Anda di halaman 1dari 27

A.

Defenisi Caving
Caving berasal dari kata cave, yang artinya adalah
gua. Jadi Caving itu adalah kegiatan penelusuran yang
ditelusuri oleh manusia. Kegiatan penelusuran gua juga
biasa di kenal dengan Caving merupakan gabungan dari
kegiatan mendaki gunung, memanjat, berenang bahkan
menyelam semuanya dilakukan dalam kondisi gelap
gulita.

Caving merupakan salah satu kegiatan speleologi.


Sedangkan speleologi berasal dari bahasa yunani, yaitu
spelion: gua dan logos: ilmu. Jadi speleologi adalah
ilmu yang mempelajari gua, dan lingkungan sekitarnya.
Hubungan speleologi dengan Caving adalah dua
hal yang berbeda tapi berkaitan satu sama lain. Yang
dimaksud dengan kegiatan speleologi adalah kegiatan
yang bertujuan untuk mempelajari gua dan
lingkungannya. Oleh sebab itu untuk melakukan
kegiatan penelusurn kita juga harus memahami
speleologi.
Di Indonesia ilmu speleologi berkembang pada
tahun 1980-an,
Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak lepas
dari keadaan gelap total. Justru keadaan yang seperti
ini yang menjadi daya tarik bagi seorang caver.
Petualangan di lorong gelap bawah tanah
menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin
tahu yang besar bercampur dengan perasaan cemas
karena gelap total, ada apa dalam kegelapan itu?
Adakah kehidupan disana? Membahayakankah?.
Jika sebagian orang enggan untuk mendekati
lubang gelap menganga maka para penelusur gua
justru masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilo meter
jauhnya. Lubang kecil apapun tak luput dari
perhatian, jika perlu akan ditelusuri tempat yang
paling dalam sekalipun. Nah Sehingga apabila orang
bertanya “mengapa mereka memasuki gua?”
jawabannya yaitu suatu kepuasan bagi seorang
penelusur gua ketika lampu/lilin yang dibawanya
merupakan sinar pertama yang menangkapkan
sebuah pemandangan yang menakjubkan dibawah
tanah.

B. Sejarah Penelusuran Gua (Caving)


Penelusuran gua pertama kali dilakuakan oleh
John Beamont, seorang ahli bedah dari Somerset,
England pada tahun 1674. Namun penelusuran tersebut
tidak dilandasi oleh tujuan yang jelas, sehingga
pelaksanaanya kurang matang. Sedangkan orang yang
berjasa dalam mendeskripsikan gua dengan tujuan
ilmiah adalah Baron Johan Valsavor (Slonia) sipenulis
tahun 1670-1680. Dia berhasil memasuki 70 gua,
membuat peta, sketsa dan menyusun buku setebal 2800
halaman.
Sedangkan penelusuran gua di Indonesia, mulai
muncul pada tahun 1980 di Specavina oleh Norman
Edwin dan Dr. Robbi K.T.Ko, yang selanjutnya
bercabang menjadi “Gerba Bumi”.
Garba Bumi yaitu sekelompok penelusur gua yang
berkiblat kepetualangan dan olahraga, serta
Hikespi yaitu sekelompok penelusur gua yang
berakiblat pada penelitian ilmiah dan konservasi.
Dapat disimpulkan bahwa manusia sudah
mengenal gua sejak puluhan tahun silam yang terbesar
di benua Afrika dan Amerika.

C. Ilmu yang Berkaitan dengan Gua


Dalam mempelajari speleologi memerlukan
pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, antara lain:
1. Hidrologi Karst
Hidrologi Kars yaitu ilmu yang mempelajari
tentang sistem perairan pada kawasan karst.
2. Speleoganesis
Speleoganesis merupakan ilmu yang
mempelajari tentang proses terbentuknya gua.
3. Biospeleologi
Biospeleologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang kehidupan yang terdapat didalam gua.
4. Geomorfologi Karst
Geomorfologi Karst adalah ilmu yang
mempelajari tentang bentukan alam di dalam gua.
5. Sedimentology Gua
Sedimentology Gua adalah ilmu yang
mempelajari tentang sedimen gua.
6. Antropologi
Antropologi yaitu ilmu yang mempelajari
tentang kehidupan manusia,
7. Arkeologi
Arkeologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang
peninggalan kebudayaan manusia masa lalu.
8. Klimatologi
Klimatologi yaitu ilmu yang mempelajari
tentang iklim suatu daerah.
9. Paleontology
Paleontology yaitu ilmu yang mempelajari
tentang fosil binatang maupun tumbuhan masa lalu.

10. Speleokronologi
Speleokronologi yaitu ilmu yang mempelajari
tentang urutan atau kejadian dari pembentukan
hingga perkembangan gua
D. Jenis dan Fungsi Gua
1. Jenis Jenis Gua
a. Berdasarkan ukurannya gua dibagi menjadi dua
jenis, antara lain:
1) Gua Mikro yaitu gua yang berukuran kecil,
hanya bisa dilewati binatang kecil. Seperti gua
yang dibuat oleh semut.
2) Gua Makro yaitu gua yang ukurannya cukup
besar yang bisa dimasuki oleh manusia.
b. Berdasarkan letak dan batuan pembetukannya,
dibagi menjadi beberapa yaitu:
1) Gua Lava, yaitu terbentuk akibat pergeseran
permukaan bawah tanah akibat gejala keaktifan
vulkanologi, biasanya sangat rapuh karena
terbentuk dari batuan muda (endapan lahar)
dan tidak memililki batuan yang khas.
2) Gua Es, yaitu gua yang terbentuk dari desakan
air atau es yang mencair sehingga membentuk
lorong-lorong.
3) Gua Fosil yaitu gua kering yang tidak ada aliran
didalamnya.
4) Gua Litoral yaitu gua yang terbentuk akibat
terpaan air laut (abrasi), sesuai dengan
namanya terdapat didaerah pantai, palung laut
ataupun ditebing muara sungai.
5) Gua Batu Kapur yaitu gua yang
pembentukannya terdiri dari batu kapur atau
batu gamping.
c. Berdarkan bentuknya, gua dibagi menjadi dua
diantaranya:
1) Gua Vertikal yaitu gua yang mulutnya
berbentuk dinding terjal atau tegak, sehingga
dalam menuruninya memerlukan peralatan naik
(ascender) dan peralatan turun (descender).
2) Gua horizontal yaitu gua yang berbentuk relatif
mendatar, ditelusuri dengan berjalan,
merangkak, berenang dan teknik-teknik
penelusuran gua lainnya.

2. Fungsi Gua
a. Tempat berlindung hewan dan manusia
b. Tempat pengembangan mineral
c. Fasilitas penyangga microekosistem yang sangat
peka dan vital bagi kehidupan makroekosistem di
luar gua
d. Sebagai obyek wisata
e. Sebagai obyek sosial budaya
f. Gudang air tanah potensial sepanjang tahun
g. Laboratorium Ilmiah yang peka, lengkap dan
langka.
E. Teknik dan Peralatan Penelusuran Gua
1. Teknik Penelusuran Gua
a. Gua Vertikal
Teknik yang digunakan dalam penelusuran
gua tersebut adalah dengan cara SRT (Single
Rope Technique) ini adalah teknik untuk melewati
lintasan vertikal, atau dengan lintasan tali. Namun
di Indonesia khususnya di Yogyakarta memakai
sistem frog rig. Adapun peralatan yang
digunakan dalam system ini adalah:
1) Seat harness: digunakan untuk mengikat tubuh
yang dipasang pada pinggang dan paha.
2) Chest harnest: digunakan untuk mengikat seat
harness di dada, biasanya menggunakan
webbing.
3) Ascender: digunakan untuk naik atau memanjat
lintasan. Ascender dibedakan menjadi hand
ascender (jummar) digunakan unutk dipegang
ditangan dan chest ascender (croll) digunakan
untuk dikaitkan didada.
4) Descender: digunakan untuk menuruni
lintasan. Ada banyak descender yang
digunakan seperti auto stop, gri-gri dan figure
of eight.
5) Mailon Rapid (MR): ada tiga macam yaitu delta
MR digunakan untuk menyambung dua loop
seat harness, semi circular MR digunakan
untuk menyambung dua loop seat harness,
ovar MR digunakan untuk menyambung chest
discender dengan delta MR atau semi circular
MR.
6) Cowstail: dibuat dengan tali dynamic yang
disimpul dengan salah satu talinya yang
pendek. Tali yang pendek digunakan sebagai
pengaman atau tambatan pengaman. Tali yang
panjang digunakan untuk menghubungkan
hand ascender dengan tubuh. Di kedua ujung
cowstail dipasang dua carabiner delta non
screw.
7) Foot loop dan karmantel rope: digunakan
sebagai pijakan kaki dan dihubungkan dengan
ascender. Ada beberapa macam foot loop yang
digunakan, yaitu single foot loop, double foot
loop dan stirrup.
Karena lorong vertikal tidak merata dan
berbeda-beda, maka untuk keselamatan dan
kemudahan saat melewati lintasan, maka ada
beberapa variasi atau cara melakukan lintasan
sebagai konsekuensinya, yaitu:
a) Lintasan lurus: yaitu lintasan yang lurus atau
lurus kebawah tanpa ada gesekan lintasan
dengan dinding gua.
b)Lintasan deviasi: berguna untuk
menghilangkan friksi tali dengan dinding gua,
dibuat dengan cara menarik tali kearah luar
gesekan.
c) Lintasan sambungan: dipakai pada lintasan
dimana satu buah tali terpaksa disambung
untuk mencapai dasar pitch.
d)Lintasan intermediate: bertujuan untuk
menghilangkan friksi tali dengan dinding gua,
dengan membuat anchor pada titik gesekan.

Dengan sistem SRT, teknik menuruni menjadi


sangat mudah dan nyaman, dibandingkan
penggunaan tangga gantung yang rumit. Yang
harus diingat ialah ketika melakukan SRT badan
kita harus selalu berada dalam kondisi aman dalam
artian paling tidak satu buah pengaman yang
menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal ini,
pengaman yang paling terakhir dilepas dan paling
awal dipasang adalah cow’s tail. Cara menuruni tali
(Abseiling) Pertama pasang cowstail pada back up
belay, kemudian pasang tali pada descender.
Setelah descender terpasang, lepaskan cowstail dan
lakukan abseling. Tangan kiri pada descender
sedangkan tangan kanan memegang tali bawah
sebagai kontrol laju pada waktu turun.
b. Gua horizontal
Medan pada gua horizontal sangat
bervariasi, mulai pada lorong-lorong yang mudah
ditelusuri sampai lorong yang membutuhkan
teknik khusus untuk melewatinya. Dalam
penelusuran horizontal, kita lakukan gerak, jalan,
membungkuk, merangkak, merayap, tengkurap,
dan terlentang serta menyelam dan berenang.
Dengkul dan ujung siku merupakan sisi penting
buat penelusur atau caver. Teknik dalam
penelusuran gua horizontal
1) Swimming
Lorong yang berlumpur dapat dengan
mudah dilewati apabila lumpur tersebut tidak
tebal, apabila lumpur tebal untuk melewati
kalau kita bergerak dengan posisi berenang.
Dengan posisi ini kita dapat bergerak dengan
mudah dan dapat menghemat tenaga.
2) Diving
Untuk kondisi lorong gua yang berair dan
kita belum mengetahui bagaimana kondisinya
maka kita akan perlu fasilitas pendukung,
seperti pelampung, perahu karet bahkan
mungkin alat selam, teknik diving digunakan
untuk melewati lorong yang seluruh bagiannya
oleh air misalnya sump, siphon.
3) Climbing
Dalam suatu penelusuran gua, terkadang
kita menjumpai adanya waterfaal atau air
terjun, maupun lorong-lorong yang berada
diatas kita yang masih bisa kita jangkau. Untuk
meneruskan penelusuran gua, kita harus
menggunakan teknik climbing, serta jika
memungkinkan menggunakan pengaman sisip
yang biasanya digunakan dalam pemanjatan.
2. Perlengkapan atau peralatan penelusur gua
Kegiatan penelusuran gua didukung oleh
penguasaan teknik dan peralatan yang memadai.
Kriteria pemilihan perlengkapan dan peralatan
penelusuran gua adalah:
a. Standar keamanan (safety)
b. Kekuatan daya tahan, maksudnya disini alat yang
digunakan harus diketahui kekuatan dan beban
maksimal yang direkomendasikan.
c. Fungsional, maksudnya pemilihan peralatan perlu
diperhatikan fungsi alat, hal ini berkaitan dengan
penggunaan yang efektif dan efisien. Selain
fungsi dasar, perlu dipahami fungsi-fungsi pada
alat. Penggunaan alat akurat, tepat guna dan
sesuai dengan kebutuhan, faktor yang
diperhatikan adalah:
1) Peralatan pribadi (personal equipment)
a) Helm speleo, ialah melindungi kepala dari
benturan.
b)Pencahayaan atau alat penerangan, ialah
memberikan penerangan. Disini ada
beberapa macam diantaranya seperti alat
elektrik (senter, headleam) non elektrik
(karbit, lilin).
c) Cover all (baju lapangan), pakaian pelindung.
Maksudnya adalah sebuah pakaian yang
khusus untuk penelusur gua. Pakaian ini
modelnya menyambung (baju dan celana)
atau bisa dikatakan seperti baju kodok yang
dapat melindungi tim ekspedisi dari gesekan,
air dan lumpur.
d)Survival kit, berbeda dengan survival kit di
gunung hutan karena yang di khususkan
pada perlengkapan ini adalah bagaimana
menghadap keterbatasan di gua. Biasanya
digunakan adalah cahaya, logistik, obat
obatan.
e) Masker, di gunakan untuk mengurangi atau
mengidari terhirupnya gas dan bahan
beracun yang tim ekspedisi temui didalam
gua.
2) Peralatan tim (team equipment)
a) Tali karmantel (carmantel rope) adalah tali
yang digunakan harus benar-benar
mempunyai kualitas yang baik dan
memerlukan perawatan yang baik pula. Tali
yang digunakan adalah tali static.
b)Carabiner, adalah digunakan sebagai pengait
atau penghubung atau mempunyai beberapa
macam yaitu carabiner screw dan carabiner
non screw.
c) Webbing, digunakan sebagai pengait atau
penghubung dan bisa juga digunakan untuk
pemasangan tambatan.
d)Pengaman sisip, digunakan sebagai anchor
bila tidak menemukan tambatan alam (natural
anchor), dapat berupa chock, hexentric, frien.
e) Piton atau paku tebing, fungsinya sebagai
anchor.
f) Driver atau hand rill, sebagai bor batuan.
g)Hammer. Fungsinya sebagai palu.
h)Split, pengaman yang ditanam ke batuan dan
dapat lepas kembali.
i) Hanger, dihubungkan dengan split yang
tertanam. Jenisnya adalah plate, ring, twist,
cloen, asimetric.
j) Tas, biasanya digunakan tackle bag yang
terbuat dari bahan yang kuat dan berbentuk
simpel.
k) Ladder atau tangga tali, digunakan sebagai
lintasan manakala lintasan yang ada tidak
terlau dalam
l) Perahu karet
m) Kompas
n)Kamera
o)Topofil

F. Ornament Ornament Gua (Speleothem)


Dalam proses pembentukan lorong terdapat
bentuk-bentuk ornamen gua (Speleothem), yakni:
1. Stalagmite, adalah ornamen gua yang terbentuk dari
proses stalagtit, ketika air menetes jatuh ke lantai
gua, terjadi penguapan air maka timbul penumpukkan
larutan kapur yang membentuk kerucut memanjang
dan meruncing ke atas.
2. Stalagtit, yaitu ornament gua yang membentuk ujung
atau memanjang dan meruncing ke bawah, menempel
pada atap gua. Hal ini terhadi karena adanya air
menetes melalui titik kecil pada atap gua.
3. Column (pilar) adalah gabungan antara stalgmit dan
stalagtit.
4. Korden (drapery) adalah bentuknya sama seperti
stalagtit, hanya ukurannya yang berbeda memanjang
pada atap gua, sehingga bentuknya tumpul
menyerupai tirai-tirai seperti korden jendela yang
bergantung pada atap menuju kebawah dengan
lekukan-lekukannya.
5. Gourdam (dam), adalah bentuknya seperti kolam kecil
yang saling menyambung dan menumbuk sehingga
bentuk jaringan persis daerah persawahan. Terjadi
karena permukaan dari lantai gua tidak rata.
6. Helektite, adalah sama seperti bentuk stalagtit tetapi
ini aneh sekali karena bisa bercabang sejajar dengan
atap gua, bahkan pertumbuhannya kadang tidak
kebawah melainkan keatas menuju atap seperti
melawan daya tarik bumi (gravitasi).
7. Canopy, adalah penumpukan kapur pada celah
memanjang kebawah pada dinding gua yang
berbentuk seperti saparuh bola atau melengkuk
kebawah sedikit.
8. Chamber, adalah ruangan yang besar biasanya
digunakan untuk tempat istirahat didalam gua.
9. Straw adalah sama seperti pembentukan stalagtit
namun diameter atau ukurannya lebih kecil sebesar
tetesan air.
10. Curtain yaitu endapan yang berbentuk lembaran
yang terlipat, menggantung dilangit-langit gua atau
di dinding gua.
11. Aragonite, adalah Kristal yang berbentuk dari
CaCO3, jarang dijumpai oleh penelusur.
12. Flowstone, adalah terjadi karena adanya
penumpukan larutan kapur pada celah memanjang
yang horizontal pada dinding gua, sehingga
membentuk satu gundukan yang berbentuk lapisan
luarnya seperti air yang mengalir
13. Pearls, adalah proses terbentuk dari garis
gelombang yang terdapat pada potongan batu
gamping tersebut.
14. Teras (travertine), adalah merupakan kolom air pada
dasar gua yang mengalir dari suatu lantai yang lebih
rendah dan ketika menguap, kalsium karbonat
diendapkan ke lantai.
15. Marble, adalah proses batu gamping yang
mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan
oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur
yang unik dari batu tersebut.
16. Gours, adalah proses kumpulan kalsit yang
terbentuk didalam aliran air atau kemiringan tanah.
Aliran ini mengandung banyak CO2 semakin CO2
memuai (menguap), klasit yang terbentuk semakin
banyak. (putra,dkk,2017:21)
G. Sistem Anchor, dan Tali Temali
1. Anchor
Anchor adalah sebuah titik keamanan. Anchor
yang baik menjamin keselamatan penelusuran gua
saat menuruni sumuran (potholing) maupun pada
saat naik. Dalam vertikal caving dikenal sistem
backup dengan menggunakan beberapa titik (point).
Selain untuk keamanan juga agar tali tergantung
bebas (hang belay), guna menghindari gesekan batu.
Kegunaan lain anchor adalah untuk membelay
dan untuk keperluan tertentu, seperti hauling,
lowering, rescue dan lain-lain. Ada dua macam sisten
anchor, yaitu:
a. Anchor Alami (Natural Anchor)
Natural Anchor relatif sangat kuat, dengan
memanfaatkan batu, pohon dan lain-lain. Caranya
dengan melingkarkan sling pada batu atau pohon,
dapat juga menggunakan tali dengan simpul
bowline. Contoh Natural Anchor alami adalah:
1) Pada Pohon
Sebelum kita melakukan pembuatan anchor
pada pohon tersebut kita harus memeriksa
keadaan pohon terlebih dahulu, bagaimana
posisinya, besar pohonnya, dan lain-lain.
2) Pada boulder (bongkahan batu)
Jenis yang ini juga bisa kita gunakan sebagai
anchor, asalkan ukurannya besar dan tidak
rapuh. Tidak akan bergeser apabila kita beri
beban.
3) Pada lubang tembus
Dalam hal ini sebuah lubang bisa juga kita temui
pada dinding gua, lantai gua maupun atap gua,
sebelumnya kita harus memeriksa keadaan
batuan tersebut, bagaimana keutuhannya,
kekuatannya, sebelum kita membuat pengaman
tersebut.
4) Pada rekahan
Pada rekahan atau celah tersebut hal ini bisa
berbentuk dari pengikisan lapisan horizontal
maupun vertikal. Kita harus selalu melihat
keadaan rekahan ataupun celahan pada saat itu.
(hikespi,2012)
b. Anchor buatan (artificial anchor)
Dinding gua biasanya tidak mempunyai rekahan,
polos dan licin. Karenanya dibuat anchor buatan.
Dalam vertikal caving, dapat menggunakan bolt
sedangkan piton dan chock jarang digunakan.
(putra,dkk:2017.24)
2. Tali temali (knots)
Tali temali atau simpul dengan kata lainnya
adalah pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh
penelusur gua. Tali temali atau simpul yang biasa
digunakan dalam penelusuran gua, yakni:
a. Simpul nelayan
Simpul nelayan atau simpul menyambung tali,
yaitu berguna untuk mengikat ujung dua ujung tali
yang sama besar.
b. Simpul delapan
Simpul delapan berfungsi sebagai simpul wajib
pada pemanjat dan juga sebagai penambah back
up pada sistem penambatan pada saat membuat
pitch pada suatu pemanjatan. Simpul delapan
berguna untuk akhir pembuatan anchor dan bisa
juga untuk pengaman tubuh.
c. Simpul sembilan
Berguna pada saat turun repling
d. Simpul pita
Berguna untuk menyambung webbing.
e. Simpul butterfly
Simpul ini berguna untuk mengikat tali yang
prusik sehingga tidak terbebani, simpul ini
digunakan pada teknik vertikal.
f. Simpul Bowline
Berguna untuk membuat anchor karena sifatnya
semakin mengikat apabila mendapat beban.
g. Simpul Playboy atau rabbit knot
Berguna untuk penambatan tali yang dapat
dibagi dua beban dan bisa juga untuk repling.
h. Simpul jangkar
Berguna untuk mengikat tali pada tiang,
mengunci ikatan atau simpul membuat tandu
dalam keadaan darurat.
i. Simpul pangkal
Berguna untuk mengikat tali pada tiang sebagai
simpul permulaan.
j. Simpul prusik
Berguna untuk sebagai alat pengganti ascender
karena simpul ini pada awalnya untuk menaiki tali
karmantel yang lebih besar diameternya.
H. Bahaya Penelusuran Gua
Kegiatan penelusuran gua merupakan aktifitas yang
mengandung resiko tinggi. Hal ini disebabkan oleh gua
itu sendiri yang mempunyai medan atau pemandangan
yang berbeda. Bahaya-bahaya yang terjadi pada saat
penelusuran gua dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Antroposentrisme, adalah bahaya yang terjadi
terhadap manusia itu sendiri. Dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya:
a. Faktor manusia
1) Ceroboh
a) Kurang persiapan
b) Tidak menguasai teknik dan peralatan
c) Tidak menguasai teknik penelusuran
d) Terpeleset
2) Tersesat
a) Kurang pengamatan waktu masuk
b) Sumber cahaya habis
3) Tenggelam
a) Tidak dapat berenang
b) Dapat berenang tapi meremehkan alam
4) Salah dalam pembagian team penelusuran
a) Tidak sesuai dengan kemampuan
b) Pemabagian beban tidak merata
b. Faktor peralatan
1) Berkurangnya kualitas peralatan
a) Pemakaian berlebihan
b) Rusak
c) Friksi pada saat penggunaan
2) Penggunaan yang tidak semestinya
a) Terkena beban ungkit
b) Descending terlalu dalam atau terlalu cepat
3) Beban berlebihan
a) Salah pemasangan lintasan
b) Transfer barang
4) Penyusunan tidak terkontrol
a) Penyimpanan
b) Penggunaan
c) Pencucian
c. Faktor gua dan alam
1) Banjir
2) Runtuh
3) Gas berbahaya
4) Penyakit akibat virus
5) Binatang berbahaya
2. Speleosentrisme, yaitu bahaya yang dapat menimpa
gua, sebagai akibat digunakan sebagai tempat
penelusuran. Maka tak jarang bila gua-gua yang
mudah dijangkau oleh manusia sering terjadi
vandalis, yang seperti:
a. Pengotoran lingkungan gua
b. Perusakan ornamen gua
c. Corat-coret
d. Penambangan didalam gua serta perusakan
e. Perusakan sistem hidrologi
Antisipasi:
1) Memberlakukan prosedur perizinan yang ketat
2) Menciptakan SDM yang standart untuk
mengawasi / mengontrol gua yang sering
dikunjungi
3) Melibatkkan masyarakat untuk menjaga gua.
(khairul, 24:2014)
I. Kode Etik Penelusuran Gua
Sebelum memutuskan untuk melakukan kegiatan
caving, alangkah baiknya memahami dulu kode etik
caving, ini demi keselamatan dan kenyamanan dalam
menelusuri gua. Kode etik penelusuran gua antara lain:
1. Memahami Semboyan penggiat kegiatan alam, Ada
tiga poin penting dalam semboyan ini, yaitu:
a. tidak mengambil sesuatu kecuali mengambil
potret (take nothing but picture.)
b. tidak meninggalkan sesuatu, kecuali jejak kaki
(leave nothing but footprint)
c. tidak membunuh sesuatu kecuali waktu (kill
nothing but time)
2. Setiap penelusur gua sadar, bahwa setiap bentukan
alam didalam gua dibentuk dalam kurun waktu
ribuan tahun. Setiap usaha merusak gua, mengambil
/ memindahkan sesuatu didalam gua itu tanpa tujuan
jelas dan ilmiah selektif, akan mendatangkan
kerugian yang tidak dapar ditebus.
3. Setiap penelusur gua sadar, bahwa setiap bentukan
alam didalam gua dibentuk dalam kurun waktu
ribuan tahun. Setiap usaha merusak gua, mengambil
/ memindahkan sesuatu didalam gua itu tanpa tujuan
jelas dan ilmiah selektif, akan mendatangkan
kerugian yang tidak dapar ditebus.
4. Setiap menelusuri gua dan menelitinya, dilakukan
oleh penelusur gua dengan penuh respek, tanpa
mengganggu dan mengusir kehidupan bota dalam
gua.
5. Setiap penelusur gua menyadari bahwa kegiatan
speleologi, baik dari segi olahraga/ segi ilmiahnya
bukan merupakan usaha yang perlu dipertontonkan
dan tidak butuh penonton.
6. Dalam hal penelusuran gua, para penelusur gua
harus bertindak sewajarnya. Para penelusur gua
tidak memandang rendah keterampilan dan
kesanggupan sesama penelusur. Sebaliknya,
seseorang penelusur gua dianggap melanggar etika,
bila memaksakan dirinya untuk melakukan tindakan-
tindakan diluar batas kemampuan fisik dan
tekniknya, serta kesiapan mentalnya. Respek
terhadap sesama penelusur gua, ditunjukkan setiap
penelusur dengan cara :
a. Tidak menggunakan bahan/ peralatan, yang
ditinggalkan rombongan lain tanpa seizin mereka.
b. Tidak membahayakan penelusur lainnya, seperti
melempar kedalam gua, bila ada orang didalam
gua, memutuskan/ menyuruh memutuskan tali
yang sedang digunakan rombongan lain.
c. Tidak menghasut penduduk sekitar gua untuk
melarang/ menghalang-halangi rombongan lain
untuk memasuki gua, karena tidak satupun gua di
Indonesia milik perorangan, kecuali bila gua itu
dibeli yang bersangkutan.
d. Jangan melakukan penelitian yang sama, apabila
ada rombongan lain yang diketahui sedang
melakukan pekerjaan yang sama dan belum
mempublikasikannya dalam media massa/ dalam
media ilmiah.
e. Jangan gegabah menganggap anda penemu
sesuatu, kalau anda belum yakin betul bahwa
tidak ada orang lain, yang juga telah menemukan
pula sebelumnya, dan jangan melaporkan hal-hal
yang tidak benar demi sensasi dan ambisi pribadi,
karena hal ini berarti membohongi diri sendiri dan
dunia speleologi.
f. Setiap usaha penelusuran gua merupakan usaha
bersama. Bukan usaha yang dicapai sendiri.
Karenanya, setiap usaha mempublikasikan suatu
hasil penelusuran gua, tidak boleh dengan cara
menonjolkan prestasi pribadi, tanpa mengingat
bahwa setiap penelusuran gua merupakan
kegiatan tim.
g. Dalam suatu publikasi, jangan menjelek-jelekkan
nama sesama penelusur walaupun si penelusur
berbuat hal-hal yang negatif, kritik terhadap
sesama penelusur akan memberi gambaran
negatif terhadap semua penelusur.
J. Manajemen Penelusuran Gua
Kata manajemen tidak asing lagi bagi tim ekspedisi,
yang dimaksud manajemen adalah mengatur,
mengelolah. Maksudnya disini bagaimana cara tim
ekspedisi mengatur waktu atau sesuatu yang berkaitan
dengan kegiatan penelusuran gua. Kata manajemen
dalam penelusuran gua tersebut dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu: sebelum, selama, dan setelah
penelusuran pada gua. Diantara:
1. Sebelum penelusuran
a. Non teknis
1) Pengumpulan data dan informasi mengenai gua
yang akan penulis telusuri
2) Tentang perizinan dan masalah surat jalan atau
administrasi yang penulis bukukan
b. Teknis
1) Masalah perlengkapan yang dibutuhkan
2) Tentang jumlah personil yang memadai
3) Wajib meninggalkan pesan kepada orang lain
tentang pelaksanaan kegiatan penelusuran
2. Selama penelusuran
Selama penelusuran ada pembagian tugas dan
wewenang (kewajiban) dalam tim selama kegiatan
berlangsung sehingga terkoordinir dengan baik.
3. Setelah penelusuran
Setelah penelusuran tim ekspedisi harus
bertanggung jawab terhadap kegiatan yang telah tim
ekspedisi lakukan. Kesadaran dalam suatu kegiatan
sangat penting karena proses tidak akan pernah
menghianati hasil, diantaranya:
a. Checking peralatan
b. Perawatan peralatan
c. Evaluasi kegiatan
d. Pembuatan laporan kegiatan. (Putra,dkk,2017;33)

Anda mungkin juga menyukai