Anda di halaman 1dari 12

Edu Geography 9 (1) (2021)

Edu Geography
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edugeo

Evaluasi Pelaksanaan Program Desa Tangguh Bencana Desa Sambungrejo


Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang Tahun 2019

Ma’rif Nanang Suryana  Sriyono

Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan program desa tangguh
Diterima Februari 2021
bencana, mengetahui tingkat partisipasi masyarakat terhadap program desa tangguh bencana
Disetujui April 2021
Dipublikasikan Mei 2021 dan hambatan dalam pelaksanaan program desa tangguh bencana Desa
Sambungrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Populasi dalam penelitian ini
Keywords:
berjumlah 653 KK dengan sampel sebanyak 65 KK. Alat dan teknik pengambilan data
Evaluation menggunakan dokumentasi, kuesioner, dan wawancara. Teknik analisis data dalam
Program, penelitian ini analisis deskriptif kualitatif dan analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian
Disaster Resilient
Village
menunjukan bahwa (1) Proses pelaksanaan program desa tangguh bencana Desa
Sambungrejo Tahun 2019 belum terlaksana secara optimal, ketercapaian indikator
pelaksanaan program desa tangguh bencana Desa Sambungrejo masuk dalam kategori Desa
Tangguh Bencana Tingkat Pratama, (2) Tingkat partisipasi masyarakat terhadap program
desa tangguh bencana tergolong rendah dengan skor 29,4, (3) Ditemukan hambatan
dalam pelaksanaan Program Desa Tangguh Bencana Desa Sambungrejo berupa rendahnya
kapasitas masyarakat, kurangnya sosialisasi pengurangan risiko bencana, kurangnya daya
dukung pemerintah desa dan terbatasnya anggaran program.

Abstract

This study aims to determine the process of implementing a disaster resilient village program,
determine the level of community participation in a disaster resilient village program and obstacles in
the implementation of a disaster resilient village program Sambungrejo Village, Grabag District,
Magelang Regency. The population in this study amounted to 653 households with a sample of 65
households. Data collection tools and techniques use documentation, questionnaires, and interviews.
Data analysis techniques in this study were descriptive qualitative analysis and descriptive statistical
analysis. The results showed that (1) The process of implementing a disaster resilient village program
in 2019 Sambungrejo Village had not been carried out optimally, the achievement indicators for the
implementation of a disaster resilient village program were included in the category of Resilient Village
Disaster Primary Level, (2) The level of community participation in resilient village programs the
disaster was classified as low with a score of 29.4, (3) Obstacles were found in the implementation of
Disaster Resilient Village Programs in the form of low community capacity, lack of socialization
disaster risk reduction, lack of carrying capacity of village governments and limited program budgets

© 2021 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 2252-6684
Gedung C1 Lantai 2 FIS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: geografiunnes@gmail.com

1
Ma’rif Nanang Suryana / Edu Geography 9 (1) (2021)

PENDAHULUAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)


Nomor 1 Tahun 2012 adalah agar sebuah desa
Rendahnya tingkat kemampuan dan memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di
kapasitas suatu komunitas dalam menghadapi wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber
bencana dapat meningkatkan risiko ancaman daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan
bencana. Kapasitas masyarakat merupakan salah dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi
satu elemen yang mempengaruhi risiko bencana mengurangi risiko bencana. Pengembangan
(Annisa, 2019:90). Tingginya intensitas bencana kapasitas untuk pengurangan risiko bencana telah
akan berpengaruh terhadap hasil pembangunan dan diidentifikasi sebagai salah satu cara utama
penghidupan masyarakat. Dari kondisi Indonesia mengurangi kerugian bencana (Hagelsteen,
yang rawan bencana pemerintah melalui Badan 2016:43). Dalam desa tangguh bencana,
Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) masyarakat terlibat aktif dalam mengkaji,
menetapkan Undang- undang No 24 Tahun 2007 menganalisis, menangani, memantau,
tentang Penanggulangan Bencana yang diharapkan mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko
dapat membawa perubahan paradigma bencana yang ada di wilayah mereka, terutama
penanggulangan bencana yang sebelumnya bersifat dengan memanfaatkan sumber daya lokal demi
responsif menjadi penanggulangan bencana yang menjamin keberlanjutan.
terintegrasi yang dilakukan secara bersinergi Desa Sambungrejo Kecamatan Grabag
melibatkan multi pihak. Sinergitas penanggulangan Kabupaten Magelang merupakan salah satu desa
bencana sebagaimana disematkan oleh undang- yang diprioritaskan dalam pembentukan desa
undang bahwa bukan hanya tugas pemerintah saja tangguh bencana di Kabupaten Magelang, Jawa
tetapi bagaimana bersama-sama dengan Tengah. Hal ini dikarenakan Desa Sambungrejo
masyarakat, akademisi, dunia usaha maupun pihak merupakan desa yang masuk kawasan daerah
swasta agar dapat mewujudkan daerah yang aman rawan bencana alam dengan tingkat ancaman risiko
dan tangguh dalam menghadapi bencana. bencana kategori tinggi. Tingginya ancaman risiko
Salah satu strategi pemerintah dalam bencana di Desa Sambungrejo tidak terlepas dari
memberikan perlindungan kepada masyarakat dari keadaan topografi yang berbukit dengan tingkat
ancaman bencana sejalan dengan amanat UU PB kemiringan lereng yang curam dan ditambah alih
No 24 Tahun 2007 adalah melakukan upaya fungsi lahan di kaki perbukitan Sokorini. Musibah
pengurangan risiko becana berbasis komunitas banjir pada musim hujan dan kekeringan pada
yang akan dilaksanakan melalui pengembangan musim kemarau, adanya longor lahan, erosi, dan
program desa tangguh bencana. Pengurangan banyaknya lahan kritis merupakan indikator
risiko bencana berbasis masyarakat adalah segala kesalahan manusia dalam pengelolaan DAS
bentuk upaya untuk mengurangi ancaman bencana (Setyowati, 2011:133). Bencana terparah yang
dan kerentanan masyarakat, dan meningkatkan terjadi di Desa Sambungrejo pada tahun 2017
kapasitas kesiapsiaagan, yang direncanakan dan adalah bencana baniir bandang. Banjir adalah
dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pelaku fenomena alam yang disebabkan oleh luapan air di
utama. sistem drainase yang dapat menyebabkan genangan
Program desa tangguh bencana merupakan dan beberapa dampak negatif dan kerugian
salah satu perwujudan dari tanggung jawab (Setyowati, 2017:241). Bencana banjir bandang
pemerintah untuk memberikan perlindungan Desa Sambungrejo di sebabkan oleh hujan deras
kepada masyarakat dari ancaman bencana. yang mengguyur lereng kaki perbukitan Sokorini
Program ini juga sejalan dengan strategi yang yang menyebabkan lereng kaki tersebut longsor
menjadi prioritas dalam Rencana Nasional dan membentuk bendungan alami di kedua hulu
Penanggulangan Bencana (Renas PB) 2010-2014. Sungai Curi dan anak Sungai Sapi. Bendungan dari
Tujuan khusus dari dibentuknya desa tangguh material longsor itu kemudian terisi oleh air hujan
bencana menurut Peraturan Kepala Badan secara terus menerus sampai volume air

1
Ma’rif Nanang Suryana / Edu Geography 9 (1) (2021)

meningkat hingga akhirnya jebol dan terjadi banjir tersebut memiliki nilai partisipasi sendiri. Nilai
bandang. Banjir bandang yang menerjang Desa partisipasi diukur berdasarkan tinggi rendahnya
Sambungrejo menghancurkan 2 dusun yaitu Dusun angka partisipasi pada setiap tahapan partisipasi.
Sambungrejo dan Dusun Nipis. Bencana tersebut Dalam pelaksanaan program Destana
mengakibatkan 11 orang meninggal dunia dan 3 pasti memiliki hambatan atau kendala dalam
luka berat. Selain itu ada pelaksanaan program tersebut. Hambatan
71 rumah mengalami kerusakan, terdiri dari 25 pelaksanaan program merupakan permasalahan
rusak berat, 12 rusak ringan, dan 34 rumah untuk mencapai tujuan program Destana.
terdampak (Kompas, 2017). Faktor-faktor penghambat harus segera ditelaah
Manajemen bencana (disaster management) dan dicari solusi dari permasalahan tersebut. Bila
mengkaji bencana beserta segala aspek yang masalah penghambat pelaksanaan program destana
berkaitan dengan bencana, terutama risiko bencana dibiarkan berlarut-larut maka akan menghambat
dan bagaimana menghindari risiko bencana (Aji, pencapaian indikator ketangguhan program
2015:2). Destana.
Pengembangan program Desa Tangguh Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk
Bencana membutuhkan manajemen pelaksanaan melakukan penelitian tentang Evaluasi Program
program yang sistematis dan terstruktur. Desa Tangguh Bencana di Desa Sambungrejo
Pentingnya manajemen program adalah untuk Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang Tahun
mengelola kebijakan tahapan pelaksanaan program 2019.
sehingga memudahkan dalam mencapai tujuan dari Tujuan dari penelitian ini: 1) Mengetahui
dibentuknya program tersebut. Adapun tahapan proses pelaksanaan program desa tangguh bencana
proses pelaksanaan program Desa Tangguh 2) Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat
Bencana Desa Sambungrejo merujuk pada isi terhadap program desa tangguh bencana 3)
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Mengetahui hambatan apa saja yang ditemui dalam
Bencana (BNPB) Nomor 1 Tahun 2012. meliputi pelaksanaan program program desa tangguh
(1) tahap pengkajian risiko desa, (2) tahap bencana.
perencanaan penanggulangan bencana dan
kontijensi desa, (3) tahap pembentukan forum PRB METODE
desa, (4) tahap peningkatan kapasitas warga dan
aparat dalam PB, (5) tahap pengintegrasian PRB Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
kedalam RPJMDes dan legalisasi, (6) tahap penduduk di Desa Sambungrejo Kecamatan
pelaksanaan PRB di Desa serta (7) tahap Grabag Kabupaten Magelang yang menjadi objek
pemantauan, evaluasi dan pelaporan program di sosialiasi dari Program Desa Tangguh Bencana
tingkat desa. sebanyak 653 KK. Teknik pengambilan sampel
Faktor penentu tercapainya tujuan yang digunakan adalah teknik probability
program Destana ialah ada tidaknya partisipasi sampling (random sampling) dengan jenis simple
masyarakat dalam program tersebut. Seperti yang random sampling, yaitu pengambilan sampel pada
tercantum dalam UU No 6 tahun 2014 pasal 68 penelitian dilakukan secara acak tanpa
ayat 2e bahwa “masyarakat wajib berpartisipasi memperhatikan strata yang terdapat di populasi.
dalam semua kegiatan desa.”. Selain itu, anggota dalam populasi juga homogen
Partisipasi masyarakat terhadap program yaitu dalam bidang pekerjaan karena sebagian
destana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besar penduduknya bekerja sebagai petani
partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979) yang (Sugiyono, 2015:120).
dibedakan menjadi empat jenis yaitu partisipasi Karena populasinya lebih dari 100, maka
dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam diambil 10% dari populasi untuk dijadikan sampel,
pelaksanaan, partisipasi dalam pengambilan sehingga didapatkan sampel sebanyak 65
pemanfaatan, dan partisipasi dalam evaluasi KK (Arikunto, 2006:134). Jumlah sampel yang
program destana. Keempat partisipasi dibutuhkan kemudian didistribusikan ke lima

2
Ma’rif Nanang Suryana / Edu Geography 9 (1) (2021)

dusun di Desa Sambungrejo, sehingga didapatkan peningkatan kapasitas warga dan aparat dalam PB,
16 KK untuk Dusun Sambungrejo, 21 (5) tahap pengintegrasian PRB kedalam RPJMDes
KK untuk Dusun Nipis, 15 KK untuk Dusun dan legalisasi, (6) tahap pelaksanaan PRB di Desa
Pringapus, 8 KK untuk Dusun Karanglo, dan 5 serta (7) tahap pemantauan, evaluasi dan pelaporan
KK untuk Dusun Sidorejo. program di tingkat desa. Berikut hasil penelitian
Variabel dalam penelitian terdiri dari 3 dilapangan proses pelaksanaan program Desa
variabel, yaitu (1) varibel proses pelaksanaan Tangguh Bencana menggunakan metode observasi,
program Desa Tangguh Bencana, (2) variabel dokumentasi dan wawancara.
tingkat partisipasi masyarakat terhadap program 1. Pengkajian Risiko Desa
Desa Tangguh Bencana, dan (3) varibel Hambatan Pengkajian risiko terdiri dari tiga
dalam pelaksanaan program Desa Tangguh komponen, yaitu penilaian atau pengkajian
Bencana. ancaman, kerentanan dan kapasitas/kemampuan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan Berdasarkan penelitian Khasyir (2016:3)
meliputi observasi, dokumentasi, wawancara dan komponen kerentanan ancaman bencana terdiri
angket. Observasi, dokumentasi dan wawancara dari kerentanan manusia, ekonomi, lingkungan
digunakan untuk mengambil data mengenai proses insfrastruktur, dan sosial. Pengkajian risiko
pelaksanaan program Desa Tangguh Bencana serta dilakukan dengan konsep Partisipatory yaitu
hambatan pelaksanaan program desa tangguh kegiatan ini berbentuk kajian-kajian bersama
bencana, sedangkan angket digunakan untuk masyarakat untuk mengenali dan menganalisis
mengambil data mengenai variabel tingkat ancaman, kerentanan, kapasitas, identifikasi dan
partisipasi masyarakat terhadap program Desa penilaian risiko yang ada di komunitas yang
Tangguh Bencana. menghasilkan profil risiko komunitas, dilengkapi
Data yang telah terkumpul kemudian dengan pembedaan risiko berdasarkan gender dan
dianalisis menggunakan teknik analisis deskripsi pandangan perempuan atas kerentanan dan
kualitatif untuk mendeskripsikan proses risiko (Perka BNPB No 1, 2012).
pelaksanaan program Desa Tangguh Bencana dan Hasil dari kajian risiko bencana desa dapat
hambatan pelaksanaan program Desa Tangguh menjadi dasar dalam pembuatan peta risiko
Bencana. Sedangkan menggunakan analisis bencana dan rencana jalur evakuasi yang ada di
statistik deskriptif untuk mendeskripsikan tingkat Desa Sambungrejo. Akan tetapi dari hasil
partisipasi masyarakat terhadap program Desa observasi dilapangan belum terlaksana pembuatan
Tangguh Bencana. peta risiko bencana Desa Sambungrejo. Menurut
penuturan dari Bapak Margono (34 Tahun) selaku
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN pendamping atau fasilitator program Destana
Sambungrejo dalam pelaksanaan program perlu
Proses Pelaksanaan program desa tangguh pendampingan lagi untuk meningkatkan capaian
bencan indikator ketangguhan Desa Tangguh Bencana.
a
2. Perencanaan Penanggulangan Bencana dan
Proses Pelaksanaan program desa tangguh
Perencanaan Kontijensi Desa
bencana di Desa Sambungrejo yang dimaksud
Berdasarkan hasil observasi dilapangan
dalam penelitian ini adalah menjelaskan tahapan
rancangan penanggulangan bencana dan rencana
pelaksanaan program Desa Tangguh Bencana Desa
kontijensi sudah terbentuk dan termuat menjadi
Sambungrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten
sebuah dokumen. Proses perumusan rancangan
Magelang. Menurut Peraturan Kepala Badan
tersebut dihasilkan lewat rakornis OPRB Desa
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Sambungrejo bersama Fasilitator pada Bulan
Nomor 1 Tahun 2012 7 tahapan tersebut meliputi
Oktober Tahun 2017 dan menghasilkan
antara lain (1) tahap pengkajian risiko desa, (2)
tahap perencanaan penanggulangan bencana dan
kontijensi desa, (3) tahap pembentukan forum
PRB desa, (4) tahap

2
Ma’rif Nanang Suryana / Edu Geography 9 (1) (2021)

Dokumen Penanggulangan Bencana, Dokumen pihak Universitas Muhammadiyah Magelang


RAK (Rencana Aksi Komunitas) dan Dokumen bekerjasama dengan MDMC (Muhammadiyah
Rencana Kontijensi. Disaster Management Center) Kecamatan Grabag.
3. Pembentukan Forum PRB Desa Kegiatan pelatihan yang diberikan berupa materi
Organisasi Pengurangan Risiko Bencana manajemen penanggulangan bencana, simulasi
(OPRB) Desa Sambungrejo dibentuk pada tanggal tanggap darurat bencana, tata cara pertolongan
1 Juli Tahun 2017 dan disahkan dalam Keputusan pertama pada korban bencana, praktik mendirikan
Kepala Desa Sambungrejo Nomor tenda, dan pengetahuan lainnya.
188.4/12/KEP/VII/021/2017. OPRB dibentuk 5. Pengintegrasian PRB Kedalam RPJMDes
terlebih dahulu sebelum pembentukan desa Dan Legalisasi
tangguh bencana Desa Sambungrejo. Tujuan dari Proses pembuatan perdes yang mengatur
dibentuknya OPRB adalah untuk sebagai wadah tentang penanggulangan bencana dan pengurangan
dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan risiko bencana di Desa Sambungrejo telah selesai
bencana sesuai dengan rencana penanggulangan dibuat oleh OPRB Desa Sambungrejo yang
bencana baik sebelum, saat dan sesudah bencana didampingi oleh tim Fasilitator pada Bulan
terjadi. Oktober Tahun 2017. Akan tetapi proses
Anggota OPRB Desa Sambungrejo pengintegrasian dan pengesahan draft perdes yang
berjumlah sebanyak 150 orang yang terdiri dari mengatur tentang pengurangan risiko bencana
unsur Perangkat Desa, Linmas, PKK dan kedalam RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka
masyarakat Desa Sambungrejo. Dalam Menengah Desa) Desa Sambungrejo masih
keanggotaan OPRB Desa Sambungrejo sudah terhambat oleh rendahnya kapasitas pemerintah
tercantum anggota perempuan berjumlah 20 orang. desa serta belum diprioritaskannya program PRB
Akan tetapi pelaksanaan dilapangan keaktifan untuk masuk kedalam program perencanaan
anggota perempuan sangat rendah, dibanding pembangunan desa.
anggota laki-laki lainnya. Adaptasi dilakukan terhadap fasilitas
4. Peningkatan Kapasitas Warga Dan Aparat publik dan fasilitas sosial dalam bentuk perbaikan
Dalam PB fisik dengan tujuan dapat digunakan dengan baik
Kapasitas adalah kemampuan individu atau serta fungsinya (Wiratuningsih ,2018:149).
sekelompok orang dalam menghadapi bahaya atau Berdasarkan mekanisme dalam Permendagri No.
ancaman bencana (Aji, 2016:184). Penduduk yang 66 tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan
mendiami di daerah rawan longsor lahan Desa sangat penting untuk mengintegrasikan
khususnya di daerah rawan longsor lahan tinggi kebijakan-kebijakan program pengurangan risiko
harus lebih memiliki kapasitas agar dapat bencana kedalam RPJMDes (Rencana
beradaptasi dengan lingkungannya (Utami, Pembangunan Jangka Menengah Desa) karena
2017:5). Pengembangan kapasitas masyarakat dengan adanya rancangan program pengurangan
yang ada di desa tangguh bencana Desa risiko bencana dapat merancang program-
Sambungrejo diwujudkan melalui kegiatan program pembangunan desa untuk mengurangi
pelatihan untuk pemerintah desa, tim relawan, dan kerentanan terhadap risiko bencana.
warga desa. Rencana tindak lanjut pemerintah Desa
Kegiatan pelatihan tersebut bertujuan untuk Sambungrejo pada tahun 2020 akan memproses
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan legislasi perdes pengurangan risiko bencana
masyarakat Desa Sambungrejo dalam melalui musrenbangdes untuk mengesahkan
penanggulangan bencana sehingga dapat program-program pengurangan risiko bencana dan
mewujudkan masyarakat yang tangguh dalam mengintegrasikannya masuk kedalam RPJMDes
menghadapi ancaman bencana. Kegiatan pelatihan Desa Sambungrejo Tahun 2020.
untuk meningkatkan kapasitas masyarakat Desa
Sambungrejo dilaksanakan oleh pihak BPBD
Kabupaten Magelang, dan

2
Ma’rif Nanang Suryana / Edu Geography 9 (1) (2021)

6. Pelaksanaan PRB Di Desa Selanjutnya terdapat parameter pelaksanaan


Parameter pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana yang belum
penanggulangan bencana di Desa Sambungrejo diaplikasikan dilapangan akan tetapi sudah
sudah terselenggara dengan cukup baik. Salah terdapat rencana pelaksanaan yang tertuang dalam
satunya adalah sudah tersedianya rambu-rambu Dokumen Penanggulangan Bencana. Parameter
peringatan daerah rawan bencana dan jalur yang belum diaplikasikan antara lain Rencana
evakuasi. Pengadaan rambu-rambu tersebut pola ketahanan ekonomi masyarakat Desa
merupakan pemberian bantuan dari BPBD Sambunrejo, Rencana pengelolaan SDA (Sumber
Kabupaten Magelang tahun anggaran 2018. Untuk Daya Alam) untuk PRB (Pengurangan Risiko
jumlah rambu-rambu masih kurang dikarenakan Bencana), Rencana Perlindungan kesehatan
hanya dipasang pada daerah yang memiliki kepada kelompok rentan dan Rencana
ancaman terbesar yaitu Dusun Sambungrejo dan perlindungan aset produktif utama masyarakat.
Dusun Nipis. Rencana-rencana diatas perlu disosialiasikan
Selanjutnya untuk sistem peringatan dini kepada masyakarat akan tetapi belum terlaksana
yang ada di Desa Sambungrejo dibedakan menjadi dikarenakan terbatasnya anggaran program Desa
sistem peringatan berbasis tradisional dan modern. Tangguh Bencana. Rencana tindak lanjut kedepan
Sistem peringatan dini berbasis tradisional berupa harapan dari OPRB Desa Sambungrejo, rencana
sirene dari masjid setempat dan kentongan. program tersebut dapat diaplikasikan sehingga
Sedangkan sistem peringatan dini berbasis dapat meningkatkan kapasitas Desa Sambungrejo.
modern berupa komunikasi melalui HT (Handy 7. Pemantauan, Evaluasi Dan Pelaporan
Talky) dan handphone. Untuk pengadaan sensor Program Di Tingkat Desa
pendeteksi tanah longsor belum terealisasikan. Kegiatan evaluasi program dibutuhkan
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh OPRB dalam setiap pelaksanaan program, berdasarkan
Desa Sambungrejo kemampuan alat dari sensor hasil penelitian pelaksanaan program desa tangguh
pendeteksi tanah longsor sangat terbatas sebab bencana Desa Sambungrejo Tahun 2019 masih
jarak antara pemukiman dengan titik rawan berfokus pada evaluasi proses kegiatan program
longsor yang berada di puncak perbukitan Sokorini saja, belum ada evaluasi secara mendalam terkait
berjarak 5 kilometer sehingga apabila terjadi pencapaian indikator pelaksanaan program desa
pergerakan tanah sirine tidak dapat terdengar oleh tangguh bencana dan kajian hambatan dalam
masyarakat di kaki perbukitan. pelaksanaan program tersebut. Hal tersebut
Salah satu bentuk mitigasi fisik adalah dikarenakan pengembangan program desa tangguh
pembangunan tanggul untuk menutupi tebing atau bencana masih berfokus pada peningkatan
lereng batu. Ini dapat membantu untuk kapasitas masyarakat dalam penanggulangan
meminimalkan terjadinya gerakan tanah susulan bencana dan perlu pendampingan lagi untuk
karena tanah akan ditahan oleh tanggul (Herlina, melatih OPRB sebagai penyelenggara agar bisa
2019:6). Pembangunan mitigasi struktural sudah mempunyai pengetahuan tentang teknik evalusi
berjalan cukup baik yaitu dengan adanya perbaikan yang sistematis.
saluran air, pembuatan talud penahan longsor dan Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengecoran jalan sebagai jalur evakuasi. Sumber pelaksanaan program desa tangguh bencana
dana menggunakan alokasi Dana Desa dan bantuan Desa Sambungrejo bisa dikatakan hampir
dari Dinas PU Kabupaten Magelang. Rencana memenuhi target sesuai dengan Indikator desa
selanjutnya akan dibangun pos pengamatan untuk tangguh bencana yang termuat dalam Perka BNPB
mengamati ancaman bencana banjir bandang yang No.1 Tahun 2012, berikut Tabel 1 ketercapaian
sewaktu- waktu bisa datang. indikator program desa tangguh bencana.

2
Ma’rif Nanang Suryana / Edu Geography 9 (1) (2021)

Tabel 1. Capaian indikator ketangguhan desa sebelum dan sesudah program Desatana tahun 2019 ai
ah
Aspek Nilai Nil
No Indikator
Sebel um
Legislasi 1 Sesu d
Kebijakan/Peraturan di Desa tentang 0 2
PB/PRB.
Perencanaan 2 Rencana Penanggulangan
Rencana Kontijensi. Bencana, 0 2
Kelembagaan 3 Rencana
Forum PRB.Aksi Komunitas dan/atau 0 2
4 Relawan Penanggulangan Bencana. 0 2
5 Kerjasama antar Pelaku dan Wilayah. 0 2
Pendanaan 6 Dana Tanggap Darurat. 0 1
7 Dana untuk PRB. 0 2
Pengembangan 8 Pelatihan untuk Pemerintah Desa. 0 2
Kapasitas 9 Pelatihan untuk Tim Relawan. 0 2
10 Pelatihan untuk Warga Desa. 0 1
11 Pelibatan/Partisipasi Warga Desa. 0 1
12 Pelibatan Perempuan dalam Tim Relawan. 0 1
Penyelenggaraan 13 Peta dan Kajian Risiko. 0 2
Penanggulangan 14 Peta dan Jalur Evakuasi serta Tempat 0 2
bencana Pengungsian.
15 Sistem Peringatan Dini. 0 1
16 Pelaksanaan Mitigasi Struktural (Fisik). 0 2
17 Pola Ketahanan Ekonomi untuk 0 1
Mengurangi Kerentanan Masyarakat.
18 Perlindungan Kesehatan kepada 0 1
Kelompok Rentan.
19 Pengelolaan Sumberdaya Alam (SDA) 0 0
untuk PRB.
20 Perlindungan Aset Produktif Utama 0 1
Masyarakat.
JUMLAH 0 30
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2019
Kategori Desa Tangguh digolongkan untuk menyusun dokumen PRB, selain itu desa
berdasarkan skor penilaian ketangguhan program tangguh bencana tingkat pratama ini juga
Destana yang terbagi menjadi 4 kelompok meliputi dicirikan dengan adanya upaya-upaya dari
Desa Tangguh Utama (skor 51-60), Desa Tangguh masyarakat membentuk forum PRB yang
Madya (skor 36-50), Desa Tangguh Pratama (skor beranggotakan wakil-wakil mereka, adanya
20-35), dan Desa Belum Tangguh (skor <20) upaya-upaya awal untuk membentuk Tim
(Perka BNPB No 1, 2012). Relawan PRB Desa. Desa tangguh bencana
Dari Tabel1 dapat diambil informasi pratama juga ditandai dengan adanya upaya-
bahwa sebelum pelaksanaan program Destana upaya awal masyarakat untuk melakukan
Tahun 2017, Desa Sambungrejo dikategorikan pengkajian risiko, manajemen risiko dan
Desa Belum Tangguh dengan skor nilai 0. Setelah pengurangan kerentanan dan adanya upaya-
program Destana berjalan selama 2 tahun (2017 upaya awal untuk meningkatkan kapasitas
sampai 2019) Desa Sambungrejo dikategorikan kesiapan siagaan serta sikap tanggap bencana.
Desa Tangguh Pratama dengan skor nilai 30. Tingkat partisipasi masyarakat terhadap
Desa tangguh bencana pratama ini di Program Desa Tangguh Bencana Desa
cirikan dengan, terdapat upaya-upaya awal di Sambungrejo
masyarakat untuk menyusun kebijakan Bencana banjir dapat diminimalkan dan
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ditingkat frekuensinya dapat dikurangi risikonya ketika
desa. Masyarakat mempunyai upaya-upaya awal mereka ingin melakukan refleksi diri dan akan

2
Ma’rif Nanang Suryana / Edu Geography 9 (1) (2021)

terbuka untuk kritik dan saran (Setyowati, meningkatnya tingkat kewaspadaan warga
2016:37). Partisipasi masyarakat Desa masyarakat akan ancaman risiko bencana di desa
Sambungrejo merupakan kunci berhasilnya mereka. Setiap musim penghujan tiba selalu
program Destana Sambungrejo. Masyarakat diadakan monitoring di lereng pegunungan
berperan sebagai pelaku pelaksana dalam program Sokorini untuk mengecek apakah ada tanda- tanda
Destana tersebut. Rendahnya partisipasi ancaman risiko tanah longsor yang dapat
masyarakat dipengaruhi oleh rendahnya motivasi menimbulkan bencana banjir bandang atau tidak.
warga masyarakat dan tingkat kesibukan yang Selain itu LINMAS dan anggota relawan OPRB
tinggi sehingga masyarakat tidak memiliki Desa Sambungrejo sudah memiliki pengetahuan
kesempatam untuk mengikuti kegiatan yang yang baik dalam respon tanggap darurat ketika
dilaksanakan oleh OPRB Desa Sambungrejo. terjadi bencana, Mereka selalu mengikuti
Masyarakat yang aktif terlibat dalam kegiatan upgrading pelatihan tim relawan yang diadakan
OPRB merupakan masyarakat yang secara sukarela oleh BPBD Kabupaten Magelang.
masuk dalam Tim Relawan dan TRC (Tim Reaksi Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat
Cepat) Kecamatan Grabag. Sambungrejo dalam program Destana meliputi
Masyarakat meyakini mitigasi bencana partisipasi masyarakat dalam pengambilan
dapat memberikan manfaat untuk mengurangi keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan,
risiko bencana tanah longsor (Juhadi, 2016:220). partisipasi dalam pengambilam pemanfaatan, dan
Salah satu sisi positif dengan dilaksanakan partisipasi dalam evaluasi.
program Destana Sambungrejo adalah

Tabel 2Distribusi Frekuensi Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Sambungrejo Terhadap Program
Desa Tangguh Bencana.
No Kelas Interval Kriteria Nilai Frekuensi Presentase (%)
1. 51–60 Sangat Tinggi 0 0
2. 42–< 51 Tinggi 2 3.1
3. 33–< 42 Sedang 18 28
4. 24–< 33 Rendah 36 55
5. 15–< 24 Sangat Rendah 9 14
Jumlah 65 100
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2019
Berdasarkan Tabel 2 diatas, dapat diketahui minimnya motivasi kesadaran untuk berpartisipasi
jumlah partisipasi masyarakat secara total dari secara sukarela dalam kegiatan pelaksanaan
banyaknya masyarakat dalam sampel penelitian. program Destana Sambungrejo, faktor kesibukan
Dari 65 masyarakat, tidak ada masyarakat yang masyarakat yang sebagian besar adalah petani,
masuk kriteria sangat tinggi, tetapi ada 2 tingkat pendidikan masyarakat Desa Sambungrejo
masyarakat yang masuk kriteria tinggi dengan sebagian besar tamatan Sekolah Dasar dan
presentase 3,1%. Terdapat 18 masyarakat yang sebagian besar masyarakat tergolong pasif dalam
berpartisipasi sedang dengan presentase 28%, mengutarakan pendapatnya, masyarakat hanya
selanjutnya 36 masyarakat berada pada kriteria mengikuti arahan dari Ketua OPRB dan
rendah dengan presentase menyetujui setiap kebijakan yang dibuat. Hanya
55% dan kriteria sangat rendahnya sebanyak 9 sebagian anggota masyarakat yang berani untuk
masyarakat dengan presentase 14%. mengutarakan pendapatnya dalam menyampaikan
Rendahnya partisipasi masyarakat kendala dan memberikan saran dari pelaksanaan
disebabkan oleh kurangnya sosialisasi tentang program Destana.
pengurangan risiko bencana kepada masyarakat,

2
Ma’rif Nanang Suryana / Edu Geography 9 (1) (2021)

40
35
30
25
20
Frekuen

15
10
5
0
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Responden 9 36 18 2 0

Gambar 1Diagram Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Sambungrejo Secara Total Terhadap
program Desa Tangguh Bencana
Berdasarkan Gambar 1 grafik diatas, agar meningkatkan kapasitas dan ketangguhan
terdapat 9 masyarakat yang berpartisipasi sangat desa dalam menghadapi bencana.
rendah, 36 masyarakat berpartisipasi rendah, 18 Hambatan Pelaksanaan Pogram Desa Tangguh
masyarakat berpartisipasi sedang, 2 masyarakat Bencana Desa Sambungrejo
berpartisipasi tinggi, dan tidak ada masyarakat Dalam pelaksanaan suatu program tidak
yang berpartisipasi sangat tinggi. terlepas dengan adanya faktor-faktor penghambat.
Secara keseluruhan tingkat partisipasi Faktor penghambat atau kendala pelaksanaan
masyarakat terhadap Program Desa Tangguh program bisa datang dari dalam (internal) maupun
Bencana Desa Sambungrejo masuk kategori dari luar (eksternal), apabila dibiarkan tanpa
rendah dengan skor partisipasi sebesar 29,4. Untuk dicarikan solusi penanganannya dapat berakibat
meningkatkan angka partisipasi masyarakat pada terhambatnya pada pencapaiaan tujuan suatu
dibutuhkan kerjasama yang lebih intens antara program. Pelaksanaan program Desa Tangguh
lembaga pemerintah Desa Sambungrejo, BPBD Bencana Desa Sambungrejo juga tidak terlepas
Kabupaten Magelang dan OPRB Desa dengan adanya penghambat atau kendala, secara
Sambungrejo dengan salah satunya lebih rinci faktor-faktor penghambat yang terjadi
mengintensifkan kegiatan sosialisasi program- selama pelaksanaan program Desa Tangguh
program PRB dan menjadikan program Destana Bencana Desa Sambungrejo dapat dilihat dalam
menjadi dasar dari Rencana Pembangunan Desa tabel
berikut
Tabel 3Faktor penghambat pelaksanaan program Desa Tangguh Bencana
Faktor Internal Eksternal
Penghambat
a) Peserta kurang berani bertanya a) Kegiatan sosialisasi
b) Peserta kurang mampu untuk bisa pengurangan risiko bencana
diajak berfikir masih kurang
c) Faktor kesibukan masyarakat yang b) Kurangnya pendanan
tidak bisa meluangkan waktu program
d) Latarbelakang pendidikan masyarakat c) Daya dukung pemerintah
sebagian besar merupakan lulusan SD desa masih kurang
e) Paradigma penanggulangan bencana
yang berorientasi pada penanganan
gawat darurat masih tertanam kuat
pada masyarakat dan pemerintah
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2019

2
Ma’rif Nanang Suryana / Edu Geography 9 (1) (2021)

Persepsi dilihat dari aspek kognisi bahwa pelaksanaan program, dikarenakan pendanaan
pengetahuan berperan penting dalam kehidupan sebagai sumber akomodasi penyedia sumberdaya
manusia (Suharini, 2014:197). Penyebab yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program
terdapatnya faktor hambatan pelaksanaan program Destana dan daya dukung pemerintah harus
yang berasal dari dalam seperti yang dikemukakan lebih ditingkatkan karena pemerintah sebagai
oleh Angell (dalam Ross, 1967: unsur pelaksana program harus mendukung secara
130) bahwa faktor pendidikan dan pekerjaan penuh terhadap pelaksanaan program sehingga
menjadi salah satu penyebab hambatan partisipasi tujuan dari program Destana Sambungrejo dalam
masyarakat dalam program Destana Sambungrejo. meningkatkan ketangguhan desa menghadapi
Faktor Pendidikan berpengaruh dalam tingkat bencana dapat tercapai.
partisipasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
program Destana dimana masyarakat yang tingkat SIMPULAN
pendidikannya rendah kurang dapat berkontribusi
pada pelaksanaan program Destana dikarenakan Berdasarkan hasil penelitian dan
masyarakat kurang memiliki pengetahuan yang pembahasan dari penelitian ini dapat disimpulkan
lebih terkait pengetahuan tentang program Destana, sebagai berikut.
sehingga masyarakat cenderung pasif ketika Tahapan proses pelaksanaan program
diadakan rapat koordinasi bersama BPBD Desa Tangguh Bencana Desa Sambungrejo yang
Kabupaten Magelang yang bertindak sebagai sudah berjalan dengan baik antara lain (1)
fasilitator Program Destana Sambungrejo. Faktor pengkajian risiko desa, (2) perencanaan
pekerjaan masyarakat juga berkontribusi dalam penanggulangan bencana dan kontijensi desa, (3)
menghambat pelaksanaan program Destana seperti pembentukan forum PRB desa. Sedangkan tahapan
yang dikemukakan oleh Santoso (2014:10) proses pelaksanaan program yang harus
bahwa faktor mata pencaharian masyarakat Desa ditingkatkan kedepannya antara lain (4) tahap
Sambungrejo yang sebagian besar bekerja sebagai peningkatan kapasitas warga dan aparat dalam PB,
petani ikut berkontribusi pada rendahnya angka (5) pengintegrasian PRB kedalam RPJMDes dan
partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan legalisasi, (6) pelaksanaan PRB di Desa serta (7)
program, dikarenakan petani bekerja dari pagi pemantauan, evaluasi dan pelaporan program di
sampai sore hari sehingga pelaksanaan kegiatan tingkat desa. Ketercapaian indikator pelaksanaan
program dilaksanakan berdasarkan musyawarah program Desa Tangguh Bencana Desa
antara OPRB Desa Sambungerejo dengan Sambungrejo Tahun 2019 masuk dalam kategori
masyarakat. desa tangguh bencana tingkat pratama, dengan
Selanjutnya faktor penghambat program hasil luaran terdapat upaya-upaya awal di
Destana Sambungrejo yang berasal dari luar masyarakat untuk menyusun kebijakan
(eksternal) antara lain (1) kegiatan sosialisasi pengurangan risiko bencana (PRB), membentuk
pengurangan risiko bencana masih kurang, (2) forum PRB, tim relawan PRB Desa, pengkajian
kurangnya pendanan program Destana dan (3) risiko, manajemen risiko dan pengurangan
rendahnya daya dukung pemerintah desa terhadap kerentanan serta adanya upaya-upaya awal untuk
program Destana. Kurangnya sosialisasi program meningkatkan kapasitas kesiapasiagaan dan
pengurangan risiko bencana berisiko meningkatkan sikap tanggap bencana.
kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana, Tingkat partisipasi masyarakat Desa
dikarenakan kegiatan sosialisasi mempengaruhi Sambungrejo terhadap program desa tangguh
pengetahuan masyarakat dalam penanggulangan bencana secara keseluruhan dikategorikan rendah
bencana banjir. Pendanaan program Destana yang dengan skor 29,4. Hal ini menunjukan paradigma
tidak sesuai dengan kebutuhan dalam program penanggulangan bencana yang berorientasi
tersebut juga berkontribusi dalam padapenanganan gawat darurat masih tertanam
menghambat kuat pada masyarakat. Tingkat
kehadiran/partisipasi masyarakat pada kegiatan

2
Ma’rif Nanang Suryana / Edu Geography 9 (1) (2021)

kajian, rembug, perencanaan, kegiatan pencegahan Hagelsteen, Magnus dan Joanne Burke. 2016. ‘Particel
dan mitigasi sangat minimal. Namun pada Aspect of capacity development in the context of
kegiatan gladi/simulasi tanggap darurat sangat disaster risk reduction’. International Jurnal of
maksimal. Disaster Risk Reduction. No. 16. Hal. 43-52.
Hambatan pelaksanaan program desa Herlina, Meri; Dewi Liesnoor Setyowati; & Juhadi.
2019. ‘Local Wisdom of Repong Damar for
tangguh bencana Desa Sambungrejo yang berasal
Landslide Mitigation in Way Krui Sub-district
dari dalam (internal) antara lain (1) Peserta kurang
Pesisir Barat Regency Lampung’. ISET. doi:
berani bertanya, (2) Peserta kurang mampu untuk 10.4108/eai.29-6-2019.2290240.
bisa diajak berfikir, (3) Faktor kesibukan Juhadi; Wahyu Setyaningsih; dan Nia Kurniasari.
masyarakat yang tidak bisa meluangkan waktu, (4) 2016. ‘Pola PerilakuMasyarakat Dalam
Latarbelakang pendidikan masyarakat sebagian Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor di
besar merupakan lulusan SD, dan (5) Paradigma Kecamatan Banjarwangu Kabupaten
penanggulangan bencana yang berorientasi pada Banjarnegara Jawa Tengah’. Jurnal Geografi.
Vol. 13 No. 2. Hal. 220- 224.
penanganan gawat darurat masih tertanam kuat
Khasyir, Muhammad; Ananto Aji; dan Wahyu
pada masyarakat dan pemerintah. Sedangkan
Setyaningsih. 2016. ‘Penilaian Risiko Bencana
hambatan pelaksanaan yang dari luar (eksternal) Tanah Longsor Desa Wanadri Kecamatan
antara lain (1) Kegiatan sosialisasi pengurangan Bawang Kabupaten Banjarnegara’. Jurnal
risiko bencana masih kurang, (2) Kurangnya Geografi. Vol. 5 No. 2. Hal.2-6.
pendanan program dan (3) Daya dukung Kompas. 2017. “Tewaskan 10 Orang, Ini Pemicu Banjir
pemerintah desa masih kurang. Bandang Magelang”. Diunduh dari
https://kompas.com/regional/read/2017/05
DAFTAR PUSTAKA /01/00191501/tewaskan.10.orang.ini.pemicu.
banjir.bandang.magelang. (diakses pada tanggal
22 Agustus 2019).
Aji, Ananto. 2015. ‘Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam
Peraturan Kepala BNPB Nomor 24 Tahun 2007
Menghadapi Bencana Banjir Bandang Di
Tentang
Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara’.
Penanggulangan
Indonesian Journal of Conservation. Vol.04 Bencana.
No.1. Hal. 1-8. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Aji, Ananto; Wahid Akhsin Budi Nur Sidiq; Satya Bencana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang
Budi Nugraha; Dewi Liesnoor Setyowati & Nana Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh
Kariada Tri Martuti. 2016. ‘Risiko Bencana Di Bencana.
Kabupaten Pekalongan’. Jurnal Geografi. Vol.13 Ross, Murray G., and B.W. Lappin.
No.2. Hal. 183-224. (1967). Community Organization:
Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian theory, principles and practice. Second Edition.
Suatu
NewYork: Harper & Row Publishers.
Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Santoso, Wahyu Rio. 2014. ‘Partisipasi Masyarakat
Annisa, Aulia; & Dewi Liesnoor Setyowati. 2019.
Dalam Penanggulangan Banjir di Kota
‘Kapasitas Masyarakat dalam Upaya
Pekanbaru’. Jurnal FISIP. Vol. 1 No. 2. Hal 10
Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor di
Setyowati, Dewi Liesnoor dkk. 2012. ‘Model
Desa Tempur Kecamatan Keling Kabupaten
Agrokonservasi untuk Perencanaan Pengelolaan
Jepara Tahun 2018’. Edu Geography. Vol.07
DAS Garang Hulu’. Jurnal Tata Loka. Vol.14
No.1. Hal. 83-94.
No.2. Hal. 131-141.
Cohen, J. and Uphoff, N. (1977). Rural Development
Setyowati, Dewi Liesnoor; & Maman Rachman. 2016.
Participation Concept and Measure for Project
‘Community Based Flood Disaster Education
Design Implementation and Evaluation. New
Model to Improve People’s Awareness to
York: Cornell University. Diunduh dari:
Flood in Banjir Kanal Barat, Semarang
https://www.researchgate.net/publication/37
Indonesia’. BESSH. Vol.127 Issue 5. Hal. 33-
882394_Rural_development_participation_co
38.
ncepts_and_measures_for_project_design_imp
Setyowati, Dewi Liesnoor; Mohamad Amin; Tri
lementation_and_evaluation (diakses pada
Marhaeni Puji Astuti; & Ishartiwi. 2017.
tanggal 22 Agustus 2019).
‘Community efforts for adaptation and anticipate
to flood tide (ROB) in Bedono Village, District
Sayung Demak, Central Java,

2
Ma’rif Nanang Suryana / Edu Geography 9 (1) (2021)

Indonesia’. Man In India. Vol.97 Issue 5. Hal. Utami, Otty Damayanti; Heri Tjahjono; dan Sriyono.
241-252. 2017. ‘Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Longsor Lahan Berdasarkan Tingkat Kerawanan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang’.
Bandung: Alfabeta. Geo Image. Vol. 6 No. 1. Hal. 1- 7.
Suharini, Erni; Dewi Liesnoor Setyowati; & Edi Wiratuningsih, Dina; Dewi Liesnoor Setyowati; dan
Kurniawan. 2014. ‘Public Perception of Disaster Purwadi Suhandini. 2018. ‘The Adaptation of
Landslides and Efforts to Overcome in The Society in Coping with Tidal Flood in
Subdistrict Kaloran Central Java Indonesia’. Kemijen Village Semarang City’. Journal of
Universal Journal of Geoscience. Educational Social Studies.
doi: doi:
10.13189/ujg.2014.020702. Vol.2 Issue 7. Hal. 10.15294/jess.v7i2.26611. Vol. 7 No. 2. Hal.
195-199. 146-143.

Anda mungkin juga menyukai