Anda di halaman 1dari 17

MATERI CAVING

BAB I
SPELEOLOGI

A.    Pengertin Speologi
Speleologi adalah ilmu mempelajari goa-goa. Berasal dari bahasa Yunani, SPELAION =
Goa dan LOGOS = Ilmu. Namun karena goa merupakan suatu bentukan alam tidak berdiri
sendiri dan dipengaruhi oleh faktor struktur alam melingkupinya, maka speleologi adalah
ilmu mempelajari goa dan lingkungannya.
Ilmu terkait dengan Speleologi :
1. Geologi : Speleogenesis, Hidrogeologi, Struktur Geologi.
2. Geografi : Morfologi karst, Hidrologi permukaan.
3. Arkeologi : Penelitian Fosil, Prasejarah.
4. Biologi : Biospeleologi, Palinologi.
5. Kehutanan : Covered Karst, Hutan Kawasan karst
6. Pertanian : Pertanian karst, Irigasi tetes, Vertikultur.
7. Pariwisata : Wisata umum, Wisata minat khusus, Ekosistem.
8. Teknik sipil : Pemetaan goa, Konstruksi bangunan di kawasan karst.
9. Sosial, Ekonomi, Budaya, kesenian.

Kegiatan Alam bebas dalam Speleologi:


1. Mountainering : Tracking, packing, Peta Kompas.
2. Panjat Tebing : Climbing in the dark, Rigging.
3. Arung jeram : Black water rafting, canoing Swimming, Diving
4. Gantole, Paragliding : Pelacakan mulut goa/luweng dari udara
5. Canoeing : Rapling di air terjun
6. Vertikal rescue : Self rescue,
Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas
penelusuran gua, tidak lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang
menjadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan
di lorong gelap bawah tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang
besar bercampur dengan perasaan cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ?
membahayakankah ? adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana lorong-
lorong itu terbentuk ? Pertanyaan yang kemudian timbul, kemudian berkembang menjadi
pengetahuan tentang gua dan aspeknya, termasuk misteri yang dikandungnya. Maka
dikenal istilah “speleologi”. Ruang lingkup ilmu pengetahuan ini tidak hanya keadaan fisik
alamaiahnya saja, tetapi juga potensinya; meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang,
tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya.
Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka
para penelusur gua justru masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya. Lubang
sekecil apapun tak luput dari perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai tempat yang
paling dalam sekalipun.
 Jenis - jenis gua:
a) Gua Lava : terbentuk akibat pergeseran permukaan tanah akibat gejala keaktifan
vulkanologi, biasanya sangat rapuh karena terbentuk dari batuan muda (endapan lahar)
dan tidak memiliki ornamen batuan khas
b) Gua Litoral : sesuai namanya terdapat di daerah pantai, palung laut ataupun di tebing
muara sungai, terbentuk akibat terpaan air laut (abrasi)
c) Gua batu gamping (karst) : adalah fenomena bentukan gua terbesar (70 % dari seluruh
gua di seluruh dunia). Terbentuk akibat peristiwa karst (pelarutan batuan kapur akibat
aktifitas air) sehingga tercipta lorong-lorong dan bentukan batuan sangat menarik akibat
proses kristalisasi dan pelarutan gamping. Diperkirakan wilayah sebaran karst Indonesia
adalah terbesar di dunia.
d) Gua pasir, gua batu halit, gua es, dsb : adalah bentukan gua sangat jarang dijumpai di
dunia. Hanya meliputi 5% dari seluruh jumlah gua di dunia.
Bentuk Gua
a) Gua Horisontal
Gua bentukan lorongnya relative mendatar, dalam artian dapat ditelusuri dengan teknik
horizontal cave seperti crawling, squeezing, dsb.
b) Gua Vertikal
Gua dengan entrance / mulut gua berbentuk tegak, sehingga dalam penelusurannya
diperlukan alat Bantu.
c) Gua bawah air
Gua sebagian lorongnya dipenuhi air, sehingga dalam penelusurannya diperlukan alat
diving (selam)

B.   Teknik penelusuran gua


1. Medan Horizontal
Medan gua horizontal sangat bervariasi, mulai pada lorong – lorong dapat dengan
mudah ditelusuri, sampai lorong membutuhkan teknik khusus untuk dapat
melewatinya.
a.       Lumpur
Lorong berlumpur dapat dengan mudah kalau lumpur tersebut tidak terlalu tebal. Jika
setinggi lutut bahkan sampai perut, untuk melewatinya kita bergerak dengan posisi seperti
berenang, agar mudah bergerak dan hemat tenaga.
b.      Air
Untuk kondisi gua berair, terutama untuk gua belum pernah dimasuki kita tidak
mengetahui kedalaman air dan kondisi bawah air, untuk itu kita harus mengetahui
kedalaman dan kondisi bawah air, untuk itu kita harus mengetahui prosedur dan
mempunyai fasilitas pendukung.
Syarat utama untuk melewati lorong berair adalah harus bisa berenang. Tetapi dengan
kondisi lorong serba terbatas, teknik berenang dalam gua berbeda dengan berenang di luar
gua. Karena di sini kita memakai pakaian lengkap, sepatu boot bahkan mungkin membawa
beban cukup berat.
Pembagian team juga harus disesuaikan. Leader tidak boleh membawa beban berat,
karena membuat lintasan dan mempelajari kondisi medan. Dalam kondisi tertentu kita
menggunakan pelampung bahkan perahu karet terutama untuk lorong panjang dan berair
dalam.
Ada juga lorong hampir semua dipenuhi air dan hanya ada sedikit ruangan tersisa. Untuk
melewatinya kita harus melakukan Ducking (menengadah).
Berbagai macam teknik penelusuran gua horizontal (TPGH):
 Duck Walking yaitu jalan jongkok dengan satu tangan dijulurkan ke depan.
 Crawling yaitu bayi merangkak
 Belly crawling yaitu merangkak,seluruh badan menempel ke tanah
 Crouching yaitu jalan jongkok.
 Squeezing yaitu merayap dengan lorong sempit
 Bear Walking yaitu mirip posisi merangkak hanya saja posisi kaki lurus

2.      Medan Vertikal
Dalam penelusuran gua terkadang kita menjumpai lorong terletak di atas kita. Atau
bahkan entrance / mulut gua berupa sumuran. Untuk dapat meneruskan penelusuran kita
perlu menggunakan teknik-teknik Climbing. Seperti penggunaan pengaman sisip dan bor
tebing untuk membuat lintasan. membuat lintasan adalah Leader / Rigging man kemudian
anggota lain melewatinya dengan menggunakan SRT. Untuk melakukan free climbing
dilakukan pada kondisi medan seperti ;
a.       Aliran air deras dan kita tidak mengetahui kedalamannya
b.      Gua berbentuk celah dan menyempit pada bagian dasarnya (crack)
c.       Sungai besar atau danau dalam
d.      Pemasangan lintasan pada air terjun
e.       Melewati Calcite Floor

Ornamen – Ornamen dalam gua :


a. Stalagtit dan stalagmit : disebut juga batu tetes. Stalakmit merupakan batu tetes
tergantung pada langit-langit gua sedangkan stalagmit adalah hasil dari tetesan
yangberada di lantai gua.
b. Rimestone pool / Gourdam : Merupakan bentuk kolam bertingkat – tingkat. Terbentuk
karena pengendapan kalsit di lantai gua pada aliran air tenang selama terus menerus.
c. Helictites dan Heligmite : Ornamen bercabang – cabang. Proses pembentukannya
dipengaruhi oleh angin dan tekanan udara dalam gua.
d. Pilar : Penyatuan antara stalaktit dan stalagmite
e. Canopy : ornamen berbentuk melebar menjari mirip potongan payung. Terbentuk pada
dinding gua karena adanya tonjolan .
f. Calcite Floor : Terbentuk karena genangan air mengandung larutan kalsium karbonat
kemudian menguap, sehingfa kalsium tesebut terkristalkan dan membentuk lantai kalsit.
g. Mutiara gua : terbentuk dari pengkristalan larutan kalsium karbonat, berbentuk seperti
mutiara berwarna putih agak bening.
h. Draperies : Terbentuk karena endapan kalsium karbonat dari aliran air pada sudut
antara atap dan dinding gua.
i. Soda Straw : Seperti stalaktit (tergantung pada atap gua), tetapi lebih kecil dan biasanya
berkelompok.
j. Flowstone : batuan ada aliran air. Sehingga ada endapan kalsium karbonat membentuk
aliran air.

Habitat Gua
Semua makhluk yang menghabiskan sebagian atau seluruh hidupnya di dalam gua disebut
troglodyte. Habitat troglodyte berdasarkan kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan
komunitasnya dapat dibagi menjadi empat zona, yaitu :
a) Zona terang, daerah yang merupakan mulut gua, cahaya masih sama seperti di luar gua.
b) Zona senja, merupakan daerah di dalam gua dimana tumbuhan hijau masih bisa
tumbuh. Cahaya pada daerah ini pada senja hari.
c) Zona gelap dengan suhu berubah, merupakan daerah gelap total yang dicirikan dengan
suhu dan kelembaban yang masih bisa berubah setiap saat sesuai dengan perubahan
keadaan cuaca luar.
d) Zona gelap dengan suhu tetap, merupakan daerah yang terjauh dari mulut gua dengan
suhu dan kelembaban yang selalu tetap.
Binatang dalam gua dapat dibagi menjadi tiga macam kelompok, yaitu :

 Troglopile, yaitu binatang yang menyukai kegelapan, tetapi masih mencari makan di
gua tersebut. Contohnya ; kelelawar dan burung walet. Sekalipun tempat tinggal
mereka sudah termasuk dalam zona gelap total, tetapi fluktuasi suhu dan
kelembaban masih konstan. Jadi troghopile memanfaatkan gua sebagai tempat
tinggal dan tempat berlindung.

 Trogloxine, yaitu binatang yang hanya secara kebetulan ada didalam gua, karena
sebenarnya binatang itu asing bagi kehidupan gua tersebut. Contohnya ; musang,
ular, dan sebagainya. Binatang ini biasanya terdapat pada mulut gua sampai zona
senja.

 Troglobion, yaitu binatang yang seluruh siklus kehidupannya sudah dilakukan di


dalam gua, sehingga memiliki sifat yang berbeda dengan binatang sejenisnya di
permukaan tanah. Contohnya ; seekor ikan yang sudah sekian lama hidup dan
berkembang biak dalam gua pada zona tertentu mengalami perubahan fisik menjadi
tidak berpigmen, penglihatan tidan berfungsi dan alat peraba menjadi lebih
telanjang. Hal demikian dapat terjadi setelah melalui waktu yang lama dan habitanya
sudah benar-benar terisolasi dari pengaruh luar.

C.    Perlengkapan dan Peralatan penelusur gua :

1.   Perlengkapan Standar pribadi penelusur gua :


a. Alat penerangan : elektrik (head lamp, senter), karbite, lilin
b. Helm Caving
c. Cover all / Wearpack
d. Sepatu boot
e. Day pack / dry bag / tackle bag

2.   Perlengkapan kelompok :
a. Logistik / makanan
b. Peralatan masak
c. Peralatan PPGD
d. Dokumentasi.

BAB II
MANAJEMEN PENELUSURAN GUA

A.    Pengertin
Manajemen penelusuran gua adalah perencanaan kegiatan penelusuran gua baik
jangka panjang ataupun pendek.
Hal – hal Harus Diperhatikan Sebelum Penelusuran
a. Mempelajari Lingkungan Lokasi Goa
b. Mengumpulkan Informasi Lisan keadaan Lingkungan Goa
c. Perijinan
d. Transportasi
e. Jumlah personel
f. Keuangan dan Waktu Dibutuhkan
g. Peralatan dan Perlengkapan
h. Konsumsi.
i. Keharusan Mutlak Penelusuran
a) Meninggalkan pesan kepada di kantor/sekretariatan berisikan
1)      Lokasi goa dan kondisi goa.
2)      Jumlah personel akan berangkat
3)      Lama penelusuran, kapan berangkat dan kapan akan pulang.
b) Melaporkan kepada Lurah/dukuh ataupun juru kunci goa
Hal-Hal perlu diperhatikan Dalam Pelaksanaan
1)      Pembagian Kerja Dalam penelusuran
2)      Packing Peralatan
3)      Packing Perlengkapan
4)      Konsumsi
5)      Teknis Penelusuran
B.     Jenis dan Tujuan kegiatan Penelusuran Goa
Pembagian tugas dan wewenang dalam Penelusuran dibagi sesuai dengan jenis dan
Tujuan kegiatan penelusuran, yaitu :
1.      Penelusuran biasa
a.    Rigging, Leader
b.    Transport barang
c.    Cleaning
2.      Pemetaan Goa
a.    Rigging
b.    Leader
c.    Mapping
1)      Leader: Sebagai surveyor
2)      Shooter : kompas, klino, meteran
3)      Stasioner : ujung meteran
4)      Pencatat data
5)      Deskriptioner
d.   Cleaning
3.      Fotografi Goa
a.       Rigging, Leader
b.      Fotografer
c.       Pemegang blitz
d.      Cleaning
4.      Penelitian Goa
Pembagian tugas dalam kegiatan penelitian, tergantung akan jenis penelitiannya.
1)      Rigging, Leader
2)      Pembagian sampel
3)      Cleaning

Hal-Hal Harus Diperhatikan Sesudah Penelusuran\


1.      Checking Peralatan
2.      Perawatan Peralatan
3.      Evaluasi Kegiatan
4.      Pebuatan laporan kegiatan

C.    Bahaya-Bahaya Penelusuran Goa


Bahaya penelusuran goa dibagi dalam dua faktor, yaitu bahaya bagi penelusurannya
dan bagi goa itu sendiri. (Antroposentris dan Speleosentris)

1.      Antroposentris
Bahaya diakibatkan kecerobohan atau kealfaan penelusur goa itu sendiri ,tersebut
ditimbulkan dari :
 Terpeleset/jatuh. Karena keadaan goa gelap gulita, sehingga terjadi kesulitan
memprediksi goa. Untuk itu sebelum penelusuran perlu persiapan bener-benar matang
mulai informasi, fisik, teknik, perlengkapan, logistic.
 Tenggelam Sering kali dijumpai sungai di dalam goa, untuk keadaan seperti ini
penelusuran goa di wajibkan membawa pelampung.
 Tersesat
Bila memasuki goa panjang dan banyak cabangnya, harus berhati-hati dan dilakukan
perlahan-lahan sambil sambil mengingat-ingat berikut lorong dilalui diberi tanda, untuk
mencegah bahaya tersesat.
 Kedinginan
Untuk goa berair, dimana seorang penelusur goa selama beberapa jam harus berendam
didalam air, hal ini biasanya disertai rasa lapar. Keadaan ini bila terus dibiarkan akan
menyebabkan kedinginan akibat kurangnya kalori dalam tubuh. Untuk mencegah bahaya
ini penelusur goa hendaknya membawa bekal cukup
 Salah dalam pembagian tim penelusuran
Bisa di sebabkan karena penempatan anggota tim tidak sesuai kemampuan serta beban
tidak merata.
 Bahaya teknis peralatan

3.      Speleosentrisme
Bahaya dapat menimpa gua akibat dipergunakan sebagai media kegiatan penelusuran.
a. Pengaruh terhadap bentukan dalam gua
1)      Pengotoran lingkungan gua
2)      Perusakan ornamen gua
3)      Perusakan oleh penambangan dalam gua, dsb
b. Pengaruh terhadap ekosistem gua
c. Pengaruh terhadap ekosistem karst

Hal – hal perlu diingat :


a.   Kemana anda pergi memasuki gua, beritahukan kepada teman atau keluarga mengenai
kapan anda akan pergi, lokasi ysang anda tuju dan kapan akan pulang.
b.   Empat orang dianggap jumlah minimal aman untuk menelusuri gua. Bila satu kecelakaan,
satu
c.    menemani / merawat sedang dua mencari bantuan
d.    Alat dipakai / dibawa harus memadai serta paham penggunaannya
e.    Akal sehat, keterampilan, persiapan matang, perhitungan cepat dan tapat serta
pengalaman, menjadi pegangan dalam penelusuran gua dan bukan adu nasib atau
kenekatan.

BAB III
SELF RESCUE
A.    Penegrtian
Merupakan suatu tindakan penyelamatan dilakukan oleh anggota team penelusuran,
apabila terjadi suatu kecelakaan pada satu anggota team di dalam goa. Sampai datangnya
pertolongan dari luar. Seperti kasus bantuan dari luar tidak atau tidak dapat di hubungi.
Tujuan dari self rescue meminimalisasi insiden dapat terjadi selama kegiatan penelusuran
goa berlangsung.

Usaha ini dapat dilakukan dengan pertimbangan


1.   kondisi korban tidak memerlukan perlakuan khusus, sehingga mungkin bisa dilakukan
evakuasi
 Gangguan umum telah dilakukan stabilisasi
 Terjadi luka dan pendarahan
 Patah tulang tidak mengganggu pergerakan
 Trouble di tengah lintasan
2.      Bahaya lain mungkin terjadi / kecelakaan susulan (Rock Fall, Banjir, dan gas)
3.      Peralatan bisa digunakan untuk melakukan evakuasi
4.      Tim mempunyai bekal cukup untuk melakukan evakuasi.

Peralatan sekiranya dibutuhkan :


1.      P3k
2.      Bahan makanan
3.      Kertas dan pena
4.      SRT
5.      Pulley minimal 2
6.      Drag Bar

B.     Teknik Self Rescue


Dalam melakukan Rescue hal paling utama adalah Prosedur keamanan (safety
procedure) baik rescuer terlebih lagi korban. Perlu diperhatikan prinsip pemindahan beban.
Macam teknik dalam self rescue :
1.   Man To Man System
Sistem ini digunakan pada kasus korban blocking / mengalami kecelakaan di tengah lintasan
tali. Sistem ini dikenal satu korban satu penolong, dilakukan apabila kita tidak memiliki
peralatan tambahan / daya dukung gua tidak memadai.
 Penolong bergerak dari atas ke bawah
Kesulitan terjadi saat akan descending. Tali utama dalam keadaan tegang karena
dibebani oleh korban. Untuk itu pemasangan tali ke descender tidak dalam keadaan
normal. Selanjutnya adalah memindahkan beban korban dari tali utama ke tubuh
rescuer selanjutnya membawa korban sesuai arah diinginkan (ascending / descending).
 Penolong bergerak dari bawah
 Penolong ascending biasa, kemudian melewati korban. Berikutnya memindahkan beban
korban ke tubuh rescuer. Selanjutnya membawa korban sesuai arah diinginkan.
2.   Houling System
Sistem ini adalah sebuah instalasi biasa disebut instalasi Houling. Di gunakan untuk menarik
korban ke atas. Terdiri dari : sebuah ascender, sebuah fix pulley, dan dua carabiner screw.
Fix pulley digunakan untuk membelokkan arah penarikan, sedangkan ascender digunakan
sebagai pengunci searah dari pergerakan tali.
3.   Counter Balance System
Dasar dari sistem ini adalah prinsip timbangan kearah atas dengan menggunakan berat dari
rescuer / penolong. Instalasi dipakai dalam sistem ini adalah menggunakan perangkat
houling.

D.    SRT (Single Rope Teknik)


Adalah suatu teknik untuk melintasi lintasan tali vertikal. Sering digunakan dalam
penelusuran gua vertikal dengan segala variasi lintasan digunakan sesuai dengan kondisi
medan. Keselamatan dan kenyamanan adalah prinsip utama dari teknik ini.

1.      Peralatan
a.       Seat Harnest. Digunakan untuk mengikat tubuh dipasang pada pinggang kaki. Macam seat
harnest biasa dipakai :
 Avanty
 Croll
 Rapid
 Fractio
b.   Ascender. Digunakan untuk menaiki lintasan dengan menggunakan tali. Ascender dibedakan
menjadi 2 :
 Hand Ascender : penggunaan dengan dipegang di tangan. Misal : Jummar.
 Chest Ascender : Digunakan dengan dipasang di dada. Macamnya :
 Croll
 Basic
 Shunt
 Gibs
3)      Descender. Digunakan untuk menuruni lintasan. Macamnya :
 Capstand, ada dua macam : Auto stop descender dan simple / non auto stop (bobin)
 Racks, ada dua macam : Open Racks dan close racks
4)      Mailon Rapid (MR). Ada tiga macam :
 Delta MR, digunakan untuk menyambung dua loop seat harnest.
 Semi Circulair. Secara fungsi sama dengan Delta MR
 Oval MR. Digunakan untuk menyambung chest ascender dengan Delta / Semi Circulair
MR.
5)   Chest Harnest. Digunakan untuk mengikat chest ascender dengan dada. Dapat diganti
dengan webing.
6)   Cowstail. Kegunaan sebagai pengaman saat akan mulai dan selesai melintasi lintasan tali
atau berpindah lintasan. Cabang panjang digunakan untuk menghubungkan hand
ascender dengan tubuh.
7)   Foot Loop. Digunakan sebagai pijakan kaki dan dihubungkan dengan ascender.
Beberapa sistem SRT lazim digunakan :

1.   Texas System
Menggunakan dua hand ascender dihubungkan dengan cowstail pendek di posisi bawah
ditambah foot loop, sedang lain dilewatkan ke dalam penyambung chest harnest dan
dipegang tangan.
2.   Rope Walker System
Menggunakan tiga buah Gibs, satu diikatkan di pundak, satu di tengah ditambah dengan
foot loop dan satu lagi di bawah diikatkan langsung di kaki.
3.    MicheleSystem
Seperti texas system hanya ditambah Chest Box pada Chest Harnest, dan ascender atas
ditambah foot loop.
4.   FloatingCamSystem
Menggunakan hand ascender dihubungkan cowstail dan foot loop. Foot ascender
dihubungkan cowstail dan diikatkan di kaki menggunakan chest harnest dan ascender atas
ditambah foot loop.
5.   Jumar System
Menggunakan dua hand ascender dihubungkan dengan cowstail dan foot loop, dipegang di
kedua tangan tali dilewatkan di penghubung chest harnest.
6.    Frog Rig System
7.   Sistem paling banyak digunakan karena paling mudah serta nyaman di tubuh. Terdiri dari
satu hand ascender dihubungkan dengan foot loop, satu chest ascender.

BAB IV
PEMETAAN GUA (MAPPING)
A.    Pengertian
Suatu gambaran proyeksi dua dimensi dengan skala lebih kecil, dari suatu bidang tiga
dimensi mempunyai batas-batas tertentu, Suatu gambaran proyeksi dengan skala lebih kecil
dari suatu gua.
Manfaat Pemetan Gua
i. Merupakan bukti otentik bagi penelusur gua sebagai penelusur pertama gua tersebut.
ii. Membantu para ahli dalam mempelajari biospeleologi, hidrologi, ataupun ilmu-ilmu
lainnya
iii. Untuk mencari korelasi dengan gua – gua sekitarnya
iv. Untuk memudahkan dalm usaha pertolongan / rescue
v. Kepentingan HANKAMNAS
vi. Di bidang pariwisata untuk memudahkan / menentukan perencanaan dalam
pengembangan gua sebagai obyek wisata.
vii. Sebagai data rekaman keadaan gua saat itu.

B.     Peralatan digunakan
a) Kompas, alat untuk mengetahui derajat perbedaan arah lorong / jalan terhadap arah
utara.
b) Clinometer, untuk mengetahui kemiringan lorong terhadap sumbu horizontal, dalam
satuan derajat.
c) Topofil / Roll Meter, untuk mengukur jarak tiap stasiun, lebar gua serta tinggi atap.
d) Grade / Tingkatan Pemetaan
 Grade 1, Hanya membuat sketsa dengan akurasi rendah, tanpa pengukuran.
 Grade 2, Digunakan jika diperlukan,untuk menggambarkan perantaraan dalam akurasi
antara Grade 1 & grade 3
 Grade 3,
Survei magnetik kasar. Sudut horizontal dan sudut vertikal diukur dengan peraltan,
derajat kesalahan + 2,5 0. Alat ukur jarak dengan kesalahan + 50 cm, kesalahan posisi
stasiun kurang dari 50 cm.
 Grade 4, Dapat digunakan jika diperlukan, untuk menggambarkan survei tidak sampai
grade 5, tetapi lebih akurat dari grade 3.
 Grade 5, Survei dengan peralatan magnetik. Akurasi sudut horizontaldan vertikal + 10.
Akurasi.pengukuran jarak + 10 cm. Kesalahan posisi stasiun kurang dari 10 cm.
 Grade 6, Survei dilakukan dengan lebih akurat dari grade 5.
 Grade X, Survei berdasarkan diutamakan menggunakan theodolite dengan sebagai
pengganti kompas.
C. Metode pengambilan data
Ada dua metode pengukuran :
 Forward Method
Dimana surveyor dan pencatat berjalan berurutan (depan belakang) sampai stasiun
terakhir
 Leapfrog Method
Surveyor dan pencatat saling bergantian depan belakang (seperti lompat katak).
Metode ini lebih teliti daripada metode di atas. Dan ada dua sistem pemetaan gua
berdasarkan arah survei :
1.   Top To Bottom
Pengukuran dimulai dari entrance sampai ujung lorong/ dasar gua atau sampai stasiun
terakhir
2.   Bottom To Top
Pengukuran dari ujung / dasar gua sampai ke entrance. Jadi merupakan kebalikan dari
sistem di atas.
D. Langkah – Langkah Dalam Pembuatan Peta
a) Pengumpulan Data
Dalam pengambilan data, idealnya dilakukan oleh 4 orang, dengan pembagian tugas :
I. Orang pertama sebagai leader bertugas menentukan titik stasiun setelah
mempelajari bentukan lorong serta memasang lintasan (rigging man) pada lintasan
vertikal.
II. Orang kedua lazim disebut stasioner sebagai stasiun pengukuran & pembawa ujung
meteran.
III. Orang Ketiga atau Shooter. Bertugas sebagai pembaca alat – alat ukur
(klinometer,kompas dan meteran). Tinggi badan antar shooter dengan stasioner
harus sama dengan tujuan untuk mendapatkan ketelitiandalam pengukuran
elevasi.
IV. Orang keempat (Descriptor). Sebagai pencatat semua data pengukuran lapangan
serta membuat sketsa lorong selama perjalanan.
Data-data diambil :
 Sudut Clinometer : untuk mengetahui elevasi / sudut kemiringan lantai gua.
 Sudut Kompas : untuk mengetahui arah lorong dan arah utama kompas.
 Jarak miring : jarak antar stasiun pengukuran
 Jarak kiri – kanan : jarak dinding kiridan kanan tiap stasiun pengukuran diukur dari
stasioner.
 Tinggi atap : tinggi atap pada setiap stasiun pengukuran
 Cross section : penampakan lorong gua
 Sketsa lorong : sketsa lorong, dibuat sesuai dengan arah kompas, diisi dengan
keterangan-keterangan  tidak dapat masuk dalam worksheet (kertas kerja). Misal :
simbol-simbol kondisi gua, ornamen, air dan lumpur.
b)      Penggambaran Peta
Peta gua dapat digambarkan sebagai :
1.      Plan section : Peta gua tampak atas
2.      Extended section : Peta gua tampak samping tanpa proyeksi
3.      Projected section : Peta gua tampak samping diproyeksikan dari plan section.
4.      Peta gua tiga dimensi

Anda mungkin juga menyukai