Anda di halaman 1dari 47

Materi dasar caving

1. A. SPELEOLOGI

Speleologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gua. Diambil dari kata-kata yunani
spelation = gua dan logos = ilmu. Namun gua tidak bisa berdiri sendiri, tetapi terdapat
struktur alam yang melingkupi. Jadi speleologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari gua beserta lingkungannya.

Di indonesia ilmu ini berkembang tahun 1980-an. Sedangkan di inggris dan jerman
sudah dipelajari secar intensif mulai pertengahan abad 19. Sebelum membicarakan
speleologi lebih lanjut, harus kita ketahui defisi dari “gua “ itu sendiri,

1. Menurut ius (internasional union of speology) yang berkedudukan di wina, austria.


Gua adalah setiap ruangan di bawah tanah, yang dapat dimasuki orang
2. Menurut dr r. K. T. Ko (ketua hikespi,1985). Gua adalah suatu lintasan sungai di
bawah tanah yang masih mengalirnya (khususnya daerah batu gamping)

Gua memiliki ciri khas dalam mengatur suhu udara di dalamnya, yaitu pada saat udara
di luar panas, maka udara di dalam gua akan terasa sejuk, begitu sebaliknya.

Sifat tersebut menyebabkan gua dipergunakan tempat berlindung. Jenis gua di


indonesia kebanyakan batuan gamping/karts.

Lahirnya ilmu speleologi


secara resmi ilmu speleologi lahir pada abad 19 an berkat ketekunan edward alferd
martel, sewaktu kecil ia memasuki gua hahn di belgia dengan ayahnya seorang ahli
paleontologi, kemudian mengunjungi gua pyrenee di swiss dan italia.

pada tahun 1888 ia memulai memperkenalkan penelusuran gua menggunakan alat,


pada musim panas ia dan teman-temannya mengunjungi dengan membawa gerobak
yang isinya peralatan untuk penelusuran gua (martel, alat pengukur, kompas, alat p3k
dan makanan) karena kegigihan dia dalam meneliti gua maka edward ini disebut
barak speleologi.
lahirnya speleologi di indonesia, berkembang pada tahun 1980 dan olah raga alam ini
masih tergolong baru dibandingkan rafting, mountenering dan panjant tebing. Pada
tahun ini terdapat club yang berkecimpung masalah keguaan yaitu specavina yang
didirikan oleh norman edwin dan dr r.k.t ko ketua hikepsi sekarang. Namun dengan
perbedaan pendapat maka terpecahlah ada yang masih mendirikan hekespi dengan
ketuanya dr. R.k.t ko dan norman e mendirikan club yang berpusat di jakarta yaitu
garba bumi. Kemudian tahun tersebut muncul club-club penyusur gua diantaranya :

1. Bsc : bogor speleological club


2. Dsc : denpasar speleological club
3. Scala : speleo club malang
4. Sss : salamander speleo surabaya
5. Jsc : jakarta speleo club
6. Asc : acintyacunyata speleoligical club

Dari beberapa club di atas yang masih ksis yaitu asc yang lain sudah tinggal nama.

1. B. Sejarah Penyusuran Gua

Penyusuran gua pertama kali dilakukan oleh John Beaumont, seorang ahli bedah dari
Somerset, England pada tahun 1674. namun penyusuran tersebut tidak dilandasi oleh
tujuan yang jelas, sehingga pelaksanaannya kurang matang.
Sedangkan orang yang berjasa dalam mendeskripsikan gua-gua dengan tujuan ilmiah
adalah Baron Johan Valsavor (Slovenia) sekitar tahun 1670 – 1680. Ia berhasil
memasuki 70 gua, membuat peta, sketsa dan menyusun buku setebal 2800 halaman.

Sedangkan penelusuran gua di Indonesia sendiri, mulai muncul pada tahun 1980
dengan berdirinya “Specavina” oleh Norman Edwin dan Dr. R.K.T. Ko, yang
selanjutnya bercabang menjadi “Gerba Bumi”, yaitu sekelompok penelusur gua yang
berkiblat ke petualangan dan olah raga, serta “Hikespi” yaitu kelompok penelusur gua
yang berakibat pada penelitian ilmiah dan konservasi.
Gua adalah bentukan lorong, sumuran, ruangan yang ada didalam tanah. Menurup
IUS (International Unio of Speleology) berkedudukan di Wina, Australia, gua adalah
sebuah ruang di bawah tanah yang bisa dimasuki oleh manusia.
Ilmu yang mempelajari tentang gua dan lingkungannya disebut speleology. Berasal
dari bahasa Yunani yaitu spelalion = gua, dan logos = ilmu, lingkungan sekitar gua
dapat berupa aliran lava yang membeku, batu pasir (sandstone), batu gamping (karts),
gletser dan sebagainya.
Ada juga istilah spelunca (bahasa latin dari gua). Di Indonesia istilah yang paling sering
dipakai adalah penelusuran gua (caving) tanpa merujuk tujuannya masuk gua.

1. C. Pengetahuan Tentang Gua

Menurut proses terbentuknya, gua dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Gua Lava, yaitu gua yang terbentuk akibat aktifitas vulkanik dari gunung berapi.
Ketika terjadi letusan, lava yang dimuntahkan mengalir kebawah membentuk alur-alur
memanjang. Ketika bagian atas/permukaan lava sudah membeku, laca yang dibawah
permukaan masih mengalir terus sehingga menimbulkan rongga atau lorong.
2. Gua Littoral, yaitu gua yang terbentuk didaerah tebing pantai, akibat pengikisan yang
dilakukan oleh angin dan gelombang laut.
3. Gua Kapur atau Limenstone, yaitu gua yang terjadi didalam daerah batuan
kapur/limenstone, akibat dari pengikisan air terhadap batuan kapur di dalam tanah. Gua
kapur inilah yang menjadi obyek penelusuran dan ekspoitasi bagi pecinta alam atau
penelitian yang tidak habis-habisnya oleh para ilmuwan. Hal ini disebabkan karena
banyak daerah atau kawasan hunian yang berstruktur batuan kapur, sehingga gua-gua
yang ada disekitarnya, bagaimana pun juga mempunyai pengaruh positif maupun negatif
bagi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.

Proses Terjadinya Gua Kapur

Batuan kapur terbentuk dari kalsium karbonat yang tidak mudah larut oleh air. Tetapi air
hujan yang mengandung karbondioksida (hasil penyerapan udara dan tanah) dapat
melarutkannya. Batuan kapur mempunyai karateristik yang khas yaitu banyak retakan-
retakan horizontal maupun vertikal. Dan ketika air hujan masuk ke celah tersebut terjadi
pelarutan sehingga celah/retakan tersebut makin lama makin membesar.

Semua aktifitas diatas terjadi di lapisan bawah tanah dari batuan kapur, disebut zona
seturasi, yaitu zona yang berada di bawah muka air bebas (water table), seturasi berarti
daerah itu jenuh dengan air. Sedangkan water table adalah batas permukaan dari zona
seturasi.
Aktifitas pelarutan semakin lama semakin membesar, sehingga timbul lorong vertikal
atau horizontal bahkan ruangan yang semuanya terisi air, dan pada beberapa tempat
mereka saling bertemu sehingga membentuk suatu jaringan. Pada suatu waktu, water
table turun akibat adanya pergerakan bumi, sehingga lorong-lorong tersebut menjadi gua-
gua yang kering (dry caves), dimana air masih ada/mengalir. Pada beberapa tempat
menjadi kolam ataupun sungai di bawah tanah.

Setelah tahapan di atas, gerakan bumi yang terjadi serta erosi yang dilakukan air bawah
tanah dan proses air hujan melalui retakan di sepanjang dinding gua, merubah bentuk dan
struktur gua. Kemudia beberapa bentuk khas dari gua mulai terjadi, antara lain :

1. Stalaktit, yaitu ornamen gua yang membetuk ujung tombak memanjang dan meruncing
ke bawah, menempel pada atap gua. Ini terjadi karena air yang mengandung larut yang
tinggi menetes melalui titik kecil pada atap gua. Sebelum air menetes jatuh, mengalami
penguapan sehingga larutan kapur yang terkandung di dalamnya menempel pada atap gua
dan proses ini berjalan terus-menerus hingga akhirnya menjadi bentukan yang
menyerupai pipa kecil dengan lubang straw. Pada tahap tertentu terjadi penyumbatan
pada lubang-lubang sehingga air tidak lagi mengalir melalui ujung pipa tersebut, tetapi
kembali merembes melalui pangkal pipa dan melewati bagian luar pipa menuju ujung
pipa kembali dan menetes ke bawah. Akhirnya, bagian luar dari daerah pangkal pipa
paling banyak mendapat tumpukkan atu tempelan larutan kapur, sehingga timbul
bentukkan yang menyerupai kerucuk terbalik (stalaktit).
2. Stalakmit, terbentuk dari proses terjadinya stalaktit. Ketika air menetes jatuh ke lantai
gua, terjadi penguapan air, maka timbul penumpukkan larutan kapur yang membetuk
kerucut memanjang dan meruncing ke atas.

Stalaktit dan stalakmit yang ujung-ujungnya menyatu, menyerupai pilar/tiang disebut


Column.

1. Drapery/korden, proses terjadinya hampir sama dengan stalaktit, hanya saja


perembesannya terjadi pada sebuah celah (crack) yang memanjang pada atap gua,
sehingga bentukan yang tumpul menyerupai tirai-tirai seperti korden jendela yang
menggantung pada atap menuju ke bawah dengan lekukan-lekukannya.
1. Flowstone, terjadi karena penumpukkan larutan kapur pada celah memanjang yang
horizontal pada dinding gua, sehingga membentuk satu gundukan berbentuk separuh bola
yang permukaannya/lapisan luarnya seperti air mengalir.

1. Gourdam (dam), bentuknya seperti kolam kecil yang saling menyambung dan
menumbuk sehingga membentuk jaringan persis daerah persawahan. Terjadi karena
permukaan dari lantai gua tidak rata, sehingga pada suatu tempat kapur yang terlarut air
mengalir ke dasar gua terhambat dan membentuk dinding sesuai dengan alur lantai yang
menahannya dan terjadi secara berulang-ulang.

1. Helektite, yaitu bentuk stalaktit yang aneh karena bisa bercabang sejajar dengan atau
gua, bahkan pertumbuhannya kadang tidak ke bawah tetapi ke atas menuju atap seperti
melawan daya tarik bumi (gravitasi). Ada beberapa teori yang muncul tentang
terbentuknya helektite, sebagai berikut :

1). Pada tekanan udara tertentu pertumbuhan menjadi horizontal arahnya.

2). Angin membuat pertumbuhan tidak vertikal ke bawah.

3). Ada beberapa molekul tertentu maupun bakteri yang mempengaruhi pertumbuhan.

1. D. Habitat Gua

Semua makhluk yang menghabiskan sebagian atau seluruh hidupnya di dalam gua disebut
troglodyte. Habitat troglodyte berdasarkan kondisi lingkungan yang mendukung
kehidupan komunitasnya dapat dibagi menjadi empat zon, yaitu :

1. Zona terang, daerah yang merupakan mulut gua, cahaya masih sama seperti di luar gua.
2. Zona senja, merupakan daerah di dalam gua dimana tumbuhan hijau masih bisa
tumbuh. Cahaya pada daerah ini pada senja hari.
3. Zona gelap dengan suhu berubah, merupakan daerah gelap total yang dicirikan dengan
suhu dan kelembaban yang masih bisa berubah setiap saat sesuai dengan perubahan
keadaan cuaca luar.
4. Zona gelap dengan suhu tetap, merupakan daerah yang terjauh dari mulut gua dengan
suhu dan kelembaban yang selalu tetap.

Binatang dalam gua dapat dibagi menjadi tiga macam kelompok, yaitu :

1. a. Troglopile, yaitu binatang yang menyukai kegelapan, tetapi masih mencari makan di
gua tersebut. Contohnya ; kelelawar dan burung walet. Sekalipun tempat tinggal mereka
sudah termasuk dalam zona gelap total, tetapi fluktuasi suhu dan kelembaban masih
konstan. Jadi troghopile memanfaatkan gua sebagai tempat tinggal dan tempat
berlindung.

1. b. Trogloxine, yaitu binatang yang hanya secara kebetulan ada didalam gua, karena
sebenarnya binatang itu asing bagi kehidupan gua tersebut. Contohnya ; musang, ular,
dan sebagainya. Binatang ini biasanya terdapat pada mulut gua sampai zona senja.

1. c. Troglobion, yaitu binatang yang seluruh siklus kehidupannya sudah dilakukan di


dalam gua, sehingga memiliki sifat yang berbeda dengan binatang sejenisnya di
permukaan tanah. Contohnya ; seekor ikan yang sudah sekian lama hidup dan
berkembang biak dalam gua pada zona tertentu mengalami perubahan fisik menjadi tidak
berpigmen, penglihatan tidan berfungsi dan alat peraba menjadi lebih telanjang. Hal
demikian dapat terjadi setelah melalui waktu yang lama dan habitanya sudah benar-benar
terisolasi dari pengaruh luar.

1. E. Menagement Penelusuran

Management penelusuran terbagi dalam beberapa tahapan, sebagai berikut :

1. 1. Sebelum penelusuran
1. a. Non teknis

1). Pengumpulan data dan informasi mengenai gua

2). Perajinan dan surat jalan yang dibutuhkan

1. b. Teknis

1). Perlengkapan/logistik yang dibutuhkan


2). Jumlah personil yang memadai (minimal 3 orang)

3). Meninggalkan pesan kepada orang lain tentang pelaksanaan kegiatan

1. 2. Selama penelusuran

Ada pembagian tugas dan wewenang dalam team selama kegiatan berlangsung sehingga
terkoordinir dengan baik.

1. 3. Setelah penelusuran
1. a. Cheeking peralatan
2. b. Perawatan peralatan
3. c. Evaluasi kegiatan
4. d. Pembuatan laporan kegiatan

1. F. Perlengkapan Penelusuran Gua

Perlengkapan/peralatan penelusuran gua dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Perlengkapan pribadi (personal equipment), berupa :


1. a. Pakaian, terbuat dari bahan yang tembus air tetapi mudah menguap bila basah, untuk
menjaga suhu tubuh agar tidak terlalu berbeda dengan suhu lingkungan. Pakaian yang
ideal digunakan adalah coverall/wervak.
2. b. sepatu, biasanya digunakan sepatu boot, karena medan yang dihadapi biasanya
berlumpur.
1. c. Helm boom, untuk menjaga/melindungi kepala dari runtuhan atau antukkan batu.
2. d. Survival kit, berbeda dengan survival kit di gunung hutan karena yang dikhususkan
pada perlengkapan ini adalah bagaimana menghadapi keterbatasan di gua. Biasanya
diutamakan adalah cahaya, logistik serta obat-obatan, baru menyusul lainnya.
3. e. Single Rop Technique (SRT), merupakan teknik untuk melintasi lintasan vertikal
yang berupa satu lintasan tali. Tekni ini mengutamakan keselamatan dan kenyamanan
saat penelusuran gua vertikal. Dalam pelaksanaannya digunakan alat berupa SRT set yang
terdiri dari :
1). Seat harness, digunakan untuk mengikat tubuh yang dipasang pada pinggang dan
paha.
2). Ascender, digunakan untuk naik atau memanjat lintasa. Ascender dibedakan menjadi
hand ascender digunakan untuk dipegang di tangan dan chest ascender digunakan untuk
diikatkan di dada.

3). Descender, digunakan untuk menuruni lintasan. Ada beberapa macam descender,
tetapi umumnya yang sering digunakan adalah capstand. Ada dua jenis capstand, yaitu
simple stop descender (bobbin/non auto stop) dan auto stop descender.

4). Mailon Rapid (MR), ada dua macam, yaitu Delta MR (besar), digunakan
menyambung (dua loop) sent harness, ada dua bentuk yaitu Delta dan Semi Cireular. Dan
Oval MR (kecil), digunakan untuk menyambung chest ascender dengan Delta MR atau
Semi Circular MR.

5). Chest harness, digunakan untuk mengikatkan seat harnes dengan dada, biasanya
menggunakan weebing.

6). Cowstail, dibuat dengan tali dinamik dan simpul dengan salah satu cabangnya lebih
pendek. Cabang yang pendek digunakan sebagai pengaman saat akan mulai/selesai
melintasi tali atau berpindah lintasan. Cabang yang panjang digunakan untuk
menghubungakan hand ascender dengan tubuh. Pada kedua ujung cowstail dipasang
carabiner no screw.

7). Foot loop, digunakan untuk pihakan kaki dan dihubungkan dengan ascender. Ada
beberapa bentuk foot loop yang biasa digunakan, yaitu single foot loop, double foot loop
dan stirup.

1. Perlengkapan Tim (team equipment), berupa :


1. a. Tali, digunakan sebagai lintasan yang akan dilalui, biasanya menggunakan karmantel
rop jenis static rop yang mempinyai kelenturan 8 – 12 %.
2. b. Carabiner, digunakan sebagai pengait atau penghubung.
3. c. Webbing (sling), digunakan sebagai penghambat terhadap anchor.
4. d. Pengaman sisip, digunakan sebagai anchor bila tidak menemukan tambatan alam
(natural anchor), dapat berupa chock, hexentric, frien.
5. e. Piton atau paku tebing, fungsinya sama dengan pengaman sisip yaitu sebagai anchor.
6. f. Driver atau hand drill, seabgai bor batuan.
7. g. hammer, fungsinya sebagai palu.
8. h. Spit, pengaman yang ditanam ke batuan dan dapat dilepas kembali.
9. i. Hanger, dihubungkan dengan spit yang telah tertanam. Jenisnya adalah plate, ring,
twist, cloen, asimetric.
10. j. Tas, biasanya digunakan tackle bag yang terbuat dari bahan yang kuat dan
berbentuk simpel.
11. k. Ladder atau tangga tali, digunakan sebagai lintasan manakala lintasan yang ada
tidak terlalu dalam.

1. G. Teknik Penelusuran Gua


1. 1. Gua Horizontal

Medan pada gua horizontal sangat bervariasi, mulai pada lorong-lorong yang mudah
ditelusuri sampai lorong yang membutuhkan teknik khusus untuk melewatiya.

1. Lumpur

Untuk lorong yang berlumpur dapat dilewati dengan berjalan biasa bila lumpurnya tidak
terlalu tebal. Bila lumpurnya tebal, misal sedalam lutut atau lebih, dapat dilalui dengan
posisi seperti berenang. Dengan posisi ini akan lebih mudah bergerak dan menghemat
tenaga.

1. Air

Dilorong yang berair, terutama gua yang belum pernah dimasuki dibutuhkan fasilitas
pendukung untuk bisa melewatinya karena kedalaman air tidak diketahui, demikian juga
kondisi di bawah permukaan air. Untuk keselamatan sebaiknya semua anggota team
dibelay atau juga dengan moving together dimana semua anggota team terhubung dengan
tali. Pada kondisi tertentu, bila dibutuhkan dan dimungkinkan dapat memakai pelampung
atau perahu karet.

Untuk lorong yang sempit dan hampir semua terpenuh air dapat dilewati dengan teknik
ducking, yaitu kepala menengadah dan kaki sebagai peraba medan di depan. Ini dilakukan
agar bila ada perubahan medan secara drastis, si penelusur masih dapat mundur.

Pada lorong yang selurunya terisi air (sump), untuk melaluinya harus dengan menyelam
(diving). Penyelamatan di gua (cave diving) sangat berbahaya dan memiliki ratio
kematian 60 %. Dengan ratio sebesar ini sebaiknya tidak meneruskan penelusuran bila
peralatan tidak standar.

Pembagian team untuk melewati medan air juga harus disesuaikan, misalnya leader tidak
boleh membawa beban berat karena harus membuat lintasan dan mempelajari kondisi
medan.

1. Climbing

Teknik climbing juga sering digunakan dalam penelusuran gua. Misalnya bila kita
menemui water fall, waktu lintasa (rigging), melewati calcite floor atau oolith floor.

1. 2. Gua Vertikal

Single Rope Technique (SRT) adalah teknik untuk melewati lintasan vertikal, yang
berupa atau satu lintasan tali. Tekni ini digunakan untuk menelusuri gua-gua vertikal. Ada
beberapa jenis teknik SRT seperti Texas System, Rope Walker System, Mitchele System,
Floating Cam System, Jumar System, Fro Rig dan lain-lain. Namun di Indonesia
khususnya di Yogyakarta memakai sistem frog rig, adapun peralatan yang digunakan
dalam sistem ini, yaitu seat harness, ascender (hand ascender dan chest ascender),
descender, mailon rapid (MR), chest harness, cowstail, foot loop dan kermantle rope.

Pengorganisasian SRT set pada sistem ini yaitu seat harness dihubungkan dengan MR
delta atau semu circular, didalam MR dirangkaikan peralatan lainnya, palang kiri cowstail
yang dihubungkan dengan jummar (hand ascender) dan foot loop pada cabang yang
panjang, oval MR dihubungkan dengan chest ascender terus descender, dan paling kanan
carabiner bebas sebagai pengatur laju tali yang melalui descender.

Karena lorong vertikal tidak merata dan berbeda-beda, maka untuk keselamatan dan
kemudahan saat melewati lintasan, maka ada beberapa variasi lintasan sebagai
konsekuensinya, yaitu :

1. Lintasan lurus, yaitu lintasan yang mulus ke bawah tanpa ada gesekan lintasa dengan
dinding gua.
2. Lintasan intermediate, bertujuan untuk menghilangkan gesekan tali dengan dinding
gua, dengan membuat anchor pada titik gesekan.
3. Lintasan deviasi, berguna untuk menghilangkan friksi tali dengan dinding gua, dibuat
dengan cara menarik tali kearah luar gesekan.
4. Lintasan sambungan, dipakai pada lintasan dimana satu buah tali terpaksa disambung
untuk mencapai dasar picth.

1. H. Bahaya Penelusuran Gua

Kegiatan penelusuran gua adalah aktifitas yang mengandung resiko tinggi (right risk
activity). Hal itu disebabkan karena gua mempunyai medan yang berbeda dengan yang
kita hadapi sehari-hari. Bahaya penelusuran gua dapat dibagi menjadi :

1. Antroposentrisme, yaitu bahaya terhadap manusia (penelusur gua). Dapat disebabkan


oleh faktor :
1. Faktor manusia, bahaya ini dapat berupa tergelincir, terjatuh, terantuk, kejatuhan,
tersesat, tenggelam, kedinginan, dehidrasi, gigitan binatang berbisa, dan lain-lain.
2. Perlatan yang digunakan, setiap penelusur gua harus terampil dalam penguasaan dan
penggunaan alat. Pemakaian peralatan merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan
setiap penelusur gua. Karena pemakaian peralatan dengan cara yang salah selain merusak
alat tersebut, juga bisa berakibat fatal. Ini sangat berbahaya mengingat penelusur gua
sangat tergantung pada alat. Pemasangan pengamanan atau beban yang berlebihan juga
harus diperhatikan oleh penelusur gua.
3. Faktor gua, dapat menimbulkan bahaya karena kemungkinan yang tak terduga seperti
runtuhan atap/dinding karena gempa, juga karena adanya gas beracun dalam gua tersebut.

1. Speleosentrisme, yaitu bahaya terhadap gua yang disebabkan oleh manusia (penelusur
gua). Diakui atau tidak, kegiatan penelusuran gua bagaimana pun juga akan memberikan
kerusakan terhadap gua itu sendiri, kerusakannya dapat berupa rusaknya ornamen-
ornamen yang ada dalam gua, terganggunya biota dalam gua dan lain sebagainya. Tinggal
bagaimana komitmen dari para penelusur gua untuk dapat meminimal terjadi
kerusakannya tersebut.

Kecelakaan lain yang sering terjadi adalah keracunan atau kekurangan oksigen (hipoksia).
Tanda-tanda kadar oksigen :

1. a. 20 % : udara normal
2. b. 16 % : lilin tidak menyala
3. c. 15 % : pada raut muka terdapat gejala hipoksia
4. d. 12 % : hipoksia serius
5. e. 8 – 10 % : lampu karbit tidak menyala
6. f. 7 – 8 % : kesadaran menurun drastic diikuti kematian

Kekurangan oksigen biasanya terjadi dilorong-lorong sempit, ducking, juga sump.


Pemakaian obor dan lampu petromak tidak dianjurkan karena menambah kadar
karbondioksida (CO2). Gas CO sangat menghantui para cavers karena cepat mematikan,
disamping itu tidak berbau dan tidak berwarna.

Gas CO dapat timbul akibat peledakan dinamit dan penyalaan api unggun pada gua,
ketika bernafas dapat menghisap asap diluar gua. Beberapa macam gas didalam gua,
diantaranya :

1. Gas Nitro, menyebabkan bibir dan kulit kebiruan, nyeri pada kepala dan tekanan darah
menurun drastis. Gas ini tidak berwarna hitam dan tidak berbau.
2. Gas Sulfur, terdapat pada daerah gunung berapi (gua lava), berbau seperti telur busuk
dan tidak berwarna. Dapat diatasi dengan masker industri atau bauan kopi.
3. Udara gua yang penuh debu, membuat sesak nafas, sakit saat bernafas dan batuk
kering. Dapat diatasi dengan masker, biasanya terdapat pada gua-gua yang kering atau
gua-gua yang tidak aktif lagi pembentukkannya.
4. Udara gua yang mudak meledak atau terbakar, gas metan, gua ini sangat berbahaya jika
menggunakan lampu karbit atau korek api.

1. I. Kode Etik Penelusuran Gua


2. Setiap penelusuran gua menyadari bahwa gua merupakan lingkungan yang sangat
sensitif dan mudah tercemar, karena itu penulusur gua harus :
1. a. Tidak mengambil sesuatu kecuali potret (take nothing but pictuter)
2. b. Tidak meninggalkan sesuatu kecuali jejak (leave nothing but footprint)
3. c. Tidak membunuh sesuatu kecuali waktu (kill nothing but time)
3. Setiap penelusur gua sadar bahwa setiap bentuk alam didalam gua, terjadi dalam waktu
ribuan tahun.
4. Setiap usaha merusak gua, mengambil/memindahkan sesuatu dari dalam gua tanpa
tujuan yang jelas dan ilmiah selektif akan mendatangkan kerugian yang tidak dapat
ditebus. Setiap menelusuri gua dan menelitinya diusahakan seefektif dan seefesien
mungkin.
5. Dalam hal menelusuri gua para penelusur tidak memandang rendah keterampilan dan
kesanggupan sesama penelusur. Penelusur dianggap melanggar etika bila memaksakan
dirinya untuk melakukan tindakan-tindakan yang diluar batas kemampuannya.

1. J. BIOSPEOLOGI

Biospeologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan beserta kondisi


lingkungan hidup organisme di dalam gua. Aspek utama yang dipelajari dalam
biospeologi meliputi studi tentang organisme yang hidup di dalam gua, material organic
dalam sedimen yang menyediakan makanan dasar bagi organisme, variable lingkungan
(temperatur, kelembaban yang mempengaruhi distribusi, dan kelimpahan organisme),
serta hubungan antar organisme atau organisme dengan lingkungan gua.

1. 1. Karakteristik lingkungan gua

Meski di dalam gua kondisi lingkungan beragam, tetapi bila dibandingkan


Caving_Repel_Pic_thumbdengan kondisi fisik lingkungan di luar gua akan mempunyai
keragaman yang lebih kecil. Beberapa parameter fisik yang berkaitan dengan kondisi fisik
gua antar lain :

1. a. Suhu di dalam gua mendekati rata-rata suhu tahunan daerah di luar gua.
2. b. Kelembaban yang sangat tinggi mencapai lebih dari 90% dan jarang dibawah 80 %
3. c. Secara kimiawi air gua dicirikan dengan kadar alkali dan pH yang relatif tinggi.
4. d. Pada aliran sungai di gua, kosentrasi oksigen biasanya tinggi, tapi dalam kolom
Rimstone yang airnya berasal dari rembesan dan resapan, kandungan oksigennya bisa
rendah.
5. 2. Zona lingkungan gua

Moore dan Sullivan, 1978 membagi lingkungan gua menjadi 3 bagian, yaitu :

1. a. Zona terang ( Twilight Zone)

Merupakan daerah yang dekat dengan mulut gua yang memungkinkan mendapat sinar
matahari secara langsung. Zona ini memiliki densitas organisme yang tinggi.

1. b. Zona peralihan ( Middle Zone)

Zona ini dicirikan dengan adanya daerah gelap total, tetapi memiliki kelembaban dan
temperature yang berfluktuasi pada siang dan malam hari. Zona ini masih bisa
mendapatkan cahaya matahari walaupun tidak secara langsung, yaitu melalui pantulan.

1. c. Zona gelap (Totally Dark Zone)

Merupakan cirri gua yang memiliki kegelapan abadi, dimana secara alami tidak ada
cahaya matahari yang bisa masuk. Temperaturan dan kelembaban relative konstan
sepanjang tahun, kalaupun ada variasi mempunyai fluktuasi kecil.

Sejalan dengan perubahan zonasi diatas, tekanan atmosfer dan temperature dalam gua
akan semakin menurun. Adanya penurunan diatas mengakibatkan aliran udara didalam
gua sangat kecil.

1. 3. Adaptasi biota gua

Guna menjaga kelangsungan hidupnya dan kelestarian generasinya, maka organisme gua
melakukan bentuk-bentuk adaptasi guna menghadapi kondisi lingkungan guayang sangat
ekstreem dan spesifik. Adapun bentuk adaptasi yang dilakukan oleh biota-biota tersebut
secara garis besar dibagi 4, yaitu :
1. a. Kompensasi sensori (Alat perasa)

Sensor terhadap cahaya (penglihatan) mengalami kemunduran / reduksi dan digantikan


dengan sensor terhadap gerakan dan perabaan yang mengalami peningkatan menjadi
sangat peka. Peningkatan kepekaan alat perasa pada saatnya akan menghasilkan
pertambahan anggota tubuh yang berfungsi sebagai alat perasa.

1. b. Adaptasi terhadap kelembaban tinggi

Organisme gua yang hidupnya di daerah tidak berair (terrestrial) harus beradaptasi
dengan udara yang jenuh dengan uap air. Ada batas maksimum toleransi terhadap
kelembababan hewan gua yang masuk Arthropoda terrestrial yang hidup di permukaan
tanah. Howarth (1983) menyatakan bahwa hewan-hewan gua mampu melakukan
mekanisme ekskretori (pengeluaran) air yang efektif sehingga akan meningkatkan
permeabilitas kutikuler dengan cara mereduksi kutikula.

1. c. Metabolisme Ekonomi

Karena maknan sangat jarang di dalam gua, hewan gua akan menurunkan laju
metabolisme yang bertujuan menghemat energi yang memungkinkan hewan untuk
bertahan terhadap kelaparan. Selain itu, hewan akan mempunyai cadangan energi untuk
keperluan yang lebih penting seperti reproduksi.

1. Neoteni

Kondisi keterbatasan tersedianya makanan menyebabkan hewan gua harus


mengembangkan strategi tertentu untuk mengatasinya. Strategi adaptasi tersebut adalah
neoteni (perlambatan pertumbuhan tubuh). Hal ini juga dimaksudkan untuk mengalihkan
penggunaan energi untuk reproduksi. Hewan akan menunjukkan morfologi masih muda
(juvenile) seperti ukuran badan dan kepala meskipun mereka telah dewasa, bentuk yang
demikian dinamakan Paedomorph.

Berdasarkan tingkat adaptasi dan tingkat siklus hidupnya, Moore & Sullivan (1978)
membagi biota gua menjadi 3 kelompok :
1). Trogloxene

Kelompok biota ini tidak pernah melengkapi siklus hidupnya di dalam gua. Biasanya
mereka tinggal di mulut gua untuk mencari tempat istirahat dan perlindungan sementara.
Setelah keadaan membaik/sesuai, mereka meninggalkan gua. Contoh hewan yang hidup
di daerah ini ialah musang, ular, dan sebagainya.

2). Troglophile

Biota di dalam kelompok ini biasanya hidup di zona gelap, walaupun bisa hidup di luar
guaapabila lingkungannya tidak jauhberbeda. Adaptasi yang telah dilakukan
menyebabkan mereka dapat menyelesaikan siklus hidupnya di dalam gua. Contoh hewan
yang hidup di daerah ini ialah kekelawar dan burung wallet.

3). Troglobion / Trogobite

Kelompok biota ini adalah hewan yang hidup permanent di dalam gua dan hanya ditemui
di dalam gua. Seluruh siklus hidupnya diselesaikan di dalam gua. Biasanya mereka
mempunyaio pigmenyang telah mereduksi dan mata yang kecil bahkan tidak ada sama
sekali (Moore & Sullivan, 1978).

1. 4. Jaring- Jaring Makanan di Dalam Gua

Jaring- jarring makanan merupakan perputaran kembali materi-materi organic diantara


populasi yang ada di dalam gua. Sebagai contoh jaring makanan yang terjadi di dalam
gua ialah : Jamur mendapat nutrisi dari proses peruraian dan dengan cara menyerap
substansi organik dari materi tersebut atau yang terdapat di dalam kotoran hewan.
Serangga pemakan jamur seperti Beetles, Springtail, Mites memakan jamur benang dan
bakteri. Hewan akuatik gua dapat mencerna materi organic yang mengapungsecara
langsung. Hewan-hewan ini pada gilirannya akan disantap oleh pemangsa yang lebih
besar seperti Salamender, Crayfish, dan ikan-ikan. Dalam siklus makanan ikan-ikan ini
akan mati dan terurai sehiongga menghasilakn materi organic ke dalam lingkungan gua.
Kotoran gua merupakan sumber lain materi organic.

Perputaran makanan di dalam gua seringkali dikatakan sebagai Closed Ecologic System (
Ekosistem Tertutup). Dalam suatu system yang benar-benar tertutup, setiap organisme
pemakan organisme lain pada gilirannya akan dimakan oleh organisme lainnya dalam
system yang sama. Tetapi system ini tidak bisa terpelihara tanpa adanya bantuan secara
tidak langsung dari sinar matahari.

Di dalam gua tidak ada produsen primer kecuali beberapa bakteri Autotrof Khemosintetic
yang menggunakan besi dan sulfur sebagai donor elektron. Jadi secar umum komunitas
gua hanya terdiri dari dekomposer dan predator. Sumber makanan/energi untuk biota gua
berasal dari luar ekosistem gua , yaitu berupa :

1. Faeces/kotoran (guano) dan sisa makanan dari kekelawar dan hewan trogloxene lain.
2. Detritus/ sisa tumbuhan yang terbawa masuk pada gua yang mempunyai aliran sungai
3. Akar tanaman yang masuk melalui rekahan dinding gua yang mempunyai aliran sungai
organik dan mikroorganisme.

Dalam ekosistem gua dapat dibagi 2 komunitas yaitu komunitas langit(atas) dan
komunitas lantai (bawah). Komunitas langit terdiri dari kekelawar dan burung, komunitas
ini penting artinya bagi komunitas lantai karena merupakan sumber makanan utama
(guano). Komunitas lantai terdiri dari jamur, milipedes, jangkrik gua, dan amblyphygi
serta hewan-hewan akuatik. Pada komunitas lantai terjadi rantai makanan yang
sesungguhnya, dimana terjadi proses makan dimakan dan predasi. Bangkai dari bita gua
akan menjadi sumber makanan baru daam jaring-jaring makanan gua (Whitten, 1996).

1. K. KARSTOLOGI

Karst merupakan batuan gamping yang telah mengalami proses pelarutan oleh asam
karbonat dan beberapa jenis asam lainnya sebagai hasil pembusukan sisa tananman di atas
batu gamping. Batuan gamping yang mengalami proses karstifikasi akan menunjukan
morfologi yang unik baik dipermukaan tanah yang disebut fenomena eksokartstik dan di
bawah permukaan tanah yang disebut fenomena endokartstik seperti timbulnya sistem
aliran bawah tanah, gua-gua batu gamping dengan dekorasinya. (speoleothom).

Fenomena kawasan karst di atas permukaan tanah antara lain :

1. Doline

Adalah cekungan tertutup (Closed Depression) yang memiliki ke dalaman 2-100 meter
dengan diameter 10-100 meter.

1. Uvala

Cvijik (1901) mendiskripsikan istilah slovenic / uvala ini untuk cekungan dan dasar yang
luas dan tidak rata sedangkan Lehmann (1970) mengartikan unyuk lembah menjang,
kadang-kadang berkelok-kelok dan biasanya dasar berbentuk cawan di daerah karst.

1. Singking Creek

Ialah sungai yang mengalir di daerah karts akn tetapi menghilang karena mengalir masuk
ke aliran bawah tanah.

1. Sink

Ialah tempat sungai permukaan itu lenyap, air menghilang secara defuse melalui material
alluvium

1. Swallow Hole

Apabila permukaan sungai hilang melalui lubang yang nyata terlihat.

1. Poljes

Depresi di daerah karst yang luas areanya berkelok-kelok dan dasarnya tertutup
depositalluvium atau residu oleh pelapukan.

1. Danau Karst

Letaknya biasanya terdapat di cekungan, terbentuk karena adanya lapisan kedap air pada
dasar danau, akibat akumulasi dari Lumpur atau bahan residu pelapukan yang kedap air.

1. Natural Bridge

Suatu fenomena yang menyerupai jembatan di daerah karst.


1. 1. Aspek-aspek Eksternal dan Internal

Aspek eksternal yang paling penting dalam mempercepat proses karstifikasi yaitu

1. a. Penyediaan air permukaan yang besar


2. b. Zona tanah dengan humus dan material organikyang memproduksi CO2 sehingga
pH dari air perlokasi menjadi lebih rendah.
3. c. Suhu yang tinggi.

Sedangkan aspek-aspek yang mempercepat proses karatifikasi secara internal, ialah:

1). Batu gamping berkristal dengan celahan dan pecahan batu halal.

2). Formasi batu gamping tebal dengan arah infiltrasi luas.

1. 2. Hidrologi karst

Menurut Hondl (1089) Hidrologi dari suatu batuan karbonat hanya dapat dipahami bila
kita melakukan observasi teliti dari sifat-sifat fisik dan distribusi dari bantuan itu.
Hidrologi karet sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

1). Geologi, termasuyk deomorfologi karat, sratigrafi litologi, poronitas/kesarngan,


pemeabilitas/kesarangan bantuan karbonat sistem patahan, dan geser

2). Iklim

3). Penutup kawasan karst

1. a. Zone hidrologi karat meliputi :

1). Zona aerasi

Air perlokasi akan bergerak mengikuti gara berat

2). Zone Fluktuasam


Menurut iklim zone ini sifatnya tradisional bila permukaan air turun, zone ini masuk ke
dalam zone aerasia.

3). Zone Saturasi

Air karst bererak sepanjaang tahun

4). Zone Sirkulasi

Air tanah tidak dipengaruhi oleh dijumpai rongga-rongga atau gua-gua yang terjadi
karena proses apoleogenosis. Goa yang menempati lapisan endokarsttik merupakan suatu
system yang tak dapat dipisahkan dari ekosistem di atasnya.

1. L. SPELEOGENESIS

Batuan kapur dan marmer (batu kapur yang dikristalisasi dengan panas dan tekanan) yang
terdiri dari material kalsit (Ca7 CO 3) merupakan batuan pembentuk gua. Batuan-batuan
tersebut terbentuk pada zaman lautan purba jutaan tahun yang lalu oleh tumbuhan dan
hewan laut yang mengekstraksi kalsium karbonat (Ca CO3) dari air laut. Butir-butir pasir
yang mengandung fragment-fragment dari organisme tersebut, bersama-sama dengan
material hasil aktifitas mikroorganisme akan memadatkan karena tekanan dan mengalami
sementasi menjadi batuan padat. Akhirnya suatu kekuatan dasyat mengangkat batuan
sediment dari dasar laut ke daratan.

Umur suatu gua kecil hubungannya dengan umur dari batuan yang menutupinya.
Kebanyakan gua umurnya lebih muda dibandingkan umur batuannya. Pada umumnya
umur batuan yang ada di dunia ini sekitar ratusan juta tahun akan tetapi umur gua sendiri
sekitar 10 juta tahun.

Goa batuan kapur terbentuk karena proses pengasanman batuan kalsium karbonat.
Bahkan asam sangat cair yang terdapat di dalam air permukaan tanah yang mebentuk goa
jika diberi waktu cukup. Asam yang sangat berperan dalam proses pelarutan batuan kapur
secara alami untuk membentuk gua adalah asam karbonat (H2CO3) yang dihasilkan dari
penggabungan air dan CO3.

Asam karbonat termasuk asam lemah walaupun berada dalam kondisi / kosentrasi
maksimum. Udara atmosfer hanya 0,03% CO2, tetapi asam karbonat yang dihasilkan
terlalu cair sehingga tidak efektif dalam membentuk goa. Kebanyakan CO2 yang
berperan aktif dalam pembentukan asam yang melarutan batuan kapur berasal dalam
tanah, disana sebagai akibat pengurai humus dapat dihasilkan H2CO3 dalam jumlah yang
banyak dan kosentrasi tinggi. CO2 dan air (H2O) bersama-sama mengubah batuan kapur
dengan reaksi ganda sebagai berikut :

CO2 + H2O ————— H2CO3

H2CO3 + CaCO3 ———– Ca2+ + 2HCO3

Karbon dioksida bersama air membentuk asam karbonat yang kemudian melarutkan kalsit
dan menguraikan menjadi ion-ion terlarut. 1 m3 air yang dibiarkan di udara terbuka yang
mengandung 10 % CO2 dapat melarutkan ±250 gram kalsit.

M. SPELEOTHEM

Bentukan atau bangunan yang terbentuk dalam goa karena deposisi mineral-mineral
sekunder (stalaktit, stalakmit, dll) yang disebut speleothem. Di zona tanah, sisa-sisa
tanaman dengan cepat diuraikan . CO2 yang ada di udara tanah jauh lebih banyak sekitar
10-30 % dari pada yang ada di atmosfer, CO2 bersama dengan air tanah akan membentuk
asam karbonik yang kemudian akan melarutkan sebagian dari batu kapur, selanjutnya
merembes ke bawah menuju gua. Ketika air yang merembes di udara gua yang pada
umumnya mempunyai tekanan parsial CO2 terlarut jauh lebih rendah dari dari udara
tanah, menyebabkan perubahan kimia sebagai berikut :

Ca2 + 2HCO3 ————————— CO2 + CaCO3 + H2O

Larutan kalsium

Bikarbonat

Proses di atas merupakan kebalikan dari proses pembentukan gua dari pelarutan batuan
gamping.

Kehilangan CO2 tersebut di atas itulah , bukan penguapan air merupakan sebab utama
terbentuknya kalsit speleothem. Stalaktit dan speleothem lainnya hampir merupakan
kalsit murni (CaCO3) walaupun dari dalam air yang kemudian mengikat CO2 menjadi
kalsium karbonattersebut juga terlarut material-material lainnya.

Pertumbuhan Stalaktit dan Speleothem lainnya

Stalaktit dan deposit lainnya yang semacam

Bentukan-bentukan yang berasal yang berasal dari pengendapan di dalam gua, di tentukan
oleh bentuk dari tetesan air dan gaya gravitasi yang bekerja padanya sebelum jatuh. Ada
beberapa bentukan yang terjadi :

1. a. Tubular Stalaktit

Deposit kalsit yang terjadi berbentuk seperti cincin kecil, cincin demi cincin terbentuk
menyerupai silinder berongga yang berdiameter sama dengan tetesan air yang menetes
darinya. Air terus mengalir dari ujung stalaktit sehingga stalaktit bertambah panjang.

1. b. Drapery

Bentuk kalsit tipis yang jernih seperti lembaran menggantung dari atap gua. Biasanya 3
meter atau lebih.

1. c. Stalagmit

Adalah kebalikan dari stalagtit, tumbuh dari lantai goa.

1. d. Coloum

Adalah bentukan yang terjadi karena pertemuan antara stalakmit yang tumbuh ke atas dan
pertumbuhan stalaktit yang tumbuh ke lantai goa.

1. e. Flowstone

Jika aie mengalir pada dinding goa akan terbentuk lembaran-lembaran kalsit yang secara
keseluruhan berbentuk seperti aliran air sehingga disebut flowstone.
1. f. Rimstone dams

Terdapat di lantai goa, merupakan bentukan seperti dinding yang mengurang air atau
“damn streams”

1. g. Cave pearl / mutiara gua

Adalah yang paling jarang, karena lepas tidak terikat pada lantai dan dinding gua.

1. h. Pisolites

Mutiara gua yang berbentuk di lautan dengan diameter lebih dari 2mm.

1. i. Oolites

Seperti pisolites tetapi diameternya kurang dari 2 mm

1. Deposit yang terbentuk oleh “seeping water”

Mungkin objek menarik ditemukan di gua adalah yang dibentuk oleh seeping water.
Speleothem ini berbentuk aneh, sebagian darinya sangat indah dan lembut menonjol pada
dinding gua sedemikian rupa sehingga seakan-akan mereka melawam grafitasi.

1. a. Heliotites

Deposit dengan struktur kecil yang terpuntuir, biasanya mengandung kalsit. Panjang
beberapa cm atau lebih dan berdiameter ± 5 mm. Karena heliotites menonjol dari atap,
dinding goad an lantai goa dengan sudut yang berbeda-beda, maka beberapa peneliti
menyebutkan sebagai “eccentric stalaktes”.

1. Deposit yang dibentuk oleh genangan air


1. a. Cave Rart

Suatu lapisan tipis seperti film dengan tebal kurang dari 0,1 mm, mengapung didukung
oleh tekanan permukaan kolam. Biasanya dari kalsit.
1. b. Cave bubble

Tidak pernah berdiameter lebih dari 5 mm, mempunyai dinding yang sangat tipis,
dibentuk pada permukaan air dengan mengkristalkan kalsit di sekitar “bubble”
( gelombang )

Materi Dasar Susur Goa (Caving)

05.27

Kegiatan di alam bebas semakin


berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginjak
puncak gunung es atau salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan lain di
alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Telusur Gua.

Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam terbuka, tidak demikian
halnya dengan telusur gua ; kegiatan ini justru dilakukan di dalam tanah.

Telusur Gua atau Caving berasal dari kata cave, artinya gua. Menurut Mc Clurg, cave atau gua
bearti “ruang alamiah di dalam bumi”, yang biasanya terdiri dari ruangan-ruangan dan lorong-
lorong.

Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas penelusuran
gua, tidak lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang menjadi daya tarik bagi
seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap bawah tanah
menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur dengan
perasaan cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ? membahayakankah ?
adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana lorong-lorong itu terbentuk ?
Pertanyaan yang kemudian timbul, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua
dan aspeknya, termasuk misteri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”. Ruang
lingkup ilmu pengetahuan ini tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja, tetapi juga potensinya;
meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi
alamiah lainnya.

Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka para
penelusur gua justru masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil
apapun tak luput dari perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam
sekalipun.

1. SPELEOLOGI

Speleologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gua. Diambil dari kata-kata yunani spelation =
gua dan logos = ilmu. Namun gua tidak bisa berdiri sendiri, tetapi terdapat struktur alam yang
melingkupi. Jadi speleologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gua beserta
lingkungannya.

Di indonesia ilmu ini berkembang tahun 1980-an. Sedangkan di inggris dan jerman sudah
dipelajari secar intensif mulai pertengahan abad 19. Sebelum membicarakan speleologi lebih
lanjut, harus kita ketahui defisi dari “gua “ itu sendiri,

1. Menurut ius (internasional union of speology) yang berkedudukan di wina, austria. Gua adalah
setiap ruangan di bawah tanah, yang dapat dimasuki orang
2. Menurut dr r. K. T. Ko (ketua hikespi,1985). Gua adalah suatu lintasan sungai di bawah tanah
yang masih mengalirnya (khususnya daerah batu gamping)

Gua memiliki ciri khas dalam mengatur suhu udara di dalamnya, yaitu pada saat udara di luar
panas, maka udara di dalam gua akan terasa sejuk, begitu sebaliknya.

Sifat tersebut menyebabkan gua dipergunakan tempat berlindung. Jenis gua di indonesia
kebanyakan batuan gamping/karts.

Lahirnya ilmu speleologi


secara resmi ilmu speleologi lahir pada abad 19 an berkat ketekunan edward alferd martel,
sewaktu kecil ia memasuki gua hahn di belgia dengan ayahnya seorang ahli paleontologi,
kemudian mengunjungi gua pyrenee di swiss dan italia.

pada tahun 1888 ia memulai memperkenalkan penelusuran gua menggunakan alat, pada musim
panas ia dan teman-temannya mengunjungi dengan membawa gerobak yang isinya peralatan
untuk penelusuran gua (martel, alat pengukur, kompas, alat p3k dan makanan) karena kegigihan
dia dalam meneliti gua maka edward ini disebut barak speleologi.

lahirnya speleologi di indonesia, berkembang pada tahun 1980 dan olah raga alam ini masih
tergolong baru dibandingkan rafting, mountenering dan panjant tebing. Pada tahun ini terdapat
club yang berkecimpung masalah keguaan yaitu specavina yang didirikan oleh norman edwin
dan dr r.k.t ko ketua hikepsi sekarang. Namun dengan perbedaan pendapat maka terpecahlah
ada yang masih mendirikan hekespi dengan ketuanya dr. R.k.t ko dan norman e mendirikan club
yang berpusat di jakarta yaitu garba bumi. Kemudian tahun tersebut muncul club-club penyusur
gua diantaranya :

1. Bsc : bogor speleological club


2. Dsc : denpasar speleological club
3. Scala : speleo club malang
4. Sss : salamander speleo surabaya
5. Jsc : jakarta speleo club
6. Asc : acintyacunyata speleoligical club

Dari beberapa club di atas yang masih ksis yaitu asc yang lain sudah tinggal nama.

Sejarah Penyusuran Gua

Penyusuran gua pertama kali dilakukan oleh


John Beaumont, seorang ahli bedah dari Somerset, England pada tahun 1674. namun
penyusuran tersebut tidak dilandasi oleh tujuan yang jelas, sehingga pelaksanaannya kurang
matang.

Sedangkan orang yang berjasa dalam mendeskripsikan gua-gua dengan tujuan ilmiah adalah
Baron Johan Valsavor (Slovenia) sekitar tahun 1670 – 1680. Ia berhasil memasuki 70 gua,
membuat peta, sketsa dan menyusun buku setebal 2800 halaman.

Sedangkan penelusuran gua di Indonesia sendiri, mulai muncul pada tahun 1980 dengan
berdirinya “Specavina” oleh Norman Edwin dan Dr. R.K.T. Ko, yang selanjutnya bercabang
menjadi “Gerba Bumi”, yaitu sekelompok penelusur gua yang berkiblat ke petualangan dan olah
raga, serta “Hikespi” yaitu kelompok penelusur gua yang berakibat pada penelitian ilmiah dan
konservasi.

Gua adalah bentukan lorong, sumuran, ruangan yang ada didalam tanah. Menurup IUS
(International Unio of Speleology) berkedudukan di Wina, Australia, gua adalah sebuah ruang di
bawah tanah yang bisa dimasuki oleh manusia.
Ilmu yang mempelajari tentang gua dan lingkungannya disebut speleology. Berasal dari bahasa
Yunani yaitu spelalion = gua, dan logos = ilmu, lingkungan sekitar gua dapat berupa aliran lava
yang membeku, batu pasir (sandstone), batu gamping (karts), gletser dan sebagainya.

Ada juga istilah spelunca (bahasa latin dari gua). Di Indonesia istilah yang paling sering dipakai
adalah penelusuran gua (caving) tanpa merujuk tujuannya masuk gua.

Pengetahuan Tentang Gua

Menurut proses terbentuknya, gua dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Gua Lava, yaitu gua yang terbentuk akibat aktifitas vulkanik dari gunung berapi. Ketika terjadi
letusan, lava yang dimuntahkan mengalir kebawah membentuk alur-alur memanjang. Ketika
bagian atas/permukaan lava sudah membeku, laca yang dibawah permukaan masih mengalir
terus sehingga menimbulkan rongga atau lorong.
2. Gua Littoral, yaitu gua yang terbentuk didaerah tebing pantai, akibat pengikisan yang
dilakukan oleh angin dan gelombang laut.
3. Gua Kapur atau Limenstone, yaitu gua yang terjadi didalam daerah batuan kapur/limenstone,
akibat dari pengikisan air terhadap batuan kapur di dalam tanah. Gua kapur inilah yang menjadi
obyek penelusuran dan ekspoitasi bagi pecinta alam atau penelitian yang tidak habis-habisnya
oleh para ilmuwan. Hal ini disebabkan karena banyak daerah atau kawasan hunian yang
berstruktur batuan kapur, sehingga gua-gua yang ada disekitarnya, bagaimana pun juga
mempunyai pengaruh positif maupun negatif bagi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.

Proses Terjadinya Gua Kapur

Batuan kapur terbentuk dari kalsium karbonat yang tidak mudah larut oleh air. Tetapi air hujan
yang mengandung karbondioksida (hasil penyerapan udara dan tanah) dapat melarutkannya.
Batuan kapur mempunyai karateristik yang khas yaitu banyak retakan-retakan horizontal
maupun vertikal. Dan ketika air hujan masuk ke celah tersebut terjadi pelarutan sehingga
celah/retakan tersebut makin lama makin membesar.

Semua aktifitas diatas terjadi di lapisan bawah tanah dari batuan kapur, disebut zona seturasi,
yaitu zona yang berada di bawah muka air bebas (water table), seturasi berarti daerah itu jenuh
dengan air. Sedangkan water table adalah batas permukaan dari zona seturasi.

Aktifitas pelarutan semakin lama semakin membesar, sehingga timbul lorong vertikal atau
horizontal bahkan ruangan yang semuanya terisi air, dan pada beberapa tempat mereka saling
bertemu sehingga membentuk suatu jaringan. Pada suatu waktu, water table turun akibat
adanya pergerakan bumi, sehingga lorong-lorong tersebut menjadi gua-gua yang kering (dry
caves), dimana air masih ada/mengalir. Pada beberapa tempat menjadi kolam ataupun sungai di
bawah tanah.

Setelah tahapan di atas, gerakan bumi yang terjadi serta erosi yang dilakukan air bawah tanah
dan proses air hujan melalui retakan di sepanjang dinding gua, merubah bentuk dan struktur
gua. Kemudia beberapa bentuk khas dari gua mulai terjadi, antara lain :
1. Stalaktit, yaitu ornamen gua yang membetuk ujung tombak memanjang dan meruncing ke
bawah, menempel pada atap gua. Ini terjadi karena air yang mengandung larut yang tinggi
menetes melalui titik kecil pada atap gua. Sebelum air menetes jatuh, mengalami penguapan
sehingga larutan kapur yang terkandung di dalamnya menempel pada atap gua dan proses ini
berjalan terus-menerus hingga akhirnya menjadi bentukan yang menyerupai pipa kecil dengan
lubang straw. Pada tahap tertentu terjadi penyumbatan pada lubang-lubang sehingga air tidak
lagi mengalir melalui ujung pipa tersebut, tetapi kembali merembes melalui pangkal pipa dan
melewati bagian luar pipa menuju ujung pipa kembali dan menetes ke bawah. Akhirnya, bagian
luar dari daerah pangkal pipa paling banyak mendapat tumpukkan atu tempelan larutan kapur,
sehingga timbul bentukkan yang menyerupai kerucuk terbalik (stalaktit).
2. Stalakmit, terbentuk dari proses terjadinya stalaktit. Ketika air menetes jatuh ke lantai gua,
terjadi penguapan air, maka timbul penumpukkan larutan kapur yang membetuk kerucut
memanjang dan meruncing ke atas.

Stalaktit dan stalakmit yang ujung-ujungnya menyatu, menyerupai pilar/tiang disebut Column.

1. Drapery/korden, proses terjadinya hampir sama dengan stalaktit, hanya saja perembesannya
terjadi pada sebuah celah (crack) yang memanjang pada atap gua, sehingga bentukan yang
tumpul menyerupai tirai-tirai seperti korden jendela yang menggantung pada atap menuju ke
bawah dengan lekukan-lekukannya.

1. Flowstone, terjadi karena penumpukkan larutan kapur pada celah memanjang yang horizontal
pada dinding gua, sehingga membentuk satu gundukan berbentuk separuh bola yang
permukaannya/lapisan luarnya seperti air mengalir.

1. Gourdam (dam), bentuknya seperti kolam kecil yang saling menyambung dan menumbuk
sehingga membentuk jaringan persis daerah persawahan. Terjadi karena permukaan dari lantai
gua tidak rata, sehingga pada suatu tempat kapur yang terlarut air mengalir ke dasar gua
terhambat dan membentuk dinding sesuai dengan alur lantai yang menahannya dan terjadi
secara berulang-ulang.

1. Helektite, yaitu bentuk stalaktit yang aneh karena bisa bercabang sejajar dengan atau gua,
bahkan pertumbuhannya kadang tidak ke bawah tetapi ke atas menuju atap seperti melawan
daya tarik bumi (gravitasi). Ada beberapa teori yang muncul tentang terbentuknya helektite,
sebagai berikut :

1). Pada tekanan udara tertentu pertumbuhan menjadi horizontal arahnya.

2). Angin membuat pertumbuhan tidak vertikal ke bawah.

3). Ada beberapa molekul tertentu maupun bakteri yang mempengaruhi pertumbuhan.

Habitat Gua
Semua makhluk yang menghabiskan sebagian atau seluruh hidupnya di dalam gua disebut
troglodyte. Habitat troglodyte berdasarkan kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan
komunitasnya dapat dibagi menjadi empat zon, yaitu :

1. Zona terang, daerah yang merupakan mulut gua, cahaya masih sama seperti di luar gua.
2. Zona senja, merupakan daerah di dalam gua dimana tumbuhan hijau masih bisa tumbuh.
Cahaya pada daerah ini pada senja hari.
3. Zona gelap dengan suhu berubah, merupakan daerah gelap total yang dicirikan dengan suhu
dan kelembaban yang masih bisa berubah setiap saat sesuai dengan perubahan keadaan cuaca
luar.
4. Zona gelap dengan suhu tetap, merupakan daerah yang terjauh dari mulut gua dengan suhu
dan kelembaban yang selalu tetap.

Binatang dalam gua dapat dibagi menjadi tiga macam kelompok, yaitu :

1. a. Troglopile, yaitu binatang yang menyukai kegelapan, tetapi masih mencari makan di gua
tersebut. Contohnya ; kelelawar dan burung walet. Sekalipun tempat tinggal mereka sudah
termasuk dalam zona gelap total, tetapi fluktuasi suhu dan kelembaban masih konstan. Jadi
troghopile memanfaatkan gua sebagai tempat tinggal dan tempat berlindung.

1. b. Trogloxine, yaitu binatang yang hanya secara kebetulan ada didalam gua, karena
sebenarnya binatang itu asing bagi kehidupan gua tersebut. Contohnya ; musang, ular, dan
sebagainya. Binatang ini biasanya terdapat pada mulut gua sampai zona senja.

1. c. Troglobion, yaitu binatang yang seluruh siklus kehidupannya sudah dilakukan di dalam gua,
sehingga memiliki sifat yang berbeda dengan binatang sejenisnya di permukaan tanah.
Contohnya ; seekor ikan yang sudah sekian lama hidup dan berkembang biak dalam gua pada
zona tertentu mengalami perubahan fisik menjadi tidak berpigmen, penglihatan tidan berfungsi
dan alat peraba menjadi lebih telanjang. Hal demikian dapat terjadi setelah melalui waktu yang
lama dan habitanya sudah benar-benar terisolasi dari pengaruh luar.

Menagement Penelusuran

Management penelusuran terbagi dalam beberapa tahapan, sebagai berikut :

1. 1. Sebelum penelusuran
1. a. Non teknis

1). Pengumpulan data dan informasi mengenai gua

2). Perajinan dan surat jalan yang dibutuhkan

1. b. Teknis

1). Perlengkapan/logistik yang dibutuhkan


2). Jumlah personil yang memadai (minimal 3 orang)

3). Meninggalkan pesan kepada orang lain tentang pelaksanaan kegiatan

1. 2. Selama penelusuran

Ada pembagian tugas dan wewenang dalam team selama kegiatan berlangsung sehingga
terkoordinir dengan baik.

1. 3. Setelah penelusuran
1. a. Cheeking peralatan
2. b. Perawatan peralatan
3. c. Evaluasi kegiatan
4. d. Pembuatan laporan kegiatan

Perlengkapan Penelusuran Gua

Perlengkapan/peralatan penelusuran gua dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Perlengkapan pribadi (personal equipment), berupa :


1. a. Pakaian, terbuat dari bahan yang tembus air tetapi mudah menguap bila basah, untuk
menjaga suhu tubuh agar tidak terlalu berbeda dengan suhu lingkungan. Pakaian yang ideal
digunakan adalah coverall/wervak.
2. b. sepatu, biasanya digunakan sepatu boot, karena medan yang dihadapi biasanya berlumpur.
1. c. Helm boom, untuk menjaga/melindungi kepala dari runtuhan atau antukkan batu.
2. d. Survival kit, berbeda dengan survival kit di gunung hutan karena yang dikhususkan pada
perlengkapan ini adalah bagaimana menghadapi keterbatasan di gua. Biasanya diutamakan
adalah cahaya, logistik serta obat-obatan, baru menyusul lainnya.
3. e. Single Rop Technique (SRT), merupakan teknik untuk melintasi lintasan vertikal yang
berupa satu lintasan tali. Tekni ini mengutamakan keselamatan dan kenyamanan saat
penelusuran gua vertikal. Dalam pelaksanaannya digunakan alat berupa SRT set yang terdiri
dari :

1). Seat harness, digunakan untuk mengikat tubuh yang dipasang pada pinggang dan paha.

2). Ascender, digunakan untuk naik atau memanjat lintasa. Ascender dibedakan menjadi hand
ascender digunakan untuk dipegang di tangan dan chest ascender digunakan untuk diikatkan di
dada.

3). Descender, digunakan untuk menuruni lintasan. Ada beberapa macam descender, tetapi
umumnya yang sering digunakan adalah capstand. Ada dua jenis capstand, yaitu simple stop
descender (bobbin/non auto stop) dan auto stop descender.

4). Mailon Rapid (MR), ada dua macam, yaitu Delta MR (besar), digunakan menyambung (dua
loop) sent harness, ada dua bentuk yaitu Delta dan Semi Cireular. Dan Oval MR (kecil),
digunakan untuk menyambung chest ascender dengan Delta MR atau Semi Circular MR.
5). Chest harness, digunakan untuk mengikatkan seat harnes dengan dada, biasanya
menggunakan weebing.

6). Cowstail, dibuat dengan tali dinamik dan simpul dengan salah satu cabangnya lebih pendek.
Cabang yang pendek digunakan sebagai pengaman saat akan mulai/selesai melintasi tali atau
berpindah lintasan. Cabang yang panjang digunakan untuk menghubungakan hand ascender
dengan tubuh. Pada kedua ujung cowstail dipasang carabiner no screw.

7). Foot loop, digunakan untuk pihakan kaki dan dihubungkan dengan ascender. Ada beberapa
bentuk foot loop yang biasa digunakan, yaitu single foot loop, double foot loop dan stirup.

1. Perlengkapan Tim (team equipment), berupa :


1. a. Tali, digunakan sebagai lintasan yang akan dilalui, biasanya menggunakan karmantel rop
jenis static rop yang mempinyai kelenturan 8 – 12 %.
2. b. Carabiner, digunakan sebagai pengait atau penghubung.
3. c. Webbing (sling), digunakan sebagai penghambat terhadap anchor.
4. d. Pengaman sisip, digunakan sebagai anchor bila tidak menemukan tambatan alam (natural
anchor), dapat berupa chock, hexentric, frien.
5. e. Piton atau paku tebing, fungsinya sama dengan pengaman sisip yaitu sebagai anchor.
6. f. Driver atau hand drill, seabgai bor batuan.
7. g. hammer, fungsinya sebagai palu.
8. h. Spit, pengaman yang ditanam ke batuan dan dapat dilepas kembali.
9. i. Hanger, dihubungkan dengan spit yang telah tertanam. Jenisnya adalah plate, ring, twist,
cloen, asimetric.
10. j. Tas, biasanya digunakan tackle bag yang terbuat dari bahan yang kuat dan berbentuk
simpel.
11. k. Ladder atau tangga tali, digunakan sebagai lintasan manakala lintasan yang ada tidak
terlalu dalam.

Perlengkapan Tim

1. Tali

Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus mempunyai karakteristik sebagai berikut
: kuat, memiliki daya tahan terhadap gesekan, daya lentur kecil dan dapat menyerap kejut.
Speleo rope memenuhi syarat ini. Biasanya, spleleo rope yang dipakai berdiameter 9,5 mm
sampai 11 mm.

Pemeliharaan :

Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan dari asam (acid), alkali, hindarkan dari kemungkinan
gesekan dengan batu, atau gunakan “rope pad” (alas tali). Cucilah tali setelah digunakan, tetapi
jangan memakai sabun, pakailah sikat halus. Jemur tali di tempat teduh da berangin, jangan
sekali-kali menjemur di panas matahari.
2. Webbing

Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-
lain.

3. Perlengkapan lainnya

Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali (rucksack, tackle bag), juga
untuk membawa perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti lampu batre, lampu karbit, atau
lainnya. Sebaiknya membawa batre atau karbit cadangan. Untuk membawa karbit dapat
digunakan ban dalam mobil atau motor.

Untuk mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus.

Tali Temali (Knots)

Merupakan pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh penelusur gua. Simpul-simpul yang
biasa digunakan di dalam penelusuran gua, yaitu:

1. Bowline

Digunakan untuk membuat anchor karena sifatnya yang semakin mengikat apabila mendapat
beban. Bowline juga digunakan dalam teknik rescue. Waktu membuat simpul ini, ujung tali harus
overhand knot.

gambar 9. Bowline dan Figure of 8

2. Figure of eight

Merupakan simpul yang paling penting karena sering digunakan. Mudah membuatnya dan
melepaskannya. Dipakai untuk membuat anchor, sebagai tali belay dan untuk menyambung tali.

3. Tape knot

Simpul ini digunakan untuk menyambung webbing dengan menggabungkan kedua ujungnya.
Tidak ada simpul lain untuk keperluan tersebut.

4. Butterfly knot

Berfungsi untuk mengikat tali yang patah sehingga tidak terbeban. Simpul ini untuk tali dengan
beban vertikal.

5. Prusik knot

Untuk prusikking (naik tali dengan bantuan prusik)


gambar 10. Tape Knot dan Prusik Knot

IV.2.3 Sistim Anchor

Anchor merupakan sebuah “titik keamanan”. Anchor yang baik, menjamin keselamatan
penelusur gua, saat menuruni sumuran (potholing) maupun pada saat kembali naik. Dalam
verical caving dikenal sistim “back up” dengan menggunakan beberapa titik (point). Selain untuk
keamanan juga agar tali tergantung bebas (hang belay) , guna menghindari gesekan batu.

Kegunaan lain anchor adalah , untuk membelay dan untuk keperluan tertentu, seperti hauling,
lowering, rescue dll.

Ada dua macam sistim anchor, yaitu :

1. Anchor Alam (Natural Anchor)

Natural Anchor relatif sangat kuat, dengan memanfaatkan batu, pohon dan lain-lain. Caranya
dengan melingkarkan sling pada batu atau pohon. Dapat juga langsung menggunakan tali,
dengan simpul bowline.

gambar 11. Natural Anchor dan Artificial Anchor

2. Artificial Anchor

Dinding gua biasanya tidak mempunyai rekahan, polos dan licin. Karenanya dibuat anchor
buatan. Dalam vertikal caving, dapat menggunakan ‘bolt’, sedangkan piton dan chock jarang
digunakan. Dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan :

2. 1 Posisi Anchor : Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan batu

2.2 Periksa keadaan dinding gua sebelum dipasang anchor, dengan cara mengetukkan hammer
ke dinding gua. Bunyi gaung yang hampa menandakan batu yang rapuh.

gambar 12. rigging the rope

IV.2.4 Abseiling (teknik menuruni tali)

Dengan sistem SRT, teknik menuruni menjadi sangat mudah dan nyaman, dibandingkan dengan
penggunaan tangga gantung yang rumit. Yang harus diingat ialah ketika melakukan SRT badan
kita harus selalu berada dalam kondisi aman, dalam artian ada paling tidak satu buah pengaman
yang menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal ini, pengaman yang paling terakhir dilepas dan
paling awal dipasang adalah Cow’s Tail.

Cara menuruni tali :


Pertama pasang cow’s tail pada back up belay, kemudian pasang tali pada descender. Setelah
descender terpasang, lepaskan cow’s tail dan lakukan abseiling. Tangan kiri pada descender,
sedangkan tangan kanan memegang tali bawah sebagai kontrol laju pada waktu turun.

Kecepatan waktu abseiling sebaiknya konstan, jangan terlalu cepat atau tersendat-sendat selain
berbahaya juga akan merusak tali. Untuk mengurangi laju percepatan gunakan carabiner untuk
menambah friksi. Carabiner ini dikaitkan pada main attachment. Sebelum melakukan abseiling,
jangan lupa membuat simpul pada ujung tali.

gambar 12. memasang dan mengunci autostop

Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend)

Seringkali pada saat penelusuran gua harus memasang anchor lebih dari satu. Untuk dapat
melewati anchor waktu turun atau naik, diperlukan pengetahuan atau teknik pindah anchor.

Teknik pindah atau melewati anchor :

- Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender sejajar dengan anchor.
- Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail panjang pada hang
belay, buka descender yang sudah bebas beban.
- Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop.
- Lanjutkan abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer.

Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend)

Kadang-kadang tali yang digunakan untuk menuruni gua tidak cukup panjang dan harus
disambung dengan tali lain agar dapat mencapai dasar.

Teknik melewati sambungan :

- Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali


- Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight
- Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu jauh atau terlalu dekat
- Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci
- Buka croll, dengan bantuan foot loop
- Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer.

IV.2.5 Prussiking (teknik menaiki tali)

Yaitu bagaimana supaya penelusur gua dapat tiba kembali ke permukaan. Dalam vertikal caving,
telah dikembangkan berbagai teknik memakai tali dengan kelemahan dan kelebihannya.

Ada dua system, yaitu :

1. Rope Walking System


Ciri utama dari sistim ini adalah kedua kaki diikat pada ascender yang terpisah, sehingga setiap
kaki dapat bergerak dengan bebas. Gerakan yang terlihat seperti seorang yang sedang menaiki
tangga. Semakin tegak badan seseorang, semakin efisien sistim ini berjalan. Rope walking
system terdiri dari Floating system, Basis Mitchell system, Pigmy system dan gabungan
ketiganya.

gambar 13. sit-stand system

2. Sit-stand system

Berbeda dengan rope walking system, pada sistim ini tidak menggunakan dua ascender, tetapi
cukup hanya satu ascender. Kedua kaki bergerak bersama, sehingga beban ditopang bersama.
Keuntungannya kaki tidak cepat capai dan mudah untuk istirahat. Sit stand system terdiri dari
frog system, inchworm system, texas system dan a one ascender prusik system. Dari keempat
sistim, frog system paling sering digunakan karena efisien dan aman.

Frog system menggunakan satu jummar dan chest jammer croll di dada. Tangan kanan
mendorong jumar ke atas, sehingga kedua kaki dalam foot loop berada dalam posisi terlipat.
Pada posisi berdiri, croll ikut bergerak ke atas, sampai berada di bawah jummar. Demikian
seterusnya.

Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)

Seperti pada abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda. Teknik
melewati anchor :

- Pasang cow’s tail pada anchor


- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas anchor berdiri
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.

Pindahan sambungan (passing a knot in the ascend)

- Pasang cow’s tail pada ‘safety loops’ figure of eight knot.


- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan.
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.

V. KEMUNGKINAN KECELAKAAN YANG TERJADI

Sebagian besar kecelakaan yang terjadi di dalam gua, berasal dari kesalahan si penelusur
sendiri. Dalam keadaan yang sangat gelap sering kali seorang penelusur melakukan kesalahan
dalam menaksir jarak, sehingga sebuah lubang yang cukup dalam, terlihat dangkal. Tipuan ini
menyebabkan ia merasa mampu untuk meloncat ke dalam lobang tersebut. Etikanya tidak
diperkenankan melakukan lompatan apapun di dalam gua.
Tertimpa batu, merupakan kejadian yang sering terjadi, karena runtuhan alami akibat rapuhnya
dinding gua atau akibat ketidaksengajaan si penelusur gua yang menyebabkan jatuhnya batuan
dan menimpa penelusur lain. Helm menjadi wajib dikenakan untuk melindungi kepala.

Jenis kecelakaan yang lain, akibat buruknya atau tidak memenuhi syarat perlengkapan yang
dipakai, misalnya tali putus, ascender tidak berfungsi. Oleh karena itu perawatan dan
pemeliharaan alat-alat setelah digunakan mutlak dilakukan. Jangan ragu-ragu untuk memotong
tali pada bagian yang terkoyak akibat gesekan, misalnya.

Bahaya banjir merupakan faktor penyebab utama kecelakaan lainnya. Demikian pula faktor suhu
udara yang dingin, perlu diperhatikan terutama pada saat melakukan eksplorasi di gua yang
basah.

Kejadian-kejadian di atas bukan tidak mungkin untuk dihindari, semuanya tergantung dari
persiapan dan pengalaman yang dimiliki oleh penelusur gua.
Teknik Penelusuran Gua
1.Gua Horizontal

Medan pada gua horizontal sangat bervariasi, mulai pada lorong-lorong yang mudah ditelusuri
sampai lorong yang membutuhkan teknik khusus untuk melewatiya.

1. Lumpur

Untuk lorong yang berlumpur dapat dilewati dengan berjalan biasa bila lumpurnya tidak terlalu
tebal. Bila lumpurnya tebal, misal sedalam lutut atau lebih, dapat dilalui dengan posisi seperti
berenang. Dengan posisi ini akan lebih mudah bergerak dan menghemat tenaga.

1. Air

Dilorong yang berair, terutama gua yang belum pernah dimasuki dibutuhkan fasilitas pendukung
untuk bisa melewatinya karena kedalaman air tidak diketahui, demikian juga kondisi di bawah
permukaan air. Untuk keselamatan sebaiknya semua anggota team dibelay atau juga dengan
moving together dimana semua anggota team terhubung dengan tali. Pada kondisi tertentu, bila
dibutuhkan dan dimungkinkan dapat memakai pelampung atau perahu karet.

Untuk lorong yang sempit dan hampir semua terpenuh air dapat dilewati dengan teknik ducking,
yaitu kepala menengadah dan kaki sebagai peraba medan di depan. Ini dilakukan agar bila ada
perubahan medan secara drastis, si penelusur masih dapat mundur.

Pada lorong yang selurunya terisi air (sump), untuk melaluinya harus dengan menyelam (diving).
Penyelamatan di gua (cave diving) sangat berbahaya dan memiliki ratio kematian 60 %. Dengan
ratio sebesar ini sebaiknya tidak meneruskan penelusuran bila peralatan tidak standar.

Pembagian team untuk melewati medan air juga harus disesuaikan, misalnya leader tidak boleh
membawa beban berat karena harus membuat lintasan dan mempelajari kondisi medan.
Climbing

Teknik climbing juga sering digunakan dalam penelusuran gua. Misalnya bila kita menemui water
fall, waktu lintasa (rigging), melewati calcite floor atau oolith floor.

Gua Vertikal

Single Rope Technique (SRT) adalah teknik untuk melewati lintasan vertikal, yang berupa atau
satu lintasan tali. Tekni ini digunakan untuk menelusuri gua-gua vertikal. Ada beberapa jenis
teknik SRT seperti Texas System, Rope Walker System, Mitchele System, Floating Cam
System, Jumar System, Fro Rig dan lain-lain. Namun di Indonesia khususnya di Yogyakarta
memakai sistem frog rig, adapun peralatan yang digunakan dalam sistem ini, yaitu seat harness,
ascender (hand ascender dan chest ascender), descender, mailon rapid (MR), chest harness,
cowstail, foot loop dan kermantle rope.

Pengorganisasian SRT set pada sistem ini yaitu seat harness dihubungkan dengan MR delta
atau semu circular, didalam MR dirangkaikan peralatan lainnya, palang kiri cowstail yang
dihubungkan dengan jummar (hand ascender) dan foot loop pada cabang yang panjang, oval
MR dihubungkan dengan chest ascender terus descender, dan paling kanan carabiner bebas
sebagai pengatur laju tali yang melalui descender.

Karena lorong vertikal tidak merata dan berbeda-beda, maka untuk keselamatan dan
kemudahan saat melewati lintasan, maka ada beberapa variasi lintasan sebagai
konsekuensinya, yaitu :

1. Lintasan lurus, yaitu lintasan yang mulus ke bawah tanpa ada gesekan lintasa dengan dinding
gua.
2. Lintasan intermediate, bertujuan untuk menghilangkan gesekan tali dengan dinding gua,
dengan membuat anchor pada titik gesekan.
3. Lintasan deviasi, berguna untuk menghilangkan friksi tali dengan dinding gua, dibuat dengan
cara menarik tali kearah luar gesekan.
4. Lintasan sambungan, dipakai pada lintasan dimana satu buah tali terpaksa disambung untuk
mencapai dasar picth.

Bahaya Penelusuran Gua

Kegiatan penelusuran gua adalah aktifitas yang mengandung resiko tinggi (right risk activity). Hal
itu disebabkan karena gua mempunyai medan yang berbeda dengan yang kita hadapi sehari-
hari. Bahaya penelusuran gua dapat dibagi menjadi :

1. Antroposentrisme, yaitu bahaya terhadap manusia (penelusur gua). Dapat disebabkan oleh
faktor :
1. Faktor manusia, bahaya ini dapat berupa tergelincir, terjatuh, terantuk, kejatuhan, tersesat,
tenggelam, kedinginan, dehidrasi, gigitan binatang berbisa, dan lain-lain.
2. Perlatan yang digunakan, setiap penelusur gua harus terampil dalam penguasaan dan
penggunaan alat. Pemakaian peralatan merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan setiap
penelusur gua. Karena pemakaian peralatan dengan cara yang salah selain merusak alat
tersebut, juga bisa berakibat fatal. Ini sangat berbahaya mengingat penelusur gua sangat
tergantung pada alat. Pemasangan pengamanan atau beban yang berlebihan juga harus
diperhatikan oleh penelusur gua.
3. Faktor gua, dapat menimbulkan bahaya karena kemungkinan yang tak terduga seperti
runtuhan atap/dinding karena gempa, juga karena adanya gas beracun dalam gua tersebut.

1. Speleosentrisme, yaitu bahaya terhadap gua yang disebabkan oleh manusia (penelusur gua).
Diakui atau tidak, kegiatan penelusuran gua bagaimana pun juga akan memberikan kerusakan
terhadap gua itu sendiri, kerusakannya dapat berupa rusaknya ornamen-ornamen yang ada
dalam gua, terganggunya biota dalam gua dan lain sebagainya. Tinggal bagaimana komitmen
dari para penelusur gua untuk dapat meminimal terjadi kerusakannya tersebut.

Kecelakaan lain yang sering terjadi adalah keracunan atau kekurangan oksigen (hipoksia).
Tanda-tanda kadar oksigen :

1. a. 20 % : udara normal
2. b. 16 % : lilin tidak menyala
3. c. 15 % : pada raut muka terdapat gejala hipoksia
4. d. 12 % : hipoksia serius
5. e. 8 – 10 % : lampu karbit tidak menyala
6. f. 7 – 8 % : kesadaran menurun drastis diikuti kematian

Kekurangan oksigen biasanya terjadi dilorong-lorong sempit, ducking, juga sump. Pemakaian
obor dan lampu petromak tidak dianjurkan karena menambah kadar karbondioksida (CO2). Gas
CO sangat menghantui para cavers karena cepat mematikan, disamping itu tidak berbau dan
tidak berwarna.

Gas CO dapat timbul akibat peledakan dinamit dan penyalaan api unggun pada gua, ketika
bernafas dapat menghisap asap diluar gua. Beberapa macam gas didalam gua, diantaranya :

1. Gas Nitro, menyebabkan bibir dan kulit kebiruan, nyeri pada kepala dan tekanan darah
menurun drastis. Gas ini tidak berwarna hitam dan tidak berbau.
2. Gas Sulfur, terdapat pada daerah gunung berapi (gua lava), berbau seperti telur busuk dan
tidak berwarna. Dapat diatasi dengan masker industri atau bauan kopi.
3. Udara gua yang penuh debu, membuat sesak nafas, sakit saat bernafas dan batuk kering.
Dapat diatasi dengan masker, biasanya terdapat pada gua-gua yang kering atau gua-gua yang
tidak aktif lagi pembentukkannya.
4. Udara gua yang mudak meledak atau terbakar, gas metan, gua ini sangat berbahaya jika
menggunakan lampu karbit atau korek api.

1. I. Kode Etik Penelusuran Gua


2. Setiap penelusuran gua menyadari bahwa gua merupakan lingkungan yang sangat sensitif
dan mudah tercemar, karena itu penulusur gua harus :
1. a. Tidak mengambil sesuatu kecuali potret (take nothing but pictuter)
2. b. Tidak meninggalkan sesuatu kecuali jejak (leave nothing but footprint)
3. c. Tidak membunuh sesuatu kecuali waktu (kill nothing but time)
3. Setiap penelusur gua sadar bahwa setiap bentuk alam didalam gua, terjadi dalam waktu
ribuan tahun.
4. Setiap usaha merusak gua, mengambil/memindahkan sesuatu dari dalam gua tanpa tujuan
yang jelas dan ilmiah selektif akan mendatangkan kerugian yang tidak dapat ditebus. Setiap
menelusuri gua dan menelitinya diusahakan seefektif dan seefesien mungkin.
5. Dalam hal menelusuri gua para penelusur tidak memandang rendah keterampilan dan
kesanggupan sesama penelusur. Penelusur dianggap melanggar etika bila memaksakan dirinya
untuk melakukan tindakan-tindakan yang diluar batas kemampuannya.

1. J. BIOSPEOLOGI

Biospeologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan beserta kondisi lingkungan
hidup organisme di dalam gua. Aspek utama yang dipelajari dalam biospeologi meliputi studi
tentang organisme yang hidup di dalam gua, material organic dalam sedimen yang menyediakan
makanan dasar bagi organisme, variable lingkungan (temperatur, kelembaban yang
mempengaruhi distribusi, dan kelimpahan organisme), serta hubungan antar organisme atau
organisme dengan lingkungan gua.

1. 1. Karakteristik lingkungan gua

Meski di dalam gua kondisi lingkungan beragam, tetapi bila dibandingkan


Caving_Repel_Pic_thumbdengan kondisi fisik lingkungan di luar gua akan mempunyai
keragaman yang lebih kecil. Beberapa parameter fisik yang berkaitan dengan kondisi fisik gua
antar lain :

1. a. Suhu di dalam gua mendekati rata-rata suhu tahunan daerah di luar gua.
2. b. Kelembaban yang sangat tinggi mencapai lebih dari 90% dan jarang dibawah 80 %
3. c. Secara kimiawi air gua dicirikan dengan kadar alkali dan pH yang relatif tinggi.
4. d. Pada aliran sungai di gua, kosentrasi oksigen biasanya tinggi, tapi dalam kolom Rimstone
yang airnya berasal dari rembesan dan resapan, kandungan oksigennya bisa rendah.
5. 2. Zona lingkungan gua

Moore dan Sullivan, 1978 membagi lingkungan gua menjadi 3 bagian, yaitu :

1. a. Zona terang ( Twilight Zone)

Merupakan daerah yang dekat dengan mulut gua yang memungkinkan mendapat sinar matahari
secara langsung. Zona ini memiliki densitas organisme yang tinggi.

1. b. Zona peralihan ( Middle Zone)


Zona ini dicirikan dengan adanya daerah gelap total, tetapi memiliki kelembaban dan
temperature yang berfluktuasi pada siang dan malam hari. Zona ini masih bisa mendapatkan
cahaya matahari walaupun tidak secara langsung, yaitu melalui pantulan.

1. c. Zona gelap (Totally Dark Zone)

Merupakan cirri gua yang memiliki kegelapan abadi, dimana secara alami tidak ada cahaya
matahari yang bisa masuk. Temperaturan dan kelembaban relative konstan sepanjang tahun,
kalaupun ada variasi mempunyai fluktuasi kecil.

Sejalan dengan perubahan zonasi diatas, tekanan atmosfer dan temperature dalam gua akan
semakin menurun. Adanya penurunan diatas mengakibatkan aliran udara didalam gua sangat
kecil.

1. 3. Adaptasi biota gua

Guna menjaga kelangsungan hidupnya dan kelestarian generasinya, maka organisme gua
melakukan bentuk-bentuk adaptasi guna menghadapi kondisi lingkungan guayang sangat
ekstreem dan spesifik. Adapun bentuk adaptasi yang dilakukan oleh biota-biota tersebut secara
garis besar dibagi 4, yaitu :

1. a. Kompensasi sensori (Alat perasa)

Sensor terhadap cahaya (penglihatan) mengalami kemunduran / reduksi dan digantikan dengan
sensor terhadap gerakan dan perabaan yang mengalami peningkatan menjadi sangat peka.
Peningkatan kepekaan alat perasa pada saatnya akan menghasilkan pertambahan anggota
tubuh yang berfungsi sebagai alat perasa.

1. b. Adaptasi terhadap kelembaban tinggi

Organisme gua yang hidupnya di daerah tidak berair (terrestrial) harus beradaptasi dengan
udara yang jenuh dengan uap air. Ada batas maksimum toleransi terhadap kelembababan
hewan gua yang masuk Arthropoda terrestrial yang hidup di permukaan tanah. Howarth (1983)
menyatakan bahwa hewan-hewan gua mampu melakukan mekanisme ekskretori (pengeluaran)
air yang efektif sehingga akan meningkatkan permeabilitas kutikuler dengan cara mereduksi
kutikula.

1. c. Metabolisme Ekonomi

Karena maknan sangat jarang di dalam gua, hewan gua akan menurunkan laju metabolisme
yang bertujuan menghemat energi yang memungkinkan hewan untuk bertahan terhadap
kelaparan. Selain itu, hewan akan mempunyai cadangan energi untuk keperluan yang lebih
penting seperti reproduksi.

1. Neoteni
Kondisi keterbatasan tersedianya makanan menyebabkan hewan gua harus mengembangkan
strategi tertentu untuk mengatasinya. Strategi adaptasi tersebut adalah neoteni (perlambatan
pertumbuhan tubuh). Hal ini juga dimaksudkan untuk mengalihkan penggunaan energi untuk
reproduksi. Hewan akan menunjukkan morfologi masih muda (juvenile) seperti ukuran badan
dan kepala meskipun mereka telah dewasa, bentuk yang demikian dinamakan Paedomorph.

Berdasarkan tingkat adaptasi dan tingkat siklus hidupnya, Moore & Sullivan (1978) membagi
biota gua menjadi 3 kelompok :

1). Trogloxene

Kelompok biota ini tidak pernah melengkapi siklus hidupnya di dalam gua. Biasanya mereka
tinggal di mulut gua untuk mencari tempat istirahat dan perlindungan sementara. Setelah
keadaan membaik/sesuai, mereka meninggalkan gua. Contoh hewan yang hidup di daerah ini
ialah musang, ular, dan sebagainya.

2). Troglophile

Biota di dalam kelompok ini biasanya hidup di zona gelap, walaupun bisa hidup di luar
guaapabila lingkungannya tidak jauhberbeda. Adaptasi yang telah dilakukan menyebabkan
mereka dapat menyelesaikan siklus hidupnya di dalam gua. Contoh hewan yang hidup di daerah
ini ialah kekelawar dan burung wallet.

3). Troglobion / Trogobite

Kelompok biota ini adalah hewan yang hidup permanent di dalam gua dan hanya ditemui di
dalam gua. Seluruh siklus hidupnya diselesaikan di dalam gua. Biasanya mereka mempunyaio
pigmenyang telah mereduksi dan mata yang kecil bahkan tidak ada sama sekali (Moore &
Sullivan, 1978).

1. 4. Jaring- Jaring Makanan di Dalam Gua

Jaring- jarring makanan merupakan perputaran kembali materi-materi organic diantara populasi
yang ada di dalam gua. Sebagai contoh jaring makanan yang terjadi di dalam gua ialah : Jamur
mendapat nutrisi dari proses peruraian dan dengan cara menyerap substansi organik dari materi
tersebut atau yang terdapat di dalam kotoran hewan. Serangga pemakan jamur seperti Beetles,
Springtail, Mites memakan jamur benang dan bakteri. Hewan akuatik gua dapat mencerna
materi organic yang mengapungsecara langsung. Hewan-hewan ini pada gilirannya akan
disantap oleh pemangsa yang lebih besar seperti Salamender, Crayfish, dan ikan-ikan. Dalam
siklus makanan ikan-ikan ini akan mati dan terurai sehiongga menghasilakn materi organic ke
dalam lingkungan gua. Kotoran gua merupakan sumber lain materi organic.

Perputaran makanan di dalam gua seringkali dikatakan sebagai Closed Ecologic System (
Ekosistem Tertutup). Dalam suatu system yang benar-benar tertutup, setiap organisme pemakan
organisme lain pada gilirannya akan dimakan oleh organisme lainnya dalam system yang sama.
Tetapi system ini tidak bisa terpelihara tanpa adanya bantuan secara tidak langsung dari sinar
matahari.

Di dalam gua tidak ada produsen primer kecuali beberapa bakteri Autotrof Khemosintetic yang
menggunakan besi dan sulfur sebagai donor elektron. Jadi secar umum komunitas gua hanya
terdiri dari dekomposer dan predator. Sumber makanan/energi untuk biota gua berasal dari luar
ekosistem gua , yaitu berupa :

1. Faeces/kotoran (guano) dan sisa makanan dari kekelawar dan hewan trogloxene lain.
2. Detritus/ sisa tumbuhan yang terbawa masuk pada gua yang mempunyai aliran sungai
3. Akar tanaman yang masuk melalui rekahan dinding gua yang mempunyai aliran sungai
organik dan mikroorganisme.

Dalam ekosistem gua dapat dibagi 2 komunitas yaitu komunitas langit(atas) dan komunitas lantai
(bawah). Komunitas langit terdiri dari kekelawar dan burung, komunitas ini penting artinya bagi
komunitas lantai karena merupakan sumber makanan utama (guano). Komunitas lantai terdiri
dari jamur, milipedes, jangkrik gua, dan amblyphygi serta hewan-hewan akuatik. Pada komunitas
lantai terjadi rantai makanan yang sesungguhnya, dimana terjadi proses makan dimakan dan
predasi. Bangkai dari bita gua akan menjadi sumber makanan baru daam jaring-jaring makanan
gua (Whitten, 1996).

1. K. KARSTOLOGI

Karst merupakan batuan gamping yang telah mengalami proses pelarutan oleh asam karbonat
dan beberapa jenis asam lainnya sebagai hasil pembusukan sisa tananman di atas batu
gamping. Batuan gamping yang mengalami proses karstifikasi akan menunjukan morfologi yang
unik baik dipermukaan tanah yang disebut fenomena eksokartstik dan di bawah permukaan
tanah yang disebut fenomena endokartstik seperti timbulnya sistem aliran bawah tanah, gua-gua
batu gamping dengan dekorasinya. (speoleothom).

Fenomena kawasan karst di atas permukaan tanah antara lain :

1. Doline

Adalah cekungan tertutup (Closed Depression) yang memiliki ke dalaman 2-100 meter dengan
diameter 10-100 meter.

1. Uvala

Cvijik (1901) mendiskripsikan istilah slovenic / uvala ini untuk cekungan dan dasar yang luas dan
tidak rata sedangkan Lehmann (1970) mengartikan unyuk lembah menjang, kadang-kadang
berkelok-kelok dan biasanya dasar berbentuk cawan di daerah karst.

1. Singking Creek
Ialah sungai yang mengalir di daerah karts akn tetapi menghilang karena mengalir masuk ke
aliran bawah tanah.

1. Sink

Ialah tempat sungai permukaan itu lenyap, air menghilang secara defuse melalui material
alluvium

1. Swallow Hole

Apabila permukaan sungai hilang melalui lubang yang nyata terlihat.

1. Poljes

Depresi di daerah karst yang luas areanya berkelok-kelok dan dasarnya tertutup depositalluvium
atau residu oleh pelapukan.

1. Danau Karst

Letaknya biasanya terdapat di cekungan, terbentuk karena adanya lapisan kedap air pada dasar
danau, akibat akumulasi dari Lumpur atau bahan residu pelapukan yang kedap air.

1. Natural Bridge

Suatu fenomena yang menyerupai jembatan di daerah karst.

1. 1. Aspek-aspek Eksternal dan Internal

Aspek eksternal yang paling penting dalam mempercepat proses karstifikasi yaitu

1. a. Penyediaan air permukaan yang besar


2. b. Zona tanah dengan humus dan material organikyang memproduksi CO2 sehingga pH dari
air perlokasi menjadi lebih rendah.
3. c. Suhu yang tinggi.

Sedangkan aspek-aspek yang mempercepat proses karatifikasi secara internal, ialah:

1). Batu gamping berkristal dengan celahan dan pecahan batu halal.

2). Formasi batu gamping tebal dengan arah infiltrasi luas.

1. 2. Hidrologi karst

Menurut Hondl (1089) Hidrologi dari suatu batuan karbonat hanya dapat dipahami bila kita
melakukan observasi teliti dari sifat-sifat fisik dan distribusi dari bantuan itu. Hidrologi karet
sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
1). Geologi, termasuyk deomorfologi karat, sratigrafi litologi, poronitas/kesarngan,
pemeabilitas/kesarangan bantuan karbonat sistem patahan, dan geser

2). Iklim

3). Penutup kawasan karst

1. a. Zone hidrologi karat meliputi :

1). Zona aerasi

Air perlokasi akan bergerak mengikuti gara berat

2). Zone Fluktuasam

Menurut iklim zone ini sifatnya tradisional bila permukaan air turun, zone ini masuk ke dalam
zone aerasia.

3). Zone Saturasi

Air karst bererak sepanjaang tahun

4). Zone Sirkulasi

Air tanah tidak dipengaruhi oleh dijumpai rongga-rongga atau gua-gua yang terjadi karena
proses apoleogenosis. Goa yang menempati lapisan endokarsttik merupakan suatu system yang
tak dapat dipisahkan dari ekosistem di atasnya.

1. L. SPELEOGENESIS

Batuan kapur dan marmer (batu kapur yang dikristalisasi dengan panas dan tekanan) yang
terdiri dari material kalsit (Ca7 CO 3) merupakan batuan pembentuk gua. Batuan-batuan
tersebut terbentuk pada zaman lautan purba jutaan tahun yang lalu oleh tumbuhan dan hewan
laut yang mengekstraksi kalsium karbonat (Ca CO3) dari air laut. Butir-butir pasir yang
mengandung fragment-fragment dari organisme tersebut, bersama-sama dengan material hasil
aktifitas mikroorganisme akan memadatkan karena tekanan dan mengalami sementasi menjadi
batuan padat. Akhirnya suatu kekuatan dasyat mengangkat batuan sediment dari dasar laut ke
daratan.

Umur suatu gua kecil hubungannya dengan umur dari batuan yang menutupinya. Kebanyakan
gua umurnya lebih muda dibandingkan umur batuannya. Pada umumnya umur batuan yang ada
di dunia ini sekitar ratusan juta tahun akan tetapi umur gua sendiri sekitar 10 juta tahun.

Goa batuan kapur terbentuk karena proses pengasanman batuan kalsium karbonat. Bahkan
asam sangat cair yang terdapat di dalam air permukaan tanah yang mebentuk goa jika diberi
waktu cukup. Asam yang sangat berperan dalam proses pelarutan batuan kapur secara alami
untuk membentuk gua adalah asam karbonat (H2CO3) yang dihasilkan dari penggabungan air
dan CO3.

Asam karbonat termasuk asam lemah walaupun berada dalam kondisi / kosentrasi maksimum.
Udara atmosfer hanya 0,03% CO2, tetapi asam karbonat yang dihasilkan terlalu cair sehingga
tidak efektif dalam membentuk goa. Kebanyakan CO2 yang berperan aktif dalam pembentukan
asam yang melarutan batuan kapur berasal dalam tanah, disana sebagai akibat pengurai humus
dapat dihasilkan H2CO3 dalam jumlah yang banyak dan kosentrasi tinggi. CO2 dan air (H2O)
bersama-sama mengubah batuan kapur dengan reaksi ganda sebagai berikut :

CO2 + H2O ————— H2CO3

H2CO3 + CaCO3 ———– Ca2+ + 2HCO3

Karbon dioksida bersama air membentuk asam karbonat yang kemudian melarutkan kalsit dan
menguraikan menjadi ion-ion terlarut. 1 m3 air yang dibiarkan di udara terbuka yang
mengandung 10 % CO2 dapat melarutkan ±250 gram kalsit.

M. SPELEOTHEM

Bentukan atau bangunan yang terbentuk dalam goa karena deposisi mineral-mineral sekunder
(stalaktit, stalakmit, dll) yang disebut speleothem. Di zona tanah, sisa-sisa tanaman dengan
cepat diuraikan . CO2 yang ada di udara tanah jauh lebih banyak sekitar 10-30 % dari pada yang
ada di atmosfer, CO2 bersama dengan air tanah akan membentuk asam karbonik yang
kemudian akan melarutkan sebagian dari batu kapur, selanjutnya merembes ke bawah menuju
gua. Ketika air yang merembes di udara gua yang pada umumnya mempunyai tekanan parsial
CO2 terlarut jauh lebih rendah dari dari udara tanah, menyebabkan perubahan kimia sebagai
berikut :

Ca2 + 2HCO3 ————————— CO2 + CaCO3 + H2O

Larutan kalsium

Bikarbonat

Proses di atas merupakan kebalikan dari proses pembentukan gua dari pelarutan batuan
gamping.

Kehilangan CO2 tersebut di atas itulah , bukan penguapan air merupakan sebab utama
terbentuknya kalsit speleothem. Stalaktit dan speleothem lainnya hampir merupakan kalsit murni
(CaCO3) walaupun dari dalam air yang kemudian mengikat CO2 menjadi kalsium
karbonattersebut juga terlarut material-material lainnya.

Pertumbuhan Stalaktit dan Speleothem lainnya


Stalaktit dan deposit lainnya yang semacam

Bentukan-bentukan yang berasal yang berasal dari pengendapan di dalam gua, di tentukan oleh
bentuk dari tetesan air dan gaya gravitasi yang bekerja padanya sebelum jatuh. Ada beberapa
bentukan yang terjadi :

1. a. Tubular Stalaktit

Deposit kalsit yang terjadi berbentuk seperti cincin kecil, cincin demi cincin terbentuk menyerupai
silinder berongga yang berdiameter sama dengan tetesan air yang menetes darinya. Air terus
mengalir dari ujung stalaktit sehingga stalaktit bertambah panjang.

1. b. Drapery

Bentuk kalsit tipis yang jernih seperti lembaran menggantung dari atap gua. Biasanya 3 meter
atau lebih.

1. c. Stalagmit

Adalah kebalikan dari stalagtit, tumbuh dari lantai goa.

1. d. Coloum

Adalah bentukan yang terjadi karena pertemuan antara stalakmit yang tumbuh ke atas dan
pertumbuhan stalaktit yang tumbuh ke lantai goa.

1. e. Flowstone

Jika aie mengalir pada dinding goa akan terbentuk lembaran-lembaran kalsit yang secara
keseluruhan berbentuk seperti aliran air sehingga disebut flowstone.

1. f. Rimstone dams

Terdapat di lantai goa, merupakan bentukan seperti dinding yang mengurang air atau “damn
streams”

1. g. Cave pearl / mutiara gua

Adalah yang paling jarang, karena lepas tidak terikat pada lantai dan dinding gua.

1. h. Pisolites

Mutiara gua yang berbentuk di lautan dengan diameter lebih dari 2mm.

1. i. Oolites
Seperti pisolites tetapi diameternya kurang dari 2 mm

1. Deposit yang terbentuk oleh “seeping water”

Mungkin objek menarik ditemukan di gua adalah yang dibentuk oleh seeping water. Speleothem
ini berbentuk aneh, sebagian darinya sangat indah dan lembut menonjol pada dinding gua
sedemikian rupa sehingga seakan-akan mereka melawam grafitasi.

1. a. Heliotites

Deposit dengan struktur kecil yang terpuntuir, biasanya mengandung kalsit. Panjang beberapa
cm atau lebih dan berdiameter ± 5 mm. Karena heliotites menonjol dari atap, dinding goad an
lantai goa dengan sudut yang berbeda-beda, maka beberapa peneliti menyebutkan sebagai
“eccentric stalaktes”.

1. Deposit yang dibentuk oleh genangan air


Cave Rart

Suatu lapisan tipis seperti film dengan tebal kurang dari 0,1 mm, mengapung didukung oleh
tekanan permukaan kolam. Biasanya dari kalsit.

Cave bubble

Tidak pernah berdiameter lebih dari 5 mm, mempunyai dinding yang sangat tipis, dibentuk pada
permukaan air dengan mengkristalkan kalsit di sekitar “bubble”
( gelombang )

~jangan pernah meningagalkan apapun kecuali JEJAK


~Jangan pernah Mengambil apapun kecuali GAMBAR
~Jangan Pernah Membunuh kecuali WAKTU

Anda mungkin juga menyukai