Anda di halaman 1dari 16

MATERI CAVING (SUSUR GUA)

Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti
tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es atau salju kini bukan lagi merupakan suatu
impian. Ada satu kegiatan lain di alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Telusur Gua.

Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam terbuka, tidak demikian
halnya dengan telusur gua ; kegiatan ini justru dilakukan di dalam tanah.

Telusur Gua atau Caving berasal dari kata cave, artinya gua. Menurut Mc Clurg, cave atau gua
bearti “ruang alamiah di dalam bumi”, yang biasanya terdiri dari ruangan-ruangan dan lorong-
lorong.

Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas penelusuran
gua, tidak lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang menjadi daya tarik bagi
seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap bawah tanah
menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur dengan perasaan
cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ? membahayakankah ? adakah kehidupan
di sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaan yang
kemudian timbul, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya,
termasuk misteri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”. Ruang lingkup ilmu
pengetahuan ini tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja, tetapi juga potensinya; meliputi segi
terbentuknya gua, bahan tambang, tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya.

Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka para
penelusur gua justru masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil
apapun tak luput dari perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam
sekalipun.

1. SPELEOLOGI

Speleologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gua. Diambil dari kata-kata yunani spelation =
gua dan logos = ilmu. Namun gua tidak bisa berdiri sendiri, tetapi terdapat struktur alam yang
melingkupi. Jadi speleologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gua beserta
lingkungannya.

Di indonesia ilmu ini berkembang tahun 1980-an. Sedangkan di inggris dan jerman sudah
dipelajari secar intensif mulai pertengahan abad 19. Sebelum membicarakan speleologi lebih
lanjut, harus kita ketahui defisi dari “gua “ itu sendiri,

1. Menurut ius (internasional union of speology) yang berkedudukan di wina, austria. Gua adalah
setiap ruangan di bawah tanah, yang dapat dimasuki orang
2. Menurut dr r. K. T. Ko (ketua hikespi,1985). Gua adalah suatu lintasan sungai di bawah tanah
yang masih mengalirnya (khususnya daerah batu gamping)

Gua memiliki ciri khas dalam mengatur suhu udara di dalamnya, yaitu pada saat udara di luar
panas, maka udara di dalam gua akan terasa sejuk, begitu sebaliknya.

Sifat tersebut menyebabkan gua dipergunakan tempat berlindung. Jenis gua di indonesia
kebanyakan batuan gamping/karts.

Lahirnya ilmu speleologi


secara resmi ilmu speleologi lahir pada abad 19 an berkat ketekunan edward alferd martel,
sewaktu kecil ia memasuki gua hahn di belgia dengan ayahnya seorang ahli paleontologi,
kemudian mengunjungi gua pyrenee di swiss dan italia.

pada tahun 1888 ia memulai memperkenalkan penelusuran gua menggunakan alat, pada musim
panas ia dan teman-temannya mengunjungi dengan membawa gerobak yang isinya peralatan
untuk penelusuran gua (martel, alat pengukur, kompas, alat p3k dan makanan) karena kegigihan
dia dalam meneliti gua maka edward ini disebut barak speleologi.

lahirnya speleologi di indonesia, berkembang pada tahun 1980 dan olah raga alam ini masih
tergolong baru dibandingkan rafting, mountenering dan panjant tebing. Pada tahun ini terdapat
club yang berkecimpung masalah keguaan yaitu specavina yang didirikan oleh norman edwin
dan dr r.k.t ko ketua hikepsi sekarang. Namun dengan perbedaan pendapat maka terpecahlah ada
yang masih mendirikan hekespi dengan ketuanya dr. R.k.t ko dan norman e mendirikan club
yang berpusat di jakarta yaitu garba bumi. Kemudian tahun tersebut muncul club-club penyusur
gua diantaranya :

1. Bsc : bogor speleological club


2. Dsc : denpasar speleological club
3. Scala : speleo club malang
4. Sss : salamander speleo surabaya
5. Jsc : jakarta speleo club
6. Asc : acintyacunyata speleoligical club

Dari beberapa club di atas yang masih ksis yaitu asc yang lain sudah tinggal nama.
Sejarah Penyusuran Gua

Penyusuran gua pertama kali dilakukan oleh John Beaumont, seorang ahli bedah dari Somerset,
England pada tahun 1674. namun penyusuran tersebut tidak dilandasi oleh tujuan yang jelas,
sehingga pelaksanaannya kurang matang.

Sedangkan orang yang berjasa dalam mendeskripsikan gua-gua dengan tujuan ilmiah adalah
Baron Johan Valsavor (Slovenia) sekitar tahun 1670 – 1680. Ia berhasil memasuki 70 gua,
membuat peta, sketsa dan menyusun buku setebal 2800 halaman.

Sedangkan penelusuran gua di Indonesia sendiri, mulai muncul pada tahun 1980 dengan
berdirinya “Specavina” oleh Norman Edwin dan Dr. R.K.T. Ko, yang selanjutnya bercabang
menjadi “Gerba Bumi”, yaitu sekelompok penelusur gua yang berkiblat ke petualangan dan olah
raga, serta “Hikespi” yaitu kelompok penelusur gua yang berakibat pada penelitian ilmiah dan
konservasi.

Gua adalah bentukan lorong, sumuran, ruangan yang ada didalam tanah. Menurup IUS
(International Unio of Speleology) berkedudukan di Wina, Australia, gua adalah sebuah ruang di
bawah tanah yang bisa dimasuki oleh manusia.

Ilmu yang mempelajari tentang gua dan lingkungannya disebut speleology. Berasal dari bahasa
Yunani yaitu spelalion = gua, dan logos = ilmu, lingkungan sekitar gua dapat berupa aliran lava
yang membeku, batu pasir (sandstone), batu gamping (karts), gletser dan sebagainya.

Ada juga istilah spelunca (bahasa latin dari gua). Di Indonesia istilah yang paling sering dipakai
adalah penelusuran gua (caving) tanpa merujuk tujuannya masuk gua.

Pengetahuan Tentang Gua

Menurut proses terbentuknya, gua dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Gua Lava, yaitu gua yang terbentuk akibat aktifitas vulkanik dari gunung berapi. Ketika
terjadi letusan, lava yang dimuntahkan mengalir kebawah membentuk alur-alur memanjang.
Ketika bagian atas/permukaan lava sudah membeku, laca yang dibawah permukaan masih
mengalir terus sehingga menimbulkan rongga atau lorong.
2. Gua Littoral, yaitu gua yang terbentuk didaerah tebing pantai, akibat pengikisan yang
dilakukan oleh angin dan gelombang laut.
3. Gua Kapur atau Limenstone, yaitu gua yang terjadi didalam daerah batuan kapur/limenstone,
akibat dari pengikisan air terhadap batuan kapur di dalam tanah. Gua kapur inilah yang menjadi
obyek penelusuran dan ekspoitasi bagi pecinta alam atau penelitian yang tidak habis-habisnya
oleh para ilmuwan. Hal ini disebabkan karena banyak daerah atau kawasan hunian yang
berstruktur batuan kapur, sehingga gua-gua yang ada disekitarnya, bagaimana pun juga
mempunyai pengaruh positif maupun negatif bagi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.
Proses Terjadinya Gua Kapur

Batuan kapur terbentuk dari kalsium karbonat yang tidak mudah larut oleh air. Tetapi air hujan
yang mengandung karbondioksida (hasil penyerapan udara dan tanah) dapat melarutkannya.
Batuan kapur mempunyai karateristik yang khas yaitu banyak retakan-retakan horizontal maupun
vertikal. Dan ketika air hujan masuk ke celah tersebut terjadi pelarutan sehingga celah/retakan
tersebut makin lama makin membesar.

Semua aktifitas diatas terjadi di lapisan bawah tanah dari batuan kapur, disebut zona seturasi,
yaitu zona yang berada di bawah muka air bebas (water table), seturasi berarti daerah itu jenuh
dengan air. Sedangkan water table adalah batas permukaan dari zona seturasi.

Aktifitas pelarutan semakin lama semakin membesar, sehingga timbul lorong vertikal atau
horizontal bahkan ruangan yang semuanya terisi air, dan pada beberapa tempat mereka saling
bertemu sehingga membentuk suatu jaringan. Pada suatu waktu, water table turun akibat adanya
pergerakan bumi, sehingga lorong-lorong tersebut menjadi gua-gua yang kering (dry caves),
dimana air masih ada/mengalir. Pada beberapa tempat menjadi kolam ataupun sungai di bawah
tanah.

Setelah tahapan di atas, gerakan bumi yang terjadi serta erosi yang dilakukan air bawah tanah
dan proses air hujan melalui retakan di sepanjang dinding gua, merubah bentuk dan struktur gua.
Kemudia beberapa bentuk khas dari gua mulai terjadi, antara lain :

1. Stalaktit, yaitu ornamen gua yang membetuk ujung tombak memanjang dan meruncing ke
bawah, menempel pada atap gua. Ini terjadi karena air yang mengandung larut yang tinggi
menetes melalui titik kecil pada atap gua. Sebelum air menetes jatuh, mengalami penguapan
sehingga larutan kapur yang terkandung di dalamnya menempel pada atap gua dan proses ini
berjalan terus-menerus hingga akhirnya menjadi bentukan yang menyerupai pipa kecil dengan
lubang straw. Pada tahap tertentu terjadi penyumbatan pada lubang-lubang sehingga air tidak
lagi mengalir melalui ujung pipa tersebut, tetapi kembali merembes melalui pangkal pipa dan
melewati bagian luar pipa menuju ujung pipa kembali dan menetes ke bawah. Akhirnya, bagian
luar dari daerah pangkal pipa paling banyak mendapat tumpukkan atu tempelan larutan kapur,
sehingga timbul bentukkan yang menyerupai kerucuk terbalik (stalaktit).
2. Stalakmit, terbentuk dari proses terjadinya stalaktit. Ketika air menetes jatuh ke lantai gua,
terjadi penguapan air, maka timbul penumpukkan larutan kapur yang membetuk kerucut
memanjang dan meruncing ke atas.

Stalaktit dan stalakmit yang ujung-ujungnya menyatu, menyerupai pilar/tiang disebut Column.

3. Drapery/korden, proses terjadinya hampir sama dengan stalaktit, hanya saja perembesannya
terjadi pada sebuah celah (crack) yang memanjang pada atap gua, sehingga bentukan yang
tumpul menyerupai tirai-tirai seperti korden jendela yang menggantung pada atap menuju ke
bawah dengan lekukan-lekukannya.

4. Flowstone, terjadi karena penumpukkan larutan kapur pada celah memanjang yang horizontal
pada dinding gua, sehingga membentuk satu gundukan berbentuk separuh bola yang
permukaannya/lapisan luarnya seperti air mengalir.

5. Gourdam (dam), bentuknya seperti kolam kecil yang saling menyambung dan menumbuk
sehingga membentuk jaringan persis daerah persawahan. Terjadi karena permukaan dari lantai
gua tidak rata, sehingga pada suatu tempat kapur yang terlarut air mengalir ke dasar gua
terhambat dan membentuk dinding sesuai dengan alur lantai yang menahannya dan terjadi secara
berulang-ulang.

6. Helektite, yaitu bentuk stalaktit yang aneh karena bisa bercabang sejajar dengan atau gua,
bahkan pertumbuhannya kadang tidak ke bawah tetapi ke atas menuju atap seperti melawan daya
tarik bumi (gravitasi). Ada beberapa teori yang muncul tentang terbentuknya helektite, sebagai
berikut :

1). Pada tekanan udara tertentu pertumbuhan menjadi horizontal arahnya.

2). Angin membuat pertumbuhan tidak vertikal ke bawah.

3). Ada beberapa molekul tertentu maupun bakteri yang mempengaruhi pertumbuhan.

Habitat Gua

Semua makhluk yang menghabiskan sebagian atau seluruh hidupnya di dalam gua disebut
troglodyte. Habitat troglodyte berdasarkan kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan
komunitasnya dapat dibagi menjadi empat zon, yaitu :

1. Zona terang, daerah yang merupakan mulut gua, cahaya masih sama seperti di luar gua.
2. Zona senja, merupakan daerah di dalam gua dimana tumbuhan hijau masih bisa tumbuh.
Cahaya pada daerah ini pada senja hari.
3. Zona gelap dengan suhu berubah, merupakan daerah gelap total yang dicirikan dengan suhu
dan kelembaban yang masih bisa berubah setiap saat sesuai dengan perubahan keadaan cuaca
luar.
4. Zona gelap dengan suhu tetap, merupakan daerah yang terjauh dari mulut gua dengan suhu
dan kelembaban yang selalu tetap.

Binatang dalam gua dapat dibagi menjadi tiga macam kelompok, yaitu :
a. Troglopile, yaitu binatang yang menyukai kegelapan, tetapi masih mencari makan di gua
tersebut. Contohnya ; kelelawar dan burung walet. Sekalipun tempat tinggal mereka sudah
termasuk dalam zona gelap total, tetapi fluktuasi suhu dan kelembaban masih konstan. Jadi
troghopile memanfaatkan gua sebagai tempat tinggal dan tempat berlindung.

b. Trogloxine, yaitu binatang yang hanya secara kebetulan ada didalam gua, karena sebenarnya
binatang itu asing bagi kehidupan gua tersebut. Contohnya ; musang, ular, dan sebagainya.
Binatang ini biasanya terdapat pada mulut gua sampai zona senja.

c. Troglobion, yaitu binatang yang seluruh siklus kehidupannya sudah dilakukan di dalam gua,
sehingga memiliki sifat yang berbeda dengan binatang sejenisnya di permukaan tanah.
Contohnya ; seekor ikan yang sudah sekian lama hidup dan berkembang biak dalam gua pada
zona tertentu mengalami perubahan fisik menjadi tidak berpigmen, penglihatan tidan berfungsi
dan alat peraba menjadi lebih telanjang. Hal demikian dapat terjadi setelah melalui waktu yang
lama dan habitanya sudah benar-benar terisolasi dari pengaruh luar.

Menagement Penelusuran

Management penelusuran terbagi dalam beberapa tahapan, sebagai berikut :

1.Sebelum penelusuran
a. Non teknis
 Pengumpulan data dan informasi mengenai gua
 Perajinan dan surat jalan yang dibutuhkan

b. Teknis
 Perlengkapan/logistik yang dibutuhkan
 Jumlah personil yang memadai (minimal 3 orang)
 Meninggalkan pesan kepada orang lain tentang pelaksanaan kegiatan

2. Selama penelusuran
Ada pembagian tugas dan wewenang dalam team selama kegiatan berlangsung sehingga
terkoordinir dengan baik.

3. Setelah penelusuran
 Cheeking peralatan
 Perawatan peralatan
 Evaluasi kegiatan
 Pembuatan laporan kegiatan
Perlengkapan Penelusuran Gua

Perlengkapan/peralatan penelusuran gua dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Perlengkapan pribadi (personal equipment), berupa :


a. Pakaian, terbuat dari bahan yang tembus air tetapi mudah menguap bila basah, untuk menjaga
suhu tubuh agar tidak terlalu berbeda dengan suhu lingkungan. Pakaian yang ideal digunakan
adalah coverall/wervak.
b. sepatu, biasanya digunakan sepatu boot, karena medan yang dihadapi biasanya berlumpur.
c. Helm boom, untuk menjaga/melindungi kepala dari runtuhan atau antukkan batu.
d. Survival kit, berbeda dengan survival kit di gunung hutan karena yang dikhususkan pada
perlengkapan ini adalah bagaimana menghadapi keterbatasan di gua. Biasanya diutamakan
adalah cahaya, logistik serta obat-obatan, baru menyusul lainnya.
e. Single Rop Technique (SRT), merupakan teknik untuk melintasi lintasan vertikal yang berupa
satu lintasan tali. Tekni ini mengutamakan keselamatan dan kenyamanan saat penelusuran gua
vertikal. Dalam pelaksanaannya digunakan alat berupa SRT set yang terdiri dari :

-Seat harness, digunakan untuk mengikat tubuh yang dipasang pada pinggang dan paha.

- Ascender, digunakan untuk naik atau memanjat lintasa. Ascender dibedakan menjadi hand
ascender digunakan untuk dipegang di tangan dan chest ascender digunakan untuk diikatkan di
dada.

-Descender, digunakan untuk menuruni lintasan. Ada beberapa macam descender, tetapi
umumnya yang sering digunakan adalah capstand. Ada dua jenis capstand, yaitu simple stop
descender (bobbin/non auto stop) dan auto stop descender.

-Mailon Rapid (MR), ada dua macam, yaitu Delta MR (besar), digunakan menyambung (dua
loop) sent harness, ada dua bentuk yaitu Delta dan Semi Cireular. Dan Oval MR (kecil),
digunakan untuk menyambung chest ascender dengan Delta MR atau Semi Circular MR.

-Chest harness, digunakan untuk mengikatkan seat harnes dengan dada, biasanya menggunakan
weebing.

-Cowstail, dibuat dengan tali dinamik dan simpul dengan salah satu cabangnya lebih pendek.
Cabang yang pendek digunakan sebagai pengaman saat akan mulai/selesai melintasi tali atau
berpindah lintasan. Cabang yang panjang digunakan untuk menghubungakan hand ascender
dengan tubuh. Pada kedua ujung cowstail dipasang carabiner no screw.

-Foot loop, digunakan untuk pihakan kaki dan dihubungkan dengan ascender. Ada beberapa
bentuk foot loop yang biasa digunakan, yaitu single foot loop, double foot loop dan stirup.
Perlengkapan Tim (team equipment), berupa :

a. Tali, digunakan sebagai lintasan yang akan dilalui, biasanya menggunakan karmantel rop jenis
static rop yang mempinyai kelenturan 8 – 12 %.
b. Carabiner, digunakan sebagai pengait atau penghubung.
c. Webbing (sling), digunakan sebagai penghambat terhadap anchor.
d. Pengaman sisip, digunakan sebagai anchor bila tidak menemukan tambatan alam (natural
anchor), dapat berupa chock, hexentric, frien.
e. Piton atau paku tebing, fungsinya sama dengan pengaman sisip yaitu sebagai anchor.
f. Driver atau hand drill, seabgai bor batuan.
g. hammer, fungsinya sebagai palu.
h. Spit, pengaman yang ditanam ke batuan dan dapat dilepas kembali.
i. Hanger, dihubungkan dengan spit yang telah tertanam. Jenisnya adalah plate, ring, twist,
cloen, asimetric.
j. Tas, biasanya digunakan tackle bag yang terbuat dari bahan yang kuat dan berbentuk simpel..
k. Ladder atau tangga tali, digunakan sebagai lintasan manakala lintasan yang ada tidak terlalu
dalam.

Perlengkapan Tim

1. Tali
Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus mempunyai karakteristik sebagai berikut
: kuat, memiliki daya tahan terhadap gesekan, daya lentur kecil dan dapat menyerap kejut.
Speleo rope memenuhi syarat ini. Biasanya, spleleo rope yang dipakai berdiameter 9,5 mm
sampai 11 mm.
Pemeliharaan :

Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan dari asam (acid), alkali, hindarkan dari kemungkinan
gesekan dengan batu, atau gunakan “rope pad” (alas tali). Cucilah tali setelah digunakan, tetapi
jangan memakai sabun, pakailah sikat halus. Jemur tali di tempat teduh da berangin, jangan
sekali-kali menjemur di panas matahari.

2. Webbing

Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-
lain.

3. Perlengkapan lainnya

Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali (rucksack, tackle bag), juga
untuk membawa perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti lampu batre, lampu karbit, atau
lainnya. Sebaiknya membawa batre atau karbit cadangan. Untuk membawa karbit dapat
digunakan ban dalam mobil atau motor.

Untuk mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus.

Tali Temali (Knots)

Merupakan pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh penelusur gua. Simpul-simpul yang
biasa digunakan di dalam penelusuran gua, yaitu:

1. Bowline

Digunakan untuk membuat anchor karena sifatnya yang semakin mengikat apabila mendapat
beban. Bowline juga digunakan dalam teknik rescue. Waktu membuat simpul ini, ujung tali
harus overhand knot.

gambar 9. Bowline dan Figure of 8

2. Figure of eight

Merupakan simpul yang paling penting karena sering digunakan. Mudah membuatnya dan
melepaskannya. Dipakai untuk membuat anchor, sebagai tali belay dan untuk menyambung tali.

3. Tape knot

Simpul ini digunakan untuk menyambung webbing dengan menggabungkan kedua ujungnya.
Tidak ada simpul lain untuk keperluan tersebut.

4. Butterfly knot

Berfungsi untuk mengikat tali yang patah sehingga tidak terbeban. Simpul ini untuk tali dengan
beban vertikal.

5. Prusik knot

Untuk prusikking (naik tali dengan bantuan prusik)

gambar 10. Tape Knot dan Prusik Knot

IV.2.3 Sistim Anchor

Anchor merupakan sebuah “titik keamanan”. Anchor yang baik, menjamin keselamatan
penelusur gua, saat menuruni sumuran (potholing) maupun pada saat kembali naik. Dalam
verical caving dikenal sistim “back up” dengan menggunakan beberapa titik (point). Selain untuk
keamanan juga agar tali tergantung bebas (hang belay) , guna menghindari gesekan batu.

Kegunaan lain anchor adalah , untuk membelay dan untuk keperluan tertentu, seperti hauling,
lowering, rescue dll.

Ada dua macam sistim anchor, yaitu :

1. Anchor Alam (Natural Anchor)

Natural Anchor relatif sangat kuat, dengan memanfaatkan batu, pohon dan lain-lain. Caranya
dengan melingkarkan sling pada batu atau pohon. Dapat juga langsung menggunakan tali,
dengan simpul bowline.

2. Artificial Anchor

Dinding gua biasanya tidak mempunyai rekahan, polos dan licin. Karenanya dibuat anchor
buatan. Dalam vertikal caving, dapat menggunakan ‘bolt’, sedangkan piton dan chock jarang
digunakan. Dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan :

-Posisi Anchor : Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan batu

-Periksa keadaan dinding gua sebelum dipasang anchor, dengan cara mengetukkan hammer ke
dinding gua. Bunyi gaung yang hampa menandakan batu yang rapuh.

Abseiling (teknik menuruni tali)

Dengan sistem SRT, teknik menuruni menjadi sangat mudah dan nyaman, dibandingkan dengan
penggunaan tangga gantung yang rumit. Yang harus diingat ialah ketika melakukan SRT badan
kita harus selalu berada dalam kondisi aman, dalam artian ada paling tidak satu buah pengaman
yang menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal ini, pengaman yang paling terakhir dilepas dan
paling awal dipasang adalah Cow’s Tail.

Cara menuruni tali :

Pertama pasang cow’s tail pada back up belay, kemudian pasang tali pada descender. Setelah
descender terpasang, lepaskan cow’s tail dan lakukan abseiling. Tangan kiri pada descender,
sedangkan tangan kanan memegang tali bawah sebagai kontrol laju pada waktu turun.
Kecepatan waktu abseiling sebaiknya konstan, jangan terlalu cepat atau tersendat-sendat selain
berbahaya juga akan merusak tali. Untuk mengurangi laju percepatan gunakan carabiner untuk
menambah friksi. Carabiner ini dikaitkan pada main attachment. Sebelum melakukan abseiling,
jangan lupa membuat simpul pada ujung tali.

Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend)

Seringkali pada saat penelusuran gua harus memasang anchor lebih dari satu. Untuk dapat
melewati anchor waktu turun atau naik, diperlukan pengetahuan atau teknik pindah anchor.

Teknik pindah atau melewati anchor :

- Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender sejajar dengan anchor.
- Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail panjang pada hang
belay, buka descender yang sudah bebas beban.
- Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop.
- Lanjutkan abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer.

Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend)

Kadang-kadang tali yang digunakan untuk menuruni gua tidak cukup panjang dan harus
disambung dengan tali lain agar dapat mencapai dasar.

Teknik melewati sambungan :

- Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali


- Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight
- Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu jauh atau terlalu dekat
- Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci
- Buka croll, dengan bantuan foot loop
- Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer.

IV.2.5 Prussiking (teknik menaiki tali)

Yaitu bagaimana supaya penelusur gua dapat tiba kembali ke permukaan. Dalam vertikal caving,
telah dikembangkan berbagai teknik memakai tali dengan kelemahan dan kelebihannya.

Ada dua system, yaitu :

1. Rope Walking System


Ciri utama dari sistim ini adalah kedua kaki diikat pada ascender yang terpisah, sehingga setiap
kaki dapat bergerak dengan bebas. Gerakan yang terlihat seperti seorang yang sedang menaiki
tangga. Semakin tegak badan seseorang, semakin efisien sistim ini berjalan. Rope walking
system terdiri dari Floating system, Basis Mitchell system, Pigmy system dan gabungan
ketiganya.

gambar 13. sit-stand system

2. Sit-stand system

Berbeda dengan rope walking system, pada sistim ini tidak menggunakan dua ascender, tetapi
cukup hanya satu ascender. Kedua kaki bergerak bersama, sehingga beban ditopang bersama.
Keuntungannya kaki tidak cepat capai dan mudah untuk istirahat. Sit stand system terdiri dari
frog system, inchworm system, texas system dan a one ascender prusik system. Dari keempat
sistim, frog system paling sering digunakan karena efisien dan aman.

Frog system menggunakan satu jummar dan chest jammer croll di dada. Tangan kanan
mendorong jumar ke atas, sehingga kedua kaki dalam foot loop berada dalam posisi terlipat.
Pada posisi berdiri, croll ikut bergerak ke atas, sampai berada di bawah jummar. Demikian
seterusnya.

Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)

Seperti pada abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda. Teknik
melewati anchor :

- Pasang cow’s tail pada anchor


- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas anchor berdiri
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.

Pindahan sambungan (passing a knot in the ascend)

- Pasang cow’s tail pada ‘safety loops’ figure of eight knot.


- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan.
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.

V. KEMUNGKINAN KECELAKAAN YANG TERJADI


Sebagian besar kecelakaan yang terjadi di dalam gua, berasal dari kesalahan si penelusur sendiri.
Dalam keadaan yang sangat gelap sering kali seorang penelusur melakukan kesalahan dalam
menaksir jarak, sehingga sebuah lubang yang cukup dalam, terlihat dangkal. Tipuan ini
menyebabkan ia merasa mampu untuk meloncat ke dalam lobang tersebut. Etikanya tidak
diperkenankan melakukan lompatan apapun di dalam gua.

Tertimpa batu, merupakan kejadian yang sering terjadi, karena runtuhan alami akibat rapuhnya
dinding gua atau akibat ketidaksengajaan si penelusur gua yang menyebabkan jatuhnya batuan
dan menimpa penelusur lain. Helm menjadi wajib dikenakan untuk melindungi kepala.

Jenis kecelakaan yang lain, akibat buruknya atau tidak memenuhi syarat perlengkapan yang
dipakai, misalnya tali putus, ascender tidak berfungsi. Oleh karena itu perawatan dan
pemeliharaan alat-alat setelah digunakan mutlak dilakukan. Jangan ragu-ragu untuk memotong
tali pada bagian yang terkoyak akibat gesekan, misalnya.

Bahaya banjir merupakan faktor penyebab utama kecelakaan lainnya. Demikian pula faktor suhu
udara yang dingin, perlu diperhatikan terutama pada saat melakukan eksplorasi di gua yang
basah.

Kejadian-kejadian di atas bukan tidak mungkin untuk dihindari, semuanya tergantung dari
persiapan dan pengalaman yang dimiliki oleh penelusur gua.
Teknik Penelusuran Gua
1.Gua Horizontal

Medan pada gua horizontal sangat bervariasi, mulai pada lorong-lorong yang mudah ditelusuri
sampai lorong yang membutuhkan teknik khusus untuk melewatiya.

. Lumpur

Untuk lorong yang berlumpur dapat dilewati dengan berjalan biasa bila lumpurnya tidak terlalu
tebal. Bila lumpurnya tebal, misal sedalam lutut atau lebih, dapat dilalui dengan posisi seperti
berenang. Dengan posisi ini akan lebih mudah bergerak dan menghemat tenaga.

. Air

Dilorong yang berair, terutama gua yang belum pernah dimasuki dibutuhkan fasilitas pendukung
untuk bisa melewatinya karena kedalaman air tidak diketahui, demikian juga kondisi di bawah
permukaan air. Untuk keselamatan sebaiknya semua anggota team dibelay atau juga dengan
moving together dimana semua anggota team terhubung dengan tali. Pada kondisi tertentu, bila
dibutuhkan dan dimungkinkan dapat memakai pelampung atau perahu karet.
Untuk lorong yang sempit dan hampir semua terpenuh air dapat dilewati dengan teknik ducking,
yaitu kepala menengadah dan kaki sebagai peraba medan di depan. Ini dilakukan agar bila ada
perubahan medan secara drastis, si penelusur masih dapat mundur.

Pada lorong yang selurunya terisi air (sump), untuk melaluinya harus dengan menyelam (diving).
Penyelamatan di gua (cave diving) sangat berbahaya dan memiliki ratio kematian 60 %. Dengan
ratio sebesar ini sebaiknya tidak meneruskan penelusuran bila peralatan tidak standar.

Pembagian team untuk melewati medan air juga harus disesuaikan, misalnya leader tidak boleh
membawa beban berat karena harus membuat lintasan dan mempelajari kondisi medan.

Climbing

Teknik climbing juga sering digunakan dalam penelusuran gua. Misalnya bila kita menemui
water fall, waktu lintasa (rigging), melewati calcite floor atau oolith floor.

Gua Vertikal

Single Rope Technique (SRT) adalah teknik untuk melewati lintasan vertikal, yang berupa atau
satu lintasan tali. Tekni ini digunakan untuk menelusuri gua-gua vertikal. Ada beberapa jenis
teknik SRT seperti Texas System, Rope Walker System, Mitchele System, Floating Cam System,
Jumar System, Fro Rig dan lain-lain. Namun di Indonesia khususnya di Yogyakarta memakai
sistem frog rig, adapun peralatan yang digunakan dalam sistem ini, yaitu seat harness, ascender
(hand ascender dan chest ascender), descender, mailon rapid (MR), chest harness, cowstail, foot
loop dan kermantle rope.

Pengorganisasian SRT set pada sistem ini yaitu seat harness dihubungkan dengan MR delta atau
semu circular, didalam MR dirangkaikan peralatan lainnya, palang kiri cowstail yang
dihubungkan dengan jummar (hand ascender) dan foot loop pada cabang yang panjang, oval MR
dihubungkan dengan chest ascender terus descender, dan paling kanan carabiner bebas sebagai
pengatur laju tali yang melalui descender.

Karena lorong vertikal tidak merata dan berbeda-beda, maka untuk keselamatan dan kemudahan
saat melewati lintasan, maka ada beberapa variasi lintasan sebagai konsekuensinya, yaitu :

1. Lintasan lurus, yaitu lintasan yang mulus ke bawah tanpa ada gesekan lintasa dengan dinding
gua.
2. Lintasan intermediate, bertujuan untuk menghilangkan gesekan tali dengan dinding gua,
dengan membuat anchor pada titik gesekan.
3. Lintasan deviasi, berguna untuk menghilangkan friksi tali dengan dinding gua, dibuat dengan
cara menarik tali kearah luar gesekan.
4. Lintasan sambungan, dipakai pada lintasan dimana satu buah tali terpaksa disambung untuk
mencapai dasar picth.
Bahaya Penelusuran Gua

Kegiatan penelusuran gua adalah aktifitas yang mengandung resiko tinggi (right risk activity).
Hal itu disebabkan karena gua mempunyai medan yang berbeda dengan yang kita hadapi sehari-
hari. Bahaya penelusuran gua dapat dibagi menjadi :

1. Antroposentrisme, yaitu bahaya terhadap manusia (penelusur gua). Dapat disebabkan oleh
faktor :
1. Faktor manusia, bahaya ini dapat berupa tergelincir, terjatuh, terantuk, kejatuhan, tersesat,
tenggelam, kedinginan, dehidrasi, gigitan binatang berbisa, dan lain-lain.
2. Perlatan yang digunakan, setiap penelusur gua harus terampil dalam penguasaan dan
penggunaan alat. Pemakaian peralatan merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan setiap
penelusur gua. Karena pemakaian peralatan dengan cara yang salah selain merusak alat tersebut,
juga bisa berakibat fatal. Ini sangat berbahaya mengingat penelusur gua sangat tergantung pada
alat. Pemasangan pengamanan atau beban yang berlebihan juga harus diperhatikan oleh
penelusur gua.
3. Faktor gua, dapat menimbulkan bahaya karena kemungkinan yang tak terduga seperti
runtuhan atap/dinding karena gempa, juga karena adanya gas beracun dalam gua tersebut.

1. Speleosentrisme, yaitu bahaya terhadap gua yang disebabkan oleh manusia (penelusur gua).
Diakui atau tidak, kegiatan penelusuran gua bagaimana pun juga akan memberikan kerusakan
terhadap gua itu sendiri, kerusakannya dapat berupa rusaknya ornamen-ornamen yang ada dalam
gua, terganggunya biota dalam gua dan lain sebagainya. Tinggal bagaimana komitmen dari para
penelusur gua untuk dapat meminimal terjadi kerusakannya tersebut.

Kecelakaan lain yang sering terjadi adalah keracunan atau kekurangan oksigen (hipoksia).
Tanda-tanda kadar oksigen :

1. a. 20 % : udara normal
2. b. 16 % : lilin tidak menyala
3. c. 15 % : pada raut muka terdapat gejala hipoksia
4. d. 12 % : hipoksia serius
5. e. 8 – 10 % : lampu karbit tidak menyala
6. f. 7 – 8 % : kesadaran menurun drastis diikuti kematian

Kekurangan oksigen biasanya terjadi dilorong-lorong sempit, ducking, juga sump. Pemakaian
obor dan lampu petromak tidak dianjurkan karena menambah kadar karbondioksida (CO2). Gas
CO sangat menghantui para cavers karena cepat mematikan, disamping itu tidak berbau dan
tidak berwarna.

Gas CO dapat timbul akibat peledakan dinamit dan penyalaan api unggun pada gua, ketika
bernafas dapat menghisap asap diluar gua. Beberapa macam gas didalam gua, diantaranya :
1. Gas Nitro, menyebabkan bibir dan kulit kebiruan, nyeri pada kepala dan tekanan darah
menurun drastis. Gas ini tidak berwarna hitam dan tidak berbau.
2. Gas Sulfur, terdapat pada daerah gunung berapi (gua lava), berbau seperti telur busuk dan
tidak berwarna. Dapat diatasi dengan masker industri atau bauan kopi.
3. Udara gua yang penuh debu, membuat sesak nafas, sakit saat bernafas dan batuk kering. Dapat
diatasi dengan masker, biasanya terdapat pada gua-gua yang kering atau gua-gua yang tidak aktif
lagi pembentukkannya.
4. Udara gua yang mudak meledak atau terbakar, gas metan, gua ini sangat berbahaya jika
menggunakan lampu karbit atau korek api.

1. Kode Etik Penelusuran Gua


2. Setiap penelusuran gua menyadari bahwa gua merupakan lingkungan yang sangat sensitif dan
mudah tercemar, karena itu penulusur gua harus :
a. Tidak mengambil sesuatu kecuali potret (take nothing but pictuter)
b. Tidak meninggalkan sesuatu kecuali jejak (leave nothing but footprint)
c. Tidak membunuh sesuatu kecuali waktu (kill nothing but time)
3. Setiap penelusur gua sadar bahwa setiap bentuk alam didalam gua, terjadi dalam waktu ribuan
tahun.
4. Setiap usaha merusak gua, mengambil/memindahkan sesuatu dari dalam gua tanpa tujuan yang
jelas dan ilmiah selektif akan mendatangkan kerugian yang tidak dapat ditebus. Setiap menelusuri
gua dan menelitinya diusahakan seefektif dan seefesien mungkin.
5. Dalam hal menelusuri gua para penelusur tidak memandang rendah keterampilan dan
kesanggupan sesama penelusur. Penelusur dianggap melanggar etika bila memaksakan dirinya
untuk melakukan tindakan-tindakan yang diluar batas kemampuannya.

Anda mungkin juga menyukai