Anda di halaman 1dari 35

TUGAS ARTIKEL GEOMORFOLOGI

SATUAN GEOMORFOLOGI

Oleh : Roychan Donly Rachma Satria

1525010211 Agroteknologi D/25

www.motionmonday.blogspot.co.id

Absen 24
Seperti air yang terus menerus menetes
kearah batu dan membuatnya terkikis

Ungkapan ini sebetulnya klasik,


tapi secara singkat dapat membuktikan
sekeras dan sekuat apapun batu pada
ahirnya jika terkena air secara berkala
akan membuat batu itu terkikis bahkan
bisa berlubang. Tentu itu menimbulkan
suatu pertanyaan serius pada awalnya.
loh kok bisa sih batu sekeras itu bisa
berlubang terkena air tetesan terus
menerus? loh kok bisa sih air kan tidak
tajam biasanya juga dibuat mandi

Mungkin dari situlah teori besar tercipta.


Adalah sangat memungkinkan
pembentukan sebuah bentuk diatas
bumi ini tercipta akibat adanya (force)
dan aktivitas apa saja yang tercakup
didalamnya.
Bumi tidak serta merta terbentuk
bulat terbentang luas dan memiliki
keragaman bentuk ataupun tidak
teraturnya permukaan bumi ini tidak
terjadi begitu saja. Adanya aktivitas
dibumi timbul dari reaksi
berkepanjangan selama berjuta juta
tahun awal mula terbentuknya alam
semesta seperti big bang theory
ataupun teori terbentuknya dari kabut.

Ketika bumi tercipta, semua


bentukan yang ada di bumi yang disebut
didalam ilmu geomorfologi sebagai
satuan geomorfologi seperti sungai,
daratan, lautan, danau, pegunungan,
disebabkan salah satunya adalah
pergerakan lempeng yang ada di bumi.
Ya, benar . benua benua di dunia
ditemukan bergerak karna pada awal
ditemukan teori seorang bernama Alfred
Wegener mencocokan diatas peta 2
benua amerika dan afrika ternyata ada
kecocokan, ahirnya timbullah
Continental Drift Theory

Diatas adalah gambaran


mengenai apa yang sedikit bisa saya
pahami saat mata kuliah Geomorfologi
dan secara umum geomorfologi adalah
ilmu yang mempelajari tentang bumi dan
bentang alamnya dan bagaimana bisa
terbentuk, berdasarkan konstruksinya,
dan perilaku organisme yang dapat
merubah surface pada bumi.

Kali ini saya berkesempatan


membahas tentang satuan geomorfologi
tentu saya akan bahas disini. Pertama
tama untuk permulaan saya akan
berikan artikel yang berkaitan tentang
satuan geomorfologi
Beribu Gunung di
Gunung Sewu,
1001 Gua di
Pacitan

Karst merupakan wilayah di


permukaan bumi yang batuannya
mudah mengalami proses pelarutan
sehingga membentuk bentang alam
yang khas. Kekhasannya dicirikan
terutama oleh banyaknya lembah-
lembah membundar akibat amblesan
yang kemudian menyisakan perbukitan-
perbukitan membundar juga. Hasilnya
adalah terbentuknya kombinasi bukit-
lembah yang unik. Ciri lain yang sangat
khas adalah terbentuknya gua-gua dan
lorong-lorong bawah tanah,
baikberbentuk horisontal atau pun
vertikal.
Bentang alam karst sebelum
terangkat menjadi daratan, perbukitan
atau pegunungan, sebenarnya bermula
dari laut dangkal. Terumbu karanglah
cikal bakal bentang alam karst. Terumbu
karang yang terbentuk di laut dangkal
mempunyai beberapa syarat
pertumbuhan, di antaranya cukup
matahari untuk melakukan proses
fotosintesis bagi koloni-koloni penyusun
terumbu karang. Agar matahari bisa
mencapai terumbu karang, laut jernih
merupakan syarat ideal pertumbuhan
berikutnya. Dengan demikian terumbu
karang harus tumbuh hanya pada
kedalaman air laut tertentu supaya sinar
matahari dapat menyentuh permukaan
terumbu karang. Selain itu, kadar garam
/ salinitias air laut juga memegang
peranan penting perkembangan
terumbu karang.

Bayangkan ketika kemudian


lingkungan hidup terumbu karang
berubah. Laut menjadi kotor dan keruh
sehingga penetrasi sinar matahari
terbatas, atau salinitas berubah, atau
terjadi perubahan dasar laut, apakah
menjadi terlalu dalam atau bahkan
muncul di atas permukaan laut, maka
pertumbuhan terumbu karang akan
terhenti untuk kemudian mati. Jika
kondisi lingkungan yang berubah ini
berlanjut, maka akan terhamparlah
lapisan terumbu karang mati.

Selama berribu atau berjuta


tahun berlangsung, hingga suatu waktu
proses geologis menyebabkan laut
terangkat menjadi daratan, lapisan
terumbu karang yang telah mati yang
sangat tebal ikut terangkat ke atas
permukaan laut. Saat itulah, ketika
kemudian terumbu karang yang
terangkat terpapar air hujan yang tawar,
proses pelarutan pada terumbu karang
mati mulai berjalan. Proses pelarutan
pada terumbu karang yang telah mati
menjadi batu akan semakin intensif
ketika curah hujan semakin tinggi.
Apalagi jika air hujannya membawa
larutan karbon dioksida yang
menyebabkan proses pelarutan semakin
cepat dan meluas. Proses pelarutan ini
akan mulai terjadi di dalam batuan,
ketika air hujan meresap masuk melalui
celah-celah batuan membentuk air
tanah. Proses dinamika air tanah di
dalam batuan menyebabkan proses
pelarutan batuan karbonat mulai terjadi.

Batuan seolah-olah digerogoti


dari dalam. Tubuhnya berlubang-lubang
yang semakin lama semakin besar.
Lama-lama lubang-lubang kecil menjadi
gua-gua yang besar, panjang dan
dalam. Sejalan dengan terangkatnya
terumbu karang menjadi perbukitan atau
pegunungan dalam lingkungan iklim
tropis basah yang bercurah hujan tinggi,
proses pelarutan atau karstifikasi akan
semakin menjadikan lebih banyak
batuan karbonat sebagai penyusun
utama fosil terumbu karang digerogoti
oleh proses pelarutan.

Proses pelarutan batuan


karbonat selain melarutkan, juga berlaku
sebaliknya, yaitu disedimentasikan
kembali. Ketika proses pelarutan
menguraikan karbonat, reaksi kimia
berikutnya membentuk endapan
karbonat kembali. Proses resedimentasi
dan rekristalisasi di langit-langit gua itu
kemudian membentuk tonjolan-tonjolan
yang menjorok dari langit-langit gua.
Begitulah bagaimana stalaktit terbentuk.
Proses yang sama terjadi di dasar gua
ketika tetes-tetes air sedikit demi sedikit
mengendapkan larutan karbonat yang
lama-lama menjadi menonjol. Begitulah
bagaimana stalagmit terbentuk. Proses
yang berjalan ribuan tahun di dalam
kegelapan gua di bawah tanah, lama-
lama akan mempertemukan kedua ujung
stalaktit stalagmit sehingga
membentuk pilar-pilar alam.

Banyak proses-proses
sedimentasi di dalam gua yang
selanjutnya dikenal sebagai speleotem
atau hiasan gua, seperti flowstone atau
batu alir yang terbentuk di dinding gua,
gordam yang terbentuk berteras-teras
akibat fluktuasi air bawah tanah, atau
stalaktit kecil seperti sedotan yang
dalam bahasa Inggrisnya pun dikenal
sebagai straw atau sedotan, serta
banyak lagi. Tentu saja dengan adanya
kombinasi air hujan yang meresap
masuk ke dalam tanah, menetes dan
mengalir di dalam lubang dan gua,
sungai-sungai bawah tanah kemudian
terbentuk; mengalir kecil dan besar,
layaknya sungai di permukaan.
Karst Pacitan

Semua fenomena itu bisa kita


saksikan di satu wilayah relatif terbatas
di Kecamatan Punung, Kabupaten
Pacitan, Jawa Timur. Karst di Pacitan
sebenarnya adalah sebagian kecil dari
pegunungan karst yang luas yang
tersebar dari barat di Parangtritis dan
Wonosari di Yogyakarta, Wonogiri di
Jawa Tengah, hingga ujung timur di
Pacitan, Jawa Timur. Seluruh kawasan
karst itu dikenal juga sebagai wilayah
Pawonsari, kependekan dari tiga wilayah
utama karst Gunung Sewu itu: Pacitan,
Wonogiri, Wonosari (Gambar 2).

Karst Gunung Sewu demikian


namanya di kalangan para pemerhati
karst merupakan pegunungan yang
terbentuk terutama dari formasi
batugamping berumur Miosen Tengah
Pliosen (kira-kira 15 hingga 2 juta tahun)
yang dikenal sebagai Formasi Wonosari-
Punung. Keberadaan formasi
batugamping yang luas dan tebal ini
menjadikan proses karstifikasi berjalan
intensif, terutama diperkirakan ketika
Pulau Jawa mulai terangkat sekitar dua
juta tahun yang lalu. Proses pelarutan
batuan itu pun berjalan hingga kini
menghasilkan deretan bukit-bukit yang
terutama didominasi bentuk-bentuk
kubah. Sekalipun arti namanya gunung
seribu, kenyataannya bukit-bukit kubah
karst batugamping di sini dapat
mencapai jumlah lebih kurang lima ribu
bukit.

Sangat menarik ketika


pemerintahan Kabupaten Pacitan
menyadari karakteristik wilayah fisiknya
yang terdiri dari wilayah berbukit-bukit
karst, serta banyaknya gua. Hal itu
sedikitnya terlihat ketika tim EGI
melewati kantor Dinas Kebudayaan,
Pariwisata, Pemuda dan Olahraga,
Kabupaten Pacitan. Di pagarnya
terbentang spanduk bertuliskan
Kawasan Kars Pacitan Menuju Geopark
Global. Di lain tempat, Pacitan telah
mencanangkan sendiri sebagai Kota
1001 Gua (Gambar 3).

Di sinilah duduk persoalannya.


Wilayah karst memang unik dan langka.
Hal itu sudah pasti akan menjadi daya
tarik wisata. Namun di balik itu terdapat
kerentanan wilayah karst. Dengan
banyaknya lubang-lubang pada batuan,
wilayah ini jelas rentan terhadap
pencemaran air bawah tanah. Selain itu
banyak kecenderungan dan godaan
dalam pengusahaan batu kapur untuk
semen atau untuk tepung kalsium-
karbonat yang eksploitasinya adalah
dengan penggalian dan pembakaran.
Usaha-usaha ini jelas mendatangkan
keuntungan finansial yang instan,
berbeda dengan usaha pariwisata yang
perlu perencanaan, manajemen, atau
pemeliharaan yang panjang. Maka,
umumnya pemerintah daerah cenderung
tidak sabar dengan usaha pariwisata ini.

Sebagai contoh, dari


pencanangan 1001 gua di Pacitan, baru
dua buah gua yang telah dikenal
sebagai daerah tujuan wisata: Gua
Tabuhan dan Gua Gong. Keduanya
berada di Kecamatan Punung dan
menjadi daya tarik wisata utama karst
Gunung Sewu di Provinsi Jawa Timur.
Di Gua Tabuhan, daya tariknya terletak
dari atraksi karawitan Jawa dengan
memanfaatkan beberapa stalaktit yang
selaras dengan nada-nada musik.
Dengan ditambah satu gendang dan
dua pesinden, melantunlah lima lagu
Jawa yang merdu di ruang gua yang
berukuran kira-kira 16 x 32 m yang
atapnya digantungi berpuluh-puluh
stalaktit. Seperti di sebuah ruang
pertunjukan, stalaktitnya seperti lampu-
lampu kristal yang menggantung dan
suara musik mengalun merdu di dalam
ruang gua yang ternyata memiliki akustik
alami luar biasa itu. Sungguh atraksi
pariwisata yang menarik, selain juga ikut
memerdayakan masyarakat setempat
mendapatkan keuntungan dari aktivitas
pariwisata tersebut.

Gua Gong yang tidak begitu jauh


dari Gua Tabuhan mempunyai daya tarik
yang berbeda. Di dalam gua ini, hiasan
gua berkembang secara spektakular.
Ratusan stalaktit dengan struktur kristal
kalsit bening, besar dan kecil,
menggantung dari langit-langit gua.
Salah satu dari stalaktit itu adalah
stalaktit besar yang tepat berada dekat
dengan jalur dan tangga wisatawan.
Lalu inilah dampak yang perlu untuk
dicermati: setiap wisatawan meraba
kristal yang tadinya bening tersebut.
Saat saya mengunjungi bersama tim
EGI April 2010 ini setelah kunjungan
terakhir tahun 2007, kristal itu tampak
kusam dan hitam. Tampaknya,
pengelola harus mengubah jalur
wisatawan tidak melalui stalaktit itu.
Cukup dipandang dari jauh dengan
posisi jalur tangga lebih dari jangkauan
tangan wisatawan.

Selain menjadi daya tarik wisata,


gua-gua di karst Gunung Sewu di
Daerah pacitan ternyata menyimpan
kekayaan arkeologis yang diakui
internasional. Sejarah perkembangan
asal-usul manusia berpotensi muncul
dari gua-gua di Punung dan sekitarnya.
Penelitian-penelitain internasional sudah
sering dilakukan di Punung dan
menghasilkan tulisan-tulisan yang
bernas. Misalnya disertasi hasil
penelitian Forestier (2007) di Song
Keplek, sebuah gua ceruk, selain di
Song Terus, Gua Braholo, dan masih
banyak lagi (Simanjuntak dkk. 2004).

Ketika Pacitan mencanangkan


Kota 1001 Gua, pencanangan itu
mestinya tidak main-main. Artinya
Kabupaten Pacitan harus meyakinkan
masyarakat bahwa di daerahnya
memang terdapat seribu satu gua, dan
itu harus ada di dalam suatu daftar yang
meliputi nama gua, letak administratif,
koordinat geografis; syukur-syukur
dengan tambahan informasi yang
lengkap tentang setiap gua. Forestier
(2007) telah mendata sedikitnya 31 gua
dan song (gua ceruk) dengan tinggalan
artefak prasejarah. Banyak gua yang tidak
terdaftar karena tidak terdata sebagai situs
prasejarah, di antaranya Gua Gong
sendiri, Gua Kalak, dan banyak lagi.
Paling tidak, katakanlah, baru sekitar
seratus gua yang telah bernama dan
dikenal. Lalu bagaimana dengan 901
gua lainnya. Kelihatannya Kabupaten
Pacitan harus bekerja keras untuk
mendata gua-guanya agar tergenapi
1001 gua, sesuai dengan
pancanangannya.

Selamat bekerja keras bagi


Kabupaten Pacitan. Semoga
penggenapan seribu satu gua dapat
tercapai, dan rasanya akan mungkin
tercapai jika dikerjakan selama seribu
satu hari, lalu hasilnya membawa seribu
satu manfaat bagi masyarakatnya.

Pustaka

Forestier, H. (2007), Ribuan Gunung,


Ribuan Alat Batu, Prasejarah Song
Keplek, Gunung Sewu, Jawa Timur,
Kepustakaan Populer Gramedia,
Jakarta.
Simanjuntak, T., R. Handini, dan B.
Prasetyo (2004), Prasejarah Gunung
Sewu, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia,
Jakarta.

Pada artikel diatas disebutkan kata


karst.

Satuan Geomorfologi
1) Topografi Karst
Suatu bentuk lahan yang terjadi dari
hasil pelarutan yang dicirikan oleh
doline, uvala, menara karts, sinhole, dan
kokpit. Lereng landai sampai terjal,
denganproses solusi dan longsoran
batuan. Jneis batuan sedimen
didominasi oleh batuan kapur, material
permukaan dari liat sampai kerikil.
Drainase baik, jenis tanah Renzina, dan
Mediteran.

2) Datran Tinggi Karst


Suatu bentuk lahan yang relatif datar
dengan struktur horisontal pada daerah
karts dan lebih tinggi daripada daerah
sekitarnya. Lereng datar sampai agak
miring, jenis batuan sedimen kapur.
Material permukaan dari liat sampai
pasir, drainase baik, jenis tanah
Mediteran dan Renzina.
3) Perbukitan Kartstik Terkikis
Suatu bentuk lahan berbukut yang
menyerupai topografi karst tetapi tidak
mempunyai karakteristik dominan dari
suatu lahan karst. Lereng miring sampai
terjal, proses erosi. Jenis batuan kapur
dan batuan sedimen lainnya, material
permukaan liat sampai pasir. Drainase
baik, jenis tanah Renzina dan Mediteran.
4) Dataran Aluvial Karst
Suatu bentuk lahan dataran yang
terdapat pada daerah topografi karst.
Lereng datar sampai agak miring,
proses yang dominan sedimentasi. Jenis
batuan sedimen kapur, material
permukaan liat sampai pasir. Drainase
baik, jeins tanah Mediteran dan Renzina.

5) Lembah Kering Dan Ngarai Karst


Suatu bentuk lahan depresi yang
terdapat pada topografi karst. Lereng
agak miring sampai agak curam dengan
proses erosi. Jenis batuan sedimen
kapur, material permukaan liat sampai
pasir. Drainase baik, jenis tanah
Renzina dan Mediteran.
Tentang satuan Geomorfologi

Bentuk-bentuk pada permukaan


yang dihasilkan oleh peristiwa-peristiwa
geomorfik berdasarkan kesamaan dalam
bentuk dan pola aliran sungai dapat
dikelompokkan ke dalam satuan yang
sama. Tujuan dari pengelompokkan ini
adalah untuk dapat memisahkan daerah
konstruksional dengan daerah
detruksional. Kemudian masing-masing
satuan dapat dibagi lagi menjadi
subsatuan berdasarkan struktur dan
tahapan (untuk konstruksional) serta
berdasarkan deposisional (untuk
destruksional).

Klasifikasi Satuan Geomorfologi


menurut Van Zuidam (1983)

Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan


asal viulkanik (van Zuidam,1983
Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan
asal karst (van Zuidam,1983)
Bentuk lahan asal Aeolian
Bentuk lahan asal Denudasional
Bentuk lahan asal Marin
Bentuk lahan asal glasial
Bentuk lahan asal structural
Klasifikasi Satuan Geomorfologi
menurut Verstappen (1985)

Klasifikasi unit geomorfologi bentuklahan


asal vulkanik (Verstappen, 198 )
Bentuk lahan asal kars

Bentuk lahan asal Aeolian

Bentuk lahan asal denudasional

Bentuk lahan asal structural


Bentuk lahan asal fluvial

Bentuk lahan asal glacial


Bentuk asal Marin

Daftar Pustaka

-http://thebestteam0014.blogspot.co.id
diakses pada tanggal 8 september 2017
pukul 01:00 wib

-http://arsiptambang.blogspot.co.id
diakses pada tanggal 8 september 2017
pukul 01:00 wib

- www.academia.edu kata kunci:Bentang


alam menurut Van Zuidam dan
Verstappen diakses pada tanggal 8
september 2017 pukul 01:00 wib

Anda mungkin juga menyukai