Anda di halaman 1dari 3

Tumbuhan Survival

Aktivitas di alam terbuka sering memunculkan situasi darurat. Tersesat, terhadang cuaca
buruk, atau kehabisan bekal. Jangan panik, tumbuhan liar hutan menyediakan aneka
daun, buah, umbi, batang yang bisa dimakan, asalkan kita mengenal ciri-cirinya.

Arbei hutan (Rubus) rasanya menggiurkan. Kalau Anda mengaku pencinta alam yang
doyan menempuh rimba atau mendaki gunung, pasti kenal dengan istilah survival, yaitu
upaya untuk bisa bertahan hidup di alam liar. Pengetahuan survival wajib dikuasai oleh
para petualang untuk menghadapi situasi darurat lantaran kehilangan orientasi atau
kehabisan bekal.

Kiat hidup darurat ini penting, soalnya alam kerap sulit diprediksi perilakunya, walaupun
sejak awal Anda telah mempersiapkan segala sesuatu secermat mungkin. Misalnya peta
lokasi, kompas, global positioning system (alat untuk mengetahui posisi sesaat dengan
bantuan satelit), alat komunikasi (HT, HP), bekal, dan obat-obatan.

Dengan pengetahuan survival yang andal, Anda seperti mempunyai jurus pamungkas
yang sewaktu-waktu bisa dikeluarkan di saat posisi terjepit.  Sebagian dari ilmu survival
itu adalah pengetahuan tentang aneka tumbuhan liar yang layak dan aman untuk
dimakan.

Menurut para ahli, 10% dari keseluruhan jenis tumbuhan berbunga di dunia ada di
Indonesia. Artinya kita memiliki kurang lebih 25.000 jenis tumbuhan berbunga. Jika
ditambah dengan tumbuhan tak berbunga dan jamur, maka jumlahnya akan berlipat-lipat.
Dari keseluruhan jenis tumbuhan itu ada yang beracun, ada yang bisa dimakan, dan ada
yang disarankan untuk dimakan.

Tak beracun = dimakan satwa

Untuk mengetahui apakah suatu jenis tumbuhan di hutan aman atau tidak untuk dimakan,
ada beberapa kunci yang bisa dijadikan pegangan.

Tumbuhan yang daun, bunga, buah, atau umbinya biasa dimakan oleh satwa liar, adalah
tumbuhan yang tidak beracun. Jadi kita bisa mengkonsumsinya.  Sementara, tumbuhan
yang berbau tidak sedap dan bisa membuat pusing, serta tidak disentuh oleh binatang liar,
sebaiknya jangan disentuh. Juga tumbuhan bergetah yang membikin kulit gatal,
dianjurkan untuk dihindari.  Buah senggani (Melastoma sp.) boleh dimakan.

Tumbuhan lain yang perlu disingkirkan adalah tanaman yang daunnya bergetah pekat,
berwarna mencolok, berbulu, atau permukaannya kasar. Tanaman dengan daun yang
keras atau liat juga jangan dikonsumsi. Jika mendapatkan tumbuhan kemaduh (Laportea
stimulans) waspadalah lantaran bulu pada daunnya membuat kulit gatal dan panas.
Sementara itu beberapa jenis tumbuhan yang mungkin ditemui di hutan dan dapat
dimakan meliputi beragam jenis. Di antaranya keluarga palem-paleman, misalnya kelapa,
kelapa sawit, sagu, nipah, aren, dan siwalan. Bukan hanya bagian umbutnya (bagian
ujung batang muda dan berwarna putih) yang bisa dimakan, tapi juga buahnya (seperti
kelapa dan siwalan).

Jenis jambu-jambuan yang masuk dalam keluarga Myrtaceae juga banyak dijumpai di
hutan. Ciri-ciri Myrtaceae adalah daunnya berbau agak manis jika diremas.  Bunganya
memiliki banyak sekali benang sari dengan buah yang enak dimakan.

Tumbuhan semak dari keluarga begonia juga bisa jadi penyelamat dalam keadaan
darurat. Daun begonia umumnya berbentuk jantung tidak simetris. Beberapa jenis
dijadikan tanaman hias. Bila tangkai daunnya yang masih muda dikupas dan dimakan,
rasanya masam dan sedikit pahit.

Beberapa jenis keladi umbinya bisa dimakan, meski pada jenis lain umbinya
menyebabkan gatal di mulut dan bibir. Untuk itu dianjurkan untuk tidak sembarangan
melahap keladi hutan. Sebaiknya dicoba dulu dalam jumlah kecil.  Hindari makan iles-
iles (Amorphophallus sp.)

Tumbuhan merambat dan melilit di pohon lain, bisa dimakan jika lilitan batang ke arah
kanan (searah dengan jarum jam). Di antaranya gembili (Dioscorea aculeata), gembolo
(Dioscorea bulbifera), ubi rambat. Tapi bila arah lilitannya ke kiri (berlawanan arah
jarum jam) dan batangnya berduri, harus ekstrahati-hati. Jenis yang kedua ini misalnya
gadung (Dioscorea hispida), yang beracun, walau tetap dapat dimakan setelah melalui
proses pengolahan khusus.

Sementara keluarga rumput-rumputan seperti tebu dan beberapa jenis bambu, rebungnya
enak dimakan. Demikian pula pisang hutan bisa langsung dikonsumsi.

Di tempat yang lembap dan tinggi, jenis paku-pakuan tunas dan daun mudanya enak
dimakan. Tumbuhan lain yang buahnya juga bisa dimakan misalnya markisa (Passiflora
sp.). Markisa ini adalah tumbuhan merambat dengan bunga khas.  Beberapa anggota
keluarga sirsak (Annonaceae), misalnya Annona muricata, daging buahnya segar. Buah
lainnya semisal senggani (Melastoma sp.), arbei hutan (Rubus), dan anggur hutan.

Hindari warna mencolok

Selain tumbuhan di atas, jamur juga bisa menjadi dewa penyelamat bila tersesat. Menurut
literatur, sudah ditemukan 38.000 jenis jamur di seantero dunia. Di antaranya ada yang
enak dimakan, tapi sayang, yang tidak boleh dimakan karena beracun lebih banyak lagi.
Tidak heran bila budaya makan jamur yang layak konsumsi konon sudah ada sejak jaman
Mesir Kuno.

Untuk mengetahui jamur itu beracun atau tidak, bisa dilihat dari bentuk, warna, dan
tempat tumbuhnya. Sementara di laboratorium, bisa dilakukan analisis secara kimiawi
maupun dengan hewan percobaan. Tetapi jika sedang dihadapkan pada masalah
mendesak survival di hutan belantara, mustahil bisa pergi ke laboratorium dulu untuk
memastikan apakah jamur yang ditemukan itu beracun atau tidak. Karena itu kita perlu
mengenal jamur-jamur yang biasa dikonsumsi masyarakat.

Untuk menghindari makan jamur liar beracun, perlu diketahui ciri-cirinya.  Yaitu, warna
payungnya gelap atau mencolok misalnya biru, kuning, jingga, merah. Perkecualian
untuk jamur kuping dengan payung coklat yang toh juga dapat dimakan.

Bau tidak sedap lantaran kandungan asam sulfida atau amonia juga sekaligus
menunjukkan jamur tersebut tak layak konsumsi.

Tahukah Anda, beberapa jenis jamur ada yang memiliki cincin atau cawan pada
tangkainya, misalnya jenis Amanita muscaria, dalam bahasa Jawa disebut supa-upas.
Bentuknya seperti payung putih kekuningan, bagian payungnya warna merah bintik-
bintik putih. Awas, racun pada jamur ini tergolong racun kuat.  Beda dengan jamur
merang (Volvariella volvacea), meski mempunyai cincin tetapi bisa dimakan.

Jamur beracun umumnya tumbuh di tempat kotor, misalnya pada kotoran hewan dsb.
Mereka dapat berubah warna jika dipanasi. Jika diiris dengan pisau perak atau digoreskan
pada perkakas perak akan meninggalkan warna biru.  Warna biru ini disebabkan
kandungan sianida atau sulfida, yang beracun.  Sementara nasi akan berwarna kuning jika
dicampur jamur beracun. Petunjuk lain, ia juga tidak dimakan oleh hewan liar.

Repotnya jenis jamur ini juga berbahaya kalau sampai sporanya menempel pada kulit,
karena dapat menyebabkan kulit gatal, bahkan melepuh. Bagaiamana ciri-ciri orang yang
keracunan jamur? Selidikilah, apakah ia pusing, perut sakit terutama ulu hati, mual,
sering buang air kecil, tubuh lemas, pucat?  Jika ia muntah, adakah darah pada
muntahannya? Racun akibat jamur cukup ganas juga, kalau tidak tertolong korban bisa
meninggal setelah 3 - 7 hari.

Sebelum dimakan, tumbuhan liar di hutan sebaiknya dimasak dulu untuk mengurangi
dampak buruk seperti diare dan alergi. Bagaimana kalau sedang coba-coba makan
tumbuhan hutan lantas keracunan? Masih ada upaya menetraliskan. Upayakan untuk
memuntahkannya dengan jalan "dipancing-pancing". Jika sudah muntah minumlah air
kelapa. Pil norit mungkin bisa juga membantu mengurangi kadar racun, kalau ada. (Adi
Mustika - pencinta alam, alumnus Fak. Biologi UGM)

Anda mungkin juga menyukai