PERIMATRIK
Divisi Climbing
Bandung
2013
Bandung 9 Oktober
2013
Divisi
Climbing
Keterangan :
Harnes Harnes
I. PENDAHULUAN
Olahraga memanjat tebing sebenarnya merupakan
bagian dari mountaineering yang majemuk. Namun
demikian pada masa sekarang, belum ada sumber yang
menyebutkan kapan dimulai, panjat tebing seolah-olah
berdiri sendiri. Terlepas dari mounteneering. Maka munculan
para tokoh yang menspesialisasikan pada kegiatan
memanjat tebing semata, antara lain Patrick Edlinger dari
Perancis, ataupun Royal Robins dari Amerika dsb.
Ada Pendatang yang menyatakan bahwa orang yang
melakuakn kegiatan mounteneering harus pula bisa
memanjat tebing. Namun, seorang pemanjat tebing harus
menginjakkan kakinya di puncak gunung. Memang agak
sulit menerima pendapat ini. Apalagi sekarang ini, orientasi
pemanjat tebing bukan hanya lintasan yang sulit namun
sudah berorientasi ke puncak gunung yang bertebing. Maka
sebaiknya hal ini tidak usah dipermasalahkan. Yang jelas,
olahraga panjat tebing harus berkembang sebagai olah raga
mahal, karena nyawa sebagai taruhannya, yang bisa
dilakukan sendiri ataupun bagian dari mounteneering.
Dalam olah raga ini, penemuan lintasan baru
merupakan buah penemuan yang patut dihargai. Tanpa
harus mempersoalkan sulit atau tidaknya lintasan yang
ditemukan. Walaupun, secara umum lintasan baru itu
dianggap mudah, namun terdapat perbedaan yang
menyolok sekali antara si pemanjat yang sedang
menyambung nyawa di lintasan itu dengan orang lain yang
memberikan penilaian terhadap lintasan itu sambil duduk
santai di warung kopi ataupun di teras rumah.
Seperti halnya olahraga lain yang berbahaya maka
pada diri seorang pemanjat tebing juga dituntut keberanian,
ketelitian, kemampuan berpikir, dan bertindak dalam pada
saat kritis, kekuatan fisik yang baik, dan penguasaan
terhadap tehnik yang benar. Tanpa semua aspek tersebut
maka pemanjatan tebing m0erupakan arena bunuh diri
semata.
Betapa bahagianya seorang pemanjat tebing berhasil
melewati lintasan tanpa mendapat cidera sedikitpun.
Barangkali, kebahagiaan ini tidak bisa dianalogikan dengan
kebahagiaan penerjun payung yang berhasil membuka
payung dan menginjak bumi kembali pada sasaran.
Pull-up 5x 2 menit
2. Fungsi Tangan
Fungsi tangan tidak kalah penting daripada kaki. Secara
alami tangan sudah terlatih sejak untuk memegang. Ini
yang memungkinkan tangan lebih cepat dapat dilatih
daripada kaki. Pada latihan, usahakan sebanyak mungkin
menggunakan seluruh jari tangan untuk memegang atau
menekan, karena pada suatu saat kita akan dihadapkan
pada suatu situasi dimana hold atau crack hanya cukup
untuk dua jari. Tanpa latihan yang baik kesulitan ini akan
menghambat gerakan selanjutnya. Selagi memanjat, batasi
jangkauan tangan agar keseimbangan tidak terganggu.
Tentu saja saat kita harus menjangkau hold atau crack yang
cukup jauh. Pada situasi seperti ini bergeraklah dengan hati
hati. Pastikan bahwa pijakan dan pegangan sudah mantap.
Pemula cenderung menggunakan kekuatan tangan untuk
memanjat tanpa memperhatikan pentingnya penempatan
kaki. Meskipun kaki tetap berpijak tetapi biasanya
nagmgang. Apalagi jika pijakannya kecil. Hal ini
disebabkan ketidakyakinan untuk berpijak. Akibat hal ini,
tangan cepat kehabisan tenaga. Yang penting untuk
diperhatikan oleh para pemula pada waktu memanjat ialah
bagaimana menempatkan kaki, pegangan, dan menjaga
keseimbangan agar kelelahan pada tangan dapat teratasi.
a. Handholds
c. Pinchgrip
Pada suatu ketika akan ditemui jenis pegangan yang
untuk memegangnya harus mencubit dengan
menekankan jari jari dan ibu jari pada arah yang
berlawanan. Biasanya Pinchgrip berada pada posisi miring
dan vertical.
d. Undercling
Dasar teknik ini, tekanan tangan dan kaki pada arah
yang berlawanan. Tangan berpegang pada bibir crack
atau tonjolan batu yang menghadap ke bawah dengan
tarikan ke atas. Sementara itu kaki menekan dengan
mantap di dinding tebing. Akibat taraikan tangan yang
memberi gaya ke atas kaki dapat tertekan ke dinding
tebing. Untuk bergerak lebih lanjut, jaga agar posisi ini tetap
mantap sebelum tangan yang satu dilepas untuk mencari
pegangan yang lain. Yang perlu diperhatikan dari posisi ini
ialah titik keseimbangan. Usahakan sedemikian hingga titik
keseimbangan tetap terkontrol meskipun hanya dengan
satu tangan yang memberikan gaya tarikan.
e. Jamming
Pada tebing-tebing batu sering dijumpai crack yang
terlalalu lebar untuk dapat dipakai sebagai pijakan atau
pegangan. Untuk mengatasi crack semacam ini
dipergunakan teknik khusus yang disebut jamming. Dasar
teknik ini dibagi dua, jepitan tangan (hand jam) dan jepitan
kaki (foot jam). Dengan cara menempatkan kaki atau
tangan kedalam crack agar terjepit, maka akan timbul gaya
gesekan antara kaki atau tangan dengan tebing. Cara
menempatkan kaku atau tangan tergantung pada kondisi
crack itu sendiri.
f. Layback
Teknik ini dipergunakan pada crack vertikal ataupun
tonjolan vertikal di tebing yang cukup panjang. Prinsip
teknik ini hampir sama dengan undercling, hanya saja lebih
banyak tenaga yang terkuras akibat panjangnya medan
yang harus dilalui. Gerakan kaki dan tangan harus berirama.
Artinya, gerakan hanya satu per satu dan kompak. Jika
tangan bergerak, maka yang lain tetap di tempat. Setelah
tangan mantap berpegang, satu per satu kaki digerakkan
keatas.
Meskipun teknik ini menguras tenaga, namun suatu saat
akan diperlukan. Untuk itu latihlah teknik layback ini. Tidak
harus di tebing, dipagar besipun bisa dilakukan. Dan kalau
diteliti dengan cermat, sesungguhnya banyak sarana dapat
kita pergunakan untuk berlatih. Baik di rumah, du gedung
sekolah maupun di cabang pohon, cabang yang kuat.
Hilangkan kebiasaan menuntut fasilitas yang sempurna
untuk latihan. Yang terpenting ialah semangat.
g. Chimney
Pada kondisi tertentu akan dijumpai sebentuk cerobong
(chimney) di tebing. Untuk dapat memanjatnya
dipergunakan teknik khusus yang disebut chimney. Prinsip
gerakannya, memanfaatkan tekanan antara tubuh dan
tubuh ke dinding tebing. Untuk lebih mudah, pelajarilah
gambar disamping.
h. Bridging
Jika chimney yang terbentuk terlalu lebar, maka
dipergunakan teknik yang lain disebut bridging. Prinsip
teknik ini, memberikan tekanan pada dinding chimney.
Sedikit demi sedikit tubuh digerakkan keatas sampai
chimney ini terlewati.
o. Artificial Anchor.
5. Simpul
1. Pemeliharaan Tali
Simpanlah tali pada tempat yang tidak
lembab, agar tidak lapuk.
Letakkan pada tempat yang tertentu,
sehingga pada saat diperlukan kita mudah
mengambilnya.
Apabila tali tersebut basah, sebaiknya cepat
dikeringkan tetapi jangan langsung terkena
sinar matahari.
Usahakan gulungan tali mudah dilepas.
X. VERTICAL RESCUE
A. Definisi
1. Tripod
2. Stretcher/basket rescue
3. Quick Release
Digunakan untuk
memudahkan dalam proses
melepaskan tandu atau
beban dari lintasan dalam
keadaan masih terbebani
oleh korban/obyek.
4. Swivel
Digunakan untuk mengurangi putaran, terutama jika
evakuasi dilakukan dari dan ke helikopter.
5. Tali/Rope
Screw-gate
Carabiner yang mempunyai sistem penguncian
(Locking Carabiner).
Snap-gate / Snap
Carabiner tanpa sistem pengunci (Un-locking
Carabiner).
7. Harness
8. Ascender
9. Descender
Figure of Eight
Autolock
Hydrabot
ROBOT
Digunakan untuk lintasan yang relatif panjang
10. Hammer
11. Perusik
12. Pulley
13. Helmet
Media Lunak
Contohnya tanah, pasir atau lumpur dimana pada
lokasi tidak ditemukan media keras dapat kita
gunakan Deadman/Deadboy Anchor atau dapat juga
menggunakan Bollard.
BOLLARD
E. Equalizing
3. SUSPENSION
Teknik Vertical Rescue Evacuation yang dilakukan
dengan cara menyeberangkan korban/obyek.
G. Penjangkauan Korban
Dalam Vertical Rescue Evacuation, terdapat 3 cara untuk
menjangkau korban yaitu:
a. Leading
Menjangkau
korban
dengan cara
melakukan
pemanjatan
perintisan
dari bawah
ke atas dengan
pengaman
lintasan dari
jarak
tertentu.
b. Traversing
Menjangkau
korban
dengan cara
melakukan pemanjatan perintisan gerakan
menyamping dengan pengaman lintasan dari jarak
tertentu.
c. Abseiling
Menjangkau korban dengan cara melakukan turun
dari titik yang lebih tinggi dengan tali.
EVAKUASI DIAGRAM
Daftar Pustaka