PENDAHULUAN
Di Indonesia kegiatan mendaki gunung mulai dikenal sejal 1964 ketika pendaki
Indonesia dan Jepang melakukan suatu ekspedisi gabungan dan berhasil mencapai
puncak Soekarno di Pegunungan Jayawijaya. Pendaki Indonesia tersebut adalah
Soedarto, Soegirin dan Fred Atabe dari jepang. Pada tahun yang sama(1964)
mulailah berdiri perkumpulan-perkumpulan pendaki gunung, dimulai berdirinya
Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung WANADRI di Bandung dan
mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (MAPALA UI) di Jakarta
kemudian diikuti oleh perkumpulan-perkumpulan lainnya di berbagai kota di
Indonnesia.
Kedua jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing
adalah cara-cara pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah
teknik-teknik pendakian tebing gunung salju. Dalam ketiga macam kegiatan di atas
tentu didalamnya telah mencakup : Mountcamping, Mount Resque, Navigasi
medan dan peta, PPPK pegunungan, teknik-teknik Rock Climbing dan lain lain.
4. Sejarah Pendakian
a. Sejarah Internasional
1760 : Professoe de Saussure menawarkan hadiah besar bagi siapa saja yang dapat
menaklukkan puncak mont blanc guna kepentingan ilmiahnya.
1786 : Puncak tertinggi di pegunungan alpen Mont Blanc (4807 m) akhirnya dicapai
oleh Dr. Michel Paccaro dan Jacquet Balmat.
1852: Batu pertama jaman keemasan dunia keemasan di Alpen diletakkan oleh
Alfred Wills dalam pendakiannya ke puncak Wetterhorn (3.708 m), cikal bakal
pendakian gunung sebagai olah raga.
1852 : Sir George Everest, akhirnya menentukan ketinggian puncak tertinggi dunia,
dan di abadikan dengan namanya (8.848 m), orang Nepal menyebut puncak ini
dengan nama sagarmatha, orang tibet menyebutnya chomolungma.
1878 : Clinton Dent (bukan pepsoden) memnjat tebing Aigullie de dru di perancis
yang memicu trend pemanjatan tebing yang tidak terlalu tinggi tetapi cukup curam
dan sulit, banyak orang menganggap peristiwa ini adalah kelahiran panjat tebing
1895 : AF Mummery orang yang disebut sebagai bapak pendakian gunung modern
hilang di Nanga Parbat (8.125 m), pendakian ini adalah pendakian pertama puncak
di atas ketinggian 8.000 m
1924 : Mallory dan Irvina mencoba lagi mendaki Everest, keduanya hilang di
ketinggian sekitar 8.400 m
1953 : Pada tanggal 29 mei Sir Edmund Hillary dan Sherpa Tenzing Norgay
akhirnya mencapai atap dunia puncak everest.
b. Sejarah Indonesia
1623 : Yan Carstenz adalah orang pertama melihat adanya pegunungan sangat
tinggi, dan tertutup salju di pedalaman irian
1899: Ekspedisi Belanda pembuat peta di Irian menemukan kebenaran laporan Yan
Carstensz hampir 3 abad sebelumnya tentang “ … pegunungan yang sangat tinggi,
di beberapa tempat tertutup salju!” di perdalaman Irian. Maka namanya diabadikan
sebagai nama puncak yang kemudian ternyata merupakan puncak gunung tertinggi
di Indonesia.
1962 : Puncak Carstenz akhirnya berhasil dicapai oleh tim pimpinan Heinrich
Harrer.
1964 : Beberapa pendaki Jepang dan 3 orang Indonesia, yaitu Fred Athaboe, Sudarto
dan Sugirin, yang tergabung dalam Ekspedisi Cendrawasih, berhasil mencapai
Puncak Jaya di Irian. Puncak yang berhasil didaki itu sempat dianggap Puncak
Carstensz, sebelum kemudian dibuktikan salah.
Puncak Eidenburg, juga di Irian, berhasil di daki oleh ekspedisi yang dipimpin Philip
Temple.
1972 : Mapala UI, diantaranya adalah Herman O. Lantang dan Rudy Badil, berhasil
mencapai Puncak cartenz.Mereka merupakan orang-orang sipil pertama dari
Indonesia yang mencapai puncak ini.
Pengenalan Medan
untuk menguasai medan dan memperhitungka bahaya obyek seorang pendaki
harusmenguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan
kompas serta altimeter. Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk
mengetahui medan yang akandihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang
yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut
sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.
Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan
kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui
peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu
daerah semakin rendah kadar oksigennya.
Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan
merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.
3. BAHAYA DI GUNUNG
Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil
tidaknya suatu pendakian.
Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak
dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan
yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan
mental.
Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek
pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini
dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain.
Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan factor
intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk
pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasan-
keterbatasan pada diri kita sendiri.
peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan, karena makanan yang kita
makan itulah yang menjadi sumber energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.
Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk
3. Kesegaran Jasmani
-pusing
-kadang sampai muntah, bila ini terjad imaka orang ini harus segera ditolong dengan
memberi makanan/minuman untuk mencegahkekosongan perut.
Penyeberangan Basah.
Ada beberapa teknik/tips dalam melakukan penyeberangan disungai :
1.Carilah Jembatan
2.Jika jembatan tidak ada jangan berharap ada yang mau buatkan jadi carilah daerah
aliran sungai tak beriak, deras dan dalam biasanya semakin ke hulu aliran sungai
seperti itu ada
3.Jika kalian menyeberangi sungai dan ada tali, ada yang tau berenang ada juga tidak
maka itu yang tau berenang menyeberang kesebelah dengan diikat tali lalu tali tali
itu di tambatkan sudah itu nyebrang mako
4.Pada saat menyeberang sungai kalian bisa membawa tongkat untuk menjaga
keseimbangan dan juga berguna untuk mengukur kedalaman air
Ingatlah jika menyeberang sungai jangan pernah membelakangi arah arus air
hadapilah walau itu deras karena kalian akan jauh lebih kokoh dan lintasan jalur
yang kalian lalui ada baiknya diagonal begitupun jika kalian menyeberang secara
tim
-Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai
puncaknya pada hari kedua. Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala
ini, maka perlu secara dini ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik
lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh
aneh serta tidak peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah
membuatnya pingsan. Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral
dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya
menurun. Dapat pula timbul rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman
penglihtan dan gangguan pada koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian
5000 m, hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat
hilang sama sekali.
4. Program Aerobik
untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya
dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50 menit setiap harinya.
1. Orientasi Medan
A. Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta Dengan dua titik di medan
yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta.Dengan menggunakan perhitungan
teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta.
Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta.-Bila diketahui satu titik
identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai
1..Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka
perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau
identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter
adalah kedudukan kita.
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan
dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering
dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia.
Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan
orientasi.Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal
perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama
yang menjadi awal perjalanan.Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam
situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui
diperhatikan dan dihafal,mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah
dan terpaksa kembali ketempat semula. Dari pengalaman terutama di hutan dan di
gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan
dari pada kita mengandalkan alat-alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan
berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
A. Keadaan udara-
Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang
tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu
Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
-Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak
angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas, maka
diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.-Awan putih
berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat saja
berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih
maka datanglah cuaca buruk.
-Kelas
4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin diperlukan.-
Kelas
5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini dibagi
lagi menjadi 13 tingkatan.
-Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik.Kelas
ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan