Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN MATA KULIAH GEOGRAFI KEBENCANAAN

PETA RISIKO GUNUNG RAUNG

Dosen Pengampu:

Syamsul Bachri, S.Si, M.Sc., Ph.D.

Disusun Oleh :
Kelompok 3 Offering H 2021

Anggota Kelompok
Amadea Nabilla Bilqis 210722611284
Andita Rista Amelia Wardani 210722611247
Annasta Aristya Kinanti 210722611201
Arkanshaqr Zafran Gannery 210722611227
Dhanang Ajiono 210722611233
Fidela Tsabtita Rifdahn 210722611250
Gerin Daffa Pratama 210722611278
Rayhan Bayu Wicaksana 210722611285
Tiara Batebandera 230721611189
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2023

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No 24 Tahun 2007;
BNPB, 2012). Bencana berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) merupakan
sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian, serta penderitaan
Definisi bencana mengandung tiga aspek dasar, yang meliputi terjadinya peristiwa atau
gangguan yang mengancam dan merusak (Hazard). Peristiwa atau gangguan tersebut akan
mengancam kehidupan, penghidupan, fungsi dari masyarakat, serta ancaman tersebut
mengakibatkan korban melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi dengan sumber
daya mereka. Bencana dapat terjadi, karena adanya dua kondisi yakni peristiwa dan gangguan
yang mengancam dan merusak (hazard) serta kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila
terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan maka masyarakat dapat mengatasi peristiwa yang
mengganggu sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang
mengancam maka tidak akan terjadi bencana.
Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi pada suatu wilayah
untuk jangka waktu tertentu yang tidak memiliki atau kurang mampu menanggapi dampak
buruk bahaya tertentu. Sedangkan risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan
akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu. Resiko bencana dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, kehilangan rasa aman dan tempat tinggal, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat (BNPB,2012).
Indonesia adalah negara yang memiliki potensi bencana khususnya bencana alam
cukup tinggi. Wilayah Indonesia termasuk kedalam daerah rawan bencana, terutama bencana
alam geologi. Secara geografis Indonesia terletak diantara pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik
dunia yakni Lempeng Hindia-Australia di sebelah selatan, Lempeng Eurasia di sebelah barat
dan Lempeng Pasifik di sebelah timur (Wibowo dan Sembri, 2016). Situasi tektonik lempeng
tektonik yang masih aktif. Kondisi fisik seperti konfigurasi relief yang bervariasi morfologi
daerah pesisir yang relatif datar dan kondisi daratan yang berbukit dan bergunung. Kondisi
iklim dengan curah hujan tahunan yang tidak merata, adanya kenaikan temperatur yang
semakin tinggi, ketersediaan air permukaan sebagai proses agensia atau pelapukan. Faktor
sosial pemerataan penduduk yang tidak merata dan paling banyak berada di pulau Jawa.
Gunung Raung merupakan gunung api strato aktif berbentuk kerucut terpancung
dengan dominasi produknya berupa lava dan piroklastik yang secara administratif termasuk
dalam wilayah Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Jember dan Banyuwangi Provinsi Jawa
timur. Dalam sejarah tercatat setidaknya terjadi lima kali letusan besar yakni pada tahun 1586,
1597, 1638, 1953 dan 1956. Letusan dahsyat terjadi pada tahun 1638 disertai longsoran besar
(debris avalanche) sepanjang 60 km melanda daerah Jember. Selain itu, Gunung Raung
merupakan salah satu gunung api aktif yang berada di wilayah berpenduduk. Unit pemukiman
G. Raung memiliki kepadatan penduduk sedang sampai rendah, salah satunya terkonsentrasi di
sektor barat dan baratdaya tepat Kabupaten Jember (Mulyana, dkk, 2007).
Letusan gunung api adalah salah satu sumber bencana yang sering menimbulkan
banyak korban dan kerugian. Pulau Jawa yang dihuni lebih dari 60% penduduk
Indonesia memiliki gunung api tidak kurang 25 buah. Dilihat dari segi ancaman bencana
merupakan daerah yang rawan bukan saja dari jenis sumbernya bencana tetapi juga dari
kondisi lingkungan dan kependudukannya.Letusan gunung api biasanya disertai oleh semburan
abu, pasir, kerikil, batu-batuan, gas dan kadang-kadang juga lahar yang memiliki daya
perusak yang tinggi. Hal ini terjadi jika ada bagian dinding bawah yang terbelah dan terdapat
muatan air bervolume tinggi. Semburan Material yang dikeluarkan dari kepundan dapat
mencapai ribuan meter dan dapat mengganggu lalu lintas udara dengan sebaran yang cukup
luas. Ancaman bencana oleh letusan gunung api ini dapat meningkat jika masyarakat daerah
yang terancam tidak melakukan ketidak siap siagaan, demikian juga bila kondisi
lingkungan alam telah kehilangan daya tangkal alaminya.
Indonesia, dari berbagai pengalaman menunjukkan belum sanggup melaksanakan
penanganan bencana secara profesional, proporsional dan holistik. Saat ini yang ada hanyalah
sebatas sesaat saja dan juga dilakukan jika sudah terjadi bencana. Penanganannya hanya
sebatas memberi bantuan pada saat tanggap darurat. Pentingnya adanya pendidikan tentang
resiko bencana kedalam kurikulum sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran
akan isu tersebut di lingkungan masyarakat (Honesti, 2012:5). Pendidikan bencana
merupakan proses pembelajaran melalui penyediaan informasi, pengetahuan, dan
kewaspadaan terhadap peserta didik guna membentuk kesiapan bencana di level individu dan
komunitas (Shiwaku et al., 2007). Setiap unit kerja atau instansi berkewajiban memfasilitasi
penghuni dengan pendidikan bencana untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat akan
dilakukan saat bencana terjadi. Pendidikan bencana dapat diwujudkan melalui kurikulum
pendidikan, pelatihan, dan simulasi bencana.

1.2 Tujuan

a. Mengetahui dan memahami data - data yang dibutuhkan dalam pembuatan peta risiko
bencana di Gunung Raung meliputi ancaman, parameter kerentanan, dan kapasitas.

b. Mengetahui dan memahami langkah - langkah dalam pembuatan peta meliputi peta
ancaman, peta kerentanan, peta kapasitas, dan peta risiko.

c. Mengetahui dan menganalisis tingkat ancaman daerah di sekitar gunung Raung


berdasarkan peta yang telah dibuat.

d. Mengetahui dan menganalisis tingkat kerentanan gunung Raung berdasarkan 4


parameter meliputi ekonomi, sosial, fisik dan ekologi.

e. Mengetahui dan menganalisis indeks kapasitas bencana di daerah sekitar gunung Raung
meliputi Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Jember.

f. Mengetahui dan menganalisis tingkat risiko bencana di sekitar gunung Raung meliputi
Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Jember.

g. Mengetahui dan menganalisis cara dalam meningkatkan kesadaran serta pemahaman


masyarakat sekitar dari Potensi Risiko Gunung Raung.
1.3 Manfaat

a. Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya
dalam bidang Kebencanaan mengenai tingkat ancaman, tingkat kerentanan dari 4
parameter yakni ekonomi, sosial, fisik dan ekologi. Selain itu, Indeks kapasitas dan
risiko bencana letusan gunung Raung.
b. Diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan sarana informasi mengenai kebencanaan
terkait tingkat ancaman, kerentanan, kapasitas dan risiko bencana letusan gunung di
gunung Raung.
c. Diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang tingkat kerentanan dan
risiko terhadap letusan gunung Raung dan kemampuan dalam menghadapi bencana.
METODE

Dalam memenuhi tugas akhir perkuliahan mata kuliah Geografi Kebencanaan, yang
dilakukan mulai minggu ke 9 hingga ke 16 pada tanggal 26 Oktober - 14 Desember 2023.
Penelitian ini mengenai risiko bencana Gunung Api Raung dilakukan di 22 kecamatan yang
terdampak letusan gunung api Raung dan tersebar di 3 kabupaten meliputi Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember, yang dapat ditunjukan dalam
peta berikut ini :

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif
dengan pendekatan deskriptif. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui nilai dari
berbagai variabel risiko bencana Gunung Api Raung, sedangkan pendekatan deskriptif
digunakan untuk menjelaskan antara variabel dan fakta yang terjadi. Secara garis besar
prosedur pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada diagram alir berikut :

Pengolahan data dalam pembuatan risiko letusan gunung Raung dilakukan


menggunakan 3 parameter yaitu ancaman, kerentanan , dan ketahanan letusan gunung Raung.
Pada kerentanan terdapat 4 aspek yakni sosial, ekonomi, fisik dan ekologi. Aspek sosial
merupakan Indikator yang digunakan untuk kerentanan sosial adalah kepadatan penduduk,
rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio kelompok umur. Indeks
kerentanan sosial diperoleh dari rata-rata bobot kepadatan penduduk (60%), kelompok rentan
(40%) yang terdiri dari rasio jenis kelamin (10%), rasio kemiskinan (10%), rasio orang cacat
(10%) dan kelompok umur (10%) (BNPB, 2012).

Pada indikator ekonomi yang digunakan untuk kerentanan ekonomi adalah luas lahan
produktif dalam rupiah (sawah, perkebunan, lahan pertanian dan tambak) dan PDRB. Luas
lahan produktif dan PDRB dapat diperoleh dari laporan sektor atau kabupaten dalam angka.
Bobot indeks kerentanan ekonomi hampir sama untuk semua jenis ancaman, kecuali untuk
ancaman kebakaran gedung dan pemukiman (BNPB, 2012).

Indikator yang digunakan untuk kerentanan fisik adalah kepadatan rumah, ketersediaan
bangunan fasilitas umum dan ketersediaan fasilitas kritis. Kepadatan rumah diperoleh dengan
membagi mereka atas area terbangun atau luas desa dan dibagi berdasarkan wilayah (dalam ha)
dan dikalikan dengan harga satuan dari masing masing parameter. Sedangkan, Indikator yang
digunakan untuk kerentanan lingkungan adalah penutupan lahan (hutan lindung, hutan alam,
hutan bakau/mangrove, rawa dan semak belukar). Parameter konversi indeks kerentanan
lingkungan digabung melalui factor-faktor pembobotan (BNPB, 2012).

Pembuatan peta ancaman bencana Gunung Api Raung

Pembuatan peta ancaman bencana gunung api dilakukan sesuai dengan PERKA BNPB
No 2 Tahun 2012. Indeks Ancaman Bencana disusun berdasarkan dua komponen utama, yaitu
kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk bencana
yang terjadi tersebut. Dapat dikatakan bahwa indeks ini disusun berdasarkan data dan catatan
sejarah kejadian yang pernah terjadi pada suatu daerah. Dalam penyusunan peta risiko
bencana, komponen-komponen utama ini dipetakan dengan menggunakan Perangkat GIS.
Pemetaan dilaksanakan setelah seluruh data indikator pada setiap komponen diperoleh dari
sumber data yang telah ditentukan. Data yang diperoleh kemudian dibagi dalam 3 kelas
ancaman, yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Bencana Komponen Kelas Bahan Rujuakan

Gunung Api Peta KRB Rendah (KRB 1) Panduan dari Badan


Sedang (KRB 2) Geologi Nasional-
Tinggi (KRB 3) ESDM
Pembuatan peta kerentanan bencana Gunung Api Raung

Peta kerentanan adalah hasil dari produk kerentanan sosial, ekonomi, fisik dan lingkungan.
dengan faktor-faktor pembobotan yang berbeda untuk masing-masing jenis ancaman yang
berbeda. Semua faktor bobot yang digunakan untuk analisis kerentanan adalah hasil dari proses
AHP. Parameter konversi indeks kerentanan yang ditunjukkan pada persamaan, sebagai berikut

Kerentanan Bencana Gunung Api ;

= (0.4* skor kerentanan sosial)+ (0.25* skor kerentanan ekonomi)+ (0.25* skor kerentanan
fisik)+ (0.1* kerentanan ekologi)

Pembuatan peta kapasitas bencana Gunung Api Raung

Indikator yang digunakan untuk peta kapasitas adalah indicator HFA yang terdiri dari: a)
aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana; b) peringatan dini dan kajian risiko
bencana; c) pendidikan kebencanaan; d) pengurangan factor risiko dasar; dan e) pembangunan
kesiapsiagaan pada seluruh lini. Parameter konversi Indeks dan persamaan ditunjukkan pada di
bawah ini.

Indeks kapasitas seluruh bencana

= (1.0* skor kapasitas)

Pembuatan peta resiko bencana Gunung Api Raung

Peta Risiko Bencana disusun dengan melakukan overlay Peta Ancaman, Peta Kerentanan dan
Peta Kapasitas. Pembuatan peta risiko Gunung Api Raung menggunakan perkalian matriks
VCA (Vulnerability Capacity Analysis) sesuai dengan PERKA BNPB No. 2 Tahun 2012.
Kajian risiko bencana dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut:

Peta Risiko Bencana Gunung Api


= skor ancaman * skor kerentanan/skor kapasitas

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perangkat keras
komputer (berupa, Laptop, dan mouse) , perangkat lunak komputer (berupa microsoft word
2010 dan microsoft Excel 2010), perangkat lunak pemetaan (Arcgis 10.8 dan Qgis 3.28.3) dan
alat tulis (berupa pensil, penggaris, spidol dan kertas A4). Bahan yang digunakan berupa data
online dari instansi (BPS, BPBD,Bappeda, dan ESDM) dan data online dari artikel dan jurnal
(google scholar, consensus, dan Mdpi).
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Setelah mencari dan mengumpulkan beberapa data sekunder sebagai data pendukung
untuk menganalisis terkait pembuatan Peta Risiko bencana di Gunung Raung didapatkan hasil
berupa 4 peta, diantaranya Peta Hazard, Peta Kerentanan, Peta Kapasitas dan Peta Risiko
Gunung Raung. Berikut hasil dari beberapa pembuatan peta :

3.1.1 Peta Hazard

Gambar 1. Peta Hazard Gunung Raung

3.1.2 Peta Kerentanan


Gambar 2. Peta Kerentanan Gunung Raung

3.1.3 Peta Kapasitas

Gambar 3. Peta Kapasitas Gunung Raung


3.1.4 Peta Resiko

Gambar 4. Peta Risiko bencana Gunung Raung

3.2 Pembahasan
Setelah melakukan proses mencari dan mengumpulkan beberapa data sekunder sebagai
data pendukung untuk menganalisis terkait pembuatan Peta Risiko bencana di Gunung Raung
didapatkan hasil berupa 4 peta, seperti yang terdapat di atas pada bagian hasil. Berikut
merupakan bagian analisis dari keempat peta yang telah dibuat :
3.2.1 Peta Hazard
Peta bahaya (hazard map) merupakan peta petunjuk zonasi tingkat bahaya satu jenis
ancaman bencana pada suatu daerah pada waktu tertentu (BNPB, 2013). Berdasarkan peta
Hazard yang tertera pada bagian hasil diatas, peta tersebut memuat keterangan berupa 3
kategori yang meliputi Kawasan rawan bencana I ditandai dengan berwarna hijau yakni
berpotensi terlanda aliran lahar dan radius 10 kilometer yang bertanda garis hijau berpotensi
dilanda hujan abu dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu pijar. Kawasan rawan bencana
II ditandai dengan berwarna kuning yakni berpotensi terlanda aliran awan panas,aliran lava,
aliran lahar dan radius 8 kilometer yang bertanda garis kuning berpotensi dilanda hujan abu
lebat dan lontaran batu pijar. Kawasan rawan bencana III ditandai dengan berwarna merah
yakni berpotensi terlanda aliran awan panas, gas beracun, aliran lava dan radius 3 kilometer
yang bertanda garis merah berpotensi selalu terancam hujan abu lebat dan lontaran batu pijar
yang lebih dari 8 cm.
Kawasan-kawasan yang terancam bahaya atau berpotensi untuk terkena dampak adanya
letusan gunung merapi berdasarkan peta terdapat 22 kecamatan yang tersebar di 3 Kabupaten
yakni Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Jember. Kawasan di
Kabupaten Banyuwangi meliputi kecamatan Glenmore, Kecamatan Kalibaru, Kecamatan
Sempu, Kecamatan Genteng, Kecamatan Gambiran, Kecamatan Songgon, Kecamatan
Singojuruh, Kecamatan Rogojampi, Kecamatan Srono. Kawasan di Kabupaten Bondowoso
meliputi Kecamatan Sempol, Kecamatan SumberWringin, Kecamatan Tapen, Kecamatan
Tlogosari, Kecamatan Sukosari, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Tenggarang, Kecamatan
Pujer. Kawasan di Kabupaten Jember meliputi Kecamatan Sumberjambe, Kecamatan Kalisat,
Kecamatan Ledokombo, Kecamatan Mayang dan Kecamatan Silo.
Pada Kawasan rawan bencana III dengan radius 3 kilometer wilayah tersebut tidak
diperbolehkan ada kegiatan manusia, dan harus terpasang rambu larangan. Kawasan yang
berada pada kategori rawan bencana II dengan radius sekitar 8 kilometer yakni meliputi
sebagian daerah yang berada di kecamatan Songgon bagian barat, Sempu bagian utara,
Glenmore bagian utara, Kalibaru bagian utara, sebagian kecil kecamatan Ledokombo bagian
timur, Sumberjambe bagian timur, Sumberwringin, dan sebagian di kecamatan Tlogosari.
Kawasan rawan bencana I dengan radius kurang lebih 10 kilometer diantaranya meliputi
Kabupaten Banyuwangi yakni kecamatan kecamatan Glenmore, Kecamatan Kalibaru,
Kecamatan Sempu, Kecamatan Genteng, Kecamatan Gambiran, Kecamatan Songgon,
Kecamatan Singojuruh, Kecamatan Rogojampi, Kecamatan Srono. Kawasan di Kabupaten
Bondowoso meliputi Kecamatan Sempol, Kecamatan Sumberwringin, Kecamatan Tapen,
Kecamatan Tlogosari, Kecamatan Sukosari, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Tenggarang,
Kecamatan Pujer. Kawasan di Kabupaten Jember meliputi Kecamatan Sumberjambe,
Kecamatan Kalisat, Kecamatan Ledokombo, Kecamatan Mayang dan Kecamatan Silo.

3.2.2 Peta Kerentanan


a. Ekonomi
Indikator yang digunakan pada analisis kerentanan ekonomi antara lain luas
lahan produktif dan kontribusi PDRB per sektor. Data sekunder diambil dari berbagai
laman terpercaya seperti BPS Kabupaten maupun Provinsi meliputi publikasi
Kecamatan dalam Angka.
Gambar 5. Peta Kerentanan Ekonomi di Gunung Raung
Dari gambar di atas
Blabla …

b. Sosial
Blabla …
Gambar 6. Peta Kerentanan Sosial Gunung Raung

Blabla …

c. Fisik
Indikator yang digunakan pada analisis kerentanan Fisik merupakan kepadatan
rumah (permanen, semi- permanen dan non-permanen), ketersediaan bangunan/fasilitas
umum dan ketersediaan fasilitas kritis. Kepadatan rumah diperoleh dengan membagi
mereka atas area terbangun atau luas desa dibagi berdasarkan wilayah (dalam ha) dan
dikalikan dengan harga satuan dari masing- masing parameter (Perka BNPB, 2012).
Data tersebut didapatkan dari Data BPS, Data Bhumi ATR/BPN dan Kecamatan dalam
Angka. Berikut gambar peta parameter fisik di Gunung Raung :

Gambar 7. Peta Kerentanan Fisik di Gunung Raung

Dari hasil analisis diketahui bahwa rata-rata wilayah penelitian memiliki tingkat
kepadatan bangunan dan ketersediaan fasilitas umum, fasilitas kritis pada klasifikasi
sedang. Tingkat kepadatan permukiman yang tinggi dan berpotensi terkena dampak
adanya letusan Gunung raung berada di Kabupaten Banyuwangi yang tersebar di 5
kecamatan meliputi Kecamatan Kalibaru, Kecamatan Sempu, Kecamatan Genteng,
Kecamatan Gambiran dan kecamatan Rogojampi. Wilayah Kabupaten Jember yang
berpotensi terkena dampak letusan gunung Raung dan memiliki tingkat kepadatan
permukiman tinggi berada di Kecamatan Kalisat.
Daerah - daerah yang tergolong klasifikasi tinggi tersebut rata-rata telah
memiliki fasilitas umum dan fasilitas kritis yang lengkap seperti telah tersedianya
fasilitas umum berupa pendidikan TK hingga SMA bahkan terdapat perguruan tinggi di
beberapa kecamatan seperti di Kecamatan Glenmore Kabupaten Banyuwangi. Fasilitas
keagamaan meliputi masjid, mushalla, gereja, pura dan vihara. Fasilitas kritis meliputi
ketersediaan Rumah Sakit baik milik swasta atau Daerah yang berada di beberapa
kecamatan di Kabupaten Banyuwangi seperti kecamatan Glenmore, Kecamatan
Gambiran, Kecamatan Rogojampi. Sedangkan, di daerah kabupaten Jember
ketersediaan rumah sakit berada di Kecamatan Kalisat. Daerah lainnya seperti halnya di
seluruh kabupaten Bondowoso yang berada di sekitar gunung Raung belum tersedia
rumah sakit, namun terdapat puskesmas, poliklinik, puskesmas pembantu bagi
masyarakat.
Indikator kepadatan bangunan merupakan indikator dengan dampak terparah
jika terjadi bencana, karena daerah dengan kepadatan tertinggi merupakan daerah pusat
kegiatan masyarakat sehingga dampak yang disebabkan akan semakin tinggi jika
kepadatan bangunan tinggi sehingga nantinya yang terkena dampak tidak hanya
masyarakat, tapi akan ada dampak kerugian finansial bangunan.
Dari peta diatas dapat dilihat bahwa pola persebaran kerentanan fisik di
Kabupaten Banyuwangi sebagian besar merupakan wilayah dengan tingkat kerentanan
tinggi, dan persebaran wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi tersebar di wilayah-
wilayah pusat pertumbuhan. Daerah Kabupaten Bondowoso yang dekat dengan gunung
Raung merupakan wilayah dengan tingkat kerentanan rendah dengan kepadatan
penduduk yang tidak begitu tinggi dan fasilitas umum dan kritis yang kurang memadai.
Kabupaten Jember wilayah dengan tingkat kerentanan fisik yang sedang. Berdasarkan
peta dan tabel analisis dapat disimpulkan bahwa, wilayah dengan tingkat kerentanan
yang tinggi merupakan wilayah yang merupakan pusat pertumbuhan penduduk dan
pusat kegiatan.

d. Ekologi
Analisis kerentanan lingkungan ini merupakan analisis untuk mengetahui
kerusakan lingkungan akibat dari bencana letusan gunung api. Selain itu kerentanan
ekologi ini juga dapat menggambarkan kondisi kelestarian dari daerah rawan bencana.
Kerusakan lingkungan juga akan menimbulkan kerugian untuk masyarakat karena akan
mempengaruhi sumber daya alam dan hasil pemanfaatan dari hutan produktif.
Keberadaan dari hutan lindung, hutan alam, semak-semak, dan mangrove ini nantinya
dapat menahan material hasil letusan gunung berapi terutama pada jenis lahan hutan.

Gambar 8. Peta Kerentanan Ekologi Gunung Raung

Peta kerentanan ekologi ini didapat dari hasil pembobotan indikator lahan yang
ada, mulai dari luas hutan alam, hutan lindung semak-semak, hingga mangrove.
Melalui pembobotan berdasarkan luas area tersebut dalam hektare maka dilakukan
skoring, hingga didapat peta kerentanan ekologi. Data luasan area tersebut didapat
melalui calculate geometry arcgis dan sumber pendukung lain seperti BPS,
Kementerian Lingkungan Hidup, dan Google Earth.
Berdasarkan peta kerentanan tersebut maka diketahui bahwa sebagian besar
wilayah masuk pada kategori sedang yang ditandai dengan warna kuning. Daerah
dengan kategori sedang ini meliputi Kecamatan Glenmore, Kalibaru, Silo, Ledokombo,
Sumberjambe, Tlogosari, Sumberwringin, Sempol, dan Songgon. Wilayah tersebut
masuk ke dalam kategori sedang karena wilayahnya memiliki dua jenis indikator lahan
tadi, dengan skor 665.
Pada kategori rendah, wilayahnya meliputi Kecamatan Sempu, Genteng,
Singojuruh, Rogojampi, Srono, Gambiran, Mayang, Kalisat, Pujer, Tenggarang,
Wonosari, Sukosari, dan Tapen. Dalam penyajian peta kategori ini ditandai dengan
warna hijau. Daerah ini masuk kedalam kategori tersebut karena hanya terdapat satu
jenis indikator lingkungan. Jumlah skor dari kategori ini ini berkisar dari 0,33 hingga
397.

Dari kategori tersebut tidak terdapat daerah dengan kategori tinggi, karena
mayoritas dari wilayah yang ada indikator lahan yang dimiliki berjumlah dua hingga
satu. Selain itu tidak terdapat pula jenis lahan mangrove dan hutan alam. Sehingga
jenis lahan yang mendominasi merupakan hutan lindung dan semak-semak. Beberapa
daerah dengan kategori rendah jenis lahannya banyak digunakan sebagai ladang
maupun sawah dan bukan jenis indikator lahan yang dibutuhkan untuk peta kerentanan
ekologi ini.
e. Kerentanan Gunung Raung
Peta kerentanan gunung api ini dibuat berdasarkan informasi yang tersedia dalam
sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan (Perka BNPB, 2012). Kerentanan ini diklasifikasi
menjadi tiga kelas yaitu tinggi diwarnai merah, sedang diwarnai kuning, dan rendah diwarnai
hijau. Berdasarkan peta kerentanan pada gambar 2 yang tertera pada bagian hasil kawasan
yang memiliki kerentanan tinggi ada di kawasan Kabupaten Bondowoso meliputi Kecamatan
Tapen, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Tenggarang; Kabupaten Jember meliputi
Kecamatan Kalisat; dan Kabupaten Banyuwangi meliputi Kecamatan Genteng, Kecamatan
Gambiran, dan Kecamatan Rogojampi. Kawasan yang memiliki kerentanan sedang di
Kabupaten Banyuwangi meliputi Kecamatan Glenmore, Kecamatan Kalibaru, Kecamatan
Singojuruh, Kecamatan Srono; Kabupaten Bondowoso meliputi Kecamatan Sukosari dan
Kecamatan Pujer; Kabupaten Jember meliputi Kecamatan Sumberjambe. Kawasan yang
memiliki kerentanan rendah di Kabupaten Banyuwangi antara lain Kecamatan Sempu,
Kecamatan Songgon; Kabupaten Bondowoso meliputi Kecamatan Sempol, Kecamatan
SumberWringin, dan Kecamatan Tlogosari; Kabupaten Jember antara lain Kecamatan
Ledokombo, Kecamatan Mayang dan Kecamatan Silo.
3.2.3 Peta Kapasitas

3.2.4 Peta Resiko


Peta risiko bencana sendiri merupakan peta dengan 3 kode warna yaitu Merah dengan artian
terdapat resiko bencana yang tinggi, Kuning dengan artian Terdampak resiko bencana sedang dan
hijau dengan artian terdampak resiko bencana yang rendah, dari ketiga indikator warna yang
menyoroti daera-daerah yang beresiko mengalami kerusakan akibat bencana alam serta
kemungkinan parahnya kerusakan. Mekanisme penyusunan Peta Risiko bencana saling terkait
dengan mekanisme penyusunan dokumen kajian risiko bencana. Peta risiko bencana menghasilkan
landasan penentuan tingkat risiko bencana yang merupakan salah satu komponen capaian Dokumen
Kajian Risiko Bencana. Selain itu juga Dokumen Kajian Risiko Bencana juga harus menyajikan
kebijakan minimum penanggulangan bencana daerah yang ditujukan untuk mengurangi jumlah jiwa
yang terpapar, kerugian harta benda dan juga kerusakan lingkungan.
Penyusunan Peta Risiko Bencana Sebagai bagian dari kajian risiko bencana. Metodologi
penyusunan peta risiko bencana serta dokumen kajian risiko bencana serta korelasi antara keduanya.
Peta risiko bencana merupakan overlay (penggabungan) dari Peta Ancaman, Peta kerentanan dan
juga peta kapasitas. Peta - peta tersebut diperoleh dari berbagai indeks yang dihitung dari data dan
metode perhitungan tersendiri. Peta risiko bencana dibuat untuk setiap jenis ancaman bencana yang
ada pada suatu kawasan. Metode perhitungan dan data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai
indeks akan berbeda untuk setiap jenis ancaman.
Kawasan-kawasan yang beresiko terdampak bencana Gunung Merapi Raung berdasarkan
peta terdapat 22 kecamatan yang tersebar di 3 Kabupaten yakni Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten
Bondowoso, dan Kabupaten Jember. Kawasan di Kabupaten Banyuwangi meliputi kecamatan
Glenmore, Kecamatan Kalibaru, Kecamatan Sempu, Kecamatan Genteng, Kecamatan Gambiran,
Kecamatan Songgon, Kecamatan Singojuruh, Kecamatan Rogojampi, Kecamatan Srono. Kawasan
di Kabupaten Bondowoso meliputi Kecamatan Sempol, Kecamatan SumberWringin, Kecamatan
Tapen, Kecamatan Tlogosari, Kecamatan Sukosari, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Tenggarang,
Kecamatan Pujer. Kawasan di Kabupaten Jember meliputi Kecamatan Sumberjambe, Kecamatan
Kalisat, Kecamatan Ledokombo, Kecamatan Mayang dan Kecamatan Silo.
Dari hasil peta diatas daerah Kecamatan Sumber Jambe, Ledokombo, Silo, Kalibaru,
Glenmore, Sempu, Songgon, Sempol, Sumberwringin, dan Tlogosari bagian dekat dengan Gunung
Raung atau masuk pada bagian Lereng Gunung Raung sangat beresiko Tinggi terdampak Letusan
Gunung Api raung. Pada Peta Hazard daerah sekitaran yang ada peta risiko bencana biasanya
terkena dampak aliran awan panas, aliran lava dan aliran lahan serta terancam aliran awan panas, gas
beracun dan aliran lava, sedangkan lingkaran yang berwarna kuning di kecamatan Ledokombo,
Sumber Jambe, Sumberwringin, Sempol, dan Songgon daerah tersebut berwarna kuning yang berarti
beresiko sedang terdampak Letusan Gunung Raung. Pada lingkaran berwarna kuning tersebut di peta
hazard termasuk kedalam Kawasan Rawan Bencana I yang berarti Berpotensi terlanda hujan abu dan
kemungkinan dapat terkena lontaran batu pijar. Pada 10 Kecamatan kecuali kecamatan Sempol pada
peta tersebut terdapat aliran berwarna kuning yang berarti berisiko terdampak Letusan Gunung Api
dengan klasifikasi sedang, aliran tersebut pada Peta Hazard Berpotensi terlanda aliran lahar.
Sedangkan pada daerah yang berwarna hijau beresiko terdampak bencana letusan Gunung raung
dengan Klasifikasi yang rendah biasanya hanya terdampak hujan abu ringan dan juga lontaran
kerikil-kerikil kecil bahkan sangat minim untuk terkena dampak tersebut.

Matriks Suplemen Peta Resiko Bencana


KESIMPULAN
SARAN

DAFTAR RUJUKAN
Apriliana. (2012). Kerentanan Wilayah Terhadap Erupsi Gunung Sindoro-Sumbing (Kabupaten Wonosobo-
Temanggung, Jawa Tengah). Universitas Indonesia, Depok.

BNPB, (2012). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No.02 Tahun 2012 tentang
Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Huda, R. F.,Sadar Y. R. (2022). Analisis Tingkat Kerentanan Bencana Dan Kesiapsiagaan Masyarakat
Kecamatan Lembang Terhadap Bencana Letusan Gunung Tangkuban Perahu. Seminar Nasional dan
Diseminasi Tugas Akhir 2022.

“KBBI Online.”

Mulyana, A. R. (2007). Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Raung, Jawa Timur. Bandung: PVMBG.

Shiwaku, Koichi et al. (2007). Future perspective of school disaster education in Nepal.

Wibowo, N.B. and Sembri, J.N. (2016) ‘Analisis Peak Ground Acceleration (PGA) dan Intensitas Gempa
Bumi berdasarkan Data Gempa bumi Terasa Tahun 1981 - 2014 di Kabupaten Bantul Yogyakarta’,
Indonesian Journal of Applied Physics, 6(01), p. 65.

Anda mungkin juga menyukai