Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KERENTANAN DAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM

MENGHADAPI BENCANA LETUSAN GUNUNGAPI WILIS SEBAGAI UPAYA


PENGURANGAN RISIKO BENCANA DI KABUPATEN PONOROGO

Ilfatul Amanah1, Sarwono2, Peduk Rintayati3


Mahasiswa Pascasarjana PKLH UNS1, Dosen Pascasarjana PKLH UNS2,
Dosen Pascasarjana PKLH UNS3

ilfatul.am@gmail.com1, sarwono_geo@yahoo.co.id2, pedukrintayati@ymail.com3

Abstract

This study aims to (1) vulnerability, (2) capacity, (3) the risk of Wilis volcanic eruption disaster
at Ponorogo. The study is a balanced combination model research of qualitative and quantitative.
Sample of the study is society and environment at 13 villages of Ponorogo in Disaster-Prone
Areas of Volcanic Eruption. The result of the study show that the vulnerability of communities in
encountering Wilis Volcano disaster ranges from low to moderate. The moderate-level vulnerability
(1, 861434) is in Jurug Village, Sooko, while the low-level vulnerability (1,449574) is in Kemiri
Village, Jenangan. The capacity of communities in encountering Wilis Volcano eruption disaster
is low with the vulnerability score of one. The risk of Wilis volcanic eruption disaster ranges from
high to moderate with the high-level of risk in five villages of three sub districts.

Keywords : Vulnerability, Capacity, Risk, Disaster, Wilis Volcanic Eruption.

1. PENDAHULUAN vulkanik yang ada di Kecamatan Ngebel,


yaitu terdapat Telaga Ngebel, sumber
1.1. Latar Belakang air panas dan belerang. Hal ini diperkuat
dengan pernyataan Badan Pembangunan
Pengkajian risiko bersama merupakan Daerah Ponorogo (2013: 25) bahwa
analisis dalam penyusunan kebijakan Gunung Wilis merupakan gunungapi tipe B
dalam penanggulangan bencana di suatu dengan puncaknya di Gunung Liman yang
daerah. Kebijakan ini telah ditetapkan aktivitasnya ditandai dengan adanya fumarol,
secara Internasional sebagai paradigma tetapi tidak memiliki sejarah letusan.
penanggulangan bencana pada tanggal 14— Berdasarkan data saintifik, karakter
18 Maret 2015 dalam konferensi The Sendai gunungapi bisa berubah seperti yang
Framework for Disaster Risk Reduction ditunjukkan Gunung Sinabung dan Lokon.
(2015—2030). Sejarah mencatat bahwa Gunung Sinabung
Pengkajian risiko bencana terhadap merupakan gunungapi tipe B, tetapi berubah
masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai menjadi tipe A pada tahun 2010. Perubahan
cara salah satunya dengan penelitian status gunungapi di Indonesia mungkin terjadi
lapangan. Kabupaten Ponorogo memiliki mengingat aktivitas tektonik lempeng Eurasia
topografi Kompleks Pegunungan Wilis di dan Indo-Australia yang tinggi.
bagian Timur. Kompleks Pegunungan Wilis Pengkajian risiko bencana gunungapi
di Ponorogo diperkirakan pernah meletus sangat kompleks karena meliputi pengkajian
namun tidak terdapat dalam catatan sejarah. kerentanan dan kapasitas masyarakat karena
Hal ini dapat diketahui dari ciri-ciri post masyarakat di Kabupaten Ponorogo tidak

32 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 8, No. 1 Tahun 2017 Hal. 32-42
pernah mengalami bencana letusan gunungapi. senada dengan pengertian kapasitas menurut
Selama ini masyarakat menganggap bahwa UNISDR (2009: 08) yang mendefiniskan
Gunung Wilis merupakan gunungapi yang “Coping capacity is the ability of people,
telah mati. Tetapi berdasarkan pantauan organizations and system, using available
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana skills and resources, to face and manage
Geologi (PVMBG), Gunung Wilis merupakan adverse condition, emergencies or disaster”.
gunungapi tipe B yang dapat diramalkan Terdapat konsensus yang
kondisinya bisa meningkat menjadi gunungapi mengklasifikasikan kapasitas menjadi
tipe A. Pengukuran tingkat pengetahuan dan tiga level yang saling berhubungan yaitu
kesiapan masyarakat terhadap bencana lingkungan yang mendukung, organisasi
letusan gunungapi ini penting dilakukan agar kebencanaan, dan kapasitas individu (Capacity
masyarakat di sekitar mengetahui bagaimana for Disaster Reduction Initiative, 2011:9).
menghadapi bencana letusan gunungapi. Lingkungan yang mendukung adalah kondisi
Hal ini senada dengan prioritas aksi Sendai yang diciptakan untuk memenuhi kapasitas
Framework for Disaster Risk Reduction organisasi dan individu seperti peraturan
(UNISDR, 2015: 14) yakni understanding perundang-undangan, norma-norma sosial
disaster risk. yang membantu peningkatan kapasitas
Risiko bencana dipengaruhi oleh masyarakat. Organisasi kebencanaan
ancaman letusan gunungapi yang disebut berkaitan dengan sistem dan strategi yang
sebagai Kawasan Rawan Bencana, tingkat dikelola untuk memudahkan masyarakat
kerentanan serta kapasitas terhadap bencana. dalam peningkatan kapasitas bencana.
Penentuan Kawasan Rawan Bencana Kelompok siaga bencana merupakan salah
menggunakan peta KRB dari Kabupaten satu organisasi di tingkat masyarakat. Ketiga
Ponorogo. Berdasarkan Twigg, John et.al. level kapasitas ini merupakan kesatuan
(2007:29) “Disaster Risk is a function of the bagian yang tidak terpisahkan dan saling
characteristics and frequency of hazards memengaruhi. Ketiganya memiliki hubungan
experienced in a specified location, the nature timbal balik.
of the elements at risk, and their inherent
degree of vulnerability and resilience.” 1.2. Tujuan
Pendapat ini memberikan penjelasan bahwa
risiko bencana adalah kondisi dimana adanya Berdasarkan teori dan kerangka berpikir,
pengalaman terjadi bencana di lokasi tertentu tujuan dari penelitian ini adalah: (i) Mengetahui
yang berkaitan dengan faktor kerentanan dan kerentanan bencana, (ii) mengetahui kapasitas
kapasitas terhadap bencana. bencana, (iii) mengetahui risiko bencana
Kerentanan masyarakat diperoleh letusan Gunung Wilis.
melalui analisis kerentanan sosial, ekonomi,
fisik, dan lingkungan hidup. Pendapat ini 2. METODE PENELITIAN
sesuai dengan definisi kerentanan menurut
Twigg, John. et al, 2007: 29) “Vulnerability is 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian
the potential to suffer harm or loss related to
the capacity to anticipate a hazard, cope with Penelitian dilakukan di Kabupaten
it, resist it, and recover from its impact. Both Ponorogo yang terbagi menjadi delapan
vulnerability and its antithesis, resilience, are kecamatan yaitu Kecamatan Sawoo, Sooko,
determined by physical, environmental, social, Pudak, Pulung, Mlarak, Siman, Jenangan, dan
economic, political, cultural and institutional Ngebel. Lokasi penelitian berdasarkan Peta
factors” Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi
Sedangkan kapasitas diperoleh yang disusun oleh Bappeda Kabupaten
melalui data kelembagaan kebencanaan Ponorogo. Penelitian dilakukan pada bulan
dan pemerintah kecamatan/desa. Hal ini bulan November 2015 hingga Januari 2017.

Analisis Kerentanan dan Kapasitas ... (Ilfatul Amanah, Sarwono, Peduk Rintayati) 33
2.2. Metode Pengumpulan Data dan Pulung Kecamatan Pulung memiliki kepadatan
Analisis Sampel penduduk terbesar yaitu 1380,06 jiwa/km2.
Jumlah penduduk Desa Pulung adalah 4568
Penelitian ini adalah penelitian metode jiwa dengan luas desa yaitu 3,31 km2 . Desa
kombinasi model dengan data kuantitatif Pulung terletak di jalur kecamatan yang
dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh menghubungkan Kecamatan Siman dengan
dengan cara penskoran dengan menganalisis Kecamatan Pudak sehingga lokasi Desa
kerentanan, kapasitas, dan risiko bencana Pulung sangat strategis. Lokasi yang strategis
sehingga menghasilkan pemetaan daerah membuat Desa Pulung merupakan wilayah
risiko bencana. Data kualitatif diperoleh dengan pemukiman sehingga memiliki kepadatan
menganalisis dan mendeskripsikan hasil penduduk yang tinggi.
pemetaan data kuantitaif diperkuat dengan
data sekunder untuk menginterpretasi faktor- Tabel 1. Kepadatan Penduduk.
faktor risiko bencana. Kecamatan Desa
Kepadatan
Skor
Analisis kerentanan, kapasitas, dan Penduduk
risiko bencana menggunakan parameter BNPB Sawoo Temon 447,27 0,69
berdasarkan Peraturan Kepala BNPB No. 02 Sooko Ngadirojo 307,56 0,67
Tahun 2012 (39, 44). Sampel dalam penelitian Sooko Jurug 594,15 0,71
ini berjumlah 104 orang menggunakan teknik
Pulung Wagir Kidul 1020,88 0,75
cluster random sampling.
Pulung Pulung 1380,06 0,77

3. HASIL PENELITIAN DAN Pulung Banaran 74,43 0,58


PEMBAHASAN Mlarak Candi 363,48 0,68
Siman Ronosentanan 445,18 0,69
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan Jenangan Kemiri 812,03 0,73
analisis risiko bencana diperoleh melalui Ngebel Talun 258,14 0,66
analisis faktor-faktor kerentanan dan kapasitas
Ngebel Ngebel 415,10 0,69
bencana. Analisis kerentanan merupakan
pengukuran kondisi masyarakat berdasarkan Pudak Pudak Wetan 150,34 0,62
faktor-faktor sosial, ekonomi, fisik, dan Pudak Banjarjo 256,84 0,66
lingkungan. Sumber: Kecamatan dalam Angka 2015.

3.1. Kerentanan Sosial Kepadatan terendah berada di Desa


Banaran Kecamatan Pulung. Desa Banaran
Kerentanan sosial terdiri dari beberapa memiliki luas daerah sebesar 30,74 km2 yang
parameter, yakni: (1) kepadatan penduduk dan hanya terdapat 2.288 jiwa. Desa Banaran
penduduk terpapar, (2) rasio jenis kelamin, (3) terletak di sebelah utara Desa Wagir Kidul dan
rasio kemiskinan, (4) rasio orang cacat, dan (5) berbatasan dengan Kecamatan Ngebel. Desa
rasio kelompok umur. Banaran terletak di kaki kompleks Pegunungan
Penentuan indeks kepadatan penduduk Wilis sehingga kondisi topografinya curam.
dihitung dari jumlah penduduk di daerah sampel Kondisi tersebut menyebabkan Desa Banaran
berdasarkan luas wilayahnya. Hal ini senada kurang sesuai digunakan sebagai daerah
dengan pengertian kepadatan penduduk permukiman.
menurut Departement of Economic and Sosial Rasio jenis kelamin digunakan untuk
Affair, Population dencity is population per mengetahui jumlah penduduk perempuan yang
square kilometer. merupakan salah satu penduduk yang rentan
Penduduk terpapar dapat diketahui terhadap bencana. Rasio jenis kelamin dapat
dari kepadatan penduduk di Kawasan Rawan diketahui dengan cara membandingkan jumlah
Bencana. Berdasarkan data penelitian Desa penduduk laki-laki dan perempuan dalam

34 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 8, No. 1 Tahun 2017 Hal. 32-42
suatu tempat/desa. Rasio jenis kelamin di keluarga pra sejahtera alasan ekonomi dan
semua tempat penelitian bernilai tinggi. Hal ini Keluarga Sejahtera Tahap I karena alasan
disebabkan jumlah penduduk perempuan lebih ekonomi tidak dapat memenuhi kebutuhan
banyak daripada penduduk laki-laki. yakni: (1) paling kurang sekali seminggu
keluarga makan daging/ikan/telor, (2) setahun
Tabel 2. Rasio Jenis Kelamin. terakhir seluruh keluarga memperoleh paling
Rasio kurang satu stel pakaian baru, dan (3) luas
Kecamatan Desa Jenis Skor lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap
Kelamin hunian.
Sawoo Temon 102,19 0,3 Data tersebut kemudian diperoleh
Sooko Ngadirojo 95,08 0,3 melalui analisis data sekunder. Perbandingan
ini diperoleh angka rasio kemiskinan dengan
Sooko Jurug 97,23 0,3
kelas tinggi sebanyak delapan desa dan kelas
Pulung Wagir Kidul 98,62 0,3 sedang sebanyak empat desa. Rasio tertinggi
Pulung Pulung 98,86 0,3 berada di Desa Talun Kecamatan Ngebel
Pulung Banaran 98,09 0,3 dengan nilai rasio 73,70. Angka ini menunjukkan
Mlarak Candi 95,59 0,3 bahwa dalam 100 penduduk tidak miskin
Siman Ronosentanan 101,67 0,3
terdapat 74 penduduk miskin. Rasio penduduk
Desa Talun, Ngebel ini tergolong tinggi karena
Jenangan Kemiri 95,39 0,3
Desa Talun merupakan desa yang berada pada
Ngebel Talun 95,95 0,3 lereng pegunungan yang banyak mengalami
Ngebel Ngebel 101,73 0,3 pergerakan tanah.
Pudak Pudak Wetan 95,34 0,3
Tabel 3. Rasio Kemiskinan.
Pudak Banjarjo 97,25 0,3
Sumber: Kecamatan dalam Angka 2015. Rasio
Kecamatan Desa Kemiskin- Skor
an
Berdasarkan Tabel 2 rasio jenis kelamin
tertinggi berada pada Desa Temon Kecamatan Sawoo Temon 59,17 0,3
Sawoo sebesar 102,19. Hal ini berarti bahwa Sooko Ngadirojo 40,03 0,2
dalam 100 penduduk perempuan terdapat Sooko Jurug 30,02 0,2
102 laki-laki. Jumlah penduduk laki-laki Desa Pulung Wagir Kidul 30,43 0,2
Temon berjumlah 3.816 jiwa dan jumlah
Pulung Pulung 73,46 0,3
penduduk perempuan berjumlah 3.734 jiwa.
Dalam menghadapi bencana, perempuan Pulung Banaran 63,84 0,3
membutuhkan bantuan dari orang lain karena Mlarak Candi 30,07 0,2
keterbatasan kekuatan dan emosi. Hal ini Siman Ronosentanan 41,84 0,3
senada dengan pernyataan Saputra (2015: Jenangan Kemiri 54,16 0,3
65) yang mengatakan bahwa perempuan Ngebel Talun 73,70 0,3
akan memperoleh dampak ancaman yang
Ngebel Ngebel 41,26 0,3
lebih berisiko dibandingkan dengan laki-laki.
Sehingga semakin tinggi rasio jenis kelamin Pudak Pudak Wetan 58,18 0,3
maka tingkat kerentanan masyarakat terhadap Pudak Banjarjo 67,32 0,3
bencana akan semakin besar. Sumber: Kecamatan dalam Angka 2015.
Berdasarkan Undang-Undang No. 10
Tahun 1992, indikator keluarga sejahtera Jenis tanah di Desa Talun merupakan
merupakan indikator yang spesifik dan tanah lempung yang menyebabkan air mudah
operasional yang digunakan untuk mengukur lolos sehingga tanah mudah longsor. Selain
derajat kesejahteraan keluarga. Berdasarkan itu vegetasi yang ditanam di Desa Talun tidak
BKKBN Jawa Timur, keluarga miskin adalah dapat memperkuat struktur tanah sehingga

Analisis Kerentanan dan Kapasitas ... (Ilfatul Amanah, Sarwono, Peduk Rintayati) 35
menyebabkan tanah turun. Rasio kemiskinan penduduk yang termasuk kelompok rentan
terendah berada di Desa Jurug Sooko yaitu terhadap bencana.
bernilai 30. Desa Jurug merupakan desa Rasio penduduk cacat rendah
yang telah maju. Meskipun berada di lereng menunjukkan bahwa desa tersebut memiliki
pegunungan tapi akses dan transportasi sedikit penduduk yang tergolong kelompok
menuju desa tersebut sudah baik. Lokasi rentan. Penduduk dengan keterbatasan
Desa Jurug berada di pusat Kecamatan Sooko membutuhkan bantuan orang lain ketika
sehingga merupakan lokasi strategis dalam terjadi bencana. Hal inilah yang menyebabkan
hal pendidikan dan perekonomian. Kemiskinan penduduk penyandang keterbatasan memiliki
merupakan salah satu sektor kelompok rentan tingkat kerentanan yang lebih tinggi terhadap
terhadap bencana. Berdasarkan ActionAid bencana daripada penduduk yang lain.
(2005: 7) poverty is the state of deprivation Rasio kelompok umur digunakan untuk
(lack of accesss) to key resources necessary mengetahui tingkat ketergantungan anak-
for full participation in economic and social anak dan penduduk usia lanjut ketika terjadi
life. Masyarakat miskin memiliki keterbatasan bencana. Anak-anak dan penduduk usia lanjut
dalam hal ekonomi dan sosial. Mereka sulit merupakan kelompok masyarakat yang rentan
dalam bertahan hidup. Masyarakat miskin tidak terhadap bencana. Mereka membutuhkan
memiliki asuransi sehingga akan lebih sulit bantuan orang lain saat terjadi bencana.
untuk melanjutkan kehidupan setelah bencana. Keterbatasan ruang gerak dan kemampuan
dalam menghadapi bencana inilah yang
Tabel 4. Rasio Orang Cacat. menyebabkan kelompok ini rentan terhadap
Kecamatan Desa Rasio Skor bencana.
Sawoo Temon 0,18 0,1 Tabel 5. Data Rasio kelompok Umur.
Sooko Ngadirojo 0,63 0,1
Depedency
Sooko Jurug 0,67 0,1 Kecamatan Desa Skor
Ratio
Pulung Wagir Kidul 0,56 0,1 Sawoo Temon 37,35 0,2
Pulung Pulung 0,70 0,1 Sooko Ngadirojo 35,77 0,2
Pulung Banaran 0,39 0,1 Sooko Jurug 42,21 0,3
Mlarak Candi 0 0,1 Pulung Wagir Kidul 37,38 0,2
Siman Ronosentanan 1,135 0,1 Pulung Pulung 42,65 0,3
Jenangan Kemiri 1,15 0,1 Pulung Banaran 40,15 0,3
Ngebel Talun 0,28 0,1 Mlarak Candi 40,86 0,3
Ngebel Ngebel 0 0,1 Siman Ronosentan- 44,95 0,3
Pudak Pudak Wetan 0 0,1 an
Pudak Banjarjo 0 0,1 Jenangan Kemiri 34,78 0,2
Sumber: Kecamatan dalam Angka 2015. Ngebel Talun 38,42 0,2
Ngebel Ngebel 41,55 0,3
Seluruh desa di lokasi penelitian Pudak Pudak 35,85 0,2
memiliki tingkat rasio orang cacat yang Wetan
rendah. Desa yang paling banyak memiliki Pudak Banjarjo 33,16 0,2
jumlah orang cacat adalah Desa Kemiri Sumber: Data Konsolidasi Bersih Dukcapil Ponorogo
Kecamatan Jenangan berjumlah 47 jiwa Semester I 2016.
sedangkan Desa Candi, Ngebel, Pudak
Wetan, dan Banjarjo tidak memiliki penduduk Berdasarkan Tabel 5, dependency ratio
cacat. Rasio penduduk cacat merupakan tertinggi terdapat pada Desa Ronosentanan
indikator yang menunjukkan banyaknya Kecamatan Siman dengan nilai 44,95. Hal ini

36 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 8, No. 1 Tahun 2017 Hal. 32-42
berarti setiap 100 orang produktif menanggung 45 Lahan produktif Desa Wagir Kidul dan
penduduk usia 0-14 dan 65 ke atas. Selanjutnya Desa Pulung yaitu 70,7 ha merupakan sumber
nilai dependency ratio tinggi juga ditunjukkan daya alam yang digunakan masyarakat untuk
oleh Desa Pulung Kecamatan Pulung dengan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kondisi
nilai 42,65. Rasio kelompok umur paling rendah ekonomi masyarakat tergantung pada sumber
terdapat pada Desa Banjarjo Kecamatan Pudak daya alam. Hal ini sesuai dengan pendapat
dengan nilai dependency ratio 33,16. Hal ini Saputra (2015) yang berpendapat bahwa
berarti bahwa setiap 100 orang berusia 15-64 secara ekonomi masyarakat akan terpuruk dan
tahun menanggung 33 penduduk usia 0-14 dan terpinggirkan dalam kemiskinan jika sumber
penduduk usia 65 tahun ke atas. daya alam yang digunakan untuk memenuhi
Berdasarkan parameter tersebut, kebutuhan semakin terbatas. Sehingga
kerentanan sosial berada pada rentang rendah lahan produktif berpengaruh terhadap tingkat
hingga sedang. Kerentanan sosial sedang kerentanan.
ditunjukkan oleh Desa Pulung, Ronosentanan,
Kemiri, dan Ngebel. Hal ini disebabkan tingginya 3.3. Kerentanan Lingkungan
kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk
merupakan indikator penduduk tercacah yang Kerentanan lingkungan menunjukkan
dimungkinkan terkena bencana. prediksi jumlah kerugian lingkungan yang akan
ditimbulkan jika terjadi bencana letusan Gunung
3.2. Kerentanan Ekonomi Wilis. Desa sampel penelitian merupakan
daerah dataran tinggi yang memiliki lahan hutan
Kerentanan ekonomi dalam analisis negara di Kabupaten Ponorogo. Hutan negara
risiko bencana merupakan indikator kerugian ini mencakup hampir seluruh lokasi penelitian.
material yang diramalkan terjadi. Kerugian Sehingga dengan letaknya tersebut kerentanan
secara ekonomi ini dihitung berdasarkan nilai lingkungan terhadap bencana letusan Gunung
lahan produktif dan Pendapatan Domestik Wilis di Ponorogo tergolong tinggi.
Regional Bruto (PDRB). Kerentanan ekonomi Penggunaan lahan di lokasi penelitian
masyarakat tergolong rendah hingga sedang. masih didominasi dengan sawah, perkebunan,
Kerentanan rendah terdapat pada Desa dan hutan. Desa Pudak Wetan memiliki hutan
Ronosentanan, Kemiri, Pudak Wetan, dan Negara seluas 900 ha yang mendominasi lokasi
Banjarjo. Masing-masing desa memiliki nilai penelitian. Wilayah dengan ketinggian 900
kerentanan 1,4. Pendapatan Domestik Regional meter di atas permukaan laut ini memiliki luas
Bruto (PDRB) Desa Ronosentanan dan Desa lahan pertanian sawah yaitu 49 ha dan lahan
Kemiri adalah Rp. 240.980.000,- dan Rp. 231. pertanian non sawah seluas 148 ha. Produksi
890. 000,-. Sementara itu, PDRB Desa Pudak lahan non pertanian berupa ubi kayu, jagung,
Wetan dan Banjarjo tergolong rendah, yaitu dan buah-buahan serta sayur. Lahan pertanian
masing-masing Rp. 237.894.000,- dan Rp. memproduksi beras dengan lokasi sawah jauh
123.812.556,-. Hal ini disebabkan Kecamatan dari permukiman warga. Sawah berada di
Pudak merupakan Kecamatan yang baru lereng sehingga menggunakan terasering.
berdiri pada tahun 2002. Parameter tanaman hutan dalam
Pendapatan Domestik Regional Bruto analisis kerentanan lingkungan memiliki skor
dapat digunakan sebagai salah satu indikator yang paling tinggi yaitu sebesar 80%. Hutan
untuk mengetahui kerugian secara material. merupakan unsur penjaga siklus air sehingga
Kerugian secara material akan berdampak keberadaan hutan dalam kehidupan sangat
terhadap pembangunan desa. Kejadian bencana penting. Penggunaan lahan untuk hutan negara
yang berulang akan menyebabkan berkurangnya di lokasi penelitian masih tergolong tinggi. Luas
sumber daya. Sumber daya akan berkaitan hutan negara di Desa Ngadirojo yakni 788 ha
dengan lahan produktif yang menjadi indikator sedangkan hutan negara di Desa Talun seluas
lain dalam penilaian kerentanan ekonomi. 700 ha. Hutan negara di kedua desa tersebut

Analisis Kerentanan dan Kapasitas ... (Ilfatul Amanah, Sarwono, Peduk Rintayati) 37
berada di pegunungan berupa lembah dan terdapat di tujuh desa yakni Desa Temon,
lereng. Ngadirojo, Jurug, Wagir Kidul, Banaran, Pudak
Luas hutan negara selanjutnya berada Wetan, dan Banjarjo. Ketujuh desa tersebut
di Desa Banjarjo yakni 565 ha sedangkan berada di rangkaian Pegunungan Wilis bagian
di Desa Jurug seluas 510 ha. Desa Banjarjo selatan.
terletak di sebelah timur Desa Jurug. Jalan Desa Temon merupakan desa yang
menuju Desa Banjarjo melalui jalur Desa memiliki rasio penduduk miskin tinggi yaitu
Jurug melewati hutan pinus yang masih jarang sebesar 59,17 %. Hal ini berarti 59,17%
terdapat permukiman warga. Akses yang bisa penduduknya adalah penduduk miskin.
dilewati adalah aspal dengan kualitas yang Jika dilihat dari penggunaan lahan untuk
sudah rusak. Saat berada di lokasi penelitian di permukiman, penduduk Desa Temon memiliki
Desa Banjarjo, pukul 11.00 WIB cuaca sudah jumlah rumah berdinding bambu sebanyak
mendung dan tertutup kabut karena lokasinya 725 rumah. Lokasi yang berada di lereng
yang berada di pegunungan. pegunungan menyebabkan pola permukiman
Penggunaan lahan di Desa Jurug lebih penduduk adalah menyebar. Jarak rumah
beragam karena Desa Jurug terletak di ibukota penduduk satu dengan yang lainnya cukup jauh
Kecamatan Sooko. Penggunaan lahan di sehingga di sekitar rumah terdapat perkebunan
Desa Jurug selain hutan negara adalah lahan dan lahan kosong.
pertanian, perkebunan, dan peternakan.
Pertanian berupa sawah irigasi dan sayur- Tingkat Kerentanan
sayuran. Peternakan yang ada di Desa Jurug Tingkat kerentanan dihitung melalui
adalah peternakan sapi perah. Hutan negara penjumlahan skor kerentanan sosial, kerentanan
berada di sebelah utara dan timur yang ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan
berbatasan dengan Kecamatan Pudak dan lingkungan. Kerentanan tertinggi terdapat
Pulung. Di sebelah utara kantor kepala desa pada Desa Banaran. Desa Banaran memiliki
terdapat Air Terjun Pletuk yang menjadi sumber nilai kerentanan sebesar 1,7. Hal ini berarti
mata air penduduk Desa Jurug. potensi kerugian dan kerawanan Desa Banaran
terhadap bencana adalah tinggi. Selain faktor
3.4. Kerentanan Fisik nilai kerentanan tersebut, tingkat kerentanan
juga dapat digolongkan berdasarkan Kawasan
Kerentanan fisik dihitung berdasarkan Rawan Bencana. Berdasarkan KRB yang
parameter kerentanan fasilitas umum, disusun BAPPEDA Ponorogo, Desa Banaran
kerentanan rumah, dan kerentanan fasilitas berada di Kawasan Rawan Bencana III, artinya
kritis. Seluruh desa di lokasi penelitian tidak ketika terjadi letusan Gunung Wilis Desa Banaran
memiliki SLB dan poliklinik. Sedangkan semua terkena dampak langsung akibat letusan.
desa memiliki polindes. Terdapat enam desa Tingkat kerentanan rendah terdapat di
yang memiliki puskesmas pembantu sedangkan sembilan desa dengan nilai kerentanan antara
seluruh desa memiliki posyandu. Kerentanan 1,8 hingga 1,4 dengan lokasi KRB I dan II
rumah diperoleh dengan menjumlahkan nilai sehingga ketika terjadi bencana desa tersebut
ganti rugi rumah. Rumah yang berada pada memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana
Kawasan Rawan Bencana (KRB) I bernilai Rp. yang rendah.
5.000.000,- sebagai biaya pengganti kerugian, Nilai kerentanan 1,86 dengan taraf
rumah yang berada pada KRB II bernilai Rp. sedang disebabkan oleh tingkat rasio jenis
10.000.000,- dan rumah yang berada pada kelamin dan rasio kelompok umur yang tinggi.
KRB III bernilai Rp. 15.000.000,- sebagai biaya Desa Jurug memiliki jumlah penduduk wanita
pengganti kerugian. sebanyak 3.404 jiwa dan jumlah penduduk usia
Kerentanan rumah di lokasi penelitian produktif sebanyak 4.356 jiwa. Sehingga jumlah
berada pada rentangan rendah, sedang, dan penduduk wanita yang tinggi menyebabkan
tinggi. Kerentanan rumah dengan kelas tinggi tingkat kerentanan meningkat dan penduduk

38 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 8, No. 1 Tahun 2017 Hal. 32-42
usia produktif tinggi menyebabkan dependency seperti penetapan status Gunungapi. Dengan
ratio menjadi tinggi. demikian BPBD Kabupaten Ponorogo tidak

Gambar 1. Peta Kerentanan Bencana Letusan Gunung Wilis Kab. Ponorogo.

3.5. Analisis Kapasitas memiliki wewenang dalam menetapkan aturan


penanggulangan bencana letusan Gunung
Analisis kapasitas masyarakat dalam Wilis dan hanya berperan sebagai pelaksana
menghadapi bencana letusan Gunung Wilis ketika terjadi bencana.
dilakukan dengan analisis penskoran dari Sistem peringatan dini yang ada di
angket dan wawancara mendalam. Angket kawasan Pegunungan Wilis adalah Early
dilakukan untuk memperoleh data kapasitas Warning System tanah bergerak yang dipasang
yang dinilai oleh masyarakat. Wawancara oleh BNPB/BMKG Jawa Timur. EWS ini
dilakukan kepada pemerintahan desa dan berada di Desa Talun Kecamatan Ngebel dan
BPBD Kabupaten Ponorogo. Desa Tempuran, Kecamatan Sawoo. EWS
Kapasitas masyarakat dalam menghadapi ini difungsikan untuk memantau pergerakan
letusan Gunung Wilis masih rendah. Hal ini dan aktivitas tanah yang ada di kompleks
diperkuat dengan pernyataan Bapak Pratjojo, Pegunungan Wilis. Akan tetapi saat peneliti
staff BPBD Kabupaten Ponorogo. Menurut berada di lapangan, menurut warga EWS
beliau, penanggulangan bencana letusan dimatikan karena membuat warga sekitar resah.
Gunungapi, dalam hal ini Gunung Wilis Selain itu, sistem komputer di BPBD Kabupaten
merupakan wewenang pemerintah pusat/BNPB Ponorogo telah lama rusak.
Tabel 6. Data Rasio kelompok Umur.

No Jumlah
Indikator Nilai Skor
Pertanyaan Responden
Aturan kelembagaan tentang PRB 20 12 Rendah 1
Peringatan dini dan kajian risiko bencana 18 5 Rendah 1
Pendidikan kebencanaan 17 24 Rendah 1
Pengurangan faktor risiko dasar 19 11 Rendah 1
Pengembangan kesiapsiagaan pada seluruh lini 15 23 Rendah 1

Analisis Kerentanan dan Kapasitas ... (Ilfatul Amanah, Sarwono, Peduk Rintayati) 39
Gambar 2. Peta Kapasitas Bencana Letusan Gunung Wilis Kab. Ponorogo.

Pendidikan dan sosialisasi kebencanaan letusan Gunung Wilis terletak di sebelah timur
di Kabupaten Ponorogo dilakukan untuk Kabupaten Ponorogo, berada pada kompleks
bencana yang sering terjadi seperti banjir Pegunungan Wilis. Desa dengan tingkat risiko
dan tanah longsor. Karena bencana letusan tinggi adalah Desa Temon Kecamatan Sawoo,
Gunung Wilis belum diketahui kejadiannya, Desa Ngadirojo dan Jurug di Kecamatan
maka belum pernah ada sosialisasi. Pada tahun Sooko, Desa wagir Kidul Kecamatan Pulung,
2011 dilakukan sosialisasi dari BNPB tentang dan Desa Banaran Kecamatan Pulung. Kelima
gerakan tanah di Balai Desa Wagir Kidul desa tersebut terletak di Kompleks Pegunungan
Kecamatan Pulung. Warga resah menganggap Wilis bagian selatan.
suara gemuruh berhubungan dengan aktivitas Desa Temon, Ngadirojo, Jurug,
gunungapi sehingga dilakukan sosialisasi Wagir Kidul, dan Banaran terletak di lereng
tentang bencana letusan gunungapi. Selain Pegunungan Wilis bagian Selatan. Dengan
itu kesiapsiagaan pada berbagai lini telah demikian, risiko bencana letusan Gunung
dilakukan di beberapa desa seperti kelompok Wilis di Ponorogo berkisar tinggi hingga
siaga bencana di Desa Ngebel Kecamatan sedang. Kelima desa tersebut memiliki tingkat
Ngebel, Desa Jurug Kecamatan Sooko, dan kerentanan sedang artinya berdasarkan faktor-
Desa Banaran Kecamatan Pulung. Sementara faktor sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan
itu belum ada jalur evakuasi jika terjadi bencana. memiliki tingkat kerawanan dalam menghadapi
bahaya yang tinggi.
3.6. Analisis Risiko Desa Temon memiliki jumlah penduduk
miskin tinggi yaitu sebanyak 1.180 KK dari
Analisis risiko bencana letusan Gunung 3.174 penduduk. Yang berarti 59,17 %
Wilis mengkombinasikan tingkat kerentanan penduduk Desa Temon adalah penduduk
dan kapasitas. Penentuan tingkat risiko bencana miskin. Kemiskinan merupakan salah satu
menggunakan matrik berdasarkan Peraturan sektor kelompok rentan terhadap bencana.
Kepala BNPB No. 02 Tahun 2012 tentang Berdasarkan ActionAid (2005: 7) poverty and
Pedoman Pengkajian Risiko Bencana (49) vulnerability mutually re-enforcing and strong
dengan menghubungkan tingkat kerentanan linked. All poor people are vulnerable but not all
dan kapasitas masyarakat terhadap bencana vulnerable people are poor. Masyarakat miskin
letusan Gunung Wilis. Kawasan rawan bencana memiliki keterbatasan dalam hal ekonomi dan

40 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 8, No. 1 Tahun 2017 Hal. 32-42
sosial. Mereka sulit dalam bertahan hidup. sedangkan tingkat kerentanan rendah
Masyarakat miskin tidak memiliki asuransi (1,449574) terdapat di Desa Kemiri Kecamatan
sehingga akan lebih sulit untuk melanjutkan Jenangan, (ii) Kapasitas masyarakat dalam
kehidupan setelah bencana. Oleh karena menghadapi bencana letusan Gunung Wilis
itu, Desa Temon memiliki tingkat risiko tinggi tergolong rendah dengan skor kerentanan
terhadap bencana letusan gunungapi. satu. (iii) Risiko bencana letusan Gunung

Gambar 3. Peta Risiko Bencana Letusan Gunung Wilis Kabupaten Ponorogo.

Desa Jurug Kecamatan Sooko memiliki Wilis di Kabupaten Ponorogo berkisar tinggi
dependency ratio tinggi yaitu 42,21%. Jumlah hingga sedang dengan tingkat risiko tinggi
penduduk usia produktif di Desa Jurug adalah terdapat di lima desa di tiga kecamatan.
4.356 jiwa dan jumlah penduduk non produktif Saran yang dapat diberikan dalam
sebesar 1.839 jiwa. Hal tersebut berarti bahwa penelitian ini adalah sebagai berikut.
di Desa Jurug terdapat banyak penduduk usia Kepada pemerintah diharapkan (i) adanya
produktif sehingga ketika terjadi bencana maka pengawasan terhadap aktivitas Pegunungan
akan mengalami kerugian material akibat tidak Wilis termasuk pergerakan tanah, aktivitas
bekerja. Jumlah penduduk usia non produktif sumber air panas, dan aktivitas belerang.
juga berdampak kepada jumlah penduduk (ii) Peningkatan kapasitas bencana perlu
rentan, yaitu anak-anak dan orang tua. Anak- ditingkatkan guna mengurangi risiko bencana
anak dan orang tua memerlukan orang letusan Gunung Wilis melalui kajian risiko
lain dalam menghadapi bencana sehingga bencana dan faktor-faktor yang menyebabkan
termasuk kelompok yang memiliki risiko tinggi. kerugian. (iii) Pengaktifan Early Warning
System dengan sistem yang lebih aman
4. KESIMPULAN DAN SARAN sebagai salah satu upaya pengawasan
terhadap aktivitas vulkanik dan tektonik, (iv)
Kesimpulan dari hasil dan pembahasan Penyediaan informasi bencana di wilayah
sebagai berikut. (i) Kerentanan masyarakat kompleks Pegunungan Wilis antara lain
dalam menghadapi bencana letusan Gunung bencana gunungapi, tanah longsor, dan
Wilis berkisar rendah hingga sedang dengan gempa bumi secara luas dan mudah diakses
tingkat kerentanan sedang (1,861434) pada semua lini. (v) Adanya mitigasi non
terdapat di Desa Jurug Kecamatan Sooko struktural di daerah dengan tingkat risiko

Analisis Kerentanan dan Kapasitas ... (Ilfatul Amanah, Sarwono, Peduk Rintayati) 41
sedang dan mitigasi struktural di daerah BPS Kabupaten Ponorogo. (2015). Kecamatan
dengan tingkat risiko tinggi. Jenangan dalam Angka 2013. Ponorogo.
Kepada masyarakat diharapkan (i) BPS Kabupaten Ponorogo. (2015). Kecamatan
Pembentukan dan pemberdayaan komunitas Ngebel dalam Angka 2013. Ponorogo.
bencana dalam rangka meningkatkan Capacity for Disaster Reduction Initiative
kapasitas masyarakat. (ii) Hasil penelitian dapat (CaDRI). (2011). Basic of Capacity
mengubah persepsi dan sikap masyarakat Development for Disaster Risk
dengan cara mengenali bahaya di lingkungan Reduction. Geneva, Switzerland.
sekitar tempat tinggal. Departement of Economic and Social Affairs.
United Nations. tanpa tahun. Glossarium
DAFTAR PUSTAKA of Demographic Term. (Online).
(https://esa.un.org/unpd/wpp/General/
ActionAid.(2005). Participatory Vulnerability GlossaryDemographicTerms.aspx).
Analysis: A Step-by-step guide for diakses tanggal 1 januari 2017.
field staff. London, United Kingdom: Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi
International Emergencies Team Penyandang Disabilitas. Buletin Jendela
ActionAid International Data dan Informasi Kesehatan. Semester
Bappeda Ponorogo.(2013). Pemetaan Daerah II, 2014.
Rawan Bencana dan Analisis Risiko Saputra, I Wayan Gede Eka. (2015). Analisis
Bencana di Kabupaten Ponorogo. Risiko Bencana Tanah Longsor di
Ponorogo Kecamatan Sukasada Kabupaten
BNPB.(2012). Peraturan Kepala BNPB No. 02 Buleleng. Universitas Udayana
Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Denpasar. Tesis-tidak diterbitkan.
Pengkajian Risiko Bencana. Jakarta. Twigg, John. Charlotte B. Tiziana R.(2007).
BPS Kabupaten Ponorogo. (2015). Kecamatan Tools for Mainstreaming Disaster
Sawoo dalam Angka 2013. Ponorogo. Risk Reduction: Guidance Notes for
BPS Kabupaten Ponorogo. (2015). Kecamatan Development Organisations. Geneva,
Sokoo dalam Angka 2013. Ponorogo. Switzerland: ProVention Consortium.
BPS Kabupaten Ponorogo. (2015). Kecamatan United Nation International Strategi for Disaster
Pudak dalam Angka 2013. Ponorogo. Reduction (UNISDR). (2009). 2009
BPS Kabupaten Ponorogo. (2015). Kecamatan UNISDR Terminology on Disaster Risk
Pulung dalam Angka 2013. Ponorogo. Reduction. Geneva, Switzerland.
BPS Kabupaten Ponorogo. (2015). Kecamatan United Nation International Strategi for Disaster
Mlarak dalam Angka 2013. Ponorogo. Reduction (UNISDR). (2015). Sendai
BPS Kabupaten Ponorogo. (2015). Kecamatan Framework for Disaster Risk Reduction
Siman dalam Angka 2013. Ponorogo. 2015-2030. Geneva, Switzerland.

42 Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 8, No. 1 Tahun 2017 Hal. 32-42

Anda mungkin juga menyukai