Anda di halaman 1dari 102

1

...umumnya, menelusuri gua jauh lebih aman daripada naik kendaraan menuju atau
sepulang dari gua. Jalan raya merupakan tempat yang jauh lebih rawan daripada gua...
Pameo

Caving dan Speleologi


diktat oleh Nofi Kristanti Ndruru (J.309.32 GBS)

A. Caving dan Speleologi


Sebelum mengenal lebih jauh tentang caving dan speleologi, alangkah
lebih baiknya kita pahami dulu kedua hal tersebut.
Secara umum, penelusuran gua sudah mulai mendunia dan sudah
terkenal kegiatannya. Tidak seperti dahulu, gua hanya dimanfaatkan oleh
kalangan tertentu saja, misalnya para ilmuan, para penambang, dan orangorang yang sering berkegiatan outdoor. Hal itu dikarenakan banyaknya yang
membatasi manusia untuk melakukan kegiatan tersebut, diantaranya harus
menggunakan peralatan khusus caving, harus paham betul suasana dan keadaan
di dalam gua, siap mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan atau berbahaya
bagi penelusur,dll. hal-hal tersebutlah yang membuat penelusuran gua tidak
berkembang dengan cepat dan dapat dinikmati khalayak ramai.
Namun, kini penggiat gua mulai bertambah baik itu dari kalangan umum
ataupun kalangan penggiat khususnya seperti para mahasiswa yang tergabung
ke dalam organisasi pecinta alam, ilmuan, pekerja galian, dll. Masyarakat
umum kini dapat menikmati bagaimana indahnya ornamen dalam gua yang
terbentuk ratusan bahkan jutaan tahun, itu dikarenakan telah banyak dan
ramainya saat ini jasa-jasa yang bergerak di bidang penelusuran gua yang
termasuk ke dalam wisata minat khusus. Disitu, masyarakat dapat menikmati
fasilitas yang mendukung untuk penelusuran gua, jadi tidak terlalu berbahaya
lagi.
Setelah melakukan kegiatan yang berhubungan dengan gua, maka disini
kemudian perlu diketahui apa perbedaan caving dan speleologi. Caving yang
berarti kegiatan penelusuran gua, disini caver hanya melakukan kegiatan
menelusuri gua saja. Speleologi secara morfologi berasal dari bahasa Yunani

Diktat Caving Jantera

yaitu spallion yang berarti gua dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah
diterjemahkan sebagai ilmu yang mempelajari tentang gua, tetapi karena
perkembangan speleologi itu sendiri, maka disebutkan juga mempelajari
tentang lingkungan di sekitar gua. (Diktat HIKESPI, 23)
B. Sejarah Caving dan Speleologi Dunia
Gua telah digunakan oleh manusia dalam waktu yang lama untuk
sejumlah alasan. Sebagai tempat tinggal, sumber mineral dan juga
kemakmuran ekonomi. Yang pertama menyebutkan bentang alam karst di
jaman kuno adalah Asiria Raja Salmanassar III. Sebagaimana tertulis pada
ukiran perunggu, ia menyelidiki gua dan mata air di sumber Sungai Tigris. Ada
juga menyebutkan topografi karst dalam tulisan-tulisan Yunani kuno dan
Romawi (Jennings, 1971). Di Israel ada sebuah gua yang disebut Cave of
Letters dan dalam hal ini dokumen gua dari abad kedua menjelaskan secara
rinci satu kehidupan wanita ditemukan (Gambar 1).

Gambar 1: Gua Surat di Israel yang digunakan untuk perlindungan tidak ada
yang digali dan dieksplorasi. (NOVA, 2004).
Wanita itu bernama Babatha dan ia menggunakan gua untuk
perlindungan menyimpan dokumen-nya (Tyson, 2004). Itu tidak sampai abad
ke-17, ketika masyarakat ilmiah mulai muncul bahwa buku-buku yang tentang
Karst mulai muncul. Pertama kali ditulis pada tahun 1654 oleh seorang

Diktat Caving Jantera

berkebangsaan Paris dengan nama Jacques Gaffarel (Jennings 1971). (Gambar


2).

Gambar 2: Halaman pertama dari Jacques Gaffarel itu 1654 bekerja pada
topografi karst. (Martel, 1952)
Pada pertengahan hingga akhir abad 19, karst adalah topik terhangat dan
Wina, Austria adalah pusat untuk studi ilmiah karst. Daerah ini menjadi pusat
karena merupakan daerah karst, terutama karst Dinaric (Herak dan Stringfield,
1972). Pada akhir abad ke 19 Edouard Martel, dengan investigasi yang luas
dalam bentang alam karst, membawa Perancis menjadi terdepan dalam
penelitian karst dengan Austria (Jennings, 1971). Berikut ini kutipan dari
Martel karya pertama Les Cevennes diterbitkan pada tahun 1888 berbicara
tentang gua-gua yang diperiksa di Perancis,
Berikut adalah keajaiban alam keindahan yang tak
terbayangkan: gua-gua Kilometer panjang, penuh stalaktit dan
stalagmit yang besar. Sungai bawah tanah dan danau di tempat
tidur berkilauan kristal. Sebuah dunia yang gelap dan misterius,
yang, berperan dalam cahaya menakutkan lampu magnesium,
yang berubah rupa menjadi sebuah istana magis. Sebuah tontonan
yang fantastis, hanya menunggu untuk ditemukan dalam buku
Martel, 1888

Diktat Caving Jantera

Setelah Perang Dunia I ditunjuk satu lembaga yang ditujukan untuk karst
dan gua untuk yang pertama di dunia Unicersity Proffesor of Speleology di
Wina oleh Georg Kyrle (Gambar 3).

Gambar 3: Sebuah speleologist Austria penting dan mungkin profesor


pertama di dunia ilmu pengetahuan gua, Georg Kyrle (sterreich-Lexikon,
1995).
Setelah terjadi Perang Dunia II, gua yang tersebar di seluruh dunia dan
Eropa tidak lagi menjadi pusat untuk studi ilmu pengetahuan gua. Setelah studi
bentang alam karst tersebar di seluruh dunia, Kongres Internasional Speleologi
diadakan pertama kali pada tahun 1953. Hal ini telah berkembang menjadi
International Union of Speleology yang masih beroperasi dan hingga berlanjut
kongres berikutnya di Athena, Yunani pada tahun 2005.
Pada tahun 1950-an dan 60-an ada yang terburu-buru untuk membuka
dan memperkenalkan gua yang disebut sebagai perang gua. Setelah disadari
bahwa orang akan membayar mahal untuk melihat gua-gua misterius bawah
tanah ini dan hasilnya semua orang mencoba untuk membuat gua mereka yang
terbesar dan terbaik untuk menarik sebagian besar wisatawan. Pada tahun
tersebut kemudian diadakan kontes gua.
Sebuah Taman Nasional Layanan ranger dan pemandu wisata di
Mammoth gua di Kentucky mengatakan pada tahun 2004, "Orang kaya di
Eropa dan di Timur ingin melihat Gua Mammoth, dan pemilik Mammoth
punya ide liar - bahwa orang akan membayar uang untuk melihat lubang di
tanah "(Associated Press, 2004).

Diktat Caving Jantera

Ada juga Gua Crystal di Spring Valley Wisconsin. Pemilik gua tersebut
berpikir bahwa nama akan membantu menarik wisatawan, maka pemiliknya
memberikan Gua Kristal sebagai namanya. Penambang timah berbondongbondong datang ke Southwest Wisconsin. Para penambang kadang-kadang
menghabiskan hari-hari di dalam gua-gua mencari tahu bagaimana Wisconsin
mendapat nama tersebut. Negara Badger (Green, 2004).
Kompetisi ini benar-benar mengancam integritas gua pada satu titik.
Salah satu pemilik ingin membuat salah satu kamar di gua lebih dramatis
dengan ukiran batu dan meningkatkan langit-langit. Hal ini secara dapat
melemahkan langit-langit gua karena lapisan atasnya yang merupakan tanah
terlalu berat. Akhirnya langit-langit di ruangan itu runtuh dan tidak lagi dapat
diakses oleh pengunjung.
Begitulah secara singkat sejarah caving dan speleologi dunia yang
kemudian menjadi cikal bakal pemanfaatan potensi-potensi gua di dunia.
Sumber : http://people.uwec.edu/jolhm/cave/histone2.htm
Catatan lain tentang sejarah caving dan speleologi di dunia.
Manusia mulai menelusuri gua sejak 200 tahun yang lalu. Eksplorasi
pertama yang tercatat dalam sejarah oleh Louis Marsalliers dengan meneruni
gua vertical Fairies di Languedoc, Prancis pada tanggal 15 juli 1780.
Kemudian pada tanggal 27 juli 1888 Eduard Alfred martel, ahli hukum dari
Paris mengikuti jejak Marselliers. Namun kali ini direncanakan lebih matang
dengan menggunakan peralatan yang lebih lengkap, diantaranya perahu
kanvas, katrol, tangga gantung. Bahkan telepon digunakanya dalam tanah.
Usaha ini dianggap revolusi di dalam bidang penelusuran gua, sehingga ia di
sebut Bapak Speleologi modern.
Sejarah lainnya menurut HIKESPI dalam diktat speleologi :
Menurut catan yang ada, penelusuran gua dimulai oleh John Beaumont,
dari Somerset, England (1674). Ia seorang ahli tambang dan geologi amatir,
tercatat sebagai orang pertama yang menelusuri sumuran dengan menggunakan
lilin sedalam 20m dan menemukan ruangan sepanjang 80m, lebar 3m, tingi
10m. Disebutkan bahwa Beaumont merangkak 100m dan menemukan jurang

Diktat Caving Jantera

(internal pitch). Kemudian ia mengikat tambang pada tubuhnya dan kemudian


diulur sedalam 25m. Ia melaporkan kepada Royal Society, Lembaga
Pengetahuan Inggris. Orang yang paling berjasa mendeskripsikan gua-gua
antara tahun 1670-1680 adalah Baron Johann Valsavor dari Slovenia. Ia
mengunjungi 70 gua, membuat peta, sketsa dan membuat buku setebal 2800
halaman.
Selanjutnya ada Joseph Nagel yang mendapat tugas dari istana untuk
memetakan sistem perguaan di Kerajaan Astro-Hungaria. Wisata gua tercatat
pertama kali tahun 1818, ketika Kaisar Habsbrug Francis I dari Austria
meninjau gua Adelsberg di Yugoslavia. Kemudian dikembangkan oleh Josip
Jersinovic dan mengenakan biaya masuk yang kemudian dikritik oleh New
York Times karena merusak gua hanya untuk mencari keuntungan.
Lahirnya ilmu Speleologi
Secara resmi, speleologi lahir pada abad ke 19 berkat Edward Alferd
Martel. Dari kecil sudah menelusuri gua yang diajak oleh ayahnya yang
merupakan seorang paleontologi. Pada tahun 1888 ia mulai menelusuri gua
dengan membawa 2 gerobak penuh yang berisi peralatan, makanan dan alat
topografi. Martel membuat pakaian berkantung yang sekarang disebut cover
all (wearpack). Kantung tersebut berisi peluit, batangan magnesium, lilin,
korek api, batu api, martil, pisau, alat pengukur, termometer, pensil, kompas,
buku, kotak P3K, permen coklat, rum dan telepon lapangan yang digendong
yang berfungsi sebagai sistem penyelamatan dengan mengikatkan diri kalau
naik atau menuruni tali.
Tahun 1889, Martel menginjakkan kaki di kedalaman 233m di Marseille,
Perancis dan selama 45menit tergantung di kedalaman 90m. Ia mengukur
ketinggian atap dengan balon kertas yang digantungi spon yang dibasahi
alkohol, begitu spon dinyalakan, balon akan naik ke atas mencapai atap gua.
Hingga kini Edward Alfred Martel disebut Bapak Speleologi yang kemudian
diikuti ahli lainnya : Pournier, Jannel, Biret, dll.
Setelah PD I Robert de Jolly dan Nobert Casteret mampu
mengimbangi Martel. Robert menciptakan peralatan gua yang terbuat dari

Diktat Caving Jantera

aluminium alloy, sementara Nobert merupakan orang pertama yang melakukan


cave diving pada tahun 1922 dengan menyelami gua Motespan. Di dalam gua
itu terdapat patung-patung dan lukisan bison serta binatang lain dari tanah liat,
yang menurut para ahli, itu adalah ritual yang dilakukan sebelum perburuan.
Namun pada PD II, gua-gua digunakan sebagai tempat pertahanan karena akan
sulit ditembus dengan bom sekalipun.
C. Sejarah Caving dan Speleologi di Indonesia.
Di Indonesia speleologi relative sangat mudah dibandingkan dengan
science yang lain. Dan juga merupakan kegiatan alam yang masih baru, jika di
bandingkan dengan kegiatan petualangan yang lain. Speleologi baru
berkembang sejak tahun 1980-an, dengan berdirinya sebuah klub dengan nama
SPECAVINA yang didirikan oleh NORMAN EDWIN (alm) dan Dr. R.K.T.
Ko Ketua HIKESPI sekarang. Namun karena ada perbedaan prinsip dari
keduanya maka terpecah menjadi himpunan yang berbeda aliran.
Norman Edwin mendirikan klub yang di beri nama GARBA BUMI .
Klub yang didirikan Norman Edwin berkiblat ke Petualngan, olah raga,
publikasi. Garba Bumi berpusat di Jakarta.
Dr.R.K.T. Ko pada tahun 1984 mendirikan dengan sifat yang berbeda,
yang merupakan satu Himpunan yang bernama Himpunan Kegiatan
Speleologi Indonesia (HIKESPI) . Himpunan ini bertujuan : ilmiah,
penelitian, konservasi, dll. HIKESPI berpusat di Cisarua Bogor.
Sumber : http://sakuntala.net/sejarah-dan-perkembangannya-caving/
D. Etika penelusuran gua
Federatiom of Indonesia Speleologycal Activities (FINSPAC)
Penelusuran gua dilarang :
Mengambil sesuatu kecuali foto
Meninggalkan sesuatu kecuali jejak kaki
Membunuh sesuatu kecuali waktu

Diktat Caving Jantera

Kode etik ini pertama kali dicetuskan oleh National Speleologycal Society
(Amerika Serikat). Karena mudah dipahami setiap penelusuran gua, maka kode
etik ini diterima secara internasional dan menjadi pegangan bagi setiap
penelusuran gua.
Setiap

penelusuran

gua

dilarang

keras

mengeluarkan

atau

memindahkan sesuatu dari bahan gua tanpa tujuan yang jelas. Bila
dilakukan untuk tujuan ilmiah maka tindakan itu harus selektif dan
dilaksanakan oleh yang berwenang.
Mengambil binatang dalam gua untuk tujuan identifikasi (taksonomi)
misalnya harus disertai kesadaran bahwa jumlah binatang unik itu mungkin
sangat terbatas. Dengan demikian, jumlahnya harus dievaluasi terlebih dahulu
dan hanya diambil satu atau dua spesimen untuk penelitian.
Kegiatan penelusuran gua wajib dilaksanakan secara tertib, hati-hati
dan penuh pengertian. Hindarilah penelusuran gua belantara, yang belum
dikelola untuk kunjungan umum, secara massal.
Menekusuri gua belantara oleh banyak orang sekaligus dengan aneka
cahaya dari sumber penerangan akan mengubah iklim micro gua. Hal ini
mengganggu kehidupan binatang gua. Binatang memegang peran penting
untuk menjaga keseimbangan ekologi

di atas permukaan tanah, potensial

pindah tempat bila suatu gua terlampai sering dikunjungi orang.


Kegiatan menelusuri gua, baik dari segi olahraga, petualangan
maupun ilmiah, bukanlah hal yang perlu dipertontonkan dan tidak perlu
penonton.
Ingat bahwa tidak semua orang yang ingin menelusuri gua paham akan
kode etik dan moral penelusuran gua. Banyak diantaranya yang bersifat
vandalis, yang sering mengotori, mencoret-coret, bahkan mematahkan ornamen
gua yang berumur ribuan tahun, bahkan juga menangkap binatang khas gua
sebagai cinderamata. Karenanya, jangan mengajak sembarang orang memasuki

Diktat Caving Jantera

gua dengan tujuan mempertontokan kebolehan, keberanian atau keterampilan


pengajak. Bila suatu gua rusak akibat penelusur yang diajak, maka yang
bertanggungjawab adalah orang yang mengajaknya.
Penelusur gua wajib bertindak waja. Tidak melampaui batas
kemampuan fisik maupun teknik dan kesiapan mental dirinya sendiri.
Tidak memandang rendah kesanggupan sesama penelusur.
Cukup sering terjadi kecelakaan dalam gua dikarenakan penelusur yang
memaksakan diri melakukan tindakan-tindakan yang belum dikuasai. Hal ini
dilakukan karena rasa malu terhadap penelusur yang lebih terampil yang
kemudian dicemooh karena tidak mampu melakukannya. Itu sebabnya,
pemimpin penelusur gua wajib mengenal dengan baik keadaan fisik, mental,
dan derajat keterampilan masing-masing timnya. Intensitas penelusuran gua
tidak mampu jadi patokan penelusur gua, melainkan keterampilan teknis,
mental dan fisiknya.
Senantiasa menunjukkan respek pada penelusur lainnya dengan
cara :
-

Tidak mengambil atau memindahkan alat atau perlengkapan yang


ditinggalkan oleh pemiliknya tanpa izin.

Tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan penelusur


lainnya.

Tidak menghasut pihak ketiga untuk menghalangi penelusur lainnya


memasuki gua

Tidak menduplikasi penelitian yang sedang dilakukan peneliti lain.


Tidak melakukan publikasi petualangan ke media dengan tujuan

memamerkan diri atau kelompoknya serta menyebutkan keterangan


tempat gua, karena hal tersebut mengundang para vandalis dan petualang
lainnya yang tidak mengetahui kode etik penelusuran gua.

Diktat Caving Jantera

10

Secara internasional kode etik ini dipegang teguh. Bila suatu gua belantara
dipublikasikan ke media massa diimbuhi dengan deskripsi keindahan, keunikan
atau tantangan gua tersebut, maka berita demikian yang menjadi incaran
petualang lain yang belum tentu mempunyai keterampilan yang memadai dan
etika konservasi lingkungan alam bawah tanah. Akibatnya adalah rusaknya gua
tersebut atau bahkan musibah bagi penelusur yang ingin datang ke gua tersebut
yang belum siap mental, fisik dan teknis. Publikasi ke kalangan umum boleh
dilakukan asal proporsional. Tidak dilebih-lebihkan dan tidak menyertai
keterangan tempat gua secara rinci bahkan menyamarkannya. Yang diutamakan
adalah laporan lengkap yang diserahkan kepada instansi yang berhak
mendapatkannya dan para pemberi rekomendasi kegiatan serta izin menelusuri
gua.
KEWAJIBAN PENELUSUR GUA
-

Selalu perhatikan cuaca. Tidak memasuki gua yang mudah banjir pada
musim hujan.

Selalu sadar bahwa kegiatan menelusuri gua bukan hak, melainkan sebagai
suatu anugrah, rahmat, dan berkah (previlege)

Memilih

tujuan

lingkungannya.

utama

menelusuri

Karenanya

wajib

gua

menjaga

konservasi

gua

dan

kebersihan

gua

dan

lingkungannya.
-

Wajib memberi pertolongan sesuai dengan batas kemampuan, bila ada


penelusur gua dari rombongan lain yang membutuhkannya.

Bertindak sopan dan tidak mengganggu ketentraman penduduk sekitar


lokasi gua, tidak boleh menyinggung perasaan mereka.

Mengikuti secara patuh dan seksama prosedur perizinan yang disertai


syarat dan memberi laporan kepada pengizin.

Diktat Caving Jantera

11

Wajib memberitahukan kepada sesama penelusur, bila dijumpai bagianbagian yang berbahaya di dalam gua tersebut.

Bila mengalami musibah, maka itu tidak bileh dirahasiakan. Wajib


dilaporkan kepada penduduk dan pemerintah setempat dan semua penggiat
penelusur gua yang dikenal, untuk disebarluaskan, agar jangan sampai
terulang kembali.

Bila ada rencana menelusuri gua, wajib diberitahukan kepada keluarga,


rekan, atau sesama anggota perkumpulan, penduduk dan kepala desa
terdekat data berikut :
1. Maksud dan tujuan kegiatan yang disertai waktu masuk dan keluar,
nama-nama penelusur disertai alamat lengkap dan nomor yang bisa
dihubungi.
2. Bila sampai terjadi musibah, atau belum keluar pada waktu yang
sudah ditentukan, maka harus ada rekan yang bisa dihubungi dengan
cara apapun.
3. Wajib memilih pemimpin gua yang kompeten, berwibawa dan
berpengalaman, dan tim penelusur wajib patuh dan mengikuti
instruksi pemimpin gua.
4. Wajib mempelajari semua acuan yang dibutuhkan untuk menelusuri
gua : peta geologi, peta topografi, keadaan iklim, curah hujan, peta
gua yang ada, literatur terkait, menghubungi nara sumber,
mengumpulkan dan menganalisa informasi dari penduduk setempat
atau juru kunci gua tersebut.
5. Wajib mempersiapkan diri dengan baik secara fisik, mental dan
keterampilan menggunakan semua alat atau perlengkapan yang harus
tersedia secara lengkap, sesuai kebutuhan.

E. BAHAYA-BAHAYA PENELUSURAN GUA dan PENCEGAHANNYA

Diktat Caving Jantera

12

Apabila hendak membicarakan bahaya penelusuran guam maka secara


konseptual dan diakui secara Internasional ialah adanya dua pengertian yang
berbeda pendekatannya.
Kedua pengertian itu harus diperhatikan secara bersama, tidak terpisah
keduanya

termasuk

juga

penanganannya.

Baik

dari

segi

perizinan,

rekomendasi, kegiatan penelusuran gua, pendataan gua, konsep pengolahan


gua untuk tujuan apapun.
1. Pengertian ANTROPOSENTRISME
Dalam pemikiran antoposentrisme, yang diperhatikan sebagai objek
utama adalah manusia pengunjung gua. Manusialah yang perlu
dilindungi dari bahaya. Ia harus aman dan nyaman dalam menelusuri gua.
Hal ini terutama dianut secara salah, karena hanya memperhatikan satu
aspek saja oleh para konsultan, pihak berwenang, pada waktu membuka
gua untuk umum.
Karena hanya mengutamakan keselamatan manusia, maka gua
dikorbankan bahkan dirusak. Bahaya-bahaya dari sudut pandang
antroposentrisme :
-

Terpeleset/terjatuh dengan akibat fatal atau geger otak, terkilir, patah


tulang, dsb. Hal ini paling sering terjadi karens : penelusur terburu-buru,
loncat, salah menduga jarak langkah, dsb.

Kepala terantuk atap gua/stalagtit dan ornamen lainnya, akibatnya : luka


memar, berdarah, dll. maka wajib pakai helm.

Tersesat. Terutama bila ada lorong-lorong bercabang dan daya orientasi


pemimpin penelusuran dan timnya kurang baik. Karenanya setiap
menelusur wajib memperhatikan keadaan dengan penuh perhatian. Bentuk
lorong yang dilewati, diperhatikan secara pariodic(melihat kembali ke
belakang), karena saat kembali akan berbeda arah dengan pergi. Pada
setiap percabangan tinggalkan tanda yang mudah diperhatikan dan tidak

Diktat Caving Jantera

13

merusak lingkungan (mis, tumpukan batu atau kertas spotlight yang


mudah diangkat kembali). Bisa juga menelusuri gua sambil mengukur
dengan tali, pulangnya tinggal ikuti tali tersebut dan menggulungnya
kembali. Hal ini makin penting apalagi pada gua bercabang dan bertingkat
banyak.
-

Tenggelam. Terutama bila nekat memasuki gua pada musim hujan tanpa
mempelajari topografi dan hidrologi karst maupun sifat sungai di bawah
tanah. Bahaya menjadi semakin nyata kalau harus melewati air terjun atau
jeram deras. Apalagi kalau harus melakukan penyelaman tanpa alat
selam/diving. Mengarungi sungai yang dalam, harus memakai tali
pengaman dengan lintasan tetap.

Kedinginan (hipotermia). Hal ini terutama bila lokasi gua berada jauh di
atas permukaan laut, penelusur beberapa jam terendam air, dan adanya
angin kencang yang berhembus ke dalam lorong tersebut. Diperberat lagi
apabila penelusur lelah, lapar, tidak menggunakan pakaian memadai.
Karenany harus tepat tahu lokasi mulut gua dan lorong-lorong,
ketinggiannya di atas permukaan laut, suhu air dan udara dalam gua.
Masuk gua juga harus dalam keadaan fisik sehat, cukup makan dan bawa
cadangan makanan yang bergizi tinggi.

Kekurangan cairan (dehidrasi). Hal ini sudah menjadi bahan penelitian


cermat di Perancis. Hampir senantiasa, bila sudah timbul rasa haus, ada
gejala dehidrasi dan minum cairan sudah terlambat, maka tidak akan
memenuhi kebutuhan lagi. Karenanya sudah suatu kewajiban yang tidak
dapat ditawar bahwa setiap penelusur harus membawa air minum
secukupnya sebelum memasuki gua. Semakin mengeluarkan tenaga,
istirahat harus cukup dan minum juga. Cairan paling tepat untuk
menggantidehidrasi ialah larutan oralit atau garam anti diare.

Keruntuhan atap atau dinding gua. Ini cukup sering terjadi di luar negeri,
menaiki tebing dengan mengandalkan paku tebing pada dinding yang

Diktat Caving Jantera

14

rapuh, atau bila runtuhan juga terjadi bila kebetulan ada gempa bumi.
Karenanya, penelusur wajib mempelajari sifat batuan gua. Runtuhan atap
yang berserakan bukan berarti batuannya rapuh, bisa saja karena atap
tersebut sudah puluhan tahun yang lalu runtuh, penelusur juga wajib
memperhatikan apakah lapisan gamping yang menjunjung atap gua
tersebut kuat.
-

Radiasi dalam gua. Hal ini sama sekali belum diperhatikan di Indonesia.
Padahal, di luar negeri sudah ada bahaya nyata. Terutama akibat gas
radioaktif RADON dan turunannya. Penelusur yang sering memasuki
gua yang ber-gas radonini, dapat menyerap secara akumulatif gas tersebut
ke dalam paru-paru, dan apabila penelusur juga merupakan perokok, maka
resiko terkena kanker paru-paru akan semakin berlipat ganda. Itu sebabnya
merokok di dalam gua merupakan perbuatan tercela karena mutlak
meracuni udara gua dan merusak paru-paru penelusur lainnya yang tidak
merokok.

Keracunan gas. Ini yang paling ditakuti penelusur awam. Bahaya tersebut
memang ada, terutama bila sirkulasi udara dalam gua kurang baik. Gas
yang biasanya ada dalam gua diantaranya CO2, karena tetesan air dari
dinding dan atap gua senantiasa mendifusikan gas CO 2. Terlebih jika
terlihat adanya juntaian akar pohon, atau banyak bahan organik yang
membusuk di lantai gua yang terbawa ketika gua banjir. Gejala keracunan
oksigen : sesak nafas, frekuensi bernafas lebih tinggi, gerak nafas menjadi
lebih dalam, jantung berdebar-debar dan mata berkunang-kunang. Dengan
mengeluarkan tenaga yang relatif ringan, nadi berdetak tambah cepat
secara tidak seimbang. Untuk mengetahui hal tersebut, karenanya
penelusur gua wajib mengetahui frekuensi nadinya sebelum memasuki
gua, pada saat mengeluarkan tenaga dan istirahat. Kemudian kepala
menjadi pusing dan mual, hilang fokus, sampai ke tingkat yang lebih parah
adalah halusinasi, pingsan dan mati. Gas racun dapat juga ditimbulkan
akibat adanya penggunaan dinamit untuk membongkar bukit kapur. Di

Diktat Caving Jantera

15

Belgia (1982) terbukti gas racun merambat hingga 3km lebih dari lokasi
penelusur gua, yang berakibat 7 orang mati sekaligus. Jangan memasuki
gua bila disekitarnya ada penggunaan dinamit.
Gua yang banyak kelelawarnya juga tinggi kandungan CO 2 nya, misal
Gua Ngerong, Tuban, Lawa, Nusakambangan, dll. hal ini karena kelelawar
membutuhkan banyak O2 untuk bernafas dan mengeluarkan CO2,
tumpukan guano yang telah mengalami proses pembusukan juga banyak
menghasilkan CO2. Gua yang banyak kelelawarnya hanya dapat dimasuki
pada malam hari, saat gua tersebut tidak ada kelelawarnya. Lorong yang
penuh kelelawar harus dihindari.
Cara untuk mendeteksi kandungan oksigen di udara adalah :

Kadar oksigen normal di atas permukaan bumi adalah 21 %,


manusia masih leluasa bernafas sekalipun melakukan aktivitas
berat.

Kadar oksigen 18 % ditandai dengan lilin yang masih menyala,


apabila lilin sudah tidak bisa menyala dapat dipastikan kadar
oksigen dibawah 18%, namun manusia masih belum terganggu
pernafasannya di tahap ini. Jadi, penelusuran masih bisa dilakukan.

Kadar oksigen 14% ditandai dengan masih menyalanya lampu


karbit/boom, apabila dibawah 14% maka boom sudah tidak
menyala. Bagi sebagian penelusur, masih ada yang dapat
menyesuaikan tubuhnya dengan kadar oksigen tersebut walaupun
sudah terengah-engah, namun tidak sama setiap penelusur ada juga
yang sudah pingsan pada kadar oksigen tersebut.

Kadar oksigen 10% biasanya ditandai dengan penelusur lemas


dengan nafas terengah-engah.

Diktat Caving Jantera

16

Kadar oksigen <10% dapat dipastikan penelusur pingsan bahkan


juga berakibat sangat fatal yaitu kematian.

Penyakit akibat kuman dan virus :

Histoplasmosis. Ini sering terjadi pada penelusur gua di AS,


terutama bila lorong gua tersebut penuh dengan guano yang telah
mengering. Parasit Histoplasmosis capsulatum yang ada pada
guano, bila terhirup akan menginfeksi paru-paru. Gejalanya mirp
TBC, lengkap dengan batuk berdarah, sesak nafas, lemas. Sering
penyakit ini tidak berhasil diobati karena dikira penyakit TBC yang
ketika di rontgen memiliki kesamaan. Pasien wajib memberitahu
kemungkinan penyakit ini, yang baru terungkap setelah dilakukan
tes darah tertentu (titer histoplasma). Parasit ini bisa menyebar ke
seluruh tubuh melalui darah yang apabila telah menyerang ginjal
dan otak akan menyebabkan kematian. Karenanya, wajib
menghindari gua yang banyak kelelawar dan apabila tetap ingin
menelusurinya, wajib memakai masker khusus seperti yang
digunakan ahli bedah.

Rabies. Hal tersebut terjadi pada penelusur di Texas, ada 7


penelusur sekaligus mati karena terinfeksi rabies padahal tidak
digigit kelelawar. Gua Frio yang mereka masuki memang banyak
kelelawarnya, ternyata ketika diteliti, udara di dalam gua banyak
mengandung tetesan kelelawar yang mengandung virus rabies.
Virus ini memasuki paru-paru yang kemudian menimbulkan
kematian yang cepat. Di Indonesia belum ada yang meneliti apakah
kelelawar ada yang sakit rabies. Kelelawar terjangkit rabies akibat
menghisap darah ternak atau binatang yang terjangkit rabies

Mulus feet. Kulit kaki dan jari-jarinya rusak, terinfeksi berat


hingga membusuk. Diduga timbul karena gabungan infeksi jamur
dan bakteri yang kemudian dibiarkan basah terendam air dalam

Diktat Caving Jantera

17

waktu yang lama tanpa diperiksa. Ini pernah terjadi ketika tim
penelusur dari Inggri menelusuri gua-gua di Mulu (Serawak)
selama berminggu-minggu. Pencegahan sebaiknya secara teratur
mengganti kaos kaki dan ditaburi bedak antibiotika.

Gatal-gatal terutama di bagian tubuh yang tidak tertutupi pakaian,


sering terjadi di Indonesia, ditandai dengna timbulnya bintil-bintil
pada permukaan kulit yang setelah diteliti ternyata diakibatkan
oleh gigitan kutu kelelawar (ektoparasit) yang mungkin dijumpai
juga dalam guano. Untuk pencegahan bakteri dan virus bahkan
kutu yang terkandung dalam guano, penelusur harus berhati-hati
dalam melangkah agar tidak berjalan terlalu gegabah dan
sembarangan, perlu berjalan pelan-pelan di sekitar guano agar
tidak membuat virus dan bakteri bahkan kutu ikut terbang akibat
langkah kaki.

Leptospisis. Penyakit ini banyak memakan korban di Mulu. Badan


menggigil, demam, pegal-pegal, lemas. Dugaan pertama disebut
malaria, namun setelah diteliti secara serologis, di Inggris.
Terbukti, akibat tertular kuman leptospira yang terkandung dalam
kencing tikus. Hati-hati pada gua yang tercemar kencing tikus,
peringatan agar jangan sekali-kali meminum air di dasar gua.

Gigitan binatang beracun. Ular, kalajengking, lipan. Gigitan


binatang apapun harus ditangani secara serius. Itu sebabnya
langkah di gua harus dilakukan secara hati-hati dan penuh
kewaspadaan. Apalagi jika berjalan sambil memegangi dinding
gua, waspada dinding gua bisa menjadi sarang hewan-hewan.

Keracunan air. Air yang menetes dari atap gua tidak selamanya
bersih, atau hanya mengandung CaCo3 saja. Berbagai insektisida
dan pupuk kimia dapat menjadi polutan yang membahayakan
penelusur gua. Tim dari Ekologi UNPAD pada tahun 1989

Diktat Caving Jantera

18

membuktikan adanya kandungan DDT dalam tetesan air di Gua


Petruk. Itu disebabkan karena di atas permukaan Gua Petruk adalah
ladang pertanian.

Sambaran petir. Tidak ada yang menyangka bahwa masuk ke gua


akan terhindar dari ancaman petir. Hal ini berulang kali terbukti,
bahwa petir dapat menyambar sekalipun jauh ke dalam gua.

Akibat kesalahan teknis dan peralatan. Hal ini sering terjadi karena
kurang maksimalnya alat pencahayaan. Minimalnya penelusur
harus membawa 3 sumber pencahayaan termasuk lilin.

Bahaya cave diving. Di Florida, AS dalam kurun waktu 10tahun,


belasan penelusur meti akibat kegiatan tersebut. Bahkan yang
mengalaminya justru yang mahir dalam open diving (di
laut/danau). Akibat kurang hati-hati dan kurang disiplin terhadap
waktu dan jarak tempuh. Berbeda dengan penyelaman di udara
terbuka, di atas atap gua menghadang penyelam. Bila sudah
terdesak waktu dan setiap kali terantuk di atap gua, biasanya
penelusur panik yang cenderung menghabiskan lebih banyak
oksigen.

Keamanan menelusuri gua tergantung pada sikap dan tindak tanduk si


penelusur. Untuk memudahkan penelusur mengingat semua tindakan yang
aman, maka HIKESPI menyusun cara singkat dan mudah diingat :
Kemana Anda pergi memasuki gua, beritahukanlah kepada teman atau
keluarga; kapan pergi dan pulang serta dimana lokasinya.
Empat adalah jumlah minimal yang dianggap aman untuk menelusuri gua.
Bila satu celaka, satu lagi menemani, dua keluar gua mencari pertolongan.
Alat-alat harus memadai dan paham betul cara penggunaannya.

Diktat Caving Jantera

19

Membawa minimal tiga sumber cahaya lengkap dengan cadangan


peralatan merupakan kewajiban mutlak.
Ajak selalu orang yang berpengalaman dalam teknik penelusuran gua. Ia
juga ahrus mengetahui seluk-beluk lingkungan bawah tanah dan berwibawa.
Nafas sesak dan tersenggal-senggal merupakan pertanda, bahwa ruang gua
penuh karbondioksida, karenanya harus cepat keluar gua.
Akal sehat, keterampilan, persiapan matang, perhitungan cepat dan tepat,
serta pengalaman, menjadi PEGANGAN PENELUSURAN GUA< bukan adu
nasib atau kenekatan.
Naluri keselamatan yang ada pada setiap penelusur harus diperhatikan,
karena naluri sering diandalkan sebagai faktor pengaman yang ampuh.
2. Pengertian SPELEOSENTRISME
Perlu diketahu, bahwa pemikiran dari segi antroposentrisme tidak
mendapat perhatian yang seimbang. Hal ini disebabkan acuh atau kurang
pengertian terhadap bentukan alam yang begitu peka, rendah daya dukungnya
dan lentingnya. Gua juga dapat dipelajari melalui foto seperti yang sering
dibuat Eropa dalam jangka waktu 10 hingga 50 tahun. Pada tahun 1800 gua
masih utuh, 1850 sudah mulai rusak, 1900 sudah rusak sebagian besar, 1950
sudah rusak total. Di Jawa, Gua Intan dan Gua Jatijajar adalah contohnya, yang
semula indah (sebelum PD II) kini sudah rusak total.
Cara mencegah kerusakan gua adalah :
-

Mengetahui, memahami dan menjalankan KODE ETIK PENELUSURAN


GUA.

HARUS DITETAPKAN SISTEM PERIZINAN DAN REKOMENDASI


KETAT.

Diktat Caving Jantera

20

SECARA KONSEKUEN DITETAPKAN UNDANG-UNDANG TEPAT


YANG MELINDUNGI GUA DAN BIOTANYA. Di AS, pelanggaran
undang-undang akan dikenakan sanksi denda minimal US$500,-.

Akses tetap dibiarkan sulit.

LARANGAN

MEDIA

MASSA

MENERBITKAN

ARTIKEL

MENGENAI GUA INDAH DAN PEKA.


-

JANGAN

MENGAJAK

SEMBARANGAN

ORANG

UTNUK

MENELUSUR GUA.
-

GUA DITUTUP

MENGSAKRALKAN GUA. Biar dianggap keramat, dijaga jurukunci


yang senantiasa mengawas penelusur.

MELARANG TOTAL MEMASUKI GUA. Gua yang memiliki nilai


ilmiah tinggi amat peka, terlebih jika punya nilai ekonomis tinggi
misalnya, oleh adanya sarang walet. Maka, harus diadakan pelarangan
khusus dan konsekuen di dekat mulut gua.

TIDAK MENYEBARLUASKAN LAPORAN DAN PETA GUA. Laporan


hanya diberikan kepada instansi yang berhak mendapatkannya dan kepada
pihak yang memberi izin dan rekomendasi.
Bahaya yang ditimbulkan penelusur terhadap gua dan isinya banyak sekali.

Baik yang sifat kerusakannya permanen atau hanya sepintas, kumulatif atau
sinergistik.
Kerusakan permanen misalnya akibat adanya pemugaran gua dengan
patung-patung dan beton, misalnya di Gua Jatijajar. Sekalipun patung-patung
disingkirkan, gua sudah kepalang rusak dan tidak mungkin lagi diperbaik,
terlebih jika sedimen sudah dibuang. Sedimen merupakan tapak sejarah yang
tidak dapat diganti. Para ahli arkeologi meneliti lapis demi lapis sedimen utnuk
menemukan fosil zaman prasejarah. Para ahli paleontologi, palinologi,

Diktat Caving Jantera

21

sedimentologi, arkeologi akan kehilangan jejak apabila sedimen rusak,


diangkat, demi memudahkan pengunjung memasuki gua.
Efek kumulatif terjadi akibat gangguan yang sifatnya sederhana. Misalnya
10 orang meninggalkan jejak 10 kali lebih banyak daripada 1 orang.
Efek sinergistik terjadi bila timbul penjumlahan negatif secara deret ukur.
Jauh lebih banyak dari penjumlahan sederhana. Contoh 5 kali memasuki gua
yang banyak kelelawarnya dalam satu hari, menimbulkan gangguan yang
menyebabkan :
-

kelelawar pindah tempat.

Memasukkan bakteri, cendawan, ragi dari dunia luar ke dalam gua dan
merukan mikrosistem gua.

Mengganggu biota gua yang sudah mengadaptasi diri pada ketenangan


abadi.

Lampu terang-benderang juga mengusik penghuni gua, juga dapat


menumbuhkan alga yang bersifat merusak.

Bau karbit merusak gua dan mengganggu biota gua.

Coret-coret dan ukiran pada dinding gua.

Pematahan dekorasi gua sebagai cindera mata. Mengambil mutiara gua.


Merusak formasi kalsit atau gipsum yang peka dan mudah rusak.

Mencemari air di gua dengan kencing, karbit, makanan dan minuman yang
mengganggu ekosistem gua..
Untuk itu, guna menjaga keutuhan lingkungan gua, HIKESPI menyusun

hal yang perlu diingat.


Kepekaan gua dan lingkungannya terhadap setiap bentuk pencemaran
harus selalu diingat oleh penelusur.

Diktat Caving Jantera

22

Otoritas yang berwenang dalam konservasi alam hendaknya dihubungi


untuk diajak bekerjasama.
Nasehat dari ilmuwan dan saran-saran mereka senantiasa harus selalu
diperhatikan dan dijadikan narasumber.
Sumber daya air, biota, formasi dan sedimen gua perlu dijaga
kelestariannya.
Ekologi di dalam dan luar gua erat hubungannya dan berada dalam
keseimbangan dinamis.
Rehabilitasi kerusakan gua dan lingkungannya sangat mustahil dilakukan.
Vandalisme amat merusak gua dan lingkungannya. Harus aktif ditentang
dan dihindari.
Amankan gua dan lingkungannya agar bebas pencemaran.
Sadarkan semua pihak akan pentingnya gua sebagai sumber daya alam
yang perlu dilindungi.
Inisiatif ikut menjaga kelestarian gua dan lingkungannya, besar artinya
bagi NUSA, BANGSA, dan GENERASI yang akan datang.
Yang penting saat ini adalah MENDATA SELURUH GUA yang ada di
Indonesia secara terintegrasi, karena tanpa pendataan yang tepat, mungkin guagua akan lenyap dari bui persada Indonesia.
F. SPELEOLOGI
Menurut IUS (international Union of Speleology) anggota komisi X
UNESCO PBB yang berkedudukan di Wina, Austria, Gua adalah setiap ruang
bawah tanah yang dapat dimasuki orang.
Menurut R. K. T. Ko (Speleogiwan Indonesia), Gua adalah setiap lubang
di bawah tanah baik terang maupun gelap, luas maupun sempit, yang terbentuk

Diktat Caving Jantera

23

melalui sistem percelahan, rekahan atau aliran sungai yang kadang membentuk
suatu lintasan aliran sungai bawah tanah.
Gua memiliki sifat yang khas dalam mengatur suhu udara di dalamnya,
yaitu pada saat diluar panas maka di dalam gua akan terasa sejuk, begitu
sebaliknya. Sifat tersebut membuat gua digunakan sebagai tempat berlindung.
Gua yang ditemukan di Indonesia umumnya gua gamping atau gua karst. Gua
karst merupakan suatu lintasan air di masa lampau dan kini kering (gua fosil)
dan masih dialiri sungai (gua aktif). Karenanya mempelajari gua tidak terlepas
dari mempelajari hidrologi karst dan segala fenomena karst dibawah
permukaan (endo karst fenomena) supaya memahami cara-cara gua terbentuk
dan bagaimana memanfaatkannya sebagai sumber daya alam yang mempunyai
nilai estetika tinggi sebagai objek wisata gua, atau sebagai sumber air tanpa
mencemarinya.
Di Numi terdapat berbagai gua alam, yaitu :
1. Gua Garam (NaCl)

: gua dengan materi pembentuk adalah garam.

2. Gua es

: gus ysng terdiri dari es, terbentuk karena adanya

sebagian es yang mencair.


3. Gua Lava

: gua yang terbentuk akibat terobosan lava.

4. Gua karst/kapur

: Gua dengan materi pembentuk terdiri dari batu

kapur atau batu gamping (CaCo3).


5. Gua Gips

: Gua dengan materi pembentuk dari bahan gips.

90% gua-gua yang terdapat di dunia adalah merupakan gua karst.


G. ILMU YANG BERKAITAN DENGAN SPELEOLOGI
Speleologi memerlukamn pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, antara
lain :

Diktat Caving Jantera

24

1. Hidrologi karst

: ilmu yan gmempelajari tentang sistem perairan

pada kawasan karst.


2. Speleogenesis

ilmu

yang

mempelajari

tentang

proses

terbentuknya gua.
3. Biospeleologi

: ilmu yang mempelajari tentang kehidupan yang

terdapat di dalam gua.


4. Geomorfologi karst

: ilmu yang mempelajari bentukan alam disekitar

maupun di dalam gua.


5. Sedimentologi gua

: ilmu yang mempelajari tentang sedimen gua.

6. Antropologi

: ilmu yang mempelajari tentang kehidupan

manusia.
7. Arkeologi

: ilmu yang mempelajari tentang peninggalan

kebudayaan manusia masa lalu.


8. Paleontologi

: ilmu yang mempelajari tentang fosil binatang

maupun tumbuhan masa lalu.


H. KARSTOLOGI
Adalah ilmu yang mempelajari fenomena karst dari berbagai aspek
ilmiah secara interdisipliner. Aspek ilmiah :
-

Geomorfologi topografi karst

Morfogenesis karst

Micro karst forms bentukan karst mikro

Litologi dan stratigrafi batuan karbonat

Hidrologi karst

Sedimentologi karst

Denudasi karst

Ekologi karst

Diktat Caving Jantera

25

Vegetasi karst

Masalah agraria di kawasan karst

Masalah peternakan di kawasan karst

Arkeologi

Paleontologi

Pariwisata karst

Konservasi karst

Eksploitasi karst

Bendungan di kawasan karst

Nilai strategis kwasan karst


Karst adalah suatu bentang alam formasi batuan karbonat (CaCo3,

MgCo3 atau campuran keduanya) yang telah mengalami proses pelarutan.


Batuan karbonat terlarut oleh asam karbonat (H 2C03) yang terbentuk akibat
interaksi air hujan dengan CO2 atmosferik maupun CO2 biogenik, yang berasal
dari sisa taaman yang membusuk di permukaan tanah. Kata karst berasal dari
Bahasa Jerman, yang mengambil kata carso dari Bahasa Italia, atau krs dari
Bahasa

Slovenia.

Di

Indonesia,

ada

usaha

geologiwan

yang

menterjemahkannya dengan istilah curing, kras, kars.


Karst ialah suatu daerah sebelah Timur Laut kota Trieste di daerah
Slovenia yang pada tahun 1850 tampak gersang oleh deforestasi selama
berabad-abad. Ini adalah kawasan yang pertama kali dideskripsi oleh
geologiwan abad lalu (Cvjic, dll.). Kini, karena penghijauan kembali, kawasan
tersebut sudah ditutupi hutan lebat tetapi tetap dinamakan karst.
Kawasan karst ialah suatu bentangan alam yang menampakkan
karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat
pelarutan batu-batuan di dalam air.
Reaksi Kimia
H2O+CO2H2CO3

Diktat Caving Jantera

26

Pelarutan kimiawi pada batuan karbonat oleh air(H 2O) dipercepat oleh
karbondioksida(CO2) yang berasal dari atmosfer yang jumlahnya sekitar 0,03%
dan dari bawah permukaan tanah yang dihasilkan oleh pembusukan sisa-sisa
tumbuhan atau humus yang sangat tinggi. Sehingga menghasilkan Asam
Karbonat (H2C03) yang sangat reaktif terhadap batu gamping (CaCO3).
Menurut Jennings, 1971 dalam Ritter, 1978, karst adalah suatu kawasan
dengan ciri relief dan drainase (pengaliran) yang unik karena memiliki tingkat
pelarutan batuan terhadap air alam (natural water)yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tempat lain dimana pun. Definisi di atas mengandung
dua pengertian pokok yaitu : pertama, bentuk lahan dan kenampakan
permukaan lainnya yang unik yang terbentuk pada batuan dengan tingkat
pelarutan yang tinggi atau dengan kata lain batuan tersebut mudah
larut. Kedua, keunikan dan kekhasan sistem drainase kawasan karst dihasilkan
dari proses karstifikasi. Proses pelarutan akan membuat dan memperbesar
rongga-rongga dalam batuan. Hal ini mengakibatkan air yang berasal dari
permukaan dengan jumlah yang cukup banyak akan terus meresap ke bawah
permukaan sehingga membentuk sistem drainase bawah tanah tersendiri yang
simultan dengan pola di permukaan.
Proses Pembentukan Karst
Berdasarkan penelitian para ahli, topografi karst terbentuk dengan syaratsyarat sebagai berikut :
Menurut Thornbury, 1954.

Adanya batuan yang mudah larut, terutama batuan gamping.

Batuannya tebal, banyak kekar (rekahan-rekahan).

Adanya lembah yang dibatasi oleh batuan yang mudah larut dan
mempunyai kekar (rekahan).

Memiliki curah hujan sedang.

Diktat Caving Jantera

27

Menurut Corbei, 1957.

Terdapat batuan yang mudah larut pada permukaan atau bawah


permukaan, dalam hal ini adalah batu gamping atau dolomit.

Mempunyai curah hujan yang sedang.

Batuan harus kompak (padat), mempunyai banyak kekar dan mempunyai


struktur perlapisan.

Terdapat lembah-lembah utama pada ketinggian yang lebih rendah dari


batuan yang mudah larut.
Pembentukan topografi karst dimulai pada saat air permukaan memasuki

rekahan yang diikuti oleh pelarutan batuan pada zona rekahan tersebut.akibat
adanya proses pelarutan tersebut, rekahan yang ada menjadi semakin lebar,
akhirnya membentuk sungai bawah tanah atau gua.
Proses pearutan Kimiawi oleh air ini dipercepat oleh CO2 baik yang
berasal dari atmosfer yang terdapat diatas permukaan tanah maupun yang
berada dibawah permukaan sebagai hasil dari pembusukan sisa-sisa tumbuhan
atau humus. Kadar CO2 di permukaan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Diantaranya adalah kegiatan penguapan akar tumbuhan, kegiatan mikroba dan
banyak sedikitnya fauna invertebrata yang hidup dipermukaan tanah. Untuk
menjaga kelangsungan karstifikasi (proses alam yang membentuk bentangalam
karst) mekanisme ini harus tetap dipertahankan CO2 yang bereaksi dengan air
hujan akan membentuk H2CO3 yang sifatnya sangat reaktif terhadap
batugamping(CaCO3) kadar CO2 di udara jumlahnya sekitar 0..03%. di dalam
gua berkisar antara 0.1-3.75% semakin besar ke arah dalam (IUCN,1997),
reaksi kimia yang umum terjadi dikawasan baatugamping adalah :
H2O+CO2

H2CO3

H2CO3

HCO3+HI

H2CO3+CaO

CaCO3+H2O

Diktat Caving Jantera

28

CaCO3+ H2O+ CO2

Ca(HCO3)2

akibat proses pelarutan yang terus-menerus terbentuklah topografi karst


dengan berbagai bentang alamnya.

Relief karst :
batuan karbonat kalsium karbonat dan Kalsium Magnesium Karbonat
(dolomit)
evaporit lebih mudah larut dari batuan karbonat : Halit (NaCl, KCl)
gipsum
Ciri ciri bentang alam karst :
1. Terdapat sejumlah cekungan atau depresi dengan bentuk dan ukuran yang
bervariasi, cekungan cekungan tersebut digenangi air atau tanpa air,
kedalaman dengan jarak yang berbeda beda.
2. Bukit bukit kecil yang merupakan sisa sisa erosi akibat pelarutan kimia
pada batugamping, sehingga terbentuk bukit bukit (conical hill).
3. Sungai tidak mengalami perkembangan pada permukaan
4. Terdapat sungai sungai bawah permukan, adanya gua gua kapur pada
permukaan atau bawah permukaan atau stalagmit dan stalagtit.
5. Terdapat tanah lempung tak larut berwarna merah kecoklatan sebagai
endapan residul akibat pelarutan batugamping oleh air tanah.

Diktat Caving Jantera

29

6. Permukaan yang kasar, pecah pecah atau lubang lubang karena


pelarutan air tanah pada batugamping yang tidak tertutup oleh terrarosa.
Topografi
Tofografi karst hampir dapat dijumpai pada semua daerah di dunia, bahkan
termasuk di daerah Articdan daerah Arid. Tetapi pada umumnya topografi karst
dapat berkembang dengan baik pada daerah dengan iklim tropis (Ritter,
Beberapa kalangan mengidentikkan istilah karst dengan daratan yang
mempunyali litologi batu gamping saja, namun pada dasarnya daratan dengan
litologi batuan mudah larut lainnya seperti gipsum, salt (garam), dolomit dan
es glester juga bisa diistilahkan sebagai karst. Dengan syarat, pada daerah
tersebut telah terjadi proses pelarutan batuannya oleh air alam.
Tofografi karst dibedakan atas dasar :
1.

Penutup

a.

Bare karst (karst terbuka).

b.

Covered karst (karst tertutup).

2.

Letak

a.

Low land karst (karst dataran rendah).

b.

High land karst (karst dataran tinggi).

3.

Iklim

a.

Karst tropis.

b.

Karst iklim dingin.

4.

Tebal.

a.

Holo karst (karst yang tebal).

b.

Mero karst (karst yang tipis).

Bentang alam hasil Karstifikasi


a.

Eksokarst
adalah bentukan morfologi pada kawasan karst yang dijumpai

dipermukaan yang terbentuk secara alamiah, diantanya :

Diktat Caving Jantera

30

Dolina
Lekukan yang tertutup pada permukaan batu gamping yang mempunyai

diameter beberapa meter sampai 1 km dengan kedalaman 100 meter. di


amerika disebut Sinkhole. Pembentukkan dolina ini dibentuk oleh pelarutan
dan ada juga yang terbentuk akibat runtuhan, lembah dolina sering dialiri oleh
sungai permukaan yang aliran sungai tersebut biasanya langsung menghilang
masuk kedalam tanah. lubang masuk itu yang disebut stream sink atau swallow
hole.

Sink
Tempat sungai permukaan lenyap (surface runoff) yaitu dimana air

menghilang secara difusi melalui material alluvium.

Singking creek
Sungai yang mengaliri daerah karst tetapi menghilang karena masuk ke

aliran bawah tanah.

Swallow hole
Terjadi apabila sungai permukaan menghilang melalui lubang yang nyata

terlihat.

Polje
Istilah ini untuk menunjukkan lekukan lembah tertutup yang sangat besar,

panjang dan lebarnya mencapai beberapa km, dasar polje yang umumnya rata
dan dibatasi oleh batu gamping yang sangat curam.

Uvala
merupakan gabungan dolina yang letaknya berdekatan yang membentuk

lekukan topografi yang sangat besar seperti lapangan.

Diktat Caving Jantera

31

Blind Valley (lembah buntu)


sungai permukaan sering mengaliri daerah kasrt pada musim hujan tetapi

hanya untuk jarak dekat dan kemudian menghilang pada suatu tempat, yaitu
pada swallow hole Blind valley ini terbentuk karena swallow hole tidak
sanggup menampung volume yang air yang sangat besar yang menjadikkan
Blind valley ini sebagai danau sementara, dan

Danau karst
Letaknya biasanya pada cekungan, terbentuk karena dasar yang dilapisi

batuan kedap air akibat akumulasi lumpur atau residu pelapukan yang kedap
air. Danau karst sering disebut danau perenial bila ada air sepanjang tahun, non
perenial apabila air hanya pada musim hujan.

Natural bridge
Fenomena yang menyerupai jembatan di kawasan karst. Faktor yang

mempengaruhi karstifikasi endogenik dan eksogenik yaitu iklim, vegetasi,


pedologi, geofisik, fisiokimia, stratigrafi, dan ketebalan, kepadatan, porositas,
premeabilitas batu gamping itu sendiri. Faktor vulkanisme juga mempengaruhi
proses karstifikasi

Cenote
terbentuk akibat atap gua yang runtuh pada lorong sungai bawah tanah,

dimana permukaan airnya terlihat tinggi menyerupai danau dengan dinding


tegak lurus dasar danau, dan sebagainya.

Porositas
Porositas menunjukkan ruanganyang terisi udara atau air dalam batuan

atau sedimen, diungkapkan dalam persen dari jumlah total material. Untuk
kepentingan hidrologi yang perlu diperhatikan ialah ruangan-ruangan yang

Diktat Caving Jantera

32

saling berhubungan, karena pori-pori yang terisolasi tidak berperan dalam


perpindahan air.
Porositas primer dalam batuan karbonat ialah ruangan-ruangan terbuka
dalam batuan tersebut, yang sudah timbul sejak deposisi, diagenesis dan
litifikasi. Porositas sekunder ialah jumlah ruangan terbuka dalam batuan yang
ditimbulkan oleh proses pasca litifikasi seperti fruktuasi (joint, faults, parting)
atau akibat terjadinya pelarutan solution cavities).

Permeabilitas, Merupakan efisiensi batuan untuk meloloskan air.


Permeabilitas primer adalah kemampuan batuan menyalurkan air melalui
pori-pori atau ruangna interglanuler yang sudah ada sejak pembentukannya

dan saling berhubungan. Permeabilitas sekunder bila penryaluran air itu


melewati ruangan-ruangan yang timbul kemudian seperti joint, bedding, fault,
misalnya akibat gerakan tektonik.
Suatu kawasan karst, permeabilitas dan porositasnya ini sangat variabel,
karena tidak terlepasa dari keanekaragaman struktur dan genesis batu gamping.
Pada bagian batu gamping yang telah mengalami karstifikasi, biasanya
permeabilitas dan porositas primernya rendah, tetapi permeabilitas dan
porositas sekundernya tinggi. Pada batu gamping tidak mengalami karstifikasi,
permeabilitas dan porositas tinggi dan tidak dijumpai permeabilitas sekunder.
Pada batu gamping terdapat aliran difusi (difusi flow). Pada batuan
karbonat yang telah mengalami karstifikasi, yang menonjolialah terbentuknya
saluran-saluran terpilih yang meluruskan air ke arah local base level atau zona
freatik. Permeabilitas umumnya dinyatakan dengan jarak air dalam suatu
permeabilitas tertentu dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan.

Sistem patahan
Pada batuan yang tidak mengalami permeabilitas intergranuler primer,

joint adalah penting untuk memulai perkolasi air ke bawah (stringfield, dkk

Diktat Caving Jantera

33

1979). Sedangkan bedding planes bagi penyaluran air bawah tanah (Palmer,
1977) tetapi pergerakannya tetap dipengaruhi oleh adanya patahan-patahan.
Joint adalah patahan yang paling sering dijumpai di akifer karbonat.
Orientasinya hempir tegak lurus dengan bedding planes. Bahkan Grice, 1968,
menemukan joint yang sejajar letaknya dengan bedding plannes di Kanada.
Joint secara primer mempengaruhi arah aliran sebelum terjadi ruangan terlarut
dalam akifer karbonat. Joint yang tidak vertikal akan mempengaruhi gerak air
literal dan melebar melalui proses korosi. Distribusi dari joint dan bedding
plannes ini dari satu bagian karst dan bagian karst lainnya dapat berbeda.
Menurut kasting, 1977, hal ini mempunyai pengaruh positif terhadap air tanah
(bila melancarkan beberapa aliran akifer yang tadinya terisolasi), bisa pula
negatif.

Bentukan eksokarst. Bentukan eksokarst terbagi atas 3 dilihat dari bentuk


bukit karstnya.
a. Tower karst, yaitu bukit karst yang menjulang mengerucut tinggi
seperti menara, perbedaan lebar bawah dan atas tidak terlalu jauh.
Tower merupakan ciri-ciri karst dewasa karena telah banyak
mengalami pelapukan yang mengakibatkan bentuknya hampir sama
dengan tiang. Contoh, karst Ros Maros di Makassar.
b. Konikel karst, yaitu bentuk karst biasanya pada karst muda dan
dewasa. Bentuknya seperti kubah-kubah. Contoh : karst Gunug Sewu
di Jomblang, Jogjakarta.
c. Cone karst, bentuknya seperti kerucut biasa yang terdapat pada es
krim. Bukit yang tidak terlalu menonjol ke atas. Contoh : karst
Gombong, Jawa Tengah.

Diktat Caving Jantera

34

d.

Faktor-faktor yang mempengaruhi bentukan eksokarst :


1. litologi jenis kemurnian batuan karbonat.
-

Permeabilitas batuan

Porositas batuan

Kompak batuan

2. Sistem rekahan pada batuan


3. Tektonisme
4. Pelapukan (iklim masa lalu dan sekarang, intensitas curah hujan)
5. Kualitas air hujan
6. Vegetasi penutup lahan
7. Ketinggian dari permukaan laut
8. Pengaruh uap air laut
9. Pengarug aliran sungai (fluvial karst)
10. Pengaruh vulkanisme (abu gunung api)
11. Proses fisika-kimiawi, seperti case hardening, yaitu represipitasi batu
gamping yang larut akibat air hujan.
12. Pengaruh biologis, (lichen, alga, akar pepohonan, dll)
13. Perusakan lingkungan karst akibat ulah manusia.

Bentukan karst mikro


Objek penelitian yang amat menarik perhatian para ahli geomorfologi
karst, ialah variasi bentukan yang tampak pada permukaan batuan
karbonat, akibat proses pelarutan atau pelapukan. Banyak sekali nama
lokal yang digunakan untuk mendeskripsikan aneka bentukan ini, tetapi

Diktat Caving Jantera

35

kini semua bentukan mikro itu dikenal dengan sebutan Karren, Lapies atau
Scratten.

Morfologi Karren itu tergantung dari


1. Distribusi, sifat dan banyaknya hujan. (air maupun salju)
2. Sifat fisik dan kimiawi batu gamping.
3. Reaksi kimiawi yang meliputi CaCo3, CO2, H2O.
4. Ada tidaknya tutupan lahan, tanaman, humus, dsb.
5. Sudut kelandaian batu gamping.
6. Fase iklim masa lalu

Jenis-jenis Karren
Rillenkarren

meanderkarren

trittkarren

rundkarren

rinnenkarren

kluftkarren

spitzkarren

hohlkaren

deckenkarren kamenitza solution notch limestone pavement


seekarren rainpits.
b.

Endokarst

adalah fenomena yang dapat dilihat dibawah permukaan, dicirikan oleh


adanya sistem perguaan dan aliran tanah bawah permukaan.

Perguaan

Aliran sungai bawah tanah

Kolam air (statis)

Air terjun
Lingkungan Fisik kawasan karst yang mudah berubah dan bersifat rapuh

menyebabkan semua kegiatan yang menghasilkan dampak buruk bagi kawasan


karst harus ditiadakan, jika manusia ingin melestarikan kawasan yang unik ini,
maka semua kegiatan yang cenderung menurunkan daya dukung kawasan ini
harus dihentikan. dalam kaitannya dengan pengelolaan, segala bentuk
perubahan sekecil apapun harus diperhitungkan dampak negatifnya dengan
demikian kawasan karst dapat dikelola secara berkelanjutan.
Morfogenesis Endokarst

Diktat Caving Jantera

36

Faktor-faktor yang mempengaruhi :


1. Infiltrasi
2. Perkolasi
3. Rhizolith
4. Korosi (pelapukan kimia)
5. Korasi (pelapukan mekanik)
6. Proses peruntuhan ruang bawah tanah
7. Tektonisme
8. Sistem kekar sesar patahan
9. Kegiatan pertambangan
10. Sedimentasi perguaan
11. Pengendapan batu kapur atau kalsit

ORNAMEN GUA

Diktat Caving Jantera

37

Stalagtit

Stalagmit

I. BIOSPELEOLOGI
Bios yang berarti hidup, kehidupan, speleo adalah gua, dan logos yang
berarti ilmu. Biospeleologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan
beserta kondisi lingkungan hidup organisme di dalam gua.
Gua dibagi kedalam 4 zona gua :
1. Zona terang, merupakan enrance guatermasuk dalam bagian ceruk.
2. Zona senja, zona peralihan antara terang dan gelap gua.
3. Zona gelap dengan fluktuasi suhu, masih dipengaruhi ilkim luar gua.
4. Zona gelap tanpa fluktuasi suhu, tidak dipengaruhi iklim luar gua.
Aspek yang dipelajari :
1. organisme
2. hubungan organisme dengan lingkungan
3. material organik sebagai makanan dasar
4. parameter lingkungan
Biota gua :
1. trogloxene (troglo : gua, xenos : tamu) yaitu hewan yang di gua hanya
sebagai tamu, dalam arti apabila melakukan aktivitas maka hewan

Diktat Caving Jantera

38

tersebut akan keluar, misalnya dalam mencara makan. Contoh :


kelelawar.
2. troglophile (troglo : gua, phileos : cinta) yaitu hewan yang seluruh
daur hidupnya dihabiskan di dalam gua, namunjenis yang sama masih
ditemukan di luar gua. Contoh : Amblypygi jenis Stygophrynus
dammermani Roewer dari beberapa gua di Jawa Barat.
3. troglobion (troglo : gua, bios : hidup) yaitu hewan yang seluruh
hidupnya ada di dalam gua, dan tidak ditemukan lagi di luar gua.
Kelompok ini telah mengalami proses adaptasi evolusi yang cukup
panjang untuk dapat hidup. mis : udang gua akuatik Cibinong
(Stenasellus Javanicus), kepiting gua Gunung Sewu (tenebrioscia
antenuata schultz di Gua Bribin dan Javanoscia elongata Schultz di Gua
Semuluh) dan banyak jenis lain dari Maros seperti Kumbang gua (Eustra
Saripaensis Deuve).
Peran biospeleologi dalam konservasi
Biospeleologi berperan penting dalam konservasi karst dan gua. Sebagai
contoh : satu jenis baru di temukan di daerah Maros, dan sampai saat initidak
ditemukan di daerah manapun. Hal ini menjadi sangat penting mengingat satu
jenis hewan gua mempunyai tingkat keendemikan yang tinggi karena
terkadang hanya terdapat dalam satu gua atau satu sistem perguaan. Faktor lain,
jenis hewan gua mempunyai populasi yang sangat kecil yang tentu saja tingkat
ancaman kepunahannya menjadi sangat besar. (Cahyo Ramadi, 2007)
Ekologi Gua
Kekhasan atau keunikan sistem di dalam gua disenankan oleh beberpaa
faktor yang terkomposisi, yaitu berupa suhu, cahaya, kelembaban, keadaan
lantai, atap dan dinding, vegetasi permukaan atas gua, dan akndungan oksigen.
Karena hal tersebut, maka di dalam gua hanya hidup jenis-jenis flora dan fauna
yang mampu beradaptasi dengan kondisi setempat.
Faktor utama yang berpengaruh langsung terhadap gua adalah iklim, fakor
tidak langsung adalah karstifikasi dan pembentukan hutan di atasnya. Vegetasi
biasanya lebih banyak dan beranekaragam di dataran tinggi (>3.700m),

Diktat Caving Jantera

39

misalnya di hutan tropika, pegunungan dan hutan lumut. Pada umumnya lantai
jenis hutan tersebut kaya akan bahan organik. Bahan-bahan organik ini akan
terombak dan mengalami mineralisasi, membentuk tanah. Sebagian serasah
dan humus terbawa ke dataran yang lebih rendah melalui aliran air (banjir,
arus,dsb) dan sebagian lagi meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Dengan cara yang sama, organisme tanah dapat mencapai gua.
Mikroklimat dan tersedianya pakan yang cukup merupakan alasan organisme
tanah untuk bertahan di dalam gua. Oleh karena itu, beberapa jenis fauna juga
dapat dijumpai di dalam gua, bahkan sampai dekat daerah akumulasi guano
pun dapat ditemukan organisme tanah. Organisme tanah yang mampu
mempertahankan hidupnya akhirnya menjadi fauna gua. Beranekaragam jenis
binatang dapat ditemukan di dalam gua. Beberapa jenis antropoda, antara lain
Collembola, Coleoptera (Staphylinidae, Pselapidae, Caraboidea), Lepidoptera,
Diplopoda, Isopoda, Labah-labah, dsb. Kelompok yang disebutkna merupakan
fauna terestrial di dalam gua, yang pada umumnya mempunyai ciri bukan
organisme gua, masih ada diantaranya yang masih bermata dan berpigmen.
Sebaliknya, beberapa diantaranya ditemukan telah mengalami modifikasi pada
organ-organ tertentu. Dari 27 jenis Collembola yang dapat dari gua Simbu,
Lae, Telefomin, Irlandia, 10 jenis diantaranya masih menunjukkan morfologi
fauna serasah atau lantai hutan (Deharveng 1981), Bournes (1980), dalam
Deharveng (1981) meneliti dengan ermat asal muasal fauna gua. Diperoleh
adanya catatan laba-laba, diptera, lepidoptera, isopoda, dan myriapoda.
Binatang akuatik yang dapat ditemukan di gua misalnya udang, kepiting,
colepotera, larva diptera dan heteroptera.
Fauna lain yang tidak kdalah pentingnya adalah kelelawar di dalam gua
dengan jumlah banyak. Kelelawar ini menghasilkan timbunan guano. Guano
dapat menjadi pakan bagi beberapa kelompok antropoda, memanfaatkan guano
atau jamur yang tumbuh diatasnya sebagai sumber pakan, menyebabkan
terbentuknya ekosistem guano yang dihuni oleh jenis-jenis fauna guano.
Troglobion dan Troglomorf

Diktat Caving Jantera

40

Troglobion adalah hewan yang seluruh hidupnya ada di dalam gua. Pada
umumnya kelompok ini memiliki morfologi khas. Pada daerah dataran rendah
tidak ditemukan bentuk troglomorf yang khas (Deharveng 1981), beberapa
masih dilengkapi mata dan pigmen. Berbeda dengan yang ditemukan di dataran
tinggi, tampak adanya bentuk-bentuk troglomorfi yang khas. Bentuknya antara
lain; tidak bermata, tubuh pipih dan tidak berpigmen, misalnya terlihat jenisjenis yang tercatat dari Gua Simbu dan Telfomin. Contoh jenis yang dilaporkan
dari gua dengan ketinggian 1.500m yaitu Isopoda (Styloniscidae dan
Philosciidae), Coleoptera, Collembola. Troglobion akuatik misalnya cacing
pipih, polychaeta, lintah, gastropoda, crustacea, cleoptera. Namun demikian,
terdapat variasi cukup tinggi dari kelompok troglobion ini. Variasi terjadi
karena adanya evolusi adaptasi (Deharveng 1981). Fauna gua memiliki
keanekaragaman cukup tinggi. Tercatat ada 10 kelas hewan invertebrata yang
dapat ditemukan di dalam gua. Namun, masing-masing gua menunjukkan
komposisi jenis penghuninya yang berbeda untuk gua satu denan lainnya.
Perbedaan kompisisi jenis penghuni gua ini disebabkan oleh fakto mikroklimat
masing-masing gua.
Fauna Guano
Banyak jenis fauna yang hidup pada lapisan guano. Hewan guano ini
hidup dari guanonya atau jamur yang tumbuh di atasnya. Fauna yang dikenal
tumbuh pada guano ini adalah Collembola, antara lain marga Sinelle,
Pseudosinelia. Dan Onychiurus. Lantai beberapa gua yang dilapisi guano juga
dapat ditemukan adanya Diplopoda (kaki seribu), tungau (terutama suku
Uropodidiae), kecoa yang biasanya berukuran lebih besar, larva Diptera dan
Lepidoptera (Tinaeidae), Cleoptera (Silphidae dan Catopidae). Kelompok
Cleoptera (Scarabaeidae). Diplura, Isopoda (Oniscoidea) dikenal sebagai
hewan koprofagus (pemakan kotoran binatang) dan pemakan detritus serta
jamur dari guano.
Diantara fauna yang hidup dari guano, ditemukan juga kelompok
pemangsa fauna guano, antara lain Acarina (Mesostima), Schizomida, labahlabah besar dan Amblypyga (Ketonggeng), Chilopoda, beberapa Cleoptera

Diktat Caving Jantera

41

(Carabidae, Staphylipidae) dan beberapa Hemiptera (Reduviidae). Kelimpahan


jenis fauna gua sangat dipengaruhi oleh suhu udara dalam gua. Biasanya suhu
udara gua guano adalah 34,50 (di luar 320). Suhu yang agak hangat ini
disebabkan oleh adanya fermentasi guano.
Collembola
Collembola merupakan salah satu kelompok fauna tanah/gua yang
berukuran kecil. Panjang tubuhnya berkisar antara 0,25-8mm. Pada umumnya
warna tubuhnya mirip dengan warna tanahm hitam, coklat, abu-abu tua, tetapi
ada beberapa yang berwarna cerah keperakan, merah merona atau kehijauan.
Dalam klasifikasi lama, Collembola masih dimasukkan ke dalam klas
Insecta. Tetapi sekarang, Collembola merupakan klas tersendiri dibawah
induknya klas Hexapoda. Dibandingkan dengan Insecta, Collembola
mempunyai persamaan karakter yaitu adanya kepala, teraks dan abdomen; kaki
3 pasang; dan sepasang antena. Perbedaannya adalah abdomen Collembola
hanya 6 ruas, tidak mempunyai mata majemuk dan tidak mempunyai sayap
atau modifikasinya.
Collembola mudah dijumpai di permukaan tanah, atau di dalam tanah yang
tertutup oleh serasah atau humus tebal. Habitat yang disukainya adalah
permukaan tanah yang berhumus tebal, lembab tidak basah, dan tidak terkena
cahaya matahari langsung.
Collembola

merupakan

salah

satu

kelompok

fauna

penting.

Kepentingannya terlihat dari populasi dan keanekaragamannya yang cukup


tinggi dibanding kelompok artropoda lainnya, serta peranannya. Oleh karena
itu, penelitian fauna gua selalu tidak akan lepas dengan pengamatan kekayaan
jenis Collembola-nya. Sebagai fauna gua, Collembola memiliki kekhasan
persebaran. Pada setiap gua dapat ditemukan komposisi jenis Collembola yang
berbeda.
Pembagian jenis-jenis Collembola berdasarkan habitat yang terbatas di gua
dan bukan hanya di gua :
a. Collembola gua

Diktat Caving Jantera

42

1. Acherontiella, non-troglomorffi : guano dan tanah gua di Sulawesi


Selatan, Thailand, Eropa dan Amerika.
2. Wiliemia, edamorfi : guano di Sulawesi Selatan, Malaysia dan
Thailand.
3. Troglopedetes, mempunyai variasi morfologi dan non-troglomorfi
tinngi : Thailand.
4. Psoudoparanella : Malaysia.
5. Sinella (Coecobrya) coececa. Tanpa pigmen : tanah gua, guano di Asia
Tenggara.
6. Sinella (Sinella) spp.,troglomorfi : Asia Tenggara.
7. Pseudosinella troglomorfi : Gua Filippina, Sulawesi, dan Halmahera.
8. Oncopodura tricuspis, troglomorfi : Thailand Utara.
b. Collembola tidak terbatas pada gua
1. Arrhopalites spp. Thailand dan Sulawesi.
2. Folsomides exiquus, Folsomia Onychiurina, F. Candida dan
Isotomiella sp. Asia Tenggara.
3. Beberapa jenis yang keberadaannya di gua karena suatu hal, seperti
terbawa arus sungai dan banjir.
Tabel 1. Collembola di Gua Sulawesi dan Halmahera
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Jenis
Wiliemia sp
Branchystomella sp.
Blasconura sp
Friesea sp
Lobella sp
Micranurida sp
Paleonura sp
Paranura sp
Pseudachorutella sp
Mesaphorura sp
Denisia sp
Folsomides exsiquus
Folsimides sp

Gua

Habitat

M
M
M
M
M
M
M
M
M
M, W
M
M
M, W

Tanah, gua
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah, Gua
Tanah

Diktat Caving Jantera

43

14. Folsomina sp
15. Isotomiela sp
16. Harlomiela sp
17. Lepidocyrtus sp
18. Pseudosonella sp
19. Sinella (caecobrya) sp
20. Arripalites sp
21. Megalothorak sp
Deharvberg, 1987

W
M, W
A, W
W
M, W, A, H
W
M, T
M, W

Tanah, Gua
Tanah, Gua
Tanah, Gua
Tanah
Gua
Gua, Guano
Tanah, Gua
Tanah

Keterangan :
M : Gua Karst Maros

W : Gua Karst Mampu, Watampone

A : Gua Karst Magana Malawa

T : Gua Karst Londa, Toraja

H : Gua batu lubang, Halmahera


Peranan Collembola
Perombak bahan organik dan membantu pembentukan tanah
Dalam hidupnya, Collembola memerlukan jamur, ganggang hijau, hifam
bagian bahan organik, jasad renik, dsb. sebagai pakannya. Jasad renik tersebut
diperoleh dari bahan organik yang mengalami perombakan. Collembola
membantu perombakan bahan organik secara fisik dan kimia. Secara fisik
karena memecah bahan organik itu menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil,
sedangkan kimia melalui pencernaannya. Bahan organik yang menjadi pakan
Collembola bukan hanya berasal dari tumbuhan, tetapi jug adari bangai
artoporoda lainnya. Jamur yang dimakan tidak semua tercerna, bagian yang
tidak tercerna akan tersebar ke lain tempat. Dengan cara ini, Collembola
mambantu menyebarkan jamur perombak dapat juga diartikan Collembola
membantu dalam pembentukan tanah.
Indikator tingkat kesuburan tanah
Untuk menjamin kehidpannya, Collembola memerlulan air, kelembaban.
Kandungan bahan kimia, sumber bahan organik, ph, dan juga tekstur tanah.
Oleh karena itu, dapat diharapkan bahwa pada suatu keadaan tanah tertentu
akan dapat dijumpai Collembola tertentu pula. Pada kondisi tanah yang
berbeda, akan dijumpai populasi dan komposisi jenis Collembola yang
berbeda. Perbedaan ini disebabkan kerna jenis Collembola tertentu tidak peka

Diktat Caving Jantera

44

terhadap faktor-faktor fisik tersebut. Kelompok yang tidak peka dapat


dijadikan indikator tingkat kesuburan tanah. Selain sifat fisik tanah, populasi
Collembola juga sebagai indikator mengamati populasi musuh alaminya yaitu
tungau. Dalam situasi alami normal tanpa gangguan, populasi Collembola dan
pengendalinya selalu seimbang.
Indikator tingkat pencemaran tanah
Collembola termasuk hewan yang peka terhadap perubahan fisik maupun
biotik tanah. Bahan pencemar yang masuk merembes ke dalam tanah juga
berpengaruh terhadap populasi Collembola. Yang dimaksudkan dengan bahan
pencemar antara lain bahan limbah kimia dan pestisida.
Setiap jenis racun serangga mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
Collembola. Simazine dapat membunuh Collembola dan tungau, tetapi tidak
untuk cacing. Methanal dapat mematikan semua serangga tanah kecuali yang
hidup di kedalaman >15cm. Aldrin, Oialdrin, dan Heptakhlor dapat
menurunkan populasi tungau tetapi meningkatkan populasi Collembola.
Perubahan populasi Collembola yang mencolok dijadikan indikator
terjadinya pencemaran tanah. Pencemaran dapat dipantau dengan memantau
populasi Collembola secara teratur.
Indikator pengolahan tanah yang baik
Pengolahan tanah dengan pembakaran sangat merugikan tanah itu sendiri.
Kenyataannya, setelah pembakaran, mesofauna tanah tinggal 45% sedangkan
Collembola dan Lumbricidae tinggal 6%. Collembola dan fauna tanah lainnya
merupakan

me=akhluk-makhluk

pembentuk

tanah

yang

kehadirannya

diperlukan oleh siapa saja. Dengan demikian dampak pembakaran tanah akan
semakin dirasa merugikan semua pihak, oleh karena itu harus dihentikan.
Sebab dengan berkurangnya populasi Collembola dan fauna tanah lainnya
berarti pula proses perombakan bahan organik dan pembentukan tanah
terhambat.
Peranannya di dalam gua
Peranan Collembola di gua tidak berbeda dengan yang di luar gua. Di gua,
kehadiran Collembola mempercepat proses perombakan bahan organik yang

Diktat Caving Jantera

45

menimbun di lantai. Hal ini dapat jelas diamati pada gua yang memiliki lapisan
guano yang cukup tebal. Collembola dapat dikumpulkan dari lapisan guano
yang tidak segar atau yang sudah mengalami perombakan. Dalam kegiatannya
sebagai perombak guano, tentu saja perombakannya dilakukan bersama jenisjenis fauna lainnya. Collembola dikenal sebagai pemakan jamur. Jamur yang
dimakannya tidak seluruhnya dapat dicerna, sebagian diekskresikan kembali
dalam bentuk jamur. Dalam hal sebagian pemakan jamur ini, peran Collembola
cukup besar yaitu sebagai pemencar dan penyubur pertumbuhan jamur dalam
lapisan guano. Adanya jamur mempercepat proses perombakan guano. Dengan
tidak secara langsung Collembola membantu proses perombakan guano.
Disamping membantu perombakan bahan organik gua, besar kemungkinan
Collembola dalam gua juga dapat menjadi indikator tingkat pencemaran. Tidak
tertutup kemungkinan sedkipun gua berada di dalam tana, bahkan pencemar
dapat meresap hingga mencapai lantai gua, dan mencemari kehidupan yang ada
di dalamnya. Ukuran populasi dan komposisi jenis Collembola dapat menjadi
petunjuk yang sangat berharga bagi ada/tidaknya pencemaran pada permukaan
tanah di atas gua.
J. PEMETAAN GUA
Manfaat pemetaan gua
-

Bukti otentik bagi penelusuran gua, sebagai tim/penelusur pertama yang


menelusuri gua tersebut.

Membantu para ahli dalam mempelajari Biospeleologu, Hidrologi,


ataupun ilmu yang terkait dalam speleologi.

Untuk mencari korelasi sistem perguaan dengan gua-gua di sekitarnya.

Kepentingan HANKAMNAS

Memudahkan dalam perencanaan pengembangan gua sebagai objek wisata

Sebagai data/rekaman keadaan gua pada saat itu

Diktat Caving Jantera

46

Peralatan yang digunakan


-

Kompas, untuk mengukur derajat perbedaan antar lorong terhadap arah


sumbu utara magnetis

Pita ukur, untuk grade 5 dan atasnya, pita ukur yang digunakan adalah
yang terbuat dari bahan fiber, panjang maksimum 30m, ketelitian yang
didapat hingga satuan cm.

Klinometer, untuk mengukur sudut kemiringan terhadap bidang datar


dengan satuan derajat

Topofil, prinsipnya mempunyai fungsi sama dengan pita ukur

Catatan kerja/worksheet, untuk mencatat data yang diambil selama


pemetaan, diusahakan yang terbuat dari bahan tahan air

ATK, digunakan untuk mencatat, diusahakan yang dapat mencatat di


worksheet yang tahan air.

Standar Grade (tingkatan) dan Klasifikasi Peta Gua


Peta gua yang dibuat memiliki tingkatan sesuai derajat ketelitian saat
survey dilaksanakan, ketelitian tersebut dibagi berdasarkan grade dan kelas.
Grade adalah pengelompokan berkaitan dengan alat yang digunakan,
sementara

Class

adalah

pengelompokan

peta

berdasarkan

proses

pembuatan/pencatatan datanya. Oleh British Cave Research Association


(BCRA) dibagi menjadi 6 tingkatan ditambah satu tingkatan khusus pada
grade dan ada 4 untuk tingkatan Class.
Grade :
-

Grade 1

: gambar/sket kasar tanpa skala yang benar dan dibuat di

luar gua dengan dasar ingatan dari si pembuat peta terhadap lorong-lorong
yang digambar.

Diktat Caving Jantera

47

Grade 2

:gambar/sket kasar tnapa skala yang benar, dibuat di dalam

gua tanpa alat ukur apapun, hanya atas dasar perkiraan.


-

Grade 3

: sket yang di gambar di dalam gua dengan bantuan

kompas, tali ukur yang ditandai tiap meternya, memiliki ketelitian


pengukuran satan 25cm per 5m, dilakukan jika waktu terbatas,
penggunaan klinometer sangat dianjurkan.
-

Grade 4

: pengukuran menggunakan kompas, klinometer serta

meteran bahan kain.


-

Grade 5

: menggunakan kompas prismatik, klinometer, pite ukur

fiberglass, dengan toleransi kesalahan pengukuran jarak adalah <10cm dan


10
-

Grade 6

: pada dasarnya sama dengan grade 5, tetapi kompas dan

klinometernya diletakkan di tripod sehingga tidak akan ada pergerrakan


saat melakukan pengukuran.
-

Grade X

: menggunakan peralatan teodolit, laser disto, serta pita

ukur metalik.
Class
-

Class A

: semua detail dibuat di luar gua atas dasar ingatan

Class B

: detail lorong diestimasi dan dicatat dalam gua

Class C

: detail diukur pada tiap stasiun survey

Class D

: detail diukur pada stasiun survey dan antar stasiun survey

Survei dan pengambilan data


1. Metode dan arah survey
Metode pengukuran

Diktat Caving Jantera

48

a. Forward Method : dimana pembaca alat dan pencatat pada stasiun


pertama, sedangkan target pada stasiun kedua. Setelah pembacaan dan
pencatatan selesai, pembaca dan pencatat data berpindah ke stasiun kedua,
target pindah ke stasiun ketiga, begitu seterusnya.
b. Leapfrog Method : pembaca alat dan pencatat data pada stasiun kedua,
target pada stasiun pertama. Setelah pembacaan dan pencatatan selesai,
target pindah ke stasiun ketiga. Setelahselesai pembaca dan pencatat
pindah ke stasiun keempat. Setelah selesai target 1 pindah ke stasiun lima,
pembacaan dilakukan, begitu seterusnya.
Arah survey
a. Top to bottom : pengukuran dimulai dari mulut gua (entrance) sampai
ujung lorong/dasar gua atau sampai akhir.
b. bottom to top : pengukuran dimulai dari ujung lorong/dasar gua sampai
entrance, atau kebalikan dari sistem pertama.
2. Penentuan stasion survey
-

Pertimbangan arah

Perubahan ekstrim bentuk lorong

Batas pengukuran, 30m

Perubahan elevasi lorong (pitch, climb)

Temuan penting (biota, ornamen khusus, litologi khusus, dsb)

3. Team survey
Idealnya, tim pemetaan gua terdiri dari 5 orang, dengan pembagian
tugas sebagai berikut :
Orang kesatu : sebagai pembaca alat (membawa klinometer, kompas, dan
meteran)
Orang kedua : sebagai pencatat data pengukuran

Diktat Caving Jantera

49

Orang ketiga : sebagai deskriptor/menggambar bentuk lorong


Orang keempat: sebagai target pengukuran, membawa ujung meteran.
Tinggi badan orang pertama dan orang keempat ini diusahakan sama,
dengan tujuan untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran sudut
elevasi (kemiringan lantai)
Orang kelima : sebagai leader, penentu titik stasiun maupun sebagai
pemasang lintasan pada pengukuran gua vertikal.
4. Data yang direkam : worksheet survey, perhitungan hasil survey
5. Legenda peta

speleothem

Speleothem
rusak

Moon milk

gourdam

helektit

pothole
6. Lembar
data

stalaktit

Alur plafon

stalakmit tiangan

Lantai kalsit

pasir

tirai

scalop

lumpur

Diktat Caving Jantera

50

K. FOTOGRAFI GUA
L. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN MENELUSURI GUA
Kegiatan penelusuran gua didukung oleh penguasaan teknik dan peralatan
yang memadai. Kriteria pemilihan perlengkapan dan peralatan :

Standar keamanan

1. UIAA (Union International des Associations dAlpinisme)


2. CE (Conformite aux Exigences)
3. EN (European Norm)
4. CEN (Comite Europeen de Normalisation)

Kekuatan dan daya tahan


Alat yang digunakan harus diketahui kekuatan dan beban maksimal
yang direkomendasikan. Alat harus tahan terhadap situasi dan
kondisi gua yang rentan terhadap abrasi/gesekan air, lumpur,
batuan kapur. Perlatan gua vertikal direkomendasikan yang telah
melewati individually tested yang ditandai dengan beban
maksimal MAX dan beban aktif USE.

Fungsionalitas
Pemilihan peralatan perlu diperhatikan fungsi alat, hal ini berkaitan
dengan penggunaan yang efektif dan efisien. Selain fungsi dasarm
perlu dipahami fungsi-fungsi tambahan pada alat. penggunaan alat
akurat, tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan (simplicity). Faktir
yang perlu diperhatikan adalah berat, hal ini berpengaruh
terhadap daya tahan/stamina penelusur.

Diktat Caving Jantera

51

Uraian standar peralatan penelusur gua :


-

Cover All
Fungsi

: Pakaian pelindung yang efektif untuk penelusur

Bahan

: PVC, Nylon fabric

Keterangan

: bahan cover all mampu melindungi dari gesekan basah

dan dingin, disesuaikan dengan tipe gua.


-

Sepatu
Fungsi

: melindungi kaki

Bahan

: Sepatu boot

Keterangan

: sepatu melindungi hingga mata kaki, tahan terhadap

gesekan, grip dan sol tahan air dan lumpur.


-

Helm speleo
Fungsi

: melindungi kepala dari benturan

Bahan

: terbuat dari fiber carbon, kevlar atau polycarbonate. Helm

di desain mampu meredam benda yang jatuh menimpa helm.


-

Pencahayaan
Fungsi

: sebagai alat penerang

Bahan

: Electrical lamp dan carbide model

Keterangan

: lampu dapat dikategorikan sebagai waterproof gear.

M. TEKNIK PENELUSURAN GUA


1. Teknik penelusuran gua horizontal
Penelusuran gua horizontal yaitu penelusuran tanpa perlengkapan.
Dalam lintasan horizontal, penelusur biasanya membawa perlengkapan
personal dan barang mereka dalam tas caving (dry bag) kecil. Paling
mudah, serta cara paling efektif dan dengan dampak minimal terhadap gua
daam lintasan jalan adalah dengan mengikuti jalan yang sama dengan yang
sebelumnya

dilewati

oleh

anggota

tim depan,

dengan

hati-hati

menghindari area sensitif (flowstone, stalactit, stalagmit, rimstone, dll).


jalan dengan santai dan hindari perubahan kemiringan yang tidak perlu-

Diktat Caving Jantera

52

meskipun akan menempuh jarak yang lebih jauh. Ini akan menghemat
tenaga. Perhatikan pandangan di depan untuk membantu menaruh pijakan
kaki.
Jika ada anggota tim yang tertinggal di belakang, leader harus
memperlambat jalannya. Jika anggota yang paling lambat berhenti, leader
harus berhenti sampai anggota yang paling belakang tiba padanya, ini akan
memberi waktu istirahat pada yang lain.
Dalam penelusuran, beri waktu istirahat secara berkala, hali ini
untuk memberikan tubuh waktu beradaptasi dengan gua. Kondisi gua yang
lembab dan coverall yan gmenangkap penguapan tubuh melalui keringat
yang menghalangi mekanisme pendinginan tubuh dan membuat kita
menjadi basah. Untuk mencegah hal ini, buka bagian atas coverall ketika
melewati lintasan yang kering.
Duck Walking, Baby walking, hingga Merayap dilakukan jika
antara dasar dan atap gua jaraknya pendek. Pada saat melakukan hal
tersebut, beban yang kita bawa supaya ditempatkan di depan kita.
a. lumpur
Lorong yang berlumpur dapat dilalui dengan mudah apabila
lumpur tersebut tidak terlalu tebal. Tapi, ketika lumpur setinggi lutut
bahkan lebih, kita tentu tidak mudah menelusurinya. Untuk melewatinya,
kita perlu bergerak seperti sedang berenang. Dengan posisi ini, akan lebih
mudah bergerak dan lebih menghemat tenaga.
b. air
Untuk kondisi lorong gua berair terutama yang belum pernah
dimasuki, dan kita tidak mengetahui kedalaman dan kondisi dibawah
permukaan air, kita harus mengetahui prosedur penelusuran di lorong
berair dan juga harus mempunyai fasilitas pendukung.

Diktat Caving Jantera

53

Syarat utama adalah penelusur harus bisa berenang. Tetapi, dengan


kondisi lorong yang serba terbatas, teknik renang di gua berbeda dengan
ketika kita sedang berenang di kolam. Disini, kita sedang memakai
pakaian lengkap dan sepatu, bahkan membawa beban. Pembagian tim juga
harus disesuaikan, leader tidak boleh membawa beban berat karena harus
membuat lintasan sesuai kondisi medan. Dalam kondisi tertentu, kita
menggunakan pelampung dan perahu karet untuk gua dengan lorong besar
dan air yang dalam.
Diving, adalah teknik penyelaman dengan alat bentu pernafasan
dan pakaian khusus. Teknik ini dilakukan pada lorong yang sepenuhnya
tertutupi air (sump, siphon). Untuk perbandingan, resiko kematian di cave
diving adalah 60% tewas, sedangkan resiko caving 15%. Dengan
perbandingan resiko tersebut, kita dituntut agar ekstra hati-hati, jangan
melanjutkan penelusuran jika tidak didukung peralatan yang standart.
2. Teknik penelusuran gua vertikal
Rapelling (Descending/Abselling) dengan descender
Rappeling dilakukan dengan menggunakan descender, descender
simpel dan autostop biasanya digunakan. Beda keduanya adalah,
autostop mempunyai tuas kuncian sementara simpel tidak. Untuk
rappeling di atas 200m

tanpa deviasi, intermediate dan simpul,

gunakan descender rack. Dengan menambahkan palang atau barnya


ketika turun, akan menambah gerakan friksinya.
Pada posisi free drop di gambar x, tubuh menggantung pada anchor
dengan cowstail pendek dan gunakan lutut untuk keseimbangan. Jika
terdapat pijakan yang bagus, maka cowstail tidak perlu dipasang
sebelum turun melainkan langsung pasang descender. Pasang tali
dalam posisi S pada descender seperti pada gambar x, hindari adanya
tali sisa. Setelah tali melewati caabiner friksi, mulai untuk turun.

Diktat Caving Jantera

54

Kontrol kecepatan turun. Kita bisa mengatur kecepatan dengan


cara memegang tali satu atau dua tangan di bawah carabiner friksi, itu
jika menggunakan descender simpel. Sementara dengan autostop,
turun dapat dikontrol kecepatannya dengan cara memegang tuas yang
ada. Perlu diingat, tali sisa yang digunakan untuk turun selalu
dipegang dengan tangan mengarah ke atas.
Apabila ingin berhenti pada saat rappeling, kuncian full lock adalah
kuncian yang paling aman. Ini hanya boleh dilakukan saat descender
terbebani. Jika tidak, meskipun hentakan yang pendek akan merusak
descender apabila tidak ditempatkan dengan benar pada carabiner
yang dihubungkan pada Mailon Rapide.
Cara kunci penuh adalah pada gambar x ;
-

pegang descender pada tangan kiri

masukkan tali pada carabiner friksi,

buat kuncian half-lock dengan tangan kanan,

kemudian lengkapi kuncian half-lock dengan full-lock setelah


melewati carabiner friksi.
Melintasi rebelay/intermediate :

Turun perlahan dan berhenti ketika posisi intermediate sejajar


dengan badan, sedikit sisa tali harus tersedia di bawah ascender.

Kaitkan cowstail pendek pada carabiner intermediate dengan


pengati mengarah ke badan, tali masih harus dipegang.

Terus turun hingga beban tubuh berpindah ke cowstail pendek,


setelah itu pindahkan descender dan pasang pada tali selanjutnya
yang ada di bawah intermediate, usahakan sedekat mungkin dengan
intermediate.

Lepas cowstail pendek dengan menginjak loop yang ada pada


intermediate.

Teriakkan free rope sehingga orang yang diatas bisa melanjut


untuk turun. Jangan pernah melepaskan pandangan dari descender.

Diktat Caving Jantera

55

Melintasi simpul atau sambungan tali


-

Turun sampai descender berhenti pada sambungan tali, lepas


carabiner friksi dari tali.

Pasang ascender (yang terkait pada cowstail panjang) sejajar


dengan wajah atau di atau simpul.

Berdiri pada footloop, pasang croll di antara ascendender dan


descender, beban tubuh menggantung pada croll.

Pindahkan descender pada bawah simpul, kunci.

Buka croll, pastikan beban tubuh menggantung pada descender.

Buka ascender dan lanjut turun.


Melintasi deviasi :

Berhenti ketika sejajar dengan deviasi, jika perlu kunci descender

Jika dinding samping bisa dijangkau dengan kaki, dorong tubuh


untuk membuat devisi menjadi kendor.

Jika dinding jauh dari jangkauan, tarik tali agar deviasi kendor.

Pindahkan carabiner deviasi di atas descender

Buka kunci descender, lalu turun.

Membawa tackle bag


Ketika berada di tali, tackle bag diletakkan menggantung di bawah,
dikaitkan pada Mailon Rapide. Membawa tackle bag di punggung ketika
di tali adalah salah karena akan mendorong kita ke belakang serta
membuat kehilangan keseimbangan, juga mengganggu pergerakan tangan.
Untuk menghindari tali terbelit dengan tackle bag, gunakan kaki untuk
mengarahkan tackle bag menjauh dari tali. Taruh tackle bag di punggung
untuk sementara jika ada kemungkinan bahaya batuan jatuh atau
mendekati aliran air.
Menuruni pits panjang
Tali basah menambah bobot hingga 50% dari berat tali, lorong vertikal
yang dalam juga menambah bobot tali. Tali yang berat membuat kita
kesulitan ketika sedang memasang descender. Solusinya adalah dengan
memasang ascender dengan posisi terbalik pada mailon rapide. Ini akan

Diktat Caving Jantera

56

membuat kedua tangan bebas. Setelah ascender terpasang, ulur tali


sehingga cukup untuk memasang descender. Setelah descender terpasang,
mulailah turun.
Memanjat tali dengan Frog Rig System
Selama era tangga baja, tali hanyalah digunakan untuk turun, dengan
memakai friksi pada punggung sebelum ditemukannya figure of eight.
Awalnya, belum ditemukan teknik menaiki tali dengan cara sederhana.
Adalah Andre Meozzi seorang anggota aktif Speleo Club de la
Tronche, France, yang pertama kalinya mengembangkan teknik modern
dengan metode sit-stand. Namun, metode ini belum diterima begitu cepat
pada saat itu. Barulah pada saat EFS (Ecole Francais de Speleologie) yang
memanggil anggota Club La Tronche pada sekolah caving untuk
mengelola sesi latihan, metode sit-stand digunakan. Kemudian metode
tersebut diadopsi dimana-mana.
1. Perlengkapan
-

Seat harness

Chest harness

Ascender yang telah dipasangi footloop dan cowstail panjang

Ascender dada atau croll (ditemukan oleh Fernand Petzl)

Mailon Rapide
2. Teknik memasang

Pasang croll pada tali

Pasang hand ascender pada tali, mulai naik dengan menginjak


footloop yang telah terpasang di hand ascender

Setelah menggantung, kencangkan kembali chest harness sehingga


croll menempel pada dada.
3. Teknik manjat

Dorong hand ascender setinggi mungkin

Dengan menginjak footloop, dorong badan ke atas sehingga croll


bergerak sesuai dengan gerakan badan yang terdorong ke atas.

Diktat Caving Jantera

57

Apabila croll tidak bergerak karena keadaan tali yang tidak berat,
maka kita harus meletakkan kaki di antara footloop dan kaki, sehingga
tali tersangkut pada footloop dan croll bergerak ke atas sesuai
dorongan badan.

Cara naik dengan menginjak footloop ke bawah, bukan mendorong ke


depan atau ke belakang, karena tidak efisien dalam menambah jarak
dan lebih melelahkan juga.

Pada saat naik, hindari tangan yang bekerja lebih dalam mengangkat
badan. Kakilah yang lebih banyak terbeban. Lengen memiliki jumlah
otot yang lebih sedikit daripada kaki, menggunakan lengan akan
mempercepat badan lelah.
4. Naik melewati intermediate

Hentikan hand ascender 2-3cm di bawah simpul

Hubungkan cowstail pendek pada anchor

Berdiri pada footloop lepas croll, kemudian langsung pasang croll


pada tali yang akan dinaiki

Pindahkan hand ascender di atas croll, sejajar dengan wajah.

Mulai naik hingga cowstail pendek tidak terbebani, setelahnya lepas


cowstail pendek.

Lanjut naik, setelah memeriksa apakah posisi anchor intermediate


pada posisi yang benar.
5. Naik melewati deviasi

Naik hingga sejajar dengan deviasi

Jika dinding samping bisa dijangkau dengan kaki, dorong tubuh untuk
membuat devisi menjadi kendor.

Jika dinding jauh dari jangkauan, tarik tali agar deviasi kendor.

Pindahkan carabiner deviasi ke carabiner cowstail pendek

Lanjut naik, setelah posisi di atas deviasi, pindahkan lagi carabiner


deviasi ke tali.
6. Naik melewati simpul atau sambung tali

Hentikan hand ascender sekitar 2-3cm dibawah simpul

Diktat Caving Jantera

58

Naikkan croll dibawah hand ascender

Pasang cowstail pendek pada simpul

Pindahkan hand ascender ke atas simpul cukup tinggi hingga memberi


ruang untuk memasang croll

Pindahkan croll diantara simpul dan hand ascender

Lepas cowstail pendek dan lanjut naik

Climbing
Dalam suatu penelusuran, terkadang dijumpai adanya waterfall
ataupun lorong yang terletak di atas kita. Untuk meneruskan penelusuran,
kita harus menggunakan teknik seperti pada rock climbing. Seperti
memasang sisip dan bor tebing untuk membuat lintasan oleh leader dan
kemudian anggota tim melewatinya dengan SRT. Teknik rock climbing
harus bisa dilakukan pada kondisi medan seperti :
-

Aliran air yang deras dan tidak diketahui kedalamannya.

Gua yang berbentuk celah dan menyempit di bagian dasarnya

Sungai besar atau danau yang dalam

Pemasangan rigging pada waterfall

Menghindari calcite floor atau oolith floor

N. RIGGING
Teknik pemasangan lintasan baik vertikal maupun horizontal digunkaan
untuk melewati medan gua. Hal yang perlu diperhatikan dalam rigging adalah :
-

Aman

Tidak merusak peralatan

Dapat dilewati oleh anggota tim

Siap digunakan untuk rescue


Persiapan :

Memilih panjang tali

Diktat Caving Jantera

59

Jika telah diadakan penelusuran sebelumnya di gua yang akan


ditelusuri, maka tim survey bisa mencari informasi rigging yang tepat.
Namun, hal itu tidak berlaku apabila kita malakukannya di gua yang
sebelumnya tidak pernah di eksplor. Dalam hal ini kita perlu pengetahuan
mengenai kawasan karst yang akan kita survey, terutama informasi
morfologi kawasan tersebut. Ini akan membantu kita untuk menentukan
panjang tali yang akan dibawa. Jumlah bergantung juga pada jumlah tim
serta lamanya melakukan eksplorasi yang telah direncanakan. Ukuran tali
tergantung pada kemampuan teknik tim serta frekuensi penggunaannya.
Sebelum turun ke lapangan, kita dapat memperkirakan panjang tali
yang

akan

dibawa

dengan

survey

sebelumnya

dan

melakukan

penghitungan dalam gua, dapat dilakukan dengan cara melemparkan


batu ke dalam gua vertikal dan menghitung waktu tiba batu tersebut
ke dasar gua. Namun, hal tersebut tidak berlaku apabila dasar gua
tertutupi lumpur.
-

Pengecekan awal
Kondisi semua tali harus dicek sebelum berangkat atau ketika packing
tali. Selama pemeriksaan, tali harus dilepas dari simpul-simpul serta dicek
secara visual dan manual terhadap kemungkinan rusaknya mantel tali,
perbedaan diameter, atau kekakuan yang mengindikasikan adanya
kerusakan pada inti (core) tali.

Packing tali
Pertama kali adalah simpul stopper pada ujung tali dan biarkan simpul
tergantung di luar tackle bag, kemudian masukkan sisa tali ke dalam.
Masukkan tali sejangkauan tangan dan tidak membuat gulungan pada tali
karena akan menyebabkan ali terpelintir dan membuat tali sukar diuraikan
ketika keluar dari tas.

Tambatan alami (natural anchor)

Diktat Caving Jantera

60

Di Indonesia atau umumnya di gua-gua yang berada di kawasan


tropis, tidak sulit untuk menemukan anchor alami. Banyaknya pepohonan
di kawasan tropis menjadi andalan utama untuk dijadikan anchor, bukan
hanya itu tetapi juga kondisi morfologi di kawasan tropis, misalnya lubang
tembus alami yang terdapat pada batuan yang mengalami pelapukan.
Setiap benda yang ingin dijadikan tambatan harus di cek terlebih
dahulu dengan hammer, dengan cara memukul-mukulnya pada benda
tersebut. Harus tidak terdengar kosong apabila dipukul, dan ratakan juga
permukaan yang menonjol yang terlihat tajam. Perhatikan arah lintasam
jangan biarkan sling lepas dengan sendirinya, ketika rah lintasan berubah
gunakan simpul jangkar yang semakin membelit ketika dibebani, catatan ;
simpul ini dapat mengurangi kekuatan sling sebesar 20%.
Pohon
Pohon dapat digunakan sebagai anchor apabila masih hidup dan tua,
itu mengindikasikan perakaran pohon yang bagus di tanah. Sebuah pohon
yang kuat dapat dipakai digunakan sebagai anchor double. Hindari
pemasangan anchor apabila posisi pohon dekat dengan lubang gua, resiko
pohon tumbang dapat terjadi karena beban yang menariknya ke dalam gua.
Tonjolan batuan
Tonjolan biasanya kuat, namun biasanya memiliki sudut tajam jadi
harus diratakan terlebih dahulu dengan hammer sebelum rigging. Namun,
jangan meratakan semuanya! Kurangi saja kemungkinan sudaut yang
dapat merusak tali. Jika menggunakan anchor ini, gunakan sling untuk
melindungi tali utama dari gesekan.
Eyeholes dan Jughandles
Frekuensi dan kekuatan eyehole sebagian besar tergantung pada sifat
alami batuan. Kita biasanya dapat menjumpai di lintasan sungai karena

Diktat Caving Jantera

61

eyeholes merupakan proses korosi aktif batuan. Jika cukup kuat, maka
praktis untuk dijadikan anchor.
Batuan dan chockstones
Selalu periksa kondisi batuan, jika terdapat di lumpur atau serpihan
batu, maka tidak bisa menjamin menahan tarikan yang akan diberikan.
Chockstone yang terjepit diantara dua dinding akan stabil, kemudian
pasang sling.
-

Tambatan buatan
Selain menggunakan tambatan alami, anchor juga bisa dipasang pada
tambatan yang sengaja dibuat dengan peralatan tertentu.

Pemasangan back up anchor


Hindari adanya slack antara main achor dan back up anchor. Slack
atau panjang tali yang masih tersisa, akan terasa hentakan jauh atau
bantingan yang keras jika main anchor atau anchor utama jebol. Maka,
pemasangan back up anchor diusahakan tidak banyak menyisakan tali.

Y-belay
Pengaturan ini akan membagi beban antara 2 poin anchor. Y-belay
umumnya digunakan dalam :
1. Di meander (anchor pada dinding sebelah), dimana ini mencegah
friksi pada tali
2. Jika dinding tidak memiliki overhang. Hanya y-belay atau deviasi
yang menyediakan sebuah free hang.
3. Rigging ini membagi beban antara kedua anchor, mencegah beban
hentakan jika salah satu anchor gagal.

Diktat Caving Jantera

62

Simpul yang digunakan bermacam, namun biasanya double bowline


on a bight dan double figure eight on a bight. Semakin besar sudut yang
dibetnuk y-belay akan semakin meningkatkan beban pada setiap anchor.
Sudut ini tidak bisa melebihi 1200 karena simpul menjadi ketat dan tali
yang semula elastis akan bertambah panjang.
Jika salah satu anchor pada y-belay jebol, tidak terjadi hentakan atau
pendulum jika kedua anchor sudah tegang. Semakin kecil sudut yang
dibentuk, semakin sedikit panjang tali yang memisahkannya, maka akan
semakin kecil pula kemungkinan pendulum.
-

Intermediate/rebelay
Meskipun sudah benar memasang lintasan di pitch atas dan tali bebas,
namun tetap ada kemungkinan akan menyentuh batuan yang ada di bawah.
Dalam hal ini perlu instalasi intermediate

Deviasi
Seperti intermediate, deviasi juga menjaga tali dari friksi terhadap
gesekan dengan dinding gua. Perbedaannya adalah deviasi tidak dianchor
dengan loop. Tali hanya dipasang pada carabiner dan sling yang dikaitkan
pada anchor di dinding berlawanan dengan titik gesek, intinya
membalikkan arah tali menjauhi batuan. Sudut yang dibentuk biasanya
rendah. Sling yang dipake kecil dan anchornya tidak sekuat pada
intermediate.
Mengarahkan tali umumnya 150, menyebabkan gaya yang bekerja
pada sling sebesar dari beban caver. Nilai akan membesar sebanyak
jika sudut membentuk 300. Jika sudut yang dibentuk sangat besar dan
mencapai 600, sling dianggap sama dengan beban pada anchor utama.
Apabila demikian, maka anchor poin haruslah kuat dan dianggap sama
dengan anchor utama dan harus di double.

Diktat Caving Jantera

63

O. SIMPUL DASAR
P. SELF RESCUE
Q. PPPK Praktis / PPGD
Kegiatan penelusuran gua tidak jarang menimbulkan korban, baik luka
ringan hingga meninggal. Berikut beberapa cara tanggap PPGD (Pertolongan
Pertama Gawat Darurat) yang harus dimiliki oleh tim penelusuran untuk
mengurangi resiko caver meregang nyawa. Penggunaan ketrampilan sesuai
prinsip pengobatan cedera atau penyakit akut dengan menggunakan sarana atau
materi yang tersedia pada saat itu.
Tujuan :
1. Penyelamatan hidup korban
2. Mencegah kondisi memburuk atau cacat
3. Menunjang penyembuhan
Tanggung jawab selaku pelaku P3K adalah melakukan pertolongan :
1.

Nilai situasi. Dapatkah anda menolong? Amankah bagi anda? Amankah

bagi korban? Jika tidak jangan lakukan. Jangan menambah korbanlagi karena
tenaga anda masih dibutuhkan untuk menolong korban-korban lainnya.
2.

Mengenal kondisi terancam bahaya dan prioritas pertolongan. Harus dapat

menganalisa kondisi yang mengancam nyawa korban dan tepat dalam


melakukan prioritas pertolongna sesuai dengan tingkat resiko cedera korban.
3. Melakukan pertolongan sesuai dengna teori P3K yang diketahui dan jangan
coba-coba melakukan pertolongan yang dikemudian hari tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
4.

Mengatur dan merencanakan transoportasi ke penanganan kesehatan

terdekat yang memadai.


Langkah-langkah dalam situasi darurat :

Diktat Caving Jantera

64

1. Keselamatan. Amankah bagi anda? Korban? Sekitarnya?


2. Respon. Pengamatan awal sadar atau tidak sadarnya korban.
3.

Airway. Pembukaan jalan nafas dan tindakan posisi stabil merupakan

langkah penting dalam resusitasi (PPGD). Keadaan hipoksia menyebabkan cedera


dan

kematian

otak

dalam

3menit.

Usahakan

tidak

ada

benda

yang

menutup/mengganggu saluran pernafasan.


4. Breathing. Setelah jalan nafas terbuka, maka penting agar dapat bernafas
secara normal. Lakukan ventilasi dengan ambubag atau dengan resutisasi dari
mulut ke mulut.
5.

Circulation. Bila penderita mengalami henit jantung, maka lakukan segera

CPT (cardiopulmo resucitation). Denyut nadi dan tekanan darah harus normal
(60-80/menit untuk dewasa, 100 untuk anak dan 140 untuk bayi).
Tiga situasi yang menjadi priorias : Henti nafas atau henti jantung, pendarahan
besar dan ketidaksadaran.
R. Alat-alat Rock Climbing
Pada dasarnya, peralatan panjat tebing, tak jauh berbeda dengan peralatan
kegiatan mountaineering lainnya, seperti caving, rapelling dan lainnya. Dimana
ada beberapa alat yang berbeda bentuknya namun berfungsi sama. Peralatan
dalam panjat tebing tidak sembarangan, namun peralatannya harus berstandar
internasional berdasarkan badan internasional yang mengurusi tentang
mountaineering dengan label UIAA (Union Internasional Des Associacitions
DAlpines) untuk menjaga keamanan atau safety procedure menjadi sebuah
keharusan.

Diktat Caving Jantera

65

Gambar : Alat-alat Rock Climbing


1. Tali
Fungsi utama tali adalah untuk lintasan penelusur mencapai dasar gua
ataupun keluar dari gua jika bertemu dengan lorong vertikal.

Gambar : Tali
Tali serat sintetis dibagi menjadi 2 yaitu.
a. Tali Hau serlaid (terbuat dari nilon)
b. Tali Kern mantel, tali ini dibagi 2 bagian yaitu bagian mantel biasanya
bagian ini terbuat dari kain khusus dan bagian inti yang umumnya bagian
ini terbuat dari serabut-serabut nilon.
Dalam pemanjatan biasanya sering digunakan tali kernmantel, Istilah
kernmantel berasal dari campuran bahasa Jerman :
kern core

: berarti inti

mantel sheath : berarti selimut


Tali kern mantel ada 3 jenis yaitu:

Diktat Caving Jantera

66

a. Dinamis,
1) Kelenturan; tali dinamik dibuat dengan elastisitas yang sangat tinggi,
kelenturannya mencapai 60 % beban berhenti.
2) Mantel pada tali dinamik berfungsi sangat sedikit dalam melindungi
tali.
3) Mempunyai kemampuan tinggi dalam menyangga kejut jatuh
seseorang
4) Terlalu lentur; kerenggangan yang sangat tinggi cenderung bermasalah
ketika digunakan untuk descending, ascending maupun hauling
b. Statis, tali ini kurang lentur biasa digunakan untuk rappelling.
1) Kelenturan; tali statik dirancang dengan elastisitas rendah. Kelenturan
normal sekitar 3 % dengan berat kurang lebih satu orang, dan tidak
lebih dari 20 % breaking load
2) Tali statik tidak menyangga kejut
3) Tali statik cenderung bersarung tebal untuk melindungi inti (core)
4) Tahan terhadap abrasi dan gangguan lumpur dan pasir yang merusak
5) Kaku untuk dipegang dan untuk pembuatan simpul
c. Semi, daya regang antara dinamis dan statis dapat digunakan untuk
climbing maupun rappelling.
Pada umumnya tali-tali tersebut akan berkurang kekuatannya bila dibuat
simpul. Sebagai contoh, simpul delapan (figure of eight) akan mengurangi
kekuatan tali sampai 10%. Ukuran tali yang umum dipakai bergaris tengah
(diameter) 11 mm, panjang 45 m. Untuk pendakian yang mudah, snow
climbing, atau untuk menaikkan barang dipakai yang berdiameter 9 mm
atau 7 mm.
Tali kernmantel memiliki sifat-sifat :

Diktat Caving Jantera

67

a. Tidak tahan terhadap gesekan dengan tebing, terutama tebing laut (cliff).
Bila dipakai untuk menurunkan barang, sebaiknya bagian tebing yang
bergesekan dengan tali diberi alas (pading). Tabu untuk menginjak tali
jenis ini.
b. Peka (tidak tahan) dengan zat kimia.
c. Tidak tahan terhadap panas. Bila tali telah dicuci sebaiknya dijemur di
tempat teduh.
Perawatan Tali
a. Hindari memotong tali kecuali memang mengharuskan
b. Jangan meninggalkan ikatan pada tali saat menyimpan
c. Hindari gumpalan di ujung tali
d. Gunakan ukuran yang tepat di pulley
e. Hindari hentakan tiba-tiba dan ketegangan terlampau kuat pada tali
f. Hindari terkena lompatan batu atau terinjak
g. Hindari melewatkan tali pada tikungan yang tajam atau permukaan yang
kasar
h. Tali yang terkena lumpur atau pasir harus segera dicuci dengan air yang
mengalir
i. Jangan mengeringkan tali dengan api atau matahari
j. Simpanlah Tali dalam kantong
k. Tali yang cacat atau rusak harus diberi label
l. Jangan menempatkan tali terkena sinar matahari langsung
m. Hindari tersentuh dengan bahan kimia yang mencemarkan seperti: lemak,
gemuk, oli, minyak, bensin, minyak hidraulic, dll.
Mencuci Tali
a. Gunakan air yang mengalir
b. Jangan mencuci dengan sabun
c. Gunakan busa untuk membersihkan tali
Mengeringkan Tali

Diktat Caving Jantera

68

a. Keringkan tali dengan adanya sirkulasi udara


b. Bentangkan tali antara dua tiang
c. Gunakan tangga
Cara Menggulung Tali:
Cara menggulung tali juga perlu diperhatikan agar tidak kusut, sehingga
tidak mudah rusak dan mudah dibuka bila akan digunakan. Ada beberapa
cara menggulung tali, antara lain :

Mountaineerscoil

Royal robin style

Skeincoil

2. Webbing (tali pita)


Webbing memiliki bentuk seperti pita, dan ada dua macam. Pertama lebar
25 mm dan berbentuk tubular, sering digunakan untuk :
a. Harness (tali tubuh), swami belt, chest harness, atau
b. Alat bantu peralatan lain, sebagai runners (titik pengaman), tangga
(etrier) atau untuk membawa peralatan.
Webbing yang lain memiliki lebar 50 mm dan berbentuk pipih, yang
biasa digunakan untuk macam-macam body slings.

Gambar: Webbing

3. Carabiner (cincin kait)

Diktat Caving Jantera

69

Carabiner adalah alat penghubung seperti cincin pengait, umumnya


dibuat dari bahan Alluminium Alloy. Karabiner sendiri mempunyai dua jenis
yaitu karabiner yang mempunyai sistem penguncian (Locking Carabinner)
atau screwgate dan karabiner tanpa sistem pengunci (Un-locking
Carabinner) biasa pula disebut snapgate. Karena pengaruh penggunaan dan
fungsinya, karabiner pun mempunyai bentuk yang bermacam-macam.
Secara

prinsip,

dalam

rock

climbing

karabiner

digunakan

untuk

menghubungkan tali dengan titik pengaman (runners), sehingga karabiner


dibuat kuat namun ringan. Umumnya karabiner yang sering digunakan
adalah bentuk d shape untuk dikaitkan pada runner/hanger.
Bahan-bahan carabiner:
a. Besi Baja
b. Campuran alumunium Jenis pinti carabiner
Jenis carabiner
a. Memakai kunci (screw gate,), karabiner jenis ini lebih aman tapi sulit
untuk dipasang atau dilepas
Gambar:
carabinner screwgate

b. Tanpa kunci, karabiner ini lebih mudah untuk dipasang dan dilepas tapi
keamanannya tidak seperti carabiner screw gate.

Gambar: Carabinner snapgate

Diktat Caving Jantera

70

Persyaratan yang harus dibuat oleh assosiasi pembuat peralatan panjat


tebing mengharuskan carabiner dapat menahan bobot 1200 kilogram force
(kp) atau sekitar 2700 pounds. Sedangkan beban maksimum yang
diperbolehkan adalah sekitar 5000 pounds. Carabiner yang terbuat dari
campuran alumunium (Alloy) ini sangat ringan dan cukup kuat, terutama
yang bebentuk D. Carabiner yang terbuat dari baja mempunyai kekuatan
yang sangat tinggi sampai 10.000 pounds tetapi relatif berat bila dibawa
dalam jumlah banyak untuk suatu pendakian.
Berikut ini adalah tabel daftar carabiner, pabrik pembuat dan kekuatan
menahan bobot. Bagian yang paling lemah dari carabiner adalah pin,
carabiner bentuk D relatif lebih aman dibanding bentuk oval, karena
terdapat cekungan yang memberi ruang bagi pin saat carabiner mendapat
beban. Kelebihan dari carabiner bentuk oval adalah relatif mudah dikaitkan
pada piton.

Tabel: daftar karabiner


4. Harness
Mempunyai dua jenis, yaitu yang bisa disesuaikan ukuran pada lingkar
badan, pinggang dan paha, serta dada (Udjustable Harness) dan ada yang
bisa disesuaikan pada lingkar pinggang saja. (Non-adjustable Harness).

Diktat Caving Jantera

71

Berguna sebagai pengaman tubuh pemanjat dan belayer. Harness sangat


menolong untuk menahan tubuh, bila pendaki terjatuh, juga akan
mengurangi rasa sakit dibandingkan bila kita menggunakan tali langsung ke
tubuh dengan simpul bowline on a coil.
Harness yang baik tidak akan mengganggu gerak tubuh dari pendaki.
Serta akan sangat terasa gunanya bila pendaki dalam posisi istirahat.
Jenis - jenis harness :
a. Full body harness
Harness ini melilit di seluruh tubuh, relatif aman dan biasanya
dilengkapi dengan sangkutan alat di sekeliling pinggang. Sering dipakai
untuk tujuan pekerjaan (seperti, dipakai oleh tukang bangunan).

Gambar: full body harness


b. Seat harness
Harness ini lebih sering dipakai, mungkin karena tidak begitu
mengganggu pendaki dalam bergerak. Seat harness dapat dibuat dari
webbing (swami belt) dan diapersling atau dengan menggunakan figure
of eight sling. Harness yang umum digunakan adalah Seat Harness
(harness untuk pinggang).

Caving harness

Canyoning harness

mounteneering harness

Diktat Caving Jantera

72

Demikian merupakan jenis-jenis harness namun terdapat model harness


lain seperti chest harness.

Gambar: chest harness


5. Rabbit Runner atau sewn sling
Rabbit runner adalah alat penghubung karabiner satu dengan lainnya
dengan berbagai variasi ukuran panjang. Dua karabiner yang dihubungkan
runner biasa disebut quickdraw.

Gambar: Rabbit Runner


6. Sling
Terbuat dari tabular webbing atau dari prusik yang berfungsi sebagai
penghubung, pengaman pada ancor, mengurangi gaya gesek dengan
memperpanjang point, dan mengurangi gerakan yang akan menambah
beban. Dalam penggunaannya sling digabungkan dengan carabiner dengan
menggunakan simpul jangkar.

Gambar: sling prusik dan webbing

Diktat Caving Jantera

73

7. Piton (peg, paku tebing)


Terbuat dari bahan metal dalam berbagai bentuk. Berfungsi sebagai
pengaman, piton ini ditancapkan pada rekahan tebing. Sebagai kelengkapan
untuk memasang atau melepas piton digunakan hammer. Pada umumnya
piton dapat digolongkan dalam empat jenis, yaitu bong, bugabbos, KnifeBlade dan Angle.
Cara pemasangan piton sangat sederhana. Setelah memeriksa rekahan
yang akan dipasang piton, kita memilih piton yang cocok dengan rekahan,
lalu ditancapkan dan pukul dengan hammer. Salah besar kalau kita memilih
piton dulu baru memilih rekahan pada tebing. Untuk mengetahui rapuh
tidaknya rekahan yang akan kita pasang piton, adalah dengan memukulkan
hammer pada tebing sekitar rekahan. Suara yang nyaring menunjukkan
rekahan tersebut tidak rapuh.
Adakalanya rekahan yang kita hadapi membutuhkan cara pemasangan
yang berbeda dan atau perlu dimodifikasi dengan alat lain, sehingga perlu
beberapa cara khusus dalam pemasangannya.
Cara melepas piton adalah dengan menggunakan hammer yang kita
pukulkan pada mata piton searah dengan rekahan sampai pada akhirnya
piton dapat ditarik.

Universal

bong

flat

knifeblade

shape

U shape
soft

Diktat Caving Jantera

74

8. Chock
Adalah pengaman yang disisipkan ke rekahan, celah celah, atau lubang
pada permukaan tebing. Chock mempunyai berbagai jenis dan ukuran yang
dapat disesuaikan dengan bentuk rekahan atau celah pada tebing. Disamping
piton, chock juga berfungsi sebagai alat pengaman (runners). Dibuat dalam
beberapa jenis dan ukuran, dapat dibagi menjadi : sling chock, wired chock,
dan rope chock. Di antaranya berbentuk hexentric dan foxhead / a simetris.
Chock dibuat dari alumunium alloy sehingga sangat ringan. Cara
memasang chock adalah dengan menyangkutkan pada rekahan. Sangat
disukai pemanjat yang berpengalaman, karena mudah menempatkannya
pada rekahan dan tidak memerlukan tenaga serta waktu banyak seperti
halnya memasang piton.

Gambar: a simetris dan hexentric


9. Friend atau Pengaman sisip pegas
Friend atau lebih dikenal sebagai pengaman sisip pegas, merupakan
revolusi dari tricam yang hanya memiliki satu keping saja, friend di rancang
sama dengan hukum pengungkit yang di pakai pada tricam, hanya saja
friend memiliki mekanik yang berpegas yang fleksibel. Bentuk yang lain
adalah lowe ball, lowe ball lebih mirip dengan stopper hanya saja di beri
mekanik berpegas yang dapat menyesuikannya pada celah.

Diktat Caving Jantera

75

Gambar: friend
10. Palu Tebing
Berguna untuk memasang piton atau membukanya. Adapula palu yang
sudah dilengkapi dengan pemutar baut Pada bagian ekornya berbentuk
runcing untuk membersihkan dinding dan mencongkel atau melepaskan
piton. Fungsi utama dari palu tebing adalah untuk memasang anchor.

Gambar: palu tebing


11. Bor Tebing
Alat yang berfungsi seperti bor, berguna untuk membor tebing dan
memasang baut untuk menempatkan hanger (bolt hanger) pada permukaan
tebing.

Gambar: bor tebing


12. Bolt Hanger dan Resin Anchor
Bolt Hanger adalah pengaman tetap yang dipasang pada permukaan
tebing yang telah dilubangi / dibor, diperkuat dengan baut tebing (bolt)
sedang Resin Anchor dipasang pada permukaan tebing yang telah dilubangi
dengan bor dan diperkuat dengan lem (resin glue).

Diktat Caving Jantera

76

Gambar: bolt hanger


13. Etrier/Stirrup
Dibuat dari webbing yang dibentuk seperti tangga, biasanya digunakan
untuk menambah ketinggian pada jalur pemanjatan yang sulit atau
pemanjatan artificial, misalnya pada dinding yang menggantung (overhang)
Juga banyak peralatan lain yang sangat dibutuhkan dalam panjat tebing,
seperti daisy chain, rivet, rurp dan lainnya Bila rute yang akan dilalui
ternyata sulit, karena tipisnya pijakan dan pegangan, maka etrier ini sangat
membantu untuk menambah ketinggian. Pada Atrificial Climbing, etrier
menjadi sangat vital, sehingga tanpa alat ini seorang pendaki akan sulit
sekali untuk menambah ketinggian.

Gambar: etrier
14. Helm
Bagian tubuh yang paling lemah adalah kepala, sehingga perlu
mengenakan helm untuk melindungi dari benturan tebing saat pendaki
terjatuh atau bila ada batu yang berjatuhan. Meskipun helm agak
mengganggu, tetapi kita akan terhindar dari kemungkinan terluka atau
keadaan fatal
Penggunaan helm sangatlah dianjurkan dalam pemanjatan, helm
melindungi kepala dari serpihan atau batuan yang jatuh, juga bahaya
lainnya. Helm yang baik adalah yang ringan namun juga kuat, umumnya
dibuat dari bahan polycarbonate.

Diktat Caving Jantera

77

Gambar: helm
15. Descenders atau turun tali dan belay device
Descenders digunakan turun tebing (abseiling, rapeling). Pada prinsipnya
untuk menjaga agar pendaki tidak meluncur bebas. Keuntungan lainnya
adalah tubuh tidak tergesek tali, sehingga tidak terasa panas.
Secara umum descenders terbagi menjadi alat turun tali manual seperti
figure of eight, rack, dll; serta alat turun tali automatis seperti simple single
rope descenders (bentuknya hampir mirip auto stop). Untuk sekarang figure
of eight banyak jenisnya seperti, huit, huit antibrulure, pirana (for
canyoning), dll. Kemudian untuk rack dan autostop berdasarkan esensinya
lebih tepat digunakan untuk turun tali di tebing basah yakni dalam
berkegiatan penelusuran gua (caving).
Belay device merupakan alat yang digunakan oleh belayer (orang yang
mengamankan si pemanjat). Sama halnya dengan descenders, belay device
pun secara umum terbagi menjadi belay device manual dan otomatis. Belay
device manual contohnya yakni s. plate, verso, universo, reverso 3, reverso
4 dll. Sedangkan belay device otomatis yakni seperti stop/autostop grigri 2,
dll. Alat autostop kebanyakan dipakai untuk turun tali, namun esensi
sebenarnya alat stop/autostop dipakai untuk kegunaan belay device.
Sebenarnya ada beberapa alat descenders yang mempunyai alternatif
untuk dipakai sebagai belay device. Jadi, tak jarang kita temui alat
descenders seperti figure of eight digunakan untuk mengamankan si
pemanjat oleh belayer.

Diktat Caving Jantera

78

Figure of eight
(simple)

Figure of eight
(huit)

Figure of eight
(huit antibrulure)

rack

verso

2
16. Ascender atau alat Grigri
naik tali

Figure of eight
(pirana)

simple

universo

reverso 4

Autostop/stop

Ascender merupakan alat mekanik Single Rope Technique (SRT) yang


berfungsi menjepit (clamp) tali, dimana tak bisa bergeser ke bawah namun
sebaliknya. Umumnya digunakan pemanjatan teknik artificial dan taktik
himalayan, yakni berguna untuk pemanjat selanjutnya yang tidak
menginginkan memanjat sehingga dia menggunakan tali fixed rope dengan
cara ascending (menggunakan ascender). Ascender terbagi menjadi dua
jenis yaitu yang mempunyai pegangan (ascension) atau kepalanya saja, atau
biasa disebut clog atau croll. Croll atau ventral ascender dipasang tepat di
dada menggunakan torse (shoulder straps for positioning a croll). Ada juga

Diktat Caving Jantera

79

ascender dimana penggunaannya dipakai di kaki yang diberi nama foot


ascender.
Ascender lebih dikenal sebagai jumar - sangat sederhana dan aman untuk
teknik meniti tali (jummaring) tetapi berat untuk pemanjatan tipe alpinclimbing. Salah satunya sering diperlukan meniti tali tetap (fixed rope) pada
teknik himalayan-climbing - dimana anda harus memilih Jumar kanan jika
kamu kanan dan jumar kiri jika kamu kidal. Dapat dipakai untuk tali
berdiameter dari 8mm-13mm
Cara kerja membuka ascender ini jika dikasih beban dia tidak akan
membuka kuncinya tetapi sebaliknya jika tida ada beban maka kuncianya
akan mudah dibuka.

Ascension
(handled ascender)

Jumar kiri dan kanan

Ascender tandem

Croll
(ventral ascender)

Pantin
(foot ascender)

17. Hook

Diktat Caving Jantera

80

Berfungsi seperti pengait, namun bukan alat pengaman. Umumnya


dipakai oleh seorang pemanjat sebagai pengaman sementara, yang dikaitkan
pada cacat batuan (flakes). terutama saat melakukan pengeboran dipakai
pada pemanjatan dengan tehnik aid climbing.

Gambar: hook
18. Pulley
Alat yang digunakan untuk membelokan arah gaya suatu beban. Pulley
terdiri dari Fix cheek Pullay dan Oscillante Cheek Pulley. Secara umum
bentuk bentuk dasar pullay antara lain:

fixe

Tandem

Oscillante

Dengan semakin berkembangnya variasi kegunaan pulleys, menjadikan


terdapat terobosan baru, hasil kombinasi pulley dan ascender. Kegunaannya
menjadikan alat tersebut semakin praktis, seperti mini traxion yang berguna
sebagai hauling light load (menimba beban sesuatu yang ringan), self belay
(memanjat tebing tanpa bantuan orang lain sebagai belayer), ascending a
rope (naik tali), dan self rescue. Kemudian ada yang dinamakan pro traxion
yang berguna sebagai hauling heavy load serta ideal untuk aid climbing dan
rescue.

Diktat Caving Jantera

81

Mini traxion

Pro traxion

S. Simpul dan Tali-temali


Simpul adalah ikatan pada tali atau tambang yang dibuat dengan sengaja
untuk keperluan tertentu. Ikatan itu sendiri, khususnya yang digunakan pada
saat Panjat Tebing, simpul bisa dikatakan baik jika:
Mudah dibuat
Mudah diingat
Menghasilkan ikatan yang kuat
Mudah dibuka
Simpul-simpul digunakan pada panjat tebing adalah sebagai berikut :
1. Friction Knot
Adalah teknik membuat suatu simpul pada tali utama berupa simpul balut
yang berguna sebagai simpul geser, dimana bila terbebani tak dapat bergeser
ke arah bawah/dalam.

a. Rolling Knot
Dikenal juga dengan nama Magnus Hitch. Biasanya digunakan untuk
darurat dimana tali prusik tak cukup panjang. Disebut juga Single Prusik
Knot.

Gambar: rolling knot

Diktat Caving Jantera

82

b. Prusik Knot
Adalah simpul yang ditemukan oleh Dr. Karl Prusik. Simpul ini dapat
menahan beban agar tak bergeser ke arah balik penarik beban (hauling
tecnique). Dipakai pada tehnik clamp rope/prussiking

Gambar: prusik knot


c. Klemheist
Fungsinya tak jauh beda dengan simpul prusik. Dibuat dengan
membalut tali utama dan mengunci simpul dengan menyilangkan dua
loopnya, namun cepat dan mudah dilepaskan.

Gambar: klemheist
d. Bachmann
Dibuat dengan cara membalut tali utama beberapa kali melewati gate
karabinner Pada tehnik ini karabiner dapat dipakai sebagai pegangan
(handle).

Gambar: bachmann

Diktat Caving Jantera

83

e. Blake
Dibuat dengan membalut (klem) tali utama. Bentuknya sama seperti
simpul prusik namun kedua ujungnya berlawanan arah. Pada bagian
akhir dikunci dengan overhand knot.

Gambar: blake
f. Black Knot
Dibuat dengan membalut tali utama dengan sling prusik, kemudian
menyatukan kedua ujung loopnya dengan karabiner.

Gambar: black knot

g. French Prusik
Simpul klem ini diawali dengan pembuatan simpul berupa loop

Gambar: french prusik


h. Hedden

Diktat Caving Jantera

84

Dibuat dengan membalut tali ascent dengan menyilangkan dua loop


yang akan saling mengunci

Gambar: hedden
i. Helical Knot
Setelah dibuat loop pada salah satu ujungnya, kemudian tali prusik
dibalutkan tiga kali pada tali utama. Bagian yang mempunyai loop
disilangkan, lalu dikunci dengan bagian yang tanpa loop

Gambar: helical knot

2. In Line Knot
Simpul yang dibuat untuk pengamanan jalur tali. Baik untuk ascending
ataupun pada descending, antara lain:
a. Alpine Butterfly Knot
Umumnya dibuat saat melakukan descending terutama pada tali yang
sangat panjang.

Diktat Caving Jantera

85

Gambar: alpine butterfly knot


b. In Line Overhand Knot
Dibuat diantara tali yang sangat panjang. Dibuat untuk dikaitkan pada
anchor, misalnya pada caving dimana jalur tali melewati rute yang
berbelok kevertikalannya

Gambar: in line overhand knot


c. In Line Figure of Eight Knot
Fungsinya tak jauh berbeda dengan kedua simpul in line sebelumnya.

gambar: in line figure of eight knot

3. Bend
Adalah tehnik simpul untuk menyambung dua tali berdiameter sama atau
tidak dan webbing, antara lain;
a. Overhand Bend
Adalah simpul sambung paling mudah untuk diuraikan, umumnya
dipakai menyambung dua tali prusik (cord). Namun orang jarang
memakainya

Diktat Caving Jantera

86

Gambar: overhand bend


b. Figure Eight Bend
Walaupun sangat kuat, simpul ini jarang dipakai, karena sulit
diuraikan, kecuali untuk menyambung tali yang sangat panjang. Dalam
pembuatan simpul ini dipakai teknik follow trough.

Gambar: figure eight bend


c. Single Fisherman Knot
Dikenal sebagai Simpul Nelayan Tunggal, tak terlalu mudah
dilepaskan setelah terbebani dengan sangat berat. Dalam penggunaan
simpul ini kalah populer dengan Double Fisherman Knot

Gambar: single fisherman knot

d. Double Fisherman Knot


Merupakan pengembangan dari simpul nelayan tunggal. Walau agak
susah dilepaskan namun simpul ini paling sering digunakan.

Gambar: double fisherman knot


e. Single Sheet Bend

Diktat Caving Jantera

87

Merupakan simpul yang digunakan utnuk menyambung dua tali


dengan diameter ukuran yang berbeda dan dalam keadaan basah.

gambar: single sheet bend


f. Double Sheet Bend
Menyambung dua tali yang basah dan licin dengan ukuran diameter
yang berbeda pula.

Gambar: double sheet bend

g. Granny Knot
Digunakan untuk menyambung dua tali baik berbeda atau diameter
yang sama. Merupakan teknik simpul dengan menyilangkangkan dua
loop.

Gambar: granny knot


h. Carrick Bend

Diktat Caving Jantera

88

Dibuat dari dua simpul tunggal silang kemudian disambung


berlawanan arah. Setelah mengalami beban berat simpul ini agak sulit
diuraikan

Gambar: Carrick bend


i. Water/Tape Knot
Dibuat untuk menyambungkan tali pita (webbing). Saat menggunakan
tali simpul ini dikenal dengan nama overhand bend

gambar: water knot


4. On A Bight
Merupakan pengembangan sebuah simpul, sehingga simpul ini bisa
mempunyai dua loop sehingga dapat dikaitkan pada dua titik tambat.

a. Figure of Eight on The Bight


Dasarnya merupakan simpul delapan ganda (Figure of Eight Knot) ,
namun pada tahap terakhir loopnya dimasukkan dengan cara dilekukkan.

Gambar: figure of eight

Diktat Caving Jantera

89

b. Bowline on The Bight


Cara pembuatan awalnya tak jauh berbeda dengan Bowline Knot,
namun pada bagian terkahir loopnya menjadi pengunci simpul utama

Gambar: bowline

5. Stopper Knot
Adalah jenis - jenis knot yang dapat dipakai sebagai pengunci atau
pengaman simpul utama. antara lain:
a. Overhand Knot
Lebih dikenal sebagai simpul tunggal. Merupakan simpul paling dasar
dan umumnya dipakai sebagai pengunci bagi sebuah simpul utama.

Gambar: Overhand Knot


b. Single Figure of Eight
Fungsinya tak jauh berbeda dengan Simpul Tunggal. Penggunaan
utamanya sebagai simpul stopper dibuat pada ujung tali saat rapelling
terutama pada jalur vertikal.

gambar: Single Figure of Eight

Diktat Caving Jantera

90

c. Heaving Living Knot


Berfungsi agar laju tali pada descender yang tak terkontrol oleh
abseiller dapat tertahan pada ujung tali yang telah disimpul seperti ini.

Gambar: Heaving Living Knot


6. Loop
Adalah simpul yang berbentuk bundel (loop) dimana yang dikaitkan
adalah bundelnya, antara lain:
a. Overhand Loop
Umumnya dibuat agar dapat menahan laju tali pada descender, saat
abseiller tak mampu mengontrol laju pergeseran tali ketika ia terjatuh
sampai bagian ujung tali.

Gambar: Overhand Loop

b. Figure of Eight Follow


Diawali dengan membuat Single of Eight, yang kemudian dikaitkan
pada anchor atau harnes, Cara ini dikenal dengan threaded system

Gambar: Figure of Eight Follow

Diktat Caving Jantera

91

c. Figure of Eight Knot


Jenis simpul delapan ini dibuat dengan cara menggandakan tali utama,
digunakan hanya karabiner, sedang untuk anchor atau harness dibuat
dengan cara threaded system.

Gambar: Figure of Eight Knot


d. Figure of Nine Knot
Walaupun kuat simpul ini jarang digunakan, karena bila telah
terbebani dengan beban yang berat sukar diuraikan.

Gambar: Figure of Nine Knot

e. Bowline Knot
Lebih dikenal sebagai simpul kambing, karena diadaptasi karena
kegunaannya

yaitu

mengikat

hewan

peliharaan.

Simpul

inipun

dikembangkan menjadi Mountaineering Bowline yang mempunyai


double ring dan juga French Bowline yang mempunyai doubel loop (on
the bight).

Diktat Caving Jantera

92

Gambar: Bowline Knot


f. Bowline's Climber
Cara pembuatannya tak jauh beda dengan Bowline Knot, yang
membedakan

hanyalah

bahwa

simpul

ini

lebih

cepat

dalam

pembuatannnya.

Gambar: Bowline's Climber


7. Hitch
Adalah simpul yang umumnya dikaitkan pada karabiner atau titik tambat
(anchor point), antara lain:
a. Italian Hitch
Atau Munter Hitch. Simpul ini dipakai sebagai simpul untuk
mengamankan seorang pemanjat. ketika pemanjat terjatuh belayer
dengan sigap, membuat Mule Knot, pada bagian tali yang dipakai sebagai
pengerem. Ketika pemanjat telah aman dengan mudah belayer dapat
mudah melepaskan simpul Mule ini.
Selain itu juga dapat dilakukan modifikasi terhadap alat sehingga
fungsinya dapat menyerupai descender seperti:
1) Modifikasi Carabiner : Carabiner yang kita susun sedemikian rupa
sehingga berfungsi semacam brake bar.
2) Kombinasi Carabiner dengan Italian Hitch

Diktat Caving Jantera

93

Gambar: Munter Hitch


b. Anchor Hitch
Simpul ini mudah dibuat namun jarang digunakan untuk kegiatan
yang beresiko tinggi, seperti rock climbing dan lainnnya.

Gambar: Anchor Hitch


c. Clove Hitch
Dikenal sebagai simpul pangkal. Pada Rock Climbing dipakai oleh
Belayer untuk mengamankan dirinya, yang ditempatkan pada anchor
points. Bagian satunya terhubung kepada pemanjat melalui alat belaying.

Gambar: Clove Hitch


d. Highwayman's Knot
Simpul ini akan sangat mudah dilepaskan dengan kita menarik bagian
tali satunya, yang bukan merupakan bagian tali yang terulur untuk beban.
Dikenal juga dengan nama Quick Release Knot

Diktat Caving Jantera

94

Gambar: Highwayman's Knot


e. Timber Hitch
Umumnya dipakai saat berkemah, misal untuk menarik batang kayu
yang cukup berat.

Gambar: Timber Hitch


f. Mule Hitch
Hanya dengan menarik simpul penguncinya, simpul ini akan dengan
mudahnya dilepaskan. Umunya dibuat dengan dipadukan dengan Italian
Hitc/Munter Hitch, sebagai simpul pengaman sementara yang mudah
dilepaskan.

Gambar: Mule Hitch

g. Tautline Knot
Simpul ini dikaitkan pada patok buatan atau anchor-anchor alami.
Namun cenderung membuat tali agak terpelintir.

Gambar: Tautline Knot

Diktat Caving Jantera

95

T. Tehnik -Tehnik Penambatan


1. Anchor Point
Adalah tehnik membuat tambatan (anchor) pada suatu benda. Baik
memanafaatkan benda dari alam (natural anchoar) ataupun benda buatan
(artificial anchor).
a. Natural Anchor
Titik tambat yang dibuat dengan memanfaatkan langsung permukaan
bebatuan atau benda-benda alam, seperti pada tonjolan batu, lubang pada
tebing, pohon dan lainnya

Gambar: Natural Anchor

b. Artificial Anchor
Adalah titik tambat yang dibuat dengan peralatan modern, seperti
choks, friends, cam, bolt, piton dan lainnya.

Diktat Caving Jantera

96

Gambar: Artificicial anchor


2. Anchor System
Berbagai bentuk penambatan (anchor) sangat pula tergantung dari benda
yang dijadikan tumpuan, kekuatan benda tersebut, serta beban yang
terhubung dengan achor tersebut.
Sebaiknya jika kita membuat suatu anchor, kita juga membuat
cadangannya (back-up), dengan begitu akan lebih menjamin terhadap fungsi
anchor itu sendiri.
Beberapa sistem yang dipakai antara lain:
a. Self Adjusting Belay
Anchor yang membentuk suatu sudut dengan dua titik kekuatan

Gambar: Self Adjusting Belay

b. Triangle Power
Anchor yang dibentuk untuk mempunyai segitiga kekuatan

Diktat Caving Jantera

97

Gambar: Triangle Power

c. On The Bight
Suatu anchor yang dibentuk berdasarkan jumlah loop pada suatu knot
dengan sistem on the bight, seperti; Figure of Eight on The Bight atau
Bowline On The Bight

Gambar: On The Bight


d. In Line Knot
Suatu anchor dibuat dengan membentuk simpul (knot) pada lintasan tali.

Gambar: In Line Knot


U. Struktur dan Permukaan Medan
1. Macam Macam Batuan
Beberapa batuan yang sering dijumpai yang terutama lokasi dimana
sering dijadikan ajang pemanjatan di Indonesia.
a. Batuan Beku
1) Andersit,berwarna hitam keabu-abuan massif dan kompak

Diktat Caving Jantera

98

2) Lava Andersit,seperti andersit dan biasanya dijumpai lubang-lubang


kecil bekas keluarnya gas dan dijumpai dengan kesan berlapis
3) Breksi lava,menyerupai batu breksi pada umumnya
4) Granit,berwarna terang dengan warna dasar putih
b. Batuan Sedimen
1) Batu Gamping, berwarna putih kekuningan,kompak,banyak dijumpai
retakan atau lubang,dan biasanya berlapis.
2) Breksi Sedimen,seperti halnya breksi lava tapi batu ini biasanya
berupa batu pasir.
c. Batu Metamorf
Hampir sama dengan batu gamping tapi disini sudah mengalami
rekristalisasi dan warnanya sangat beragam.
Dari beberapa macam batuan yang sering dijumpai untuk melakukan
pemanjatan maka struktur dan permukaan medan pun berbeda beda
diantaranya adalah:
V. Kelas Dan Grade Dalam Panjat Tebing
Seperti dalam olahraga lainnya, seseorang atlit dapat diukur kemampuannya
pada suatu tingkat pertandingan. Pemain catur dengan elorating dibawah 2000
tidak akan dapat mengikuti turnamen tingkat Gand Master. Dalam panjat
tebing terdapat klasifikasi tebing berdasarkan tingkat kesulitannya, dengan
demikian kita dapat mengukur sampai di mana kemampuan kita. Beberapa
jenis pengukuran kesulitan tebing :
1. French Grading System
Mengacu pada kesulitan saat pemanjatan dihitung berdasarkan
pergerakan dan panjang / tinggi bidang panjat, ini berbeda dari kebanyakan
cara penentuan tingkat kesulitan lainnya yg mengacu pada area tersulit
( single move ).

Diktat Caving Jantera

99

Tingkat kesulitan disini menggunakan nomerisasi yg dimulai dengan


nomor 1 [very easy] dengann sistem terbuka yg memungkinkan
penambahan huruf dibelakang angka, contoh : 1, 2, 4a, 4b, 7c, dst.. dan
tambahan + dapat digunakan untuk tingkat kesulitan lebih. Banyak Negaranegara di eropa yg menggunakan sistem yg sama tapi tidak berarti dengan
tingkat kesulitan yang sama pula.
2. Ewbank system
Digunakan di Australia, New Zealand, dan Afrika Selatan, dibuat pada
masa pertengahan tahun 1960 oleh John Ewbank (John Ewbank juga
mengembangkan open ended M system untuk aid climbing ). Numerical
Ewbank dimulai dari angka 1 (di area tersebut kita dapat berjalan walaupun
dalan teori) sampai angka 34.
3. Yosemite Decimal System
Digunakan di Amerika yg dengan cepat menyebar ke Canada dan
daerah Amerka lainnya. Sistem ini mengacu pada 5 tingkat dibuat oleh
Sierra Club :
a. Kelas 1 Cross Country Hiking . Perjalanan biasa tanpa membutuhkan
bantuan tangan untuk mendaki / menambah ketinggian.
b. Kelas 2 Scrambling. Sedikit dengan bantuan tangan, tanpa tali.
c. Kelas 3 Easy Climbing. Secara scrambling dengan bantuan , dasar teknik
mendaki ( climbing ) sangat membantu, untuk pendaki yang kurang
pengalaman dapat menggunakan tali.
d. Kelas 4 Rope Climbing with belaying . Belay (pengaman) dipasang pada
anchor (titik tambat) alamiah atau buatan,berfungsi sebagai pengaman
e. Kelas 5, dibagi menjadi 11 tingkatan (5.1 sampai 5.14), Semakin tinggi
angka di belakang angka 5, berarti semakin tinggi tingkat kesulitan
tebing. Pada kelas ini, runners dipakai sebagai pengaman.
f. Kelas A. Untuk menambah ketinggian, seseorang pendaki harus
menggunakan alat. Dibagi menjadi lima tingkatan (A1 sampai A5).

Diktat Caving Jantera

100

Contoh : Pada tebing kelas 5.4 tidak dapat dilewati tanpa bantuan alat
A2, tingkat kesulitan tebing menjadi 5.4 - A2.
4. British Grading System
Untuk traditional climbing dalam teorinya ada 2 bagian : tingkat secara
sifat & tingkat secara praktek. Untuk sport climbing menggunakan standar
Franch Grading System yg biasa ditulis denga huruf F UIAA. UIAA
Grading System merupakan standar internasional, system ini biasa dipakai
di Jerman Barat, Australii dan Swiszerland. Penomerannya menggunakan
angka romawi, dimulai dari angka I [easy] sampai X [hard] dengan
penambahan + untuk tingkat kesulitan diatasnya, tingakt tersulit adalah XII.
5. Brazilian Grade System
Hampir sama dengan French System , tapi dengan menerpkan
penyesuaian grading 1 - 2sup [ very easy ], 3 - 5 [ easy ] dengan maksimum
tingkat 12. penambahan "sup" ( superior ) digunakan untuk tingkat 1 - 6,
dan French Standard "a", "b" and "c" adalah penambahan untuk tingkat 7 12. 7a pada French System hampir sama dengan 8a pada Brazilian System .

6. Alaska Grading System


Tingkat kesulitan diukkur dari angka 1 - 6, dan mengacu pada factor
kesulitan, tinggi dan or in difficulty, length, dan komitmen. Sistem ini
pertama kali dikembangajn oleh Boyd N. Everett, Jr. pada tahun 1966.
a. Alaska Grade 1 : Cimb requires one day only, no technical ( fifth-class )
climbing
b. Alaska Grade 2 : Either a moderate fifth-class one-day climb,
straightforward multiday nontechnical climb

Diktat Caving Jantera

101

c. Alaska Grade 3 : Either a serious fith-class one-day climb, a multiday


climb with some technical elements.
d. Alaska Grade 4 : Multiday, moderately technical climb.
e. Alaska Grade 5 : Multiday, highly technical climb.
f. Alaska Grade 6 : Multiday, extremely technical climb.
Tanda plus (+) digunakan untuk tingat kesulitan lebih. Perlu di ingat pasa
system ini kemungkinan tingkat kesulitan yg dimaksud adalah adanya
pemanjatan pada salju atau glacier dan pada suhu dingin.

7. Alpine Grading System


Digunakan di New Zealand pada area pegunungan Alpine di sebelah
selatan dan utara. Grading Gystem menggunakan open ended,dihitung
berdasarkan Faktor penentu seperi : Techical Difficulty, Objective Danger,
Length dan Access.
a. Grade 1 3 : An easy scramble .
b. Grade 4 6 : Technical climbing , must be able to place rock and ice gear
quickly and efficiently. Often involves a long day.
c. Grade 7 : Vertical ice / rock dimana mungkin tidak ada cukup pengaman /
proteksi.

W. Praktik Pemanjatan

Leader

Diktat Caving Jantera

102

Belayer

Cleaner

Komunikasi dalam Rock Climbing


X. Teknik Hauling

lowering

lifting

AMZ System

Diktat Caving Jantera

Anda mungkin juga menyukai