ARTIKEL
Oleh:
Aulia Annisa
3201414070
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
i
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Artikel ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi
Hari :
Tanggal :
Pembimbing Skripsi 1
Mengetahui,
ii
Edu Geography
Edu Geography
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edugeo
1
PENDAHULUAN bencana dalam upaya penghidupan
Bencana alam telah menjadi isu berkelanjutan (sustainibility livelihood).
nasional dalam beberapa tahun ini. DRR merupakan pendekatan yang
Berdasarkan Data Informasi Bencana komprehensif untuk mengurangi risiko
(DIBI) Badan Nasional Penanggulangan bencana dengan hasil yang diharapkan dari
Bencana menunjukkan peningkatan jumlah upaya ini adalah penurunan secara berarti
kejadian bencana pada tahun 2016 tingkat kehilangan atau kerugian baik
mencapai 35% dari tahun sebelumnya. korban jiwa, aset sosial, ekonomi, dan
Persentase tersebut merupakan peningkatan lingkungan dalam masyarakat dan negara
tertinggi selama dua dekade terakhir. yang diakibatkan oleh bencana (Haruman,
Kejadian bencana yang terjadi 2012:236).
menimbulkan kerugian baik berupa Potensi risiko bencana di Indonesia
kematian, hilangnya harta benda, kerusakan tergambar melalui Indeks Risiko Bencana
bangunan, dan lain sebagainya. Dampak (IRB). Jawa Tengah merupakan salah satu
kerugian tersebutlah yang disebut sebagai wilayah yang mempunyai indeks resiko
risiko bencana. Komponen yang terdapat di bencana yang tinggi dengan berbagai
dalam risiko bencana adalah ancaman karakteristik. Jenis bencana yang sering
(hazard), kerentanan (vulnerability), dan terjadi di Jawa Tengah adalah gempa,
kapasitas (capacity). banjir, dan tanah longsor (Suharini,
Pengurangan risiko bencana (Disaster 2013:1).
Risk Reduction) merupakan desain baru Menurut data Indeks Risiko Bencana
dalam pengembangan kerangka kerja untuk tahun 2013, Kabupaten Jepara menempati
mengurangi risiko atau dampak yang peringkat ke-209 tingkat nasional, dan
ditimbulkan dari bencana dengan tingkat Jawa Tengah peringkat ke-15
menitikberatkan pada upaya pemberdayaan dengan skor 163 yang tergolong ke kelas
individu dan masyarakat dalam menghadapi risiko tinggi. Berdasarkan data Badan
bencana. Pengurangan risiko bencana Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
adalah pendekatan proaktif yang bertujuan Kabupaten Jepara ancaman bencana alam
untuk meningkatkan kapasitas individu dan yang sering terjadi di Kabupaten Jepara dari
masyarakat dalam mitigasi untuk tahun 2011-2018 adalah ancaman banjir,
meminimalisir dampak kejadian bencana tanah longsor, dan angin puting beliung.
sehingga masyarakat memiliki kapasitas Desa Tempur Kecamatan Keling
untuk bertahan serta kembali bangkit dari Kabupaten Jepara merupakan salah satu
2
Aulia Annisa (3201414070)
3
Aulia Annisa (3201414070)
4
Aulia Annisa (3201414070)
5
Aulia Annisa (3201414070)
6
Tabel 2 Sikap masyarakat dalam mengahadapi bencana tanah di
Desa Tempur Tahun 2018
Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju
No Dukuh
% % % %
1 Kemiren 29 50 19 2
2 Petung 40 52 8 0
3 Pekoso 32 57 10 1
4 Glagah 31 55 12 2
5 Karangrejo 41 50 6 3
6 Duplak 23 62 15 0
Jumlah 196 326 70 8
Rata-Rata 33 54 12 1
Sumber: Hasil Olah Data Penelitian
7
masyarakat menyesuaikan diri dalam bencana yang dilakukan di Desa Tempur
menghadapi bencana tanah longsor. Berada Kecamatan Keling Kabupaten Jepara
di lingkungan yang rawan bencana dibedakan menjadi empat aspek adaptasi
memaksa masyarakat untuk dapat merespon yaitu adaptasi masyarakat dalam aspek
secara tepat dan tanggap hal apa yang harus ekonomi, sosial, struktural, dan kultural.
dilakukan. Keempat bentuk adaptasi tersebut secara
Berdasarkan hasil penelitian, bentuk rinci dijelaskan sebagai berikut.
strategi adaptasi dalam menghadapi
8
persentase 100% pada semua dukuh. pekerjaan sampingan yaitu dengan rata-rata
Sedangkan persentase bentuk adaptasi persentase dari 18% sampai 33%.
ekonomiyang terendah adalah mempunyai
Strategi adaptasi dalam aspek sosial dukuh kemiren dan duplak belum dilakukan
yang ada di Desa Tempur adalah gotong adaptasi tersebut.
royong, ronda malam, dan pelatihan Strategi adaptasi kultural yang
kebencanaan. Dari macam adaptasi tersebut dilakukan di Desa Tempur adalah upacara
yang paling dominan dilakukan adalah wiwit dan sedekah bumi. Upacara wiwit
gotong royong yang ditunjukkan dengan merupakan ritual yang dilakukan sebelum
persentase 100% di semua dukuh. panen. Sedangkan sedekah bumi
Sedangkan persentasi adaptasi sosial yang merupakan ritual yang dilakukan pasca
terendah adalah pelatihan kebencanaan panen. Sedekah bumi merupakan ritual
yang ditunjukkan dengan persentase dari tahunan yang dilakukan oleh semua
27% sampai 80%. masyarakat di Desa Tempur setiap setahun
Strategi adaptasi dalam aspek sekali tepatnya pada tanggal 9 Zulhijjah.
struktural yang ada di Desa Tempur adalah Secara umum berdasarkan Tabel 3
pemasangan bronjong kawat dan penguat menunjukkan bahwa macam adaptasi yang
dari batu, menyokong rumah dengan dilakukan oleh semua masyarakat di Desa
bambu, terasering (sengkedan), dan Tempur adalah iuran kepentingan umum
memperkuat konstruksi jalan dengan beton. (jimpitan), gotong royong, dan sedekah
Adaptasi aspek struktural belum dilakukan bumi. Ditunjukkan dengan persentasi
secara menyeluruh pada semua dukuh di mencapai 100% dari macam adaptasi
Desa Tempur. Yaitu pada pada perilaku tersebut.
menyokong rumah dengan bambu hanya
dilakukan di dukuh kemiren, pekoso, Upaya Pengurangan Risiko Bencana
glagah, dan karangrejo saja. Sedangkan Pelaksanaan upaya pengurangan
pada dukuh petung dan duplak tidak risiko bencana di Desa Tempur didasarkan
dilakukan hal tersebut. Memperkuat oleh beberapa parameter sebagai berikut:
konstruksi jalan dengan menggunkaan 1. Penilaian risiko bencana
beton juga tidak dilakukan pada semua Penilaian risiko bencana merupakan
dukuh di Desa Tempur. Adaptasi ini mekanisme terpadu untuk memberikan
dilakukan pada dukuh petung, pekoso, gambaran menyeluruh terhadap risiko
glagah, dan karangrejo. Sedangkan pada bencana suatu daerah dengan
9
menganalisis tingkat ancaman, tingkat cadangan untuk kegiatan
kerentanan, dan tingkat kapasitas. Kajian pengurangan risiko bencana.
risiko bencana di Desa Tempur
didasarkan beberapa tahap sebagai c. Penilaian kapasitas (capacity)
berikut: Pengkajian kapasitas
a. Penilaian ancaman (hazard) didasarkan pada indikator
Jenis bencana yang pernah ketangguhan desa tangguh
terjadi di Desa Tempur adalah bencana. Berdasarkan rekapitulasi
banjir bandang, tanah longsor, indeks ketangguhan Desa Tempur
cuaca ekstrim, kekeringan, dan memperoleh total nilai 50. Hasil
kebakaran hutan (Analisis Pokja tersebut termasuk dalam kategori
Desa Tempur 2016). Bencana yang desa tangguh madya.
seing terjadi dan menimbulkan 2. Pengembangan pengetahuan
dampak mencapai 30% luas dari kebencanaan
desa adalah bencana tanah longsor Pengembangan pengetahuan
b. Penilaian kerentanan kebencanaan dilakukan melalui kegiatan
(vulnerability) sosialisasi kebencanaan kepada
Kerentanan merupakan suatu masyarakat, pelatihan kelompok kerja
kondisi yang dapat menghambat desa tangguh bencana, dan pelatihan
kemampuan masyarakat dalam relawan desa tangguh bencana.
mengurangi dampak yang 3. Kebijakan dan kelembagaan
ditimbulkan dari bencana. Kebijakan dan kelembagaan yang
Identifikasi kerentanan yang ada di Desa Tempur dibedakan sebagai
ada di Desa Tempur adalah sebagai berikut.
berikut; 1) Kelompok rentan yang a. Kebijakan rencana penanggulangan
terdiri dari balita, lansia, difabel, bencana
dan ibu hamil; 2) Kondisi jalur Rencana penanggulangan
evakuasi yang belum menjangkau bencana merupakan sebuah kerangka
semua dukuh; 3) Penggunaan yang disiapkan untuk perencanaan
lahan yang tidak sesuai; 4) Belum yang terarah, terpadu, sistematis, dan
ada EWS; 5) Penyuluhan terkoordinasi untuk menurunkan
kebencanaan yang belum risiko bencana di Desa Tempur.
maksimal; dan 5) Minimnya dana
10
b. Kebijakan rencana kontijensi Nomor 13 Tahun 2016 tentang
Kontijensi diartikan sebagai pembentukan relawan Desa Tempur
keadaan yang bisa terjadi, namun Kecamatan Keling Kabupaten Jepara
belum pasti terjadi. Perencanaan pada tanggal 17 November 2016.
kontijensi merupakan suatu kerangka Jumlah anggota relawan lebih banyak
yang disiapkan untuk menghadapi dibandingkan dengan kelompok kerja
peristiwa yang mungkin terjadi, tetapi yaitu mencapai 45 orang.
tidak menutup kemungkinan 4. Penetapan ukuran-ukuran PRB
peristiwa tersebut tidak terjadi. Penetapan ukuran PRB yang ada di
Ketidakpastian waktu terjadinya Desa Tempur terdiri adalah sebgai
bencana, maka diperlukan suatu berikut.
perencanaan untuk mengurangi a. Pemasangan tanda kawasan longsor,
dampak yang ditimbulkan dari jalur evakuasi, dan titik kumpul
bencana. Pemasangan tanda bahaya
c. Pembentukan kelompok kerja desa kawasan longsor dilakukan di Dukuh
tangguh bencana Pekoso. Pemasangan jalur evakuasi
Pembentukan kelompok kerja dilakukan di dukuh pekoso, dukuh
desa tangguh bencana merupakan glagah, dan dukuh karangrejo.
salah satu kelembagaan didasari oleh Pemasangan titk kumpul juga
Keputusan Petinggi Desa Tempur dilakukan di dukuh pekoso, dukuh
Kecamatan Keling Kabupaten Jepara glagah, dan dukuh karangrejo.
Nomor 11 Tahun 2016. Jumlah b. Pengadaan sarana dan prasarana
kelompok kerja di Desa Tempur tanggap darurat
mencapai 30 anggota. Dari 30 Pengadaan sraana dan
anggota terdiri dari perangkat desa, prasarana tanggap darurat dibedakan
tokoh masyarakat, karangtaruna, atas sektor logistik, sektor posko
relawan, dan PKK. utama, sektor dapur umum dan sektor
d. Pembentukan relawan desa tangguh kesehatan. Sektor logistik terdiri atas
bencana peralatan dapur, dan kebutuhan untuk
Pembentukan relawan desa mandi. Sektor posko utama terdiri
tangguh bencana didasari oleh dari senter, selimut, jenset, mobil
Keputusan Petinggi Desa Tempur evakuasi, tenda, tandu, HT,
Kecamatan Keling Kabupaten Jepara megaphone. Sektor dapur umum
11
terdiri dari bahan – bahan yang PEMBAHASAN
digunakan untuk mencukupi Kapasitas masyarakat merupakan salah
kebutuhan makanan seperti beras, satu elemen yang mempengaruhi risiko
minyak goreng dan lain sebagainya. bencana selain elemen kerentanan dan
Sedangkan sektor kesehatan terdiri ancaman. Kapasitas masyarakat dalam
dari obat – obatan. upaya pengurangan risiko bencana tanah
c. Pembuatan terasering longsor didasarkan pada kapasitas
Pembuatan terasering masyarakat terhadap mitigasi, kapasitas
dilaksanakan mulai tahun 1999. terhadap kesiapan, dan kapasitas terhadap
Kegiatan pembuatan tersebut bertahan hidup.
bertujuan untuk penataan lahan Kapasitas terhadap mitigasi diukur
pertanian dan sebagai pencegahan menggunakan kemampuan dalam aspek
untuk meminimalisir longsor yang kognitif atau pengetahuan tentang mitigasi.
terjadi. Sebelum terjadi bencana masyarakat perlu
d. Reboisasi lahan gundul memahami kondisi lingkungan sekitar
Reboisasi lahan gundul dengan baik. Pernyataan tersebut didukung
dilakukan dengan penanaman 10.000 oleh penelitian yang ditulis oleh (Suharko,
pohon. Kegiatan tersebut merupakan 2014) yang menyatakan bahwa pada
aksi pengurangan risiko bencana di kondisi normal (prabencana) pendidikan
Desa Tempur. Pelaksana kegiatan ini lingkungan di masyarakat difokuskan pada
adalah relawan, masyarakat, BPBD, tindakan yang strategis, masyarakat perlu
dan pemerintah. memperoleh pemahaman dan pengetahuan
5. Sistem peringatan dini tentang kondisi lingkungan sebenarnya dan
Sistem peringatan dini yang ada di sumber daya alam yang semakin kritis.
Desa Tempur dibedakan menjadi sistem Tingkat pengetahuan yang dimiliki
peringatan berbasis tradisional dan oleh seseorang erat kaitannya dengan
modern. Sistem peringatan dini berbasis jenjang pendidikan formal yang ditempuh.
tradisional berupa sirene dari masjid Menurut Afwatunati (2013:30) pendidikan
setempat dan kentongan. Sedangkan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
sistem peringatan dini berbasis modern seseorang. Perbedaan tingkat pengetahuan
berupa komunikasi melalui HT dan masyarakat di masing–masing dukuh
handphone. dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Jumlah
penduduk dengan tingkat pendidikan SMA
12
sampai S.1 paling banyak ditemukan di Selain mengkaji mengenai kapasitas
dukuh petung. Sehingga pada dukuh ini, terhadap mitigasi, juga mengkaji kapasitas
tingkat pengetahuan tentang mitigasinya terhadap kesiapan yang tergambarkan
lebih dominan pada kriteria baik. Begitu melalui sikap masyarakat dalam
pula dengan dukuh pekoso yang jumlah menghadapi bencana tanah longsor. Hasil
penduduk tidak sekolah paling rendah penelitian menunjukkan bahwa kapasitas
diantara lainnya dan lulusan D1 dan S1 juga kesiapan dominan pada sikap setuju.
paling tinggi diantara dukuh lainnya. Kapasitas atau kemampuan masyarakat
Sehingga pada dukuh ini, tingkat tidak hanya diukur berdasarkan
pengetahuan mitigasinya lebih dominan pengetahuan dan sikap saja. Akan tetapi,
pada tingkat baik. Penjelasan tersebut faktor perilaku juga terintegrasi dalam
sesuai dengan konsep Notoadmodjo kemampuan. Perilaku masyarakat terhadap
(2013:15) bahwa semakin tinggi tingkat lingkungan sekitar terbentuk dari respon
pendidikan yang dimiliki maka masyarakat terhadap lingkungan.
pengetahuan yang dimilikipun meningkat. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh
Apabila pendidikan tinggi maka seseorang masyarakat yang tinggal di desa tempur
akan semakin mudah untuk mendapatkan dibedakan ke dalam empat aspek yaitu
informasi, baik dari orang lain maupun dari aspek ekonomi, sosial, struktural, dan
media cetak dan elektronik. kultural. Dari berbagai aspek tersebut,
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat macam adaptasi yang dilakukan oleh
pendidikan seseorang selain pendidikan masyarakat adalah perilaku iuran
adalah usia. Hal terebut didukung oleh kepentingan umum, gotong royong, dan
pendapat Notoatmodjo (2003:17) yang sedekah bumi.
menjelaskan bahwa usia mempengaruhi Iuran kepentingan umum atau berupa
pola pikir maupun daya tangkap yang jimpitan yang terdapat di Desa Tempur
dimiliki oleh seseorang, semakin dilakukan setiap hari dengan cara Kepala
bertambahnya usia yang dimiliki, maka Rumah Tangga berkeliling dari rumah ke
semakin tinggi pula pola pikir dan daya rumah untuk menarik uang jimpitan. Hasil
tangkap dalam merespon peristiwa yang yang didapatkan dari jimpitan digunakan
terjadi. Sebagian besar masyarakat untuk kepentingan seperti ada orang yang
memiliki usia yang produktif yaitu 42-52 meninggal, perbaikan fasilitas umum saat
tahun dengan rata-rata persentase mencapai terjadi bencana tanah longsor maupun
38%.
13
banjir bandang, iuran HUT RI, dan lain Area pegunungan harusnya dijadikan
sebagainya. sebagai kawasan hutan lindung, bukan
Tolong-menolong dan gotong royong dijadikan sebagai kebun sengon.
antar warga merupakan salah satu kebiasaan Penggunaan lahan yang tidak
masyarakat di Jawa (Baiquni,2009), memperhatikan kaidah konservasi dan tidak
termasuk di Desa Tempur yang sampai sesuai dengan kemampuan lahannya
sekarang masih berlangsung. Pelaksanaan merupakan salah satu faktor yang
gotong royong dapat ditemui sebelum, mengakibatkan lahan kritis di sub DAS
sedang, maupun setelah terjadi bencana. Gelis yang mengaliri Desa Tempur.
Sedekah bumi merupakan salah satu Musibah banjir pada musim hujan dan
adaptasi kultural yang dilakukan di Desa kekeringan pada musim kemarau, adanya
Tempur. Pelaksanaan sedekah bumi longor lahan, erosi, dan banyaknya lahan
dilakukan setahun sekali tepatnya setiap kritis merupakan indicator kesalahan
tanggal 9 Zulhijjah. Acara berlangsung manusia dalam pengelolaan DAS
selama 3 hari sampai 11 Zulhijjah dan (Setyowati, 2011:133). Ada 7 Sub DAS di
diikuti oleh seluruh masyarakat. Bentuk kawasan pegunungan muria yang kritis,
kearifan lokal tersebut dilakukan sebagai enam sub DAS lainnya adalah Sub DAS
wujud rasa syukur atas rahmat Tuhan yang Srep, Sub DAS Piji, Sub DAS Sani, Sub
telah melimpahkan banyak rezeki dari hasil DAS Gungwedi, Sub DAS Tayu, dan Sub
panen yang diperoleh. Karakteristik ritual DAS Mayong (Hendro, 2018:642).
ini adalah gunungan yang terdiri dari hasil Cara mengatasi perilaku manusia yang
panen berupa buah-buahan maupun sayur- tidak memperhatikan kaidah lingkungan
sayuran. Kemeriahan ritual sedekah bumi dalam pemanfaataan lahan digunakan
diwarnai dengan pementasan alat musik dan konsep pengurangan risiko bencana yang
tarian daerah. merupakan suatu pendekatan yang
Bencana alam yang terjadi di Desa digunakan untuk meningkatkan kapasitas
Tempur tidak hanya disebabkan oleh individu dalam menangani bencana dan
wilayahnya yang rawan tetapi juga faktor meminimalisir kerugian yang ditimbulkan
manusia di dalamnya. Berdasarkan dari bencana. Konsep pengurangan risiko
penelitian (Rahma, 2018:31) penggunaan bencana yang ada di Desa Tempur sudah
lahan di Desa Tempur banyak yang terintegrasi ke dalam program desa tangguh
ditanami pohon sengon, sehingga akarnya bencana. Berdasarkan hasil penelitian,
tidak terlalu kuat untuk mengikat tanah. menunjukkan bahwa upaya pengurangan
14
risiko bencana berdasarkan paremeter yang Maka dari itu menunjukkan kebijakan
telah ditetapkan oleh UNISDR sudah pengurangan risiko bencana sudah baik.
dilakukan di Desa tempur. Akan tetapi Penetapan ukuran-ukuran PRB yang
masih ada catatan-catatan penting yang berupa fasilitas pendukung berupa tanda
harus ditingkatkan dalam pelaksanaan bahaya kawasan longsor, jalur evakuasi,
upaya pengurangan risiko bencana. titik kumpul, dan sarana prasarana belum
Dimulai dari pameter penilaian risiko menjangkau semua dukuh di Desa Tempur.
bencana yang merupakan mekanisme Hal ini dikarenakan keterbatasan dana
terpadu untuk memberikan gambaran untuk kegiatan pengurangan risiko bencana.
menyeluruh terhadap risiko bencana di
SIMPULAN
suatu daerah. Pengkajian risiko bencana
Kapasitas masyarakat dalam upaya
dilakukan melalui analisis ancaman,
pengurangan risiko bencana di Desa
kerentanan, dan kapasitas. Dukuh yang
Tempur dibedakan berdasarkan kapasitas
mempunyai ancaman paling tinggi terhadap
terhadap mitigasi, kapasitas terhadap
bencana longsor adalah dukuh kemiren.
kesiapan, dan kapasitas terhadap bertahan
Pengembangan pengetahuan
hidup. Kapasitas terhadap mitigasi rata-rata
kebencanaan yang ada di Desa Tempur
di Desa Tempur mempunyai tingkat cukup
diwujudkan melalui kegiatan pelatihan
baik. Kemudian kapasitas terhadap
kebencanaan dan simulasi kebencanaan.
kesiapan tergambarkan melalui sikap
Kegiatan tersebut diikuti oleh relawan
masyarakat dalam menghadapi bencana
anggota desa tangguh bencana.
tanah longsor dominan pada sikap setuju.
Kebijakan dan kelembagaan bencana
Setelah itu kapasitas masyarakat terhadap
yang ada di Desa Tempur dibedakan atas
bertahan hidup dibedakan berdasarkan
Kebijakan Rencana Penanggulangan
adaptasi ekonomi, adaptasi sosial, adaptasi
Bencana, Kebijakan Rencana Kontijensi,
struktural, dan adaptasi kultural. Dari
dan Kelembagaan berupa Pembentukan
berbagai bentuk adaptasi pada masing–
kelompok kerja desa tangguh bencana dan
masing aspek yang selalu diterapkan oleh
pembentukan relawan anggota desa
masyarakat adalah iuran kepentingan
tangguh bencana. ketiganya merupakan
umum, gotong royong, dan sedekah bumi.
indikator pecapaian ketangguhan bencana
Upaya-upaya pengurangan risiko
di Desa Tempur. Dimana nilai capaian dari
bencana yang ada di Desa Tempur
masing-masing indikator tersebut adaah 3.
umumnya sudah terealisasi. Baik dari segi
15
penilaian risiko, kebijakan dan Baiquni, M. 2009, “Social Affairs: Gotong
Royong As Loca Wisdom” in The
kelembagaan, pengembangan pengetahuan,
Jogjakarta and Central Java
penerapan ukuran-ukuran PRB, dan sistem Earthquake 2006, dalam Recovery
Status Report 01. Yogyakarta:
peringatan dini. Namun masih ada hal yang
International Recovery Platform.
perlu dievaluasi kembali, yaitu terkait Hal.112 – 115.
sarana dan prasarana penunjang yang belum Hagelsteen, Magnus dan Joanne Burke.
merata di semua dukuh. Contohnya 2016. ‘Particel Aspect of capacity
development in the context of disaster
pemasangan jalur evakuasi dan titik kumpul risk reduction’. International Jurnal
yang belum ada di semua dukuh. of Disaster Risk Reduction. No. 16.
Hal. 43-52.
16
17