Anda di halaman 1dari 9

Globe Volume 14 No.

1 Juni 2012 : 78 - 86

PERAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM


PEMBENTUKAN SPATIAL THINKING SKILLS DAN
TERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN BENCANA
(Geographic Information Systems Role in Developing Spatial
Thinking Skills and its Application on Disaster Learning)
oleh /by:
1 1 1
Yasin Yusup , Sugiyanto dan Partoso Hadi
1
Prodi Pendidikan Geografi FKIP UNS,
email: yyfgeo@gmail.com

Diterima (received): 26 Januari 2012; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 14 Maret 2012

ABSTRAK
Budaya keselamatan dan ketangguhan terhadap bencana belum terbentuk di tengah
masyarakat, sehingga dampak bencana semakin besar dan masyarakat pun mudah
termakan isu. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat terhadap kondisi
lingkungan sekitarnya (local knowledge) belum berkembang secara baik. Salah satu
penyebabnya adalah pembelajaran geografi belum menghasilkan outcome kecakapan
berfikir keruangan secara baik. Salah satu tool yang efektif untuk meningkatkan kecakapan
berfikir keruangan adalah GIS. Makalah ini membahas pentingnya kecakapan berfikir
keruangan (spatial thinking skills) dalam pembelajaran geografi dan terapannya dalam
pembelajaran bencana. GIS menawarkan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi
lingkungan mereka sendiri menggunakan teknologi informasi baru, sehingga bisa
dimanfaatkan untuk meningkatkan kecakapan berfikir keruangan. Meningkatnya spatial
thinking skills menjadikan siswa mengenal kondisi lingkungan sekitarnya dengan baik
termasuk ancaman, kerentanan dan risiko bencananya, sehingga saat terjadi bencana siswa
bisa menyelamatkan diri sendiri, keluarga dan masyarakatnya. Dengan demikian spatial
thinking skills merupakan kompetensi dasar dalam geografi yang bisa diterapkan dalam
pembelajaran bencana dan pada akhirnya bisa ikut membatu meningkatkan budaya
keselamatan dan ketangguhan masyarakat terhadap bencana, sehingga tidak mudah
termakan isu bencana yang tidak benar.

Kata Kunci: Budaya Keselamatan dan ketangguhan terhadap bencana, Pembelajaran


Geografi, Kemampuan Berfikir Spasial, Pembelajaran Bencana

ABSTRACT
Safety and resilience culture to disaster has not been established in the community, so
the impact of disaster tends to increase and the community easily influenced by improper
disaster issues. This indicates that people's understanding to the condition of the
surrounding environment (local spatial knowledge) has not developed properly. One of the
reasons is the learning outcomes of geography education have yet produced good spatial
thinking skills. Therefore, it is considered that GIS could be an effective tool for improving the
spatial thinking skills. This paper discusses the importance of spatial thinking skills in
geography and applied in the learning of disasters. GIS offers students the opportunity to
explore their own environment using new information technologies, which can be used to
enhance spatial thinking skills. The increase of spatial thinking skills make students more
familiar with the condition of their surrounding environment, including threats, vulnerabilities

78
Peran Sistem Informasi Geografis dalam Pembentukan........................................(Yusup, Y., Sugiyanto dan Hadi, P.)

and disaster risks, so that when disaster strikes the students can help themselves, their
families and communities.Thus spatial thinking skills is a basic competence in geography
can be applied in the learning of disaster and could ultimately help to improve safety culture
and community resilience to disasters, therefore they will easily fall in deceptive disaster
issues.

Keywords: Culture of safety and resilence to disaster, Geography, Spatial Thinking Skills,
Disaster Learning

PENDAHULUAN dunia. Kejadian dengan dampak yang luar


biasa semacam ini sayangnya tidak
Bencana adalah peristiwa atau berhasil diubah menjadi pengalaman
rangkaian peristiwa yang mengancam dan kolektif yang dipelajari sebagai pengeta-
mengganggu kehidupan dan peng-hidupan huan kolektif. Pengalaman itu juga tidak
masyarakat yang disebabkan baik oleh berhasil menjadi dasar pembuatan kebija-
faktor alam dan/atau faktor non alam kan antisipatif dan pemulihan dampak
maupun faktor manusia sehingga menga- bencana. Ini yang menyebabkan bangsa
kibatkan timbulnya korban jiwa manusia, ini gagal dalam setiap bencana alam yang
kerusakan lingkungan, kerugian harta terjadi (Abdullah, 2006).
benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 Lebih lanjut Abdullah (2006)
Tahun 2007). Risiko bencana terbentang menyatakan bahwa hal ini disebabkan
sepanjang waktu melalui konsentrasi kesadaran sejarah yang masih lemah.
orang dan aktivitas ekonomi di daerah Pendidikan sejarah didominasi sejarah
yang terpapar bahaya seperti gempabumi, tokoh, politik, kerajaan, dan raja-raja.
siklon tropis, banjir, kekeringan, dan tanah Belum banyak sejarah bercerita tentang
longsor (ISDR, 2007). sejarah lingkungan, sosial, dan
Sebagai negara yang memiliki jumlah permukiman. Sementara itu, studi tentang
penduduk yang besar dan masuk dalam bencana juga kebanyakan hanya
negara dengan penghasilan menengah, dilakukan dari segi fisik. Padahal, negara-
serta terletak di daerah pertemuan tiga negara lain telah menjadikan bencana
lempeng aktif dan daerah tropis, Indonesia sebagai sumber pengetahuan. Misalnya di
termasuk daerah yang memiliki tingkat Jepang, gempa besar di Nobi (1891) dan
risiko bencana yang tinggi. Wilayah Kanto (1923) telah menyebabkan negara
Negara Kesatuan Republik Indonesia itu mengubah tata ruang, kelembagaan
memiliki kondisi geografis, geologis, dan sikap hidup masyarakat. Gempa itu
hidrologis, dan demografis yang melahirkan kurikulum nasional dalam
memungkinkan terjadinya bencana. Hal bentuk tiga jilid buku yang diberi judul
inilah yang menjadi salah satu pertim- Shinsai ni kansuru kyoiku shiryo
bangan diundangkannya UU penanggu- (Education Material Related to the
langan bencana (UU No. 24 Tahun 2007). Earthquake).
Indonesia memiliki banyak pengala- Setiap tahun baik bencana geologi,
man bencana besar yang menjadi rekor bencana atmosfer, bencana biologi, dan
dunia. Letusan Tambora (1815) dan bencana sosial selalu terjadi di Indonesia.
Krakatau (1883) telah menyebabkan Data historis bencana yang bersumber dari
Indonesia masuk peta dunia daerah disebutkan bahwa selama 1 abad (1907-
bencana terpenting. Bencana Tsunami 2006), mencatat 3 bencana yang paling
Aceh (2004) yang memiliki kemiripan sering terjadi (45 - 105 kali) yaitu banjir,
dengan bencana besar yang terjadi di gempabumi dan letusan gunungapi. Tiga
Bulukumba, Sulawesi Selatan, 29 besar bencana yang paling mematikan
Desember 1820 merupakan bencana (8.000 165.708 jiwa) yaitu tsunami,
tsunami terbesar yang pernah terjadi di gempabumi, dan letusan gunungapi,

79
Globe Volume 14 No. 1 Juni 2012 : 78 - 86

sedangkan 3 bencana yang paling dan menciptakan komunitas yang tangguh


merusak rumah yaitu gempabumi, terhadap bencana (ISDR, 2002).
tsunami, dan banjir yaitu sebanyak Salah satu cara membangun budaya
202.405 979.700 buah. Bencana yang keselamatan dan ketangguhan terhadap
paling berpengaruh luas (4.894.220 bencana adalah melalui sekolah (ISDR,
5.860.001 jiwa) yaitu banjir, gempa, dan 2006; Risk RED Report, 2006; Wisner.
kekeringan, sedangkan bencana yang 2006; RCC, 2007; BRI, 2007).
paling merugikan (3.937 17.235 milyar ISDR pada tahun 2006/2007
dolar) yaitu kebakaran hutan, tsunami, dan mengambil tema "Disaster Risk Reduction
gempabumi. Begins at School" untuk kampanye
Dampak bencana yang besar pengurangan risiko bencana dunia.
menjadikan bencana menjadi subyek Kampanye ini menggerakkan dunia untuk
penelitian yang menarik perhatian banyak mengupayakan pengintegrasian pendi-
pihak, salah satunya adalah ahli geografi. dikan risiko bencana ke dalam kurikulum
Penelitian bencana dimulai oleh Gilbert sekolah di negara-negara yang rawan
White pada tahun 1939, yang mencoba terhadap bencana alam dan mempro-
memahami mengapa orang tinggal di mosikan konstruksi yang aman serta
dataran banjir yang mudah terkena penguatan bangunan sekolah agar tahan
bencana. White menawarkan pendekatan terhadap bahaya alam. Tema ini lahir dari
baru yang lebih komprehensif terhadap harapan untuk mengurangi risiko bencana
bencana banjir meliputi penyesuaian diri melalui pengenalan sejak dini tentang
(adjusment) seperti pertahanan banjir risiko-risiko bencana kepada siswa-siswa
(floodproofing), pengaturan penggunaan sekolah dan bagaimana membangun
lahan, dan penyusutan banjir (flood kesiapsiagaan bencana (ISDR, 2006).
abatement) yaitu mengendalikan banjir Kampanye tersebut membuka jalan untuk
dari DAS bagian hulu dengan pendekatan implementasi aksi Hyogo Framework
konservasi. Pendekatan White berbeda Priority for Action 3: yaitu penggunaan
dengan pendekatan sebelumnya yang pengetahuan, inovasi, dan pendidikan
berusaha mengontrol banjir dari sisi untuk membangun budaya keselamatan
keteknikan. Sejak itu, penelitian bencana dan ketahanan pada semua tingkatan
berkembang menjadi multidisiplin dan bencana (use knowledge, innovation and
mempelajari berbagai macam bencana, education to build a culture of safety and
mulai dari bencana alam seperti gempa- resilience at all levels (HFA 3).
bumi, sampai dengan bencana teknologi Di tingkat nasional dalam Rencana
seperti kebocoran reaktor nuklir. Geogra- Nasional Penanggulangan Bencana
fer yang mempelajari bencana, tertarik (RENAS PB) tahun 2010 2014, disebut-
pada dinamika bencana dan bagaimana kan beberapa rencana kegiatan yaitu
manusia dan masyarakat menghadapinya pemaduan unsur pengetahuan penanggu-
(Wikipedia Indonesia, 2006) langan bencana pada kurikulum sekolah;
Saat ini yang berkembang adalah implementasi program kesiapsiagaan
penelitian manajemen risiko bencana yang bencana di sekolah; dan peningkatan
bisa diintegrasikan dalam pengelo-laan kapasitas sumber daya untuk pendidikan
pembangunan. Pengelolaan Risiko kebencanaan termasuk dalam program
Bencana (Disaster Risk Management/ penelitian, pendidikan dan pelatihan
DRM) sebagai suatu kerangka kerja (BNPB, 2010).
konseptual berfokus pada pengurangan Sementara Menteri Pendidikan Nasio-
ancaman dan potensi kerugian dan bukan nal (Mendiknas) M. Nuh menyatakan
pada pengelolaan bencana dan konse- bahwa Kemdiknas akan menerapkan
kuensinya. DRM ditujukan untuk kurikulum pendidikan bencana pada tahun
mengembangkan suatu budaya aman 2011 (Jawa Pos, 2010). Menurutnya,
penerapan kurikulum ini bertujuan agar

80
Peran Sistem Informasi Geografis dalam Pembentukan........................................(Yusup, Y., Sugiyanto dan Hadi, P.)

para siswa mendapatkan pengetahuan diakses secara gratis melalui internet


dan keterampilan yang tepat, untuk dapat seperti BIG, BMKG, LAPAN, menjadikan
menyelamatkan diri saat terjadinya pembelajaran geografi sangat dinamis dan
bencana. Pada prakteknya, pendidikan ini menyenangkan.
tidak langsung dimasukkan ke dalam mata Salah satu perkembangan yang
pelajaran atau kurikulum khusus bencana, menarik untuk dikaji adalah meningkatnya
tetapi dimasukkan ke dalam mata penggunaan SIG dalam pembelajaran
pelajaran terkait. Sehingga, mereka geografi untuk meningkatkan kecakapan
(siswa) nantinya akan mampu dan turut berfikir keruangan (spatial thinking skills).
serta dalam mengurangi risiko bencana. Kemp (2008), menyatakan, melek ruang"
Mata pelajaran yang nantinya akan (spatial literacy), "kurang dihargai dan
disisipkan dengan pendidikan bencana karena itu kurang diajarkan".
tersebut, disebutkan Mendiknas, antara Pada saat yang sama, budaya populer
lain adalah IPA, IPS, Sains, Bahasa kesadaran spasial (spatial awareness),
Indonesia, Matematika, serta Agama. saat ini didorong oleh pemasaran massal
Pendidikan bencana ini akan diterapkan aplikasi geospasial kepada konsumen
pada jenjang pendidikan sekolah dasar sebagai mainan elektronik keren, hal ini
(SD) hingga sekolah menengah atas telah mengubah persepsi publik terhadap
(SMA). Pada mata pelajaran IPA dan pemetaan dan produksi peta. Ada sebuah
Geografi, misalnya, siswa akan menda- link (hyper) produktif antara dua feno-
patkan pengetahuan tentang gempa mena, yang pada akhirnya membawa
tektonik dan vulkanik. Siswa diharapkan "spasial thinking" ke jajaran depan
tidak hanya memahami, tetapi mempunyai instruksi keaksaraan (literacy instruction)
kompetensi. Penerapan kurikulum abad ke-21 (Johnson, 2006).
pendidikan bencana sesuai dengan Surat Artikel ini ingin mengungkap bagai-
Edaran Menteri Pendidikan Nasional No. mana peran GIS dalam meningkatkan
70a/SE/MPN/2010 tentang Pengarusuta- spatial thinking skills dan bagaimana
maan Pengurangan Risiko Bencana di terapannya dalam pembelajaran bencana.
Sekolah. Dalam Surat Edaran itu, Artikel ini disusun dalam 2 bagian. Bagian
Mendiknas mengimbau kepada seluruh pertama membahas latar belakang
gubernur, bupati dan walikota, untuk penggunaan SIG dalam pembelajaran
menyelenggarakan penanggulangan ben- sekolah dasar dan menengah di Amerika
cana di sekolah melalui tiga hal. Yakni dan lebih khusus untuk pembelajaran
pertama, pemberdayaan peran kelemba- geografi, serta dijelaskan model pembela-
gaan dan kemampuan komunitas sekolah. jaran yang memanfaatkan SIG yang
Kedua, pengintegrasian Pengurangan disebut Problem Based Learning-
Risiko Bencana (PRB) ke dalam kurikulum Geographic Information System atau
satuan pendidikan formal, baik intra disingkat PBL-GIS.
maupun ekstrakurikuler, serta ketiga, Bagian kedua membahas terapan SIG
membangun kemitraan dan jaringan antar dalam mengeksplorasi bahaya, kerentan-
pihak untuk mendukung pelaksanaan PRB an dan risiko suatu lingkungan tertentu.
di sekolah. Dengan memahami lingkungan sekitar-
Di sisi lain perkembangan teknologi nya, diharapkan siswa mengetahui tanda-
informasi spasial sangat memudahkan tanda bahaya, mampu mengantisipasi
pembelajaran geografi. Semakin mudah- terhadap bencana yang mungkin terjadi,
nya pengoperasian software Sistem mampu mensosialisakan pengetahuan
Informasi Geografi (SIG) dan pengolahan tentang bencana kepada keluarganya, dan
citra, semakin murahnya GPS, munculnya tahu bagaimana menyelamatkan diri saat
virtual globe seperti Google Earth, dan terjadi bencana, sehingga terbentuk
semakin banyaknya instansi teknis yang budaya ketangguhan dan keselamatan
menyediakan data spasial yang bisa

81
Globe Volume 14 No. 1 Juni 2012 : 78 - 86

terhadap bencana di tengah masyarakat untuk melaksanakan dan menguji hipotesis


(Yusup, 2010). proyek riset yang didasarkan pada
Seperti ditunjukkan Tilly Smith, seorang masalah di dunia nyata yang
siswi berusia sebelas tahun saat berlibur menggabungkan data dunia nyata.
bersama dengan keluarganya di Thailand Beberapa alasan diperlukannya SIG
ketika tsunami menghantam. Dia dalam pembelajaran geografi di sekolah
mengenali tanda-tanda laut yang menyu- dijelaskan oleh Houtsonen, et al. (2004)
sut dan memperingatkan orangtuanya sebagai berikut :
akan datangnya tsunami, kemudian Kebutuhan pembelajaran SIG di
mengajak tamu hotel untuk cepat evakuasi sekolah dilandasi argumen bahwa SIG
dari pantai. Tilly barusan belajar tentang meninggkatkan kecakapan berfikir
tsunami pada pelajaran geografi, dua keruangan siswa.
minggu sebelum berlibur ke Pukhet, Faktor pendorong dalam pembelajaran
Thailand (ISDR, 2005). Di sinilah urgensi SIG menawarkan siswa berkesem-
kecakapan berfikir keruangan menjadi patan untuk mengeksplorasi ling-
outcome dalam pembelajaran geografi, kungan mereka sendiri menggunakan
dan SIG memfasilitasi pencapaian teknologi informasi baru.
tersebut. Dengan SIG memungkinkan siswa
untuk melakukan pencarian (queries),
PEMBAHASAN visualisasi, dan mengelola basis data
keruangan (spatial database).
SIG, Pembelajaran Geografi dan Spatial Siswa dapat membuat peta baru
Thinking Skills (create new maps).
Penggunaan SIG, memungkinkan
Sebuah laporan US National Research strategi pembelajaran berbasis penye-
Council (2005), menekankan pentingnya lidikan (inquiry-based learning) dan
berpikir spasial dalam ilmu pengetahuan berfikir kritis (critical thinking).
dan tempat kerja. Laporan tersebut Secara khusus, SIG dapat membantu
berjudul "Belajar untuk Berpikir Spasial: untuk meningkatkan kemampuan
SIG sebagai Sistem Pendukung di analisis, sintesis, dan evaluasi infor-
Kurikulum K-12". Di dalam laporan terse- masi geografi
but difokuskan pada pendidikan K-12 dan SIG memfasilitasi pembentukan kecer-
merekomendasikan integrasi berpikir dasan keruangan (spatial intelligence)
spasial ke dalam kurikulum K-12 yang ada. yang mencakup kemampuan membaca
Laporan tersebut juga menyebutkan peta (map literacy), kemampuan untuk
kemungkinan penggunaan teknologi SIG mentrasformasi kehidupan nyata ke dalam
dalam membantu siswa mengembangkan mental atau gambar visual. Salah satu
kemampuan berpikir spasial. Penggunaan model pembelajaran yang menerap-kan
SIG untuk hasil seperti itu tidak terbatas SIG adalah PBL-GIS seperti yang tersaji
pada pendidikan K-12. SIG juga dapat pada Tabel 1 (Bednarz, tanpa tahun).
memainkan peran penting dalam pendi- PBL-GIS mencerminkan lima kecakapan
dikan sarjana. SIG adalah alat mengajar geografi (the five skills of geography) yang
yang dapat digunakan fakultas untuk disebut dalam Geogra-phy for Life: The
membantu siswa memvisualisasikan National Geography Standards 1994,
hubungan spasial yang kompleks dalam Geography Education Standards Project,
banyak disiplin ilmu. SIG adalah alat yaitu mengajukan pertanyaan geografi,
belajar yang membantu siswa belajar memperoleh infor-masi geografi,
dengan metode yang berbeda pada mata mengorganisir informasi geografi,
pelajaran seperti sejarah dan geologi. menganalisis informasi geografi, dan
Akhirnya, SIG adalah alat berpikir kritis menjawab pertanyaan geografi (GESP,
yang membantu siswa belajar metodologi 1994).

82
Peran Sistem Informasi Geografis dalam Pembentukan........................................(Yusup, Y., Sugiyanto dan Hadi, P.)

Tabel 1. Keterkaitan PBL-GIS dengan Lima Kecakapan Geografi

Lima Kecakapan Geografi


PBL-GIS
(Five Sklills of Geography)
Memilih sebuah masalah dengan fokus keruangan atau geografi dan
Mengajukan pertanyaan
mengekspresikannya dalam satu satu lebih pertanyaan penyelidikan
geografi (Ask geographic
(inquiry questions). Mengorganisasi sebuah rencana penelitian (a
questions)
research plan)
Memperolah informasi geografi Mengumpulkan data primer dari pengamatan, kerja lapangan, GPS.
(Acquire geographic Menempatkan himpunan data sekuder yang ada. Digitasi peta (Digitize
information) maps)
Mengorganisir data dalam basis data keruangan/SIG; Membuat SIG,
Mengorganisir informasi
memilih danmen- desain bentuk peta dan grafik yang sesuai;
geografi (Organize geographic
mengeksplorasi hubungan geografis (explore geographic
information)
relationships).
Menganalisis informasi geografi Melakukan pencarian (queries), eksplorasi data, analisis, sintesis,
(Analyze geographic evaluasi, dan menjelaskan SIG. Memuat kesimpulan (make
information) inferencesi) dan menggambarkan kesimpulan (draw conclusions)
Merangkum temuan-temuan, tawarkan solusi-solusi masalah yang
Menjawab pertanyaan geografi mungkin, formulasikan generalisasi yang valid dari hasilhasil
(Answer geographic questions) penelusuran geografi. Merefleksikan pembelajaran dan presentasikan
hasil
Sumber: Bedarz, tanpa tahun

Peran SIG dalam Pembentukan Spatial thinking skills, seperti sudah dikupas di sub
Thinking Skills dalam Konteks bab sebelumnya. Berikut contoh
Pembelajaran Bencana bagaimana membelajarkan geografi
dengan pendekatan PBL-GIS dalam
Untuk menggambarkan peran SIG konteks pembelajaran bencana. Skenario
dalam pembentukan spatial thinking skills, pembelajaran PBL-GIS seperti tampak
akan berangkat dari permasalahan pada Tabel 1, lebih cocok untuk GIS
keruangan yaitu mudahnya masyarakat berbasis desktop yang cukup rumit
termakan isu bencana besar yang tidak pengoperasiannya dan banyak kendala
benar. Seperti isu tsunami yang mengiringi untuk diterapkan di sekolah (Tsou and
Gempa Jogja tahun 2006, atau isu awan Yanow, 2010). PBL-GIS yang dipakai di
panas 60 km, membuat masyarakat sini berbasis Web (Web-based GIS)
Jogjakarta dan sebagian Wilayah Jawa khususnya Google Earth yang memiliki
Tengah panik dan melarikan diri ke daerah fasilitas seperti 3D viewer, profil
yang lebih aman. Kepanikan masyarakat ketinggian, dan historical imagery (Tsou
terkait isu tsunami, menyebar dari daerah and Yanow, 2010; Bodzin, et. al., 2012).
pantai (Parangtritis dan sekitarnya) sampai Fasilitas Google Earth tersebut bisa
dengan daerah lereng gunungapi (Kota dimanfaatkan oleh siswa untuk mengeks-
Jogjakarta/Kabupaten Sleman) bahkan plorasi lingkungan mereka sendiri. Terkait
masyarakat di daerah yang terlindungi pembelajaran bencana, siswa bisa
pegunungan selatan pun, seperti mengidentifikasi bahaya, kerentanan dan
Kabupaten Klaten, ikut melarikan diri. risiko lingkungannya. Sebagai contoh
Hal ini mengindikasikan bahwa pema- dengan memanfaatkan historical imagery,
haman masyarakat terhadap kondisi siswa bisa mengevaluasi dampak tsunami
lingkungan sekitarnya (local spatial Aceh 2004 terhadap Kota Banda Aceh,
knowledge) belum berkembang secara seperti tersaji pada Gambar 1. Di sini
baik (McCall, 2008). Salah satu siswa menggunakan time slider untuk
penyebabnya adalah outcome pembela- memilih citra dengan tanggal pengambilan
jaran geografi belum sampai pada spatial yang paling dekat dengan kejadian

83
Globe Volume 14 No. 1 Juni 2012 : 78 - 86

tsunami Aceh (26 Desember 2004), kemungkinan besar aman. Memanfaatkan


didapatkan citra tanggal 25 Januari 2005. fasilitas profil ketinggian dan 3D Viewer,
Pada citra ini dampak tsunami terlihat jelas siswa bisa melihat jarak Kota Jogja dari
yaitu kawasan dengan rona kecokelatan. pantai (ternyata > 25 km dengan
Untuk lebih detil melihat dampak tsunami, ketinggian > 100 m), oleh karenanya bisa
siswa bisa memanfaatkan fitur profil disimpulkan bahwa Kota Jogja tidak
ketinggian, sehingga jangkauan tsunami mungkin terkena dampak tsunami karena
ke arah daratan bisa diidentifikasi. Dalam sangat jauh dari kemungkinan jangkauan
kasus ini sejauh 3,4 km dari pantai pada tsunami yang terjadi, seperti tersaji pada
elevasi 8 m, seperti yang tersaji pada Gambar 2.
Gambar 1. Menggunakan skenario run-up
Isu tsunami yang mengiringi gempa maksimum sekitar 30 m (diasumsikan air
Jogja bisa dievaluasi apakah betul atau akan mencapai elevasi 30 m) pun,
tidak, dengan menggunakan cara berfikir jangkauan tsunami baru mencapai 8,49 km
analogi. Mendasarkan kejadian Tsunami dari bibir pantai, seperti tersaji pada
Aceh sebagai pembanding, jangkauan Gambar 3. Dengan demikian seandainya
tsunami Jogja bisa diperkirakan. Tsunami terjadi gempa dan tsunami sebesar di
Aceh yang dipicu gempa 9,3 SR seperti Aceh, maka Kota Jogja pun masih jauh
sudah dievaluasi di atas memiliki dari jangkauan tsunami. Dengan demikian
jangkauan ke daratan sejauh 3,4 km, bisa disimpulkan bahwa isu tsunami yang
dengan demikian kemungkinan jangkauan mengiringi gempa jogja tidak perlu
tsunami Jogja jauh lebih kecil ditanggapi dengan serius. Dan pada
dibandingkan dengan Tsunami Aceh, kenyataannya tidak terjadi tsunami seperti
karena kekuatan gempa yang memicunya diisukan, tetapi masyarakat banyak
jauh di bawah Gempa Aceh (6,2 SR). termakan isu dan panik melarikan diri ke
Dengan demikian seandainya Jarak Kota lereng Gunung Merapi.
Jogja dari bibir pantai lebih dari 3,4 km,

Gambar 1. Jangkauan Tsunami Aceh 2004

84
Peran Sistem Informasi Geografis dalam Pembentukan........................................(Yusup, Y., Sugiyanto dan Hadi, P.)

Gambar 2. Jarak Kota Jogjakarta dari bibir pantai

Gambar 3. Skenario run-up tsunami 30 m

KESIMPULAN DAN SARAN menyelamatkan diri sendiri, keluarga dan


masyarakatnya. Dengan demikian spatial
Makalah ini mencoba menekankan thinking skills merupakan kompetensi
pentingnya SIG dalam peningkatan dasar dalam geografi yang bisa diterapkan
kecakapan berfikir keruangan (spatial dalam pembelajaran bencana dan pada
thinking skills) dalam pembelajaran akhirnya bisa ikut membantu
geografi dan terapannya dalam pembela- meningkatkan budaya keselamatan dan
jaran bencana. SIG menawarkan siswa ketangguhan masyarakat terhadap
kesempatan untuk mengeksplorasi bencana, sehingga tidak mudah termakan
lingkungan mereka sendiri menggunakan isu bencana yang tidak benar.
teknologi informasi terbaru, sehingga bisa
dimanfaatkan untuk meningkatkan keca- DAFTAR PUSTAKA
kapan berfikir keruangan. Meningkatnya
spatial thinking skills menjadikan siswa Abdullah, I. 2006. Pengukuhan Guru
mengenal kondisi lingkungan sekitarnya Besar: Bencana Belum Dijadikan
dengan baik termasuk ancaman, Kajian Studi Menyeluruh. Surat Kabar
kerentanan dan risiko bencananya, Harian Kompas. Lembar Yogyakarta,
sehingga saat terjadi bencana siswa bisa Halaman A. 14 November 2006.

85
Globe Volume 14 No. 1 Juni 2012 : 78 - 86

BNPB. 2010. Rencana Aksi Nasional ledge Quest. Journal of the American
Pengurangan Risiko Bencana (RAN Association of School Librarians.
PRB) 2010-2012. Badan Nasional Volume 36. Number 4 March/April
Penanggulan Bencana. Jakarta. 2008. American Library Associate.
Bodzin, A., Anastasio, D. and Kulo, V. McCall, M.K. 2008. Participatory Mapping
2012. Designing Google Earth and Participatory GIS (PGIS) for CRA,
Activities for Learning Earth and Community DRR and Hazard
Environmental Science. In MaKinster, Assessment. ITC Enschede. Nether-
Trautmann, & Barnett (Eds.) Teaching lands.
Science and Investigating Environ- National Research Council. 2005. Lear-
mental Issues with Geospatial ning to Think Spatially. GIS as a
Technology: Designing Effective Pro- Support System in the K12
fessional Development for Teachers. Curriculum.www.nap.edu/catalog/1101
Dordrecht. Springer. Netherlands 9.html
Building Research Institute (BRI). 2007. Jawa Pos. 2010. Kemdiknas Terapkan
Disaster Education, National Graduate Kurikulum Pendidikan Bencana. Jawa
Institute for Policy Studies (GRIPS). Pos Edisi 1 November 2010.
Geography Education Standards Project Regional Consultative Committee on
(GESP). 1994. Geography for life: Na- Disaster Management (RCC). 2007.
tional Geography Standards. Natio-nal Integrating disaster risk reduction into
Geographic Society. Washington D.C. school curriculum. Asian Disaster
Houtsonen. L., T. Johansson and Ilta- Preparedness Center (ADPC). Klong
Kanerva Kankaanrinta. 2004. GISAS Luang Pathumthan. Thailand
ProjectIntroducing GIS into European Risk RED Report. 2006. Risk Reduction
Secondary School Geography and Education for Disasters. Risk RED.
th
Environmental Education. The 30 California.
Congress of the International Geogra- Sarah Witham Bednarz, tanpa tahun.
phical Union. Glasgow. Problem Based Learning and GIS:
ISDR. 2002. Disaster Reduction and PBL-GIS.
Sustainable Development: Understan- Tsou, M.H. and Yanow, K. 2010.
ding the Links between Vulnerability Enhancing General Education with
and Risk related to Development and Geographic Information Science and
Environment. Background Document Spatial Literacy. URISA Journal. 22(2):
for the World Summit on Sustainable 45-54.
Development (WSSD) No. 5, revised UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang
version 17 May 2002. Penanggulangan Bencana.
http://www.unisdr.org Wikipedia Indonesia. 2006. Geografi,
ISDR. 2005. Press Release. Thursday, 3 ensiklopedia bebas berbahasa
October 2005. Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/
ISDR. 2006. Disaster Risk Reduction Geografi
Begins at School. United Nations. Wisner, Ben. 2006. Let Our Children
Geneva. Switzerland. Teach Us. Bangalore. Books for
ISDR. 2007. Disaster Risk Reduction: Change. India
2007 Global Review. Global Platform Yusup, Y. 2010. Embrio Pembelajaran
for Disaster Reduction. UN. Bencana di Kelas: Studi Kasus
Johnson, A.B. 2006. Spatial Thinking, Dinamika Pembelajaran Geografi di
Education, and the Workforce. ESRI SMP/SMA Kabupaten Sragen, MIPS,
Higher Education Solutions Manager. Majalah Ilmiah Ilmu Pengetahuan
Kemp, J. 2008. Lost in Space: On Sosial. Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial.
Becoming Spatially Literate, Know- FKIP. UNS. Surakarta.

86

Anda mungkin juga menyukai