Anda di halaman 1dari 30

C.

Caving dan Speleologi


1. Sejarah Caving dan Speleologi di Dunia
Tidak ada catatan resmi kapan manusia menelusuri gua. Berdasarkan peninggalan
peninggalan, berupa sisa makanan, tulang belulang, dan juga lukisan lukisan, dapat
disimpulkan bahwa manusia sudah mengenal gua sejak puluh ribuan tahun silam yang
tersebar di benua Eropa, Afrika, dan Amerika. Menurut catatan yang ada, penelusuran gua
dimulai oleh John Beaumont, ahli bedah dari Somerset, England (1674). Ia seorang ahli
tambang dan geologi amatir, tercatat sebagai orang pertama yang menelusuri sumuran
(potholing) sedalam 20 meter dan menemukan ruangan dengan panjang 80 meter, lebar 3
meter, serta ketinggian plafon 10 meter, dengan menggunakan penerangan lilin. Menurut
catatan, Beaumont merangkak sejauh 100 meter dan menemukan jurang (internal pitch).
Ia mengikatkan tambang pada tubuhnya dan minta diulur sedalam 25 meter dan
mengukur ruangan dalam gua tersebut. Ia melaporkan penemuan ini pada Royal Society,
Lembaga Pengetahuan Inggris.
Orang yang paling berjasa mendeskripsikan gua gua antara tahun 1670-1680 adalah
BARON Johann Valsavor dari Slovenia. Ia mengunjungi 70 gua, membuat peta, sketsa,
dan melahirkan buku setebal 2800 halaman. Joseph Nagel, pada tahun 1747 mendapat
tugas dari istana untuk memetakan sistem perguaan di Kerajaan Astro-Hongaria.
Sedangkan wisata gua pertama kali tercatat tahun 1818, ketika Kaisar Habsbrug Francis I
dari Austria meninjau gua Adelsberg (sekarang bernama gua Postojna) terletak di
Yugoslavia. Kemudian wiraswastawan Josip Jersinovic mengembangkannya sebagai
tempat wisata dengan memudahkan tempat itu dapat dicapai. Diberi penerang dan
pengunjung dikenai biaya masuk. New York Times pada tahun 1881 mengkritik bahwa
keindahan gua telah dirusak hanya untuk mencari keuntungan. Stephen Bishop pemandu
wisata yang paling berjasa, ia budak belian yang dipekerjakan oleh Franklin Gorin
seorang pengacara yang membeli tanah disekitar gua Mammoth, Kentucky Amerika
Serikat pada tahun 1838. dan kini gua Mammoth diterima UNICEF sebagai warisan
dunia.
Secara resmi ilmu Speleologi lahir pada abad 19 berkat ketekunan Edward Alferd
Martel. Sewaktu kecil ia sudah mengunjung gua Hahn di Belgia dengan ayahnya seorang
Paleontologi, kemudian juga mengunjungi gua Pyrenee di Swiss dan Itali. Pada tahun
1888 ia mulai mengenalkan penelusuran gua dengan peralatan, pada setiap musim panas
ia dan teman temannya mengunjungi gua gua dengan membawa 2 gerobak penuh
peralatan, bahan makanan, dan alat fotografi. Martel membuat pakaian berkantung

banyak yang sekarang disebut cover all (wearpack). Kantung itu diisi dengan peluit,
batangan magnesium, 6 lilin besar, korek api, batu api, martil, 2 pisau, alat pengukur,
thermometer, pensil, kompas, buku catatan, kotak P3K, beberapa permen coklat, sebotol
rum dan telepon lapangan yang ia gendong. Sistem penyelamatannya dengan
mengikatkan dirinya kalau naik atau menuruni dengan tali.
Tahun 1889, Martel menginjakkan kakinya pada kedalaman 233 m di sumuran
ranabel, dekat Marseille, Perancis dan selama 45 menit tergantung di kedalaman 90 m. Ia
mengukur ketinggian atap dengan balon dari kertas yang digantungi spon yang dibasahi
alkohol, begitu spon dinyalakan balon akan naik keatas mencapai atap gua. Hingga kini
Edward Alfred Martel disebut bapak Speleologi. Kemudian banyak ahli speleologi
seperti : Pournier, Jannel, Biret, dan banyak lagi. Baru setelah PD I Robert De Jolly
dan Nobert Casteret mampu mengimbangi MARTEL. Robert de Jolly mampu
menciptakan peralatan gua yang terbuat dari alluminium Alloy. Nobert Casteret orang
pertama yang melakukan Cave Diving pada tahun 1922, dengan menyelami gua
Motespan yang di dalam gua itu ditemukan patung patung dan lukisan bison serta
binatang lain dari tanah liat, yang menurut para ahli, itu sebagai acara ritual sebelum
diadakan perburuan binatang, ditandai adanya bekas bakas tombak dan panah. Namun
dalam PD II, gua-gua digunakan sebagai tempat pertahanan, karena pertahanan di gua
akan sulit ditembus walaupun menggunakan bom pada waktu itu.
2. Sejarah Caving dan Speleologi di Indonesia
Caving atau penelusuran gua, telah dikenal cukup lama di Indonesia. Persisnya
kegiatan ini sudah mulai marak tahun 1980-an, ketika Persatuan Speleologi dan Caving
Indonesia (Specavina) dibentuk di Bogor dengan tokoh-tokohnya antara lain dr. Ko King
Tjoen, Norman Edwin (alm), Dr. Budi Hartono, dan Effendi Soleman. Saat Specavina
terbentuk mulailah Caving berkembang pesat dengan peminat yang cukup banyak.
Pada awal perkembangannya caving mengalami perjalanan yang tidak mulus, karena
pada perkembangannya bukan hanya keterampilan fisik saya yang diutamakan, kebutuhan
akan berbagai disiplin ilmu wajid dimiliki cavers dalam mengamati dan mengkaji
gejalanya. Selain itu ketersediaan akan peralatan cving sulit didapat dan harganya yang
tidak terjangkau. Hanya mereka yang memiliki latar belakang keilmuan atau yang
menyukai pengetahuan tentang speleologi yang boleh bergabung. Specavina sebagai
pelopor ketika itu lebih mengutamakan unsur ilmiahnya (speleologi) dibanding
olahraganya (caving).

Salah satu aspek yang harus diketahui penggemar caving adalah pengetahuan dasar
geologi. Terutama bagaimana awal gua itu terbentuk, di daerah mana bisa ditemukan,
sifat batuannya, jenis gua, dan sebagainya. Dengan dasar pengetahuan ini, caver
(penelusur gua) bisa dengan mudah menemukan gua. Sebab, mereka hanya akan
mendatangi wilayah yang banyak terdapat batu gamping. Secara teori demikianlah
adanya. Gua banyak terdapat di kawasan batu gamping (karst). Berbekal pengetahuan itu
pula jika bisa membaca peta geologi, maka di mana saja sebaran daerah karst, di sana
tujuan yang tepat untuk perjalanan melakukan ekspedisi.Aspek lain yang tak kalah
penting adalah biologi gua (biospeleologi). Sehingga caver dapat menemukan spesimen
baru yang bisa menambah khasanah pengetahuan biologi gua di Indonesia.
Fauna gua memiliki keunikan yaitu, semuanya beradaptasi dengan lingkungan gelap
abadi selama ribuan tahun. Mereka berevolusi disesuaikan dengan alamnya yang gelap
gulita. Di sebuah gua di Amerika pernah ditemukan salamander transparan dan tak
bermata (eyeless), bahkan buta (blind). Diduga salamander itu terjebak di dalam gua dan
tak bisa keluar. Untuk bertahan hidup satwa itu mengembangkan indera peraba dan
perasanya sedemikian rupa untuk menggantikan fungsi matanya. Sehingga dengan
adaptasi fisiologi mata satwa itu tertutupi oleh selaput yang menutupi penglihatan. Begitu
pun flora dalam gua yang beradaptasi dengan lingkungan gelap total. Tumbuhan untuk
hidup di permukaan memerlukan sinar matahari. Tumbuhan berdaun belum pernah
dilaporkan ditemukan di dalam gua. Yang lazim dijumpai adalah aneka jamur yang khas.
3. Pengertian Caving dan Speleologi
Pengertian Penelusuran Gua 'Caving' yakni Caving berasal dari kata Cave= Gua.
Sedangkan orang yang menelusuri gua disebut caver. Jadi caving bisa diartikan sebagai

kegiatan penelusuran gua yang mana merupakan salan satu bentuk kegiatan dari
Speleologi. Sedangkan Speleologi secara morfologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu :
Spalion = Gua dan Logos = ilmu. Jadi, secara harfiah Speleologi adalah Ilmu yang
mempelajari tentang gua, tetapi karena perkembangan speleologi itu sendiri, spleologi
juga mempelajari tentang lingkungan disekitar gua. Ada Beberapa Pengertian Penelusuran
Gua "Caving' menurut para ahli Penemu mamupun para Caver, yakni :
1. Menurut IUS (International Union of Speleology) anggota komisi X UNESCO PBB :
Gua

adalah

setiap

ruang

bawah

tanah

yang

dapat

dimasuki

orang.

2. Menurut R.K.T.ko (Speleologiawan) : Setiap ruang bawah tanah baik terang maupun

gelap, luas maupun sempit, yang terbentuk melalui system percelahan, rekahan atau aliran
sungai yang membentuk suatu lintasan aliran sungai dibawah tanah.
4. Etika Penelusuran Gua
Sejak semula harus disadari bahwa seorang penelusur gua dapat merusak gua, karena
membawa kuman, jamur dan virus asing kedalam gua yang lingkungannya masih murni,
tidak tercemar. Berikut merupakan standar etika penelusuran gua dari NSS USA :
Jangan MENGAMBIL sesuatu.Kecuali mengambil POTRET
Jangan MENINGGALKAN sesuatu..Kecuali meninggalkan JEJAK
Jangan MEMBUNUH sesuatu Kecuali membunuh WAKTU
a. Gua adalah bentukan alam yang terbentuk dalam kurun waktu ribuan tahun.
Setiap usaha merusak gua mendatangkan kerugian yang tidak dapat ditebus.
Karenanya jangan merusak gua, mengambil atau memindahkan sesuatu didalam gua
tanpa tujuan jelas yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk tujuan ilmiah sekalipun,
harus diusahakan pengambilan spesimen secara cermat, terbatas dan selektif. Itupun
setelah diyakini, bahwa belum tersedia spesimen yang sama didalam laboratorium
atau museum dan belum diambil spesimen yang sama oleh ahli speleologi lainnya.
b. Menelusuri dan meneliti gua harus dilakukan dengan penuh respek, tanpa
mengganggu, mengusir, merusak atau mengambil isi gua, baik yang berupa benda
mati atau yang hidup.
c. Menelusuri gua harus disertai kesadaran, bahwa kesanggupan dan keterampilan
pribadi tidak perlu perlihatkan. Sebaliknya ketidakmampuan tidak perlu ditutuptutupi oleh karena rasa malu. Bertindaklah sewajar-wajarnya, tanpa membohongi diri
sendiri dan orang lain.
d. Tunjukkan respek terhadap sesama penelusur gua
5. Jenis Jenis Gua Alam
Di bumi terdapat berbagai gua alam, yaitu :
a. Gua Garam (NaCl) : gua dengan materi pembentuk adalah garam.
b. Gua es
: gua ysng terdiri dari es, terbentuk karena adanya sebagian es
yang mencair
c. Gua Lava
d. Gua karst/kapur

: gua yang terbentuk akibat terobosan lava.


: Gua dengan materi pembentuk terdiri dari batu kapur atau

batu gamping (CaCo3).


e. Gua Gips
: Gua dengan materi pembentuk dari bahan gips.
90% gua-gua yang terdapat di dunia adalah merupakan gua karst.
6. Proses Pembentukkan Geomorfologi Karst
Kimia (pelarutan dan pengendapan)
H20

CO2

H2CO3

Air

karbon dioksida

H2CO3 + CaCO3
Batu gamping

asam karbonat

Ca(HCO3)2
Kalsium bikarbonat
Ca2+ + 2HCO32

Fisis :
Pelapukan, peretakan, patahan, gravitasi transfer, peruntuhan, erosi
a. Porositas
Porositas menunjukkan ruangan yang terisi oleh udara atau
air dalam batuan atau sedimen, diungkapkan dalam persen dari
jumlah total material. Untuk kepentingan hidrologi yang perlu
diperhatikan ialah ruangan-ruangan yang saling berhubungan,
karena pori-pori yang terisolasi tidak berperan dalam
perpindahan air. Porositas primer dalam batuan karbonat ialah
ruangan-ruangan terbuka dalam batuan tersebut, yang sudah
timbul sejak deposisi, diagenesis dan litifikasi. Porositas
sekunder ialah jumlah ruangan terbuka dalam batuan yang
ditimbulkan oleh proses pasca litifikasi seperti fruktuasi (joint,
flauts, parting) atau akibat terjadinya pelarutan (solution
cavities).
Gambar : Porositas
b. Permeabilitas
Permeabilitas merupakan efisiensi batuan untuk menyalurkan air. Permeabilitas
primer adalah kemampuan batuan untuk menyalurkan air melalui pori-pori atau ruangan
intergranuler yang sudah ada sejak pembentukannya dan saling berhubungan.
Permeabilitas sekunder bila penyaluran air itu melewati ruangan-ruangan yang timbul
kemudian, seperti joint, bedding, fault, misalnya akibat gerakan tektonik. Suatu kawasan
karst, permeabilitas dan porositas ini sangat variabel, karena tidak terlepas dari
keanekaragaman struktur dan diagenesis batu gamping. Pada bagian batu gamping yang
telah mengalami karstifikasi, biasanya permeabilitas dan porositas primernya rendah,
tetapi permeabilitas dan porositas sekundernya tinggi. Pada batu gamping tidak
mengalami karstifikasi, permeabilitas dan porositas tinggi dan tidak dijumpai
permeabilitas sekunder.
Pada batu gamping terdapat aliran difusi (diffuse flow). Pada batuan karbonat yang
telah mengalami karstifikasi, yang menonjol ialah terbentuknya saluran-saluran terpilih
(prefered channels) yang meluruskan air ke arah local base level atau zona phreatik.
Permeabilitas umumnya dinyatakan dengan jarak yang ditempuh air dalam suatu
permeabilitas tertentu dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan.
c. Sistem Patahan

Pada batuan yang tidak mengalami permeabilitas intergranuler primer, joint adalah
penting untuk memulai perkolasi air ke bawah (Stringfield dkk., 1979). Sedangkan
bedding planes bagi penyaluran air bawah tanah (Palmer, 1977) tetapi pergerakannya
tetap dipengaruhi oleh adanya patahan-patahan. Joint adalah patahan yang paling sering
dijumpai di akifer karbonat. Orientasinya adalah hampir tegak lurus dengan bedding
plannes. Bahkan Grice (1968) menemukan joint yang sejajar letaknya dengan bedding
plannes di Canada (Manatoba, Grand Rapides. Joint secara primer mempengaruhi arah
aliran sebelum terjadi ruangan terlarut (solution cavities) dalam akifer karbonat. Joint
yang tidak vertikal akan mempengaruhi gerakan air literal dan melebar melalui proses
korosi (pelarutan batu gamping secara kimiawi). Distribusi dari joint dan bedding plannes
ini dari satu bagian karst dan bagian karst lainnya dapat berbeda. Menurut Kasting (1977)
hal ini mempunyai pengaruh positif terhadap air tanah (bila melancarkan aliran dalam
akifer, antara lain dengan menghubungkan beberapa aliran akifer yang tadinya terisolasi),
bisa pula negatif bila aliran air terhambat karenanya.
7. Ornamen Gua
a. Column
Ornamen ini merupakan hasil dari stalaktit dan stalagmit yang
bersatu menjadi satu ornamen karena proses tetesan air yang kaya
akan mineral kapur.
b. Gours
Terbentuk dari kumpulan mineral kalsit yang terkandung dalam
aliran air yang mengalir mengikuti kemiringan lereng. Aliran ini
mengandung CO2

menimbulkan kalsit terbentuk akibat proses

pemuaian.
c. Pearl (Mutiara)
Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dasar kolam gua tepat di
bawah tetesan air, sehingga berbentuk persis seperti tetesan air.

Gambar : Pearl

d. Rimestone
Berbentuk
pengendapan

seperti
air,

bendungan yang

zat

CO2

yang

terbentuk ketika

terkandung

terjadi

menghilang

dan

menyisakan kalsit yang bersusun susun .


e. Flowstone

Gambar : Flowstone
kalsit (calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong
gua.
f. Soda straw

Gambar : Soda Straw


Seperti stalactite tapi diameternya kecil sebesar diameter air.
g. Bacon

Gambar : Bacon
h. Pop Corn

Gambar : Pop Corn


i. Gourdam

Gambar : Gourdam
j.

Cauliflower

Gambar : Cauliflower
k. Gourden

Gambar : Gourden
l.

Stalaktit

Gambar : Stalaktit
m. Stalagmit

8. Biospeleologi
Bios yang berarti hidup, kehidupan, speleo adalah gua, dan logos yang berart ilmu.
Biospeleologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan beserta kondisi
lingkungan hidup organisme di dalam gua.
Gua dibagi kedalam 4 zona gua :
1. Zona terang, merupakan enrance guatermasuk dalam bagian ceruk.
2. Zona senja, zona peralihan antara terang dan gelap gua.
3. Zona gelap dengan fluktuasi suhu, masih dipengaruhi ilkim luar gua.
4. Zona gelap tanpa fluktuasi suhu, tidak dipengaruhi iklim luar gua.

Aspek yang dipelajari :


1. organisme
2. hubungan organisme dengan lingkungan
3. material organik sebagai makanan dasar
4. parameter lingkungan
Biota gua :
1. trogloxene (troglo : gua, xenos : tamu) yaitu hewan yang di gua hanya sebagai
tamu, dalam arti apabila melakukan aktivitas maka hewan tersebut akan
keluar, misalnya dalam mencara makan. Contoh : kelelawar.
2. troglophile (troglo : gua, phileos : cinta) yaitu hewan yang seluruh daur
hidupnya dihabiskan di dalam gua, namunjenis yang sama masih ditemukan di
luar gua. Contoh : Amblypygi jenis Stygophrynus dammermani Roewer dari
beberapa gua di Jawa Barat.
3. troglobion (troglo : gua, bios : hidup) yaitu hewan yang seluruh hidupnya ada
di dalam gua, dan tidak ditemukan lagi di luar gua. Kelompok ini telah
mengalami proses adaptasi evolusi yang cukup panjang untuk dapat hidup.
mis : udang gua akuatik Cibinong (Stenasellus Javanicus), kepiting gua
Gunung Sewu (tenebrioscia antenuata schultz di Gua Bribin dan Javanoscia
elongata Schultz di Gua Semuluh) dan banyak jenis lain dari Maros seperti
Kumbang gua (Eustra Saripaensis Deuve)
a. Biota Avertebrata Gua
Gua merupakan salah satu bentuk ekosistem yang unik dan khas, yang tidak dapat
dijumpai pada bentuk ekosistem lainnya. Keunikan gua tidak hanya pada apa yang
terkandung di dalamnya, tetapi juga bentuk morfologinya yang juga dapat mengundang
decak kagum pengunjungnya. Karena keunikannya tersebut, banyak orang yang tertarik
untuk mempelajarinya dari berbagai aspek, baik geologi, arkeologi, morfologi maupun
biota penghuninya.
Di Indonesia penelitian hewan tanah masih dirasa sangat kurang apalagi biota gua.
Keberadaan fauna tanah/gua mempunyai arti penting dalam rantai ekosistem, yang antara
lain membantu perombakan bahan organik dalam membantu pembentukan tanah.
Terbatasnya peminat penelitian akan fauna tanah/gua menjadi kendala dalam
pengembangan pengetahuannya. Oleh karena itu, tidak heran apabila pengetahuan fauna
tanah maupun gua di Indonesia masih sangat terbatas. Dengan terbatasnya pengetahuan
yang ada, menjadi salah satu sebab misteri yang menyangkut dayaguna fauna tanah/gua
belum tersingkap. Hal ini menjadi tantangan untuk menggali pengetahuan fauna tanah

maupun gua. Dengan demikian keberadaannya dapat didayagunakan sebagaimana


mestinya bagi tanpa mengurangi kelestarian eksistensinya.
b. Ekologi Gua
Kekhasan atau keunikan ekisistem di dalam gua disebabkan oleh beberapa faktor
yang terkomposisi. Faktor yang dimaksudkan antara lain berupa suhu, pencahayaan,
kelembaban, keadaan lantai dasar dan dinding, vegetasi penutup di atasnya, dan
kandungan oksigen. Karena kekhasannya tersebut, maka di dalam gua hanya hidup jenisjenis flora dan fauna yang mampu beradaptasi dengan kondisi setempat.
Faktor utama yang berpengaruh langsung terhadap fauna gua adalah iklim, sedang
faktor tidak langsungnya adalah proses karstifikasi dan pembentukan hutan di atasnya.
Vegetasi biasanya lebih banyak dan beranekaragam pada dataran tinggi (>3.700m),
misalnya di hutan tropika, pegunungan, dan hutan lumut. Pada umumnya, lantai jenis
hutan-hutan tersebut kaya akan bahan organik. Bahan-bahan organik ini akan terombak,
dan mengalami mineralisasi, membentuk tanah. Sebagian serasah dan humus terbawa ke
dataran lebih rendah melalui aliran air (banjir, arus, dlsb.), dan sebagian lagi meresap ke
lapisan tanah yang lebih dalam.
Beberapa organisme permukaan tanah, dengan cara yang sama yaitu hanyut, terbawa
meresap-meresap ke dalam tanah. Mikroklimat yang ditemukan di dalam tanah besar,
kemungkinan besar mirip dengan mikroklimat tempat asal (permukaan tanah/lantai
hutan). Dengan menemukan mikroklimat yang sama dan terpenuhinya kebutuhan pakan.
maka organisme permukaan tanah yang masuk ke dalam tanah akan mampu
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan akhirnya berkembang menjadi organisme
tanah
Dengan cara yang sama, organisme tanah dapat mencapai gua. Mikroklimat dan
tersedianva pakan yang cukup menjadikan alasan kuat bagi organisme tanah untuk
bertahan di dalam gua. Oleh karena itu, beberapa jenis fauna tanah juga dapat dijumpai di
dalam gua. bahkan sampai di dekat daerah akumulasi guano pun dapat ditemukan
organisme tanah. Organisme tanah yang mampu menyesuaikan diri dengan mikroklimat,
dan cukup mendapatkan pakan di dalam gua. akan mampu mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan ahirnya menjadi fauna gua. Beranekaragam jenis binatang
dapat ditemukan di dalam gua Beberapa jenis antropoda dapat ditemui di dalam gua,
antara lain Collembola. Coleoptera (Staphylinidae, Pselapidae, Caraboidea), Lepidoptera,
Diplopoda, Isopoda, Labah-labah, dlsb. Kelompok yang disebutkan merupakan fauna

terestrial di dalam gua, yang pada umumnya masih mempunyai ciri bukan organisme gua,
seperti masih adanya mata dan pigmen. Sebaliknya, beberapa di antaranya menyesuaikan
diri dengan mengalami modifikasi organ-organ tertentu. Dari 27 jenis Collembola yang
diperoleh dari gua dari Simbu, Lae, Telefomin, Irlandia 10 Jenis di antaranya masih
menunjukkan bentuk morfologi fauna serasah atau lantai hutan (Deharveng 1981).
Bournes (1980, dalam Deharveng 1981) meneliti dengan cermat asal muasal fauna gua.
Diperoleh catatan adanya laba-laba, Diptera, Lepidoptera, Isopoda, dan Myriapoda.
Binatang akuatik yang dapat ditemukan di gua misalnya udang, kepiting, Coleoptera
(Disticidae), larva Diptera, dan Heteroptera.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah adanya kelelawar di dalam gua dalam
jumlah banyak. Kelelawar ini menghasilkan timbunan kotoran (guano) yang tidak sedikit.
Guano dapat menjadi sumber pakan bagi beberapa kelompok artropoda. Timbunan guano
yang cukup tebal, adanya beberapa artropoda yang memanfaatkan guano atau jamur yang
tumbuh di atasnya sebagai sumber pakannya, menyebabkan terbentuknya ekosistem
guano yang dihuni oleh janis-jenis fauna guano.
c. Troglobion dan Troglomor
Troglobion adalah hewan yang seluruh hidupnya ada di dalam gua. Pada umumnya
kelompok troglobion ini memiliki morfologi khas. Pada daerah dataran rendah tidak
ditemukan bentuk troglomorf yang khas (Deharveng 1981), beberapa masih dilengkapi
dengan mata dan pigmen. Berbeda dengan yang ditemukan di dataran tinggi tampak
adanya bentuk-bentuk troglomorfi yang khas. Bentuk troglomorfi itu antara lain tidak
bermata, tubuh pipih, dan tidak berpigmen, misalnya terlihat pada jenis-jenis yang tercatat
dari gua Simbu dan Telfomin. Contoh jenis yang dilaporkan dari gua dengan ketinggian
1500m yaitu Isopoda (Styloniscidae dan Philosciidae), Coleoptera, Collembola
(Neanuridae). Troglobion akuatik misalnya cacing pipih, Polychaeta, lintah, Gastropoda,
Crustacea, Cbleoptera (Dysticidae). Namun demikian terdapat variasi cukup tinggi dari
kelompok troglobion ini. Variasi terjadi karena adanya evolusi adaptasi (Deharveng
1981). Fauna gua memiliki keanekaragaman cukup tinggi. Tercatat ada 10 kelas hewan
Invertebrata yang dapat ditemukan di dalam gua. Namun, masing-masing gua
menunjukkan komposisi jenis penghuninya yang berbeda untuk gua satu dengan lainnya..
Perbedaan komposisi jenis penghuni gua ini disebabkan oleh faktor mikroklimat masingmasing gua.
9. Peralatan dan Perlengkapan Penelusuran Gua

Kegiatan penelusuran gua didukung oleh penguasaan teknik dan peralatan yang
memadai. Kriteria pemilihan perlengkapan dan peralatan :
Standard keamanan (safety)
- UIAA (Union International des Associations dAlpinisme)
- CE (Conformite aux Exigences)
- EN (European Norm)
- CEN ( Comite Europeen de Normalisation)
Kekuatan dan daya tahan
Alat harus tahan terhadap situasi dan kondisi gua yang rentanterhadap abrasi /
gesekan, air, lumpur, batuan kapur. Peralatan gua vertkal direkomendasikan yang
telah melewati individually tested yang ditandai dengan beban maksimal MAX
dan beban aktif USE
Fungsionalitas
Pemilihan peralatan perlu diperhatikan fungsi alat, hal ini berkaitan dan penggunaan
yang efektif dan efisien. Selain dari fungsi dasar, perlu di pahami fungsi fungsi
tambahan pada alat. Penggunaan alat akurat, tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan
(simplicity). Faktor yang perlu diperhatikan adalahberat, yang hal ini berpengaruh
terhadap daya tahan/stamina dari penelusur gua.
Uraian standard peralatan penelusuran gua :
Cover All
Fungsi
: Pakaian pelindung
Bahan
: PVC, Nylon fabric

Keterangan

Sepatu
Fungsi
Jenis
Keterangan

Helm
Fungsi
Jenis
Keterangan

Pencahayaan

: Bahan cover all mampu melindungi dari gesekan, basah dan dingin, disesuaikan
dengan tipe gua.

: Alas dan melindungi kaki


: Sepatu Boot, PDL
: Sepatu mampu melindungi mata kaki, tahan terhadap gesekan,
air dan lumpur.

: Melindungi kepala dari benturan


: Speleo helmet
: Bahan terbuat dari fiber carbon, kevlar atau polycarbonate.
Helm didesign mampu meredam benda yang jatuh menimpa
helm.

grip dan sol tahan

Fungsi
Jenis

: Memberikan penerangan
: Electrical lamp dan carbide model

Peralatan Gua Vertikal :

Tali
Fungsi

: Alat utama untuk lintasan SRT

Jenis

: Static dan Dynamic

Keterangan

Hal yang perlu diperhatikan :


- Ukuran diameter tali / size
- Abrasi / gesekan
- Simpul
- Bahan kimia
- Umur tali

Peralatan Rigging
Fungsi
: Untuk membuat anchor / tambatan
Jenis

a. Natural anchor : Webbing / sling (turbular

dan flat)

b. Bolting Anchor : Hammer, Driver, Spits, Bolting bag, Hanger, Pyton.

Carabiner
Fungsi
Jenis
SRT set

: sebagai penghubung atau pengkait


: carabiner screwgate, non screw, auto lock

Alat personal SRT Set terdiri dari:


a. Harness
Fungsi : Sebagai penghubung utama badan dan alat lainnya.

Jenis : Sit harness, Body harness

b. Maillon Rapide 8 mm
Fungsi : sebagai penghubung harness dan alat ascending dan descending
Jenis

: Delta MR dan semi circular

c. Cowstail Pendek dan Panjang


Fungsi : Sebagai pengaman dan penghubung ascender
Jenis

: Dynamic rope dan Webbing (spelegyca)

d. Carabiner

Fungsi
Jenis
1)
2)
3)

: Sebagai penghubung alat

:
O carabiner screw gate
O carabiner non screwgate / C.friksi
D screwgate

e.
Fungsi

Descender
: Alat turun

Jenis

: Auto stop, Rack, Simple

Fungsi

Ascender
: Alat naik

Jenis

f.

Croll / alat naik di dada


1) Jammer / alat naik di tangan
2) Basic jammer / alat naik di tangan
g. Chest Harnest
Fungsi : sebagai penghubung croll dengan
Jenis

: Webbing soft

h. Foot Loop
Fungsi : Sepagai pijakan kaki
Jenis
Peralatan transport :

: Static rope dan webbing

badan

Fungsi
Jenis

: Alat tambahan untuk membawa peralatan dan logistik


: Tackle bag, waterproof bag, perahu karet

Peralatan rescue :
a. Pulley (single & tandem)
b. Houling set terdiri dari :
carabiner screwgate

pulley, basic, 2 bh oval

c. Mini traxion / pro traxion

d. Survival blanket

10. Teknik Penelusuran Gua


a. Teknik Penelusuran Gua Horizontal ( Tanpa Perlengkapan)
Penelusuran gua horizontal yaitu penelusuran tanpa perlengkapan. Dalam lintasan
horizontal, penelusur biasanya membawa perlengkapan personal dan barang mereka
dalam tas caving (dry bag) kecil. Paling mudah, serta cara paling efektif dan dengan
dampak minimal terhadap gua daam lintasan jalan adalah dengan mengikuti jalan yang
sama dengan yang sebelumnya dilewati oleh anggota tim depan, dengan hati-hati
menghindari area sensitif (flowstone, stalactit, stalagmit, rimstone, dll). Duck Walking,
Baby hingga merayap dilakukan jika antara dasar dan atap gua jaraknya pendek. Pada
saat melakukan hal tersebut, beban yang kita bawa supaya ditempatkan di depan kita.
1) Lintasan merayap

Tergantung pada bawaannya, penelusur dapat membawa


tasnya dalam posisi : Kita dapat memperkecil kelelahan dengan
memvariasikan gerakan saat berjalan.

2) Canyons Dan Meanders


Lintasan canyons tinggi, lintasan sempit berkelok-kelok
yang

terkadang

membutuhkan

tenaga

menelusurinya.
3) Down Climbing

4) Duck Walking Dan Merayap

5)

Posisi

Chimneys & Traverses


Pada lintasan rendah Down Climbing

b.

Teknik Penelusuran Gua Vertikal


1) Rapelling (Descending/Abselling) dengan descender

extra

saat

a) Pada posisi free drop seperti di sebelah kiri ,


tubuh

menggantung

pada

anchor

menggunakan cowstail pendek dan gunakan


lutut untuk keseimbangan. Jika terdapat
pijakan yang bagus, coestail pendek tidak
terbebani sebelum turun. Kemudian buka sisi
penutup descender dalam posisi menyilang.
b) Pasang tali dalam posisi S di descender, lalu
tegangkan tali pada descender. Dengan cara
menariknya untuk menghindari kendornya tali
yang tidak perlu.
c) Ketika tali telah dilewatkan pada karabiner
friksi, mulai untuk turun.

2) Mengontrol kecepatan turun


Kita bisa megatur kecepatan turun dengan cara memegang tali dengan 1 tangan
atau dua tangan. Dibawah karabiner friksai. Begantung pada kesukaan masingmasing.
Jika tangan kiri bebas, gunakan untuk memegang descender, untuk membantu
memberikan keseimbangan pada tubuh. Dalam turun free hang dimana kaki kita
samasekali tidak menyentuh dinding gua, sebaiknya kita dalam posisi setengah
duduk.dengan posisi dada parallel dengan tali
3) Berhenti pada Rapelling
Kuncian full lock adalah cara teraman untuk berhenti secara penuh
dan mengunci descender selama turun. Ini hanya boleh dilakukan jika
descender dalam posisi terbebani. Jika tidak terbebani, meskipun
dalam hentakan yang pendek akan merusak descender japabila tidak
ditempatkan secara benar pada karabiner

yang dihubungkn pada

Maillon Rapide.
a) Pegang perlahan descender dengan tangan kiri
b) Buat kuncian half lock menggunakan tangan kanan
c) Lengkapi kuncian half lock, dengan full lock
4) Melintasi Rebelay / Intermediate
Melintasi rebelays membutuhkan beberapa teknik :

a) Turun perlahan dan hentikan rappel ketika berada di posisi sejajar dengan rebelay,
sedikit sisa tali harus tersedia di bawah descender.
b) Kaitkan cowstail pendek pada karabiner dengan pintu menghadap ke kamu, dengan
menggunakan simple descender, satu tangan masih memegang tali selama operasi ini.
Teruskan turun hingga beban berpindah ke short cowstail, setelah itu pindahkan
descender lalu pasang pada tali.
c) Teruskan turun hingga beban berpindah ke short cowstail, setelah itu pindahkan
descender lalu pasang pada tali
d) selanjutnya yang berada di bawah rebelay, usahakan sedekat mungkin dengan
rebelays
e) Melepas cowstail, Lepas cowstail dengan berdiri di atas. dinding atau di
loop yang dibuat oleh tali atas. Jangan lupa untuk melepas tali dari
karabiner friksi
f) Teriakkan sinyal Rope Free sehingga orang di atas bisa melanjutkan
turun. Jangan pernah melepaskan pandangan dari descender, ini akan
membantu memposisikan dan membebani dengan benar sebelum mulai
turun

5) Melintasi sambungan tali atau simpul


Prosedur 1
a) Turun sampai descender berhenti pada sambungan tali (lepas karabiner friksi dari
tali), pasang cowstail pendek pada simpul sambungan tali.
b) Pasang upper ascender (yang terkait pada cowstail panjang) sejajar dengan wajah
c) Berdiri pada footloop, pasang croll diantara upper ascender dan descender, beban
tubuh menggantung pada croll
d) Pindahkan descender ke bawah sambungan tali, kunci
e) Turun kan croll dengan berdiri pada footloop kemudian upper ascender sedekat
mungkin dengan simpul
f) Lepas croll dan turun perlahan ini akan memindahkan beban dari croll ke descender;
pastikan

descender

membebaninya.

terpasang

dengan

benar

pada

karabinernya

sebelum

g) Lepas upper ascender dari tali, lanjutkan turun


Prosedur 2
a) Turun sampai descender berhenti pada sambungan
tali (lepas karabiner friksi dari tali),
b) Pasang upper ascender diatas descender sekitar 10
cm. lepas cowstail panjang kemudian pasang pada
simpul sambungan tali.
c) Berdiri pada footloop, letakkan cowstail pendek pada
tali di atas ascender
d) Duduk, beban berada pada cowstail pendek
e) Descender menjadi kendor; lepas dari tali dan pasang kembali

6) Melintasi Deviasi
a) Berhenti rappel ketika sejajar deviasi, kunci descender jika perlu.
b) Jika dinding samping bisa dijangkau dengan kaki, dorong tubuh untuk membuat
deviasi menjadi sedikit kendor.
c) Saat melakukan ini, lepas karabiner deviasi dengan tangan yang bebas dan taruh di
atas descender.
d) Buka kunci descender dan mulai turun.
7) Membawa Tackle Bag
Ketika

berada

di

tali,tackle

bag

caving

diletakkan

menggantung di bawah, dikaitkan pada maillon rapide. Membawa


tackle bag di punggung ketika kita di tali, akan mendorong kita ke
belakang serta membuat kehilangan keseimbangan, juga membuat
kerja yang tidak perlu pada otot abdominal dan tangan..

Untuk menghindari terbelitnya tackle


bag dengan tali utama, gunakan kaki kanan
untuk menahan tali utama, Gunakan kaki
untuk mengarahkan tackle bag dari tali jika
tackle

bag

ada

kemungkinan

untuk

mengayun. Taruh tackle bag di punggung


untuk

sementara

waktu

jika

ada

kemungkinan bahaya batuan jatuh atau


ketika mendekati aliran air
8) Menuruni Pits Panjang
Tali basah bisa menambah hingga 50% berat daripada
tali normal. Pada lorong vertical yang amat panjang,
bertambahnya bobot tali bisa membuatnya sulit untuk
memasang descender. Pemecahannya

adalah dengan

memasang hand ascender dengan posisi terbalik pada


maillon rapide.Ini akan membuat kedua tangan bebas ,
yang akan memberi cukup tali yang diperlukan untuk
memasang decender. Ketika descender sudah terpasang,
lepas ascender, dan mulailah turun.
Di awal. Kamu mungkin akan menaruk tali, pertama dengan kedua tangan dan
kemudian dengan satu tangan, selanjutnya kamu akan merasakan teknik rappel yang
normal. Bila memakai descender auto-lock, hilangkan pengunciannya dengan karabiner,
sehingga kamu akan mendapat dua tangan untuk menarik tali.
Untuk rappelling di atas 200 meter tanpa sebuah rebelay, gunakan escender rack.
Dengan menambahkan palang atau barnya ketika turun, akan menambah gerakan
friksinya.
9) Memanjat Tali dengan Menggunakan System Frog Rig
a) Perlengkapan
Sebuah ascender yang dipasang pada sebuah footloop dihubungkan pada karabiner
cowstail panjang, Ascender dada, Croll (ditemukan oleh Fernand Petzl) diletakkan antara
harness dada dengan maillon rapide.500 gram pada perlengkapan personal dibandingkan

dengan berat kabel baja yang sekitar 12,5 Kg per 100 meter. Disinilah letak revolusi pada
perbedaa n keduanya.
b) Teknik
- Buka penutup chest ascender dengan gerakan memutar pada handlenya, masukkan
-

tali di dalamnya.
Gunakan gerakan yang sama pada ascender atas, letakkan sejajar dengan
mukaPilih sebuah single footloop , taruh satu kaki pada footloop untuk membantu
mendorong tubuh ke atas. Untuk mengatur panjang footloop, berdiri tegak sambil
memegang footloop yang dibuat tegang dengan kaki menginjak tanah dan didalam
footloop. Harness dada (chest harness) harus dikenvangkan dan Croll diposisikan
di tali. Pada posisi ini, bagian bawah dari upper ascender harus 2 3 cm di atas

chest ascender.
c) Teknik memanjat terbagi dalam 2 (dua) fase :
- Dorong upper ascender setinggi mungkin. Bersamaan, ngkat kaki, tekuk lutut
hingga tumit berada di bawah selangkangan. Taruh satu kaki pada footloop diatas
yang satunya akan membantu mendorong kaki bawah ke belakang, menambah
-

gerakan pada tali.


Jaga tubuh dan kepala tetap lurus saat mendorong kaki ke bawah dan belakang,
dengan kaki yang bebas diletakkan di atas yang lain untuk membagi kerja diantara
keduanya. Pada saat bersamaan gunakan lengan untuk membantu menjaga tubuh
bagian atas untuk dekat dan sejajar dengan tali. Hindari menarik tubuhmu sendiri
dengan lengan; biarkan kaki untuk melakukannya. Lengan memiliki jumlah otot
yang lebih sedikit daripada kaki, menggunakan lengan akan dengan cepat
melelahkan. Ketika kaki telah sepenuhnya berdiri, taruh beban tubuh dengan cara
duduk pada chest ascender. Ini akan melengkapi satu siklusnya. Dorong lagi upper

ascender, melangkah pada footloop, dan seterusnya


10) Mengunci tali dengan kedua kaki dan antara footloop
dengan satu kaki

Istirahat selama pemanjatan, akan memberikan tubuh


untuk mengambil posisi yang paling nyaman

a) Naik melewati Rebelay


- Hentikan
upper
ascender

sekitae2-3 cm di bawah

simpul
-

Pasang cowstail pendek pada

anchor

Berdiri pada footloop, lepas

croll dan transfer beban

pada cowstail pendek


-

Pasang croll pada tali atas,

tarik tali di bawah croll

hingga croll tegang


-

Pindahkan upper ascender dari

tali bawah dan letakkan

pada tali atas, di atas croll

sejajar dengan wajah

Mulai memanjat dengan berdiri pada footloop dan tarik tali di bawah croll

Setelah 1 2 langkah naik, cowstail pendek akan mengendur, dan lepas cowstail
pendek

Periksa anchor rebelay apakah benar posisinya, lanjutkan memanjat

Keluar dari pitch langkah-langkah sama dengan melewati rebelay

11) Melewati
Simpul

Bawa

upper

ascender sekitar 2 3 cm di bawah simpul,


naikkan

croll

setinggi

mungkin.Pasang

cowstail pendek pada simpul.

Pindahkan upper ascender dari tali dan


tempatkan di atas simpul, cukup tinggi untuk
memberikan tempat pada Croll

Dengan berpijak pada footloop dan pindahkan croll ke tali di

atas simpul
1) Lepas cowstail pendek

2) Lanjutkan naik.
11. Pemetaan Gua
a. Manfaat pemetaan gua
1) Bukti otentik bagi penelusuran gua, sebagai tim/penelusur pertama yang menelusuri
gua tersebut.
2) Membantu para ahli dalam mempelajari Biospeleologu, Hidrologi, ataupun ilmu yang
terkait dalam speleologi.
3) Untuk mencari korelasi sistem perguaan dengan gua-gua di sekitarnya.
4) Kepentingan HANKAMNAS
5) Memudahkan dalam perencanaan pengembangan gua sebagai objek wisata
6) Sebagai data/rekaman keadaan gua pada saat itu
b. Jenis Jenis Peta Gua :
1) Plan View/ Plan Section Peta gua yang digambarkan dalam bentuk tampak dari
atas.
2) Extended Section Peta gua digambarkan dalam bentuk tampak samping, bentuk
memanjang tanpa proyeksi.
3) Projected Section Digambar dalam bentuk tampak samping & diproyeksikan
dengan plan section.
4) Cross Section Peta gua yang digambar dalam bentuk tampak depan. Cross Section
berupa sayatan.
5) Peta Gua 3 Dimensi (3D) Perspektif Gambaran peta secara visual mendekati
dengan kenyataan sesunguhnya.
c. Peralatan yang digunakan
1) Kompas, untuk mengukur derajat perbedaan antar lorong terhadap arah sumbu utara
magnetis
2) Pita ukur, untuk grade 5 dan atasnya, pita ukur yang digunakan adalah yang terbuat
dari bahan fiber, panjang maksimum 30m, ketelitian yang didapat hingga satuan cm.
3) Klinometer, untuk mengukur sudut kemiringan terhadap bidang datar dengan satuan
derajat
4) Topofil, prinsipnya mempunyai fungsi sama dengan pita ukur
5) Catatan kerja/worksheet, untuk mencatat data yang diambil selama pemetaan,
diusahakan yang terbuat dari bahan tahan air
6) ATK, digunakan untuk mencatat, diusahakan yang dapat mencatat di worksheet yang
tahan air.
d. Standar Grade (tingkatan) dan Klasifikasi Peta Gua

Peta gua yang dibuat memiliki tingkatan sesuai derajat ketelitian saat survey
dilaksanakan, ketelitian tersebut dibagi berdasarkan grade dan kelas. Grade adalah
pengelompokan berkaitan dengan alat yang digunakan, sementara Class adalah
pengelompokan peta berdasarkan proses pembuatan/pencatatan datanya. Oleh British
Cave Research Association (BCRA) dibagi menjadi 6 tingkatan ditambah satu tingkatan
khusus pada grade dan ada 4 untuk tingkatan Class.
Grade :
1) Grade 1

: gambar/sket kasar tanpa skala yang benar dan dibuat di luar gua

dengan dasar ingatan dari si pembuat peta terhadap lorong-lorong yang digambar.
2) Grade 2

:gambar/sket kasar tnapa skala yang benar, dibuat di dalam gua tanpa

alat ukur apapun, hanya atas dasar perkiraan.


3) Grade 3

: sket yang di gambar di dalam gua dengan bantuan kompas, tali ukur

yang ditandai tiap meternya, memiliki ketelitian pengukuran satan 25cm per 5m,
dilakukan jika waktu terbatas, penggunaan klinometer sangat dianjurkan.
4) Grade 4

: pengukuran menggunakan kompas, klinometer serta meteran bahan

kain.
5) Grade 5

: menggunakan kompas prismatik, klinometer, pite ukur fiberglass,

dengan toleransi kesalahan pengukuran jarak adalah <10cm dan 10


6) Grade 6

: pada dasarnya sama dengan grade 5, tetapi kompas dan

klinometernya diletakkan di tripod sehingga tidak akan ada pergerrakan saat


melakukan pengukuran.
7) Grade X

: menggunakan peralatan teodolit, laser disto, serta pita ukur metalik.

Class :
1) Class A

: semua detail dibuat di luar gua atas dasar ingatan

2) Class B

: detail lorong diestimasi dan dicatat dalam gua

3) Class C

: detail diukur pada tiap stasiun survey

4) Class D

: detail diukur pada stasiun survey dan antar stasiun survey

e. Survei dan pengambilan data


1) Metode dan arah survey
Metode Pengukuran Stasiun
a) Forward Method : dimana pembaca alat dan pencatat pada stasiun pertama, sedangkan
target pada stasiun kedua. Setelah pembacaan dan pencatatan selesai, pembaca dan
pencatat data berpindah ke stasiun kedua, target pindah ke stasiun ketiga, begitu
seterusnya.

b) Leapfrog Method : pembaca alat dan pencatat data pada stasiun kedua, target pada
stasiun pertama. Setelah pembacaan dan pencatatan selesai, target pindah ke stasiun
ketiga. Setelahselesai pembaca dan pencatat pindah ke stasiun keempat. Setelah
selesai target 1 pindah ke stasiun lima, pembacaan dilakukan, begitu seterusnya.
Arah survey
a) Top to bottom : pengukuran dimulai dari mulut gua (entrance) sampai ujung
lorong/dasar gua atau sampai akhir.
b) Bottom to top : pengukuran dimulai dari ujung lorong/dasar gua sampai entrance, atau
kebalikan dari sistem pertama.
Metode Pengukuran Chamber

5
Gambar : Polygon Tertutup
6

Gambar : Polygon Terbuka

Gambar : Offset Methode


Penentuan stasion survey
-

Pertimbangan arah
Perubahan ekstrim bentuk lorong

2)

Batas pengukuran, 30m


Perubahan elevasi lorong (pitch, climb)
Temuan penting (biota, ornamen khusus, litologi khusus, dsb)
Team survey

Idealnya, tim pemetaan gua terdiri dari 5 orang, dengan pembagian tugas sebagai berikut :
-

Orang kesatu : sebagai pembaca alat (membawa klinometer, kompas, dan meteran)
Orang kedua : sebagai pencatat data pengukuran
Orang ketiga : sebagai deskriptor/menggambar bentuk lorong
Orang keempat: sebagai target pengukuran, membawa ujung meteran. Tinggi bada
orang pertama dan orang keempat ini diusahakan sama, dengan tujuan untuk

mengurangi kesalahan dalam pengukuran sudut elevasi (kemiringan lantai)


Orang kelima : sebagai leader, penentu titik stasiun maupun sebagai pemasang

lintasan pada pengukuran gua vertikal.


3) Data yang direkam : worksheet survey, perhitungan hasil survey
Legenda Peta

Geomorfologi
Speleothem (ornament) tanpa uraian
Speleothem rusak

Stalaktite

Stalagmite

Column / Pilar

Gordyn
Helectute

Moon Milk

Gourdam

Calcite floor

Scalop
Pothole
Alur Plafon

Anda mungkin juga menyukai