Anda di halaman 1dari 19

Teknik Telusur Gua (Caving)

I. PENDAHULUAN
1. Definisi Telusur Gua
Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan
menginjak puncak gunung es atau salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan lain di alam
bebas yang mulai berkembang, yaitu Telusur Gua.

Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam terbuka, tidak demikian halnya dengan telusur
gua ; kegiatan ini justru dilakukan di dalam tanah.

Telusur Gua atau Caving berasal dari kata cave, artinya gua. Menurut Mc Clurg, cave atau gua bearti “ruang
alamiah di dalam bumi”, yang biasanya terdiri dari ruangan-ruangan dan lorong-lorong.

Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak lepas
dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang menjadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk
seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap bawah tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan
ingin tahu yang besar bercampur dengan perasaan cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ?
membahayakankah ? adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana lorong-lorong itu terbentuk ?
Pertanyaan yang kemudian timbul, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya,
termasuk misteri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”. Ruang lingkup ilmu pengetahuan ini tidak
hanya keadaan fisik alamaiahnya saja, tetapi juga potensinya; meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata
lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya.

Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka para penelusur gua justru
masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil apapun tak luput dari perhatiannya, jika
perlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam sekalipun.

Mc. Clurg mencatat, setiap penelusuran gua tidak menginginkan lorong yang ditelusurinya berakhir, mereka
mengharapkan di setiap kelokan di dalam gua dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak pernah disaksikan
oleh siapapun sebelumnya. Sehingga apabila orang bertanya, “ Mengapa mereka memasuki gua ?”, barangkali
catatan Norman Edwin adalah jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi seorang penelusur gua bila lampu yang
dibawanya merupakan sinar pertama yang mengungkapkan sebuah pemandangan yang menakjubkan di bawah
tanah”.

2. Sejarah Penelusuran Gua


Sejarah penelusuran gua dimulai di Eropa sejak 200 tahun lalu. Eksplorasi pertama tercatat dalam sejarah adalah
tanggal 15 Juli 1780, ketika Louis Marsalliers menuruni gua vertikal Fairies di Languedoc, Perancis. Kemudian
pada tanggal 27 Juni 1888, seorang ahli hukum dari Paris bernama Eduard Alfred Martel mengikuti jejak
Marssalliers. Penelusurannya kali ini direncanakan lebih matang dengan menggunakan peralatan lengkap seperti
katrol, tangga gantung, dan perahu kanvas yang pada waktu itu baru diperkenalkan oleh orang-orang Amerika.
Bahkan telephone yang baru diperkenalkan digunakan untuk komunikasi di dalam tanah. Usaha Martel ini
dianggap sebagai revolusi di bidang penelusuran gua, sehingga ia disebut sebagai “Bapak Speleologi Modern”.
Prestasi Martel juga dalam hal memetakan gua yang merupakan kewajiban seorang penelusur gua ketika ia
melakukan eksplorasi gua ketika ia melakukan eksplorasi gua. Antara tahun 1888-1913, Martel telah banyak
memetakan gua dalam setiap penelusurannya, ini digunakan untuk kepentingan ilmiah, dan untuk merekam
kedalaman serta panjang gua-gua tersebut.

Ketika Perang Dunia II selesai, kegiatan penelusuran gua memunculkan kembali dua orang tokoh ; Robert de Jolly
dan Norman Casteret. De Jolly merupakan pembaharu di bidang peralatan peralatan penelusuran gua, seperti
tangga gantung dari aluminium dan perahu kanvas yang lebih sempurna. Penemuan ini mejadi standar bagi para
penelusur gua sampai 50 tahun kemudian. Sedangkan Casteret menjadi pioneer di bidang “cave diving”. Usahanya
ini dilakukan pada tahun 1922, ketika Casteret pertama kali menyelami lorong-lorong yang penuh air di gua
Montespan tanpa bantuan peralatan apapun. Karangan-karangan Casteret antara lain “My Cave” dan “Ten Years
Under Ground”, yang kemudian menjadi buku pegangan bagi para penggemar cave diving dan ahli speleologi.

Kebanyakan penelusur gua memulai kegiatannya sebagai pemanjat tebing, karena memang kegiatan yang
dilakukan hampir serupa. Para pemanjat tebing pula yang memberi inspirasi bagi perkembangan penelusuran gua.
French Alpine Club, sebuah perkumpulan pendaki gunung ternama di Eropa telah mengadakan ekspedisi bawah
tanah, dan untuk pertama kalinya menggunakan tali sebagai pengganti tangga gantung. Kelompok ini pula yang
mencipatakan rekor penurunan gua vertikal sedalam 608m.

Sejarah penelusuran gua sejalan dengan sejarah penelitian gua (speleologi), kedua kegiatan ini tak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya. Hal inilah yang dilakukan oleh Eduard Martel, Robert de Jolly, Norman Casteret
dan banyak lagi penelusur gua di seluruh dunia.

II. TERJADINYA GUA DAN JENISNYA


Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu rekahan dan cairan. Rekahan atau lebih tepat
disebut sebagai “zona lemah”, merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar.
Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan magma menerobos ke luar karena kegiatan magmatis dan
mengikis sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya (penyusutan magma
cair) akan meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua lava,
biasanya di daerah gunung berapi.

gambar 1. proses terbentuknya gua


Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak hanya proses mekanis, tetapi juga proses kimiawi.
Karenanya, dinding celah atau gua, biasanya mempunyai permukaan yang halus dan licin.

Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan gamping, karst, dengan komposisi dominan Kalsium
Karbonat (CaCO3), disebut gua batu gamping. Batuan ini sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan atau air
tanah. Oleh karenanya, reaksi kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan dan di bawah permukaan. Tetapi
sering kali ditemukan juga mineral-mineral hasil reaksi yang tidak larut di dalam air, misalnya kuarsa dan mineral
‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini akan membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di
tempat yang tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan dalam bentuk kristalin, antara lain berupa
stalagtit dan stalagmit, yang tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya yang menarik
untuk dilihat.

Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Sama
dengan yang terjadi di bawah permukaan. Hal ini berakibat daya reaksi dan pengikisan bersifat kumulatif. Tidak
heran betapapun kecilnya sebuah celah tempat masuknya air di permukaan dapat menyebabkan hasil pengikisan
berupa rongga yang besar, bahkan lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestinya
berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang mudah menyusup ke dalam celah yang kecil dan sempit
sekalipun.

Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas proses kimiawi dan pengikisan yang berlangsung,
akan tetapi juga ditentukan oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang terjadi di
bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola rongga yang spesifik (mengikuti arah tertentu)
maka dapat diperkirakan faktor geologi ikut berperan, misalnya adanya sistim patahan atau aspek geologis lainnya.

gambar 2. proses pembentukan stalaktit

Selain jenis lava dan batu gamping yang dapat menyebabkan terjadinya gua, jenis batu pasir juga kadang-kadang
memungkinkan terjadinya gua, demikian pula batuan yang membentuk lereng curam di tepi pantai. Kedua jenis
batuan yang terakhir ini, biasanya mengakibatkan terjadinya gua yang tidak begitu dalam. Tenaga yang
mempengaruhinya adalah tenaga mekanis berupa hantaman air atau hempasan ombak. Gua yang terjadi di sini
disebut gua laut.
Di dalam proses pembentukan lorong ada banyak sekali kemungkinan bentuk, termasuk juga pembentukan apa
yang kemudian kita sebut sebagai ornamen gua atau speleothem, beberapa ornamen yang memiliki sifat sama
diberi nama; diantaranya;

gambar 3. stalaktit dan straw

1. Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai.


2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong gua.
3. Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau kemiringan tanah. Aliran ini mengandung
banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap), kalsit yang terbentuk semakin banyak.
4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya tarik bumi. Biasanya melingkar.
5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga
merubah struktur yang unik dari batu tersebut.
6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung
7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite.
8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air.
9. Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.
10. Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan air. Disebut pearls karena
bentuknya mirip mutiara.
11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di
dinding gua.
12. Column
13. Couli Flower
14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika terjadi pengendapan air, CO2-nya
menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun-susun.
gambar 4. curtain, rimestone pool, pearl cave

III. ETIKA DALAM PENELUSURAN GUA


Penelusuran gua merupakan kegiatan kelompok, karenanya dalam setiap penelusuran tidak dibenarkan seorang
diri. Jumlah minimal untuk sebuah eksplorasi gua adalah 4 orang. Hal ini didasarkan atas pertimbangan, jika
terjadi kecelakaan pada salah seorang anggota kelompok, satu orang dibutuhkan untuk menjaganya, sedangkan
dua lainnya mempersiapkan pertolongan (rescue), atau kalau tidak mungkin, cari pertolongan kepada penduduk.

Sebelum memasuki gua, hal yang harus dilakukan adalah meninggalkan pesan kepada orang lain tentang : tujuan
gua yang akan dimasuki, jumlah penelusur, lama kegiatan, bagian gua yang akan dimasuki, dan lain-lain.
Kemudian tinggalkan seorang pengamat di luar gua. Orang ini akan sangat berguna untuk memberi peringatan,
jika terjadi sesuatu di luar gua, misalnya hujan lebat yang dapat mengakibatkan banjir dalam gua. Kalau tidak
mungkin, pelajarilah keadaan cuaca terakhir di daerah tersebut, juga disiplin waktu yang disepakati.

Hal lain yang harus diperhatikan, yaitu membawa makanan dan minuman. Paling penting kondisi badan harus
selalu fit di saat melakukan penelusuran gua. Sikap yang baik, menyadari kemampuan diri sendiri dan tidak
memaksakan diri untuk menelusuri gua, jika kondisi atau kemampuan tidak memungkinkan.

Satu hal yang harus diresapi dan disadari oleh setiap penelusur gua yaitu masalah “konservasi”. Jangan mengambil
apapun, jangan meninggalkan apapun dan jangan bunuh apapun. Setiap buangan yang ditinggalkan akan merusak
lingkungan biologis gua yang sangat rapuh, misalnya sampah karbit. Bawalah semua sampah-sampah ke luar gua
dan buang ke tempat pembuangan sampah. Setiap kerusakan yang ditimbulkan oleh penelusur adalah tindakan
tercela, karena untuk merusakkan benda-benda dalam gua misalnya stalagmit dan stalagtit hanya butuh beberapa
detik saja, sedangkan proses pembentukan benda-benda tersebut membutuhkan waktu ribuan bahkan jutaan
tahun.

Jika prinsip-prinsip di atas disadari dan dilaksanakan oleh penelusur gua, maka semboyan: take nothing but
picture, leave nothing but footprint, kill nothing but time, terasa semakin berarti.

IV. TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA


IV.1. Penelusuran Gua Horisontal
Pada dasarnya setiap penelusur gua, harus memulai perjalanannya dalam kondisi tubuh fit . Malah dalam sebuah
buku teks disebutkan , apabila badan terasa kurang fit, sebaiknya perjalanan eksplorasi gua dibatalkan (etika
penelusuran gua). Hal ini disebabkan karena udara di dalam gua sangat buruk, penuh deposit kotoran burung dan
kelelawar, ditambah kelembaban yang sangat tinggi. Mudah sekali dalam kondisi demikian seorang penelusur gua
terserang penyakit paru-paru, beberapa pioneer penelusur gua menghentikan kegiatan eksplorasinya karena
terserang penyakit ini.

Selain memerlukan kondisi tubuh yang baik, seorang penelusur gua sedikit banyak harus harus memiliki
kelenturan tubuh dan yang terpenting tidak cepat menjadi panik dalam keadaan gelap dan sempit. Bentuk tubuh
juga mempengaruhi kecepatan gerak seorang penelusur gua. Penelusur Gua ideal adalah yang memiliki badan
relatif kecil meskipun belum tentu menjadi jaminan akan menjadi penelusur handal.

Dalam penelusuran horisontal, kita lakukan gerak, jalan membungkuk, merangkak, merayap, tengkurap, dan
kadang terlentang, menyelam serta berenang. Dengkul dan ujung siku merupakan sisi penting buat seorang
penelusur atau caver.

Peralatan pribadi untuk gua horisontal


1. Helm
2. Caving sling
3. Cover all
4. Caving pack sack

Peralatan tim untuk gua horisontal


1. Perahu karet
2. Tali
3. Kamera
4. Kompas
5. Topofil

IV.2 Penelusuran Gua Vertikal


Sampai dengan saat ini, ada beberapa sistem yang digunakan dalam penelusuran gua vertikal. Yang dianggap
terbaik karena efektifitasnya adalah Single Rope Technique (SRT).

SRT hanya menggunakan satu tali tunggal, dan menggunakan prinsip pemindahan beban ketika menaiki tali
tersebut, sehingga menggunakan dua alat naik.

IV.2.1 Peralatan Penelusuran Gua Vertikal


Disini hanya akan dibahas mengenai peralatan yang digunakan untuk keperluan SRT, dan sedikit alternatifnya.

A. Peralatan Pribadi
Perlengkapan/peralatan yang disebutkan di bawah ini merupakan perlengkapan yang harus melekat pada seorang
penelusur gua pada saat melakukan penelusuran gua vertikal. Secara garis besar peralatan yang harus dikenakan
pribadi dibagi menjadi 3, yaitu alat untuk naik, alat untuk turun dan peralatan penunjang.
Peralatan Naik (ascender)
Ada beberapa jenis peralatan yang dapat dikategorikan dalam ascender, yang memiliki keistimewaan apabila
terbeban akan semakin mengunci ke tali.
1. Foot Loop Jammer
Alat ini akan digunakan oleh tangan untuk menarik beban badan, dihubungkan dengan webbing ke sit harness,
sehingga juga menjadi pengaman kita. Pada alat ini ditempatkan foot-loop (sling injak) dan security link (tali
pengaman). Alat ini menggunakan gigi-gigi runcing untuk mencengkram mantel dari tali, sehingga semakin
terbeban akan semakin mengunci ke tali. Yang biasa digunakan sebagai Foot Loop Jammer adalah Jumar produksi
Petzl, yang memiliki dua warna, kuning untuk tangan kiri, dan biru untuk tangan kanan. Ada beberapa jenis
ascender lain yang memiliki bentuk dan fungsi hampir sama dengan Jumar Petzl, diantaranya CMI Jammer.
2. Chest Jammer
Alat untuk naik yang prinsipnya hampir sama dengan Jumar, namun bentuknya lebih ringkas (tidak ada pegangan
untuk tangan), dan dihubungkan langsung dengan Sit Harness dan Chest Harness, selain sebagai alat naik, juga
berguna untuk menjaga agar badan tetap sejajar dengan tali. Chest Jammer keluaran Petzl biasa disebut Croll yang
memang sudah dirancang untuk kepentingan SRT.
Jumar dan Croll merupakan dua alat utama yang digunakan dalam SRT, ketika badan kita menggunakan Croll
sebagai pengaman, dalam artian beban kita bergantung di Croll, tangan kita dapat menggunakan Jumar untuk
menambah ketinggian.

Peralatan Turun (Descender)


1. Figure Of Eight
Dapat digunakan sebagai alat turun, namun dalam SRT hal ini tidak dianjurkan, mengingat Figure Of Eight
mengandalkan friksi dengan tali dengan cara membelokkan arah tali, sementara tali yang digunakan di SRT adalah
Tali Statis yang akan lebih mudah rusak apabila arah gayanya diubah.
2. Bobin Descender
Alat yang dikeluarkan Petzl ini, dikhususkan penggunaannya untuk menuruni tali pada SRT, yang digunakan
adalah Bobin Single Rope. Bobin digunakan oleh orang yang sudah terbiasa menuruni tali dengan SRT, karena
tidak memiliki kunci pengaman, kontrol kecepatan diatur oleh tangan kita.
3. Rack
Rack memiliki batang-batang yang dapat dirubah posisinya, untuk mengatur friksi antara alat dengan tali, hal ini
akan mempengaruhi kecepatan. Rack akan relatif lebih dingin setelah pengunaan jangka panjang.
4. Auto Stop Descender
Auto Stop merupakan alat turun yang paling aman untuk digunakan dalam melakukan SRT. Hal ini karena Auto
Stop dilengkapi dengan sistem kunci otomatis, dan dapat dipasang tanpa melepaskannya dari kaitan ke harness.
Peralatan Penunjang
Merupakan peralatan yang juga harus dikenakan ketika melakukan SRT, yang digambarkan disini adalah prinsip-
prinsipnya, bisa digunakan benda lain dengan prinsip sama
1. Sit Harness
Ada berbagai jenis Sit Harness, untuk keperluan SRT Petzl khusus mengeluarkan Avanti. Sit Harness ini berbeda
dengan harness untuk keperluan memanjat ataupun canyoning. Avanti dapat diubah ukurannya sesuai dengan
badan kita, karena dalam melakukan SRT, ukurannya harus benar-benar tepat agar terasa nyaman.
2. Linking Maillon
Semacam karabiner tetapi tidak memiliki sebuah gate (pintu dengan per). Maillon sangat kuat, terdiri dari berbagai
tipe dan ukuran. Linking Maillon gunanya sebagai penghubung foot-loop jammer dengan foot-loop dan safety link.
Alternatif lain dapat menggunakan small oval screwgate carabiner.
3. Foot Loop
Atau tangga, digunakan waktu naik meniti tali. Foot loop merk “Camp” dapat dipanjang dan pendekkan sesuai
dengan keperluan. Alternatif lain memakai etrier atau sling.
4. Security Link
Disebut juga “safety link”, gunanya sebagai safety pada waktu naik. Terbuat dari Dynamic Climbing Rope,
berdiameter 9mm. Panjangnya sejangkau tangan atau lebih. Pada kedua ujungnya dibuat “figure of eight knot”.
Ujung pertama di foot loop jammer dan ujung lainnya di attachment pada sit harness. Bisa juga menggunakan
webbing.
5. Chest Harness
Merupakan harness khusus di dada. Bentuknya seperti angka delapan. Chest harness berguna untuk menempatkan
“petzl croll” waktu naik, sehingga badan tetap sejajar dengan tali. Figure of eight chest harness merupakan
perlengkapan standar. Alternatif lain memakai sling/chest strap.
6. Main Attachment
Delta maillon 10mm adalah main attachment. Terbuat dari baja (steel) atau aluminium. Main attachment
merupakan tempat utama untuk berbagai kaitan/sangkutan. Selain untuk mengunci sit harness, delta maillon juga
untuk mengkaitkan croll, security link, cow’s tail dan descender. Untuk posisi main attachment tidak pernah
digunakan carabiner.
7. Cow’s tail
Sebagai pengaman pada saat melewati sambungan tali dan pindah anchor, waktu menuruni tali atau menaiki tali.
Cow’s tail dapat dibuat dari “climbing rope 11mm”. Panjangnya kemudian dilipat dua tidak sama panjang. Masing-
masing ujungnya dibuat figure of eight knot juga bagian tengahnya, bagian yang membagi dua. “loop” pada bagian
tengah ini dikaitkan pada delta maillon.
8. Karabiner
Oval karabiner digunakan untuk cow’s tail sedangkan oval screw gate karabiner untuk descender. Pada umumnya
dalam penelusuran gua vertikal digunakan ‘oval screw gate carabiner’.
9. Helmet
Merupakan perlengkapan vital dan wajib dikenakan oleh para penelusur gua. Gunanya untuk melindungi kepala
dari kemungkinan terbentur atau tertimpa batu. ‘Petzl helmet’ diperlengkapi dengan lampu karbit.
gambar 8. peralatan pribadi SRT

B. Perlengkapan Tim
1. Tali
Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus mempunyai karakteristik sebagai berikut : kuat, memiliki
daya tahan terhadap gesekan, daya lentur kecil dan dapat menyerap kejut. Speleo rope memenuhi syarat ini.
Biasanya, spleleo rope yang dipakai berdiameter 9,5 mm sampai 11 mm.

Pemeliharaan :

Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan dari asam (acid), alkali, hindarkan dari kemungkinan gesekan dengan
batu, atau gunakan “rope pad” (alas tali). Cucilah tali setelah digunakan, tetapi jangan memakai sabun, pakailah
sikat halus. Jemur tali di tempat teduh da berangin, jangan sekali-kali menjemur di panas matahari.

2. Webbing
Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-lain.

3. Perlengkapan lainnya
Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali (rucksack, tackle bag), juga untuk membawa
perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti lampu batre, lampu karbit, atau lainnya. Sebaiknya membawa batre
atau karbit cadangan. Untuk membawa karbit dapat digunakan ban dalam mobil atau motor.

Untuk mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus.

IV.2.2 Tali Temali (Knots)


Merupakan pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh penelusur gua. Simpul-simpul yang biasa digunakan di
dalam penelusuran gua, yaitu:

1. Bowline
Digunakan untuk membuat anchor karena sifatnya yang semakin mengikat apabila mendapat beban. Bowline juga
digunakan dalam teknik rescue. Waktu membuat simpul ini, ujung tali harus overhand knot.

gambar 9. Bowline dan Figure of 8

2. Figure of eight
Merupakan simpul yang paling penting karena sering digunakan. Mudah membuatnya dan melepaskannya.
Dipakai untuk membuat anchor, sebagai tali belay dan untuk menyambung tali.

3. Tape knot
Simpul ini digunakan untuk menyambung webbing dengan menggabungkan kedua ujungnya. Tidak ada simpul
lain untuk keperluan tersebut.

4. Butterfly knot
Berfungsi untuk mengikat tali yang patah sehingga tidak terbeban. Simpul ini untuk tali dengan beban vertikal.

5. Prusik knot
Untuk prusikking (naik tali dengan bantuan prusik)

gambar 10. Tape Knot dan Prusik Knot

IV.2.3 Sistim Anchor


Anchor merupakan sebuah “titik keamanan”. Anchor yang baik, menjamin keselamatan penelusur gua, saat
menuruni sumuran (potholing) maupun pada saat kembali naik. Dalam verical caving dikenal sistim “back up”
dengan menggunakan beberapa titik (point). Selain untuk keamanan juga agar tali tergantung bebas (hang belay) ,
guna menghindari gesekan batu.

Kegunaan lain anchor adalah , untuk membelay dan untuk keperluan tertentu, seperti hauling, lowering, rescue dll.

Ada dua macam sistim anchor, yaitu :

1. Anchor Alam (Natural Anchor)


Natural Anchor relatif sangat kuat, dengan memanfaatkan batu, pohon dan lain-lain. Caranya dengan
melingkarkan sling pada batu atau pohon. Dapat juga langsung menggunakan tali, dengan simpul bowline.

gambar 11. Natural Anchor dan Artificial Anchor

2. Artificial Anchor
Dinding gua biasanya tidak mempunyai rekahan, polos dan licin. Karenanya dibuat anchor buatan. Dalam vertikal
caving, dapat menggunakan ‘bolt’, sedangkan piton dan chock jarang digunakan. Dua hal yang sangat penting
untuk diperhatikan :

2. 1 Posisi Anchor : Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan batu
2.2 Periksa keadaan dinding gua sebelum dipasang anchor, dengan cara mengetukkan hammer ke dinding gua.
Bunyi gaung yang hampa menandakan batu yang rapuh.
gambar 12. rigging the rope

IV.2.4 Abseiling (teknik menuruni tali)


Dengan sistem SRT, teknik menuruni menjadi sangat mudah dan nyaman, dibandingkan dengan penggunaan
tangga gantung yang rumit. Yang harus diingat ialah ketika melakukan SRT badan kita harus selalu berada dalam
kondisi aman, dalam artian ada paling tidak satu buah pengaman yang menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal
ini, pengaman yang paling terakhir dilepas dan paling awal dipasang adalah Cow’s Tail.

Cara menuruni tali :


Pertama pasang cow’s tail pada back up belay, kemudian pasang tali pada descender. Setelah descender terpasang,
lepaskan cow’s tail dan lakukan abseiling. Tangan kiri pada descender, sedangkan tangan kanan memegang tali
bawah sebagai kontrol laju pada waktu turun.

Kecepatan waktu abseiling sebaiknya konstan, jangan terlalu cepat atau tersendat-sendat selain berbahaya juga
akan merusak tali. Untuk mengurangi laju percepatan gunakan carabiner untuk menambah friksi. Carabiner ini
dikaitkan pada main attachment. Sebelum melakukan abseiling, jangan lupa membuat simpul pada ujung tali.
gambar 12. memasang dan mengunci autostop

Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend)


Seringkali pada saat penelusuran gua harus memasang anchor lebih dari satu. Untuk dapat melewati anchor waktu
turun atau naik, diperlukan pengetahuan atau teknik pindah anchor.

Teknik pindah atau melewati anchor :


- Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender sejajar dengan anchor.
- Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail panjang pada hang belay, buka descender
yang sudah bebas beban.
- Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop.
- Lanjutkan abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer.

Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend)


Kadang-kadang tali yang digunakan untuk menuruni gua tidak cukup panjang dan harus disambung dengan tali
lain agar dapat mencapai dasar.

Teknik melewati sambungan :


- Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali
- Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight
- Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu jauh atau terlalu dekat
- Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci
- Buka croll, dengan bantuan foot loop
- Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer.

IV.2.5 Prussiking (teknik menaiki tali)


Yaitu bagaimana supaya penelusur gua dapat tiba kembali ke permukaan. Dalam vertikal caving, telah
dikembangkan berbagai teknik memakai tali dengan kelemahan dan kelebihannya.

Ada dua system, yaitu :

1. Rope Walking System


Ciri utama dari sistim ini adalah kedua kaki diikat pada ascender yang terpisah, sehingga setiap kaki dapat
bergerak dengan bebas. Gerakan yang terlihat seperti seorang yang sedang menaiki tangga. Semakin tegak badan
seseorang, semakin efisien sistim ini berjalan. Rope walking system terdiri dari Floating system, Basis Mitchell
system, Pigmy system dan gabungan ketiganya.

gambar 13. sit-stand system

2. Sit-stand system
Berbeda dengan rope walking system, pada sistim ini tidak menggunakan dua ascender, tetapi cukup hanya satu
ascender. Kedua kaki bergerak bersama, sehingga beban ditopang bersama. Keuntungannya kaki tidak cepat capai
dan mudah untuk istirahat. Sit stand system terdiri dari frog system, inchworm system, texas system dan a one
ascender prusik system. Dari keempat sistim, frog system paling sering digunakan karena efisien dan aman.

Frog system menggunakan satu jummar dan chest jammer croll di dada. Tangan kanan mendorong jumar ke atas,
sehingga kedua kaki dalam foot loop berada dalam posisi terlipat. Pada posisi berdiri, croll ikut bergerak ke atas,
sampai berada di bawah jummar. Demikian seterusnya.

Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)


Seperti pada abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda. Teknik melewati anchor :

- Pasang cow’s tail pada anchor


- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas anchor berdiri
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
Pindahan sambungan (passing a knot in the ascend)
- Pasang cow’s tail pada ‘safety loops’ figure of eight knot.
- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan.
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.

V. KEMUNGKINAN KECELAKAAN YANG TERJADI


Sebagian besar kecelakaan yang terjadi di dalam gua, berasal dari kesalahan si penelusur sendiri. Dalam keadaan
yang sangat gelap sering kali seorang penelusur melakukan kesalahan dalam menaksir jarak, sehingga sebuah
lubang yang cukup dalam, terlihat dangkal. Tipuan ini menyebabkan ia merasa mampu untuk meloncat ke dalam
lobang tersebut. Etikanya tidak diperkenankan melakukan lompatan apapun di dalam gua.

Tertimpa batu, merupakan kejadian yang sering terjadi, karena runtuhan alami akibat rapuhnya dinding gua atau
akibat ketidaksengajaan si penelusur gua yang menyebabkan jatuhnya batuan dan menimpa penelusur lain. Helm
menjadi wajib dikenakan untuk melindungi kepala.

Jenis kecelakaan yang lain, akibat buruknya atau tidak memenuhi syarat perlengkapan yang dipakai, misalnya tali
putus, ascender tidak berfungsi. Oleh karena itu perawatan dan pemeliharaan alat-alat setelah digunakan mutlak
dilakukan. Jangan ragu-ragu untuk memotong tali pada bagian yang terkoyak akibat gesekan, misalnya.

Bahaya banjir merupakan faktor penyebab utama kecelakaan lainnya. Demikian pula faktor suhu udara yang
dingin, perlu diperhatikan terutama pada saat melakukan eksplorasi di gua yang basah.

Kejadian-kejadian di atas bukan tidak mungkin untuk dihindari, semuanya tergantung dari persiapan dan
pengalaman yang dimiliki oleh penelusur gua.

VI. PEMETAAN
Dalam kegiatan penelusuran gua, pemetaan merupakan suatu hal yang penting, bahkan pemetaan dapat disebut
sebagai aspek ilmiah dari suatu kegiatan yang bersifat petualangan. Meskipun sebenarnya banyak penelitian ilmiah
yang dapat dilakukan di dalam gua, seperti penelitian Biologi, Geologi, Geomorfologi, Arkeologi, Hidrologi,
Geografi, dan lain sebagainya. Tetapi sebenarnya pemetaan menduduki posisi yang paling penting. Boleh-boleh
saja dalam penelusuran gua tidak melakukan penelitian Biologi atau Geologi atau yang lainnya, tetapi pemetaan
merupakan hal yang wajib dikerjakan oleh seorang yang berpredikat ‘caver’.

Begitu penting pemetaan, sampai-sampai ada seorang teman dari jurusan Geografi yang menyatakan bahwa
“sebuah peta lebih mempunyai banyak arti daripada seribu kata-kata”.

gambar 14. Peralatan pemetaan standar

Pemetaan merupakan bagian dari kegiatan yang bersifat perekaman atau pendokumentasian. Dalam hal ini adalah
yang berhubungan dengan rekaman bentukan fisik gua, misalnya bentuk atau denah lorong, panjangnya, tingginya,
keletakan ornamen, apa saja ornamennya, posisi aliran air, lumpur, sump, dan lain sebagainya.
Pemetaan sebuah gua merupakan salah satu upaya untuk mendokumentasikan gua tersebut, sehingga peta tersebut
akan menjadi informasi untuk penelusur gua lainnya, ia akan mengetahui denah guanya, ukurannya, ornamen
yang menghiasinya, dan lain sebagainya, jauh dari sebelum ia sendiri memasuki gua tersebut. Pemetaan juga
memberikan informasi ilmiah yang berguna bagi penelitian ilmu pengetahuan. Peta gua juga berarti sebagai bukti
seorang caver telah memasuki atau mengeksplorasi suatu gua.

VI.1. Peta Gua


Sebuah Peta Gua yang baik, akan dapat memberikan gambaran kepada orang yang membaca peta tersebut dengan
mudah.

Sehingga sebuah peta gua harus Informatif, dan Komunikatif.

Dianggap informatif apabila, data-data yang perlu diketahui dapat ditemukan disini, dalam hal ini data-data yang
dibutuhkan untuk sebuah kepentingan eksplorasi. Tentu akan berbeda dengan peta yang dibuat untuk kepentingan
penelitian, atau wisata misalnya. Dan peta tersebut akan komunikatif apabila dalam hasil akhirnya tidak
membingungkan orang yang membacanya, memiliki alur dan susunan yang jelas dan sesuai dengan aturan yang
telah disetujui bersama.

Peta sebuah gua minimal menerangkan tentang;


1. Penampang Atas, atau denah lorong untuk menunjukkan bentukan, arah dan belokan lorong.
2. Penampang Samping, Irisan, atau Section untuk menunjukkan ketinggian lorong, dan kemiringan gua
tersebut.
3. Simbol Ornamen, simbol-simbol yang telah disepakati untuk mewakili ornamen yang terdapat di dalam gua
tersebut.
4. Potongan Stasiun, ditiap titik yang dijadikan sebagai pos atau stasiun digambarkan potongannya.
5. Data Gua, keterangan mengenai gua tersebut, namanya, letak geografis dan administratifnya, surveyornya, dan
tanggal dilakukan survey untu pemetaan. Hal ini termasuk penting mengingat perubahan bentukan gua dapat
terjadi setiap saat.
6. Skala, untuk menunjukkan perbandingan, biasanya digunakan skala batang karena lebih mudah untuk
membayangkan keadaan sebenarnya.
7. Arah Utara Peta
8. Legenda, atau keterangan simbol.
Apabila sudah terdapat hal-hal tersebut, maka peta gua yang dibuat seharusnya sudah mampu memberikan
informasi yang cukup bagi penelusur gua lainnya.

Sebuah peta gua tentunya juga memiliki tingkat akurasi yang berbeda-beda. Di dunia ada beberapa penilaian
terhadap keakuratan tersebut, tergantung pada kesepakatan federasi masing-masing.

Saat ini, yang lazim digunakan di Indonesia adalah sistem grade yang digunakan di Eropa, yang memakai skala 1
sampai 6. Mengenai hal ini akan dijelaskan lebih lanjut di tahap pendalaman.
Untuk mendapatkan informasi yang akan dituangkan ke dalam peta gua, ada beberapa prosedur pemetaan yang
harus dilakukan. Sekilas prosedur-prosedur ini akan tampak merepotkan ketika mengeksplorasi sebuah gua,
namun sebenarnya kerepotan tersebut akan terbalas dengan hasil yang nantinya kita dapatkan.

tabel 1. contoh Field Note

VI.2. Alat-alat perlengkapan pemetaan


1. Drafting film atau Kodak Trace sejenis kertas kedap air, seperti kertas kalkir tetapi lebih tebal dan kedap air juga
bisa dihapus jika menggunakan alat tulis pinsil.
2. Topofil, alat untuk mengukur jarak antara stasiun. Kalau tidak ada dapat juga dipakai rollmeter.
3. Alas tulis dan alat tulis (pinsil, penghapus, dan serutan)
4. Kompas, alat untuk mengukur sudut deviasi atau azimuth. Biasanya kompas Silva atau Suunto yang digunakan.
5. Clinometer, alat untuk mengukur kemiringan gua (turun atau naik) Suunto PM5/360 adalah Clinometer yang
terbaik.

gambar 15. contoh simbol peta gua

VI.3. Prosedur Pemetaan


Prosedur pemetaan yang dimaksud disini adalah teknis pengambilan data untuk menghasilkan sebuah peta gua,
data-data tersebut akan dicatat di sebuah catatan lapangan untuk kemudian diterjemahkan. Secara garis besar,
pengambilan data dilakukan dengan membuat bentukan kasar gua yang dieksplorasi, dengan cara mengambil
beberapa titik untuk dijadikan sebagai stasiun. Di stasiun-stasiun tersebutlah data-data direkam, diantaranya arah
lorong, ketinggian lorong, kemiringan antara stasiun, tinggi langit-langit gua, lebar lorong dan keterangan lainnya.

Pemetaan dapat dilakukan oleh minimal dua orang, dimana satu orang menjadi leader yang memegang ujung alat
ukur dan menentukan posisi stasiun, sementara orang kedua menjadi pencatat data yang memasukkan data ke
dalam field note.

Leader, adalah orang yang berhak menentukan posisi stasiun. Satu titik dapat dijadikan stasiun karena beberapa
sebab yaitu;

- Lorong yang dieksplorasi berubah arah


- Leader sudah tidak dapat terlihat oleh orang kedua
- Terdapat kemiringan yang ekstrim
- Terdapat perubahan bentukan lorong yang ekstrim
- Terdapat ornamen yang unik
- Jarak dengan stasiun terakhir sudah menjadi jarak maksimal untuk membuat peta dengan grade tertentu.
Satu hal yang mutlak diperhatikan adalah bahwa posisi leader harus masih terlihat oleh pencatat data.

Contoh catatan lapangan


Keterangan :
STS; Adalah nama stasiun, dapat dinamakan sesuai kehendak, misalnya A-B,B-C, atau 1-2,2-3, dll.
Jarak; adalah jarak antara stasiun yang satu dengan yang lainnya
Azim.; adalah sudut yang ditunjukkan oleh kompas antara satu stasiun dengan stasiun disepannya
Clino; adalah derajat kemiringan antar stasiun, biasanya + apa bila stasiun didepannya lebih tinggi, dan – bila
stasiun didepannya lebih rendah.
Kanan dan Kiri; adalah jarak dari poros orang ke dinding gua kanan dan kiri.
Atas dan Bawah; adalah Tinggi dan kedalaman gua.
Keterangan; diisi dengan hal-hal khusus yang ditemui, seperti ornamen yang unik, keterangan mengenai
bentukan lorong, dll
Selain itu dalam pemetaan, pencatat data juga membuat sketsa lorong dan irisan stasiun yang akan memudahkan
pembuatan peta gua.
VI.4. Cara Kerja
1. Stasiun A biasanya pada mulut atau pintu masuk gua. Di sini berdiri pencatat data yang membawa kompas,
clinometer dan catatan lapangan.
2. Leader membawa topofil atau rollmeter (ujung benang atau pita meter dipegang oleh Pencatat data) hingga
tempat yang dianggap sebagai stasiun B
3. Pencatat data mencatat hasil pengukuran panjang, azimuth, clino juga mencatat lebar kiri dan kanan lorong
pada stasiun A pada lembar catatan lapangan.
4. Pencatat data juga membuat sketsa denah lorong gua antara stasiun A dan stasiun B. Pekerjaan ini dapat dibantu
dengan adanya benang atau pita meter yang memanjang antara stasiun A dan stasiun B. Pintu masuk juga dibuat
denah dan irisannya.
5. Rekam dan catat juga atau ploting pada sketsa jika dijumpai hal-hal yang istimewa atau khusus, seperti adanya
stalagmit yang besar atau adanya aliran air, flowstone, dsb.
6. Selanjutnya pencatat data menuju stasiun B dan surveyor 2 menuju stasiun C dan kembali melakukan
pengukuran, pemetaan dan pembuatan sketsa denah.
7. Pada prakteknya dapat dilakukan bergantian
8. Jangan lupa membuat gambar potongan / irisan dari lorong-lorong tertentu atau khusus.

VI.5. Menyalin data lapangan menjadi sebuah peta gua


Langkah pertama yang harus dilakukan di tahap ini adalah menyalin kembali data lapangan sesegera mungkin,
karena catatan lapangan kita pasti akan kotor, dan kemungkinan tidak jelas terbaca.

Kemudian kita membuat peta gua kasar di kertas milimeter block. Data Azimuth, Kanan, kiri dan jarak akan
berguana dalam membuat Penampang atas atau denah, sementara data kemiringan, atas dan bawah akan berguna
untuk membuat irisan atau penampang samping.

Setelah itu, kita dapat menyalin draft peta yang telah kita buat ke kertas kalkir, dan kemudian ditambahkan
kelengkapan-kelengkapan lainnya.

gambar 16. contoh peta gua

Anda mungkin juga menyukai