Pendahuluan
Olah raga rock climbing semakin berkembang pesat pada tahun-tahun terakhir ini di Indonesia. Kegiatan
ini tidak dapat dipungkiri lagi sudah sudah merupakan kegiatan yang begitu diminati oleh kaula muda
maupun yang merasa muda ataupun juga yang selalu muda.Pada dasarnya, rock climbing adalah teknik
pemanjatan dapat dijadikan tebing batu yang memanfaatkan cacat batu tebing (celah atau benjolan)
yang pijakan atau pegangan untuk menambah ketinggian dan merupakan salah satu cara untuk
mencapai puncak. Ciri khas rock climbing adalah prosedur dan perlengkapan yang digunakan dalam
kegiatan, juga prinsip dan etika pemanjatan.Rock Climbing bukan hanya menjadi komoditi industri olah
raga dan petualngan saja. Tetapi aplikasinya juga telah menjadi komoditas industri-industrilainnya
seperti wisata petualangan,outbound training,entertaiment,iklan dan film,serta industri-industri lainnya
yang membutuhkan jasa ketinggian.Oleh karena itu perlu ilmu rock climbing yang sangat mendasar
sebagai acuan yang kuat diri dan dunia rock climbing itu sendiri.
Pada awalnya rock climbing lahir dari kegiatan eksplorasi alam para pendaki gunung
dimana ketika akhirnya menghadapi medan yang tidak lazim dan memilik i tingkat
kesulitan tinggi,yang tidak mungkin lagi didaki secara biasa (medan vertical dan tebing
terjal).Maka dari itu lahirlah teknik rock climbing untuk melewati medan
yang tidak lazim tersebut dengan teknik pengamanan diri (safety procedur).Seiring
dengan perkembangan zaman rock climbing menjadi salah satu kegiatan petualangan dan
pimpinan Anthoine de Ville yang mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097 mdpl)
di kawasan Vercors Massif pada tahun 1492. Tidak jelas benar tujuan mereka, tetapi yang
jelas, beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik turun tebing-tebing batu di
pegunungan Alpen diketahui adalah para pemburu Chamois (sejenis kambing gunung).
Jadi pemanjatan mereka kurang lebih dikarenakan oleh faktor mata pencaharian.
Pada tahun 1854 batu pertama zaman keemasan dunia pendakian di Alpen diletakan oleh
Alfred Wills dalam pendakiannya ke puncak Wetterhorn (3708 mdpl). Inilah cikal bakal
pendakian gunung sebagai olah raga. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya barulah
bumi.Lalu pada tahun 1972 untuk pertama kalinya panjat dinding masuk dalam jadwal
olimpiade, yaitu didemonstrasikan dalam olimpiade Munich.Baru pada tahun 1979 olah
raga panjat tebing mulai merambah di Indonesia. Dipelopori oleh Harry Suliztiarto yang
memanjat tebing Citatah, Padalarang. Inilah patok pertama panjat tebing modern di
Indonesia.
1. Face Climbing
Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau rongga yang
memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki pemula biasanya
pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan yang
salah. Tangan manusia tidak bias digunakan untuk mempertahankan berat badan
dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat melelahkan
tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini
(tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik.
dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan cukup
untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh dengan membebani
bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan
pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.
3. Fissure Climbing
Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolah-olah
berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan, dikenal
teknik-teknik berikut.
Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar.
Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan
masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki
menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua
bersamaan dengan kedua kaki yang mendorong dan menahan berat badan.
Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies). Caranya
dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah
tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan
kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung
miring sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang
kemudian
Free Climbing
Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik
adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan adanya
keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosedur yang
benar. Pada free climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh.
Free Soloing
dahulu segala gerakan, baik itu tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya
orang akan melakukan free soloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada
lintasan yang sama. Resiko yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali,
sehingga hanya orang yang mampu dan benar-benar professional yang akan
melakukannya.
Atrificial Climbing
Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor,
stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena da lam pendakian sering
sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan
Sistem Pendakian :
1. Himalaya Sytle
Sistem pendakian yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai
sasaran (puncak) diperlukan waktu yang lama. Sistem ini berkembang pada pendakian-
pendakian ke Pegunungan Himalaya. Pendakian tipe ini biasanya terdiri atas beberapa
kelompok dan tempat-tempat peristirahatan (base camp, fly camp). Sehingga dengan
berhasilnya satu orang dari seluruh team, berarti pendakian itu sudah berhasil untuk
seluruh team.
1. Alpine Style
tujuan bahwa semua pendaki harus sampai di puncak dan baru pendakian
dianggap berhasil. Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat karena para pendaki
tidak perlu lagi kembali ke base camp (bila kemalaman bias membuat fly camp
Teknik ini digunakan untuk menuruni tebing. Dikategorikan sebagai teknik yang
2. Menggunakan gaya berat badan dan gaya tolak kaki pada tebing sebagai
3. Menggunakan salah satu tangan untuk keseimbangan dan tangan lainnya untuk
mengatur kecepatan
1. Body Rappel
Menggunakan peralatan tali saja, yang dibelitkan sedemikian rupa pada badan.
Pada teknik ini terjadi gesekan antara badan dengan tali sehingga bagian badan
Modifikasi lain dari brakebar adalah descender (fi gure of 8). Pemakaiannya
hampir serupa, dimana gaya gesek diberikan pada descender atau brakebar.
3. Sling Rappel
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, dan tali. Cara ini paling banyak
dilakukan karena tidak memerlukan peralatan lain, dan dirasakan cukup aman.
Menggunakan tali yang dibelitkan pada kedua tangan melewati bagian belakang
usahakan posisi badan selalu tegak lurus pada tebing, dan jangan terlalu cepat
turun. Usahakan mengurangi sesedikit mungkin benturan badan pada tebing dan
pastikan
bawah, sehingga apabila ada batu atau tanah jatuh kita dapat
peralatan lainnya.
Peralatan Pemanjatan
1. Tali Pendakian
jenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA, suatu badan yang
dianjurkan sekitar 50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih dapat
berkomunikasi. Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi sekarang
ada yang berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm.Ada dua macam tali pendakian
yaitu :
Static Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fari berat
maksimum yang diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hijau.
Dynamic Rope, tali pendakian yang kelenturannya mencapai 5-15 % dari berat
2. Carabiner
Adalah sebuah cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate yang
3. Sling
Sling biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe. Fungsi sling antara
lain :
sebagai penghubung
Mengurangi gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang
terpasang.
4. Descender
5. Ascender
Berbentuk semacam catut yang dapat menggigit apabila diberi beban dan membuka bila
dinaikkan. Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali.
Alat pengaman yang dapat menahan atau mengikat badan. Ada dua jenis harnes :
paha.Harnes ada yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah
langsung
7. Sepatu
Sepatu yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang kuat.
Sepatu yang tidak lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot.
Cocok digunakan pada tebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil.
8. Anchor (Jangkar)
Tali pendakian dimasukkan pada achor, sehingga pendaki dapat tertahan oleh
Artificial Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada
tebing oleh si pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain. Mengetahui
perbedaan antara; nuts dan cams, friends dan carabiner, dan lainnya
tidak terjatuh. Banyak jenis yang biasa dipakai,yang paling sering dipakai adalah ATC,
Spring Loaded Camming Device (SLCD) atau biasa disebut cam ataufriends
seorang aerospace engineer yang senang manjat pada tahun 1973. Jika ditarik, ujungnya
Carabiner
Ada banyak jenis carabiner, setiap jenis memiliki fungsi tersendiri dalam
anchor pada top roping dan juga dipakai oleh belayer. Carabiner D atau Oval dan Snap
(Snapring) digunakan untuk keperluanlain seperti untuk dipakai bersama dengan cam dan
draw.
Adalah pasangan webbing atau sling dengan dua buah carabiner jenis snapring, dipakai
sebagai alat proteksi di tebing.
Hexes
sama dengan cam, berharga lebih murah, tetapi lebih sulit dalam penempatannya di celah
Nuts
Nuts adalah peralatan proteksi yang paling banyak dipakai olehpemanjat tebing,
lebih murah.
Tricams
sama dengan nuts. Pemakaiannya relatif sulit, tidakdianjurkan dipakai untuk pemula.
Prosedur Pemanjatan
3.
berikutnya.
Untuk belayer, memasang anchor dan merapikan alat-alat (tali yang akan
4. Bila belayer dan leader sudah siap memulai pendakian, segera memberi aba-aba
pendakian.
5. Bila leader telah sampai pada ketinggian 1 pitch (tali habis), ia harus memasang
achor.