Anda di halaman 1dari 21

PETA GEOMORFOLOGI SURAKARTA

Dibagian utara pada peta dijumpai dataran rendah lajur solo. Terdapat banyak singkapan batuan
yang berbeda-beda,terdapat juga singkapan yang henak selaras karena singkapanya ada yang
terendapkan dan tersingkap. Terdapat lpattan sinklin dan antiklin. Terdapatnya symbol warna
hijau bulat menandakan adanya terendapkan batuan dan tektonik terlipat adanya tekanan dan
terendapkan. Adanya alluvium tua berisi konglomerat,batupasir,lanau dan lempung. Tetap
sinklin terjadi sebelum formasi baturento yang tidak ikut terlipat.

Selain itu, terdapat juga endapan lain. Adanya formasi wanosari punung yang berisi batu
gamping,batu gamping napalan-tufan,batugamping konglomerat,batupasir,dan lanau.adanya
sinklin dan antiklin. Secara geologi apabilaterdapat batu gamping bisa menandakan bahwa
dulunya daerah itu merupakan laut dangkal.

Dibagian atas peta didominasi oleh formasi batuan gunung merapi yang berisi breksi gunung
api,lava dan tuff yang umumnya terdapat diendapkan di gunung api.

Terdapat juga formasi similar yang dapat juga endapa batuan tuff,breksi,batuapung dasitan,dan
batu pasir. Di gunung ap lawu terdapat edapa breski guung api,lava dan tuff. Pada formasi
similar dan formasi sambit yang berisi batupasir dan batulempung dipotong dengan formasi
nglanggaran yang berisi breksi gunung api,konglomerat dan lava andesit basalt dan tuff. Selain
itu terdapat sesar down dan up.

Terdapat sungai oyo (sungai utama) yang berasal dari daerah gunung krakala sampai dengan
moyobo. Selain itu terdapat juga sungai dengkleng yang ikut bercabang ke sungai bengawan solo
dan bermuara diwaduk gajah mungkur terdapat sungai Brambang yang terusa mengalir melewati
sidomulyo. Terdapat mata ar disekitaran singkapa batugampng yang sudah ada sejak jaman
miosen. Terdapat juga alian metamorf sekis dipalung laut di formasi wonosari punung yang
selain itu terdapat batugamping,batupasir,konglomerat,dan berisi lempung.lanau,pasir,da kerikil.

PROSES TERJADINYA SIKLUS BATUAN


1. Magma Mengkristal dan Membeku

Proses pertama proses terjadinya siklus batuan terjadi saat magma mengkristal. Magma
merupakan sumber utama batuan yang ada di permukaan bumi. Setelah itu magma akan
membeku dan mengkristal di gunung berapi saat mengalami erupsi.

Magma yang keluar saat erupsi dan sampai ke permukaan bumi dikenal dengan sebutan magma
ekstrusif. Magma yang keluar akan membeku dan kemudian akan berubah menjadi batuan beku.
Jenis-jenis batuan beku pun banyak ditemui di sekitar gunung berapi.
2. Batuan Beku Mengalami Pelaupukan dan Erosi Menjadi Sedimen

Setelah kristalisasi magma, proses kedua dalam siklus batu-batuan adalah pelapukan batuan.
Proses ini terjadi saat batuan beku mengalami pelapukan karena pengaruh berbagai hal seiring
berjalannya waktu. Perubahan cuaca menjadi faktor utama pelapukan batuan beku.

Batuan beku yang berada di permukaan bumi mengalami pelapukan lebih cepat karena sering
terkena hujan, angin dan panas matahari. Sementara batuan beku yang tidak ada di permukaan
bumi juga akan melapuk, meski jangka waktunya lebih lama.

Proses siklus batuan berikutnya adalah erosi. Pengertian erosi adalah proses pengikisan padatan
yang merupakan akibat dari interaksi air, udara dan hujan serta es. Pada siklus batuan, erosi
terjadi setelah batuan mengalam proses pelapukan. Proses erosi dibantu oleh air yang akan
menyingkirkan material hasil pelapukan ke wilayah lain.

3. Endapan Material Menjadi Batuan Sedimen

Berikutnya akan terjadi proses pengendapan pada batuan. Material yang terangkut air hasil
pelapukan dan erosi akan berkumpul pada satu tempat secara terus menerus. Akhirnya material
tersebut akan mengendap hingga menimbulkan tumpukan material dalam satu titik.

Endapan dari hasil pelapukan batuan beku itu akan mengeras dan terus menumpuk. Lama
kelamaan endapan batuan tersebut akan membentuk batuan sedimen atau batuan endapan. Ketika
ada air atau molekul lain yang masuk, butir batuan sedimen akan semakin terikat lebih erat satu
dengan yang lain.

4. Batuan Sedimen Menerima Tekanan dan Panas Bumi Menjadi Batuan Metamorf

Batuan sedimen awalnya akan berada di bawah permukaan bumi, namun lama kelamaan akan
mengalami proses pengangkatan lalu akan terkubur dan bergerak semakin dalam. Hal ini
membuat batuan tersebut menerima tekanan dan energi panas bumi yang meningkat.

Batuan sedimen kemudian akan berubah menjadi batuan jenis lain yaitu metamorf karena
pengaruh tekanan dan suhu tinggi tersebut. Sementara itu sebagian dari batuan sedimen juga bisa
melapuk karena waktu. Hasil pelapukannya mengendap dan mengeras. Yang menghasilkan
batuan sedimen jenis baru.

5. Batuan Metamorf Meleleh Menjadi Magma

Proses terakhir pada siklus batuan adalah kembali ke magma. Batuan metamorf atau malihan
juga mengalami pelapukan dan kembali berubah menjadi batuan sedimen. Struktur yang berbeda
juga membuat batuan metamorf akan meleleh dan kembali menjadi magma.

Magma yang membeku lalu mengalami pelapukan diikuti dengan erosi dan pengendapan hingga
terbentuknya sedimen dan metamorf. Proses siklus batuan ini akan terus berulang, dari awalnya
adalah magma hingga kemudian kembali berubah menjadi magma lagi.
STRUKTUR GEOLOGI PAPUA
Sejarah Geologi Papua

Gambar 1. Peta Geologi Papua Yang Di Sederhanahkan


Keterangan:
Warna Biru= batu gamping atau dolomite
Warna Merah=Batuan beku atau malihan
Warna Abu-abu=Sedimen lepas(kerikil, pasir, lanau)
Warna Kuning=Sedimen Padu(tak terbedakan)

Geologi Papua merupakan priode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang pada
tepi Utara Kraton Australia yang pasif yang berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir.
Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam
dan mengendapkan batuan klatik kuarsa, termasuk lapisan batuan merah karbonan, dan berbagai
batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batu gamping New Guinea yang berumur Miosen.
Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai 12.000 meter.

Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua,yang merupakan
akibat dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan berumur Eosen pada Lempeng
Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus,
turbidit karbonan pada sisii benuamembentuk Jalur Metamorf Rouffae yang dikenal sebagai
“Metamorf Dorewo”Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah terjadinya sekresi (penciutan)
LempengPasifik ke tas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua.

Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah OrogenesaMelanesia


yang berawal dipertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanyatumbukan Kraton Australia
dengan Lempeng Pasifik.Hal ini mengakibatkandeformasi dan pengangkatan kuat batuan
sedimen Karbon-Miosen (CT), dan membentuk Jalur Aktif Papua. Kelompok Batugamping New
Guinea kini terletak pada Pegunungan Tengah. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang komplek
dengan kemiringan ke arah utara,sesar naik yang mengarah ke Selatan, lipatan kuat ataurebah
dengan kemiringan sayap ke arah selatan Orogenesa Melanesia inidiperkirakan mencapai
puncaknya pada Pliosen Tengah.
Dari pertengahan Miosen sampai Plistosen, cekungan molase berkembang baik ke Utara
maupun Selatan. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegununganmenghasilkan detritus yang
diendapkan di cekungan-cekungan sehingga mencapaiketebalan 3.000 - 12.000 meter.Pemetaan
Regional yang dilakukan oleh PT Freeport, menemukan paling tidak pernah terjadi tiga fase
magmatisme di daerah Pegunungan Tengah. Secara umum,umur magmatisme diperkirakan
berkurang ke arah selatan dari utara dengan polayang dikenali oleh Davies (1990) di Papua
Nugini.

Fase magmatisme tertua terdiri dari terobosan gabroik sampai dioritik,diperkirakan


berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik Derewo. Fase kedua magmatisme
berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir dalam Kelompok Kembelangan pada sisi Selatan
Patahan Orogenesa MelanesiaDerewo yang berumur Miosen Akhir sampai Miosen Awal.
Magmatisme termudadan terpenting berupa instrusi dioritik sampai monzonitik yang dikontrol
olehsuatu patahan yang aktif mulai Pliosen Tengah sampai kini. Batuan-Batuan intrusitersebut
menerobos hingga mencapai Kelompok Batugamping New Guinea, dimanaendapan porphiri Cu-
Au dapat terbentuk seperti Tembagapura dan OK Tedi diPapua Nugini.

Tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik yang terus berlangsunghingga


sekarang menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan molase tersebut.Menurut Smith
(1990),sebagai akibat benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan
batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah
mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen
danmineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat -tempat
konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat padalajur Pegunungan
Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg,Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll),
Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa, Dawagu, Mogo Mogo Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu,
Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga.
Sementara didaerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute

  B.     Evolusi Tektonik Pulau Papua


Teori tektonik lempeng merupakan teori yang dapat menjelaskan mengenai pergerakan
lempeng-lempeng di muka bumi dan telah diterima umum sebagai teori yang valid dari sebuah
teori geologi. Teori ini menjelaskan bahwa di permukaan bumi ini, terdapat 7 lempeng besar
dan lempeng-lempeng(lithosfer) kecil lainnya. Kesemuanya mempunyai pergerakan aktif dan
dinamik sebagai akibat kegiatan energi di inti bumi. Tiap-tiap lempeng terdiri dari kerak benua
(continental crust) dan kerak samudera(oceanic crust), yang kesemuanya bergerak relative
terhadap sesamanya. Bagian selatan Pulau Papua merupakan tepi utara dari benua paling kuno,
yaitu Gondwanaland Termasuk dalam bagian benua ini adalah Benua Antartika, Benua
Australia, India, Amerika Selatan, Selandia baru, dan Kaledonia Baru.

Pembentukan Pulau Papua telah banyak didiskusikan oleh para ahli geologi dan
mendapat perhatian yang cukup besar karena geologinya yang kompleks tersebut

Pada mulanya pulau Papua merupakan dasar lautan Pasifik yang paling dalam. Awal
terpisahnya benua yang mencakup Papua di dalamnya(Benua Australia) terjadi pada masa
Kretasius Tengah(kurang lebih 100 juta tahun yang lalu). Lempeng Benua India-Australia(atau
biasa disebut Lempeng Australia) bergerak ke arah Utara keluar dari posisi kutubnya dan
bertubrukkan dengan Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah Barat.

Pulau Papua merupakan pulau yang terbentuk dari endapan ( sedimentation) dengan masa
yang panjang pada tepi utara kraton Australia yang pasif dimulai pada Zaman Karbon sampai
Tersier Akhir. Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal,
sampai laut dalam dan mengendapkan batuan klastik kuarsa, termasuk lapisan batuan klastik
karbonat, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batugamping New
Guinea berumur Miocen. Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai lebih dari 12.000 meter.

Selain itu, Papua juga terbentuk berdasarkan pertumbukan yang dihasilkan dari interaksi
konvergen kedua lempeng yaitu Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia, dijelaskan bahwa
Lempeng Pasifik mengalami subduksi sehingga lempeng ini berada di bawah Lempeng
Australia. Pada saat dimulainya gerakan ke utara dan rotasi dari benua super ini, seluruh Papua
dan Australia bagian utara berada di bawah permukaan laut. Bagian daratan paling Utara
pada Lempeng India-Australia antara 90-100 juta tahun lalu berada pada 48 Lintang Selata
yang merupakan titik pertemuan Lempeng India-Australia dan Pasifik. Ketika Lempeng India-
Australia dan Lempeng Pasifik bertemu di sekitar 40 juta tahun lalu, Pulau Papua mulai muncul
di permukaan laut pada sekitar 35 Lintang Selatan, dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa
subduksi antara ke-2 lempeng tersebut telah menyebabkan endapan Benua Australia terangkat
sehingga memunculkan Pulau Papua. Proses ini berlanjut selama masa Pleistosen hingga Pulau
Papua terbentuk seperti sekarang ini. Proses pengangkatan ini berdasarkan skala waktu geologi,
kecepatannya adalah 2,5km per juta tahun.

Apabila dijabarkan berdasarkan periode-periodenya, maka aktivitas tektonik penting


yang menjadi cikal bakal Papua saat ini terjadi melalui beberapa tahap, yaitu:
1.      Pada Kala Oligosen terjadi pergerakan tektonik besar pertama di Papua,yang merupakan akibat
dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan berumur Eosen pada Lempeng
Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus dan
turbidit karbonat pada sisi benua sehingga membentuk Jalur “Metamorf Rouffae yang dikenal
sebagai “Metamorf Dorewo". Akibat lebih lanjut dari aktivitas tektonik ini adalah terjadinya
sekresi ( penciutan) Lempeng Pasifik ke atas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua.
2.      Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa Melanesia yang
dimulai pada pertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan Kraton Australia
dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat dari batuan
sedimen Karbon-Miosen(CT) dan membentuk Jalur Aktif Peristiwa tektonik penting kedua
yang melibatkan Papua adalah Orogenesa Melanesia yang dimulai pada pertengahan Miosen
yang diakibatkan oleh adanya tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini
mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat dari batuan sedimen Karbon-Miosen(CT) dan
membentuk Jalur Aktif
Gambar 2. Periode terbentuknya Pulau Papua

Proses konvergen antar lempeng juga mengakibatkan terbentuknya pegunungan di Papua.


Pegunungan tersebut adalah Pegunungan Jayawijaya yang memiliki Puncak Jaya sebagai
puncak tertinggi di Asia Tenggara dan Australia dengan ketinggian 4.884 mdpl. Pada
pegunungan ini ditemukan fosil hewan laut yang sekaligus merupakan bukti bahwa Papua
dahulu merupakan dasar lautan yang mengalami pengangkatan. Puncak Wijaya mempunyai
salju yang diyakini sebagai salju abadi.

Gambar 3. Puncak Wijaya yang memiliki salju abadi

Gambar 4. Garis batas antara Lempeng Sunda dan Sahul


Berdasarkan proses geologi yang terjadi berpuluh-puluh juta tahun tersebut, 3 ahli Geologi
yaitu Wallace, Weber dan Lydekker berusaha menarik garis batas antara Lempeng Sahul dan
Lempeng Sunda seperti terlihat pada gambar di bawah ini:

  C.    Geologi Regional Papua


Peristiwa-peristiwa geologi di Papua telah banyak diteliti dan dipelajari oleh para ahli
geologi. Pelopor penelitian adalahVisser dan Hermes(1962), sejak itu pulau ini menjadi pusat
perhatian bagi para ahli geologi, geofisika, maupun ahli eksplorasi.Para ilmuwan yang meneliti
pulau ini umumnya berpendapat bahwa orogenesis( pengangkatan) pada kala Oligosen adalah
awal mulainya proses tektonik di Papua hingga terbentuk fisiografi yang terlihat pada masa
sekarang ini dan lazim dikenal sebagai Orogen Melanesia.Orogenesis ini menghasilkan 3
mandala geologi, sehingga Dow et al.(1986) membagi geologi Papua menjadi 3 lajur
berdasarkan stratigrafi, magmatik, dan tektoniknya, yaitu
1.      Kawasan Samudera Utara yang dicirikan oleh ofiolit dan busur vulkanik kepulauan(Oceanic
Province) sebagai bagian dari Lempeng Pasifik.Batuan-batuan ofiolit pada umumnya tersingkap
di sayap utara Pengunungan Tengah Papua dan Papua Nugini.
2.      Kawasan Samudera Utara yang dicirikan oleh ofiolit dan busur vulkanik kepulauan(Oceanic
Province) sebagai bagian dari Lempeng Pasifik. Batuan-batuan ofiolit pada umumnya
tersingkap di sayap utara Pengunungan Tengah Papua dan Papua Nugini.
3.      Lajur peralihan yang terdiri atas batuan termalihkan(metamorf) dan terdeformasi sangat kuat
secara regional. Lajur ini terletak di tengah (central range) dan memisahkan kelompok 1 dengan
kelompok 2 dengan batas-batas sesar-sesar sungkup dan geser.

Dow et al.(2005), juga menjelaskan ciri dominan dari perkembangan geologi Papua
merupakan transformasi antara sejarah tektonik dari batuan mantap kraton Australia dan
Lempeng Pasifik di satu sisi, dan periode tektonik yang berlanjut dari zona deformasi di sisi
lainnya( New Guinea Mobile Belt). Dari paparan di sepanjang tepi Utara dan dari eksplorasi
permukaan bawah( sub-surface) di sebelah Selatan, serta pencatatan lengkap sejarah geologi
hingga saat ini menunjukkan, bahwa batuan dari kraton Australia pada sebagian besar wilayah
ini dicirikan oleh sedimentasi palung(shelf sedimentation). Hanya sebagian kecil yang
dipengaruhi oleh proses tektonik dari zaman Paleozoik Awal hingga Tersier Akhir. Batuan
Lempeng Pasifik yang terpaparkan di Papua berumur lebih muda. Terlepas dari batuan mantel
sesar naik yang kemungkinan berumur Mesozoik dan beberapa kerak Samudera Jurasik,
Lempeng Pasifik ini terdiri atas volkanik busur kepulauan dan subordinat kerak samudera
berumur Palaeogen.

Sedangkan pembagian geologi Papua hanya berdasarkan tektoniknya Davies et al.


(1996) dalam Evolution of the Papuan Basin dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 5. Pembagian geologi Papua menjadi 3 provinsi tektonik : SW atau southwest cratonic
zone, C atau central collisional zone atau zona tubrukan tengah NE atau northeastern islands dan
jajaran yang terbentuk akibat aktivitas volkanik Cainozoic

  D.    Seting Tektonik Papua


Geologi di wilayah ini sangat kompleks karena kawasan ini terbentuk dari dua interaksi
lempeng yaitu lempeng Australia dan lempeng pasifik sehingga menghasilkan bentukan yang
khas. Dan periode pembentukannya lebih dikenal dengan Orogenesa Melanesia. Orogenesa ini
mengakibatkan pola struktur irian jaya menjadi sangat rumit dan khas. Secara keseluruhan unsur
ini diakibatkan oleh gaya pemampatan berarah barat daya-timur laut, searah dengan tumbukan
Dow, drr (1984).

Ada dua bagian kerak utama yang terlibat di Irian Jaya yaitu kraton australia dan kerak
pasifik. Yang pertama adalah mantap dan menjadi dasar bagian selatan, sedangkan yang kedua
merupakan alas pantai utara (termasuk teluk cendarwasih, dow, drr, 1982)(gb.1). daerah badan
burung merupakan jalur memanjang dari timur ke barat yang telah mengalami pelipatan. Jalur ini
disebut sesar naik pegunungan tengah (JSNPT).

Seting tektonik Papua telah mendapatkan banyak perhatian dari beberapa ahli geologi
seperti Dow dkk(1985), Smith(1990) dan Mark Closs(1990). Ulasan dari ahli-ahli ini dapat
dijadikan sebagai kerangka dalam menerangkan posisi dan sejarah tektonik Papua. Konfigurasi
tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng Australia, yang
berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan
Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi
yang diidentifikasi berkaitan erat dengan perkembangan proses magmatik dan pembentukan
busur gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi emas phorpir dan emas epithermal.
Gambar 5.Seting Tektonik Papua

Keterangan:
MTFB= Mamberamo Thrust and Fold Belt
WO =Weyland Overthrust
WT=Waipona Trough
TAFZ =Tarera-Aiduna Fault Zone
RFZ = Ransiki Fault Zone
LFB=Lengguru Fault Belt
SFZ =Sorong Fault Zone
YFZ =Yapen Fault Zone
MO =Misool-Onin High
Tanda panah menunjukkan gerakan relatif antara Lempeng Pasifik dan Australia.

Zona deformasi yang berada di sebelah Timur adalah bagian dari NewGuinea Mobile
Belt (Sabuk Mobil New Guinea) dan merupakan campuran dari batuan kraton Australia dan
Lempeng Pasifik. Walaupun pencatatannya terpisah- pisah, terdapat bukti bahwa batuannya
berasal dari tektonik utama pada episode Paleozoik Pertengahan dan Oligosen maupun episode
beku dalam Paleozoik Pertengahan, Triasik, Kretasius, dan Miosen Pertengahan. Akan
tetapi,sebaran paling luas dari aktivitas tektonik dan volkanik dimulai pada Miosen Akhir dan
berlanjut hingga sekarang ini yang disebut Melanesian Orogeny(Dow and Sukamto, 1984)

Dari gambar di atas diketahui bahwa wilayah Papua sangat berpotensi terhadap
terjadinya gempa tektonik maupun tsunami. Terdapat sejumlah lipatang ( folding) maupun sesar
naik sebagai akibat dari interaksi konvergen lempeng-lempeng bersangkutan, seperti Sesar
Sorong, Sesar Ransiki, dan Sesar Lungguru. Fakta menunjukkan bahwa akhir-akhir ini Papua
kerap digoncang gempa, bahkan pada saat terjadi gempa dan tsunami yang menimpa Jepang
beberapa waktu lalu, Papua juga ikut merasakan getaran gempa
a.   Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35-5 JT) 
Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental Australia terjadi pemekaran yang
mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok Batugamping New Guinea selama Oligosen Awal
Miosen dan pergerakan lempeng ke arah utara berlangsung cepat dan menerus.
Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman,
membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar kerak samudera selama periode
44 – 24 Juta Tahun yang lampau (JT). Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek
intrusi yang terjadi pada Oligosen Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan,
Komplek Porphir West Delta Kali Sute di Kepala Burung Papua. Selanjutnya pada Pertengahan
Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada bagian tepi selatan Lempeng Samudera Solomon dan
pada bagian utara dan Timur Laut Lempeng Australia. Kejadian ini membentuk Sabuk Ofiolit
Papua dan pada bagian kepala Burung Papua diekspresikan oleh adanya Formasi Tamrau.
Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada Lempeng Samudera Solomon ke arah
utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah selatan masuk ke lempeng Australia membentuk
busur Kontinen Calc Alkali Moon Utawa dan busur Maramuni di New Guinea.
b.        Periode Miosen Akhir Sampai Plistosen (15 – 2 JTL) 

 
Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Australia di New Guinea sangat
dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari Lempeng Solomon. Pelelehan sebagian ini
mengakibatkan pembentukan Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia 18 –
7 Juta Tahun. Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya prospek emas sulfida
ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha dan Unigolf, sedangkan Maramuni di utara,
Lempeng Samudera Solomon menunjam terus di bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya
penciutan ukuran selama Miosen Akhir.
Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng Australia terus berlanjut dan pengrusakan
pada Lempeng Samudra Solomon terus berlangsung mengakibatkan tumbukan di perbatasan
bagian utara dengan Busur Melanesia. Busur tersebut terdiri dari gundukan tebal busur
kepulauan Gunung Api dan sedimen depan busur membentuk bagian Landasan Sayap Miosen
seperti yang diekspresikan oleh Gunung Api Mandi di Blok Tosem dan Gunung Api Batanta dan
Blok Arfak.
Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan kenampakan berbentuk sutur antara Busur
Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang diduduki oleh Busur Gunung Api
Mandi dan Arfak terus berlangsung terus hingga 10 juta tahun yang lalu dan merupakan akhir
dan penunjaman dan perkembangan dari busur Moon Utawa. Kenampakan seperti jahitan
ditafsirkan dari bentukan tertutup dari barat ke timur mulai dari Sorong, Koor, Ransiki, Yapen,
dan Ramu Zona Patahan Markam.

Pasca tumbukan gerakan mengiri searah kemiringan ditafsirkan terjadi sepanjang Sorong,
Yapen, Bintuni dan Zona Patahan Aiduna, membentuk kerangka tektonik di daerah Kepala
Burung. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng
Australia. Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini menggambarkan
bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda dibanding dengan bagian timur.
Intensitas perubahan ke arah kemiringan tumbukan semakin bertambah ke arah timur. Akibat
tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan di bagian cekungan

paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme perkembangan Jalur Sesar Naik
Papua. Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar searah kemiringan konvergensi
antara pergerakan ke utara lempeng Australia dan pergerakan ke barat lempeng Pasifik
mengakibatkan terjadinya resultante NE-SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan
pergerakan evolusi tektonik Papua cenderung ke arah Utara – Barat sampai sekarang.
Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan yang diakibatkan oleh
tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini digambarkan oleh irisan stratigrafi di bagian
mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng Australia yang
membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur sesar naik ini dibatasi oleh
batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai kejadian pada Miosen Awal. Perbatasan
bagian selatan dari sesar naik ini ditandai oleh adanya batuan dasar Precambrian yang terpotong
di sepanjang jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran bahwa terjadi
peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada 4 – 3,5 juta tahun yang lalu (Weyland,
1993). Selama Pliosen (7 – 1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe
magma I suatu tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber
mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Okeitadi.
Selama pliosen (3,5 – 2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi
pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari
peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Australia yang diakibatkan oleh adanya
pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi landasan dari
Blok Kemum.
Menurut (Smith 1990), Sebagai akibat benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah
terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen
diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu
selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan
emas dan perak. Tempat – tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan
terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg,
Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa – Dawagu, Mogo-Mogo
Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-
Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga.
Sementara itu dengan adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang
terdiri dari :Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Island (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi
& Arfak Volc), Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), memungkinkan
terdapatnya logam emas.

  E.     Stratigrafi Papua


Geologi Irian Jaya secara garis besar dibedakan ke dalam tiga kelompok batuan penyusan
utama yaitu: (a) batuan kraton Australia; (b) batuan lempeng pasifik; dan (c) batuan campuran
dari kedua lempeng. Litologi yang terakhir ini batuan bentukan dari orogenesa Melanesia.
Batuan yang berasal dari kraton Australia terutama tersusun oleh batuan alas, batuan malihan
berderajat rendah dan tinggi sebagian telah diintrusi oleh batuan granit di sebelah barat, batuan
ini berumur palaezoikum akhir, secara selaras ditindih oleh sedimen paparan mesozoikum dan
batuan sedimen yang lebih muda , batuan vulkanik dan batuan malihan hingga tersier akhir.
(dow, drr,1985). Singkapan yang baik dan menerus dapat diamati sepanjang daerah batas tepi.
Utara dan pegunungan tengah.

Batuan lempeng pasifik umumnya lebih muda dan tersusun terutama oleh batuan ultrabasa,
tuf berbutir halus dan batuan sedimen laut dalam yang diduga berumur jura batuan mesozoikum
lainnya yang berasal dari kerak samudera seperti batuan ultramafik (kompleks ofiolit) dan batuan
plutonik berkomposisi mafik. Kelompok batuan ini tersungkupkan dan terakrasikan di atas kerak
kontinen Australia karena bertumbukan dengan lempeng pasifik. Keadaan ini membentuk pola
pegunungan kasar di daerah pegunungan tengah bagian utara. Jalur ofiolit membantang kearah
timur barat sejauh 400 km dan lebih dari 50 km lebar (dow dan sukamto,1984, lihat stratigrafi.

Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas:


1.      Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi Awigatoh
sebagai batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambium. Formasi ini juga disebut Formasi
Nerewip oleh Parris(1994) di dalam lembar Peta Timika.Formasi ini terdiri dari batuan
metabasalt, metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping, batu serpih dan batu lempung.
Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem. Formasi Kariem sendiri
tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan batu serpih dan batu
lempung. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium yang
didasarkan pada posisi stratigrafinya yang berada di bawah Formasi Modio yang berumum ilur
Devon. Penentuan umur Formasi Modia dilakukan dengan metode fision track dari mineral
zirkon yaitu 650+ 6,3 juta tahun yang lalu (Quarles van Ufford,1996).

Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem
yang ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir
kuarsa berlapis sedang dengan sisipan konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan berumur
Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium.

Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi menjadi 2
bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik
dolostone berlapis baik. Sedangkan dibagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari
batupasir berbutir halus dengan internal struktur seperti planar dan silang siur, serta laminasi
sejajar. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan fission track yang
menghasilkan Silur-Devon. Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di atasnya
ditafsirkan sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996).

Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan batubara,
dan ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi
ini ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan
kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm.

Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni, batuan dasar yang berumur


Paleozoikum terutama tersingkap di sebelah timur kepala Burung yang dikenal sebagai Tinggian
Kemum, serta disekitar Gunung Bijih Mining Access (GBMA) yaitu di sebelah barat daya
Pegunungan Tengah. Batuan dasar tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh
batusabak, filit dan kuarsit. Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi oleh bitit Granit yang
berumur Karbon yang disebut sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum
ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon sampai Awal Karbon (Pigram dkk, 1982).

Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam. Di sekitar
Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim.
Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di lingkungan
laut dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara tidak selaras
oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).

2.      Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik


a)      Formasi Tipuma
Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga dekat perbatasan di
sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan berwarna merah terang dengan sedikit bercak
hijau muda. Formasi ini terdiri dari batu lempung dan batupasir kasar sampai halus yang
berwarna abu-abu kehijauan dengan ketebalan sekitar 550 meter. Umur formasi ini diperkirakan
sekitar Trias Tengah sampai Atas dan diendapkan di lingkungan supratidal.

b)      Formasi Kelompok Kembelangan


Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Papua Barat hingga Arafura Platform. Bagian
atas dari kelompok ini disebut formasi Jass. Kelompok Kembelangan terdiri atas lapis batu
debu dan batu lumpur karboniferus pada lapisan bawah batu pasir kuarsa glaukonitik butiran-
halus serta sedikit shale pada lapisan atas. Kelompok ini berhubungan dengan formasi Waripi
dari kelompok Batuan Gamping New Guinea atau New GuineaLimestone Group( NGLG).
c)      Formasi Batu Gamping New Guinea
Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan Cenozoik, Pulau New
Guinea dicirikan oleh pengendapan(deposisi) karbonat yang dikenal sebagai Kelompok Batu
Gamping New Guinea( NGLG). Kelompok ini berada di atas Kelompok Kembelangan dan
terdiri atas empat formasi, yaitu(1). Formasi Waripi Paleosen hingga Eosen;(2). Formasi Fumai
Eosen;(3) Formasi Sirga Eosin Awal;(3). Formasi Imskin; dan(4). Formasi Kais Miosen
Pertengahan hingga Oligosen.

3.      Sedimentasi Senosoik Akhir


Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental Australia dicirikan oleh
sekuensi silisiklastik yang tebalnya berkilometer, berada di atas strata karbonat Miosen
Pertengahan. Di Papua dikenal 3(tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua Barat,
yaitu formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-turut
dijumpai di Cekungan Salawati dan Bintuni.

4.      Kenozoikum
Grup Batu gamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua ke muada
adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga dan Formasi Kais.

Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupsir kuarsa
diendapkan di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini
diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal (sampai
15 meter) yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan batupasir kuarasa
dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500 meter.

Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga merupakan
sedimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat
berbutir halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur
Eosen.
`Formasi sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari
batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengnadung fosil foraminifera, dan batuserpih
yang setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal
dan berumur Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais terutama
tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan lanau, batuserpih
karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara Awal Miosen sampai Pertengahan
Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter.

5.      Miosen sampai Recent.


Pada Miosen sampai recent, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang dikenal sebagai
Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir seumur dan mempunyai kesamaan litologi,
yaitu batuan silisiklastik dengan ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga formasi tersebut di atas
mempunyai hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di daerah Badan Bururng
pada bagian bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat. Formasi Klasafat yang berumur
Mio-Pliosen dan terdiri dari batupasir lempungan dan batulanau secara selaras ditindih oleh
Formasi Klasaman dan Steenkool.

Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan bajir,
terutama terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari rombakan batuan yang
lebih tua.

6.      Stratigrafi Lempeng Pasifik


Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas batuan asal penutup (mantle derived rock),
island-arc volcanis dan sedimen laut dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak dijumpai
luas sepanjang sabuk Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara Pegunungan
Gauttier dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk oleh batuan
ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam Lempeng Pasifik
dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc. Satuan ini disebut
Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau Yapen dan Pegunungan Cycloop.
Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga Pliosen

7.      Stratigrafi Zona Transisi


Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan dalam zona deformasi.
Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zona transisi atau peralihan, yang terutama terdiri
atas batuan metamorfik. Batuan metamorfik ini membentuk sabuk kontinyu(>1000 km) dari
Papua hingga Papua New Guinea
  F.     Mendala Struktur Daerah Irian Jaya
a. Irian jaya bagian timur
  1)      Jalur Sesar Naik New Guinea (JSNNG)(JSNNG)
Jalur Sesar Naik New Guinea merupakan jalur lasak irian (jalasir) yang sangat luas, terutama di
daerah tengah-selatan badan burung. Jalur ini melintasi seluruh zona yang ada di daerah sebelah
timur New Guinea yang menerus kearah barat dan dikenal sebagai jalur sesar naik pegunungan
tengah (JSNPT). Zona JSNNG-JSNPT merupakan zona interaksi antara lempeng Australia dan
pasifik. Lebih dari setengah bagian selatan New guinea ini dialasi oleh batuan yang tak
terdeformasikan dari kerak benua. Zone JSNPT, di utara dibatasi oleh sesar yapen, sesar sungkup
mamberamo. Batas tepi barat oleh sesar benawi torricelli dan di selatan oleh sesar naik foreland.
Sesar terakhir yang membatasi JSSNG ini diduga aktif sebelum orogen melanesia.

  2)      Jalur sesar naik pegunungan tengah (JSNPT)


JSNPT merupakan jalur sesar sungkup yang berarah timur-barat dengan panjang 100 km,
menempati daerah pegunungan tengah Irian Jaya. Batuannnya dicirikan oleh kerak benua yang
terdeformasikan sangat kuat. Sesar sungkup telah menyeret batuan alas yang berumur perm,
batuan penutup berumur mesozoikum dan batuan sedimen laut dangkal yang berumur tersier
awal ke arah selatan. Di beberapa tempat kelompok batuan ini terlipat kuat. Satuan litologi yang
paling dominan di JSNPT ialah batu gamping new guinea dengan ketebalan mencapai 2000 m.
Sesar sungkup JSNPT dihasilkan oleh gaya pemampatan yang sangat intensif dan kuat dengan
komponen utama berasal dari arah utara. Gaya ini juga menghasilkan beberapa jenis antiklin
dengan kemiringan curam bahkan sampai mengalami pembalikan (overtuning). Proses ini juga
menghasilkan sesar balik yang bersudut lebar (reserve fault). Penebalan batuan kerak yang
diduga terbentuk pada awal pliosen ini memodifikasi bentuk daerah JSNPT. Periode ini juga
menandai kerak yang bergerak ke arah utara.membentuk sesar sungkup. Mamberamo (the
mamberamo thrust belt) dan mengawali alih tempat gautier (the gautier offset).
  3)      Jalur sesar naik Mamberamo
Jalur sesar ini memanjang 100 km ke arah selatan dan terdiri dari sesar anak dan sesar geser
(shear) sehingga menyesarkan batuan plioesten formasi mamberamo dan batuan kerak pasifik
yang ada di bawahnya. (gb. 3). William, drr (1984) mengenali daerah luas dengan pola struktur
tak teratur. Di sepanjang jalur sesar sungkup dijumpai intrusi poton-poton batuan serpih (shale
diapirs) dengan radius seluas 50 km, hal ini menandakan zona lemah (sesar). Poton-poton
lumpur ini biasanya mempunyai garis tengah beberapa kilometer, umumnya terdiri dari lempung
terkersikkan dan komponen batuan tak terpilahkan dengan besar ukuran fragmen beberapa
milimeter hingga ratusan meter. Sekarang poton lumpur ini masih aktif dan membentuk teras-
teras sungai.

b. Irian jaya barat


1.      Zona sesar sorong
Batas lempeng pasifik yang terdapat di Irian Jaya barat berupa sesar mengiri yang dikenal
dengan sistem sesar Sorong-Yapen (gambar). Zona sesar ini lebarnya 15 km dengan pergeseran
diperkirakan mencapai 500 km (dow, drr.,1985). Sesar ini dicirikan oleh potongan-potongan
sesar yang tidak teratur, dan dijumpai adanya bongkahan beberapa jenis litologi yang setempat
dikenali sebagai batuan bancuh. Zone sesar ini di sebelah selatan dibatasi oleh kerak kontinen
tinggian kemum dan sedimen cekungan selawati yang juga menindih kerak di bagian barat. Di
utara sesar geser ini ditutupi oleh laut, tetapi di pantai utara menunjukkan harga anomali positif
tinggi.

Hal ini menandakan bahwa dasar laut ini dibentuk oleh batuan kerak samudera. lima kilometer
kearah barat daya batuan kerak pasifik tersingkap di pulau Batanta, terdiri dari lava bawah laut
dan batuan gunung api busur kepulauan.

Perederan beberapa ratus kilometer dari zona sesar Sorong-Yapen pertama kali dikenal oleh
Visser Hermes (1962). Adalah sesar mengiri dan berlangsung sejak Miosen Tengah. Kejadian ini
didukung oleh bergesernya anggota batu serpih formasi Tamrau berumur Jura-Kapur yang telah
terseret sejauh 260 km dari tempat semula yang ada disebelah timurnya (lihat pergeseran sesar
Wandamen dibagian Timur) dan hadirnya blok batuan vulkanik alih tempat (allochtonous) yang
berumur Miosen Tengah sejauh 140 km di daerah batas barat laut Pulau Salawati (Visser &
Hermes, 1962)

2.      Zona Sesar Wandamen


Sesar Wandamen (Dow,1984) merupakan kelanjutan dari belokan Sesar Ransiki ke Utara dan
membentuk batas tepi timur laut daerah kepala burung memanjang ke Barat daya pantai sasera,
dan dari zona kompleks sesar yang sajajar dengan leher burung. Geologi daerah Zona Sesar
Wandamen terdiri dari batuan alas berumur Paleozoikum Awal, batuan penutup paparan dan
batuan sediment yang berasal dari lereng benua. Kelompok ini dipisahkan oleh zona dislokasi
dengan lebar sampai ratusan kilometer, terdiri dari sesar-sesar sangat curam dan zona perlipatan
isoklinal.

Perubahan zona arah sesar Wandamen dari Tenggara ke Timur di tandai bergabungnya sesar-
sesar tersebut dengan sesar Sungkup Weyland. Timbulnya alih tempat (allochtonous) yang tidak
luas tersusun oleh batuan sedimen mezozoic. Diatas satuan ini diendapkan kelompok batu
gamping New Guenia. Jalur sesar Wandamen dan Sesar Sungkup lainya di zona ini merupakan
bagian dari barat laut JSNPT.
3.      Jalur Lipatan Lengguru (Lengguru Fold Belt)
Jalur Lipatan lengguru (JLL) adalah merupakan daerah bertopografi relative rendah jarang
yang mencapai ketinggian 1000 m di atas muka laut. Daerah ini dicirikan oleh pegunungan
dengan jurus yang memenjang hingga mencapai 50 km, batuanya tersusun oleh batu gamping
New Guenia yang resistan. Jalur lipatan ini menempati daerah segitiga leher burung dengan
panjang 3000 km dan lebar 100 km dibagian paling selatan dan lebar 30 km dibagian utara.
Termasuk di daerah ini adalah batuan paparan sediment klastik Mesozoikum yang secara selaras
ditindih oleh batu gamping New Guenia (Kapur awal miosen). Batuan penutup ini telah
mengalami penutupan dan tersesar kuat. Pengerutan atau lebih dikenal dengan thin skin
deformation berarah barat laut dan hampir searah dengan posisi leher burung. Intensitas
perlipatan tersebut cenderung melemah kea rah utara zona perlipatan dan meningkat kearah
timur laut yang berbatasan dengan zona
4.      Sesar Wandemen (Dow, drr.,1984)
JLL adalah thin slab kerak benua yang telah tersungkup-sungkup kan kearah barat daya
diatas kerak benua Kepala Burung (Subduksi menyusut = oblique subduction). Jalur ini telah
mengalami rotasi searah jarum jam (antara 75-80). Porsi bagian tengah dari JLL ini terlipat kuat
sehingga menimbulkan pengerutan. Dow drr (1985) menyarankan pengkerutan kerak (crustal
shortening) ini sebesar 40-60 km. diperkirakan proses pemendekan tersebut masih berlangsung
hingga sekarang. Jalur JLL di sebelah timur dibatasi oleh Sesar Wandamen di selatan oleh sesar
Tarera Aiduna dan dibagian barat oleh sesaar aguni. Hal ini dapat menutup kemungkinan bahwa
jalur JLL merupakan perangkap hidrokarbon jenis struktur yang melibatkan batuan alas akibat
gaya berat memampat.

AIR TANAH BANDUNG


HUBUNGAN GEOLOGI DENGAN TAMBANG
Geologi sebagai ilmu yang mempelajari bumi, mempunyai peranan penting di dalam bidang
pertambangan terutama dalam penataan lingkungan daerah pertambangan, yang kajian utamanya
adalah membahas karakteristik fisik dan kimiawi lingkungan pertambangan yang meliputi aspek-
aspek Klimatologi, Geomorfologi, Geologi, dan Hidrogeologi. Bentuk roman muka bumi
(bentang alam) yang sesuai untuk suatu kawasan pertambangan ditentukan berdasarkan hasil
pengamatan terhadap lansekap lapangan yang meliputi relief, kemiringan lereng, ketinggian
daerah (elevasi), pola pengaliran sungai, litologi, dan struktur geologi yang berkembang.
Pembukaan kawasan pertambangan pada daerah dengan morfologi curam/terjal perlu

ditunjang oleh beberapa kegiatan geologi teknik/hidrogeologi seperti pemeliharaan stabilitas

lereng (slope stability) dan penirisan (dewatering), untuk menghindari terjadinya

longsor/runtuhan akibat dibukanya jalan (road cuts) dan sistem penambangan yang diterapkan.

Dalam suatu operasi pertambangan, perlu dipertimbangkan faktor dampak negatif yang dapat

ditimbulkan oleh pengambilan tanah penutup, batuan dan mineral-mineral ekonomis.


Aspek Klimatologi

Pada aspek klimotologi kajiannya mengenai iklim suatu daerah termasuk di dalamnya

cuaca, temperatur, kelembaban udara, curah hujan, arah dan kecepatan angin. Iklim dibedakan

menjadi iklim tropis (tropis basah dan kering), sub tropis (iklim gurun, semi gurun, iklim sedang,

dan mediteranian), iklim dingin (sub arktik) dan kutub.

Aspek  Geomorfologi

Pada aspek geomorfologi geologi memiliki peranan penting dalam menganalisis bentuk

roman muka bumi, topografi, dan pola aliran sungai untuk mengetahui model penambangan yang

sesuai pada daerah tersebut. Selain itu, bahaya geologi (geological hazards) yang mungkin

timbul sebagai akibat dari proses-proses geologi dibatasi hanya pada bahaya geologi yang sering

terjadi dan menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda. (American Geological Institute,

1973, dalam Adjat Sudradjat, 1975). Thornbury (1969)

 Adapun jenis jenis bahaya geologi tersebut adalah bahaya longsor/gerakan tanah, bahaya

gunungapi, bahaya gempabumi, dan bahaya buatan. Dalam aspek ini juga dibahas tentang

Pengelolaan Resiko Bencana (Disaster Risk Management), Pengurangan Resiko Bencana

(Disaster Risk Reduction),dan  Rencana Tindak Untuk Pengurangan Resiko Bencana (Action

Plan for Disaster Risk Reduction).

Aspek Geologi

Geologi adalah ilmu yang mempelajari batuan penyusun kerak bumi dan proses-proses

yang berlangsung di dalamnya. Oleh karena itu, mengenal macam dan sifat batuan serta struktur

geologi yang berkembang menjadi sangat penting di dalam geologi tatalingkungan dalam bidang

pertambangan. Macam dan sifat batuan serta struktur geologi tentang bentuk arsitektur batuan

sebagai hasil dari proses deformasi dan memberi pemahaman mengenai jenis-jenis dan
mekanisme pembentukan struktur geologi dan tektonik yang terlibat dalam deformasi batuan dan

mekanisme utama asal dari sumber gaya deformasi pada batuaN, dituangkan dalam suatu peta

yang disebut peta geologi.

Aspek Geohidrologi

Hidrogeologi adalah suatu studi interaksi antara kerja kerangka batuan dan airtanah yang

dalam prosesnya menyangkut aspek-aspek kimia dan fisika yang terjadi di dekat atau di bawah

permukaan bumi (Kodoatie, 1996). Berbicara hidrogeologi tidak akan lepas dari daur hidrologi

sebagai berikut; evaporasi dari tanah atau air laut dan transpirasi dari tumbuh-tumbuhan –

kondensasi dalam awan – presipitasi dalam bentuk hujan – infiltrasi dan perkolasi ke dalam

tanah atau menjadi air limpasan (sungai dan danau) – kembali evapotranspirasi (Davies dan

DeWiest, 1966, dalam Rahn, 1996).

Beberapa aspek tersebut di atas selain memiliki potensi pengembangan yang dapat

dipertimbangkan untuk membuka suatu kawasan pertambangan, juga memiliki potensi bencana

geologi yang harus diantisipasi oleh suatu operasi pertambangan.

Reklamasi lahan pasca penambangan harus dilakukan baik pada area fasilitas penunjang

pertambangan (jalan, jembatan, bangunan-bangunan, daerah pengendapan tailing, dsb) maupun

area penggalian bahan tambang (daerah bekas eksplorasi maupun eksploitasi). Reklamasi ini

merupakan persyaratan paling penting bagi daerah tambang, karena tingginya peran

pertambangan dalam degradasi lingkungan dan bencana geologi. Bencana geologi adalah suatu

istilah umum yang digunakan untuk menyebut potensi kerugian yang terjadi akibat interaksi

antara manusia dengan alam atau antara manusia dengan teknologinya (Burton, dkk, 1978, dalam

Lundgren, 1986).
Reklamasi pada daerah bekas pemboran eksplorasi, daerah bekas penambangan maupun

lahan tailing yang tidak produktif dapat dilakukan dengan percobaan untuk menanam tanaman

pertanian yang produktif dan berkelanjutan. Namun demikian, perlu dicatat disini bahwa suksesi

rehabilitasi lahan pasca penambangan ini memerlukan waktu yang cukup lama, terutama daerah

pengendapan tailing yang harus menunggu hingga pengendapan tailing berakhir. Oleh karena itu,

pemilihan tanaman yang cepat tumbuh (seperti rumput-rumputan, beringin, atau tanaman hutan

lainnya) akan menjadi lebih berarti pada saat ini, baru kemudian dilanjutkan dengan program

agronomi lainnya secara bertahap. Mengingat proses reklamasi ini memakan waktu yang cukup

lama, maka perlu diimbangi oleh kegiatan lain yang dapat mencegah meluasnya kerusakan

ekosistem di sekitar daerah tambang.

Pada dasarnya hubungan antara ilmu geologi dan lingkungan tidak dapat dipisahkan,

mengingat permasalahan lingkungan yang muncul sebagai akibat dari eksploitasi sumberdaya

alam merupakan subyek dan obyek dari ilmu geologi. Itulah mengapa pentingya peranan geologi

di bidang pertambangan terutama dalam penataan lingkungan pasca penambangan.

Anda mungkin juga menyukai