Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Keanekaragaman Hayati di Goa Cikarae Kawasan Karst Desa Lewi Karet


Kecamatan Kelapa Nunggal, Kabupaten Bogor

Disusuh Oleh : Deri Alyafi (41205425121014)


Mata Kuliah : Biologi Dasar
Dosen Pengampu : DRA. Nia Yuliani, M.PD

UNIVERSITAS NUSA BANGSA


FAKULTAS KEHUTANAN

Jalan Sholeh Iskandar, Kampung Parung Jambu No.4 Kecamatan Tanah Sareal Kota
Bogor, Provinsi Jawa Barat
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan laporan kegiatan yang berjudul "Keanekaragaman Hayati Di Goa Cikarae Kawasan
Karst Desa Lewi Karet Kecamatan Kelapa Nunggal, Kabupaten Bogor" Penulis menyadari bahwa
laporan kegiatan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, diharapkan saran dan kritik yang
membangun agar penulis menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga laporan kegiatan ini
menambah wawasan dan memberi manfaat bagi pembaca.

Bogor, 10 November 2021

II
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………… I
KATA PENGANTAR………………………………………………………… II
BAB I PENDAHULU
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………… 1
1.1 Rumusan Masalah………………………………………………………... 1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………….. 1
BAB II LANDASAN TEORI……………………………………………….. 2
BAB III HASIL PEMBAHASAN…………………………………………… 6
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………. 10
4.1 SIMPULAN…………………………………………………………… 10
4.2 SARAN……………………………………………………….………... 10
DAFTAR PUSTAKA

III
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kawasan karstnya yang cukup luas, Menurut
Setyaningsih (2011), kawasan karst menyimpan banyak keanekaragaman hayati dan kekayaan ekosistem
yang masih belum terungkap.

1.2 Rumusan masalah


Kawasan karst di Indonesia masih terpinggirkan terutama untuk kawasan konservasi, yang
menonjol justru potensi dari sisi ekonomi seperti penambangan batu kapur (Rahmadi, 2007). Salah satu
ekosistem di kawasan karst adalah ekosistem gua yang merupakan salah satu ekosistem yang paling rentan
di muka bumi. Kondisi yang khas di dalam gua yaitu tidak adanya cahaya, kelembapan yang relatif tinggi,
dan temperatur yang relatif stabil. Namun pada lingkungan yang seperti ini masih dijumpai adanya
kehidupan, salah satunya kelompok hewan Arthropoda.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman hayati apa saja yang terdapat
di gua Cikarae. Selain itu juga untuk mengetahui keanekaragaman hayati apa saja yang terdapat di gua
Cikarae. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah informasi tentang keanekaragaman
hayati yang dapat ditemukan di dalam gua karst, khususnya gua Cikarae. Selain itu, diharapkan koleksi
keanekaragaman hayati yang didapat bisa menjadi infentaris fauna gua karst kawasan karst.

1
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Karst

Istilah karst menurut Adji dkk (1999) berasal dari Bahasa Jerman dan turunan dari bahasa Slovenia
yang mempunyai arti lahan gersang berbatu. Karst adalah suatu kawasan batu gamping dengan bentuk
bentang alam yang khas di Slovenia yang menyebar hingga ke Italia. Kawasan tersebut kemudian menjadi
lokasi tipe (type locality) bentuk bentang alam karst (Milanovic, 1981) dalam (Deny Juanda, 2006).
Berdasarkan pengertian dalam ketentuan umum Kepmen ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan
Kawasan Bentang Alam Karst disebutkan bahwa yang dimaksud karst adalah bentang alam yang terbentuk
karena pelarutan air pada batugamping dan / atau dolomit.
Pengertian kawasan bentang alam karst adalah karst yang menunjukkan eksokarts dan endokarts
tertentu. Eksokarst merupakan karst pada bagian permukaan sedang endokarst merupakan karst pada bagian
bawah permukaan. Eksokarst terdiri dari mata air permanen, bukit karst, dolina, uvala, polje dan telaga.
Endokarst terdiri dari sungai bawah tanah dan speleotem. Karst sebagai medan dengan kekhasan kondisi
hidrologi sebagai akibat dari batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang
baik (Ford & Williams, 1992).
Karst ialah suatu kawasan yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, yang
disebabkan oleh tingginya keterlarutan batuan didalam air (Jennings, 1971).Karst tidak hanya terjadi di
daerah berbatuan karbonat, tetapi terjadi juga di batuan lain yang mudah larut dan mempunyai porositas
sekunder (kekar dan sesar intensif), seperti batuan gipsum dan batu garam. Namun demikian, karena batuan
karbonat mempunyai sebaran yang paling luas, karst yang banyak dijumpai adalah karst yang berkembang
di batuan karbonat.
Pengertian karst secara luas adalah bentuk bentang alam khas yang terjadi akibat proses pelarutan
pada suatu kawasan batuan karbonat atau batuan mudah terlarut (umumnya formasi batu gamping) sehingga
menghasilkan berbagai bentuk permukaan bumi yang unik dan menarik dengan ciri-ciri khas exokarst (di
atas permukaan) dan indokarst (di bawah permukaan). Penggunaan istilah karst secara internasional
berawal dari bahasa Jerman yang diserap dari bahasa Slavia kras yang memiliki arti lahan gersang berbatu.
Istilah kras diberikan untuk wilayah di Serbia, Bosnia, Herzegovina, Slovenia, Albania (dahulu Yugoslavia)
yang memiliki topografi khas akibat proses pelarutan pada batuannya. Di beberapa negara penggunaan
istilah bentang alam unik ini beragam misalnya karst (Jerman dan Inggris), carso (Italia), kras (negara-
negara Balkan), karusuto (Jepang), atau kars (Malaysia). Sedangkan di Indonesia pernah diperkenalkan
dengan istilah kras atau curing (Hadiwidjojo, 1994). Kawasan Karst memiliki karakteristik relief dan

2
drainase yang khas, terutama disebabkan oleh larutnya batuan yang tinggi di dalam air, jika dibandingkan
dengan daerah lain. Pada kawasan ini dapat diketahui yaitu relief pada bentang alam ini berada pada
kawasan yang berbatuan yang mudah larut, juga dapat diketahui dengan adanya aliran sungai yang secara
tiba tiba masuk tanah meninggalkan lembah kering dan muncul sebagai mata air yang besar. Pada kawasan
ini pola pengaliran tidak sempurna, kadang tampak, kadang hilang, yang disebut sebagai sungai bawah
tanah.

Ciri-ciri khusus dari kawasan karst antara lain:


a. Terdapatnya sejumlah cekungan (depresi) dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi, cekungan tersebut
digenangi air atau tanpa air dengan kedalaman dan jarak yang berbeda-beda.
b. Bukit-bukit kecil dalam jumlah banyak yang merupakan sisi-sisi erosi akibat pelarutan kimia pada batu
gamping, sehingga terbentuk bukit-bukit (conical hills).
c. Sungai-sungai tidak mengalami perkembangan pada permukaan. Sungai pada kawasan karst umumnya
terputus-putus, hilang kedalam tanah dan begitu saja muncul dari dalam tanah.
d. Terdapatnya sungai-sungai bawah tanah (di bawah permukaan) dan adanya goa-goa kapur pada
permukaan atau di atas permukaan.
e. Terdapatnya endapan sedimen lumpur berwarna merah (terrarosa) yang merupakan endapan resedual
akibat pelapukan batu gamping.
f. Permukaan yang terbuka mempunyai kenampakan yang kasar, pecah-pecah atau lubang-lubang mapun
runcing-runcing (lapies).
g. Banyaknya Stalaktit dan Stalakmit akibat dari air yang masuk ke lubang-lubang (doline) kemudian turun
ke gua dan menetes dari atap gua ke dasar gua yang berubah jadi batuan. Kawasan karst merupakan kawasan
yang terbentuk dari tanah karst dan umumnya berada di perbukitan atau kawasan yang berbukit-bukit dan
tanahnya didominasi oleh batu gamping (limestone).
Menurut Bowles (1989), klasifikasi batu gamping termasuk batuan sedimentasi kimiawi. Batuan
tersebut terdiri dari kalsit (CaCO3),yang mempunyai sifat cepat bereaksi dengan cairan asam (hidroclorida).
Tanah karst termasuk kategori tanah yang tidak mendukung keberadaan air permukaan, karena tanah
tersebut tersusun dari batuan karbonat terutama CaCO3 dan dolomit CaMg (CO3)2. Sifat dari batu gamping
(CaCO3) yang mendominasi tanah karst, mempunyai daya / tingkat kelarutan tinggi, sehingga tanah
menjadi porus. Hal ini mengakibatkan terjadinya banyak rekahan (cavities), lubang-lubang pada batuan,
luweng (shinkhole), gua dan bukit. Air tanah di kawasan karst umumnya mempunyai sifat khusus.
Keberadaan air tanah tersebut banyak dijumpai pada rongga-rongga, celah-celah batuan dan pada luweng.
Proses rembesan air yang sangat tinggi di tanah karst, berakibat air permukaan tidak dapat tertampung

3
dengan baik. Ini menimbulkan ketidakseimbangan antara peningkatan kebutuhan air dengan ketersediaan
air yang relatif sedikit.
Di Indonesia banyak terdapat kawasan karst, diperkirakan memiliki kawasan batuan karbonat yang
luasnya mencapai 15,4 juta hektar yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia mulai dari barat hingga
timur. Beberapa kawasan tersebut telah dikembangkan sebagai kawasan kars bahkan telah menjadi Geopark
pertama di Indonesia untuk kawasan kars Gunungsewu (Jawa Tengah – Jawa Timur) dan secara aklamasi
oleh International Union of Speleoloogy dinyatakan sebagai World Natural Heritage. Berikut adalah
beberapa kawasan karst di Indonesia :
a. Gunung Leuser (Aceh)
b. Perbukitan Bohorok (Sumut), Payakumbuh (Sumbar)
c. Bukit Barisan, mencakup Baturaja (Kabupaten Ogan Kombering Ulu)
d. Sukabumi selatan (Kawasan Jawa Barat)
e. Kawasan Karst Gombong Selatan, Kebumen (Jawa Tengah)
f. Pegunungan Kapur Utara, mencakup daerah Kudus, Pati, Grobogan, Blora dan Rembang Jawa tengah
g. Pegunungan Kendeng, Kawasan Jawa Timur
h. Pegunungan Sewu, yang membentang dari Kabupaten Bantul di barat hingga Kabupaten Tulungagung.
i. Sistem perbukitan Blambangan, Jawa Timur
j. Perbukitan di bagian barat Pulau Flores, tempat lokasi banyak gua, salah satu di antaranya adalah Liang
Bua (Nusa Tenggara Timur, NTT)
k. Perbukitan karst Sumba (NTT)
l. Pegunungan karst Timor Barat (NTT) Kawasan Pegunungan Sangkulirang - Tanjung Mangkaliat seluas
293.747,84 hektare, memiliki gua-gua dengan lukisan dinding manusia purba (Kalimantan Timur)
m. Perbukitan Maros Pangkajene, terletak di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan,
seluas 4.500 hektare dan beberapa di antara gua-gua yang ada memiliki lukisan purba
n. Kawasan karst Wowolesea, memiliki sistem air asin hangat (Sulawesi Tenggara)
o. Pulau Muna
p. Kepulauan Tukangbesi
q. Pulau Seram (Maluku)
r. Pulau Halmahera (Maluku Utara)
s. Kawasan karst Fakfak (Papua Barat)
t. Pulau-pulau Biak dan Pegunungan Tengah dan Pegunungan Lorentz (Papua)
u. Kawasan Batu Hapu, Tapin, Kalimantan Selatan
v. Pegunungan Schwaner (Kalbar), dll

4
Salah satu kawasan karst yang menjadi fokus penelitian ini adalah Kawasan Karst di Pegunungan
Kelapa Nunggal Kabupten Bogor

5
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil dan pembahasan

Karakteristik Gua Cikarae

Gambar 1. Peta Gua Cikarae

Penelitian ini dilakukan di Gua Cikarae Desa Lewi Karet Rt 3 Rw 5 Kecamatan Kelapa Nunggal,
Kabupaten Bogor Gua ini di temukan pertama kali oleh Bapak H.Rasmini pada tahun 1945 pemilik tanah.
Kenapa dinamakan Gua Cikarae karna terdapat banyak ikan lele berjenis karae, Secara geografis kawasan
Gua Cikarae berada di posisi 06030’52’’LS dan 1060 55’15”BT. Gua Cikarae merupakan gua aktif karena
terdapat aliran air atau sungai bawah tanah didalamnya. Memiliki panjang sekitar 200 meter yang kemudian
dibagi kedalam 3 zona, yaitu Zona, remang-remang, gelap dan gelap total.

6
Keanekaragaman Hayati

Diperoleh 2 jenis Antropoda dan 2 jenis Chordata

Tabel 1. Keanekaragaman hayati Di Goa Cikarae

Filum Kelas Bangsa Suku Marga


Antrophoda Insecta Orthoptera Raphidophoridae Raphidophora
Malacrostaca Decapoda Atyidae Caridina
Chordata Actinopterygii Siluriformes Clariidae Clarias
Cypriniformes Cyprinidae Puntius

Gambar 2. Rhaphidophora (dokumentasi pribadi)

Rhaphidophora ini memiliki ukuran panjang badan 4-6 cm dan memiliki ukuran tubuh lebih besar
bila dibandingkan Gryllus assimilis (jangkrik biasa), dengan warna tubuh cokelat tua. Memiliki bagian
dorsal abdomen yang melengkung dan sayap yang tidak berkembang sempurna, sedangkan mata hanya
berupa kumpulan oseli kecil berwarna hitam. Memiliki antena yang tipis seperti benang halus yang
panjangnya hingga tujuh kali panjang tubuhnya, selain itu juga memiliki sepasang tungkai belakang yang
kuat dan panjang.

7
Gambar 3. Macrobrachium lanchesteri (dokumentasi pribadi)

Macrobrachium cf lanchesteri Ciri morfologi udang ini memiliki warna tubuh putih transparan
dengan warna hitam pada ujung ekor dan bagian kepala hingga antena. Bentuk tubuh kurus ramping kecil
atau tidak ditemukan ukuran yang lebih besar dan panjang dari ini. Memiliki garis berwarna putih ditengah
bagian dorsal punggung. Semua antena cenderung panjang.Memiliki capit. Ukuran total panjang tubuh
udang ini sekitar 4-5 cm. Pada spesies ini morfologi tubuh panjang langsing. Karpusnya lebih panjang dari
chela. Ciri ini merupakan ciri dari jenis Macrobrachium lanchesteri (Wowor 2004), dan (Supriadi,A. 2012).

Gambar 4. Puntius binotatus (dokumentasi pribadi)

Puntius binotatus Ikan berukuran sedang, panjang total (dengan ekor) umumnya hingga 100mm
ukuran besarnya dapat mencapai 170mm Warna tubuh ikan ini abu-abu terang di bagian punggung
berangsur-angsur memucat dan keputihan di sisi dada dan perut. pada ikan-ikan yang muda sering pula
terdapat 1-3 bintik tambahan di tengah badan yang terletak pada sebuah coret samar memanjang di sisi

8
tubuh di belakang tutup insang, dan satu bintik di awal sirip anal. Bintik-bintik ini umumnya akan memudar
dan menghilang pada spesimen-spesimen yang besar

Gambar 5. C. batrachus (dokumentasi pribadi)


Clarias batrachus Ikan dengan tubuh licin, tak bersisik, panjang tubuh kurang lebih 8-10 cm.
Kepala memipih datar, dan sisi perut datar. Dilihat dari atas, sisi lateral kepala terlihat rata melengkung di
sisi anterior, dan menyempit di ujung moncong yang memiliki empat pasang alat peraba serupa kumis.
Kumis terpanjang di rahang atas ujungnya hampir mencapai pangkal jari-jari sirip punggung yang pertama;
kumis terpanjang di rahang bawah ujungnya mencapai ujung sirip dada. Tulang-tulang tempurung kepala
tertutupi oleh kulit tebal. Lubang ubun-ubun (fontanel) sebelah depan bentuk panjang dan sempit. Sisi atas
dan samping kepala dan badan berwarna coklat kekuningan, Sisi perut putih.terang terdapat bitnik bitnik
kecil kuning yang masing-masing terdiri atas 5-7bintik, di sepanjang badan tepat di bawah gurat sisi.

Faktor Biologi Lingkungan

ketersediaan makanan juga menjadi faktor penentu keberadaan Arthropoda di dalam gua. Menurut
Whriten dkk., (2000) semua penghuni gua bergantung pada bahan makanan dan bahan yang dibawa masuk
ke dalam gua. Beberapa hewan menghisap cairan yang ada di dalam akar tumbuhan yang melekat di langit-
langit gua. Beberapa hewan lainnya memakan kayu dan bahan-bahan lain yang terbawa aliran sungai di
dalam gua atau bahan organik yang terdapat dalam air yang mengalir dari permukaan tanah ke dalam gua.
Menurut Ko (2000) cara lain masuknya sumber makanan ialah akibat ulah binatang yang keluar masuk gua
seperti kelelawar, burung, seriti, burung walet, yang membuang kotoran didalam gua yang dinamakan
guano. Guano tersebut akan menghidupi kecoa, kumbang, jangkrik, dan binatang yang tidak bertulang
belakang yang lainnya. Binatang-binatang ini pada akhirnya akan menjadi sumber pakan bagi binatang-
binatang yang lebih besar.

9
BAB 4
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Terdapat 2 jenis anthropoda yang ditemukan di gua cikarae yaitu Raphidophora (5) dikelas Insecta
dan Caridina (10) dikeals Malacrostaca. 2 jenis chordata yaitu Clarias (2) dan Puntius (2) dikelas
Actinopterygii.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pembahasan dapat disimpulkan Gua Cikarae memliki hewan
khas yang terdapat didalamnya, Perlu adanya metode penilitian lebih lanjut akan upaya peningkatan
pembendaharan keanekaragaman hayati di Kawasan karst Gua Cikarae.

10
DAFTAR PUSTAKA

Haryono, E., & Adji, T. N. (2017). Geomorfologi dan Hidrologi Karst. Gramedia Pustaka.

Riky, L. R., Jati, W. N., & Zahida, F. (2015) Diversity of Arthropods in Ngguwo Cave Gunung Sewu Karst
Region Gunung Kidul, Yogyakarta.

Anonim. 2014. Ekosistem Karst. http://ppejawa.com/ekoregion/ekosistem-karst/. Yogyakarta. 5 November


2014.

Setyaningsih, M. 2011. Keanekaragaman Fauna Gua Karst Di Pangandaran Jawa Barat. Proseding
Penelitian Bidang Ilmu Eksakta: 35-44.

Suhardjono, Y. R., dan Ubaidillah, R. 2012. Fauna karst dan Gua Maros, Sulawesi Selatan. LIPI press.
Jakarta.

NatureServe (2015). "Clarias batrachus". IUCN Red List of Threatened Species.. Version
4.1 (4.1). International Union for Conservation of Nature.

Supriadi A. 2012. Keanekaragaman Jenis Udang Air Tawar di Sungai-Sungai yang berasal dari Gunung
Salak. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Wowor D, Cai Y, Ng PKL. 2004. Crustacea: Decapoda, Caridea. Di dalam: Yule CM, Sen YH, editor.
Freshwater Invertebrata Of The Malaysian Region. Kuala Lumpur: Akademi Sains Malaysia: 337-
357 . Kuala Lumpur.

Sastrapradja, S., A. Budiman, M. Djajasasmita, dan C.S. Kaswadji. 1981. Ikan Hias. LBN - LIPI. Bogor.
hal. 16-17.

Whriten, T., S. J. Damanik, J., Anwar, & Hisyam, 2000, The Ecology Of Indonesia Series Volume I : The
Ecology Of Sumatra, Periplus Edition (HK) Ltd., Singapore, 478

Anda mungkin juga menyukai