Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ORIENTASI MEDAN

(ORMED)

DI SUSUN OLEH :
KANDORA

BIRO KHUSUS KORPS SKALA


HIMPUNAN MAHASISWA SIPIL
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya lah sehingga penyusunan makalah ini dapat selesai tepat
waktu
Terwujudnya makalah ini berkat adanya bantuan dari kakak-kakak senior yang
telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan menemani saya mulai dari
tahap persiapan pemberangkatan sampai penyusunan makalah ini, dan terima
kasih pula kepada teman-teman yang telah membantu dan ikut memberikan energi
positif kepada saya.
Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan, untuk itu dengan segala rendah hati saya mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini agar dapat lebih baik
ke depannya.
Akhir kata saya ucapkan semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi para pembacanya.

Makassar,24,Oktober 2022

i
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 rumusan masalah 2

1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

2.1 Divisi Caving 3

2.2 Rock Climbing 7

2.3 Divisi Mountenering 10

BAB III PENUTUP 21

3.1 Kesimpulan 21

3.2 Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 23

 Dokumentasi 23
 Itinerary 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gua/Caving adalah lubang alam yang kosong, bentuknya bisa sederhana,
bisa bercabang, dapat vertikal maupun horisontal dan dapat memiliki satu tingkat
atau lebih, baik ada atau tidak ada sungai di dalamnya dan tidak terdapat cahaya
didalamnya.
Kegiatan penelusuran gua atau caving ini dilakukan untuk mengaplikasikan
teori yang sudah diberikan selama materi (Indoor), maka dari itu dilakukan
langsung ke lapangan agar lebih mengerti dan mengetahui lingkungan yang ada
di gua dan lebih tahu tentang teori yang telah diberikan.

Rock Climbing / panjat dinding merupakan kegiatan yang memiliki nilai-


nilai olahraga sekaligus nilai petualangan di alam bebas yang memiliki daya tarik
tersendiri, seperti kesulitan yang beraneka ragam yang terdapat pada lekukan-
lekukan yang dibuat sesuai dengan keinginan serta tingkat kesulitanny.

Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) didirikan 21 April 1988 yang


sebelumnya Federasi Panjat Gunung dan Tebing Indonesia (FPTGI).Di
Indonesia sendiri olahraga panjat tebing telah cukup memasyarakat dan
berkembang pesat. Hal ini terbukti dengan adanya banyak agenda kegiatan
ekspedisi panjat tebing maupun kompetisi panjat tebing buatan yang dilakukan
oleh organisasi pencinta alam atau perkumpulan pemanjat baik tingkat daerah
maupun nasional. Olahraga panjat tebing buatan telah menjadi salah satu
cabang olahraga yangdipertandingkan pada Pekan Olahraga Nasional (PON),
Sea games serta pada kejuaran dunia korea pada tanggal 19-21 Oktober 2012.

Aktivitas mendaki gunung/mountenerig akhir-akhir ini nampaknya bukan


lagi merupakan suatu kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan
oleh orang tertentu (yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam,
Penjelajah Alam dan semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang
dari kalangan umum.
Namun demikian bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala
sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjadi bidang
ketrampilan yang mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis. Didalam
pendakian suatu gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai
seorang pencinta alam) yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan
pendakian, persiapan, cara-cara yang baik, untuk mendaki gunung dan lain-lain.
Segalanya inilah yang tercakup dalam bidang Mountaineering.

1.2 Rumusan Masalah


1. Definisi Penelusuran Gua,Bagian-bagian Gua & macam-macam gua
2. bagaimana menyampaikan informasi kepada para pemanjat panjat tebing
pemula tentang pemasangan alat dan perawatan alat dengan cara efektif dan
informatif sehingga mudah dipahami?
3. Bagaimana kode-kode yang digunakan dalam pemanjaatan?
4. Bagaimana sistem pemanjatan yang baik?
5. Bagaimana ersiapan dalam medaki gunung?
6. Apasaja bahaya yang biasa terjadi digunug?
7. Bagaimana langkah-langkah danprosedur pendakianyang baik?

1.3 Tujuan Kegiatan

Adapun tujuan dari kegiatan ini yaitu :


1. Untuk mengetahui bagian bagian gua dengan cara melihat langsung.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja dalam penelusuran gua.
3. untuk mengatahui tentang aktivitas Pendakian Gunung sehingga tidak ada
anggapan bahwa olahraga di alam bebas ini adalah hal yang sepele.
4. Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti dikjut dan penomoran.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DIVISI CAVING / GUA
2.1.1 Dasar Teori

Gua adalah lubang alami yang berada dalam tanah dapat dimasuki oleh
manusia (Erlangga Esa Laksmana, STASIUN NOL, 2005). Di Indonesia banyak
terdapat gua. Kawasan-kawasan gua di sebut kawasan karst.
Susur Gua atau jelajah Gua (Caving) adalah olahraga rekreasi
menjelajahi gua. Tantangan dari olahraga ini tergantung dari gua yang
dikunjungi, tetapi sering kali termasuk negosiasi lubang, kelebaran,
dan air. Pemanjatan atau perangkakan sering dilakukan dan tali juga digunakan
di banyak tempat.
Caving kadang kala dilakukan hanya untuk kenikmatan melakukan
aktivitas tersebut atau untuk latihan fisik, tetap awal penjelajahan, atau ilmu fisika
dan biologi juga memegang peranan penting. Sistem gua yang belum dijelajahi
terdiri dari beberapa daerah di bumi dan banyak usaha dilakukan untuk mencari
dan menjelajahi mereka. Di wilayah yang telah dijelajahi (seperti banyak negara
dunia pertama), kebanyakan gua telah dijelajahi, dan menemukan gua baru
sering kali memerlukan penggalian gua atau penyelaman gua.

2.1.2 Macam-Macam Gua


 Jenis gua Menurut bentuknya:
1. Gua Vertikal
Yakni gua yang mempuyai lorong berbentuk vertikal miripsumur
yang biasa disebut dengan gua potholing.
2. Gua Horizontal
Yakni gua yang mempunyai lorong berbentuk horizontalnamun
demikian bukan lurus saja tetapi mempunyai kelokan danlorong yang naik
turun.

3
 Jenis gua menurut jenisnya
1. Gua Karst ( Batu Kapur)
Jenis gua yang satu ini terbentuk dari pelarutan batuan kapur, yang
kemudian menghasilkan lubang dan lorong-lorong yang semakin dalam
seiring dengan berjalannya waktu. Jenis gua ini adalah bentukan gua
yang paling besar di dunia; lebih dari 50% dari keseluruhan jumlah gua
yang ada terbentuk dari karst.
Indonesia sendiri adalah negara dengan sebaran batuan kapur
terbesar di dunia.Salah satu gua karst yang terkenal di Indonesia adalah
Gua Surupan di Kebumen, Jawa Tengah; terkenal dengan keindahan
stalakmit dan stalaktit pada dindingnya, serta kekayaan alam berupa
fauna endemik seperti udang, kura-kura, atau walet.
2. Gua Lava
Gua jenis ini terbentuk dari berbagai macam aktivitas vulkanologi,
yang mengakibatkan terjadinya pergeseran permukaan dan menjadi
sebuah endapan batuan muda. Contoh gua lava yang terdapat di
Indonesia adalah Gua Lawa di Kabupaten Purwerejo, Jawa Tengah.
3. Gua Litoral
Gua litoral terbentuk dari proses pengikisan (abrasi) yang terjadi di
pinggir laut, palung laut, atau tebing laut. Gua ini menawarkan bentukan
alam yang tidak biasa dan unik.
2.1.3 Bagian-bagian Gua
1. Zona terang, daerah yang merupakan mulut gua, cahaya masih sama
seperti di luar gua.
2. Zona senja, merupakan daerah di dalam gua dimana tumbuhan hijau
masih bisa tumbuh. Cahaya pada daerah ini pada senja hari.
3. Zona gelap dengan suhu berubah, merupakan daerah gelap total yang
dicirikan dengan suhu dan kelembaban yang masih bisa berubah setiap
saat sesuai dengan perubahan keadaan cuaca luar.

4
4. Zona gelap dengan suhu tetap, merupakan daerah yang terjauh dari mulut
gua dengan suhu dan kelembaban yang selalu tetap

2.1.4 Ornamen Gua


1. Stalaktit,
yaitu ornamen gua yang membetuk ujung tombak memanjang dan
meruncing ke bawah, menempel pada atap gua. Ini terjadi karena air yang
mengandung larut yang tinggi menetes melalui titik kecil pada atap gua.
Sebelum air menetes jatuh, mengalami penguapan sehingga larutan kapur
yang terkandung di dalamnya menempel pada atap gua dan proses ini
berjalan terus-menerus hingga akhirnya menjadi bentukan yang menyerupai 
pipa kecil dengan lubang straw.
Pada tahap tertentu terjadi penyumbatan pada lubang-lubang
sehingga air tidak lagi mengalir melalui ujung pipa tersebut, tetapi kembali
merembes melalui pangkal pipa dan melewati bagian luar pipa menuju ujung
pipa kembali dan menetes ke bawah. Akhirnya, bagian luar dari daerah
pangkal pipa paling banyak mendapat tumpukkan atu tempelan larutan kapur,
sehingga timbul bentukkan yang menyerupai kerucuk terbalik (stalaktit).

2. Stalakmit,
terbentuk dari proses terjadinya stalaktit. Ketika air menetes jatuh ke
lantai gua,  terjadi penguapan air, maka timbul penumpukkan larutan kapur
yang membetuk kerucut memanjang dan meruncing ke atas.
3. Column
Cloumn adalah stalaktit dan stalakmit yang ujung-ujungnya menyatu,
menyerupai pilar/tiang.
4. Drapery/korden,
proses terjadinya hampir sama dengan stalaktit, hanya saja
perembesannya terjadi pada sebuah celah (crack) yang memanjang pada
atap gua, sehingga bentukan yang tumpul menyerupai tirai-tirai seperti korden
jendela yang menggantung pada atap menuju ke bawah dengan lekukan-
lekukannya.

5
5. Flowstone,
terjadi karena penumpukkan larutan kapur pada celah memanjang yang
horizontal pada dinding gua, sehingga membentuk satu gundukan berbentuk
separuh bola yang permukaannya/lapisan luarnya seperti air mengalir.
6. Gourdam (dam),
bentuknya seperti kolam kecil yang saling menyambung dan
menumbuk sehingga membentuk jaringan persis daerah persawahan. Terjadi
karena permukaan dari lantai gua tidak rata, sehingga pada suatu tempat
kapur yang terlarut air mengalir ke dasar gua terhambat dan membentuk
dinding sesuai dengan alur lantai yang menahannya dan terjadi secara
berulang-ulang.
7. Helektite,
yaitu bentuk stalaktit yang aneh karena bisa bercabang sejajar
dengan atau gua, bahkan pertumbuhannya kadang tidak ke bawah tetapi ke
atas menuju atap seperti melawan daya tarik bumi (gravitasi). 
2.1.5 Hambatan dalam penelusuran Gua
Hambatan-hambatan dalam penelusuran Gua yaitu,

1. Terpeleset, dikarenakan licinnya batuan-batuan dalam gua.


2. Pandangan terbatas, dikarenakan tidak adanya cahaya dalam gua maka
dalam penelusuran dibutuhkan headlamp agar menjaga jarak pandang.
3. Terbentur ornamen gua, dikarenakan didalam gua terdapat lorong yang
sempit maka perlu berhati-hati pada saat penelusuran didalam gua, gunakan
helm boom untuk melindungi kepala dari batu-batu didalam gua.

2.1.6 Etika penelusuran gowa

Setiap penelusur gua wajib menaruh respek terhadap penduduk sekitar gua.
Mintalah ijin seperlunya, bila mungkin secara tertulis dari yang berwenang.
Jangan membuat onar atau melakukan tindakan-tindakan yang menyinggung
perasaan penduduk. Jangan merusak pagar, tanaman, atau bangunan dan

6
mengganggu hewan milik penduduk. Secara umum etika pemanjatan sama

dengan etika penjelajahan alam yaitu :


1. Dilarang mengambil sesuatu kecuali gambar
2. Dilarang meninggalkan sesuatu kecuali jejak
3. Dilarang membunuh sesuatu kecuali waktu

2.1.7 Perlengkapan

1. Helm
2. Lampu kepala
3. Sepatu boot
4. Coverall
5. Sarung tangan
6. Tas
7. Makanan dan air minum
8. Baju ganti

2.2. DIVISI ROCK CLIMBING

2.2.1 Dasar Teori

Rock Climbing merupakan salah satu bagian dari divisi MPA Jonggring
Salaka dimana kegiatan tersebut berupa pemanjatan tebing dengan peralatan
dan teknik-teknik tertentu. Kegiatan ini mempelajari tentang teknik-teknik
pemanjatan tebing, pemetaan, rescue, dan lain-lain.

2.1.4 Etika pemanjatan


Secara umum etika pemanjatan sama dengan etika penjelajahan alam yaitu :
1. Dilarang mengambil sesuatu kecuali gambar
2. Dilarang meninggalkan sesuatu kecuali jejak
3. Dilarang membunuh sesuatu kecuali waktu

7
2.1.5 Peralatan
1. Tali karmantel, alat terpenting dalam panjat tebing
2. Harness, jangkar yang menghubungkan tali dan tubuhmu
3. Carabiner, logam pengaman yang menghubungkan tali dan alat lainyya
4. Ascender, alat bantu untuk menaiki tali
5. Descender, rem alat Panjang tebing
6. Webbing, tali nilon yang kuat
7. Piton, paku untuk olahraga panjat tebing
8. Hammer, untuk menghantam dan melepas paku piton
9. Chock, and friend alat pengaman yang diselipkan dicelah batu
10. Chalk, bag wadah untuk magnesium
11. Sepatu panjat tebing memiliki desain dan spesiifikasi khusus

2.2.4 Kode kode yang digunakan dalam pemanjatan

Climb Pemanjat Menginstrusi kepada Pembilay bahwa pemanjat siap


memanjat Climbing Pembilay Memberitahukan kepada pemanjat bhw dia siap
mengamankan pemanjat
1. Belay On
Pembilay Memberitahukan kepada pemanjat bhw dia telah mengamankan
pemanjat
2. On Belay
Pemanjat Menginstrusi kepada pembilay bahwa pemanjat memulai
memanjat
3. Belay Off

Pemanjat Menginstrusi kepada pembilay bahwa dia tidak


membutuhkan lagi pengamanan

4. Off Belay

8
Pembilay Menginstrusi kepada pemanjat bahwa dia tidak
mengamankan lagi
5. Full
Pemanjat Menginstrusi kepada pembilay agar tali dikencangkan
6. Slack
Pemanjat Menginstrusi kepada pembilay agar tali dikendorkan

7. Rock
Pemanjat Memberitahukan kepada orang yang berada dibawah bahwa
ada batuan tebing yang jatuhTopPemanjat Memberitahukan bahwa dia
telah sampai pada puncak

2.1.6 Sistem Pemanjatan


System pemanjatan dibagi menjadi dua:
1. Himalayan system

Pemanjatan system Himalayan ini adalah pemanjatan yang dilakukan


dengan cara terhubungnya antara titik start (ground) dengan pitch / terminal
terakhir pemanjatan, hubungan antara titik start dengan pitch adalah
menggunakan tali transport, dimana tali tersebut adalah berfungsi supaya
hubungan antara team pemanjat dengan team yang dibawah dapat terus
berlangsung tali transport ini berfungsi juga sebagai lintasan pergantian team
pemanjat juga sebagai jalur suplai peralatan ataupun yang lainnya.

2. Alpen system

Lain halnya dengan system diatas, jadi antara titik start dengan pitch
terakhir sama sekali tidak terhubung dengan tali transpot, sehingga jalur
pemanjatan adalah sebagai jalur perjalanan yang tidak akan dilewati kembali
oleh team yang dibawah. Maka pemanjatan dengan system ini benar-benar
harus matang perencanaanya karena semua kebutuhan yang mendukung dalam
pemanjatan tersubut harus dibawa pada saat itu juga.

9
2.3 MOUNTENERING

2.3.1 Pengertian Mountenering

Gunung Hutan merupakan salah satu divisi yang berkegiatan di bidang


pendakian gunung. Pendakian gunung sendiri termasuk salah satu kegiatan olah
raga alam bebas yang keras dan penuh petualangan sehingga dibutuhkan
kecerdasan, keterampilan, dan kekuatan yang memadai. Kegiatan dalam divisi ini
meliputi pembukaan jalur, teknik membaca peta, teknik hidup di alam bebas dan
lain-lain.

Mountaineering berasal dari kata “mountain” yang berarti gunung.


Mountaineering adalah kegiatan mendaki gunung  dan menyusuri hutan dengan
menerapkan materi-materi yang  dibutuhkan selama pendakian.

2.3.2 Persiapan Mendaki Gunung


1. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek
seorang pendaki harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu
membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter. Mengetahui
perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang
akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah
mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut
sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga
aerobic dan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi
transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini

10
penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar
oksigennya.

3. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta
mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan dengan
pendakian.

4. Perbekalan dan Peralatan


Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu
sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar
karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung
merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa
hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan
yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang
baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur,
perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain.
2.3.3 Bahaya di gunung
Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi
berhasil tidaknya suatu pendakian.
a. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini
tidak dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu
karena persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan,
pengetahuan, ketrampilan dan mental.
b.  Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang
dari obyek pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut
bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai, hujan, udara dingin,

11
longsoran hutan lebat dan lain-lain. Kecelakaan yang terjadi di gunung-
gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan
dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk pegang peranan,
penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasan-
keterbatasan pada diri kita sendiri.

2.3.4 langkah-langkah dan prosedur pendakian

Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-


kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi
tiga langkah, yaitu :

1.  Persiapan

Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :

 Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja


mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya,
penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi
dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan
pendakian.
 Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan
dengan berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi
fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental
dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-
kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta
cara-cara pencegahan/pemecahannya.
2.  Pelaksanaan

Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya


disarankan membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang
yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan
dengan pengetahuan membaca jalur pendakian.

12
3.  Evaluasi

Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda


lakukan, karena dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan
kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et
floreat).

 2.3.5 fisiologi tubuh di pegunungan

Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan


ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian
tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir
lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan
ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin
bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan
oksigen udara juga semakin berkurang.

Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap


keselamatan jiwa kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam
mempelajari proses fisiologi tubuh di daerah ketinggian.Banyak
kecelakaan terjadi di pegunungan akibat kurang pengetahuan, hampa
pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat.

1)  Konsekuensi Penurunan Suhu

Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm),


dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler
untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh terhadap perubahan suhu
lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat
membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah,
maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk
mempertahankan suhu tubuh internal (mis : dengan menggigil). Untuk
mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan,

13
karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi
dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.

2)  Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen

Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu


konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia
dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat
hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi
haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan
konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan
meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di
ketinggian, kita perlu mengadakan latihan aerobic, karena disamping
memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang memacu
sintesis sel-sel darah merah.

3)  Kesegaran Jasmani

Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian.


Komponen terpenting yang ditinjau dari sudut faal olahraga adalah
system kardiovaskulare danneuromusculare.

Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan


mengalami hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea
(kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung (mountain
sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolok pada
ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan
menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi
tubuh akan lambat.

Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :

-           Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing


14
-          Sukar atau tidak dapat tidur
-          Kehilangan control emosi atau lekas marah
-          Bernafas agak berat/susah
-          Sering terjadi penyimpangan interpretasi  atau keinginannya
aneh-aneh, bersikap semaunya dan bisa mengarah
kepenyimpangan mental.
-          Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai
muntah, bila ini terjadi maka orang ini harus segera ditolong
dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah
kekosongan perut.
-          Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan
akan mencapai puncaknya pada hari kedua.

Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini,


maka perlu secara dini ditangani/diberi obat penenang atau
dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah
dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak peduli lagi
nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya
pingsan.

Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral


dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan
penalarannya menurun. Dapat pula timbul rasa percaya diri yang
keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada
koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m,
hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m
kesadarannya dapat hilang sama sekali.

4)  Program Aerobik

Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu mendapatkan


kapasitas fisik yang maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas

15
kerja fisik seseorang berkaitan dengan kelancaran transportasi
oksigen dalam tubuh selai respirasi.

Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat


menambah kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak
jumlah pembuluh darah yang mrmasuki jaringan, memperbanyak
sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah haemoglobin
darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan
terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman
oksigen melalui pembuluh darah ke sel-sel yang membutuhkan lebih
terjamin.

Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus


diintensifkan selama dua bulan sebelumnya. Latihan yang teratur
ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan (endurance) dan
kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri (mental),
keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan
diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal,
biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang
dapat dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia dapat
menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan. Yang
tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan
untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes.
Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic
25-50 menit setiap harinya.

2.3.6. Pengetahuan dasar bagi mountaineer

1.  Orientasi Medan
a.  Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta
b.  Menggunakan kompas
c. Peta dalam perjalanan

16
2.  Membaca Keadaan Alam
-          Keadaan udara (cuaca, temperature, perubahan awan)
-          Membaca sandi-sandi
3.  Tingkatan Pendakian gunung

Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan


ditempuhnya sulit atau mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung
dibuat penggolongan tingkat kesulitan setiap medan atau lintasan gunung.

Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing atau gunungnya,


temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan rapuhnya
batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik
khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai
sepatu yang layak. Penggunaan tangan mungkin diperlukan
untuk membantu.
Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki
yang belum berpengalaman.
Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk
belaying mungkin diperlukan.
Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan
runner. Kelas ini dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan
untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya
dibagi dalam 5 tingkatan.

2.3.7. Manajemen perjalanan & peralatan


1.  Perencanan perjalanan

Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari informasi. Untuk


mendapatkan data data kita dapat memperoleh dari literatur- literatur yang

17
berupa buku-buku atau artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari orang-
orang yang pernah melakukan pendakian pada objek yang akan kita tuju.
Tidak salah juga bila meminta informasi dari penduduk setempat atau
siapa saja yang mengerti tentang gambaran medan lokasi yang akan kita
daki.

Selanjutnya buatlah ROP (Rencana Operasi Perjalanan. Buatlah


perencanaan secara detail dan rinci, yang berisi tentang daerah mana
yang dituju, berapa lama kegiatan berlangsung, perlengkapan apa saja
yang dibutuhkan, makanan yang perlu dibawa, perkiraan biaya
perjalanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta prosedur
pengurusan ijin mendaki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP secara teliti
dan sedetail mungkin, mulai dari rincian waktu sebelum kegiatan sampai
dengan setelah kegiatan. Aturlah pembagian job dengan anggota pendaki
yang lain (satu kelompok), tentukan kapan waktu makan, kapan harus
istirahat, dan sebagainya.

Intinya dalam perencanaan pendakian, hendaknya memperhatikan :

 Mengenali kemampuan diri dalam tim dalam menghadapi


Medan.
 Mempelajari medan yang akan ditempuh.
 Teliti rencana pendakian dan rute yang akan ditempuh secermat
mungkin.
 Pikirkan waktu yang digunakan dalam pendakian.
 Periksa segala perlengkapan yang akan dibawa.
2.  Perlengkapan dasar perjalanan
 Perlengkapan jalan : sepatu, kaos kaki, celana, ikat pinggang,
baju, topi, jas hujan, dll.
 Perlengkapan tidur : sleeping bag, tenda, matras dll.
 Perlengkapan masak dan makan: kompor, sendok, makanan,
korek dll.

18
 Perlengkapan pribadi : jarum , benang, obat pribadi, sikat, toilet
paper / tissu, dll.
 Ransel / carrier.
3.  Perlengkapan pembantu

Kompas, senter, pisau pinggang, golok tebas, Obat-obatan.Peta,


busur derajat, douglass protector, pengaris, pensil dll. Alat komunikasi
(Handy talky), survival kit, GPS [kalo ada],Jam tangan.

4.  Packing atau menyusun perlengkapan kedalam ransel.


 Kelompokkan barang barang sesuai dengan jenis jenisnya.
 Masukkan dalam kantong plastik.
 Letakkan barang barang yang ringan dan jarang penggunananya
(mis : Perlengkapan tidur) pada yang paling dalam.
 Barang barang yang sering digunakan dan vital letakkan sedekat
mungkin dengan tubuh dan mudah diambil.
 Tempatkan barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat
mungkin dengan badan / punggung.
 Buat Checklist barang barang tersebut.
5.  Pedoman Perjalanan Alam Terbuka
Untuk merencanakan suatu perjalanan ke alam bebas harus ada
persiapan dan penyusunan secara matang. Ada rumusan yang umum
digunakan yaitu 4W & 1 H, yang kepanjangannya adalah Where, Who,
Why, When dan How. Adapun tujuan yang diingin kita kita dapat
menyusun rencana gegiatan yang didalamnya mencakup rincian:
a.  Pemilihan medan, dengan memperhitungkan lokasi basecamp,
pembagian waktu dan sebagainya.
b.  Pengurusan perizinan
c.  Pembagian tugas panitia
d.  Persiapan kebutuhan acara
e.  Kebutuhan peralatan dan perlengkapan
f.  dan lain sebagainya.

19
6.  Packing
Sebelum melakukan kegiatan alam bebas kita biasanya
menentukan dahulu peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa, jika
telah siap semua inilah saatnya mempacking barang-barang tersebut ke
dalam carier atau backpack. Packing yang baik menjadikan perjalanan
anda nyaman karena ringkas dan tidak menyulitkan.
7.  Perlengkapan Pribadi Alam Bebas
Outdoor activity atau kegiatan alam bebas merupakan kegiatan
yang penuh resiko dan memerlukan perhitungan yang cermat. Jika salah-
salah maka bukan mustahil musibah akan mengancam setiap saat.
Sebagai contoh, sebuah referensi pernah mencatat bahwa salah satu
kegiatan alam bebas yaitu rock climbing [panjat tebing] merupakan jenis
olahraga yang resiko kematiannya merupakan peringkat ke-2 setelah
olahraga balap mobil formula-1.
Tentu saja resiko tersebut terjadi apabila safety-procedure tidak
menjadi perhatian yang serius, tetapi apabila safety-procedure
diperhatikan dan sering berlatih, maka resiko tersebut dapat ditekan
sampai titik paling aman.

Perjalanan alam bebas pasti akan bersentuhan dengan cuaca,


situasi medan dan waktu yang kadang tidak bersahabat, baik malam atau
siang hari, oleh karena itu perlu dipersiapkan perlengkapan yang
memadai.

Salah satu “perisai diri” ketika melakukan aktivitas alam bebas


adalah perlengkapan diri pribadi. Seperti:Tutup kepala/top, Syal-
slayer,Baju, Celana, Jaket, Slepping bag, Sepatu, Carrier bag atau
ransel,  Alat masak, makan dan mandi, Obat-obatan dan Survival Kits.

8.  Perencanaan Perbekalan
9.  Persiapan umum

 Kesiapan mental.

20
 Kesiapan fisik.
 Kesiapan administrasi.
 Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan.
10.  Persiapan mendaki gunung
11.  Mengenal Jenis Gunung dan Grade Pendakian
12.  Makanan (logistik)
13.  Peralatan lain (kantong utnuk sampah dan brang yang basah)

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada saat penelusuran atau perjalanan selalu didahului dengan management
perjalanan agar meminimalisir kejadian kejadian yang tak diinginkan nantinya,
serta selalu menjaga etika setiap dalam perjalanan atau kegiatan berlangsung.
Etika Pecinta Alam :
1. Dilarang mengambil sesuatu kecuali gambar.
2. Dilarang meninggalkan sesuatu kecuali jejak.
3. Dilarang membunuh sesuatu kecuali waktu.

3.2 Saran
1. Selalu berhati-hati dalam perjalanan di alam terbuka.
2. Selalu memahami kondisi fisik setiap dalam perjalanan.
3. Selalu menjaga sikap setiap dalam perjalanan.
4. Selalu memperhatikan management dalam perjalanan.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://cari-carimakalah.blogspot.com/2017/09/makalah-pendakian-gunung.html

https://akasakaoutdoor.co.id/kenali-jenis-dan-bentuk-gua-sebelum-melalukan-
aktivitas-caving/

http://eprints.ums.ac.id/45544/3/bab%201.pdf

https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/3348/8/UNIKOM_Muhammad%20Hatta
%20Wardi_11.%20Bab%20I.pdf

http://digilib.unimed.ac.id/19063/7/9.%20509142002%20BAB%20I.pdf

22
LAMPIRAN
 DOKUMENTASI

23
GUNUNG BIALO 2360 MDPL KAB JENEPONTO
ITINERARY

Hari 1
14 Oktober 2022 Rincian kegiatan Keterangan

20.00-22.02 Kumpul di sekret -


22.00-23.40 Packing  
23.40-04.50 Istirahat  
Hari 2
15 Oktober 2022  

04.50-07.00 Persiapan dan Ishoma -


07.00-12.05 Sekret-Basecamp Cek kondisi motor
12.05-12.19 Start point ke pos 1 Naik motor
12.19-15.03 Pos 1 ke pos 2 -
15.03-17.30 Pasang Camp & Isoma -
17.30-04.20 Istirahat -
Hari 3
16 Oktober 2022  
 
04.20-07.46 ISHOMA dan Persiapan -

24
07.46-08.30 Pos 2 ke pos 3 -
08.30-09.03 Pos 3 ke pos 4 -
09.03-09.30 Pos 4 ke pos 5 -
09.30-09.47 Pos 5 ke Puncak -
10.00-11.46 Puncak ke lokasi camp -
11.46-12.36 Istirahat dan makan -
12.36-14.28 Materi -
14.28-15.00 Packing -
15.00-16.01 Tempat camp ke start point -
16.01-22.23 Start poin ke sekret -

25
1

Anda mungkin juga menyukai