Anda di halaman 1dari 20

STUDI KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM DI PULAU-PULAU KECIL (KASUS DI KABUPATEN

ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR)

Oleh : M.A. Fathoni

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Alor, wilayah kepulauan terluar yang terdiri dari 20 pulau kecil dan memiliki kerentanan multibencana tinggi. Perubahan iklim semakin meningkatkan ancaman bencana hidroklimatologi seperti abrasi pantai, kenaikan muka air laut, banjir dan kekeringan, serta angin puting beliung. Ancaman dan kerentanan yang tinggi harus diimbangi dengan penguatan kapasitas, salah satunya kapasitas pemerintah daerah. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mempelajari kapasitas Pemerintah Daerah Kabupaten Alor dalam Pengurangan Risiko Bencana akibat Perubahan Iklim (PRB PI), 2) menganalisis pembagian peran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Alor dalam PRB PI, 3) merumuskan strategi penguatan kapasitas Pemda Kabupaten Alor dalam PRB PI. Pengambilan data dilakukan dengan FGD, wawancara dan survei institusi. Analisis data untuk menjawab tujuan pertama dilakukan dengan analisis kuantitatif, analisis data untuk menjawab tujuan kedua dilakukan dengan analisis kualitatif, dan untuk menjawab tujuan ketiga dilakukan dengan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kapasitas Pemda Kabupaten Alor dalam PRB PI berada pada level 1 untuk 3 prioritas aksi yaitu: sistem informasi, penilaian risiko dan peringatan bencana dini; upaya penelitian, pendidikan dan pelatihan; serta upaya pengurangan faktor risiko dasar; level 2 dalam hal regulasi, kelembagaan dan perencanaan serta level 4 dalam hal upaya kesiapsiagaan. Terdapat 4 SKPD yang berperan dalam PRB PI yaitu BPBD, DKP, BLH dan PU sedangkan SKPD lain belum memasukkan PRB PI dalam rencana kerjanya. Strategi penguatan kapasitas yang dapat dilaksanakan yaitu memperkuat kelembagaan dan regulasi, membentuk forum PRB yang mempertemukan seluruh elemen stakeholder secara teratur, serta melakukan PRB berbasis masyarakat melalui pelatihan dan simulasi. Kata kunci : kapasitas pemerintah daerah, pengurangan risiko bencana, perubahan iklim, pulau pulau kecil terluar.

1.

Pendahuluan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis

pantai lebih dari 95.181 km serta lebih dari 17.508 pulau dengan 17.475 diantaranya termasuk dalam kategori pulau kecil, serta luas laut sekitar 3,1 juta km2 (Dahuri et al., 1996). Sidang Khusus Majelis Umum PBB ke-22 tahun 1999 menghasilkan State of Progress and Initiatives for the Future Implementation of the Programme of Action for Sustainable Development of Small Island Developing States untuk jangka waktu 5 tahun (1999-2004) yang menetapkan bahwa masalah prioritas dalam pengelolaan pulau kecil berupa: perubahan iklim dan naiknya permukaan air laut; serta bencana alam dan kerusakan lingkungan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003).

Gambar 1. Tingkat kerawanan bencana Provinsi Nusa Tenggara Timur (Alor dilingkari warna merah) (Sumber : BNPB, 2011) Salah satu wilayah di Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau kecil adalah Kabupaten Alor. Kabupaten Alor terdiri dari 20 pulau kecil, dengan 9 diantaranya merupakan pulau berpenghuni. Kabupaten Alor yang terdiri atas pulau-pulau kecil memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap bencana khususnya yang terkait dengan perubahan iklim. Karakteristik pulau kecil yang khas menyebabkan

manajemen perubahan iklim di pulau-pulau kecil berbeda dengan wilayah lain, khususnya yang ada di daratan (mainland). Selain bergantung pada jenis ancaman, kerentanan dan kapasitas, pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim di pulau-pulau kecil terluar juga harus memperhatikan keterbatasan infrastruktur dan akses dengan daerah di sekitarnya. Bantuan logistik dari luar daerah dapat terhambat pada saat terjadi bencana sehingga pada masa awal tanggap darurat harus dipersiapkan oleh pemerintah daerah setempat. Oleh karenanya perlu dilakukan penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengurangan risiko bencana di Kabupaten Alor. Di Kabupaten Alor dampak perubahan iklim sudah dapat dirasakan. Wilayah yang termasuk dalam kawasan Nusa Tenggara ini tergolong sebagai wilayah yang mengalami pergeseran musim. Penelitian Boer, et.al. (2009) membuktikan bahwa kawasan Nusa Tenggara termasuk Kabupaten Alor mengalami musim kemarau yang semakin memanjang.

Gambar 2. Perubahan panjang musim kemarau di seluruh Indonesia. (Sumber: Boer et al., 2009). Dengan semakin krusialnya isu perubahan iklim terutama bagi wilayah pulau-pulau kecil seperti wilayah Kabupaten Alor, maka perlu adanya gagasan tentang adaptasi, kesiapan dan mitigasi melalui tindakan dan program investasi sebagai bentuk manajemen pulau kecil yang baik untuk komunitas berketahanan.

Konsep yang dikembangkan Turner et al. (2003), mengindikasikan bahwa untuk mengurangi tingkat kerentanan pulau-pulau kecil, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kapasitas adaptif (adaptive capacity) dari suatu pulau kecil. UNISDR (2010) mengungkapkan bahwa kapasitas adaptif khususnya kapasitas pemerintah lokal dalam pengurangan risiko bencana masih menjadi masalah utama dalam manajemen bencana secara umum. Tantangan yang umum terjadi terkait dengan hal ini adalah rendahnya minat dan kapasitas pemerintah lokal dalam pengurangan risiko bencana. Hal ini seringkali menjadi refleksi kapacitas pemerintahan lokal yang lemah. Lebih jauh lagi, isu terkait kapasitas pemerintah lokal yang krusial adalah perlunya upaya membangun sebuah proses perencanaan di mana masyarakat dapat berpartisipasi, ikut menentukan dan merencanakan pengurangan risiko bencana di wilayahnya bersama-sama dengan otoritas pemerintah lokal berdasarkan kapasitas dan sumberdaya yang dimiliki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas pemerintah daerah Kabupaten Alor dalam pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim di pulau-pulau kecil, mengkaji peran SKPD Kabupaten Alor dan strategi yang harus diterapkan pemerintah dalam pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim di Kabupaten Alor berdasarkan analisis kapasitas pemerintah daerah setempat, dan merumuskan strategi pemberdayaan pemerintah daerah Kabupaten Alor dalam pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim di pulau-pulau kecil di Kabupaten Alor.

2.

Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori Jatnika (2011) melakukan penelitian yang mengambil judul Peran

2.1. Tinjauan Pustaka

Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Bencana Alam di Kabupaten Majalengka Tahun 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Majalengka belum maksimal. Hal ini dikarenakan belum adanya kejelasan penataan mekanisme keseluruhan unsur dalam wadah penanggulangan bencana tersebut,

juga terkait dengan pengembangan koordinasi dengan sektor-sektor lain di daerah, sehingga sinergi stakeholder dalam penanggulangan bencana belum terwujud. Selain hal tersebut, faktor keterlibatan aktor politik dalam penanggulangan bencana alam di Kabupaten Majalengka menjadi beban karena terjadi proses hibrida murni politisasi-birokrasi dan birokratisasi-politik. Relasi kekuasaan dan adanya politisasi anggaran dalam penanggulangan bencana dengan mencari keuntungan sosial, politik, dan ekonomi justru menimbulkan sebuah konflik secara vertikal maupun horizontal. Penelitian lain dilakukan oleh Alhadi pada tahun 2011 dengan mengambil judul Upaya Pemerintah Kota Padang untuk Meningkatkan Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Ancaman Bencana Gempa dan Tsunami (Suatu Studi Manajemen Bencana). Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami secara umum belum mencapai hasil yang diinginkan. Ini dibuktikan dengan sikap Pemerintah Kota Padang yang lebih mengutamakan penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat, edukasi kesiapsiagaan yang belum merata, kerentanan bangunan terhadap gempa dan tsunami yang masih tinggi, jalur dan lokasi evakuasi yang belum tersedia dan mencukupi serta sistem peringatan dini yang masih butuh perbaikan. Penelitian yang dilakukan Danhas (2011) mengambil judul Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Bencana di Provinsi Sumatera Barat. Hasil analisis menunjukkan tingkat ketahanan daerah Provinsi Sumatera Barat menunjukkan tingkat ketahanan daerah Kabupaten/Kota berada pada level 2, sedangkan Provinsi Sumatera Barat pada level 3. Kondisi paling rentan terutama pada; Pengkajian risiko, terutama untuk risiko-risiko lintas batas, Manajemen risiko dan penurunan kerentanan terutama untuk prosedur penilaian dampak risiko bencana dan rencana-rencana di bidang ekonomi dan produksi, kesiapsiagaan dan penanganan darurat, yaitu khususnya belum adanya kontinjensi bencana yang berpotensi terjadi yang siap di semua jenjang pemerintahan dan prosedur yang relevan untuk melakukan tinjauan pasca bencana terhadap pertukaran informasi selama masa tanggap darurat serta pengetahuan dan edukasi, terutama mengenai

penyediaan informasi yang relevan mengenai bencana dan dapat diakses di semua tingkat oleh seluruh pemangku kepentingan. Triawan (2012) juga melakukan penelitian dalam ruang lingkup tema yang sama dengan mengangkat judul Studi Kapasitas Pemerintahan Daerah dalam Pengurangan Risiko Bencana Gempa Bumi, Studi Kasus: Kota Pariaman, Sumatra Barat. Hasil penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa Kota Pariaman memiliki kapasitas regulasi, aparatur dan pembiayaan yang masih lemah, sedangkan untuk kapasitas komitmen dan daya dukung organisasi dinilai sudah cukup bagus walaupun masih harus ditingkatkan lagi. Hal tersebut disebabkan karena Kota Pariaman masih berada pada tahapan membenahi dan melengkapi. Masih ada beberapa kekurangan yang dimiliki Pemerintah Kota Pariaman terkait dengan kelima variabel yang diukur, seperti masih kurangnya regulasi yang diterbitkan khususnya mengenai pendirian bangunan tahan gempa, masih belum ada aparatur yang berlatar-belakang pendidikan kebencanaan, dan masih kecilnya angka alokasi dana untuk optimalisasi mitigasi bencana. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain mengenai kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan bencana. Penelitian ini Memfokuskan studi kapasitas pemerintah daerah dalam pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim. Lokasi kajian berupa pulau-pulau kecil terluar yang memiliki keterbatasan akses dengan daerahdaerah di sekitarnya. Berdasarkan perbedaan tersebut, Penelitian lain Fokus kajian bukan pada ancaman bencana akibat perubahan iklim, melainkan gempabumi, tsunami dan tanah longsor. Lokasi kajian merupakan daerah rawan bencana yang bukan merupakan pulau-pulau kecil terluar. maka dapat dikatakan bahwa

permasalahan-permasalahan yang diangkat dalam penelitian kali ini belum dikaji dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Hal ini disebabkan faktor karakteristik

lokasi kajian yang berbeda yaitu berupa pulau pulau kecil serta faktor jenis ancaman bencana yang berbeda yaitu bencana akibat perubahan iklim. 2.2. Kerangka Teori Penelitian ini dimulai dari adanya fenomena perubahan iklim yang dapat menjadi pemicu peningkatan jumlah kejadian bencana terutama di pulau-pulau kecil. Untuk mengurangi dampak bencana yang terjadi maka diperlukan kapasitas yang tinggi dari pemerintah daerah pulau-pulau kecil dalam pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim. Beradasarkan kerangka teori yang dikemukakan, kapasitas ini diindikasikan dengan adanya empat indikator utama yaitu 1) regulasi, kelembagaan dan perencanaan; 2) sistem informasi dan peringatan bencana; 3) upaya penelitian, pendidikan, dan pelatihan terkait penanggulangan bencana; 4) upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar, dan 5) upaya kesiapsiagaan untuk penanggulangan bencana. Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian dapat disusun sebagai berikut : INPUT Perubahan iklim Risiko bencana di pulau-pulau kecil (kenaikan muka air laut, badai tropis, banjir dan kekeringan) PROSES Pengurangan risiko bencana

Regulasi, kelembagaan, perencanaan

Sistem informasi dan peringatan

Penelitian, pendidikan, pelatihan

Pengurangan risiko dasar

Kesiapsiagaan untuk PB

Kapasitas pemerintah daerah pulau-pulau kecil OUTPUT

Strategi pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim Gambar 3. Kerangka teori 7

3.

Metode Penelitian Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi atau

gabungan untuk memperoleh data sebagai berikut: a. Data primer pada penelitian ini dikumpulkan dengan metode Focus Group Discussion. FGD secara partisipatif dengan peserta yang berasal dari SKPD meliputi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapedda), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD), Badan Lingkungan Hidup Daerah

(BLHD), Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian (BKPPP), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), dan Dinas Kesehatan. Diskusi kelompok dilaksanakan dengan mengacu kepada suatu daftar pertanyaan (kuesioner) yang diisi bersama-sama peserta diskusi. b. Data Sekunder dikumpulkan dengan metode survei instansi. Variabel-variabel dan parameter-paramater kapasitas pemerintah dalam pengurangan risiko bencana perubahan iklim yang akan diamati di dalam penelitian ini disesuaikan dengan panduan penilaian kapasitas daerah yang ditentukan oleh BNPB yang mengacu pada prioritas pengurangan risiko bencana dalam Hyogo Framework for Action. Variabel dan parameter kapasitas

pemerintah daerah yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 2 . Tabel 2. Variabel, parameter dan cara perolehan data
No. 1. Variabel Regulasi, kelembagaan dan perencanaan Parameter Kerangka hukum dan kebijakan lokal untuk pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim telah ada dengan tanggungjawab eksplisit ditetapkan untuk semua jenjang pemerintahan Tersedianya sumberdaya (sarana, prasarana, SDM, anggaran) yang dialokasikan khusus untuk kegiatan pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim di semua tingkat pemerintahan Terjalinnya partisipasi dan desentralisasi komunitas melalui pembagian kewenangan dan sumber daya pada tingkat lokal Berfungsinya forum/jaringan daerah khusus untuk pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim Tersedianya Kajian Risiko Bencana akibat perubahan iklim di daerah berdasarkan data bahaya dan kerentanan untuk Cara Perolehan Data

Kuesioner, FGD, Wawancara, kunjungan instansi, studi literatur

2.

Sistem informasi, penilaian risiko,

dan peringatan dini bencana

3.

Upaya penelitian, pendidikan, dan pelatihan terkait penanggulangan bencana

4.

Upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar

5.

Upaya kesiapsiagaan untuk penanggulangan bencana akibat perubahan iklim

meliputi risiko untuk sektor-sektor utama daerah Tersedianya sistem-sistem yang siap untuk memantau, mengarsip dan menyebarluaskan data potensi bencana akibat perubahan iklim dan kerentanan-kerentanan utama Tersedianya sistem peringatan dini yang siap beroperasi untuk skala besar dengan jangkauan yang luas ke seluruh lapisan masyarakat Kajian Risiko Daerah Mempertimbangkan Risiko-Risiko Lintas Batas Guna Menggalang Kerjasama Antar Daerah Untuk Pengurangan Risiko bencana akibat perubahan iklim Tersedianya informasi yang relevan mengenai bencana akibat perubahan iklim dan dapat diakses di semua tingkat oleh seluruh pemangku kepentingan (melalui jejaring, pengembangan sistem untuk berbagi informasi, dst) Kurikulum sekolah, materi pendidikan dan pelatihan yang relevan mencakup konsep-konsep dan praktik-praktik mengenai pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim dan pemulihannya Tersedianya metode riset untuk kajian risiko bencana akibat perubahan iklim serta analisis manfaat biaya (cost benefit analysist) yang selalu dikembangkan berdasarkan kualitas hasil riset Diterapkannya strategi untuk membangu kesadaran seluruh komunitas dalam melaksanakan praktik budaya tahan bencana yang mampu menjangkau masyarakat secara luas baik di perkotaan maupun pedesaan. Pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim merupakan salah satu tujuan dari kebijakan-kebijakan dan rencana-rencana yang berhubungan dengan lingkungan hidup, termasuk untuk pengelolaan sumber daya alam, tata guna lahan dan adaptasi terhadap perubahan iklim Rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan pembangunan sosial dilaksanakan untuk mengurangi kerentanan penduduk yang paling berisiko terkena dampak perubahan iklim Rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan sektoral di bidang ekonomi dan produksi telah dilaksanakan untuk mengurangi kerentanan kegiatan-kegiatan ekonomi Perencanaan dan pengelolaan pemukiman manusia memuat unsur-unsur pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim termasuk pemberlakuan syarat dan izin mendirikan bangunan untuk keselamatan dan kesehatan umum (enforcement of building codes) Langkah-langkah pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim dipadukan ke dalam proses-proses rehabilitasi dan pemulihan pascabencana Siap sedianya prosedur-prosedur untuk menilai dampakdampak risiko bencana akibat perubahan iklim atau proyekproyek pembangunan besar, terutama infrastruktur. Tersedianya kebijakan, kapasitas teknis kelembagaan serta mekanisme penanganan darurat bencana yang kuat dengan perspektif pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim dalam pelaksanaannya Tersedianya rencana kontinjensi bencana akibat perubahan iklim yang berpotensi terjadi yang siap di semua jenjang

Kuesioner, FGD, Wawancara, kunjungan instansi, studi literatur

pemerintahan, latihan reguler diadakan untuk menguji dan mengembangkan program-program tanggap darurat bencana Tersedianya cadangan finansial dan logistik serta mekanisme antisipasi yang siap untuk mendukung upaya penanganan darurat yang efektif dan pemulihan pasca bencana akibat perubahan iklim Tersedianya prosedur yang relevan untuk melakukan tinjauan pasca bencana akibat perubahan iklim terhadap pertukaran informasi yang relevan selama masa tanggap darurat

Tingkat kapasitas pemda diperoleh dengan penilaian kuesioner dengan menggabungkan indeks variabel prioritas kapasitas yang masing-masing diperoleh dari indeks indikator atau parameter kapasitas. Berdasarkan BNPB (2012), tingkat kapasitas tersebut dapat dibagi menjadi lima tingkatan yaitu : 1. Level 1: Daerah telah memiliki pencapaian-pencapaian kecil dalam upaya pengurangan risiko bencana 2. Level 2: Daerah telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan risiko bencana dengan pencapaian-pencapaian yang masih bersifat sporadis. 3. Level 3: Komitmen pemerintah dan beberapa komunitas tekait pengurangan risiko bencana di suatu daerah telah tercapai dan didukung dengan kebijakan sistematis, namun belum menyeluruh. 4. Level 4: Dengan dukungan komitmen serta kebijakan yang menyeluruh dalam pengurangan risiko bencana disuatu daerah telah memperoleh capaian-capaian yang berhasil, namun diakui masih ada keterbatasan. 5. Level 5: Capaian komprehensif telah dicapai dengan komitmen dan kapasitas yang memadai disemua tingkat komunitas dan jenjang pemerintahan. Untuk memastikan tingkat kapasitas setiap indikator, dibutuhkan maksimum empat pertanyaan sehingga untuk 22 indikator secara total dibutuhkan 88 pertanyaan. Keempat pertanyaan untuk masing-masing indikator tersebut memiliki fungsi pertanyaan dan struktur penilaian yang berbeda. Adapun fungsi pertanyaan dan struktur penilaian untuk masing-masing pertanyaan dapat disajikan dalam tabel 3.

10

Tabel 3. Hubungan struktur pertanyaan dan struktur penilaian


No. 1. Struktur pertanyaan Pertanyaan Pertama Fungsi pertanyaan Identifikasi inisiatif-inisiatif untuk mencapai hasil minimal setiap indikator Struktur penilaian Bila jawabannya adalah 'YA' maka daerah tersebut minimal telah berada pada LEVEL 2 Bila jawabannya adalah 'YA' maka daerah tersebut minimal telah berada pada LEVEL 3 Bila jawabannya adalah 'YA' maka daerah tersebut minimal telah berada pada LEVEL 4 Bila jawabannya adalah 'YA' maka daerah tersebut telah berada pada LEVEL 5

2.

Pertanyaan Kedua

identifikasi capaian diperoleh atau belum

minimal telah

3.

Pertanyaan Ketiga

identifikasi fungsi minimum dari capaian tersebut telah dicapai atau belum Identifikasi perubahan sistemik dari fungsi yang telah terbangun berdasarkan capaian yang ada

4.

Pertanyaan Keempat

Sumber : BNPB (2012) Untuk jawaban kuesioner diberikan nilai yang menjadi indeks masingmasing indikator yang dapat dilihat pada tabel 3. Tingkatan indeks prioritas diperoleh dengan mencari nilai rata-rata dari masing-masing nilai indeks indikator. Selanjutnya, klasifikasi terhadap tingkatan indeks prioritas dan tingkatan kapasitas ditentukan berdasarkan sistem yang tersaji dalam tabel 4. Tabel 4. Nilai indeks indikator berdasarkan jawaban kuesioner No Jawaban pertanyaan Indeks indikator 1 Pertanyaan 1 = 2 = 3 = 4 = Tidak 0 2 Pertanyaan 1 = Ya, 2 = 3 = 4 = Tidak 40 3 Pertanyaan 1 = 2 = Ya, 3 = 4 = Tidak 60 4 Pertanyaan 1 = 2 = 3 = Ya, 4 = Tidak 80 5 Pertanyaan 1 = 2 = 3 = 4 = Ya 100 Tabel 5. Rentang nilai penentuan tingkat indeks prioritas dan kapasitas Nilai 85,1- 100 70,1-85 55,1-70 35,1-55 35 Level 5 4 3 2 1

Hasil analisis tingkat indeks prioritas disajikan dalam bentuk diagram seperti yang tersaji pada gambar 2. Nilai untuk masing-masing indeks diplotkan 11

dalam skala garis yang terdapat pada diagram sehingga apabila semua indeks prioritas memiliki nilai 5 (lima) maka akan terbentuk bangun segi lima sempurna.
A

Gambar 4. Diagram indeks prioritas Keterangan : A = Regulasi, kelembagaan dan perencanaan B = Sistem informasi dan peringatan bencana, C = Upaya penelitian, pendidikan, dan pelatihan terkait penanggulangan bencana D = Upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar E = Upaya kesiapsiagaan untuk penanggulangan bencana Konsep analisis yang digunakan dalam analisis peran stakeholder pemerintahan dalam pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim adalah analisis data kualitatif. Pengolahan data untuk penelitian ini adalah

mengumpulkan persepsi-persepsi dari FGD yang kemudian dideskripsikan dan dirangkum. Jadi secara garis besar proses berkaitan dari analisis kualitatif, yaitu:(1) mendeksripsikan, (2) mengklasifikasi dan (3) melihat sebaran konsep satu dengan yang lain yang berkaitan. Unit analisis dalam penelitian ini adalah unit-unit informasi dari narasumber dan data-data lain yang mendukung. Analisis data kualitatif terdiri empat langkah (Moleong, 2006), yaitu reduksi data, kategorisasi, sintesisasi, dan menjawab pertanyaan penelitian.

12

Untuk menjawab pertanyaan penelitian ketiga terkait strategi pengurangan bencana yang harus diterapkan pemerintah, dilakukan analisis SWOT (Strengh, Weakness, Oportunity, dan Threat) berdasarkan data-data tingkat kapasitas masing-masing SKPD. Berdasarkan analisis SWOT maka dapat ditentukan empat macam strategi yaitu strategi SO (Strength-Opportunity), strategi WO (WeaknessOpportunity), Strategi ST (Strength-Threat), dan Strategi WT (Weakness-Threat).

4.

Hasil dan Pembahasan Dari hasil penelitian, didapatkan nilai indeks Kapasitas Pemerintah Daerah

Kabuaten Alor dalam Pengurangan Risiko Bencana akibat Perubahan Iklim seperti tersaji pada Gambar 5.
Prioritas Aksi I Regulasi, kelembagaan dan perencanaan.

Prioritas Aksi V Upaya kesiapsiagaan untuk penanggulangan E bencana.

Prioritas Aksi II Sistem informasi, penilaian risiko dan peringatan dini bencana.

D Aksi IV Prioritas Upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar.

C III Prioritas Aksi Upaya penelitian, pendidikan, dan pelatihan terkait penanggulangan bencana

Gambar 5. Diagram Kapasitas Kabupaten Alor dalam Pengurangan Risiko Bencana akibat Perubahan Iklim Hasil penilaian kapasitas Pemerintah Daerah untuk Prioritas aksi I tersaji pada gambar 3. Prioritas Aksi I mengenai regulasi, kelembagaan dan perencanaan

13

bertujuan untuk memastikan bahwa pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim (PRB PI) menjadi prioritas daerah dengan dasar kelembagaan yang kuat. Pada prioritas aksi I ini, kapasitas Pemda Kabupaten Alor dalam PRB PI berada pada level 2 yang berarti bahwa Pemda telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan risiko bencanaakibat perubahan iklim dengan pencapaianpencapaian yang masih bersifat sporadis dan belum terstruktur dengan baik. Hal ini disebabkan belum adanya komitmen kelembagaan dan/atau kebijakan yang bersifat sistematis. Misalnya belum ada Rencana Aksi Daerah tentang Perubahan Iklim (RAD PI), RAD tentang penurunan Gas Rumah Kaca. Pada prioritas aksi II, kapasitas Pemda Kabupaten Alor dalam PRB PI berada pada level 1 yang berarti bahwa Pemerintah Daerah telah memiliki pencapaian-pencapaian kecil dalam penyediaan sistem informasi, penilaian risiko, dan peringatan dini bencanadan masih sangat perlu melaksanakan beberapa tindakan maju dalam perencanaan dan kebijakan daerah. Prioritas aksi III berupa penelitian, pendidikan dan pelatihan terkait PRB PI bertujuan untuk mewujudkan penggunaan pengetahuan, inovasi teknologi dan pendidikan untuk membangun kapasitas dan budaya tangguh dari ancaman bencana akibat perubahan iklim. Pada prioritas aksi III, kapasitas Pemda Kabupaten Alor dalam PRB PI berada pada level 1 yang berarti bahwa pencapaian-pencapaian Pemda Daerah dalam penelitian, pendidikan dan pelatihan terkait Pengurangan Risiko Bencana akibat Perubahan Iklim masih sedikit dan perlu ditingkatkan. Prioritas aksi IV berupa upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar.Pada prioritas aksi IV, kapasitas Pemda Kabupaten Alor dalam PRB PI berada pada level 1 yang berarti bahwa PemdaDaerah telah memiliki pencapaian-pencapaian kecil dalam PRB PI dan masih perlu melaksanakan beberapa tindakan dalam perencanaan dan kebijakan daerah untuk PRB PI. Pada prioritas aksi V, kapasitas Pemda Kabupaten Alor dalam PRB PI berada pada level 4 yang berarti bahwa Pemerintah Daerah telah memiliki komitmen dan kebijakan yang menyeluruh dalam upaya peningkatan

kesiapsiagaan untuk penanggulangan bencana akibat perubahan iklimdan telah

14

memperoleh capaian-capaian yang berhasil, namun masih ada keterbatasan dalam komitmen, sumberdaya finansial dan kapasitas operasional dalam upaya

peningkatan kesiapsiagaan tersebut. Dalam urusan penanggulangan bencana akibat perubahan iklim di Kabupaten Alor ini, pemerintah daerah memiliki peran sebagai stakeholder primer (utama) sekaligus stakeholder kunci. Dari berbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pemerintahan di Kabupaten Alor, terdapat lima SKPD yang berkaitan dengan penanggulangan bencana akibat perubahan iklim yaitu Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU) dan Dinas Kehutanan. Informasi yang diperoleh dari wawancara dengan informan dari Sekretariat Daerah Kabupaten Alor tersebut juga sesuai dengan hasil penelusuran data sekunder berupa Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Alor. Dalam dokumen ini, instansi-instansi yang memiliki program kerja terkait dengan perubahan iklim beserta penanggulangan bencana yang dapat ditimbulkannya adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU) dan Dinas Kehutanan. Informasi lebih lanjut mengenai peran kelima instansi tersebut dalam upaya pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklimd iperoleh dari informan dari masing-masing instansi tersebut. BPBD menjadi instansi utama dalam hal penanggulangan bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim, sedangkan dinas-dinas yang lain menjadi instansi pendukung. Peran BPBD dalam penanggulangan bencana akibat perubahan iklim sesuai dengan kutipan tersebut adalah manajemen bencana mulai dari tahap pra, tanggap darurat dan pasca bencana. Terkait dengan pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim, dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Alor, pada tahun 2013 BPBD Kabupaten Alor melakukan program pengendalian banjir dan abrasi dengan kegiatan berupa rehabilitasi dan

15

rekonstruksi kerusakan infrastruktur dan lingkungan sosial akibat banjir dan abrasi. Kegiatan tersebut akan diadakan di seluruh kecamatan di Kabupaten Alor karena semua kecamatan di Kabupaten Alor memiliki bagian wilayah yang berbatasan langsung dengan pantai. Sementara itu, program Dinas Kelautan dan Perikanan yang tercantum dalam RKPD sudah mencatumkan aspek perubahan iklim. Namun demikian, dalam prakteknya program ini masih terbatas pada rehabilitasi kondisi lingkungan kawasan pesisir. Salah satu upaya adaptasi dampak perubahan iklim yang diunggulkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan adalah pembentukan Kawasan Konservasi Laut Daerah. Program ini bertujuan memberikan kepastian dan jaminan status sumberdaya alam dan lingkungan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil agar tetap memberikan manfaat ekologis bagi masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan, sementara di sisi lain memberikan kesempatan kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil agar tetap dapat memperoleh manfaat ekonomi sumberdaya dan secara bersamaan mampu memberikan kemakmuran sosial yang seimbang sesuai dengan trilogi pembangunan berkelanjutan. Melalui program ini, dampak perubahan iklim diharapkan dapat diminimalisasi. Berdasarkan data RKPD Kabupaten Alor tahun 2013, Badan Lingkungan Hidup memiliki kegiatan pengendalian dampak perubahan iklim yang termasuk dalam program perlindungan dan konservasi sumberdaya. Indikator kinerja dari kegiatan ini adalah peningkatan persentase luasan lahan hijau. Dinas Pekerjaan Umum memiliki peran dalam upaya mitigasi terhadap abrasi pantai dan

rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur jalan dan jembatan yang terdampak. Upaya mitigasi bencana yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum lebih bersifat struktural yang dilakukan dengan membangun tanggul abrasi pantai. Target kinerja untuk kegiatan ini adalah terbangunnya bangunan tanggul sepanjang 17.020 meter. Selain berperan dalam upaya mitigasi, Dinas Pekerjaan Umum juga mengadakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi jalan dan jembatan terdampak bencana yang termasuk dalam tahapan kegiatan pasca bencana. Dinas lain yang juga memiliki program kerja terkait upaya pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim adalah Dinas Kehutanan. Dinas Kehutanan

16

juga memiliki peran dalam upaya mitigasi bencana akibat perubahan iklim. Kegiatan penghijauan lingkungan yang diselenggarakan oleh Dinas Kehutanan ini memiliki indikator kinerja berupa terselenggaranya penghijauan dan pelestarian lingkungan di 17 kecamatan di Kabupaten Alor. Berdasarkan informasi-informasi tersebut dapat disusun Peta Peran SKPD dalam pengelolaan bencana akibat perubahan iklim di Kabupaten Alor yang tersaji pada gambar 6.
BPBD Sosialisasi pengurangan risiko bencana banjir, angin puting beliung DKP Pembentukan kawasan konservasi laut daerah BLH Pengendalian dampak perubahan iklim melalui penyediaan lahan hijau DPU Pembangunan prasarana pengaman pantai

Pra bencana

BPBD Rehabilitasi dan rekonstruksi kerusakan infrastruktur dan lingkungan sosial akibat banjir dan abrasi

Pasca bencana

Tanggap darurat

BPBD Tanggap darurat bencana melalui pemberian bantuan

DPU Rehabilitasirekonstruksi jalan dan jembatan pasca bencana

Gambar 6. Peta peran SKPD Kabupaten Alor dalam pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim. Berdasarkan hasil penilaian kapasitas pemerintah daerah Kabupaten Alor dapat disusun strategi untuk peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam

17

penanggulangan

bencana

akibat

perubahan

iklim. Strategi

ini

disusun

menggunakan analisis SWOT yang tersaji dalam tabel 6. Tabel 6. Analisis SWOT straregi penanggulangan bencana akibat perubahan iklim di Kabupaten Alor
Strength Sudah ada pemangku kepentingan yang melaksanakan praktik PRB PI dan telah terbentuk BPBD Ketersediaan data-data pendukung termasuk peta sudah lengkap Weakness Sumberdaya terbatas, belum ada aturan tertulis khusus mengenai PRB PI dan belum memiliki anggaran khusus untuk aktivitas PRB PI Belum ada dokumen kajian risiko bencana akibat perubahan iklim Upaya penelitian, pendidikan, dan pelatihan terkait PRB PI masih terbatas Pemerintah belum membentuk sistem peringatan dini bencana perubahan iklim

Opportunity Telah terjalin kerjasama antara pemerintah dengan komunitas lokal dalam aktivitas PRB PI Diskusi diskusi informal antar kelompok (baik pemerintah, LSM, PMI, media dan akademisi) untuk PRB PI Masyarakat memanfaatkan kearifan lokal dan fenomena alam sebagai peringatan akan datangnya bencana akibat perubahan iklim Threats Masih kurangnya kesiapsiagaan terutama masyarakat dalam menghadapi bencana akibat perubahan iklim Masih tingginya faktorfaktor risiko dasar

Strategi S-O : Intensifikasi kerjasama antar stakeholder guna meningkatkan ketahanan daerah dalam menghadapi bencana akibat perubahan iklim Forum diskusi sebagai media untuk diseminasi informasi terkait kebencanaan yang didukung oleh data-data yang lengkap

Strategi W-O : Pemanfaatan forum diskusi untuk peningkatan kapasitas sumberdaya dan perbaikan infrastruktur pendukung semisal aturan tertulis, kebijakan dan dokumen pendukung lainnya. Pengembangan sistem peringatan dini berbasis komunitas sesuai karifan lokal yang berkembang di masyarakat.

Strategi S-T : Intensifikasi programprogram penguatan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana dan pengurangan faktor-faktor risiko dasar

Strategi W-T : Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar stakeholder guna mengatasi permasalahan rendahnya kesiapsiagaan masyarakat, tingginya faktorfaktor risiko dasar, terbatasnya upaya pendidikan dan pelatihan terkait PRB PI

18

5.

Kesimpulan Kapasitas Pemda Kabupaten Alor dalam PRB PI pada prioritas aksi I

mengenai regulasi, kelembagaan dan perencanaan berada pada level 2 yang berarti bahwa Pemda Kabupaten Alor telah melaksanakan upaya - upaya Pengurangan Risiko Bencana Akibat Perubahan Iklim dengan pencapaian-pencapaian yang masih belum terstruktur dengan baik dan sistematis dalam kelembagaan dan peraturan peraturan daerah. Misalnya pemerintah Kab. Alor belum memiliki Rencana Aksi Daerah mengenai Perubahan Iklim. Pada prioritas aksi II mengenai sistem informasi, penilaian risiko dan peringatan dini bencana, prioritas aksi III mengenai upaya penelitian, pendidikan, dan pelatihan, serta prioritas aksi IV mengenai upaya pengurangan faktor faktor risiko dasar, kapasitas Pemda Kabupaten Alor dalam PRB PI berada pada level 1 yang berarti bahwa Pemda Daerah masih sangat perlu melaksanakan tindakan tindakan dalam perencanaan dan implementasi kebijakan daerah pada ketiga prioritas aksi ini. Pada prioritas aksi V, kapasitas Pemda Kabupaten Alor dalam PRB PI berada pada level 4 yang berarti bahwa Pemerintah Daerah telah memiliki komitmen dan kebijakan yang menyeluruh dalam upaya peningkatan

kesiapsiagaan untuk penanggulangan bencana akibat perubahan iklim dan telah memperoleh capaian-capaian yang berhasil, namun masih ada keterbatasan dalam komitmen sumberdaya finansial dan kapasitas operasional dalam upaya

peningkatan kesiapsiagaan tersebut. Terdapat 4 SKPD yang berperan aktif dalam Pengurangan Risiko Bencana akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Rencana Kerja SKPD tersebut yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Pekerjaan Umum.

19

Daftar Pustaka Alhadi, Z., 2011, Upaya Pemerintah Kota Padang untuk Meningkatkan Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Ancaman Bencana Gempa dan Tsunami (Suatu Studi Manajemen Bencana), Jakarta: Universitas Indonesia (tesis tidak dipublikasikan). BNPB, 2011, Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun 2011, Jakarta: BNPB. _____, 2012. Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah dalam Penanggulangan Bencana. Jakarta: BNPB Boer, R., Buono, A., Sumaryanto, A., Surmaini, E., Las, I., dan Yelly. 2011. .Dampak kenaikan muka air laut pada penggunaan lahan sawah dikawasan pantura, Laporan Akhir Konsorsium Penelitian danPengembangan Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Dahuri, R., Wahyono, A., Antariksa, Imron, M. dan Sudiyono, 1996, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan secara Terpadu, Jakarta: PT. Pramadya Paramita. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003, Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Pulau-pulau Kecil. Jakarta: DKP. Danhas, M., 2011, Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Bencana di Provinsi Sumatera Barat, Padang: Universitas Andalas. (Tesis tidak dipublikasikan). Jatnika, A. D., 2011, Peran Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Alam di Kabupaten Majalengka Tahun, Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman (skripsi tidak dipublikasikan). Moleong, L., 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Triawan, F., 2012, Studi Kapasitas Pemerintahan Daerah dalam Pengurangan Risiko Bencana Gempa Bumi, Studi Kasus: Kota Pariaman, Sumatra Barat, Bandung: Institut Teknologi Bandung (tesis tidak dipublikasikan). Turner, B.L., Roger, E., Matsone, P.A., McCarthy, J.J., Corell, R.W., Christensen, L., Eckley. N., Kasperson, J.X., Luers, A., Martello, M.L., Polsky, C., Pulsipher. A. and Schiller, A., 2003, A framework for vulnerability analysis in sustainability science, Proc. Natl. Acad. Sci., 100:80748079.

20

Anda mungkin juga menyukai