Anda di halaman 1dari 69

Buku Panduan Pendidikan

Lajutan Divisi Climbing


PERIMATRIK

PERIMATRIK
Divisi Climbing
Bandung
2013

DIKTAT DIVISI CLIMBING


Kata Pengantar

Olahraga Panjat Tebing merupakan salah satu


olahraga petualangan. Dalam olahraga panjat tebing, kita
harus percaya pada 3 hal,yakni percaya kepada alat,
percaya kepada teman atau mitra pemanjatan, dan percaya
kepada diri sendiri. Dari sini kita dapat memahami bahwa
panjat tebing merupakan olahraga yang penuh resiko.
Bagaimana kita meminimalisir resiko itu salah satunya
adalah dengan belajar dan mempelajari secara mendalam
tentang olahraga panjat tebing tersebut.

Untuk memfasilitasi hal tersebut, divisi Panjat Tebing


mempersembahkan diktat Panjat Tebing ini sebagai sarana
belajar dan mengajar para anggota maupun non anggota
PERIMATRIK. Adapun diktat ini berisi rangkuman dari
berbagai materi yang coba dikumpulkan penyusun. Dan
bagi yang mau menambahkan materi pada diktat inipun
dipersilahkan selama semuanya demi kebaikan bersama.

Demikian, semoga persembahan kecil ini dapat


bermanfaat besar bagi penyusun, para anggota, dan
organisasi kita tercinta PERIMATRIK.

Bandung 9 Oktober
2013
Divisi
Climbing

Standar Operasional Prosedur Kegiatan Climbing

1. Divisi Climbing wajib mengetahui setiap kegiatan


PERIMATRIK yang berhubungan dengan ruang
lingkup divisi Climbing.
2. Divisi Climbing wajib melaporkan setiap kegiatan-
nya sebelum dan sesudah kegiatan itu berlangsung
kepada Ketua atau Wakil Ketua.
3. Untuk kegiatan Climbing, setiap orang wajib
menggunakan dan membawa perlengkapan standar
keamanan Climbing.
4. Untuk kegiatan Caving dan Single Rope Technique,
setiap orang wajib menggunakan dan membawa
perlengkapan standar keamanan Caving dan Single
Rope Technique.
5. Sebelum melakukan Climbing, ada baiknya sudah
mengetahui kondisi dan gambaran umum lokasi
yang akan dilakukan pemanjatan ataupun Caving.
6. Setiap kegiatan pendakian wajib dipilih komandan
perjalanan.
7. Komandan Perjalanan dapat menentukan job desk
lagi kepada peserta lain tergantung kebutuhan.
8. Untuk Proposal Kegiatan dan Laporan Pertanggung
Jawaban menjadi tanggung jawab divisi Climbing
kecuali jika sudah ada penunjukan sekretaris
sebelumnya.
9. Setiap kegiatan, ketua pelaksana kegiatan wajib
membuat ROP ( Rencana Operasional Perjalanan )
kegiatan tersebut meliputi : Tanggal dan Waktu
pelaksanaan, Penanggung Jawab Kegiatan, Peserta
kegiatan, dan Rundown Kegiatan.
10. ROP ( Rencana Operasional Perjalanan ) di copy 3
rangkap. Rangkap pertama untuk laporan di
sekretariat PERIMATRIK, Rangkap kedua untuk pihak
Kampus, Rangkap ketiga untuk dibawa saat
kegiatan.
11. Sebelum melakukan kegiatan harus melakukan
pengecekan alat baik sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan divisi Climbing.
12. Setelah selesai melakukan kegiatan harus
melakukan perawatan alat guna menjaga alat agar
selalu berada pada keadaan terbaik.
13. Tidak dianjurkan melakukan pemanjatan malam dan
pemanjatan free solo climbing tanpa menggunakan
alat pemanjatan safety.
14. Dianjurkan membuat 3 pengaman baik untuk
pembuatan anchor maupun dalam melakukan
pemanjatan dan single rope technique/rappeling.

Keterangan :

Peralatan keamanan Peralatan keamanan


pemanjatan tebing dan Single Rope Technique
wall climb

Tali carmantel statis Tali carmantel statis


maupun dinamis
Helmet Helmet

Carrabiner screw dan snap Carrabiner screw dan snap

Harnes Harnes

Sepatu Belay device

Belay device 1 set jumar

webbing seperlunya Webbing seperlunya

List diatas dapat disesuaikan dengan medan yang


akan ditempuh dan dapat berbeda kebutuhan
perlengkapannya sesuai dengan kondisi lapangan
sebenarnya baik merintis pendakian, runner to

runner, wll climb, SRT, artificial maupun himalayan .


MOUNTENEERING

I. PENDAHULUAN
Olahraga memanjat tebing sebenarnya merupakan
bagian dari mountaineering yang majemuk. Namun
demikian pada masa sekarang, belum ada sumber yang
menyebutkan kapan dimulai, panjat tebing seolah-olah
berdiri sendiri. Terlepas dari mounteneering. Maka munculan
para tokoh yang menspesialisasikan pada kegiatan
memanjat tebing semata, antara lain Patrick Edlinger dari
Perancis, ataupun Royal Robins dari Amerika dsb.
Ada Pendatang yang menyatakan bahwa orang yang
melakuakn kegiatan mounteneering harus pula bisa
memanjat tebing. Namun, seorang pemanjat tebing harus
menginjakkan kakinya di puncak gunung. Memang agak
sulit menerima pendapat ini. Apalagi sekarang ini, orientasi
pemanjat tebing bukan hanya lintasan yang sulit namun
sudah berorientasi ke puncak gunung yang bertebing. Maka
sebaiknya hal ini tidak usah dipermasalahkan. Yang jelas,
olahraga panjat tebing harus berkembang sebagai olah raga
mahal, karena nyawa sebagai taruhannya, yang bisa
dilakukan sendiri ataupun bagian dari mounteneering.
Dalam olah raga ini, penemuan lintasan baru
merupakan buah penemuan yang patut dihargai. Tanpa
harus mempersoalkan sulit atau tidaknya lintasan yang
ditemukan. Walaupun, secara umum lintasan baru itu
dianggap mudah, namun terdapat perbedaan yang
menyolok sekali antara si pemanjat yang sedang
menyambung nyawa di lintasan itu dengan orang lain yang
memberikan penilaian terhadap lintasan itu sambil duduk
santai di warung kopi ataupun di teras rumah.
Seperti halnya olahraga lain yang berbahaya maka
pada diri seorang pemanjat tebing juga dituntut keberanian,
ketelitian, kemampuan berpikir, dan bertindak dalam pada
saat kritis, kekuatan fisik yang baik, dan penguasaan
terhadap tehnik yang benar. Tanpa semua aspek tersebut
maka pemanjatan tebing m0erupakan arena bunuh diri
semata.
Betapa bahagianya seorang pemanjat tebing berhasil
melewati lintasan tanpa mendapat cidera sedikitpun.
Barangkali, kebahagiaan ini tidak bisa dianalogikan dengan
kebahagiaan penerjun payung yang berhasil membuka
payung dan menginjak bumi kembali pada sasaran.

II. LATIHAN FISIK PEMANJAT TEBING


Pada prinsipnya olah raga memanjat tebing (Rock
Climbing ), olah raga yang menentukan kekuatan dan
ketahanan otot tubuh. Selain itu, faktor lain ialah
keberanian, ktenangan, kelenturan tubuh, dan tehnik yang
benar. Memanjat tebing melibatkan hampir seluruh otot
tubuh, mulai dari otot jari, otot lengan, otot punggung, otot
perut, sampai otot kaki. Untuk melatih seluruh otot tubuh
dan mempertinggi daya tahan, diperlukan program latihan
yang teratur dan berkesinambungan. Dengan program ini
diharapkan kekuatan (strengh ) dan daya tahan ( endurance
) atlet pemanjat ( climber ) bertambah baik secara
bertahap. Salah satu cara terbaik untuk menambah
kekuatan dan daya tahan yang biasa dilakukan oleh atlet
pemanjat tebing ialah berlatih lari teratur dengan
menerapkan program latihan yang tersusun. Berikut adalah
program latihan yang dilakukan untuk menambah kekuatan
fisik yang diambil berdasarkan program latihan unruk
pendakian di gunung Alpen pada tahun 1985 dan 1986.
Latihan unutk lari dimulai pada siang hari karena pada siang
hari udara di permukaan tanah ataupun jalan aspal menjadi
lebih renggang dibandingkan lapisan udara diatasnya akibat
sinar matahari. Ini berarti kadar oksigen juga menipis.
Keadaan ini sama dengan keadaan di gunung yang tinggi.
Pada gunung yang tinggi sering kali diperlukan tabung
oksigen untuk membentu pernapasan. Dengan berlatih
siang hari maka paru-paru akan dipaksa bekerja lebih keras
menghisap udara berkadar oksigen rendah. Pemaksaan ini
menyebabkan kemampuan paru paru dalam menghisap
udara semakin besar. Peningkatan kemampuan paru paru
berpengaruh terhadap daya tahan organ tubuh manusia.
Semakin banyak kadar oksigen dapat dihisap dan diedarkan
ke seluruh jaringan tubuh melalui proses pembakaran,
semakin baik daya tahan tubuh seseorang.

Tabel Program Latihan Lari

Jarak (meter) Waktu Frekuensi/ming


(menit) gu

1600 8.30 9.30 1x

2400 12.00 13.00 1x

3200 17.00 18.00 1x

Mengingat olah raga ini menuntut kekuatan otot tubuh,


terutama tangan, maka selain berlatih lari juga diperlukan
latihan memperkuat otot, caranya ialah dengan latihan
beban (weight trainining ). Latihan beban dapat dilakukan
dengan dua cara :
1. Memanfaatkan berat badan tubuh sendiri seperti pull-
up, push up, dan bergelantungan dengan kedua
tangan.
2. Menggunakan bantuan peralatan seperti barbel dan
dambel.

Untuk lebih mudahnya, ikuti petunjuk latihan beban


dibawah ini yang disusun dalam satu seri latihan dengan
selang istirahat 2 menit untuk setiap jenis latihan yang
dilakukan. Diharapkan, setelah menjalankan program ini
selama beberapa waktu, jarak istirahat semakin
diperpendek. Dan latihan dapat dilakukan lebih dari dua
seri, sampai akhirnya kemampuan tangan dalam menahan
beban semakin besar.

Program latihan bagi para pemula

Jenis Latihan banyaknya Selang


istirahat

Pull-up 5x 2 menit

Push-up 10x 2 menit

Sit-up 10x 2 menit

Setelah merasa mampu, tingkatkan latihan beban


dengan cara mempersingkat selang istirahat dan
memberbanyak tiap jenis latihan. Kemudian buatlah beban
untuk latihan pull-up. Beban ini bisa dibuat dari pasir yang
dimasukkan ke kantong atauu pemberat yang diketahui
beratnya.

Gantungkan dengan tali ke tubuh setiap kali latihan


pull-up. Guna latihan ini untuk melatih kemampuan otot
tangan dalam mengangkat beban berat. Latihan dilakukan
bertahap dengan berat berat beban yang semakin
bertambah.
Selain lari dan latihan beban, ada sebuah metode
latihan yang efektif yaitu dengan membuat tabing tiruan
dari batu yang ditempelkan pada dinding ataupun dengan
melubangi dinding. Inilah yang disebut dengan climbing
wall.

Climbing Wall merupakan saran alatihan yang mudah


dibuat untuk melatih keseimbangan, menambah kekuatan
otot, daya tahan, dan meningkatkan keterampilan pemanjat
tebing. Dengan climbing Wall dapat dibuat di sembarang
dinding, baik dinding kamar maupun dinding pagar.

Yang perlu diperhatikan dalam membuat Climbing Wall,


yaitu penempatan bati dan lubang pada dinding. Hendaknya
diusahakan agar Climbing Wall yang dibuat tidak hanya
melatih satu gerak memanjat yang monoton. Variasi
penempatan batu dan lubang akan lebih terasa manfaatnya.

Meskipun frekuensi berlatih di Climbing Wall tinggi


namun jangan lupa bahwa cara terbaik untuk memanjat
tebing adalah memanjat tebing yang sesungguhnya.
Climbing Wall hanya berperan sebagai penunjang. Kesulitan
yang didapat di Climbing Wall dapat diatur menurut selera
pembuat tentu berlainan dengan kesulitan di tebing yang
sesungguhnya.

III. DASAR MEMANJAT TEBING


Sebagian orang berpendapat bahwa kaki merupakan
titik utama yang harus diperhatikan dalam memanjat.
Sebagai contoh, ketika menaiki tangga yang disandarkan di
dinding dengan posisi miring. Disini kedua tangan boleh
dikatakan hanya berfungsi sebagai alatkeseimbangan
tubuh. Posisi ini membuat kedua tangan tidak menerima
beban berat tubuh.
Jika kekuatan kedua tangan dipergunakan untuk
menaiki anank tangga, artinya memberi beban pada kedua
tangan tanpa peduli akan tumpuan kedua kaki di anak
tangga yang sudah stabil, maka dalam jarak yang tidak
terlalu jauh tenaga akan terkuras habis dan tangan menjadi
tegang.
Prinsip ini juga berlaku pada waktu memanjat tebing.
Kebanyakan pemula cenderung mempergunakan kedua
tangan sebagai titik tumpuan yang utama tanpa percaya
pada kudua kaki sebagai penumpu berat tubuh di tebing.
Yang perlu diperhatikan oleh para pemula ketika memanjat
tebing ialah kombinasi antara kekuatan tangan dengan
penempatan titik keseimbangan. Gunakan sebaik mungkin
setiap hold (pegangan, pijakan) yang ada.
Batasi penggunaan tangan hanya untuk pengatur
keseimbangan tubuh. Kecuali pada tempat tertentu yang
menuntut kekuatan tangan semata. Penempatan kaki yang
baik bukan saja menghemat tenaga, tapi juga menjadikan
gerakan si pemanjat lebih indah dipandang mata.
Sebagai pemula, berlatihlah di tebing yang tidak terlalu
curam dan rendah. Untuk menjaga keamanan, pastikan
bahwa batuannya tidak labil, tidak mudah runtuh.
Berlatihlah secara teratur dan hati hati, ini yang penting
diperhatikan. Biasanya pemula cenderung untuk tergesa-
gesa dalam bergerak di tebing, akibatnya serung terjadi
kecelakaan. Selain itu, pemula cenderung untuk memanjat
tebing yang tinggi karena dianggap nudah tanpa
menghiraukan sistem pengamanan pemanjatan (belaying
system ). Mereka pemula, bangga jika dapat mencapai
puncak tebing lewat rute mudah tanpa tali pengaman.
Padahal inilah kecenderungan yang salah dan berbahaya.
Pada waktu berlatih, pelajarilah cara penempatan kaki
pada hold dan crack. (rekahan di permukaan tebing). Dalam
hal penempatan kaki, pertimbangkanlah pertama kali
gerakan selajutnya. Penempatan kaki yang pas akan
membantu keseimbangan dan memantapkan gerakan
selanjutnya. Kedua pertimbangkan melalui insting sehingga
kita dapat bergerak dengan alami dari hold dan crack yang
satu ke yang lain. Gerakan insting ini hanya dapat terangkai
dengan baik apabila dilatih terus-menerus dan teratur.
Jika kebetulan menemui hold yang tipis dan tajam
seperti sisi meja, pergunakan sisi sepatu, teristimewa jika
menggunakan sepatu khusus panjat tebing sehingga kontak
antara kaki dan tebing semakin banyak. Dengan cara ini
pula kaki akan lebih rapat ke tebing. Dalam keadaan ini
kecenderungan kaki untuk menekuk pada gerakan
selajutnya berkurang sehingga memperkecil kemungkinan
terpeleset.
Pada tempat yang membulat dan miring (rounded),
usahakan agar tumit tetap rendah dan di bawah horizontal
hold semacam itu. Posisi ini akan membuat pijakan semakin
mantap dan stabil karena gaya gesek tapak sepatu menjadi
maksimal. Untuk itu, latihlah tumit dengan cara berjingkat-
jingkat atau membengkokkannya.

1. Teknik menuruni tebing

Meskipun kita mempelajari teknik memanjat, namun


yang tidak boleh dilupakan ialah teknik menuruni tebing
dengan merayap. Ini perlu, mengingat pada kasus tertentu
kita dipaksa oleh tebing untuk melakukan gerakan turun
ini. Tanpa berlatih khusus teknik menuruni tebing, suatu
saat kesulitan akan menghadang ketika kita menuruni
tebing yang telah kita panjat. Kesulitan ini karena tidak
dapat melihat hold atau crack di bawah kita. Gerakan
menyamping ini lebih aman daripada langsung kebawah
meskipun kadang-kadang sulit untuk menempatkan kaki
pada hold atau crack. Apalagi jika tebing cukup curam.

Berlatihlah menuruni tebing, lebih-lebih yang sulit, akan


menambah kepercayaan terhadap diri sendiri. Pada suatu
saat ketika memanjat rute yang sulit, kita terpaksa turun
lagi dengan merayap untuk beristirahat atau mengatur
strategi pemanjatan selanjutnya, jarang ada pemanjat yang
dapat melewati rute sulit dengan sekali gebrakan.
Penempatan kaki, pegangan dan pengamanan memerlukan
strategi yang baik agar gerakan memanjat dapat
terangkai dengan baik. Jika tidak terbiasa dengan latihan
ini biasanya pemanjat akan grogi lebih-lebih di medan yang
belum dikenalnya manakala cuaca tiba-tiba berubah buruk.

2. Fungsi Tangan
Fungsi tangan tidak kalah penting daripada kaki. Secara
alami tangan sudah terlatih sejak untuk memegang. Ini
yang memungkinkan tangan lebih cepat dapat dilatih
daripada kaki. Pada latihan, usahakan sebanyak mungkin
menggunakan seluruh jari tangan untuk memegang atau
menekan, karena pada suatu saat kita akan dihadapkan
pada suatu situasi dimana hold atau crack hanya cukup
untuk dua jari. Tanpa latihan yang baik kesulitan ini akan
menghambat gerakan selanjutnya. Selagi memanjat, batasi
jangkauan tangan agar keseimbangan tidak terganggu.
Tentu saja saat kita harus menjangkau hold atau crack yang
cukup jauh. Pada situasi seperti ini bergeraklah dengan hati
hati. Pastikan bahwa pijakan dan pegangan sudah mantap.
Pemula cenderung menggunakan kekuatan tangan untuk
memanjat tanpa memperhatikan pentingnya penempatan
kaki. Meskipun kaki tetap berpijak tetapi biasanya
nagmgang. Apalagi jika pijakannya kecil. Hal ini
disebabkan ketidakyakinan untuk berpijak. Akibat hal ini,
tangan cepat kehabisan tenaga. Yang penting untuk
diperhatikan oleh para pemula pada waktu memanjat ialah
bagaimana menempatkan kaki, pegangan, dan menjaga
keseimbangan agar kelelahan pada tangan dapat teratasi.

a. Handholds

Hold ada bermacam-macam bentuk,


ukuran dan posisi. Yang perlu diingat,
kemampuan mengkombinasikan gerakan
memanjat dengan mempergunakan
handhold dan foothold (pijakan kaki)
dengan baik dan benar, sesuai dengan titik
keseimbangan posisi yang dihadapi pada
saat itu. Pegangan terbaik bagi pemanjat,
jika keseluruhan jari tangannya dapat
berpegang. Pegangan semacam ini disebut handhold atau
jug handle. Pegangan semacam ini menambah keyakinan si
pemanjat untuk bergerak lebih lanjut. Memang bisa
dikatakan pegangan semacam inilah yang merupakan
surga bagi pemanjat tebing.
b. Fingerholds
Hold yang lebih kecil dari handhold, dimana jari jari
hanya menempel kira kira satu ruas, disebut fingerhold.
Pada fingerhold usahakan merapatkan jari jari ke permukaan
tebing dengan man up, sehingga seluruh kekuatan dapat
terpusat ke ruas jari yang berpegangan pada hold. Cara ini
mencegah jari-jari terpeleset dari hold.

c. Pinchgrip
Pada suatu ketika akan ditemui jenis pegangan yang
untuk memegangnya harus mencubit dengan
menekankan jari jari dan ibu jari pada arah yang
berlawanan. Biasanya Pinchgrip berada pada posisi miring
dan vertical.

d. Undercling
Dasar teknik ini, tekanan tangan dan kaki pada arah
yang berlawanan. Tangan berpegang pada bibir crack
atau tonjolan batu yang menghadap ke bawah dengan
tarikan ke atas. Sementara itu kaki menekan dengan
mantap di dinding tebing. Akibat taraikan tangan yang
memberi gaya ke atas kaki dapat tertekan ke dinding
tebing. Untuk bergerak lebih lanjut, jaga agar posisi ini tetap
mantap sebelum tangan yang satu dilepas untuk mencari
pegangan yang lain. Yang perlu diperhatikan dari posisi ini
ialah titik keseimbangan. Usahakan sedemikian hingga titik
keseimbangan tetap terkontrol meskipun hanya dengan
satu tangan yang memberikan gaya tarikan.

e. Jamming
Pada tebing-tebing batu sering dijumpai crack yang
terlalalu lebar untuk dapat dipakai sebagai pijakan atau
pegangan. Untuk mengatasi crack semacam ini
dipergunakan teknik khusus yang disebut jamming. Dasar
teknik ini dibagi dua, jepitan tangan (hand jam) dan jepitan
kaki (foot jam). Dengan cara menempatkan kaki atau
tangan kedalam crack agar terjepit, maka akan timbul gaya
gesekan antara kaki atau tangan dengan tebing. Cara
menempatkan kaku atau tangan tergantung pada kondisi
crack itu sendiri.
f. Layback
Teknik ini dipergunakan pada crack vertikal ataupun
tonjolan vertikal di tebing yang cukup panjang. Prinsip
teknik ini hampir sama dengan undercling, hanya saja lebih
banyak tenaga yang terkuras akibat panjangnya medan
yang harus dilalui. Gerakan kaki dan tangan harus berirama.
Artinya, gerakan hanya satu per satu dan kompak. Jika
tangan bergerak, maka yang lain tetap di tempat. Setelah
tangan mantap berpegang, satu per satu kaki digerakkan
keatas.
Meskipun teknik ini menguras tenaga, namun suatu saat
akan diperlukan. Untuk itu latihlah teknik layback ini. Tidak
harus di tebing, dipagar besipun bisa dilakukan. Dan kalau
diteliti dengan cermat, sesungguhnya banyak sarana dapat
kita pergunakan untuk berlatih. Baik di rumah, du gedung
sekolah maupun di cabang pohon, cabang yang kuat.
Hilangkan kebiasaan menuntut fasilitas yang sempurna
untuk latihan. Yang terpenting ialah semangat.
g. Chimney
Pada kondisi tertentu akan dijumpai sebentuk cerobong
(chimney) di tebing. Untuk dapat memanjatnya
dipergunakan teknik khusus yang disebut chimney. Prinsip
gerakannya, memanfaatkan tekanan antara tubuh dan
tubuh ke dinding tebing. Untuk lebih mudah, pelajarilah
gambar disamping.
h. Bridging
Jika chimney yang terbentuk terlalu lebar, maka
dipergunakan teknik yang lain disebut bridging. Prinsip
teknik ini, memberikan tekanan pada dinding chimney.
Sedikit demi sedikit tubuh digerakkan keatas sampai
chimney ini terlewati.

IV. MEMANJAT DENGAN TALI PENGAMAN


Setelah mempelajari teknik memanjat dan
menggunakan berbagai jenis pengaman kaki anda siap
untuk berlatih memanjat dengan tali pengaman. Tali yang
dipergunakan biasanya berdiameter 9 mm atau 10 mm. Ada
juga yang mempergunakan tali 11 mm. Kedua ujung tali
dibuat simpul 8. Simpul pertama digabungkan ke harness
orang yang bertindak sebagai leader. Simpul kedua
digabungkan ke herness orang yang akan menjadi belayer.
Perhatikan ! carrabiner yang dipergunakan sebagai pengait
harus berkunci. Dengan demikian belayer naik, terlebih
dahulu belayer harus membuat anchor dengan piton, chock,
atau natural anchor. Anchor yang dibuat harus mampu
menahan hentakan ke atas jika leader terjatuh. Atau jika
sudah berada pada ketinggian tertentu, anchor harus pula
diperhitungkan untuk menahan beban hentakan dari atas
dan tarikan ke bawah.

Anchor yang dibuat tanpa mempertimbanghkan kedua


hal diatas dapat membahayakan kedua pemanjat. Peralatan
yang dibawa oleh leader hendaknya disesuaikan dengan
lintasan yang dipanjat. Jangan terlalu memberatkan tubuh
dengan membawa peralatan yang tidak perlu. Rajinlah
berlatih, karena dengan sendirinya anda akan dapat
meramalkan jumlah dan jenis peralatan yang harus dibawa.
Setelah anchor terhambat dengan kuat barulah leader mulai
menanjat. Berilah pemberitahuan terlebih dahulu kepada
belayer agar ia siap menjaga anda. Pilihlah hold yang
memungkinkan untuk bergerak dengan seimbnag dan pasti.
Berkonsentrasilah pada apa yang sedang anda lakukan.
Bergeraklah dengan hati hati. Jika sudah berada 2 atau 3
meter diatas belayer segeralah pasang runner untuk
mengamankan gerakan selanjutnya. Masukkan main rope ke
dalam carrabiner yang terpasang.

Pada saat memasukkan main rope, perhatian harus


terousat pada pegangan yang hanya satu tangan. Setelah
main rope terkait barulah leader sedikit lebih aman dari
beberapa menit sebelumnya. Jika ia tiba tiba terjatuh, ia
tidak lagi akan menghempas dasar tebing di bawahnya.
Belayer akan mengamankan dengan tali yang sudah ditahan
oleh sistem pengaman yang dipergunakannya.
Pemasangan runner yang ideal untuk keamanan
berjarak 2 atau 3 meter satu sama lain. Misalnya jarak dari
runner terakhir 3 meter, maka jika leader terjatuh jarak ini
di kali dua dan ditambah jarak akibat lenturan tali dan tali
yang kendur. Juka runner tersebut ambrol maka jarak jatuh
akan bertambah dua kali dari jarak runner dibawahnya.
Untuk itu, segeralah memasang runner tanpa harus
memperhitungkan mudah sulitnya lintasan. Pada lintasan
mudahpun bahaya tetap mengancam. Baik karena
terpeleset, tertimpa batu, pegangan ambrol, ataupun
terkejut oleh binatang yang kerap ditemui di tebing tebing.
Setiap kali memasang runner periksalah terlebih dahuku
apakah sudah cukup aman dengan cara menyentakan dari
berbagai arah. Setelah yakin dengan kekuatannya barulah
leader bergerak bergerak ke atas
Pemasangan runner harus memperjatikan lancar
tidaknya main rope agar gerakan tidak terganggu. Salah
satu cara untuk memperlancar main rope ialah dengan
memanjat pada lintasan yang lurus. Atau, jika lintasan tidak
lurus, usahakan menjaga tali agar tetap lurus dengan
menambahkan webbing atau sling.
Pilihlah lintasan yang tidak terlalu sulit sebelum
mengusai teknik pemanjatan dengan baik. Berlatihlah terus,
sedikit demi sedikit alihkan latihan pada lintasan yang sulit.
Yang penting, pengusaan teknik dahulu. Jangan tergiur
untuk memanjat ke tebing yang tinggi sebelum kemampuan
teknis anda cukup memadai. Setelah mencapai suatu teras
tidak harus sepanjang tali akhirilah pemanjatan. Segeralah
buat dua atau lebih anchor untuk mengamankan anda dan
rekan yang akan naik.

Pastikan bahwa anchor itu mampu menahan berat


badan anda berdua. Setelah aman beritahulah rekan anda
untuk naik. Kini anda yang bertanggung jawab atas
keselamatannya. Tariklah tali sedemikian hingga tegang,
karena akan memberi keleluasaan rekan anda sewaktu
menacabut piton atau chock yang terpasang. Selain itu,
juga untuk menjaga agar ia tidak terlalu jauh bila terjatuh.
Tali yang kendur akan menyentak dengan keras apabila tiba-
tiba rekan anda terjatuh.
Dalam panjat tebing dikenal istilah yang berfungsi sebagai
kode atau pemberian aba-aba yang disebut climbing calls.
Sedikit banyak ini penting diketahui sebab komunikasi
antara leader dan belayer haruslah tepat dan jelas
terdengar serta singkat. Komunikasi yang tidak lancar bisa
berakibat fatal bagi keduanya. Di bawah ini diberikan istilah
yang penting untuk diketahui bukan dimasudkan untuk
gagah-gagahan oleh pemanjat tebing. Walaupun bahasa
kita mungkin bisa dipergunakan, tapi tidak berlaku
universal.

OFF BELAY : Teriakan leader untuk memberitahukan


pada belayer bahwa ia sudah tidak
memeprlukan pengaman dari belayer lagi.
Leader sudah memasang anchor dan
aman.
BELAY OFF : Jawaban belayer terhadap off belay.
Kini, ia boleh melepas anchor belay.
SLACK :Kendurkan tali. Leader atau belayer bisa
mempergunakan istilah ini untuk
mengendurkan tali pada kasus tertentu.
UP ROPE / PULL : kencangkan tali. Leader atau belayer
memberi kode agar tali ditegangkan.
TAKING IN :leader berteriak untuk menyatakan bahwa
ia menarik tali ke atas (biasanya setelah
leader dampai di teras, tali masih bersisa
beberapa meter).
THATS ME : jawaban orang kedua apabila tali telah
habis sampai mentok di harnessnya.
ON BELAY :leader memberi kode pada orang kedua
bahwa ia sudah diamankan.
CLIMB ( Climb When Youre ready) : leader memerintahkan
orang kedua untuk memanjat sambil
bersiap mengamankannya.
CLIMBING : leader (orang kedua) memberi kode
bahwa ia siap memanjat.
OK : Orang kedua (leader) siap mengamankan
pemanjatan.
Dalam pemanjatan kadang kadang puncak tebing
dapat dijangkau oleh panjang tali standar (45m). Tetapi,
kadang-kadang tali tidak mencukupi karena puncak tebing
lebih dari panjang tali standar. Untuk itu, ada dua teknik
dalam pemanjatan. Yang pertama, single pitch climbs
(pemanjatan tahapan tunggal atau satu tahap) dan multi
pitch climbs (pemanjatan secara bertahap)

Untuk lebih jelas, pelajarilah gambar di bawah ini :


V. ROCK CLIMBING
1. Macam macam batuan.
Beberapa batuan yang sering dijumpai yang terutama
lokasi dimana sering dijadikan ajang pemanjatan di
indonesia.
a. Batuan Beku-Andersit, berwarna hitam keabu-abuan
massif dan kompak.
- Lava Andesit, seperti andesit dan biasanya dijumpai
lun=bang lubang kecil bekas keluarnya gas dan
dijumpai dengan kesan berlapis.
- Breksi lava, menyerupai batu breksi pada umumnya.
- Granit, berwarna terang dengan warna dasar putih.
b. Batuan Sedimen
- Batu Gamping, berwarna putih kekuningan, kompak,
banyak dijumpai retakan atau lubang dan biasanya
berlapis.
- Breksi Sedimen, seperti halnya breksi lava tapi batu
ini biasanya berupa batu pasir.

c. Batu Metamorf. Hampir sama dengan batu gamoing


tapi disini sudah mengalami rekritalisasi dan
warnanya sangat beragam.

2. Etika Panjat Tebing.


Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam etika
panjat tebing adalah sebagai berikut.

a. Menghormati adat istiadat dan kebiasaan masyarakat


setempat.
b. Menjaga kelestarian alam.
c. Merintis jalut baru.
d. Memanjat jalur bernama.
e. Pemberian nama jalur.
f. Memberi keamanan bagi pemanjat lain.

3. Macam macam Pemanjatan.

a. Artificial Climbing adalah olahraga yang dilakukan


pada tebing-tebing dengan tingkat kesulitan yang
tinggi dengan bermodalkan alat yang diselipkan pada
celah-celah batu atau memanfaatkan pengaman alam
(natural anchor). Artificial climbing ini dimana alat
benar-benar digunakan sebagai penambah ketinggian
disamping sebagai pengaman pemanjatan.
b. Top Roof
c. Sport Climbing adalah pemanjatan dimana pengaman
sudah terpasang tinggal kita memasang tali
pengaman pada jalur yang sudah ada namanya.
d. Free Climbing. Pada prinsipnya hamir sama dengan
pemanjatan artificial hanya dala free climbing alat
yang digunakan hanya sebagai pengaman saja
sedangkan untuk menambah ketinggian
menggunakan pegangan tangan dan friksi (gaya
gesek) kaki sebagai pijakan.

4. Alat alat yang digunakan dalam pemanjatan


Artificial.
a. Tali Carmantel. Biasanya yang digunakan adalah tali
yang memiliki tingkat kelenturan atau biasa disebut
dynamic rope. Secara umum tali di bagi menjadi dua
macam yaitu :
- Static. Mempunyai daya lentur 6%-9%, digunakan
untuk tali fixed rope yang digunakan untuk
ascending atau descending. Standar yang
digunakan adalah 10,5 mm.
- Dynamic. Mempunyai daya lentur hingga 25%,
digunakan sebagai tali utama yang
mneghubungkan pemanjta dengan pengaman
pada titik tertinggi.
b. Hamset adalah alat pengikat di tubuh sebagai
pengaman yang nantinya dihubungkan dengan tali.
c. Carrabiner. Cincin kait yang terbuat dari aluminium
alloy sebagai pengait dan dikaitkan dengan alat
lainya.
1). Carrabiner screw gate.
2). Carrabiner non screw gate.
d. Helmet adalah pelindung kepala yang melindungi
kepala dari benturan dari benda-benda yang
terjatuh dari atas.

e. Descender, peralatan yang digunakan untuk meniti


tali ke atas dan peralatan tambahan, untuk meniti
tali kebawah serta mengamankan leader disaat
membuat jalur, biasanya yang sering digunakan
adalah figure of eight dan outo stop.

f. Ascender, peralatan yang digunakan untuk meniti


tali ke atas dan secara otomatis akan mengunci bila
dibebani. Jenis yang digunakan biasanya jumar dan
croll.

g. Grigri, alat ini digunakan untuk membelay, alat ini


mempunyai tingkat keamanan yang paling tinggi
karena dapat membelay dengan sendirinya.

h. sepatu Panjat, sebagai pelindung kaki dan


mempunyai daya friksi yang tinggi sehingga dapat
melekat di tebing. Jenisnya sendiri yang sering
digunakan adalah soft (lentur/fleksibel) dan hard
(keras).

i. Chalk Bag. Sebagai tempat MgCo3 (Magnesium


Carbonat) yang berfungsi agar tangan tidak licin
karena berkeringat sehingga akan membantu dalam
pemanjatan.

j. Hammer, berfungsi untuk menanamkan pengaman


dan melepaskan kembali, biasanya yang dipakai
jenisnya ringan dan mempunyai kukuatan tinggi dan
ujungnya berfungsi mengencangkan mur pada saat
memasang hanger.
k. Webbing, peralatan panjat yang terbentuk pipih
tidak terlalu kaku dan lentur.

l. Prusik, merupakan jenis tali carmantel


yangberdiameter 5-6 mm, biasanya digunakan
sebagai pengganti sling runner dan juga dapat
digunakan unuk meniti tali keatas dengan
menggunakan simpul prusik.

m. Pulley, mirip katrol, kecil dan ringan tetapi memiliki


kemampuan dalam beban yang berat.

n. Hands drill, merupakan media untuk mengebor


tebing secara manual, yang berfungsi untuk
menempatkan pengaman berupa bolt serta hanger.

o. Artificial Anchor.

1. Paku Piton, merupakan pengaman sisipan yang


berguna sebagai pasak.

2. Stopper. Digunakan untuk celah vertical yang


menyempit kebawah dengan prinsip kerja
menjepit celah membentuk sudut atau
menyempit.

3. Sky Hook. Sebagai pengaman sementara dengan


prinsip kerja menyisipkan ujung sky hook pada
celah bebatuan dan harus terbebani, usahakan
meminimalkan gerak.

4. Ramset dan Hanger. Satu set peralatan dalam


artificial climbing yang berfungsi untuk
menanamkan bolt dan kemudian digabungkan
dengan hanger sehingga menjadi pengaman
tetap.
5. Friend. Pengaman yang diselipkan padacelah
batu dengan bermacam ukuran. Friend ada 2
macam :

- Regular Friend. Terbuat dari aluminium alloy


dan mempuntai kelemahan yaitu berbentuk
static/tidak mempunyai kelenturan. Alat ini
bekerja dengan baik dicelah overhang.

- Fleksibel Friend. Bentuknya sama dengan


regular friend hanya mempunyai kelebihan
terbuat dari kawat baja yang menjadikan friend
ini sangat fleksibel, dan dapat dipasang
disemua celah dan segala posisi.

6. Hexa. Prinsip kerja sama dengan stopper hanya


berbeda pada bentuk round (bulat) dan
hexagonal (segi enam)

7. Chocker. Alat bantu yang berfungsi untuk


melepaskan hexa atau stopper yang terkait di
celah batu.

8. Etrier/tangga gantung & daisy chain.

- Etrier : alat yang terbuat dari webbing yang


menyerupai tangga untuk membantu
menambah ketinggian.

- Daisy chain : terbuat dari webbing, berfungsi


untuk menambha ketinggian serta menjaga
apabila etrier jatuh.

5. Simpul

a. Simpul untuk penambat


1) Overhand Knot. Untuk mengakhiri pembuatan
simpul sebelumnya. Toleransi terhadap kekuatan tali
akan berkurang sebesar 40%.
2) Clove Hitch Knot. Untuk mengikata tali pada
penambat yang fungsinya sebagai pengaman utama
(fixed rope) pada anchor natural dsb. Toleransi
terhadap kekuatan tali akan berkuarang sebesar
45%.
3) Italian Hitch Knot. Untuk rappling jika tidak ada
figure of eight atau grigi. Toleransi terhadap
kekuatan tali akan berkurang sebesar 45%.
4) Butterfly Knot. Untuk membuat ditengah atau
diantara lintasan horizon. Bisa juga digunakan untuk
menghindari tali yang sudah friksi. Toleransi
terhadap kekuatan tali akan berkurang sebesar 50%.
5) Figure of Eight Knot. Untuk pengaman utama dalam
penambatan dan pengaman utama yang
dihubungkan dengan tubuh atau harness. Toleransi
terhadap kekuatan tali akan berkurang sebesar 55-
59%.
6) Eight on Bight Knot. Untuk pengaman utama dalam
penambatan pada dua anchor. Toleransi 68%
7) Bowline knot. Untuk pengamann utama dalam
penambatan atau pengaman utama yang
dihubungkan dengan penambat atau harnest.
sebesar 52%.
8) Two in One Knot. Untuk digunakan sebagai
penambat pada anchor natural saat cleaning, yaitu
ketika pemanjat selesai dan turun dari tebing tanpa
meninggalkan alat.

VI. ISTILAH DALAM PANJAT TEBING

1. Bouldering: dianggap sebagai bentuk murni dari


olahraga panjat tebing yaitu memanjat problem/
rute pendek yang kebanyakan tidak terlalu tinggi
(sekitar 3m) tenpa tali pengaman. Biasanya rutenya
horisontal/ menyamping. Pengaman yang digunakan
biasanya crash pad atau matras emppuk supaya
pada saat jatuh atau kaki mendarat tidak teresa
sakit/ terluka.
2. Buildering: hampir sama dengan bouldering hanya
saja arena pemanjatan bukannya tebing alam
melainkan kontruksi buatan manusia yang dibangun
bukan untuk tujuan olahraga panjat tebing seperti
gedung bertingkat, jembatan, tower, tiang dll.
3. Toproping: pemanjatan dengan tali pengaman yang
bisa diibaratlkan dengan tali timba di sumur. Ember
dianggap pemanjat, penimba dianggap sebagai
pembelay sedangkan katrol dianggap sebagai
jangkar pengaman (anchor) yang berada di puncak
tebing. Pada saat pemanjat mulai memanjat tali
yang mengambang atau terulur (slack) ditarik oleh
pembelay sehingga jika pemanjat jatuh dia tidak
akan jatuh ke tanah melainkan menggantung
seperti ember timba yang menggantung di tengah
sumur. Setelah pemanjat sampai puncak, pembelay
mengulurkan tali untuk menurunkan si pemanjat ke
tanah.
4. Lead Climbing: ada dua macam yaitu Sport Climbing
dan Traditional (Trad) Climbing. Berbeda dengan
Toproping dimana tali pengaman terikat ke pemanjat
dan mengulur ke carabiner ke puncak tebing dan
kembali ke bawah terikat pada belayer, pada Lead
Climbing tali tidak terjulur ke jangkar pengaman di
puncak tebing melainkan dari belayer langsung ke
pemanjat. Pada saat si pemanjat mulai memanjat si
belayer mengulurkan tali, kemudian pada interval
ketinggian tertentu (misalnya setiap 3m) pemanjat
terus memasang alat pengaman, jika dia jatuh maka
belayer akan mengunci tali pengaman dan pemanjat
akan menggantung pada tali yang mengulur ke alat
pengaman terakhir yang dia pasang. Perbedaan dari
Sport dan Trad Climbing yaitu dari rute pemanjatan.
Pada Sport Climbing rute yang dipanjat umumnya
di-bolted artinya pada interval ketinggian tertentu
ada besi berlubang (hanger) yang
dipasang/ditempel (menggunakan mur) pada
dinding tebing. Pemanjat harus membawa beberapa
quickdraws (sepasang carabiner yang diikat oleh
sling/tali nylon kuat). Climber mengklip satu
carabiner di quickdraw tersebut pada bolt yang ada
di dinding tebing dan kemudian mengklip tali
pengaman pada carabiner yang lain. Sedangkan
pada Trad Climbing, dinding tebing benar-benar
bersih dari bolts dan hangers, tidak ada pengaman
buatan pada dinding. Biasanya dilakukan oleh dua
orang. Climber harus membawa alat pengaman
sendiri dan memasangnya pada saat memanjat.
Ketika tali sudah hampir habis pemanjat pertama
membuat stasiun belay untuk membelay pemanjat
kedua. Pemanjat kedua yang sebelumnya,
membelay pemanjat pertama yang mulai memanjat
tebing dan membersihkan (mengambil kembali) alat
pengaman yang dipasang pada dinding tebing oleh
pemanjat pertama. Alat pengaman yang digunakan
pada Trad climbing ini bisa berupa Friends/Cams,
nuts, tricams, hexagon, bigbro, dll. Pengaman ini
mahal dan tidak bisa sedikit, kamu harus memiliki
beberapa set yang terdiri dari beberapa ukuran
untuk bisa memanjat rute dengan aman dan baik.
Beberapa set ini kemudian disebut RACK.
5. Free Solo: yaitu kategori panjat tebing yang
dilakukan sendirian (tanpa partner) pada tebing
tinggi tanpa tali pengaman. Alat yang dipakai hanya
sepasang yaitu sepatu panjat tebing dengan
kantong berisi kapur. Jenis pemanjatan ini hanya
dilakukan oleh profesional yang sudah bergelut lama
dengan tebing. Pemanjat free solo yang bijak
biasanya hanya memanjat rute yang sudah ia kenal
dengan baik dan sudah dipanjat berkali-kali dengan
aman. Dia juga sudah tahu betul batas
kemampuannya dan tidak pernah memanjat rute
yang dianggap sulit. Kalaupun ia mentok di tengah
jalan ia berani balik turun ke bawah dan bukannya
nekat meneruskan memanjat ke puncak tebing. Dua
free soloer yaitu John Banchar (USA) dan Peter Croft
(Canada). Semua tipe pemanjatan di atas masuk ke
dalam golongan FREE CLIMBING artinya saat
pemanjatan, pemanjat hanya menggunakan tangan,
kaki, dan tebing panjat untuk naik ke atas mencapai
akhir rute panjat. Kamu tidak boleh menarik tali
quickdraws, menginjak bolts, menggantung pada
tali pada saat memanjat. Golongan kedua yaitu AID
CLIMBING. Aid artinya alat, dalam golongan ini tidak
peduli bagaimana caranya, dengan berbagai macam
alat, bahkan tangga yang terbuat dari tali tambang,
kamu bisa sampai ke puncak. Yang termasuk dalam
kategori ini yaitu:
Big Wall Climbing: Pemanjatan yang
biasanya dilakukan berhari-hari dengan
melakukan camping di tebing panjat. Para
pemanjat membawa berbagai peralatan
yang dapat mempermudah akses vertikal.
Ini tipe panjat tebing yang paling
memerlukan banyak alat, karena bukan saja
alat panjat tebing tetapi juga alat camping
dan lain-lain.
Ice Climbing (memanjat es)
Mixed Climbing (memanjat campuran tebing
batu dan es)
Mountaineering/Alpine Climbing (memanjat
gunung-gunung tinggi melewati gunung
salju, gletser, dan puncak-puncak bukit)

VII. TEKNIK TURUN TEBING

Bayangkan kini anda berada di puncak tebing yang


curam. Untuk turun, tentu tidak merayap kembali. Suatu
tekhnik yang dipergunakan untuk menuruni tebing dengan
memanfaatkan gaya gesekan, baik tubuh maupun alat
bantu khusus disebut rappelling atau juga abseiling.

Tekhnik ini perlu dipelajari


dengan sungguh-sungguh. Banyak
pendaki yang tewas sewaktu
menuruni dengan rappelling.
Biasanya karena kelalaian dalam
memasang anchor.

Sebelum yakin anchor yang


terpasang kuat, jangan turun terlebih
dahulu.
Ceklah anchor
dengan

menggantunginya beberapa saat


dengan pengaman tali pada
anchor lainnya. Setelah yakin
barulah tali dilempar kebawah.
Buatlah simpul pada ujung tali
yang bisa dilempar agar apabila
tidak sampai ke permukaan
tanah atau teras, anda tetap
tertahan oleh simpul tadi.

Teknik pertama, teknik yang


klasik. Tali langsung berhubungan
dengan tubuh. Untuk itu diperlukan
pakaian yang tebal agar tubuh tidak
lecet atau mendapat luka bakar.
Teknik ini perlu diketahui karena sipa
tahu peralatan yang anda bawa
jatuh semua. Teknik ini disebut
Classic Rappel/Body Rappel.
Teknik kedua mempergunakan sling dan sebuah
carabiner. Sling dikaitkan pada paha kemudian kaitkan
sebuah carabiner. Setelah itu tali dimasukkan ke dalam
carabiner.

Untuk mengontrol lajunya, tali dilewatkan dari puncak.


Teknik ini disebut Sling Rape.

Sebuah teknik lagi, masih ada teknik lain yang


penting diketahui, teknik menuruni tebing dengan
alat bantu khusus Figure Eight Descender atau jenis
lainnya (Allain Descender atau Fameau Descender).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menuruni


tebing:

1) Bawalah sepasang tali dengan diameter 5 atau 6


mm. Gabungkan tiap tali dengan simpul nelayan
sehingga terbentuk loop. Kalungkan di leher. Apabila
tali yang dituruni tergantung pada overhang atau
tidak sampai ke dasar tebing, anda dapat
mempergunakannya sebagai prusik guna meniliti
tali naik ke atas kembali.
2) Buatlah simpul pada ujung tali. Apabila oleh suatu
hal anda tidak dapat mengontrol kecepatan turun,
simpul itu akan menyelamatkan anda.
3) Orang yang turun pertama kali setelah sampai pada
teras atau dasar tebing harus mengecek apakah tali
dapat ditarik ke bawah. Kadang-kadang tali terjepit
di celah yang dilewatinya atau karena penempatan
anchor yang salah.
4) Turunlah secara perlahan-lahan. Gerakan berlebihan
bisa mempengaruhi kekuatan anchor dan dapat
berakibat fatal. Selain itu, dengan bergerak
perlahan, anda akan lebih mudah mengontrol titik
pendaratan.
5) Gerakan selalu carabiner yang berkunci agar lebih
aman. Karena apabila tali membelit carabiner biasa
ia akan terbuka.
6) Untuk keamanan, gunakan sling atau webbing yang
masih kuat pada anchor.

Rappeling, teknik yang sangat penting sebagai


pembendaharaan pemanjat tebing ataupun pendaki
gunung. Selain itu, juga cepat, menyenangkan, dan aman
apabila berhati-hati.

Berlatihlah pada tebing yang tidak terlalu curam dan


tidak terlalu tinggi. Gunakan selalu sepasang sarung tangan
agar telapak tangan tidak terbakar.

Dalam suatu pemanjatan, perhatikanlah keadaan


permukaan tebing dengan teliti. Kemungkinan akan
dijumpai hal yang disebut natural runner di sana sini yang
dapat dimanfaatkan. Pada dinding tebing kadang-kadang
terdapat sejenis pohon dengan akar yang "tertanam" kuat di
sela-sela atau rejahan tebing. Pohon ini dapat digunakan
sebagai natural anchor (tambatan alam) dan natural runner.

Untuk mempergunakannya, pilihlah pohon yang


berdiameter kira-kira 3cm, berakar kuat, dan masih hidup.
Secara teknis mudah sekali. Anda tinggal mengkaitkan
webbing atau sling dan mengkaitkan sebuah carabiner atau
biasa disebut cincin kait. Kemudian
masukkan tali utama ke dalam
cincin kait itu.

Pada rekahan tebing sering pula


dijumpai sebuah pecahan batu
tebing terjepit dengan kuat (chock stone). Proses ini terjadi
secara alami pada rekahan yang menyempit ke bawah
sebuah pecahan batu tebing terselip dan dengan sendirinya
berada pada posisi yang ideal untuk dipakai sebagai
pengaman.

Jika anda memutuskan untuk mempergunakan chock


stone ini, perhatikan benar-benar apakah batu yang terjepit
tidak goyah oleh sentakan ke bawah kalau anda terjatuh
dan jenis batuannya cukup keras sehingga tidak pecah
terkena beban jatuh.

Untuk membuat pengaman prinsipnya sama dengan


pengaman alam jenis pohon tersebut di atas. Bisa juga
dengan cara lain. Tergantung dengan kondisi yang anda
hadapi. Untuk itu seorang leader harus kreatif dan
disamping faktor lain disamping seperti terampil, terlatih,
berani, dan sebagainya.

Pengaman alam bisa juga dibuat dari tonjolan pada


permukaan tebing yang cukup kuat. Biasanya pada
permukaan tebing terdapat horn (tonjolan, tanduk),
yang ideal untuk dipakai sebagai pengaman.
Meskipun tidak cukup meyakinkan tonjolan kecil
masih lebih baik daripada tidak sama sekali.

Suatu ketika dapat terjadi horn


yang dijumpai tidak terlalu
menonjol dan membulat. Untuk
mengatasi hal ini pergunakan
webbing dan ikatan dengan
erat agar tidak tergeser dari
kedudukannya ketika anda
bergerak naik. Karena geseran,
ikatan dapat terlepas dengan sendirinya, sehingga
fungsinya sebagai pengaman hilang.

Tunnel (lubang tandus) dapat


terjadi pada tebing-tebing kapur
limestone karena pengaruh
perubahan cuaca dan angin. Pada
lubang tembus ini pengaman dapat
dibuat asal terlebih dahulu diketahui
kekuatan batuannya. Masih sering
dijumpai lubang tembus ambrol
ketika tersentak beban jatuh.

Meskipun anda telah terlatih dalam mempergunakan


natural runner atau natural anchor namun hati-hatilah agar
resiko kecelakaan dapat diperkecil. Lebih-lebih untuk para
pemula, yang biasanya cenderung kurang teliti dalam
memilih runner yang baik.

VII TEKNIK PEMASANGAN CHOCK

Sesungguhnya, penggunaan chock sebagai runner


pemanjatan tebing mengandung nilai seni yang tinggi.
Dengan piton seseorang dapat pula memanjat, tapi denga
sedikit rasa takut, sedikit seni, dan sedikit ketrampilan,
meskipun palu yang menghantam mata piton menimbulkan
suara bukan merupakan larangan. Dentingan bising dan
seolah-olah merupakan suatu paksaan dalam usaha
manusia untuk menaklukkan tebing yang dihadapinya. Jika
penggunaan piton dalam suatu pemanjatan tebing dibatasi,
berarti seseorang itu telah melakukan permainan yang lebih
tinggi nilainya daripada menggunakan piton.

Penggunaan chock hanya sebagai pengaman, lain


tidak. Sebagai contoh, kita tidak begitu mengalami kesulitan
ketika menemui rekahan di tebing berukuran tertentu.
Dengan bong (sejenis piton bersudut) rekahan ini mudah
diatasi, karena toleransi ukuran bong cukup besar. Tapi
dengan mempergunakan chock, gerakan si pemanjat harus
lebih hati-hati dan dengan perhitungan matang, karena
pemasangan pengaman jenis ini tidak semudah memasang
piton. Kita harus berpikir dua kali sebelum meninggalkan
chock yang telah kita pasang sebagai pengaman.

Biasanya para pemula kurang hati-hati dalam


menyisipkan chock pada rekahan tebing. Sehingga sering
terjadi chock terlepas dari tempatnya. Untuk mengatasi hal
ini salah satu cara yang baik yaitu berlatih dan terus
berlatih dalam menggunakan chock sebagai pengaman.
Agar tidak mengundang bahaya yang lebih besar, sebaiknya
latihan pemasangan chock dilakukan di tebing yang tidak
terlalu tinggi dan tidak banyak memiliki cacat batuan atau
rekahan.

Banyak pemanjat tebing yang hanya menggunakan


chock dalam suatu pemanjatan. Karena menurutnya dengan
piton, tebing akan rusak atau cacat dan tidak lagi sesuai
dengan keadaan aslinya.

Dengan hanya menggunakan chock sebagai pengaman


berarti pada si pemanjat akan dituntut ketelitian,
kemahiran, keberanian, dan juga keyakinan untuk dapat
mengatasi setiap lintasan yang dipilihnya sendiri.
Ada juga pemanjat tebing yang menggunakan piton
dalam pemanjatan, tapi dibatasi hanya pada keadaan
dimana chock tidak lagi bisa digunakan sebagai pengaman.

Meskipun chock sudah terpasang dengan benar dan


batunyaoun cukup kuat untuk dapat menahan beban jatuh,
namun masih ada beberapa permasalahaan penting yang
perlu mendapatkan perhatian dari seorang leader.

Yang pertama, tubuh. Mengapa? Ketika anda telah


memasang chock dengan benar dan cukup kuat untuk
menahan beban jatuh, tiba-tiba terlepas akibat terangkat
keatas oleh tali utama. Untuk mengatasi hal ini maka perlu
ditambahkan sebuah webbing agar gesekan tubuh keatas
tidak menggangu kedudukan chock.

Yang kedua, lenturan tali. Sewaktu leader terjatuh, tali


melentur terkena beban tubuh. Akibat lenturan ini, chock
dapat terangkat dan terlepas dari kedudukannya. Untuk itu
chock harus diberi back-up (kekuatan tambahan) pada
tempat tertentu yang diperkirakan hal ini dapat terjadi,
sehingga jika lenturan menyebabkan chock terlepaas, masih
ada kekuatan cadangan menyelamatkan leader dari bahaya
yang lebih fatal.

Yang ketiga, karena tegangan (drag) tali. Ini terjadi jika


penempatan chock menyebabkan tali membentuk diagonal
satu sama lain atau zig-zag. Karena zig-zag, maka tegangan
tali akan menarik chock yang telah terpasang sehingga
dapat lepas dari posisinya.

Setiap chock memiliki nomor urut sesuai dengan


ukurannya. Nomor 1 untuk chock yang terkecil dan
seterusnya. Ini dimaksudkan untuk memudahkan leader
memilih ukuran chock yang sesuai dengan besar kecilnya
rekahan dan juga memudahkan untuk berkomunikasi
dengan belayer (orang yang mengamankan). Pada keadaan
tersebut, leader akan lebih mudah menyebut nomor yang
dimintanya daripada harus menyebutnya besarnya atau
ukurannya.

Memasang chock sebagai pengaman harus


diperhatikan benar-benar jenis bantuan dan lebar sempitnya
rekahan. Jika pemasangan chock sudah benar dan batuan
cukup kuat, maka masih ada kelemahan lain yang
menyebabkan kecelakaan, yaitu tali baja atau sling pengikat
chocknya terputus oleh suatu sebab. Untuk itu dianjurkan
selalu memeriksa semua peralatan yang akan digunakan
untuk memanjat tebing.

Chock yang mempunyai standar UIAA (Union


International des Associations d'Alpinisme), yaitu suatu
badan yang mengadakan standarisasi untuk peralatan
mountaineering yang berkedudukan di Prancis, dijamin
keamanannya jika dipergunakan secara benar danterawat
dengan baik.

IX SIMPUL DAN IKATAN

Dalam tali temali, kita sering mencampur adukan antara


tali, simpul, dan ikatan. Hal ini sebenarnya berbeda sama
sekali. TALI: bendanya, SIMPUL: antara tali dengan tali,
IKATAN: tali dengan benda lain.

1. Pemeliharaan Tali
Simpanlah tali pada tempat yang tidak
lembab, agar tidak lapuk.
Letakkan pada tempat yang tertentu,
sehingga pada saat diperlukan kita mudah
mengambilnya.
Apabila tali tersebut basah, sebaiknya cepat
dikeringkan tetapi jangan langsung terkena
sinar matahari.
Usahakan gulungan tali mudah dilepas.
X. VERTICAL RESCUE

A. Definisi

Vertical Rescue adalah teknik memindahkan (evakuasi)


korban atau obyek pada media terjal (High Angle / Vertical)
dari tempat yang tinggi ke tempat yan glebih rendah atau
sebaliknya.

Selama ini belum banyak masyarakat mengenal


Vertical Rescue, sehingga sering kali terjadi pembiasan
antara Tim Vertical Rescue dengan Tim SAR. Pembiasan ini
yang pada akhirnya menjadikan Vertical Rescue dengan Tim
SAR umumnya.

Vertical Rescue dalam sebuah operasi SAR adalah


satuan dengan kemampuan khusus yang diterjunkan jika
korbanobyek berada pada medan curam atau bahkan
vertical (Hi-Angel Surface). Jadi dapat disimpulkan secara
ideal, Tim Vertical Rescue akan diterjunkan jika sudah ada
kepastian datum korban/obyek (sudah bukan Most
Probable/MPP). Namun tidak menutup kemungkinan jika
menurut SMC, datum MPP sudah mendekati kepastian,
maka Tim Vertical Rescue dapat diterjunkan untuk
melakukan pendekatan ke datum.

Jadi cukup jelas bahwa Tim Vertical Rescue adalah RSU


dengan ketrampilan khusus, dan dalam operasi SAR tetap
berada dibawah komando SMC dan OSC.
B. Peralatan

Pada dasarnya peralatan yang digunakan sama persis


dengan peralatan yang digunakan dalam panjat tebing
(ingat: Vertical Rescue adalah bagian dari Panjat
Tebing..!!). Namun ada peralatan khusus yang lebih
spesifik dalam Vertical Rescue.

1. Tripod

Tiang logam berkaki tiga yang digunakan untuk


menghindari gesekan tali. Tripod rerutama sekali digunakan
untuk proses evakuasi korban atau obyek dari dalam
lubang.

2. Stretcher/basket rescue

Stretcher atau beberapa orang menyebutnya dengan


nama Baasket Rescue, adalah tandu yang digunakan untuk
melakukan evakuasi. Pada sisi luar tandu terdapat pelindung
sehingga korban/obyek yang berada di dalamnya terhindar
dari benturan secara langsung.

3. Quick Release

Digunakan untuk
memudahkan dalam proses
melepaskan tandu atau
beban dari lintasan dalam
keadaan masih terbebani
oleh korban/obyek.

4. Swivel
Digunakan untuk mengurangi putaran, terutama jika
evakuasi dilakukan dari dan ke helikopter.

5. Tali/Rope

Tali yang dugunakan adalah Kernmantel kerena


memiliki dua lapisan yaitu lapisan inti (kern) dan lapisan luar
bertenun (mantel). Ada 2 jenis kernmantel yaitu:

Dynamic Rope (Tali Dinamis)


Tali yang digunakan untuk perintisan pemanjatan.
Memiliki daya lentur yang cukup tinggi sehingga
dapat menyerap beban saat pemanjat terjatuh.
Static Rope (Tali Statis)
Tali yang dirancang untukpenggunaan yang memiliki
tingkat peregangan kecil, misalnya digunakan
sebagai tali tetap (fixed rope) pada saat ascending
atau menuruni ketinggian (abseiling).
6. Carrabiner

Carabiner adalah metal pengunci yang berfungsi


sebagai penghubung antar alat. Disebut juga Krabs, Biners,
Snaplinks. Ada 2 jenis carabiner yaitu:

Screw-gate
Carabiner yang mempunyai sistem penguncian
(Locking Carabiner).
Snap-gate / Snap
Carabiner tanpa sistem pengunci (Un-locking
Carabiner).

7. Harness

Harness adalah pengaman tubuh yang


menghubungkan pemanjat baik leader maupun belayer
dengan tali utama dalam pemanjatan.

8. Ascender

Merupakan alat mekanik yang


berfungsi sebagai alat bantu untuk
naik. Ascender terbagi menjadi 2
jenis yaitu yang mempunyai
pegangan (handle) atau kepalanya saja, atau biasa disebut
clog.

9. Descender

Adalah alat bantu untuk menuruni lintasan vertical


dengan tali, ada banyak macam yang digunakan dalam
Vertical Rescue seperti Figure of Eight, Hydrabot, Robot,
Autostop dll.

Figure of Eight

Desecender dengan bentuk angka delapan. Juga bisa


digunakan sebagai belay device

Autolock

Desecender memliki kunci pengereman menggunakan


tuas

Hydrabot

Digunakan untuk medan basah

ROBOT
Digunakan untuk lintasan yang relatif panjang

10. Hammer

11. Perusik

12. Pulley

13. Helmet

14. Bolt & Hanger


18. Stoper/Nut

19. Hexentric/Hex Nut

20. Piton (Pasak)

21. Rockpacker & Rotary Hammer Drill


Drill (Bor) digunakan untuk melubangi permukaan
media keras agar dapat dipasang Rock Bolt.
Ada 2 Macam yaitu Hand Drill menggunakan
Battery (ROTARY HAMMER DRILL) dan dengan
tenaga manual yang biasa disebut ROCPECKER

C. Jenis Media Pengaman


Media Keras
Contohnya tembok atau beton, dapat dipasangi
pengaman bolt dan batu atau tebing alam yang
dapat dipasangi pengaman tebing atau dapat
dipasangi pengaman bolt pula.
1.Periksa
permukaan
media
dengan palu
untuk
menghindari
permukaan
yang rapuh
2. Lubangi
permukaan
dengan bor
(Tegak lurus
dengan
permukaan)
3. .Masukan Rock Bolt dan pukul dengan palu
4. .Kencangkan mur pada rock bolt (6x putaran)
JARAK MINIMUM ROCK BOLT DENGAN RIDGE ADALAH
3x PANJANG ROCK BOLT

Media Lunak
Contohnya tanah, pasir atau lumpur dimana pada
lokasi tidak ditemukan media keras dapat kita
gunakan Deadman/Deadboy Anchor atau dapat juga
menggunakan Bollard.

BOLLARD

Pengaman/Anchoring pada media lunak dengan


menanamkan tali/webbing/sling atau wired secara
melingkar dengan kedalaman minimal 100cm

DEAD MAN & DEAD BOY


Pengaman/Anchoring pada media lunak (pasir,
lumpur, dll) yang ditanam dengan kedalaman
minimal + 70cm.

CARA MENANAM DEAD MAN & DEAD BOY


Media lunak (tanah, pasir, salju dll) digali
sedalam + 70 cm dengan mengikuti bentuk dead
man/dead boy yang akan ditanam

Kemudian masukan dead man/dead boy ke dalam


galian, dan timbun kembali dengan tanah dari galian
tersebut

D. Simpul dan Jerat

Simpul 8 Ganda (Double Eight Knot)


Simpul Nelayan Ganda (Double Fisherman Knot)

Simpul Pita (Water Knot)

Simpul Tambat (Italian Hitch/Munter)


Simpul Pangkal (Clove Hitch)

Simpul Geser (Prusik Hitch)

E. Equalizing

Adalah teknik menyamakan beban antara dua


pengaman. teknik pembagian beban pada pengaman, baik
di media keras maupun lunak

Sudut maksimal dalam Equalizing adalah 1200


F. Teknik Evakuasi pada Vertical Rescue
1. HAULING
Teknik Vertical Rescue Evacuation yang dilakukan
dengan cara menaikkan korban. Evakuasi dengan
teknik ini diharuskan mengurangi friksi (gesekan).

Untuk mengurangi friksi tersebut, dapat digunakan


3 macam system yaitu A-System, Z-System dan M-
System.
2. LOWERING
Teknik Vertical Rescue Evacuation yang dilakukan
dengan cara menurunkan korban. Evakuasi ini harus
memperbesar friksi. Dalam aplikasinya cara ini
menggunakan descender (alat bantu untuk
menuruni medan curam) seperti figure of eight dll
atau dapat juga menggunkan Jerat Tambat (Italian
Hitch)

3. SUSPENSION
Teknik Vertical Rescue Evacuation yang dilakukan
dengan cara menyeberangkan korban/obyek.

G. Penjangkauan Korban
Dalam Vertical Rescue Evacuation, terdapat 3 cara untuk
menjangkau korban yaitu:

a. Leading
Menjangkau
korban
dengan cara
melakukan
pemanjatan
perintisan
dari bawah
ke atas dengan
pengaman
lintasan dari
jarak
tertentu.

b. Traversing
Menjangkau
korban
dengan cara
melakukan pemanjatan perintisan gerakan
menyamping dengan pengaman lintasan dari jarak
tertentu.
c. Abseiling
Menjangkau korban dengan cara melakukan turun
dari titik yang lebih tinggi dengan tali.
EVAKUASI DIAGRAM
Daftar Pustaka

INDONESIA CLIMBING EXPEDITION (ICE). Pendidikan dan


Latihan Dasar Vertical Rescue, 31 mei s/d 2 juni 2013.Tebing
Citatah. Bandung Barat.

Buku Mounteneering Organisasi KUMPPALA (Kaula Muda


Penjelajah dan Pecinta Alam).

Anda mungkin juga menyukai