Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karst adalah sebuah istilah dalam Bahasa Jerman yang diturunkan dari
Bahasa Slovenia yang berarti lahan gersang berbatu (Haryono dan Adji,
2004). Istilah tersebut sebenarnya menggambarkan kondisi yang sering
ditemui di banyak daerah yang berbatuan karbonat atau batuan lain yang
memiliki sifat mudah larut. Akibat terjadinya proses pelarutan (karstifikasi),
maka terbentuklah suatu sistem hidrologi yang unik. Sistem hidrologi
kawasan karst sangat dipengaruhi oleh porositas sekunder yang menyebabkan
air masuk ke dalam sistem aliran bawah tanah dan menyebabkan kondisi
kering di permukaan. Di Indonesia, kawasan karst ini dapat dijumpai di
daerah Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
khususnya di Kecamatan Ponjong.
Kondisi geomorfologi, geologi dan hidrologi kawasan karst di Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunungkidul yang unik tenyata juga menyimpan banyak
sumberdaya alam khususnya air bersih yang berada di dalam tanah dan
batugamping sebagai barang tambang. Selain itu, Haryono dkk (2002)
menjelaskan bahwa kawasan karst memiliki arti penting sebagai berikut:
1. Kawasan karst merupakan objek kajian ilmu pengetahuan yang unik dan
langka;
2. Kawasan karst merupakan yang sangat sensitif terhadap keberadaan air
dan sosial budaya masyarakat;
3. Kawasan karst merupakan habitat yang mendukung keanekaragaman jenis
flora dan fauna yang spesifik; serta
4. Kawasan karst memiliki fungsi dalam penyerapan karbondioksida (CO 2)
dari atmosfer.

1
Gambar 1.1. Cakupan kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul

Fungsi karst dalam penyerapan karbondioksida (CO2) merupakan salah


satu proses alam yang dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
pemanasan global (global warming). Hal tersebut karena karbondioksida
(CO2) merupakan salah satu penyebab terjadinya pemanasan global (global
warming). Karbondioksida (CO2) dipakai sebagai komparasi terhadap
kenaikan temperatur akibat adanya kenaikan gas rumah kaca karena
memberikan kontribusi terbesar dalam pemanasan global, yaitu 50%
(Cahyono, 2009).
Proses penyerapan karbondioksida (CO2) di kawasan karst kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunungkidul terjadi pada proses pelarutan batuan
gamping (karstifikasi). Proses ini diawali dengan larutnya karbondioksida
(CO2) di dalam air membentuk H2CO3. Larutan H2CO3 bersifat tidak stabil

2
sehingga terurai menjadi HCO32- dan H+. Ion H+ inilah yang kemudian akan
menguraikan batugamping (CaCO3) menjadi Ca2+ dan HCO3-.
H2O + CO2 + CaCO3 Ca2+ + HCO3-

Letak kawasan karst Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul yang


berada di daerah tropis memiliki arti penting dalam penyerapan
karbondioksida (CO2) dalam skala global. Hal ini berkaitan dengan adanya
Intertropical Convergence Zone atau sering disebut sebagai ITCZ. ITCZ
adalah suatu zona di sekitar equator (garis khatulistiwa) yang memiliki
tekanan lebih rendah dari daerah di sekitarnya. Hal ini menyebabkan adanya
aliran udara global dari lintang 300 LU dan 300 LS mengalir ke arah equator,
sehingga secara tidak langsung akan membawa polutan dalam udara termasuk
karbondioksida (CO2) yang dihasilkan di lintang tengah ke daerah tropis.

Gambar 1.2. Zona ITCZ yang menyebabkan adanya sirkulasi angin secara global ke
daerah tropis (Dimyati, 2009)

Selain itu, letak kawasan karst Kecamatan Ponjong, Kabupaten


Gunungkidul yang berada di daerah tropis menjadikan kawasan ini sebagai
penyerap karbon yang potensial karena pada daerah ini curah hujan sangat
tinggi. Hujan atau dalam hal ini air (H2O) merupakan salah satu syarat utama

3
terjadinya proses karstifikasi, sehingga semakin banyak curah hujan suatu
wilayah maka proses karstifikasi akan berkembang dengan lebih intensif.
Haryono dan Adji (2004) menyebutkan bahwa proses karstifikasi dapat terjadi
apabila dipenuhi beberapa syarat berikut:
1. Adanya batuan yang mudah larut, kompak, tebal dan memilki banyak
rekahan;
2. Curah hujan yang cukup (minimal 250 mm/tahun); dan
3. Batuan terangkat di ketinggian yang memungkinkan perkembangan
sirkulasi air atau drainase secara vertikal.
Fungsi penyerapan karbondioksida (CO2) di kawasan karst Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunungkidul dewasa ini menjadi terganggu akibat
adanya penambangan batu gamping. Penambangan batu gamping di kawasan
karst Gunungkidul dilakukan dengan cara overburden (pengelupasan) kerucut
karst baik secara manual dengan tenaga manusia ataupun dengan
menggunakan alat berat. Proses penambangan ini menyebabkan hilangnya
lapisan epikarst pada batuan gamping sehingga proses karstifikasi tidak dapat
terjadi. Lapisan epikarst adalah lapisan tipis yang berda di bagian atas batuan
gamping yang terbentuk oleh tanah atau rekahan-rekahan yang mampu
menyimpan air. Proses karstifikasi sangat tergantung dengan keberadaan
lapisan epikarst karena kemampuan meloloskan air batuan gamping rendah
sehingga dibutuhkan suatu lapisan penyimpan air yang berguna untuk
menampung air selama belum terloloskan di dalam batuan gamping. Setelah
air melewati pori-pori batuan gamping, maka proses karstifikasi baru akan
dimulai. Ketiadaan lapisan epikarst akan menyebabkan air langsung mengalir
sebagai aliran permukaan (runoff) sehingga dalam waktu singkat akan
mmudah teruapkan dan tidak menyebabkan terjadinya karstifikasi. Oleh
karena itu, maka diperlukan suatu kajian tentang pengaruh penambangan
batugamping terhadap fungsi penyerapan karbondioksida sehingga dapat
digunkan sebagai salah satu masukan dalam pembuatan rencana pengalolaan
lingkungan yang berkelanjutan dan mensejahterakan masyarkat.
4
Gambar 1.3. Lapisan Epikarst (Haryono dan Adji, 2004)

Gambar 1.4. Proses penambangan batu gamping dengan alat berat (dok. Cahyadi,
2009)

5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat disusun rumusan


masalah sebagai berikut :
1. Berapakah kapasitas penyerapan karbondioksida kawasan karst di Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunungkidul?
2. Berapakah karbondioksida yang tidak dapat diserap lagi akibat adanya
penambangan batugamping di kawasa karst Kecamatan Ponjong, Kabupaten
Gunungkidul?
3. Bagaimana pengaruh penambangan batugamping terhadap fungsi penyerapan
karbondioksida di kawasan karst Kecamatan Ponjong Kabupaten
Gunungkidul?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan karya tulis ini antara lain :


1. Mengetahui kapasitas penyerapan karbondioksida kawasan karst di
Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul?
2. Mengetahui kuantitas karbondioksida yang tidak dapat diserap lagi akibat
adanya penambangan batugamping di kawasa karst Kecamatan Ponjong,
Kabupaten Gunungkidul?
3. Mengakaji pengaruh penambangan batugamping terhadap fungsi penyerapan
karbondioksida di kawasan karst Kecamatan Ponjong Kabupaten
Gunungkidul?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, antara lain :


1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu titik permulaan
(starting point) sehingga dapat dijadikan sebagai suatu referensi terkait kajian
pengaruh aktivitas ekonomi berupa penambangan batugamping terhadap
tingkat penyerapn karbondioksida di kawasan karst.
6
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi
pemerintah daerah Kabupaten Gunungkidul, para pelaku usaha tambang dan
stakeholder lain yang terkait, sehubungan dengan penyelenggaran usaha
tambang batugamping dan pelestarian lingkungan kawasan karst Kabupaten
Gunungkidul.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Karst

Worosuprojo (1997) menyatakan bahwa karst adalah suatu kawasan yang


mempunyai karakteristik yang khas, baik pada wilayah permukaan (eksokarst),
dan bawah permukaan (endokarst). Lebih jauh dijelaskan oleh Kusumayudha
(2005) bahwa kawasan karst disebut khas karena memiliki karaktyeristik relief
dan derajat pelarutan batuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan
lainnya. Sementara itu, Haryono dan Adji (2004) mengungkapkan keunikan dan
kekhasan bentukka pada kawasan karst terjadi karena dalam pembentukkannya
memerlukan bebrapa syarat khusu yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut
antara lain adalah:
1. Terdapat batuan yang mudah larut, kompak, tebal dan mempunyai banyak
retakan
Batuan yang mudah larut dapat berupa gamping, dolomit dan gypsum.
Semakin tinggi kemurnian batuannya, maka proses pelarutan akan semakin
baik. Kusumayudha (2005) menyebutkan bahwa diperlukan minimal 50%
kemurnian dari batuan yang terlarut untuk dapat membentuk topografi karst,
namun demikian prose karstifikasi akan berjalan baik apabila kandungan
batuan yang mudah larut adalah lebih dari 90%.
2. Memiliki curah hujan yang cukup tinggi
Faktor curah hujan menjadi sangat penting karena hujan merupakan media
pelarut dalam proses karstifikasi. Oleh karena itu, maka semakin tinggi curah
hujan maka proses pelarutan akan semakin intensif.
3. Batuan yang mudah larut terangkat di ketinggian yang memungkinkan
perkembangan sirkulasi atau drainase secara vertikal
Syarat ini penting ada agar terjadi jarak yang cukup antara batuan
gamping yang tidak jenuh air dengan muka airtanah, sehingga mampu
8
terbentuk drainase air secara vertikal. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
batuan karbonat terangkat, maka proses karstifikasi akan semakin intensif.

Gambar 2.1. Proses karstifikasi

B. Karbondioksida (CO2)

Karbon dioksida adalah molekul yang tersusun atas unsure karbon dan
oksigen. Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu penyebab pemanasan
global selain beberapa bgas lain seperti CH4, CFC, N2O, dan O3 (Adiningsih,
2009). Cahyono (2009) menjelaskan bahwa gas karbondioksida (CO2) dipakai
sebagai komparasi terhadap kenaikan temperatur akibat adanya kenaikan
9
kenaikan gas rumah kaca karena member kontribusi terbesar dalam pemanasan
global yakni 50%, sedangkan gas CFC berkontribusi sebesar 20%, CH4 sebesar
15%, O3 sebesar 8% dan NOx berkontribusi sebesar 7%.
Meskipun karbondioksida (CO2) berkontribusi paling besar, sebenarnya
karbondioksida (CO2) memilki nilai global warming potensial (GWP) terkecil
dibandingkan dengan gas rumah kaca yang lain. Kontribusi yang besar
disebabkan karena konsentrasinya terbesar dibandingkan gas nrumah kaca yang
lain, yakni mencapai 800 gigaton karbon di atmosfer (Sumaryati, 2009). Lebih
jauh Sumaryati (2009) menjelaskan bahwa senyawa CO, CH4, dan senyawa
hidrokarbon non metan lainnya pada akhirnya akan berubah menjadi
karbondioksida (CO2), misalnya karbonmonoksida (CO) akan berubah menjadi
karbondioksida (CO2) setelah 2-3 bulan terbantuk.

C. Fungsi penyerapan karbon dioksida pada kawasan karst

Penyerapan karbondioksida (CO2) di kawasan karst terjadi pada proses


karstifikasi. Proses ini diawali dengan larutnya karbondioksida (CO2) di dalam air
membentuk H2CO3. Larutan H2CO3 bersifat tidak stabil sehingga terurai menjadi
HCO32- dan H+. Ion H+ inilah yang kemudian akan menguraikan batugamping
(CaCO3) menjadi Ca2+ dan HCO3-. Berikut ini adalah reaksi yang terjadi pada
proses karstifikasi:

H2O + CO2 + CaCO3 Ca2+ + HCO3-

10
Gambar 2.2. Skema terjadinya penyerapan karbor dari atmosfer oleh batuan karst (Adji dkk,
2009)

11
BAB III
METODE PENULISAN

A. Perhitungan karbondioksida (CO2) yang terserap oleh proses karstifikasi

Perhitungan karbondioksida (CO2) dapat dilakukan dengan menggunakan


oleh Adji, dkk (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Atmospheric
Carbondioxide Sequestration Trough Karst Denudation Process (Preliminary
Estimation from Gunung Sewu Karst Area)” sebagai berikut:

V = (4 E T) / 100 = 0,04 E T
Keterangan:
V = Volume karbondioksida yang terserap dalam proses karstifikasi
(m3/year/km2)
E = Runoff per desa (Presipitasi – Evaporasi) (dm)
T = Konsentrasi CaCO3 dalam air yang keluar melalui mata air (mg/l)
Perhitungan pengurangan penyerapan karbon dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:

Vpt = V. Apt
Keterangan:
Vpt = Volume karbon yang hilang
Apt = Luas Penambangan
V = Volume karbon yang terserap dalam proses karstifikasi (m3/year/km2)

B. Perhitungan curah hujan

Perhitungan curah hujan dilakukan dengan menggunakan metode isohyet.


Isohyet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang memiliki curah

12
hujan yang sama. Data curah hujan di ambil dari stasiun klimatologi dan
kemudian dicari data rerata tahunannya. Setelah itu, kemudian dilakukan
interpolasi menggunakan software Arcgis 9.3 untuk mengetahui isohyetnya.
Rumus mencari hujan wilayah adalah sebagai berikut:

P = (P1.A1 + P2. A2 +....+Pn. An) / ( A1 + A2 + .....+ An) ......... (Seyhan, 1990)


Keterangan:
P = Curah Hujan Wilayah
P1, P2, Pn = Curah hujan rata-rata pada masing-masing poligon antar
isohyet
A1, A2, An = Luas masing-masing poligon diantara isohyets

Gambar 3.1. Contoh penentuan hujan wilayah dengan menggunakan metode isohyet
(Seyhan, 1990)

C. Perhitungan Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan


tanah, air dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer oleh adanya pengaruh
13
faktor-faktor iklim dan fisiologi tanaman. Perhitungan evapotranspirasi
menggunakan metode Turc-Lungbein. Metode ini menggunakan data hujan dan
suhu suatu wilayah. Rumus evapotranspirasi Turc-Lungbein adalah sebagai
berikut:

Ea = P / [ 0,9 + (P2 / Eo2)] (1/2)


Keterangan:
Ea = Evapotranspirasi potensial (mm/tahun)
P = Curah hujan Tahunan (mm/tahun)
Eo = Evaporasi aktual (mm/tahun) = 325 + 21 T + 0,9 T2
T = Rerata temperatur tahunan (0C)

D. Perolehan Data Konsentrasi CaCO3

Data konsentrasi CaCO3 dalam air yang keluar melalui mata air dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data yang digunakan oleh Adji dkk
(2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Atmospheric Carbondioxide
Sequestration Trough Karst Denudation Process (Preliminary Estimation from
Gunung Sewu Karst Area)” yakni sebesar 185 mg/l. Data ini diperoleh rerata
data konsentrasi CaCO3 pada beberapa mata air yang diambil sampelnya pada
beberapa debit yang berbeda (multi temporal).

E. Penetuan Suhu Setiap Stasiun yang tidak Memiliki Data Suhu


Penentuan suhu digunakan untuk menghitung besarnya evapotranspirasi. Suhu
yang digunakan dalam perhitungan diasumsikan bahwa semua tempat di
Kecamatan Ponjong memiliki suhu yang sama dengan stasiun klimatologi
Ponjong. Untuk mengetahui suhu yang ada pada masing-masing stasiun hujan
yang tidak memiliki data suhu digunakan rumus Mock (1972) yang digunakan
oleh Worosuprojo (1997) sebagai berikut:

14
T = 0,006 ( Z1 – Z2) oC
Keterangan:
T = Beda temperatur udara antara Z1 dan Z2
Z1 = Elevasi tempat stasiun koreksi (Stasiun Adisucipto < 122 mdpl > )
Z2 = Elevasi tempat stasiun terkoreksi

15
BAB IV
PEMBAHASAN

Kapasitas penyerapan karbon kawasan karst sangat dip-engaruhi oleh besarnya


curah hujan dan suhu. Perhitungan curah setiap desa di Kecamatan Ponjong
mewnunjukkan bahwa curah hujan tertinggi adalah 2325 mm/tahun dan terendah
sebesar 2038 mm/tahun. Hasil ini menunjukkan bahwa curah hujan di daerah ini
tergolong cukup tinggi sehingga sangat efektif untuk perkembangan topografi karst.
Selain itu, perbedaan curah hujan tertinggi dan terendah yang tidak terlalu besar
menunjukkan bahwa variasi curah hujan antar daerah tidak terlalu besar sehingga
akan berpengaruh pada bentuk topografi karst yang relatif seragam.

Tabel 4.1. Tebal hujan tahunan desa-desa di Kecamatan Ponjong


Tebal hujan
No Kecamatan Desa tahunan
(mm/th)
1 Bedoyo 2325
2 Genjahan 2100
3 Gombong 2325
4 Karang Asem 2288
5 Kenteng 2188
6 Ponjong Ponjong 2200
7 Sawahan 2075
8 Sidorejo 2225
9 Sumber Giri 2163
10 Tambakromo 2113
11 Umbul Rejo 2038
Sumber : analisis data sekunder

16
Perhitungan suhu dengan menggunakan rumus Mock menunjukkan perbedaan
suhu di Stasiun Ponjong dengan suhu di Stasiun Adisucipto adalah -1.14 oC. Suhu
udara rerata tahunan wilayah ini adalah 25,3oC, yang berarti sangat sesuai untuk
perkembangan topografi karst. Berdasarkan hasil perhitungan suhu dan curah hujan
yang ada, maka kemudian diketahui evapotranspirasi yang terjadi pada masing-
masing desa berdasarkan rumus Turc-Lungbein adalah antara 876,82 mm/tahun
sampai dengan 920,83 mm/tahun.
Suhu dan curah hujan kemudian akan berpengaruh kepada jumlah air yang
kemudian tidak menguap dan tinggal sebagai simpanan dalam epikarst, yang dalam
hal ini diasumsikan sama dengan besarnya runoff. Runoff dihitung dengan
mengurangkan presipitasi (hujan) dengan evapotranspirasi yang terjadi di daerah
tersebut. Besarnya runoff yang terjadi rata-rata adalah 1286 mm/tahun atau sekitar
58% dari rerata curah hujan tahunan yang terjadi.
Kapasitas penyerapan karbondioksida diartikan sebagai kemampuan suatu luasan
bentanglahan karst (dalam penelitian ini per km 2) untuk menyerap karbondioksida
dalam waktu satu tahun. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan
menggunakan variebel konsentrasi CaCO3 yang terkandung dalam mata air dan
besarnya runoff, diketahui bahwa kapasitas penyerapan karbondioksida kawasan karst
di Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul adalah sebesar 95,13 m 3/tahun/km2.
Rincian kapasitas penyerapan karbondioksida kawasan karst di Kecamatan Ponjong
Kabupaten Gunungkidul untuk setiap desa adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Kapasitas penyerapan CO2 masing-masing desa di Kecamatan Ponjong


Tebal
Hujan Suhu Eo Evapotranspirasi Runoff Penyerapan
No Desa
Tahunan Udara (mm/th) (mm/th) (dm) karbondioksida
(mm/th)
1 Bedoyo 2325 25.3 1430.87 920.83 14.04 103.9084
2 Genjahan 2100 25.3 1430.87 886.96 12.13 89.76506
3 Gombong 2325 25.3 1430.87 920.83 14.04 103.9084
4 Karang Asem 2288 25.3 1430.87 915.56 13.72 101.5609

17
5 Kenteng 2188 25.3 1430.87 900.73 12.87 95.25803
6 Ponjong 2200 25.3 1430.87 902.55 12.97 96.01106
7 Sawahan 2075 25.3 1430.87 882.91 11.92 88.21429
8 Sidorejo 2225 25.3 1430.87 906.31 13.19 97.58282
9 Sumber Giri 2163 25.3 1430.87 896.89 12.66 93.69224
10 Tambakromo 2113 25.3 1430.87 889.04 12.24 90.57321
11 Umbul Rejo 2038 25.3 1430.87 876.82 11.61 85.9274
Sumber : analisis data sekunder

Data kapasitas penyerapan karbondioksida masing-masing desa kemudian di


kalikan dengan luas penambangan gamping yang ada di masing-masing desa untuk
mengetahui volume karbondioksida yang tidak lagi dapat diserap akibat adanya
penambangan batu gamping. Namun demikian, data lokasi penambangan dari Dinas
Perekonomian Sub Dinas Pertambangan Gunungkidul menunjukkan bahwa ternyata
hanya empat desa di Kecamatan Ponjong yang memiliki area penambangan batu
gamping. Desa-desa yang memiliki area penambangan batu gamping adalah Desa
Bedoyo, Desa Gombang, Desa Karang Asem dan Desa Sidorejo. Berdasarkan luas
masing-masing area pertambangan didapat nilai jumlah karbondioksida yang tidak
lagi dapat terserap akibat adanya penambangan batu gamping adalah sebesar 2,32
m3/tahun. Angka ini setara dengan 428,56 m3 CaCO3 (karena konsentrasi CaCO3
dalam mata air adalah 185 mg/l). Berdasarkan kenyataannya, setiap pelarutan 1000 kg
CaCO3 akan menyebabkan penyerapan 120 kg karbondioksida, maka berarti
karbondioksida yang tidak terserap akibat adanya penambangan batu gamping di
Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul akan setara dengan 51,43 kg.

Tabel 4.3. Volume CO2 yang tidak terserap untuk masing-masing lokasi
penambangan batugamping di Kecamatan Ponjong
Kapasitas Volume
Lokasi penyerapan Luas pertambangan karbondioksida
Nomor 2
pertambangan karbondioksida (km ) yang tidak terserap
3 2
(m /tahun/km ) (m3/tahun)

18
1 Bedoyo 103.91 0.0134 1.39
2 Gombong 103.91 0.006 0.62
3 Karangasem 101.56 0.002 0.20
4 Sidorejo 97.58 0.001 0.10
Jumlah 2.32
Sumber : analisis data sekunder
Hasil perhitugnan jumlah karbondioksida yang tidak dapat diserap akibat adanya
penambangan batu gamping menunjukkan bahwa pengaruh terhadap penyerapan
karbondioksida tergolong tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan karena luas
penambangna yang diperhitungkan hanya sempit dan hanya meliputi penambangan
yang memiliki ijin saja. Apabila jumlah karbondioksida yang tidak terserap akibat
penambangan batu gamping dibandingkan dengan total penyerapan karbondioksida di
Kabupaten Gunungkidul yakni sebesar 72.804,16 ton, maka jumlahnya sangatlah
sedikit. Hal ini berarti bahwa penambangan batu gamping tidak memberikan dampak
yang signifikan terhadap jumlah karbondioksida yang dapat diserap di kawasan karst.
Namun demikian, bukan berarti bahwa penambangan batu gamping tidak
menyebabkan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini hanya
menjadi salah satu masukan bahwa alasan hilangnya fungsi penyerapan
karbondioksida akibat penambangan batu gamping tidak cukup kuat untuk
menunjukkan kerusakan kawasan karst, maka perlu dukungan penelitian yang lain
tentang dampak penambangan batu gamping seperti pengaruh terhadap kondisi flora
dan fauna, kondisi hidrologi dan sebagainya. Penelitian-penelitian tersebut
diharapkan dapat benar-benar menjadi jawaban yang memuaskan bagi semua
kalangan tentang dampak penambangan batu gamping terhadap ekosistem kawasan
karst.
Kawasan karst Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul merupakan bagian
dari world natural heritage yang telah ditetapkan oleh UNESCO. Oleh karena itu,
selain usaha dalam pengelolaan yang lestari dibutuhkan pula pengelolaan yang dapat
mensejahterakan masyarakat kawasan karst. Beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mewujudkan hal tersebut antara lain:

19
1. Sosialisasi tentang arti penting dan keunikan kawasan karst bagi penduduk
kawasan karst dan masyarakat di luar kawasan karst;
2. Melakukan usaha-usaha pemulihan sumberdaya hayati;
3. Pengendalian erosi dan pemanfaatan lahan yang salah;
4. Membuat perundang-undangan yang tegas namun tetap memperhatikan asas
lestari dan mensejahterakan;
5. Pengaturan pemanfaatan ruang;
6. Inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya lahan dan air;
7. Pengembangan potensi kawasan karst seperti pengembangan geowisata atau
wisata minat khusus;
8. Pengaturan dan pembatasan penambangan batu gamping; dan
9. Relokasi penambangan karst di kawasan karst berkembang baik.

20
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, dapat ditarik beberapa


kesimpulan sebagai berikut :
1. Kapasitas penyerapan karbondioksida di kawasan karst Kecamatan Ponjong,
Kabupaten Gunungkidul adalah sebesar 95,13 m3/tahun/km2.
2. Jumlah Karbon dioksida yang tidak dapat terserap lagi akibat terjadinya
penambangan batu gamping adalah sebesar 2,32 m3/tahun atau setara dengan
51,43 kg.
3. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa pengeruh penambangan
batu gamping terhadap fungsi penyerapan karbondioksida kawasan karst di
Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul adalah sangat kecil.

B. Saran

Saran yang dapat diajukan antara lain :


1. Sosialisasi tentang arti penting dan keunikan kawasan karst bagi penduduk
kawasan karst dan masyarakat di luar kawasan karst;
2. Melakukan usaha-usaha pemulihan sumberdaya hayati;
3. Pengendalian erosi dan pemanfaatan lahan yang salah;
4. Membuat perundang-undangan yang tegas namun tetap memperhatikan asas
lestari dan mensejahterakan;
5. Pengaturan pemanfaatan ruang;
6. Inventarisasi dan evaluasi potensi sumberdaya lahan dan air;
7. Pengembangan potensi kawasan karst seperti pengembangan geowisata atau
wisata minat khusus;
8. Pengaturan dan pembatasan penambangan batu gamping; dan

21
9. Relokasi penambangan karst di kawasan karst berkembang baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Erna Sri. 2009. Bencana Iklim di Indonesia Menjadi Agenda Sidang
di UNCOPUOS-PBB. Media Dirgantara Vol. 4 : 2 Juni 2009. hlm. 4-9.

Adji, Tjahyo Nugroho. 2009. Atmospheric Carbondioxide Sequestration Trough


Karst Denudation Process (Preliminary Estimation from Gunung Sewu
Karst Area). Yogyakarta: Karst Research Group Faculty of Geography
Gadjah Mada University.

Cahyono, Eko W. 2009. Telah Terjadi Dampak Pemanasan Global Terhadap


Ekosistem. Media Dirgantara Vol. 4 : 2 Juni 2009. hlm. 14-17.

Haryono, Eko, dkk. 2002. Laporan Akhir Zonasi Kawasan Karst Kabupaten
Wonogiri. Wonogiri: BAPPEDA Kabupaten Wonogiri dan Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.

Haryono, Eko dan Adji, Tjahyo Nugroho. 2004. Pengantar Geomorfologi dan
Hidrologi Karst. Yogyakarta: Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.

Kusumayudha, Sari B. 2005. Hidrogeologi Karst dan Geometri Fraktal di Daerah


Gunungsewu. Yogyakarta: Adi Cita.

Notodarmojo, Suprihanto. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Bandung:


Penerbit ITB.

Seyhan, Ersin. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Sudibyakto, Ahmad. 2010. Perubahan Iklim di Indonesia: Konsep, Adaptasi, dan


Mitigasi Dampak. Pidato Pengukuhan Lektor Kepala Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tanggal 4 Februari 2010.

Sumaryati. 2009. Meminimalisasi Dampak Gas Rumah Kaca dan Polusi Udara di
Atmosfer.. Media Dirgantara Vol. 4 : 2 Juni 2009. hlm. 18-24.
23
Worosuprojo, Suratman, dkk. 1997. Laporan Akhir Kajian Ekosistem Karst di
Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yogyakarta: Biro Bina Lingkungan Hidup Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

24
LAMPIRAN

25
26
Data Penambangan Batugamping di Seluruh Kabupaten Gunungkidul

Luas
No. Nama Alamat Tanggal Izin Izin Habis Jenis izin Bahan Galian Lokasi Penambangan
(m2)
Bedoyo Kulon, Bedoyo, Bedoyo Kulon, Bedoyo,
1 Suwarno 27 Juni 2003 20 Juni 2005 Eksploitasi 1000 Batugamping
Ponjong Ponjong
Jati, Karangasem, Ngabean Kidul,
2 Suratman 20 September 2003 19 September 2005 Eksploitasi 1000 Batugamping
Ponjong Karangasem, Ponjong
Widoro, Sumberwungu, Widoro, Sumberwungu,
3 Sama Sarjono 27 September 2003 25 September 2005 Eksploitasi 980 Batugamping
Tepus Tepus
Widoro, Sumberwungu, Widoro, Sumberwungu,
4 Sama Sarjono 27 September 2003 26 September 2005 Eksploitasi 980 Batugamping
Tepus Tepus
Karanggebong, Karanggebong,
5 Hadi Suyitno/Suyadi 23 Oktober 2003 22 Oktober 2005 Eksploitasi 1000 Batugamping
Sumberwungu, Tepus Sumberwungu, Tepus
Rejosari, Sumberwungu, Rejosari, Sumberwungu,
6 Suyatno 23 Oktober 2003 22 Oktober 2005 Eksploitasi 1000 Batugamping
Tepus Tepus
Bantalwatu, Bantalwungu,
7 Marto Diyono/Ngadiyo 23 Oktober 2003 22 Oktober 2005 Eksploitasi 1000 Batugamping
Sumberwungu, Tepus Sumberwungu, Tepus
Karangtritis, Karangtritis, Sumberwungu,
8 Wartono Sugino 23 Oktober 2003 22 Oktober 2003 Eksploitasi 1000 Batugamping
Sumberwungu, Tepus Tepus
Trengganu Wetan, Trengganu Wetan, Sidorejo,
9 Supardi, Suprapto D 14 Januari 2004 13 Januari 2006 Eksploitasi 1000 Batugamping
Sidorejo, Ponjong Ponjong
Marahan, Banjarsari, Ngabean Kidul,
10 Dodi Prasetyo N 19 Februari 2002 18 Februari 2006 Eksploitasi 1000 Batugamping
Sala Karangasem, Ponjong
Ngagel, Karangmojo,
11 H. Marah Mulyo 06 Juli 2004 06 Juni 2005 Eksploitasi 1000 Batugamping Sumberwungu, Tepus
Karangmojo
Siyono Wetan,
12 Yudi Grahito 06 Juli 2004 06 Juni 2005 Eksploitasi 1000 Batugamping Sumberwungu, Tepus
Logandeng, Playen
13 Drs. R Maryadi Jl. Mijahan, Wonosari 06 April 2004 06 Maret 2005 Pengolahan 1000 Batugamping Jati, Karangasem, Tepus
14 Drs. R Maryadi Jl. Mijahan, Wonosari 06 April 2004 06 Maret 2005 Eksploitasi 1000 Batugamping Betoro, Karangasem, Tepus
Eksploitasi dan
15 Tukijan Turi, Sidorejo, Ponjong 08 Februari 2004 08 Januari 2006 1000 Batugamping Turi, Sidorejo, Tepus
pengolahan

27
Eksploitasi dan
16 Asrafi Warsito Turi, Sidorejo, Ponjong 08 Februari 2004 08 Januari 2006 1000 Batugamping Turi, Sidorejo, Tepus
pengolahan
Eksploitasi dan
17 Kaslam Turi, Sidorejo, Ponjong 08 Februari 2004 08 Januari 2006 1000 Batugamping Turi, Sidorejo, Tepus
pengolahan
18 Kimo Turi, Sidorejo, Ponjong 08 Februari 2004 08 Januari 2006 Pengolahan 1000 Batugamping Turi, Sidorejo, Tepus
19 Warso Suwito Turi, Sidorejo, Ponjong 08 Februari 2004 08 Januari 2006 Pengolahan 1000 Batugamping Turi, Sidorejo, Tepus
Nongkosepet, Sidorejo,
20 Saidi Turi, Sidorejo, Ponjong 08 Februari 2004 08 Januari 2006 Pengolahan 1000 Batugamping
Tepus
Asemlulang, Sidorejo, Eksploitasi dan
21 Sarjono 08 Februari 2004 08 Januari 2006 1000 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Ponjong pengolahan
Asemlulang, Sidorejo, Eksploitasi dan Nongkosepet, Sidorejo,
22 Sarjono 08 Februari 2004 08 Januari 2006 1000 Batugamping
Ponjong pengolahan Tepus
Bedoyo Kulon, Bedoyo,
23 Suprapto 09 Februari 2004 08 Januari 2006 Pengolahan 1000 Batugamping Turi, Sidorejo, Tepus
Ponjong
Eksploitasi dan
24 Suratman Turi, Sidorejo, Ponjong 08 Februari 2004 08 Januari 2006 1000 Batugamping Turi, Sidorejo, Tepus
pengolahan
25 Suryanto Turi, Sidorejo, Ponjong 08 Februari 2004 08 Januari 2006 Pengolahan 1000 Batugamping Turi, Sidorejo, Tepus
Trengguno Lor, Eksploitasi dan
26 Drs. Marsiyanto 27 Agustus 2004 26 Agustus 2006 1000 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Sidorejo, Ponjong pengolahan
Ngrombo, Bedoyo, Eksploitasi dan
27 Marto Suwito 27 Agustus 2004 26 Agustus 2006 1000 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Ponjong pengolahan
Purwosari, Baleharjo, Eksploitasi dan
28 Dwi Lestari 27 Agustus 2004 26 Agustus 2006 1000 Batugamping Gombong, Ponjong
Wonosari pengolahan
Jongklot, Pucanganom, Eksploitasi dan Jongklot, Pucanganom,
29 Hj. Sri Rejeki 10 April 2004 10 April 2005 1000 Batugamping
Rongkop pengolahan Rongkop
Ngrombo, Bedoyo, Eksploitasi dan
30 Marjoyo 25 September 2004 24 September 2006 1000 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Ponjong pengolahan
Ngentak, Candirejo, Batu
31 Suyanto 25 September 2004 24 September 2006 Eksploitasi 1000 Ngentak, Candirejo, Semin
Semin Kalkarenit
Sumberejo, Ngawu, Eksploitasi dan Gombong, Gombong,
32 Olivia Car;a Satriawi 14 Oktober 2004 13 Oktober 2006 1000 Batugamping
Playen pengolahan Ponjong
Eksploitasi dan Pakrandu, Gombong,
33 Y.B. Subroto Bogor, Playen, Playen 12 Januari 2004 30 Nopember 2006 1000 Batugamping
pengolahan Ponjong
34 Y.B. Subroto Bogor, Playen, Playen 12 Januari 2004 30 Nopember 2006 Eksploitasi dan 1000 Batugamping Gombong, Gombong,

28
pengolahan Ponjong
Dringo, Girijati,
35 Sakijan 12 Juni 2006 12 Mei 2006 Eksploitasi 450 Batugamping Dringo, Girijati, Purwosari
Purwosari
Dringo, Girijati,
36 Suparlan 12 Juni 2006 12 Mei 2006 Eksploitasi 600 Batugamping Dringo, Girijati, Purwosari
Purwosari
Dringo, Girijati,
37 Sandiyo 12 Juni 2006 12 Mei 2006 Eksploitasi 400 Batugamping Dringo, Girijati, Purwosari
Purwosari
Gombong, Gombong, Eksploitasi dan Gombong, Gombong,
38 Kristiyadi, SP 22 Desember 2004 21 Desember 2006 1000 Batugamping
Ponjong pengolahan Ponjong
Gombong, Gombong, Eksploitasi dan Gombong, Gombong,
39 Kristiyadi, SP 22 Desember 2004 21 Desember 2006 1000 Batugamping
Ponjong pengolahan Ponjong
Bedoyo Lor, Bedoyo, Bedoyo Lor, Bedoyo,
40 Surahmad 03 Februari 2005 03 Januari 2006 Eksploitasi 1000 Batugamping
Ponjong Ponjong
Krambil, Girisekar, Eksploitasi dan
41 Tita Fela Purwanti 03 Oktober 2005 03 September 2006 1000 Batugamping Sawah, Girisekar, Panggang
Panggang pengolahan
Ngagel, Karangmojo, Pakwungu, Sumberwungu,
42 H. Mardi Mulyo 19 Maret 2005 18 Maret 2006 Eksploitasi 1000 Batugamping
Karangmojo Tepus
Ngipak, Karangmojo, Pakwungu, Sumberwungu,
43 Siti Fatimah 19 Maret 2005 18 Maret 2006 Eksploitasi 1000 Batugamping
Karangmojo Tepus
Siyono Wetan,
44 Yudi Grahito 19 Maret 2005 18 Maret 2006 Eksploitasi 1000 Batugamping Wunut, Su,berwungu, Tepus
Logandeng, Playen
Ngrombo, Bedoyo, Eksploitasi dan
45 Karman 18 April 2005 17 April 2007 1000 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Ponjong pengolahan
Ngalasombo, Bedoyo, Eksploitasi dan
46 Jamal Andri Susanto 18 April 2005 17 April 2007 1000 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Ponjong pengolahan
Ngrombo, Bedoyo, Eksploitasi dan
47 Mantorejo 18 April 2005 17 April 2007 1000 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Ponjong pengolahan
Ngrombo, Bedoyo,
48 Marto Suwito 18 April 2005 17 April 2007 Eksploitasi 800 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Ponjong
Ngrombo, Bedoyo, Eksploitasi dan
49 Murjono 18 April 2005 17 April 2007 800 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Ponjong pengolahan
Ngrombo, Bedoyo, Eksploitasi dan
50 Pubiyo 18 April 2005 17 April 2007 800 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Ponjong pengolahan
Ngrombo, Bedoyo, Eksploitasi dan
51 Purwo Diharjo 18 April 2005 17 April 2007 1000 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Ponjong pengolahan

29
Ngalasombo, Bedoyo, Eksploitasi dan
52 Sumaryono, 18 April 2005 17 April 2007 1000 Batugamping Ngrombo, Bedoyo, Ponjong
Ponjong pengolahan
Plebengan Kidul, Plebengan Kidul, Candirejo,
53 Maryanto 18 April 2005 17 April 2007 Eksploitasi 1000 Batugamping
Candirejo Semanu
Sumber : Dinas Perekonomian Sub Dinas Pertambangan Kabupaten Gunungkidul

30

Anda mungkin juga menyukai