Anda di halaman 1dari 25

PERENCANAAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS

EKOSISTEM DI KAWASAN TERDAMPAK LAHAR HUJAN


SUB DAS GENDOL, KABUPATEN SLEMAN

Naskah Publikasi

untuk memenuhi sebagian persyaratan


mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Magister Manajemen Bencana

diajukan oleh
Anggit Priadmodjo
12/340124/PMU/07538

kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
ABSTRAK

Ekosistem memegang peranan penting dalam pengurangan risiko bencana.


Namun demikian, perannya dalam pengurangan risiko bencana seperti untuk
perlindungan terhadap bahaya, pemulihan penghidupan dan pengembangan
ketahanan sering diabaikan. Oleh sebab itu penelitian ini berusaha untuk
menginisiasi perencanaan pengurangan risiko bencana ( PRB) berbasis ekosistem
khususnya di kawasan rawan bencana lahar hujan Sub Das Gendol.
Tujuan dari penelitian ini yaitu menilai risiko bencana di kawasan rawan
bencana lahar hujan sub DAS Gendol, mengkaji manajemen bencana lahar hujan
eksisiting dan merencakan program pengurangan risiko bencana berbasis
ekosistem sesuai dengan kondisi eksisting. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kuantitaif. Metode skoring dan klasifikasi sistem
kelas interval teratur digunakan untuk menilai risiko bencana di kawasan
terdampak. Metode stastistik deskriptif digunakan untuk menganalisis manajemen
bencana lahar hujan yang telah dilakukan. Untuk menganalisis program
pengurangan risiko bencana berbasis ekosistem yan dapat dilakukan, maka
digunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar wilayah rawan bencana lahar
hujan memiliki risiko bencana yang tergolong sedang. Risiko bencana tinggi
dijumpai pada wilayah Desa Sindumartani yaitu pada Dusun Bokesan,
Kaimanggis, Kayen dan Tambakan. Program manajemen bencana lahar hujan
yang sudah dilakukan secara menyeluruh di semua lokasi terdampak terkait
dengan fungsi relawan dan sistem peringatan dini berbasis komunitas,
pembangunan dan perbaikan sabo dam, tanggul dan jalur evakuasi, sosialisasi
PRB, pendataan kelompok rentan dan latihan serta simulasi kedaruratan. Arahan
pemanfaatan ruang kawasan sempadan sungai eksisting sebagian besar
disalahgunakan sebagai kawasan budidaya. Namun, kesadaran masyarakat akan
fungsi sempadan sungai sebagai kawasan lindung cukup tinggi, sehingga
program-program PRB berbasis eksosistem dapat dilakukan dengan
memanfaatkan lahan-lahan yang memungkinkan seperti lahan sempadan yang
berstatus tanah kas desa Program PRB berbasis ekosistem berdasarkan AHP yaitu
pembatasan izin pemanfaatan ruang kanan kiri sungai sebagai kawasan budidaya,
normalisasi sungai dan pembuatan sabuk hijau kanan kiri sungai.
Kata kunci: PRB berbasis ekosistem, pemanfaatan ruang, sempadan sungai,
erupsi gunungapi

mata uang. Di satu sisi, fase


1. Pendahuluan pemulihan dipandang sebagai beban
Fase pemulihan pasca bencana atau tantangan bagi pemerintah
erupsi Gunungapi Merapi merupakan daerah setempat karena pemerintah
kondisi yang diibaratkan dua sisi harus melakukan rehabilitasi dan
rekonstrusi segala bidang kehidupan dilaksanakan secara terarah dan
yang terdampak oleh bencana. terpadu (BPBD Kabupaten Sleman,
Namun demikian, di sisi lain, fase 2013). Perencanaan pengurangan
pemulihan dapat memberikan risiko bencana juga harus
kesempatan bagi pemerintah daerah mempertimbangkan aspek daya
untuk memperkuat kapasitas dukung. Hal ini disebabkan antara
kelembagaan lokal dalam bidang daya dukung dan kejadian bencana
pembangunan fisik, sosial dan terdapat suatu hubungan kausalitas
ekonomi (Berke et. al, 1993). Selain atau timbal balik (Mutaali, 2012;
itu, fase pemulihan pasca bencana ini Mishra, 2013). Di satu sisi, kejadian
juga menciptakan suatu peluang bencana dapat mengakibatkan
untuk mengimplementasikan penurunan daya dukung dikarenakan
program-program pembangunan fisik dampak bencana terhadap
untuk mengurangi kerentanan sumberdaya wilayah bersangkutan.
terhadap potensi bencana yang Di sisi lain, penurunan daya dukung
mungkin terjadi di masa yang akan dapat menjadi penyebab terjadinya
datang (Rubin et. al, 1985). Usaha bencana. Sehingga perencanaan ideal
pemulihan pasca bencana seharusnya seharusnya disesuaikan dengan
diarahkan kepada terciptanya kondisi eksisting sehingga penurunan
terciptanya perencanaan dan daya dukung dan peningkatan risiko
pembangunan yang berkelanjutan bencana dapat diminimalisasi
(Smith dan Wenger, 2006) (Mutaali, 2011). Perencanaan ini
Untuk mendukung upaya juga harus mengakomodasi peran
pengurangan risiko bencana dan ekosistem sebagai win-win solution
merealisasikan terwujudnya wilayah bagi pengurangan risiko bencana dan
yang memiliki kapasitas tinggi dalam pembangunan berkelanjutan
menghadapi bencana, diperlukan (Renaud, et.al, 2013; IPCC, 2012;
suatu perencanaan matang mulai dari UNISDR, 2009, 2011).
tingkatan wilayah tertinggi hingga Pasca erupsi 2010, terjadi
tingkatan wilayah terendah sehingga pembentukan kawah yang membuka
pengurangan risiko bencana dapat ke arah tenggara/selatan membawa
implikasi pada ancaman erupsi ke terjadi. Padahal, pelestarian fungsi
depan yang akan lebih dominan ke kawasan lindung sempadan sungai
arah selatan. Kondisi tersebut ini memiliki arti yang sangat penting
mengakibatkan perubahan tata ruang dalam pengurangan risiko bencana
di kawasan Merapi, sehingga terjadi khususnya yang ditimbulkan oleh
perubahan status beberapa dusun bahaya sekunder erupsi Gunungapi
KRB III dari yang semula berjumlah Merapi.
7 dusun menjadi 33 dusun (BPBD Penelitian ini bertujuan untuk
Kabupaten Sleman 2013). Perubahan menilai risiko bencana di kawasan
tersebut ditindaklajuti dengan rawan lahar hujan erupsi Gunungapi
Peraturan Bupati Sleman nomor Merapi di sub DAS Gendol,
20/Kep.KDH/2011 tahun 2011 mengkaji manajemen bencana lahar
tentang kawasan rawan bencana hujan yang telah dilakukan di
Merapi, yang menyatakan sembilan kawasan terdampak di sub DAS
dusun pada area terdampak langsung Gendol, dan mengidentifikasi dan
(ATL) KRB III yang tidak mengkaji kegiatan pengurangan
diperuntukkan untuk pemukiman. risiko bencana berbasis ekosistem
Berdasarkan, kejadian erupsi yang dapat dilakukan pada kawasan
Gunungapi Merapi tahun 2010, rawan bencana lahar hujan sub DAS
bahaya sekunder erupsi mayoritas Gendol.
menimbulkan dampak yang cukup
besar pada wilayah yang termasuk 2. Tinjauan Pustaka dan
dalam KRB II dan I. Wilayah yang Kerangka Pemikiran
terdampak merupakan kawasan 2.1. Tinjauan Pustaka
sempadan sungai yang secara fungsi Pengurangan risiko bencana
merupakan bagian dari kawasan berbasis ekosistem atau yang lebih
lindung. Namun demikian, sebelum dikenal sebagai ecosystem-based
dan sesudah rangkaian bencana DRR merupakan manajemen,
erupsi Gunungapi Merapi, eksplorasi konservasi dan restorasi
dan eksploitasi kawasan lindung berkelanjutan sebuah ekosistem
sempadan sungai ini terus menerus untuk mengurangi risiko bencana,
dengan tujuan untuk mencapai dan ekosistem, (4) invasi spesies
pembangunan berkelanjutan dan asing yang secara disengaja maupun
berketahanan (Estrella dan tidak disengaja dibawa oleh manusia
Saalismaa, 2013). Ekosistem yang pada ekosistem tertentu sehingga
terkelola dengan baik dapat spesies ini bersaing dan mengganggu
berfungsi sebagai infrastruktur alami keberadaan spesies asli, dan (5)
yang mengurangi keterpaparan fisik polusi dari limbah kimia dan
terhadap berbagai jenis bahaya dan pertanian telah menurunkan jasa
meningkatkan ketahanan sosial lingkungan dan ekosistem
ekonomi masyarakat dengan (Miththapala, 2008)
mempertahankan penghidupan lokal Pengurangan risiko bencana
dan menyediakan sumberdaya alam berbasis ekosistem memiliki peran
yang penting (Morawetz dan Nehren, yang sangat penting di masa depan.
2005; Sudmeier-Rieux dan Ash, Nature Conservation Buerau,
2009). Ministry of the Environment Japan
Laporan Risiko Dunia 2012 (2016), menyatakan bahwa manfaat
menekankan bahwa penurunan dari pengurangan risiko bencana
kualitas ekosistem dan lingkungan berbasis ekosistem yaitu, (1)
merupakan faktor signifikan yang pengurangan risiko baik pada saaat
mengurangi kapasitas adaptif maupun setelah kejadian bencana,
masyarakat terhadap bencana di (2) keefektifan dalam menghadapi
banyak negara. Penurunan kualitas berbagai jenis bencana, (3) potensi
lingkungan ini terutama disebabkan penghemanatan biaya investasi awal
oleh aktivitas manusia, yaitu (1) over dan biaya operasi dan pemeliharaan
eksploitasi sumberdaya disebabkan dengan pemanfaatan sumberdaya
permintaan akan jasa ekosistem yang lokal, dan (4) keberlanjutan
lebih tinggi dibandingkan dengan tersedianya jasa-jasa eksosistem baik
yang mampu disediakan., (2) selama periode tidak ada bencana.
perubahan penggunaan dan tutupan Fungsi ekosistem dalam
lahan, (3) dampak perubahan iklim pengurangan risiko bencana saat ini
memperparah degradasi lingkungan terakomodasi dalam Kerangka Aksi
Hyogo yang memiliki lima prioritas pengetahuan ilmiah dalam mengkaji
aksi untuk membangun ketangguhan kerentanan dan perencaan adaptasi.
terhadap bencana, salah satunya Nature Conservation Buerau,
yaitu mengurangi faktor-faktor Ministry of the Environment Japan
risiko dasar (UNISDR, 2005). (2016), mengidentifikasi bahwa
Dokumen ini merekomendasikan dua pengurangan risiko bencana berbasis
aktivitas kunci yang berkaitan ekosistem pada dasarnya terdiri dari
langsung dengan ekosistem dan dua jenis yaitu :
manajemennya yaitu manjemen a. Pencegahan keterpaparan
lingkungan dan sumberdaya alam Keterpaparan kehidupan
dan perencanaan penggunaan lahan manusia termasuk harta
dan tindakan teknis lain dengan bendanya terhadap bencana
mengintegrasikan penilaian risiko alam dapat dicegah dengan
bencana dalam perencanaan dan tidak mengembangkan
manajemen pembangunan wilayah. lahan pada kawasan rawan
Girot (2011), menyatakan bencana dan dengan
bahwa pendekatan berbasis konservasi serta restorasi
ekosistem dalam pengurangan risiko ekosistem.
bencana terdapat beberapa hal yang b. Pengurangan kerentanan
perlu diperhatikan yaitu (1) Ekosistem yang sehat dapat
ekosistem berkelanjutan yang berperan sebagai benteng
menyediakan jasa-jasa penting untuk alami terhadap bencana
mendukung kehidupan manusia, (2) alam sehingga dapat
identifikasi bahwa fungsi ekosistem mengurangi dampak, dan
berbeda-beda pada setiap skala juga sebagai sumber
wilayah (3) pertimbangan bahwa makanan dan berbagai
ekosistem dapat berubah setiap saat, sumberdaya alam untuk
(4) pemahaman bahwa ekosistem mendukung penghidupan.
memberikan manfaat bagi berbagai Oleh karenanya,
sektor, dan (5) pertimbangan kerentanan masyarakat
pentingnya kearifan lokal dan dapat berkurang.
2.2. Kerangka Pemikiran sistem informasi, penilaian risiko,
Alur pikir penelitian dimulai dan peringatan dini bencana, (3)
dari bahaya lahar hujan merapi yang upaya penelitian, pendidikan dan
menyebabkan kawasan sempadan pelatihan terkait penanggulangan
sungai di Sub DAS Gendol menjadi bencana, (4) upaya penguranagn
kawasan yang berisiko terhadap faktor-faktor risiko dasar, dan (5)
bencana. Kajian risiko bencana upaya kesiapsiagaan untuk
terdiri atas tiga komponen utama penanggulangan bencana.
yaitu pengkajian bahaya (hazard), Kondisi risiko bencana
pengkajian kerentanan eksisting di kawasan sempadan
(vulnerability) dan pengkajian sungai tersebut memunculkan adanya
kapasitas. Pengkajian risiko ini tindakan manajemen bencana lahar
disesuaikan dengan Peraturan Kepala hujan. Identifikasi program-program
Badan Nasional Penanggulangan manajemen bencana yang telah
Bencana No 2 Tahun 2012 tentang dilakukan di kawasan terdampak
Pedoman Pengkajian Risiko berdasarkan model manajemen
Bencana, dengan sedikit modifikasi bencana Chen (2009) yang terdiri
untuk menyesuaikan data-data dari (1) monitoring dan prediksi
lapangan. Pengkajian bahaya lahar terhadap bencana, (2) pengurangan
hujan berdasarkan nilai keterpaparan risiko bencana secara teknis, (3)
yang disusun BPPTK dan luasan pengurangan risiko bencana secara
kawasan terdampak lahar. non teknis, dan (4) penyelenggaraan
Pengkajian kerentanan terdiri atas tindakan penyelamatan pada fase
empat komponen yaitu kerentanan tanggap darurat.
fisik, kerentanan sosial, kerentanan Identifikasi manajemen
ekonomi dan kerenanan lingkungan. bencana eksisting juga diarahkan
Kapasitas dalam menghadapi untuk mengkaji ada tidaknya upaya-
bencana dikaji berdasarkan upaya pengurangan risiko bencana
parameter kerangka aksi Hyogo yang berbasis ekosistem. Selanjutnya,
terdiri atas (1) regulasi, potensi program-program
kelembagaan, dan perencanaan, (2) pengurangan risiko bencana (PRB)
berbasis ekosistem diidentifikasi. kerentanan. Program-program PRB
Identifikasi dilakukan berdasarkan disusun berdasarkan masyarakat
kajian Nature Conservation Buerau, setempat kawasan sempadan sungai
Ministry of the Environment Japan sehingga nantinya program-program
(2016) yang menyatakan bahwa PRB yang tersusun diupayakan tidak
berbasis ekosistem terbagi menjua berbenturan dengan kepentingan
dua program utama yaitu PRB masyarakat yang hidup dan
dengan penekanan pada pencegahan memanfaatan lahan kawasan
keterpaparan dan PRB dengan sempadan sungai.
penekakanan pada pengurangan

Bencana erupsi Gunungapi


Merapi tahun 2010

Bahaya sekunder
(lahar hujan)

sub DAS Gendol

Ancaman Kerentanan Kapasitas

Risiko

Manajemen
bencana lahar
hujan eksisting

Perencanaan Program Pengurangan


Risiko Bencana Berbasis Ekosistem

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


Penelitian dilakukan di
kawasan terdampak lahar
hujan erupsi Gunungapi
3. Metode Penelitian
Merapi di sub DAS Gendol.
Metode pengambilan
yaitu Desa Argomulyo
data pada penelitian ini
dengan enam dusun
terbagi menjadi dua yaitu :
terdampak dan Desa
a. Data sekunder
Sindumartani dengan delapan
dikumpulkan melalui
dusun terdampak. Penentuan
survei instansional. Data
sampel dalam penelitian ini
sekunder yang
dilakukan dengan metode
dikumpulkan yaitu peta
purposive sampling
digital kawasan rawan
Purposive sampling yang
bencana Gunungapi Merapi
digunakan adalah judgement
berdasarkan erupsi tahun
sampling dengan memilih
2010 dan monografi desa.
unit sampel karena memiliki
b. Data primer dikumpulkan
faktor informasi yang kaya
dengan metode indepth
(rich information) (Cooper
interview dan wawancara
dan Emory, 1992).
tersturktur. Pengumpulan
Variabel dan cara
data dilakukan kepada
perolehan data dalam
informan yang dianggap
penelitian ini adalah sebagai
memiliki local knowledge
berikut
(pengetahuan lokal).

Tabel 1. Hubungan antara variabel, data dan cara perolehan data


No Variabel Sub variabel Parameter Perolehan data
.
1 Risiko Ancaman Nilai bahaya Peta KRB
bencana Luas kawasan terdampak BPPTK
(dinilai Kerentanan Kepadatan penduduk Data sekunder
berdasarkan Kelompok rentan dari desa dan
parameter dari Luas lahan produktif instansi terkait
perka BNPB Jumlah industri
No. 2 Tahun Persentase kepadatan permukiman
2012) Jumlah fasilitas pendidikan
Jumlah fasilitas kesehatan
No Variabel Sub variabel Parameter Perolehan data
.
Luas area hutan lindung, hutan alam, mangrove dan
semak belukar
Kapasitas Aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana pada Wawancara
level lokal terstrutur
Peringatan dini dan kajian risiko bencana dengan
Pendidikan kebencanaan stakeholder
Pengurangan faktor risiko dasar (pemerintah
Pembangunan kesiapsiagaan pada seluruh lini dusun)
2. Upaya Monitoring dan Delineasi kawasan rawan bencana melalui peta-peta Wawancara
manajemen prediksi terhadap kebencanaan terstruktur
bencana lahar bencana Keberadaan relawan untuk monitoring potensi lahar hujan
hujan eksisting Sistem peringatan dini berbasis komunitas antar wilayah
dengan memanfaatkan tanda-tanda alam
Sistem peringata dini yang menjangkau ke seluruh bagian
wilayah
Pengurangan Pembangunan dan perbaikan sabo dam
risiko bencana Pembangunan tanggul (bronjong) di sisi kanan-kiri sungai
secara teknis Pembenahan jalur dan rambu evakuasi
Pembuatan sabuk hijau (green belt) di kawasan sempadan
sungai
Pengurangan Sosialisasi pengurangan risiko bencana
risiko bencana Pembentukan kampung siaga bencana
secara non Penyusunan dokumen rencana manajemen bencana pada
teknis, tingkat lokal
Pendataan kelompok rentan
Kemampuan Rencana dan arahan evakuasi yang jelas pada saat
penyelenggaraan terjadinya bencana
tindakan Struktur organisasi yang jelas dalam penangangan
penyelamatan kedaduratan
pada fase Pelatihan kedaruratan
tanggap darurat Simulasi kebencanaan

Program Pencegahan Relokasi kehidupan dari daerah rawan bencana Wawancara


3. pengurangan terhadap Pemanfaatan kawasan sempadan sungai murni sebagai terstruktur
risiko bencana keterpaparan lahan kosong untuk buffer zone
berbasis Pembatasan izin pemanfaatan ruang kawasan kanan kiri
ekosistem sungai sebagai kawasan budidaya
Normalisasi sungai sehingga daya tampung sungai
kembali seperti pada saat sebelum bencana
Pengurangan Pemanfaatan kearifan lokal dan tanda-tanda alam sebagai
kerentanan bentuk peringatan dini
Pembuatan sabuk hijau di kanan kiri sungai sebagai
bentuk perkuatan terhadap tanggul
Pembatasan area penambangan sirtu agar tidak mencapai
area sekitar tanggul kanan kiri sungai
Penanaman tanaman keras pada tanah-tanah bengkok di
kanan kiri sungai sebagai barriers kedua
Penilian bahaya, kerentanan Risiko (3, 3, 1) (3, 2, 1) (2, 3,
tinggi 1) (3, 3, 2) (3, 2, 2)
dan kapasitas dilakukan dengan
(2, 3, 2) (3, 1, 1) (2, 2,
metode skoring dan pembobotan. 1) (1, 3, 1)
Penilaian dilakukan sesuai Peraturan Risiko (1, 1, 1) (1, 2, 1) (2, 1,
sedang 1) (3, 1, 2) (2, 2, 2)
Kepala BNPB No 2 Tahun 2012 (1, 3, 2) (3, 3, 3) (3, 2,
tentang Pedoman Pengkajian Risiko 3) (2, 3, 3)
Risiko (3, 3, 1) (3, 2, 1) (2, 3,
Bencana. Penilaian risiko rendah 1) (3, 3, 2) (3, 2, 2)
berdasarkan ketiga komponen (2, 3, 2) (3, 1, 1) (2, 2,
1) (1, 3, 1)
tersebut dilakukan dengan
menggunakan metode Three- Manajemen bencana lahar
Dimensional Risk Matrix (Huali, et. hujan diidentifikasi berdasarkan
al, 2013) sesuai gambar 4. model manajemen bencana Chen.
Chen (2009) mengidentifikasi bahwa
Kerentanan (V)
faktor-faktor penting dalam
manajemen bencana yaitu
monitoring dan prediksi terhadap
bencana, (2) pengurangan risiko
bencana secara teknis, (3)
pengurangan risiko bencana secara
Ancaman (H)
non teknis, dan (4) penyelenggaraan
tindakan penyelamatan pada fase
Kapasitas (C) Gambar 2. Three-Dimensional
tanggap darurat. Skala pengukuran
Risk Matrix yang digunakan adalah skala
Guttman yang memiliki jawaban
Penentuan tingkat risiko berdasarkan
bersifat dikotomi (positif atau
matriks tersebut dilakukan sesuai
negatif). Setiap jawaban positif
dengan pedoman pada tabel berikut
diberi nilai 1 dan jawaban negatif
Tabel 2. Penentuan risiko
berdasarkan Three-Dimensional Risk diberi nilai 0. Hasil yang diperoleh
Matrix
dari sejumlah pertanyaan yang
Tingkat Ancaman (H),
risiko kerentanan (V), diajukan kepada responden,
kapasitas (C)
dimasukkan ke dalam tabel distribusi
frekuensi dan dikonversikan menjadi setiap alternatif keputusan (sering
persentase sehingga dapat diketahui disebut sebagai elemen).
persentase program manajemen
bencana yang telah dilakukan di 4. Pembahasan
wilayah penelitian. Hasil analisis kerawanan
Analisis yang digunakan dalam bencana lahar hujan di kawasan
perencanaan program PRB berbasis rawan bahaya sekunder Sub DAS
ekosistem yang dapat dilaksanakan Gendol menunjukkan bahwa bahwa
pada lokasi penelitian adalah analisis sebagian besar wilayah penelitian
Analytical of Hierarchy Process memiliki tingkat kerawanan terhadap
(AHP). AHP (Saaty, 2000) bencana yang sedang. Sebanyak 10
merupakan suatu metode untuk dusun dari seluruh wilayah penelitian
membantu proses pengambilan memiliki tingkat kerawanan yang
keputusan yang dirancang untuk sedang. Jumlah dusun dengan tingkat
memecahkan permasalahan kerawanan bencana lahar hujan
kompleks yang bersifat multikriteria. tinggi hanya sejumlah empat dusun
Metoda ini telah teruji sebagai yang semuanya merupakan bagian
pendekatan yang praktis dan dari wilayah Desa Sindumartani
efektif untuk membantu proses yaitu Dusun Bokesan, Dusun
pengambilan keputusan yang rumit Kalimanggis, Dusun Kayen dan
(Partovi, 1994). Produk akhir AHP Dusun Tambakan.
adalah rangking prioritas dari
Diagram Distribusi Kerawanan Bahaya Lahar Hujan di Lokasi Penelitian
1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

Gambar 3. Diagram Distribusi Kerawanan Bahaya Lahar Hujan


(keterangan : kuning = sedang, merah = tinggi)
Data-data kerentanan fisik, sebagian besar wilayah penelitian
sosial, ekonomi dan lingkungan memiliki tingkat kerentanan yang
kemudian digabungkan untuk sedang. 13 dusun dari 14 dusun
menganalisis kerentanan total. lokasi penelitian tergolong dalam
Analisis kerentanan total dapat klasifikasi ini, sedangkan 1 dusun
disajikan pada tabel 3. Berdasarkan yaitu Dusun Kentingan memiliki
analisis tersebut, diketahui bahwa kerentanan yang rendah.
Tabel 3. Perhitungan Kerentanan Total
Kerentanan Kerentanan Kerentanan
Kerentanan Fisik Kerentanan Total
Desa Dusun Sosial Ekonomi Lingkungan
Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas
Argomulyo Brongkol 0.412 Sedang 0.602 Sedang 0.339 Rendah 0.085 Rendah 0.409 Sedang
Cangkringan 0.373 Sedang 0.244 Rendah 0.75 Tinggi 0.212 Rendah 0.419 Sedang
Jaranan 0.326 Rendah 0.593 Sedang 0.325 Rendah 0.221 Rendah 0.382 Sedang
Jetis 0.312 Rendah 0.466 Sedang 0.743 Tinggi 0 Rendah 0.427 Sedang
Karanglo 0.431 Sedang 0.262 Rendah 0.422 Sedang 0 Rendah 0.343 Sedang
Suruh 0.387 Sedang 0.630 Sedang 0.45 Sedang 0 Rendah 0.425 Sedang
Sindumatani Bokesan 0.419 Sedang 0.486 Sedang 0.367 Sedang 0 Rendah 0.381 Sedang
Kalimanggis 0.414 Sedang 0.332 Rendah 0.4 Sedang 0.448 Rendah 0.393 Sedang
Kayen 0.388 Sedang 0.340 Rendah 0.65 Sedang 0 Rendah 0.402 Sedang
Kejambon Kidul 0.362 Sedang 0.457 Sedang 0.7 Tinggi 0 Rendah 0.434 Sedang
Kejambon Lor 0.358 Sedang 0.340 Rendah 0.75 Tinggi 0 Rendah 0.416 Sedang
Kerentanan Kerentanan Kerentanan
Kerentanan Fisik Kerentanan Total
Desa Dusun Sosial Ekonomi Lingkungan
Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas
Kentingan 0.311 Rendah 0.303 Rendah 0.325 Rendah 0.024 Rendah 0.284 Rendah
Koripan 0.340 Sedang 0.542 Sedang 0.242 Rendah 0 Rendah 0.332 Sedang
Tambakan 0.398 Sedang 0.906 Tinggi 0.525 Sedang 0.002 Rendah 0.517 Sedang
Sumber: analisis peneliti (2016)

Hasil analisis kapasitas dapat kapasitas terhadap bencana yang


disajkan pada gambar 6. Grafik tergolong sedang. Hanya terdapat
kapasitas masing-masing wilayah dua dusun yang memiliki kapasitas
dusun terdiri atas enam batang terhadap bencana yang tinggi yaitu
dengan batang grafik pertama hingga Dusun Jetis dan Dusun Suruh di
kelima menggambarkan nilai dan Desa Argomulyo, Kecamatan
klasifikasi masing-masing komponen Cangkringan. Hal ini terutama
kapasitas dan batang grafik terakhir disebabkan infrastruktur pendukung
menggambarkan nilai dan klasifikasi kapasitas di dusun tersebut seperti
kapasitas total. Hasil analisis peta jalur evakuasi, rencana
kapasitas total menujukkan bahwa evakuasi, dokumen tugas, pokok dan
sebagian besar dusun wilayah fungsi (TUPOKSI) dalam
penelitian yaitu sebanyak 12 dari 14 penanggulangan bencana di kedua
dusun lokasi penelitian memikiki dusun tersebut sudah tersedia.

Grafik Tingkat Kapasitas Daerah Dalam Menghadapi Bencana


30

25

20

15

10

0
l n tis lo an s en l r n an n
ko ga an Je g ru
h
es gi ay id
u Lo ga ip ka
on
g
rin ran an Su k an
g K n tin or ba
k Ja ar Bo
K n bo en m
Br ng K la im bo
K
Ta
Ca K m je am K
eja K
K
Gambar 4. Grafik Tingkat Kapasitas Daaerah dalam Menghadapi Bencana
(keterangan : hijau = rendah, kuning = sedang, merah = tinggi)

Hasil analisis kerawanan, diketahui dengan melakukan tabulasi


kerentanan dan kapasitas kemudian silang antara data tingkat kerawanan
digabungkan untuk mengatahui bencana, kerentanan, dan kapasitas
risiko bencana lahar hujan di lokasi terhadap bencana. Hasilnya sebagai
penelitian. Klasifikasi tingkat risiko berikut

Tabel 4. Matrik Risiko Bencana


Kerawanan-
kerentanan
Rendah Sedang Tinggi
Kapasitas
Desa Argomulyo : Dusun
Tinggi
Jetis, Suruh
Desa Desa Argomulyo : Dusun Desa
Sindumartani Brongkol, Cangkringan, Sindumartani :
: Dusun Jaranan,Karanglo, Desa Dusun Bokesan,
Sedang
Kentingan Sindumartani : Dusun Kalimanggis,
Bokesan, Kejambon Kidul, Kayen, Tambakan
Kejambon Lor, Koripan
Rendah
Sumber: analisis peneliti (2016)
Berdasarkan hasil analisis yang klasifikasi sedang. Sebanyak
disajikan pada matriks risiko delapan dusun dari total 14 dusun
bencana tersebut dapat diketahui tergolong dalam risiko sedang. Tiga
bahwa sebagian besar wilayah dusun memiliki risiko bencana yang
penelitian memiliki risiko bencana rendah yaitu Dusun Jetis dan Suruh
lahar hujan yang tergolong dalam di Desa Argomulyo dan Dusun
Kentingan di Desa Sindumartani. disebabkan faktor kerawanan
Rendahnya risiko bencana di Dusun bencana tinggi.
Jetis dan Suruh lebih disebabkan Untuk mengetahui program-
oleh faktor kapasitas wilayah dalam program manajemen bencana
menghadapi bencana yang termasuk eksisting pada tingkat dusun, maka
dalam klasifikasi tinggi. Sementara dilakukan penyebaran kuesioner
rendahnya risiko bencana di Dusun dengan pertanyaan tertutup yang
Kentingan lebih disebabkan faktor memiliki jawaban dikotomis (ya dan
kerentanan bencana yang juga tidak). Pertanyaan-pertanyaan
rendah. Sementara itu, terdapat tersebut terkait sudah
empat dusun yang memiliki tingkat terselenggaranya program-program
risiko bencana yang tinggi. Keempat di masing-masing dusun lokasi
dusun tersebut yaitu Dusun Bokesan, penelitian. Jawaban responden yang
Kalimanggis, Kayen dan Tambakan memiliki skala pengukuran Guttman
yang semuanya terletak di Desa kemudian dianalisis dengan statistik
Sindumartani. Tingginya risiko distribusi frekuensi sehigga
bencana di dusun-dusun ini dihasilkan tabel sebagai berikut :
Tabel 5. Persentase Pelaksanaan Program Manajemen Bencana
Persentase
Hal Program
Ada Tidak
Monitoring dan Delineasi kawasan rawan bencana 57.14 42.86
prediksi terhadap melalui peta-peta kebencanaan
bencana Keberadaan relawan untuk 100 0
monitoring potensi lahar hujan
Sistem peringatan dini berbasis 100 0
komunitas antar wilayah dengan
memanfaatkan tanda-tanda alam
Sistem peringatan dini yang 100 0
menjangkau ke seluruh bagian
wilayah
Pengurangan risiko Pembangunan dan perbaikan sabo 100 0
bencana secara teknis dam
Pembangunan tanggul (bronjong) 100 0
di sisi kanan-kiri sungai
Pembenahan jalur dan rambu 100 0
evakuasi
Pembuatan sabuk hijau (green 0 100
Persentase
Hal Program
Ada Tidak
belt) di kawasan sempadan sungai
Pengurangan risiko Sosialisasi pengurangan risiko 100 0
bencana secara non bencana
teknis, Pembentukan kelembagaan siaga 85.71 14.29
bencana
Penyusunan dokumen rencana 21.43 78.57
manajemen bencana pada tingkat
lokal
Pendataan kelompok rentan 100 0
Kemampuan Rencana dan arahan evakuasi yang 78.57 21.43
penyelenggaraan jelas pada saat terjadinya bencana
tindakan penyelamatan Struktur organisasi yang jelas 57.14 42.86
pada fase tanggap dalam penangangan kedaduratan
darurat dan pemulihan Pelatihan kedaruratan 100 0
pasca bencana Simulasi kebencanaan 100 0
Sumber : analisis peneliti (2016)

Berdasarkan hasil analisis, Sementara program yang sama sekali


dapat diketahui bahwa program- belum terlaksana yaitu pembuatan
proram yang sudah dilakukan 100 % sabuk hijau, Kendala utama dari
terkait dengan fungsi relawan dan program ini yaitu terkait benturan
sistem peringatan dini berbasis antara pengembalian fungsi
komunitas, pembangunan dan sempadan sungai sebagai kawasan
perbaikan sabo dam, tanggul dan lindung dan kepentingan masyarakat
jalur evakuasi, sosialisasi PRB, yang memanfaatkan sempadan
pendataan kelompok rentan dan sungai sebagai lahan-lahan produktif
latihan serta simulasi kedaruratan. untuk pertanian.
Gambar 5. Program Manajemen Bencana Lahar Hujan
(Keterangan : kiri = perbaikan sabo dam, kanan = pembangunan
tanggul kanan kiri sungai)

Metode Analytical Hierarchy kerentanan yang paling mungkin


Process (AHP) untuk mengkaji dilakukan adalah pembuatan sabuk
perencanaan pengurangan risiko hijau untuk perkuatan tanggul di
bencana berbasis ekosistem di kanan kiri sungai. Program ini
wilayah penelitian diawali dengan mendapat nilai bobot sebesar 31 %.
penyebaran kuisioner kepada Program prioritas kedua yaitu
beberapa responden, dalam hal ini integrasi kearifan lokal dalam bentuk
telah dilakukan terhadap 56 keahlian membaca tanda-tanda alam
responden. Ke-56 reponden tersebut ke dalam system peringatan dini
dipilih secara purposive terdiri dari berbasis komunitas. Program ini
14 orang kepala dusun yang mendapat nilai bobot sebesar 24,3 %.
wilayahnya terdampak oleh bencana Program pembatasan area
lahar hujan, dan tiga orang tokoh penambangan pasir dan batu agar
masyarakat pada masing-masing tidak mencapai area sekitar tanggul
dusun. menempati prioritas ketiga dengan
Berdasarkan hasil pembobotan persentase sebesar 23,7. Selanjutnya,
AHP, diketahui bahwa program PRB program prioritas terakhir yaitu
berbasis ekosistem dengan penanaman tanaman-tanaman keras
penekanan pada pengurangan khususnya pada tanah bengkok di
kawasan sempadan sungai dengan
nilai bobot prioritas sebesar 21 %.
Tabel 6. Hasil Pembobotan PRB Berbasis Pengurangan Kerentanan
Sub Kriteria Bobot
Pemanfaatan kearifan lokal dan tanda-tanda alam sebagai bentuk 0.243
peringatan dini
Pembuatan sabuk hijau di kanan kiri sungai sebagai bentuk perkuatan 0.310
terhadap tanggul
Pembatasan area penambangan sirtu agar tidak mencapai area sekitar 0.237
tanggul kanan kiri sungai
Penanaman tanaman keras pada tanah-tanah bengkok di kawasan 0.210
sempadan sungai sebagai barriers kedua
Jumlah 1
Sumber : analisis peneliti (2016)

Berdasarkan hasil bencana berbasis ekosistem


perhitungan bobot kriteria dan yang dapat diterapkan di lokasi
sub kriteria, maka perencanaan penelitian dapat dirangkum
program pengurangan risiko dalam gambar sebagai berikut :

Level I (Tujuan) Level II (Kriteria) Level III (Subkriteria)

Relokasi kehidupan dari daerah rawan bencana (A1) =


0,161
PRB berbasis
pengurangan Pemanfaatan kawasan sempadan sungai murni sebagai
aspek lahan kosong untuk buffer zone (A2) = 0,254
keterpaparan Pembatasan izin pemanfaatan ruang kawasan kanan kiri
(A) = 0,487 sungai sebagai kawasan budidaya (A3) = 0,311
Normalisasi sungai sehingga daya tampung sungai kembali
seperti pada saat sebelum bencana (A4) = 0,274
Pengurangan Risiko
Bencana berbasis
Ekosistem
Pemanfaatan kearifan lokal dan tanda-tanda alam sebagai
bentuk peringatan dini (B1) = 0,243
PRB berbasis Pembuatan sabuk hijau di kanan kiri sungai sebagai bentuk
pengurangan perkuatan terhadap tanggul (B2) = 0,31
kerentanan (B)
Pembatasan area penambangan sirtu agar tidak mencapai
= 0,513
area sekitar tanggul kanan kiri sungai (B3) = 0.237
Penanaman tanaman keras pada tanah-tanah bengkok di
kawasan sempadan sungai sebagai barriers kedua (B4) =
0,21
Gambar 6. Hasil Pembobotan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Ekosistem
Berdasarkan hasil rangkuman 3. Pembuatan sabuk hijau di
analisis bobot kriteria dan subn kanan kiri sungai sebagai
kriteria untuk PRB berbasis bentuk perkuatan terhadap
ekosistem dapat diketahui bahwa tanggul
PRB dengan penekanan pada
pencegahan keterpaparan dan PRB 5. Kesimpulan
dengan penekanan pada pengurangan Sebagian besar wilayah
kerentanan memiliki prioritas yang terdampak lahar hujan memiliki
sama untuk diterapkan. Adapun risiko bencana yang tergolong dalam
program PRB yang paling mungkin klasifikasi sedang. Sebanyak
untuk dilaksanakan berdasarkan nilai delapan dusun dari total 14 dusun
bobot prioritasnuya yang lebih dari tergolong dalam risiko sedang.
0,25 yaitu : Risiko bencana tinggi hanya
1. Pembatasan izin dijumpai di Desa Sindumartani yaitu
pemanfaatan ruang pada Dusun Bokesan, Kalimanggis,
kawasan kanan kiri sungai Kayen dan Tambakan. Tingginya
sebagai kawasan budidaya risiko bencana di dusun-dusun ini
2. Normalisasi sungai
disebabkan faktor kerawanan
sehingga daya tampung
bencana tinggi. Sementara itu,
sungai kembali seperti pada
terdapat tiga dusun dengan risiko
saat sebelum bencana
bencana yang rendah yaitu Dusun
Jetis dan Suruh di Desa Argomulyo sama dengan PRB berbasis
dan Dusun Kentingan di Desa ekosistem dengan tujuan
Sindumartani. Faktor utama dari pengurangan kerentanan. Hasil
rendahnya risiko bencana di Dusun analisis menunjukkan program-
Jetis dan Suruh lebih adalah program PRB berbasis ekosistem
kapasitas wilayah dalam menghadapi yang mungkin dapat dilakukan yaitu
bencana termasuk tinggi. Sementara pembatasan izin pemanfaatan ruang
rendahnya risiko bencana di Dusun kawasan kanan kiri sungai sebagai
Kentingan lebih disebabkan faktor kawasan budidaya, normalisasi
kerentanan bencana yang rendah. sungai untuk mengembalikan daya
Manajemen bencana lahar tampung sungai, dan pembuatan
hujan yang sudah 100 % sabuk hijau di kanan kiri sungai
dilaksanakan di kawasan terdampak sebagai bentuk perkuatan terhadap
yaitu pendayagunaan relawan dalam tanggul
memonitoring potensi bahaya lahar
hujan, sistem peringatan dini
berbasis komunitas dengan DAFTAR PUSTAKA
memanfaatkan handy talky (HT)
yang terhubung mulai dari wilayah Berke, P.R, Kartez, J., dan Wenger D.
pada penggal sungai bagian atas 1993. Recovery After Disaster
hingga bagian bawah, pembangunan Achieving Sustainable
dan perbaikan sabo dam dan tanggul Development Mitigation And
kanan kiri sungai, perbaikan rambu Equity, Journal of Disasters,
dan jalur evakuasi, sosialisasi Vol. 17, No. 2
pengurangan risiko bencana, BPBD Kabupaten Sleman, 2013,
pendataan kelompok rentan dan Standar Operasional dan
latihan serta simulasi kedaruratan Prosedur Penyelenggaraan
Pengurangan Risiko Bencana Barak dan Pengungsian dalam
(PRB) Berbasis Ekosistem dengan Menghadapi Erupsi
penekanan pada pencegahan Gunungapi Merapi, Sleman:
keterpaparan memiliki prioritas yang Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Journal of Applied Sciences,
Sleman Vol. 13 No. 8, hal. 1169-1176
Cooper, D. dan Emory, W., 1992, IPCC, 2012, Managing the Risks of
Metode Penelitian Bisnis Jilid Extreme Events and Disastes
Satu, Jakarta: Penerbit to Advance Climate Change
Erlangga. Adaptation. Cambridge dan
Estrella, M., dan Saalismaa, N., New York: Cambridge
2013, Ecosystem Based University Press
Disaster Risk Redution (Eco- Mishra, P., 2013, Carrying Capacity
DRR): An Overview, dalam dalam Encyclopedia of Crisis
The Role of Ecosystems in Management, diedit oleh KB
Disaster Risk Reduction diedit Penuel, M Statler, dan R
oleh Fabrice G. Renaud, Karen Hagen, California: SAGE
Sudmeier-Rieux dan Marisol Publications, Inc.
Estrella, Tokyo: United Miththapala, S., 2008, Mangroves.
Nations University Press Coastal Ecosystems Series
Girot, P., 2013, Integrating Volume 2, Colombo:
Community-Based Adaptation Ecosystems and Livelihoods
And Drr Approaches Into Group Asia, IUCN.
Ecosystem-Based Approaches Morawetz, W. dan Nehren, U., 2005,
To Adaptation : Experiences Rain Forest Management and
From the Field, Jenewa: Ecotourism, dalam
United Nations International Sustainability in Rural and
Strategy for Disaster Reduction Urban Environments, diedit
Huali, H., Pu, Z., Yao, W., dan oleh H. Gaese, F. Kraas & Mi
Cuijuan, A., 2013, Research on Mi Kyi, Yangoon, Kln.hal.
Regional Territorial 59-74,
Development Risk Evaluation Mutaali, L., 2011, Environmental
Zoning Model Based on Carrying Capacity Based On
Carrying Capacity Theory, Spatial Planning, Indonesian
Journal of Geography Vol. 43 University of Colorado,
No. 2, hal. 142-155 Boulder
Mutaali, L., 2012, Daya Dukung Smith, G., dan Wenger, D., 2006,
Lingkungan Untuk Perencanan Sustainable Disaster
Pengembangan Wilayah, Recovery: Operationalizing
Yogyakarta: BPFG UGM an Existing Agenda dalam
Nature Conservation Bureau, Minitry Handbook of Disaster
of Environment Japan, 2016, Research diedit oleh H.
Ecosystem Based Disaster Risk Rodriguez, E.L. Quarantelli,
Reduction in Japan : A and R. Dynes, New York:
Handbook for Practitioners, Springer Verlag, hal. 234-257
Tokyo: Nature Conservation Sudmeier-Rieux, K dan Ash, N.,
Bureau, Minitry of 2009, Environmental
Environment Japan Guidance Note for Disaster
Renaud, F.G., Rieux, K.S., dan Risk Reduction, Gland,
Estrella, M., 2013, The Switzerland: IUCN.
Relevance of Ecosystems for UNISDR, 2005, Hyogo Framework
Disaster Risk Reduction, dalam for Action 2005-2015:
The Role of Ecosystems in Building the Resilience of
Disaster Risk Reduction diedit Nations and Communities to
oleh Fabrice G. Renaud, Karen Disasters, Jenewa: United
Sudmeier-Rieux dan Marisol Nations International Strategy
Estrella, Tokyo: United for Disaster Reduction
Nations University Press UNISDR, 2009, 2009 UNISDR
Rubin, C.B., Saperstein, M.D., dan Terminology on Disaster Risk
Barbee, D.G., 1985, Reduction (internet), United
Community Recovery from a Nations
Major Natural Disaster, <http://www.unisdr.org/files/78
Monograph No. 41, Program 17_UNISDRTerminology
on Environment and Behavior, English.pdf> (diakses 20 Maret
Institute of Behavioral Science, 2014)
UNISDR, 2011, 2011 Global Risk, Redefining Development,
Assessment Report on Disaster Jenewa: United Nations
Risk Reduction: Revealing

Anda mungkin juga menyukai