Anda di halaman 1dari 23

Jurnal Enersia Publika, Vol. I, No.

2, Desember 2017, hal 28-50

KAJIAN RESIKO DAN MITIGASI BENCANA LONGSORLAHAN DI


KECAMATAN NGILIPAR, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA

Amin Nurohmah
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Korespondensi penulis: amin.nurrohmah8@gmail.com

Abstrak

Kecamatan Nglipar merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten


Gunungkidul yang masuk dalam kategori daerah rawan bencana longsorlahan
kategori tinggi. Pada Tahun 2012-2013 akibat bencana longsorlahan di Kecamatan
Nglipar menyebabkan 37 rumah rusak, 3 orang luka ringan dan 1 orang luka berat
dengan kerugian mencapai Rp. 236.500.000. Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut, penelitian ini bertujuan (1) menganalisis dan memetakan tingkat bahaya
longsorlahan, (2) menganalisis dan memetakan tingkat kerentanan dan kapasitas
masyarakat lokal, (3) menganalisis dan memetakan tingkat risiko bencana
longsorlahan, serta (4) menganalisis kegiatan mitigasi bencana pada daerah bahaya
bencana longsorlahan kategori tinggi di Kecamatan Nglipar, Kabupaten
Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, populasi
penelitian adalah seluruh kepala keluarga pada zona bahaya longsorlahan tinggi
didasarkan pada proses geomorfologi dan kondisi lahan menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No 22/PRT/M/2007. Jumlah sampel penelitian adalah
118 kepala keluarga ditentukan menggunakan rumus Confidence Interval dengan
tingkat kesalahan 9%. Penelitian tingkat kerentanan, kapasitas, dan risiko
masyarakat dilakukan melalui survei penduduk pada daerah bahaya bencana
longsorlahan kategori tinggi dengan metode Vulnerability and Capacity Assement
(VCA). Penilaian selanjutnya dilakukan secara kuantitatif dengan pemberian
skoring menggunakan software SPSS dan dilakukan teknis análisis spasial
menggunakan Software ArcGIS. Metode deskriptif digunakan untuk menguraikan
karakteristik daerah bahaya, kerentanan, kapasitas, risiko masyarakat dan analisis
kebijakan mitigasi bencana longsorlahan.
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar kepala rumah tangga
(66,10%) berpendidikan lulus Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama,
yang mayoritas (79,66%) berprofesi sebagi petani sawah dengan penghasilan
rendah. Tingkat bahaya longsorlahan terbagi menjadi tiga tingkat zona bahaya
yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Zona tingkat bahaya tinggi meliputi wilayah
seluas 1.757,13 ha, zona tingkat bahaya sedang seluas 3.540,09 ha, dan zona
bahaya rendah memiliki luas 2.008,5 ha. Secara umum (88,14%) penduduk
menempati pada tingkat kerentanan sedang dan mayoritas mempunyai kapasitas
sedang (38,14%). Risiko bencana tingkat rendah (67,80%) terdapat di Desa
Pilangrejo dan sebagian penduduk Desa Natah sedangkan tingkat risiko sedang
(26,27%) terletak di sebagian penduduk Desa Pengkol dan Natah, dan penduduk
berisiko tinggi (5,93%) adalah sebagian penduduk Desa Pengkol dan Natah.
Beberapa hal yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan mitigasi
bencana di Kecamatan Nglipar adalah pola komunikasi yang diterapkan antara
pemimpin lokal dengan masyarakat, kehadiran lembaga swadaya masyarakat,
beroperasinya kegiatan masyarakat, seperti kelompok tani, kelompok kehutanan,
kelompok sadar lingkungan serta kearifan lokal yang mendorong perhatian setiap
penduduk terhadap kondisi lingkungannya.
Kata kunci: Risiko, Mitigasi, Longsorlahan.

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 28


Abstract

Nglipar District is one of the districts located in Gunungkidul Regency. It


is categorized as one of high susceptibility to landslides zones. Due to the landslides
in 2012 to 2013, there were 37 houses damaged, minor injury of 3 people, and major
injury of 1 person. Moreover, the total losses were estimated to be Rp. 236,500,000.
Based on the background of the problems, the purposes of the research are 1) to
analyze and to map the landslide hazard zonation level, 2) to analyze and to map the
vulnerability and capacity levels of local community, 3) to analyze and to map the
landslide risk levels, 4) to analyze disaster mitigation activities in the high risk
landslide level zones at Nglipar District, Gunungkidul Regency, Yogyakarta Special
Province.
The research was categorized as a quantitative descriptive research
involving all heads of families living in the high landslide hazard zones based on the
geomorphology process and land condition according to the Minister of Public Work
Decree no 22/PRT/M/2007. 118 heads of families were determined as the research
samples using Confidence Interval formula with 9% margin of errors. The research
of vulnerability, capacity, and community risk levels were conducted through
population surveys in the high hazard landslide zones using Vulnerability and
Capacity Assement (VCA) method. The descriptive method was used to outline the
hazard zone characteristic, vulnerability, capacity, community risk, and landslide
mitigation policy.
The results of the research showed that most of the heads of families
(66.10%) were elementary and junior high school graduates who worked as farmer
on low incomes. The landslide hazard levels were categorized into thee zones, i.e.
low, médium, and high levels. The high hazard zones covered 1.757,13 ha, the
médium hazard zones covered 3.540,09 ha, and low hazard zones covered 2.008.5
ha. Generally, 88.14% citizens lived in the low vulnerability zones and majority of
the citizens had medium capacity (38,24%). The communities with low risk disaster
level (67.80%) were living at Pilangrejo village and partially were living at Natah
village. The placed with medium risk level (26.27%) were partially located ar
Pengkol and Natah villages. Those were the communication patterns which were
applied between the local leader and community, the existence of non-governmental
organizations, the communities activities such as farming communities, forestry
communities and environmental awareness communities, and the existence of local
wisdom which encouraged the citizens’ awareness to the environment.

Key words: Risk, Mitigation, Landslide.

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 29


A. Pendahuluan Kejadian bencana terbesar terjadi di
Sebagian besar wilayah yang Dusun Kedokploso, Desa Pengkol pada
rentan gerakan massa tanah di Indonesia hari Jum’at 14 Juni 2013 pukul 16.30.
merupakan wilayah perbukitan atau Bencana tersebut menyebabkan satu
pegunungan dengan mata pencaharian orang luka-luka, 204 orang mengungsi,
pertanian dan fakta lapangan jalan desa sepanjang 100 m tertutup
menunjukan bahwa lebih dari 70% material longsoran atau banjir bandang
kejadian longsorlahan di Indonesia dan kurang lebih 3 ha lahan hutan dan
adalah akibat dipicu oleh hujan pertanian rusak berat.
(Karnawati, 2006). Kabupaten Selama ini pemetaan dan
Gunugkidul merupakan daerah yang kajian daerah rawan bencana
mempunyai tingkat kerawanan cukup longsorlahan di Kabupaten
tinggi terhadap longsorlahan. Gunungkidul hanya didasarkan pada
Berdasarkan data hasil penelitian kelas kemiringan lereng, sedangkan
Mardiatno (2001), 18 kecamatan yang risiko terhadap bencana hanya
ada di wilayah Kabupaten Gunugkidul didasarkan pada data penggunaan lahan.
adalah wilayah yang mempunyai tingkat Padahal variabel dalam analisis risiko
kerawanan sangat rendah, rendah, bencana meliputi banyak aspek yang
sedang, tinggi dan sangat tinggi terkait dengan bahaya, kerentanan dan
terhadap kejadian longsorlahan. Salah kapasitas masyarakat di daerah rawan
satu bencana longsorlahan yang sering bencana. Berdasarkan data kejadian
terjadi adalah di Kecamatan Nglipar longsorlahan, persebaran daerah rawan
Kabupaten Gunungkidul. Selama Tahun longsorlahan dan kerugian akibat
2012-2013 terdapat 3 desa di bencana longsorlahan di Kecamatan
Kecamatan Nglipar yang mengalami Nglipar, seperti yang diuraikan di atas,
bencana longsorlahan yaitu di Desa maka penelitian ini secara lebih detail
Kedungpoh, Pilangrejo dan Pengkol. menganalisis potensi bahaya atau
Akibat bencana tersebut 37 rumah ancaman, tingkat kerentanan dan
rusak, 3 orang mengalami luka ringan kapasitas masyarakat terhadap bahaya
dan 1 orang luka berat dengan perkiraan longsorlahan kategori tinggi sebagai
kerugian mencapai Rp 236.500.000, 00 dasar penilaian tingkat risiko
(Badan Penanggulangan Bencana longsorlahan serta menganalisis upaya
Kabupaten Gunungkidul, 2013). mitigasi bencana longsorlahan di

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 30


Kecamatan Nglipar Kabupaten bencana bertujuan untuk menghindari
Gunungkidul. (pencegahan), mengurangi atau
B. Kerangka Teoretik mengalihkan dampak buruk bahaya
Longsorlahan (landslide) melalui kegiatan dan langkah-langkah
menurut Sharpe (1938, dalam pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan
Thornbury, 1969) adalah tipe gerakan (ISDR, 2009).
massa batuan yang dapat diamati dan Mitigasi bencana adalah suatu
melibatkan massa kering bahan tindakan atau serangkaian upaya untuk
rombakan. Definisi lainnya mengurangi risiko bencana baik
dikemukakan oleh Kuroiwa (2004), pembangunan fisik maupun penyadaran
yang menjelaskan longsorlahan sebagai dan peningkatan kemampuan
berbagai macam gerakan tanah dan menghadapi bencana (UU RI No
batuan yang menurun disebabkan oleh 24/2007 tentang Penanggulangan
gerakan gravitasi pada medan. ISDR Bencana). Hadmoko (2012)
(2009), mendeskripsikan risiko bencana menjelaskan bahwa mitigasi bencana
sebagai potensi kerugian akibat bencana longsorlahan merupakan upaya jangka
terhadap kehidupan, status kesehatan, menengah dan jangka panjang dalam
mata pencaharian, aset dan jasa yang rangka mengurangi atau menghilangkan
dapat terjadi pada suatu masyarakat dampak bencana sebelum terjadinya
tertentu selama beberapa periode waktu bencana.
tertentu di masa depan.
C. Metodologi
Benson et al (2007),
Penelitian ini merupakan
mendeskripsikan Kerentanan adalah
penelitian deskriptif kuantitatif.
potensi untuk tertimpa kerusakan atau
Populasi dalam penelitian ini adalah
kerugian, yang berkaitan dengan
penduduk yang bertempat tinggal di
kapasitas untuk mengantisipasi suatu
daerah rawan bencana longsorlahan
bahaya, mengatasi bahaya, mencegah
kategori tinggi di Kecamatan Nglipar,
bahaya dan memulihkan diri dari
Kabupaten Gunungkidul. Populasi
dampak bahaya. Baik kerentanan
penduduk digunakan untuk
maupun lawannya, ketangguhan,
menganalisis tingkat kerentanan,
ditentukan oleh faktor-faktor fisik,
kapasitas dan upaya mitigasi dalam
lingkungan sosial, politik, budaya dan
menghadapi bencana pada daerah
kelembagaan. Manajemen risiko

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 31


bahaya bencana longsorlahan. Daerah kuesioner pada daerah bahaya bencana
bahaya bencana longsorlahan longsorlahan kategori tinggi
didasarkan pada proses geomorfologi menggunakan metode Vulnerability
berupa longsorlahan dan kondisi lahan and Capacity Assement (VCA).
yang diperkirakan rawan longsorlahan Penilaian selanjutnya dilakukan secara
menurut Peraturan Menteri Pekerjaan kuantitatif dengan pemberian skoring
Umum no 22/PRT/M/2007 Hasil memenggunakan software SPSS dan
tumpang susun peta serta cek lapangan dilakukan teknis análisis spasial
pada lokasi ancaman bencana menggunakan software ArcGIS.
longsorlahan digunakan dasar Wawancara kepada pemerintah desa
pengkategorian zona bahaya sebagai dan pemerintah kecamatan untuk
kerangka penentuan lokasi mengetahui bentuk penanggulangan
pengambilan sampel penduduk longsorlahan yang telah dilakukan.
sekaligus kerangka analisis. Metode deskriptif digunakan untuk
Jumlah sampel penelitian menguraikan karakteristik daerah
adalah 118 kepala keluarga ditentukan bahaya, kerentanan, kapasitas, risiko
menggunakan rumus Confidence masyarakat dan analisis kebijakan
Interval dengan tingkat kesalahan 9%. mitigasi bencana longsorlahan.
Penelitian tingkat kerentanan, Diagram alir kerangka teori penelitian
kapasitas, dan risiko masyarakat yang tersaji pada Gambar 1 dan
dilakukan melalui survei penduduk kerangka analisis penelitian disajikan
dengan wawancara dan pengisian pada Gambar 2.
Penilaian Risiko Bencana Longsorlahan di Perkembangan Wilayah
Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul
Risiko = (Bahaya x Kerentanan)
Kapasitas

Peningkatan Aktivitas Peningkatan Kebutuhan


Manusia Lahan

Karakteristik fisik alami wilayah di Kecamatan Nglipar,


Kabupaten Gunungkidul:
1. Konfigurasi relief : kemiringan lereng Persaingan Pemenuhan Kebutuhan
2. Sifat fisik tanah : jenis tanah
3. Karakteristik lahan : batuan penyusun lereng, vegetasi
Pemanfaatan lahan pada daerah rawan
4. Iklim : curah hujan bencana longsorlahan tanpa kontrol dapat
5. Tata air pada lereng meningkatkan potensi bahaya atau ancaman
6. Kegempaan

Kerentanan Kapasitas/Kemampuan
Bahaya/ Masyarakat
Ancaman menghadapi Longsorlahan
Longsorlahan

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 32


Risiko Bencana Longsorlahan
di Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul

Upaya Mitigasi Longsorlahan Kebijakan Penataan Ruang dan Pemanfaatan Lahan Pada
Di Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunungkidul Daerah Rawan Bencana Longsorlahan Kecamatan Nglipar,
Kabupaten Gunungkidul

Strategi Adaptasi (Protektif, Akomodatif, dan Retreat) Pada Daerah


Bahaya Longsorlahan
Di Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunungkidul

Gambar 1. Kerangka alir teori penelitian kajian risiko dan mitigasi bencana
longsorlahan di Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta

D. Hasil dan Pembahasan yaitu meliputi kriteria (makro) dalam


1. Tingkat Bahaya Longsorlahan penetapan kawasan rawan bencana
Penentuan daerah bahaya longsorlahan. Penyususnan skoring
longsorlahan berdasarkan pedoman setiap variabel dilakukan dengan
penataan ruang kawasan rawan bencana modifikasi menurut hasil penelitian
longsorlahan menurut Peraturan Menteri longsorlahan terdahulu. Kriteria aspek
Pekerjaan Umum no 22/PRT/M/2007 fisik alami terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Variabel penilaian kawasan bahaya longsorlahan


No Variabel Nilai No Variabel Nilai No Variabel Nilai
1 Kegempaan 1 – 2 5 Curah hujan 1 – 3 6 Satuan batuan 1–3
2 Tata air pada lereng 1 – 3 4 Jenis tanah 1 – 3 7 Lereng 1–6
3 Penggunaan lahan 0 – 5
Sumber: Modifikasi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no 22/PRT/M/2007

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 33


Sebaran wilayah sesuai hasil
analisis tingkat bahaya longsorlahan di b. Zona Bahaya Longsorlahan
Kecamatan Nglipar dapat diuraikan Sedang
sebagai berikut. Secara umum zona ini
a. Zona Bahaya Longsorlahan Tinggi mempunyai kemiringan lereng 0-<2%,
Zona bahaya longsorlahan 2-<7%, 7-<15%, dan 15-<30%. Zona
tinggi di Kecamatan Nglipar secara bahaya longsorlahan kategori sedang
umum terletak pada kelerengan 15- luasnya hampir setengah dari luas
<30%, 30-<70%, dan 70-<140%, yaitu Kecamatan Nglipar yaitu 48,46%.
berada di bagian utara wilayah Satuan batuan berupa Breksi
Kecamatan Nglipar seluas 1.808,92 ha. Nglanggeran, Batupasir Sambipitu,
Batuan penyusun zona ini pada Batugamping Oyo, dan Batugamping
umumnya adalah Batupasir Semilir dan Wonosari. Longsorlahan jarang terjadi
breksi Ngalnggeran. Curah hujan daerah pada daerah ini, apabila terjadi berupa
ini beragam mulai dari <1.000 mm/th nendatan dengan dimensi yang kecil.
hingga 1.000-1.500 mm/th, berdampak Sebagian besar lahan yang termasuk
pada pelapukan batuan sangat intensif, dalam zona ini di manfaatkan sebagai
serta menghasilkan tanah yang tebal sawah rigasi maupun tadah hujan,
dibeberapa tempat. Struktur geologi tegalan, perkebunan, dan pemukiman.
berupa kekar-kekar juga banyak Daerah yang termasuk dalam zona
terdapat pada satuan batuan wilayah ini. bahaya longsorlahan tingkat sedang
Daerah yang termasuk dalam zona meliputi sebagian kecil wilayah Desa
kerawanan longsorlahan tingkat tinggi Kedungkeris, Nglipar, dan Katongan,
di Kecamatan Nglipar meliputi sebagian serta sebagaian Desa Natah, Pilangrejo,
wilayah Desa Natah, Pilangrejo, Katongan, Kedungpoh, dan Pengkol.
Kedungpoh, Pengkol, serta sebagaian
kecil di wilayah Desa Katongan.

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 34


c. Zona Bahaya Longsorlahan Rendah
Daerah yang
termasuk ke dalam zona ini
pada umumnya mempunyai
kelerengan 0-<2%, 2-<7%, 7-
<15%, menempati wilayah
seluas 2.008,5 ha. Satuan
batuan berupa Batupasir
Sambipitu, Batugamping
Oyo, dan Batugamping
Wonosari. Longsorlahan
kecil kebanyakan terjadi di
lembah sungai, karena
pengaruh aliran sungai.
Pemanfaatkan lahan pada
daerah ini antaralain
digunakan untuk semak
belukar, sungai, perkebunan,
tegalan dan pemukiman.
Gambar 3 Peta Bahaya Longsorlahan dan Lokasi Sampel
Longsorlahan tingkat rendah
Sumber: Analisis Data Primer 2014
di Kecamatan Nglipar tersebar di sebagian besar wilayah Desa Kedungkeris, dan Nglipar,
serta di sebagian wilayah Desa Katongan, dan Natah. Sebaran titik sampel sesuai tingkat
bahaya longsorlahan dipetakan guna menghasilkan Peta Tingkat Bahaya Longsorlahan
dengan menggunakan software ArcGis 9.3, pada Gambar 3.

2. Kerentanan Penduduk merupakan kemampuan finansial


a. Kerentanan Sosial Ekonomi masyarakat dalam menghadapi ancaman
Kerentanan sosial ekonomi di wilayahnya (Oxfam, 2012). Variabel
menyangkut kondisi demografi (jenis kerentanan sosial ekonomi beserta
kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku asumsi setiap variabel dirinci pada
masyarakat dan kondisi fisik atau Tabel 2.
difable), dan kerentanan ekonomi

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 35


Tabel 2 Variabel kerentanan sosial ekonomi
No Variabel Nilai No Variabel Nilai
1 Jumlah anggota keluarga 1 – 3 7 Status pekerjaan 1–2
2 % jumlah anak dalam keluarga 1 – 3 8 Jenis pekerjaan 1–3
3 %jumlah lansia dalam keluarga 1 – 3 9 Beban hutang 1–2
4 %jumlah wanita dalam keluarga 1 – 3 10 Penerimaan bantuan 1–2
5 Pendidikan 1 – 4 11 Status perkawinan 1–2
6 Pendapatan 1–3

Sumber: Modifikasi Villagran, 2006., modifikasi Muis, 2012., Victoria, 2012


Hasil analisis terhadap pekerjaan, pendidikan, persen jumlah
variabel kerentanan sosial ekonomi lansia dalam keluarga dan jumlah
menunjukkan bahwa kondisi rumah anggota keluarga. Gambaran variabel
tangga yang memiliki kerentanan sosial yang berkontribusi terhadap tingginya
ekonomi tinggi dipengaruhi oleh nilai tingkat kerentanan sosial ekonomi
variabel antara lain pendapatan, persen ditunjukkan pada Gambar 4.
jumlah wanita dalam keluarga, jenis

80
Jumlah Responden (Rumah Tangga)

70
60
50
40
30
20
10
0
Jumlah Jumlah jumlah Jumlah Pendidik Pendapat Status Jenis Beban Bantuan Status
Anggota Anak lansia wanita an an Pekerjaa Pekerjaa Hutang dari perkawin
Keluarga Dalam dalam dalam n n pihak an
Keluarga keluarga keluarga lain
Nilai 2 0 11 29 11 76 0 13 0 0 0

Gambar 4 Variabel yang berpengaruh terhadap kerentanan sosial ekonomi


Sumber: Analisis Data Primer, 2014
Beberapa kondisi kelompok kelompok ekonomi kreatif. Sebaran
rentan tersebut dapat berubah untuk tingkat kerentanan sosial ekonomi
meningkatkan kualitas kehidupan penduduk secara spasial pada lokasi
masyarakat. Pendidikan dan pekerjaan penelitian menunjukan kerentanan
dapat dirubah dengan adanya program- rendah di Desa Pilangrejo, dan
program pendidikan dan pengembangan

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 36


Kerentanan Sedang di Desa Pengkol ancaman bencana. Kondisi fisik yang
dan Natah. dimiliki penduduk berpengaruh pada
b. Kerentanan Fisik aset penghidupan (livelohood assets)
Kenrentanan fisik berkaitan (Oxfam, 2012). Asumsi terhadap
dengan kekuatan bangunan struktur variabel penilaian disajikan pada Tabel
(rumah, jalan, jembatan) terhadap 3.

Tabel 3 Variabel tingkat kerentanan fisik


No Variabel Nilai No Variabel Nilai
1 Kepemilikan bangunan 1 – 3 4 Material lantai 1–2
2 Umur bangunan 1 – 4 5 Material atap bangunan 1 – 3
3 Material diding 1 – 3 6 Waktu Domisili 1–3
Sumber: Modifikasi Villagran, 2006., modifikasi Muis, 2012., Victoria, 2012
Setiap variabel yang terendah. Secara umum (71,19%) Desa
memberikan kontribusi buruk terhadap Pengkol, Pilangrejo, dan Natah masuk
tingkat kerentanan fisik rumah tangga dalam kerentanan fisik rendah. Nilai
adalah umur bangunan, bahan lantai, setiap variabel yang berkontribusi
bahan diding, dan waktu domisili. tingginya terhadap tingkat kerentanan
Penilaian 6 variabel kerentana fisik fisik tersaji pada Gambar 5.
menghasilkan jumlah skor tertinggi dan

50
Jumlah Responden

40
(Rumah Tangga)

30
20
10
0
Kepemilik Umur Bahan Bahan Bahan Waktu
an bangunan dinding lantai atap domisili
bangunan rumah rumah rumah
tempat
tinggal
Nilai 0 41 18 26 0 3
Gambar 5 Variabel yang berkontribusi terhadap kerentanan fisik
Sumber: Analisis Data Primer, 2014
c. Kerentanan Lingkungan air, udara) serta kerusakan lingkungan
Kerentanan lingkungan dapat yang terjadi. Dalam penelitian ini,
diartikan sebagai tingkat ketersediaan kerentanan lingkungan dipengaruhi oleh
atau kelangkaan sumber daya (lahan,

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 37


beberapa variabel yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Variabel kerentanan lingkungan
No Variabel Nilai
1 Kondisi Blok Permukiman 1–2
2 Lokasi Rumah dari Sumber bahaya 1–3
Sumber: Modifikasi Villagran, 2006., modifikasi Muis, 2012.,
Victoria, 2012

Seluruh rumah responden variabel kerentanan lingkungan


diwilayah penelitian berada pada blok menghasilkan skor tertinggi dan skor
permukiman yang tidak teratur dan terendah. Secara umum (83,90%) Desa
lokasi rumah responden sebagian besar Pengkol, Pilangrejo, dan Natah masuk
sangat dekat dengan sumber bahaya. dalam kerentanan lingkungan tinggi.
Kedua variabel tersebut menyebabkan Gambaran 6 menyajikan variabel
tingginya tingkat kerentanan lingkungan yang menyebabkan rumah
lingkungan. Hasil perhitungan terhadap tangga berada pada kondisi rentan.
Jumlah Responden
(Rumah Tangga)

150
100
50
0
Kondisi blok Lokasi rumah dari
permukiman sumber bahaya
Nilai 118 82

Gambar 6 Variabel yang berkontribusi terhadap kerentanan lingkungan


Sumber: Analisis Data Primer, 2014

d. Analisis Spasial Kerentanan Total ditumpangsusunkan dengan peta


Hasil dari analisis data sebaran permukiman menghasilkan data
lapangan mengenai penilaian bahwa kerentanan total penduduk secara
kerentanan total yang terdiri dari keseluruhan masuk pada kategori
kerentanan sosial ekonomi, kerentanan sedang (88,14%). Daerah yang
fisik, dan kerentanan lingkungan di termasuk dalam zona bahaya
daearah longsorlahan kategori tinggi di longsorlahan kategori tinggi dengan
Kecamatan Nglipar yang telah kerentanan sedang di Kecamatan

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 38


Nglipar meliputi sebagian wilayah Desa Pengkol
(Dusun Kedokploso dan
Ngglompong), Desa Pilangrejo
(Dusun Dayangan, Nganggkruk,
dan Sriten), dan Desa Natah
(Dusun Natah Wetan, Jember,
dan Pringombo). Tingkat kelas
kerentanan longsorlahan
berikutnya dipetakan guna
menghasilkan Peta Tingkat
Kerentanan Longsorlahan skala
1:65.000 dengan menggunakan
software ArcGis 9.3 yang
disajikan dalam Gambar 7.
3. Kapasitas Penduduk
Victoria (2012)
menjelaskan bahwa penilaian
kapasitas adalah sebuah
pembelajaran untuk memahami
Gambar 7. Peta Kerentanan Total terhadap Longsorlahan
bagaimana manusia dapat Sumber: Analisis Data Primer, 2014
mengatasi kondisi sulit dan mengidentifikasi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan
untuk persiapan, pencegahan dan mengurangi kerusakan sebagai dampak dari
bencana. Berikut masing-masing variabel terkait kapasitas rumah tangga disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Asumsi variabel kapasitas penduduk terhadap bencana longsorlahan
No Variabel Nilai
1 Pengetahuan Mengetahui yang dimaksud longsorlahan 1–3
Mengenai Mengetahui dimana biasanya lokasi longsorlahan 1–3
Bencana Mengetahui kapan longsorlahan sering terjadi 1–3
Mengetahui gejala umum longsorlahan 1–3
Mengetahui frekuensi longsorlahan di daerah mereka 1–3
Mengetahui cara penanggulangan longsorlahan di daerah mereka 1–3
Mengetahui cara penanggulangan longsorlahan secara pribadi 1–3
2 Persepsi Kejadian longsorlahan menghambat aktivitas masyarakat 1–3
Bencana Kejadian longsorlahan merugikan masyarakat 1–3
Persepsi terhadap daerah rawan longsorlahan 1–3
3 Respon Respon ketika akan longsorlahan (saat hujan lebat atau gempa) 1–3

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 39


Mengenai Respon saat terjadi longsorlahan 1–3
Bencana Respon setelah longsorlahan 1–3
Mendiskusikan informasi longsorlahan 1–3
Memberi informasi mengenai peta bahaya longsorlahan 1–3
Memberi informasi mengenai peringatan dini dan cara meresponnya 1–3
Menyimpan dan memberi nomor telpon sesama anggota keluarga 1–3
Menyepakati alternatif tempat mengungsi 1–3
Mengecek jalur evakuasi 1–3
Mengunjungu tempat evakuasi 1–3
Membicarakan kejadian longsorlahan yang pernah terjadi 1–3
Mencari informasi longsorlahan dari berbagai sumber 1–3
4 Informasi Telah ada informasi dari pemerintah mengenai longsorlahan 1–3
Mengenai Mengetahui dan paham peta bahaya longsorlahan 1–3
Bencana Informasi dimana jalur evakuasi 1–3
Informasi tempat evakuasi 1–3
Informasi tempat-tempat aman dari longsorlahan 1–3
Informasi pelayanan kesehatan 1–3
5 Kesiapsiagaan Mengetahui tanda bahaya yang disiarkan oleh pemerintah 1–3
Menghadapi Mengetahui tanda bahaya yang disiarkan oleh masyarakat lokal 1–3
bencana Mengetahui no telpon darurat 1–3
Mengetahui alat komunikasi yang dapat menerima peringatan
Mengajari cara menghubungi no telpon darurat
Mempunyai alat komunikasi yang dapat menerima peringatan
Memiliki alat penerangan darurat 1–3
Menyediakan obat-obatan (P3K) 1–3
Menyediakan minuman dan makanan untuk kondisi darurat 1–3
Memiliki peralatan serbaguna dan pakaian
Mengamankan surat-surat berharga
6 Keanggotaan Telah ada personil tanggap darurat 1–3
Masyarakat Salah satu anggota keluarga menjadi anggota tanggap darurat 1–3
Salah satu anggota keluarga mengikuti kegiatan di masyarakat 1–3
7 Pelatihan Menghadiri pertemuan mengenai pengurangan bahaya longsorlahan 1–3
Mitigasi Salah satu anggota keluarga mengikuti pendidikan kebencanaan 1–3
Bencana Salah satu anggota keluarga dalam setahu mengikuti simulasi bencana longsorlahan 1–3
Sumber: Modivikasi Participatory Capacities and Vulnerabilities Analysis (PCVA)
Victoria, 2012

Analisis kapasitas total ini disusun berdasarkan pemahaman


ditujukan untuk mengetahui wilayah responden terhadap variabel kapasitas
sekitar daerah bahaya tinggi terhadap dalam menghadapi bencana
longsorlahan di Kecamatan Nglipar longsorlahan. Analisis data lapangan
yang memiliki kapasitas dalam mengenai kapasitas total penduduk yang
menghadapi bahaya longsorlahan. Guna telah ditumpangsusunkan dengan peta
mengetahui kapasitas total penduduk sebaran permukiman menghasilkan
digunakan analisis indeks tertimbang sebaran tingkat kapasitas sebagai
dengan metode pengharkatan berikut.
dilanjutkan dengan analisis keruangan a. Zona tingkat kapasitas total tinggi
menggunakan software ArcGis 9.3. merupakan kelompok penduduk
Pemberian harkat kapasitas penduduk yang bermukim di daerah

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 40


pemukiman di Desa Pilangrejo c. Zona tingkat kapasitas total rendah
sejumlah 31,56%. Wilayah dusun besarnya 30,51% dari total seluruh
tersebut antara lain Dusun Dayangan, responden di wilayah bahaya
Ngangkruk, dan Sriten. longsorlahan kategori tinggi.
b. Zona tingkat kapasitas total sedang Penduduk dengan tingkat kapsitas
merupakan kelompok penduduk di total rendah adalah penduduk yang
daerah Desa Natah. Penduduk bertempat tinggal di Desa Pengkol.
tersebut banyak menghuni Lereng-lereng bukit yang banyak
permukiman yang dekat dengan terdapat rembesan air menjadi
lereng dan sumber bahaya pilihan penduduk untuk bermukim
longsorlahan seperti di Dusun Natah seperti di Dusun Kedokploso dan
Wetan, Jember, dan Pringombo. Dusun Nglompong di lereng Gunung
Kepala rumah tangga yang masuk Karuk. Sebaran tingkat kapasitas
tingkat kapasitas total sedang penduduk dapat diamati pada
mencapai 38,14%. Gambar 8.

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 41


Grafik pada Gambar
9 menampilkan nilai
variabel yang berkontribusi
menyebabkan rumah tangga
tergolong memiliki
kapasitas yang rendah
dalam menghadapi bencana
longsorlahan. Faktor-faktor
tersebut antara lain
rendahnya kegiatan
pelatihan bencana, respon
masyarakat, penerimaan
informasi, keanggotaan
dalam kebencanaan,
kesiapsiagaan, pengetahuan,
dan persepsi. Pendidikan
mitigasi bencana hingga
tingkat rumah tangga,
pembangunan sistem
komunikasi tanggap darurat,
Gambar 8. Peta Kapasitas Total terhadap Longsorlahan
Sumber: Analisis Data Primer, 2014 pembuatan jalur evakuasi,
penyiapan tempat yang aman untuk evakuasi bencana juga harus berkesinambungan
dilakukan di wilayah bahaya longsorlahan.
Jumlah Responden (Rumah

80
70
60
50
Tangga)

40
30
20
10
0
Pengetahu persepsi Respon Informasi Kesiapsia Keanggot Pelatihan
na gaan aan
Nilai 11 7 66 46 21 26 75

Gambar 9 Variabel yang berkontribusi terhadap kapasitas

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 42


Sumber: Analisis Data Primer, 2014

4. Risiko Bencana Longsorlahan dan kapasitas penduduk dalam


Tingkat risiko bencana menghadapi longsorlahan. Penentuan
longsorlahan dibentuk dari tiga variabel distribusi kelas risiko tinggi, sedang,
yaitu variabel bahaya longsorlahan, dan rendah disajikan dalam Tabel 6.
kerentanan total terhadap longsorlahan

Tabel 6 Tabulasi interval kelas dan tingkat risiko pada daerah bahaya
longsorlahan kategori tinggi

No Bahaya Kerentanan Kapasitas Risiko = (Bahaya Tinggi x


Kerentanan)/Kapasitas
Interval Kelas Tingkat Kelas Interval Kelas Tingkat Kelas Interval Tingkat Kelas Interval Tingkat Kelas
Kelas Kelas
1 18,67 – 25 Tinggi 3 35,68 – 44,01 Tinggi 3 45 - <75 Rendah 1 6,4 – 9 Tinggi 3
2 12,34 - 18,66 Sedang 2 27,34 – 35,67 Sedang 2 75 - <105 Sedang 2 3,7 – 6,3 Sedang 2
3 6 – 12,33 Rendah 1 19 – 27,33 Rendah 1 105 – 135 Tinggi 3 1 – 3,6 Rendah 1
Sumber: Analisis Data Primer, 2014

Zona risiko bencana longsorlahan termasuk dalam zona risiko


dibagi menjadi tiga, sebagai berikut. longsorlahan sedang, meliputi daerah
a. Zona risiko bencana longsorlahan permukiman di sebagian Desa
sedang terdapat pada daerah Pengkol. Daerah-daerah yang
pemukiman, karena ada unsur ternasuk zona risiko bencana
ancaman terhadap jiwa manusia dan longsorlahan sedang di desa-desa
hasil budidaya yang produktif dalam tersebut sebagian besar terletak di
komplek pemukiman. Zona risiko daerah tekuk lereng dan perbukitan
bencana longsorlahan tinggi terdapat seperti Dusun Kedokploso dan
dibeberapa desa di daerah penelitian. Nglompong di Lereng Gunung
Desa di Kecamatan Nglipar yang Keruk seluas 392,23 ha.
b.

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 43


c. Zona risiko bencana
longsorlahan rendah terdapat
pada pemukiman yang
mempunyai kerentanan
longsorlahan sedang dan
lahan-lahan pertanian seperti
sawah tadah hujan, sawah
irigasi, kebun, dan tegalan
yang terletak pada zona
bahaya longsorlahan tinggi.
Zona ini seluas 925,44 ha di
sebagian Desa Pilangrejo dan
Natah seperti Dusun
Dayangan, Ngangkruk, Sriten,
Natah Wetan, Jember, dan
Pringombo. Gambar sebaran
risiko penduduk terhadap
longsorlahan pada zona
bahaya tinggi di Kecamatan
Nglipar dapat diamati pada Gambar 10. Peta Risiko terhadap Longsorlahan
Sumber: Analisis Data Primer, 2014
Gambar 10.

5. Mitigasi Penanggulangan Bencana ancaman bahaya alam. Mitigasi nonfisik


Longsorlahan adalah upaya peningkatan kapasitas
Sistem penanggulangan lembaga dan masyarakat agar memiliki
bencana alam di Kabupaten sumber daya lebih sehingga selalu siap
Gunungkidul memadukan mitigasi fisik siaga dan waspada terhadap kejadian
dan mitigasi nonfisik. Mitigasi fisik bencana alam.
adalah pengurangan risiko bencana
dengan struktur bangunan tertentu yang
dapat melindungi masyarakat dari

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 44


a. Mitigasi Struktural (Fisik) harapan dapat menurunkan risiko
Penanggulangan bencana kerugian akibat kejadian bencana.
alam, diupayakan dengan mitigasi fisik Sarana prasarana fisik yang telah
berupa bangunan teknis, dengan dibangun tertera pada Tabel 7.

Tabel 7 Kegiatan mitigasi fisik penanggulangan bencana longsorlahan


No Kecamatan Sarana Prasarana Jumlah Satuan Lokasi
1 Nglipar Talud Jalan 2 Unit Pilangrejo
Talud Pemukiman 2 Unit Pilangrejo
Jalur Evakuasi 3 Unit Kecamatan
Saluran drainase 2 Unit Pilangrejo,
pembuangan air Katongan
Terasering 2 Unit Pilangrejo
Penghijauan 550 Kecamatan
Sumber: Data BPBD Kabupaten Gunungkidul, 2013
b. Mitigasi NonStruktural (NonFisik) peningkatan kapasitas dan kemampuan
Upaya penanggulangan masyarakat menghadapi serta pulih dari
bencana yang sudah dilakukan melalui bencana. Beberapa upaya nonfisik yang
mitigasi fisik, tidak akan berhasil baik telah dilakukan dalam penanggulangan
tanpa diimbangi oleh mitigasi non fisik. bencana di Kabupaten Gunungkidul
Upaya nonstruktural (nonfisik) antara lain tertera pada Tabel 8.
dilaksanakan lebih bertujuan untuk

Tabel 8 Mitigasi non struktural penanggulangan bencana longsorlahan


No Sarana Prasarana Jumlah Lokasi Hasil
1 Pembinaan atau 2x/tahun Desa Rawan Meningkatnya pengetahuan dan
sosialisasi budaya sadar bencana
2 Gladi posko atau 1x/2tahun Kecamatan Meningkatnya ketrampilan dan
lapang Rawan kecekatan menghadapi bencana
3 Pelatihan SAR 1x/tahun Kabupaten Meningkatnya kemampuan dan
keterpaduan operasional SAR
4 Dokumen Perencanaan 1 Kabupaten Peta Bencana, Rencana PB,
Penanggulangan dok/tahun RAD-PRB, SOP
Bencana
5 Pelatihan kesiapsiagaan 1x/tahun
Kabupaten Meningkatnya kesiapan
menghadapi ancaman bencana
Sumber: Data BPBD Kabupaten Gunungkidul, 2013

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 45


c. Kebijakan dan Strategi prosedur, dan komunikasi dalam suatu
Pemerintah Kabupaten struktur organisasi. Penentuan tanggap
Gunungkidul menetapkan kebijakan dan darurat bencana ditetapkan dengan
strategi rentang kendali operasi tanggap Pernyataan Bupati tentang kejadian
darurat dalam penanggulangan bencana dan dilanjutkan operasi
kemungkinan kejadian bencana tanggap darurat selama 14 hari melalui
longsorlahan melalui penetapan penunjukan seorang komandan tanggap
organisasi SSMKD (Standart Sistem darurat. Komandan tanggap darurat
Manajemen Keadaan Darurat). SSMKD membentuk organisasi penanganan
adalah sistem manajemen keadaan bencana dengan memadukan seluruh
darurat yang dirancang untuk unsur sumber daya dari berbagai
penanganan bencana secara efektif dan instansi. Fungsi komando tanggap
efisien dengan mengintegrasikan suatu darurat tergambar dalam Gambar 11.
kombinasi fasilitas, peralatan, personil,

DIVISI DIVISI DIVISI


GEDANGSARI NGLIPAR NGAWEN
Gambar 11 Alur komando tanggap darurat bencana Kabupaten Gunungkidul
Sumber: Data BPBD Kabupaten Gunungkidul, 2013.

46
E. Kesipulan dan Saran Desa Natah. Hasil analisis korelasi
1. Kesimpulan antara variabel kerentanan dengan
Berdasarkan data penelitian variabel kapasitas memperlihatkan
lapangan, terutama data primer (hasil bahwa variabel yang berpengaruh
survei lapangan) dan hasil analisa data, positif (+) terhadap kerentanan sosial
maka dapat disimpulkan sebagai berikut ekonomi penduduk adalah jumlah
: anggota keluarga, dan persen anak
a. Tingkat bahaya longsorlahan di dalam keluarga, sedangkan yang
Kecamatan Nglipar bervariasi yang berpengaruh negatif (-) adalah persen
terbagi menjadi tiga tingkat zona lansia dalam keluarga, tingkat
bahaya yaitu rendah, sedang, dan pendidikan, pendapatan, beban
tinggi. Zona tingkat bahaya tinggi hutang, dan status perkawinan.
meliputi wilayah seluas 1.757,13 ha Variabel yang berpengaruh negatif (-
tersebar di sebagian Desa Pengkol, ) terhadap kerentanan fisik adalah
Desa Kedungpoh, Desa Pilangrejo, umur bangunan, dan pengaruh positif
zona tingkat bahaya sedang seluas (+) ditunjukan oleh variabel bahan
3.540,09 ha meliputi sebagian Desa dinding, dan bahan lantai bangunan.
Pengkol, Desa Kedungpoh, Desa Kerentanan lingkungan paling
Pilangrejo, Desa Natah, Desa banyak dipengaruhi secara positif (+)
Kedungkeris, Desa Nglipar, dan oleh variabel lokasi rumah dari
Desa Katongan. Zona bahaya rendah sumber bahaya.
memiliki luas 2.008,5 ha, tersebar di c. Tingkat kapasitas penduduk pada
sebagian Desa Kedungkeris, Desa zona bahaya longsorlahan kategori
Nglipar, dan Desa Katongan. tinggi di Kecamatan Nglipar
b. Tingkat kerentanan penduduk pada berdasarkan hasil analisis
zona bahaya longsorlahan kategori mempunyai tingkat kapasitas
tinggi di Kecamatan Nglipar beragam yaitu kapasitas rendah
berdasarkan hasil analisis (30,51%) di Desa Pengkol, kapasitas
mempunyai tingkat kerentanan sedang tersebar di Desa Natah
sedang (88,14%) yang tersebar di (38,14%), dan kapasitas tinggi
Desa Pengkol, Desa Pilangrejo, dan (31,56%) di Desa Pilangrejo.

47
Analisis korelasi antara total variabel sebagian penduduk Desa Pengkol
kerentanan dengan variabel kapasitas dan Natah. Perbedaan tingkat risiko
menunjukan bahwa kerentanan sosial yang ditanggung penduduk
ekonomi berhubungan negatif (-) dipengaruhi oleh tingkat kapasitas
dengan pengetahuan, respon, penduduk dalam menghadapi
informasi, kesiapsiagaan, bencana. Daerah yang mempunyai
keanggotaan, dan pelatihan tingkat risiko rendah telah
menghadapi ancaman longsorlahan. mengembangkan kelompok-
Kerentanan fisik berkorelasi negatif kelompok penanggulangan bencana
(-) dengan keaktifan penduduk dalam yang didasarkan dari pengalaman
kegiatan masyarakat, serta pelatihan bencana longsorlahan maupun
mitigasi bencana. Kerentanan berdasarkan kearifan lokal yang
lingkungan berpengaruh positif (+) dimiliki masyarakat.
terhadap tingkat persepsi, dan respon e. Proses mitigasi longsorlahan yang
penduduk menghadapi ancaman dilakukan penduduk pada zona
bencana longsorlahan. bahaya longsorlahan kategori tinggi
d. Risiko bencana longsorlahan yang di Kecamatan Nglipar cukup
ditanggung penduduk pada zona beragam disetiap daerah. Beberapa
bahaya longsorlahan kategori tinggi hal yang sangat berpengaruh
di Kecamatan Nglipar sesuai hasil terhadap keberhasilan kegiatan
analisa faktor bahaya, faktor mitigasi bencana di Kecamatan
kerentanan, dan faktor kapasitas Nglipar adalah pola komunikasi yang
menghasilkan tingkat risiko diterapkan antara pemimpin lokal
mayoritas adalah rendah. Tingkat dengan masyarakat di daerah rawan
risiko rendah (67,80%) berada di bencana longsorlahan, keberadaan
Desa Pilangrejo dan sebagian lembaga swadaya masyarakat yang
penduduk Desa Natah sedangkan memberikan pendidikan mitigasi
tingkat risiko sedang (26,27%) bencana, beroperasinya kegiatan
berada di sebagian penduduk Desa masyarakat yang terkait dengan
Pengkol dan Natah, dan tingkat pelestarian hutan dan lingkungan
risiko tinggi (5,93%) merupakan seperti kelompok tani, kelompok

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 48


kehutanan, kelompok sadar kawasan rawan bencana dan kawasan
lingkungan serta kearifan lokal yang lindung (pemantauan sertifikat hak
mendorong perhatian setiap milik atas tanah, penegakan
penduduk terhadap kondisi peraturan IMB, dan pengendalian
lingkungannya. pembangunan permukiman)
e. Penduduk yang bermukim di wilayah
2. Rekomendasi bahaya longsorlahan kategori tinggi
Berdasarkan hasil dan kawasan hutan lindung harus
pembahasan dan kesimpulan, maka secara periodik dipindahkan ke
rekomendasi terkait Kajian Risiko dan lokasi aman terhadap bahaya yang
Mitigasi Bencana Longsorlahan di masih terjangkau dari kawasan
Kecamatan Nglipar, maka rekomendasi pertanian penduduk.
dalam penelitian ini adalah. f. Melakukan reboisasi atau penanaman
pohon yang berakar kuat dan dalam
a. Pada saat terjadi hujan deras di perbukitan dan pada bagian lereng
masyarakat yang bertempat tinggal yang terlanda longsorlahan.
dan beraktivitas di lokasi bencana g. Mengembangkan pola komunikasi
supaya meningkatkan kewaspadaan yang baik antar pemimpin lokal dan
dan mengungsi ke tempat aman pembentukan kelompok-kelompok
untuk menghindari terjadinya korban pelestarian hutan dan lingkungan.
bencana. h. Memperbaiki jalur evakuasi bencana
b. Pada saat terjadi bencana, dan melengkapi petunjuk jalur
masyarakat dilarag beraktifitas di evakuai, tempat evakuasi, serta
atas dan di bawah tebing yang terjal penyebaran informasi peta rawan
c. Peningkatan kapasitas warga bencana longsorlahan di lokasi-
masyarakat yang telah memiliki lokasi strategis yang dapat dipahami
permukiman di atas dan di bawah masyarakat.
lereng yang terjal hingga sangat i. Pengembangan kurikulum berbasis
terjal. pendidikan kebencanaan di setiap
d. Pemberlakuan peraturan yang tegas tingkatan pendidikan. Kehadiran
terhadap pemanfaatan lahan di kurikulum kebencanaan diharap

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 49


meningkatkan pengetahuan Penanggulangannya di Kabupaten
Gunungkidul, Prosiding Hasil-hasil
masyarakat mengenai menajemen
Penelitian Fakultas Geografi,
bencana yang baik dan terarah. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Muis, B. M., 2012, Tingkat Risiko
H. DAFTAR PUSTAKA Bencana Longsorlahan
Berdasarkan Aspek Kerentanan
Badan Penanggulangan Bencana, 2012, dan kapasitas Masyarakat di DAS
Rencana Kontijensi Menghadapi Tinalah, Kabupaten Kulonprogo,
Ancaman Bencana Tanah Longsor Provinsi DIY, Tesis, Universitas
di Kecamatan Gedangsari, Gadjahmada, Yogyakarta.
Nglipar, dan Ngawen, Oxfam, 2012, Analisis Kerentanan dan
Gunungkidul: Badan Kapasitas Partisipatif Oxfam,
Penanggulangan Bencana Jakarta: Oxfam Indonesia.
Kabupaten Gunungkidul. Thornbury, D. W., 1969, Principles of
Benson, C., Twigg J., dan Rossetto, T., Geomorphology, New York: John
2007, Perangkat untuk Wiley & Sons.
Mengarusutamakan Pengurangan Victoria, L. P., 2012, Participatory
Risiko Bencana: Catatan Panduan Community Risk Assessment for
bagi Lembaga-lembaga yang Local Risk Reduction, Third
Bergerak dalam Bidang Session of the Global Platform
Pembangunan, Yogyakarta: Hivos 2012.
dan CIRCLE Indonesia. Villagran, D. L., Calos, J., 2006,
Hadmoko, D. S., 2012, Permasalahan Vulnerability A Conceptual and
Longsorlahan dan Upaya Methodological Review, Bonn:
Mitigasinya, Bahan Kuliah UNU Institute for Environtment
Ancaman Multibencana, Magister and Human Security (UNU-EHS),
Manajemen Bencana Universitas hal 42-43.
Gadjah Mada.
International Strategy for Disaster Peraturan perundang undangan :
Reduction (UN/ISDR). Undang-Undang Republik
2009.UNISDR Terminology on IndonesiaNomor 24 Tahun 2007
Disaster Risk Reduction. New Tentang Penanggulangan Bencana,
York : United Nation. Lembaran Negara Republik
Karnawati, D., 2006, Pengaruh Kondisi Indonesia Tahun 2007 Nomor 66,
Vegetasi dan Geologi terhadap Tambahan Lembaran Negara
Gerakan Tanah dengan Pemicu Republik Indonesia Nomor 4723.
Hujan, Media Teknik No 3 Tahun Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
XXVIII Edisi Agustus 2006 No No.22/PRT/M/2007 Tentang
ISSN 0216-3012. Pedoman Penataan Ruang
Mardiatno, D., Woro, S., Sulaswono, Kawasan Rawan Bencana Longsor,
B., Budiani, S. R., Marfa’i, M. A., Departemen Pekerjaan Umum
2001, Penelitian Daerah Rawan Direktorat Jendral Penataa
Longsor dan Sistem
n Ruang.

Jurnal Enersia Publika: Energi, Sosial, dan Administrasi Publik Page 50

Anda mungkin juga menyukai