total material

59. presipitasi : curah hujan kawasan

60. resurgence : sungai yang meluncur setelah melewati bagian interior

daerah karst

61. run off : air larian, tergantung pada intensitas dan lamanya

hujan, sudut kemiringan atau keterjalan perbukitan,

jenis ketebalan, kepadatan dan kelulusan air tanah

penutupnya

62. sandstone : jenis batuan yang terbentuk karena perekatan pasir

63. sodastraw : deposit endokarsit hasil dari, endapat kalsit dari tetesan

perkolasi berbentuk sedotan, bening, berongga, muncul

di plafon gua

64. solution cavities : proses pelarutan batuan oleh air dan reaksi asam

65. speleogenesis : proses pembentukan atau terjadinya gua beserta lorong-

lorongnya

66. speleothem : bentukan-bentukan endokarsik apapun bentuknya

67. spring on bedding joint : sumber air pada lapisan batuan

68. stalakmit : deposit endokarsik hasil dari, endapan kalsit dari

tetesan perkolasi

200
69. stalaktit : deposit endokarsik hasil dari, endapan kalsit dari

tetesan perkolasi, muncul dari plafon gua

70. static pool : kolam / telaga, di dalam gua yang terisi air sepanjang

tahun

71. sump : akhir lorong aktif menyerupai pool

72. swallow hole : sistem perguaan yang berada di punggungan bukit,

terjadi akibat turunnya local base level

73. tectonic uplift : pengangkatan lapisan permukaan bumi akibat gerakan

tektonik

74. terrarossa : tanah alvisol, berwarna merah kecoklatan dan

terhampar di atas kawasan karst, terbentuk oleh

pelapukan batuan karbonat, bersifat kedap air

75. top hill : sistem perguaan di puncak bukit, terjadi akibat

runtuhnya puncak gua

76. top soil : lapisan tanah permukaan

77. troglobion : hewan yang sudah beradaptasi penuh terhadap

kegelapan abadi gua dan tidak pernah beranjak ke

bagian terang gua

78. up stream : penelusuran gua bertentangan dengan arah air mengalir

79. uvala : cekungan yang memanjang dan tidak rata (Cvijic,

1901), lembah memanjang dan berkelok-kelok,

dasarnya menyerupai cawan di daerah karst (H.

Lehman)

80. water table : permukaan air tanah

201
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan mengenai rangkuman materi divisi penelusuran gua ini,

saya menyimpulkan bahwa materi tersebut terbagi atas beberapa tahapan yaitu tahap

pertama sebagai materi calon anggota, tahap kedua sebagai materi anggota muda dan

tahap ketiga sebagai materi pengambilan nomor registrasi anggota. Dalam tahap tahap

tersebut terdapat materi yang sudah di sesuikan dengan kebutuhan dan kemampuan

sumber daya manusia yang akan dan telah resmi menjadi anggota mapala Santigi.

Demikianlah kesimpulan yang dapat saya sampaikan di tulisan ini, semoga tulisan ini

dapat membantu anggota mapala Santigi dalam mempelajari tentang Penelusuran Gua.

B. Saran

Dalam perkembangan pengetahuan khususnya dibidang penelusuran gua, saya

berharap tulisan ini sebagai pijakan awal dalam proses pembelajaran anggota mapala

santigi bagi yang berminat di bidang penelusuran gua. Tulisan ini masih terdapat banyak

kekurangan dan semoga anggota mapala Santigi lainnya dapat melengkapi kekurangan

yang terdapat tulisan ini.

202
DAFTAR PUSTAKA

Ariadi, Irman.
2008. Dasar Teori Geographical Field Trip Sub Bahasan : Karst : Geowisata
Tour & Travel : Yokyakarta.

Bahan Ajar Cave Rescue. Mapala Satu Bumi, Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada. Tahun 2015 : Yokyakarta.

Diktat Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia, Federation Of Indonesia


Speleological Activities. Tahun 2015 : Yokyakarta.

Haryono, Eko & Tjahyo Nugroho Adji


Geomorfologi Dan Hidrologi Karst (Kelompok studi karst). Fakultas Geografi,
Universitas Gadjah Mada. Tahun 2016 : Yokyakarta.

Sudihardjono, Yayuk R.
Training Seminar Biospeleologi Scientific Karst Eksploration, (SKE) ke 2
LAWALATA IPB, Bogor 18-19 September 2013.

203

Anda mungkin juga menyukai