Disusun Oleh :
Ellayati Rafsanjani, S.Pd
B. Khalifaur Rasyidin
Menurut Al-Syahrastani (w. 1153): “Tidak pernah ada persoalan yang lebih berdarah,
kecuali tentang kekhalifahan”. Saat itu, ada beberapa kelompok yang berseteru terkait
khalifah pengganti Rasulullah SAW. Pertama, Muhajirin, karena satu suku; Anshar, karena
menyelematkan Islam dari ‘kemusnahan’. Kedua golongan ini kemudian sepakat untuk
membentuk Persekutuan. Kedua, Kaum Legitimis, yang memandang ‘Ali sebagai pihak yang
berhak menjadi khalifah. Ketiga, Kelompok aristokrat Quraisy yang dimotori oleh Bani
Umayyah, karena merasa memiliki otoritas dan kekuatan Pra-Islam.
Setelah Nabi SAW wafat, kepemimpinan umat muslim dilanjutkan oleh para sahabat
yang menjadi pengganti (khalifah). Empak khalifah pertama dikenal dengan al-Khulafa’ al-
Rasyidun (para pengganti yang mendapatkan bimbingan). Mereka adalah Abu Baka al-Shiddiq
(memerintah 11-13 H / 632-634 M); Umar ibn al-Khaththab (13-24 H / 634-644 M); Utsman
ibn al-‘Affan (24-36 H / 644-656 M); dan Ali ibn Abi Thalib (36-41 H / 656-661 M). Pada
masa mereka, banyak terjadi peristiwa seperti ekspansi kaum muslim ke luar Jazirah Arab dan
munculnya konflik intern di antara umat muslim.
Masa Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq RA (632-634 M atau 2 tahun pemerintahan). Abu
Bakar al-Shiddiq RA fokus pada integrasi umat muslim pada masa transisi, melalui perang
terhadap orang-orang yang tidak memiliki loyalitas pada Islam, yaitu: kaum murtad, Nabi palsu
hingga orang-orang yang tidak membayar zakat.
Masa Khalifah Umar ibn al-Khaththab RA (634-644 M atau 10
tahun pemerintahan). Umar ibn al-Khaththab RA fokus pada upaya perluasan wilayah Islam
hingga seluruh Jazirah Arab, bahkan hingga Mesir. Yarussalem ditaklukkan pada tahun 638 M,
dijadikan sebagai kota suci ketiga bagi umat muslim. ‘Umar RA wafat oleh tahanan perang
Persia pada tahun 644 M.
Masa Khalifah Utsman ibn ‘Affan (644-656 M atau 12 tahun pemerintahan) . Pada 6
(enam) tahun pertama, ‘Utsman ibn al-’Affan RA berposisi sebagai ‘khalifah sejati’, termasuk
menghasilkan ‘masterpiece’, yaitu Mushhaf Utsmani. Pada 6 (enam) tahun terakhir, ‘Utsman
RA berposisi sebagai ‘khalifah bayangan’, dengan mendelegasikan wewenang kepada Marwan.
Marwan inilah yang memicu masuknya keluarga Umayyah ke dalam pos-pos strategis
pemerintahan yang akhirnya membuat banyak umat muslim berontak. Puncaknya adalah
pembunuhan ‘Utsman RA oleh sesama muslim. Khalifah pertama yang dibunuh oleh orang
muslim.
Masa Khalifah ‘Ali ibn Abi Thalib RA (656-661 M atau 6 tahun pemerintahan). ‘Ali ibn
Abi Thalib RA menghadapi krisis politik yang luar biasa parah. Perang Jamal dan Perang
Shiffin adalah puncak krisis politik tersebut. ‘Ali RA juga memindah ibukota ke Kufah, basis
pendukung ‘Ali RA.
C. Dinasti Bani Umayah
Awal munculnya dinasti Umayyah karena berhentinya pemerintahan khulafaurrasidin.
Pemerintahan bani Umayyah bermulaa didirikan oleh Khalifah Ma’awiyaah bin abu sufyan di
kota Damaskus. Berikut ini adalah silsilah pada masa dinasti Umayyah:
Pengertian
kata Bani menurut
bahasa berarti anak,
anak cucu atau
keturunan. Dengan demikian yang dimaksud Bani Umayah adalah anak, anak cucu atau
keturunan Bani Umayah bin Abdu Syams dari satu keluarga. Kata Dinasti berarti keturunan
raja-raja yang memerintah dan semuanya berasal dari satu keturunan. Dengan
demikian, Dinasti Umayah adalah keturunan raja-raja yang memerintah yang berasal dari
Bani Umayah.
Adapun istilah lain yang sering digunakan adalah kata Daulah, yang berarti kekuasaan,
pemerintahan, atau negara. Dengan kata lain, Daulah Bani Umayah adalah negara yang
diperintah oleh Dinasti Umayah yang raja-rajanya berasal dari Bani Umayah.
Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41H/661 M di
Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/750 M. Muawiyah bin Abu Shofyan
adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai Gubernur Syam pada
zaman Khalifah Ustman bin Affan cukup mengantarkan dirinya mampu mengambil alih
kekusaan dari genggaman keluarga Ali Bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Hasan bin Ali
menyerahkan kursi kekhalifahan secara resmi kepada Muawiyah bin Abu Sofyan dalam
peristiwa Ammul Jama’ah. Peristiwa penyerahan kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada
Muawiyah bin Abu Sufyan itu terkenal dengan sebutan Amul Jama'ah atau tahun
penyatuan . Peristiwa itu terjadi pada tahun 661 M. Sejak itu, secara resmi pemerintahan
Islam dipegang oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia kemudian memindahkan pusat kekuasaan
dari Madinah ke Damaskus ( Suriah ).
Oleh karena itu Muawiyah bin Abu Sofyan dinyatakan sebagai pendiri Dinasti Bani
Umayah. Dilihat dari sejarahnya Bani Umayah memang begitu kental dengan kekuasaannya,
terutama pada masa zaman jahiliyah. Dalam setiap persaingan, ternyata Bani Umayah selalu
lebih unggul dibandingkan keluarga Bani Hasyim. Hal ini disebabkan Bani Umayah memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
1.Umayah berasal dari keturunan keluarga bangsawan
2.Umayah memiliki harta yang cukup
3.Umayah memiliki 10 anak yang terhormat dan menjadi pemimpin di masyarakat, di
antaranya Harb, Sufyan, dan Abu Sufyan.
Sebagaimana yang disebut-sebut dalam sejarah, bahwa Abu Sofyan merupakan pemimpin
pasukan Quraisy melawan Nabi Muhammad SAW pada Perang Badar Kubra.
Keluarga Bani Umayah masuk Islam ketika terjadi Fathul Makkah pada tahun ke-8 H.
Abu Sofyan diberi kehormatan untuk mengumumkan pengamanan Nabi SAW, yang salah
satunya adalah barang siapa masuk ke dalam rumahnya maka amanlah dia, masuk kedalam
Masjidil Haram dan rumahnya Nabi SAW maka dia juga akan merasa aman. Dengan ini
banyak kaum dari kalangan Bani Umayah yang berduyun-duyun untuk masuk Islam dan
menyebarkan Islam keberbagai wilayah.
Keturunan Umayah memegang kekuasaan Islam selama 90 tahun, kemudian dikenal
dengan Dinasti Umayah. Selama kurun waktu tersebut pemerintahandipegang oleh 14 orang.
Khalifah-Khalifah itu adalah sebagai berikut :
1. Muawiyah bin Abu Sufyan ( Muawiyah I ) 661-680 M
2. Yazid bin Muawiyah ( Yazid II ) 680-683 M
3. Muawiyah bin Yazid 683-684 M
4. Marwan bin Hakam (Marwan I) 684-685 M
5. Abdul Malik bin Marwan 685-705 M
6. Al Walid bin Abdul Malik ( Al Walid II ) 705-715 M
7. Sulaiman bin Abdul Malik 715-717 M
8. Umar bin Abdul Aziz ( Umar II ) 717-720 M
9. Yazid bin Abdul Malik ( Yazid II ) 720-724 M
10. Hisyam bin Abdul Malik 724-743 M
11. Al-Walid bi Yazid ( Al Walid II ) 743-744 M
12. Yazid bin al Walid ( Yazid III ) 744 M
13. Ibrahim bin al Walid 744 M
14. Marwan bin Muhammad ( Marwan III ) 744-750 M
Pada masa awal , kebijakan pemerintah Dinasti Umayah lebih banyak ditujukan untuk
memperluas wilayah Islam dengan kekuatan militer. Namun pada periode berikutnya, dinasti
ini berhasil menata pemerintahannya diberbagai bidang. Hal ini tercapai berkat jasa dari
empat orang Khalifah , yaitu :
1. Abdul Malik bin Marwan
2. Walid bin Abdul Malik
3. Umar bin Abdul Aziz
4. Hisyam bin Abdul Malik
Pada masa pemerintahan merekalah tercapai kemakmuran dan kemajuan yang tidak
hanya dinikmati oleh rakyat yang beragama Islam saja, namun kemajuan dan kemakmuran
tersebut dapat dinikmati oleh kalangan non muslim. karena pada saat itu kas negara sangat
banyak dan melimpah bahkan sulit untuk mencari seseorang yang mau menerima zakat.
Fiqih
D. Konsep Bersuci
a. Pengertian Thaharah
Secara etimologis, thaharah berarti bersih (nazhafah), suci (nazhahah). dan
terbebas (khulus) dari kotoran, baik yang bersifat hissiy (kongkret atau dapat diindera)
maupun ma'nawiy (abstarak). (Abd Al-Rahman Al-Jajiriy,1990:13). Sedangkan thaharah
secara terminologis adalah membersihkan diri dari hadats atau menghilangkan naJis dan
kotoran. (Abd Al-Wahhab.1990:13).
Dengan demikian, thaharah syar‟i terbagi dua bagian yaitu thaharah dari hadats
dan thaharah dari najis. Thaharah dari hadas ada tiga bagian, yaitu wudhu - mandi dan
tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci adalah air untuk wudhu dan mandi, dan
tanah untuk tayamum. Selain air dan tanah, ada iuga alat bersuci lainnya, yaitu dabigh
(penyama‟ kulit) dan takhalhul (pembuat cuka) untuk mensucikan khamar. Sedangkan
tahaharah dan najis (menurut fiqih) dan kotoran yaitu dengan membasuh dan
membersihkan najis, dan kotoran dengan air dan alat thaharah lainnya.
b. Wudlu
1) Pengertian Wudlu
Kata wudlu berasal dan bahasa Arab yang diambil dari kata wadha'ah yang berarti
baik dan bersih. Menurut Syara‟ wudlu adalah perbuatan tertentu yang dimulai
dengan niat. Dalil wajibnya wudlu didasarkan pada AI-Qur‟an. Al-hadits (sunnah)
dan Ijma' (konsensus) Ulama'. Dalil Al-Qur‟an dapat dlihat dalam surat Al-Ma'idah
ayat 6 : "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mngerjakan shalat
maka basuhlah mukamu dan tanganmu hingga siku dan sapuhlah kepalamu (basuhlah
) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.
2) Syarat dan Fardhu Wudlu Untuk sahnya wudhu harus terpenuhi beberapa syarat dan
fardhumnya. Para Ulama‟ telah menyepakati bahwa syarat sahnya wudlu sebagai
berikut :
a) Islam
b) Tamyiz (memasuki usia dewasa)
c) Air mutlak atau suci dan mensucikan
d) Tidak ada yang menghalangi pada anggota wudlu
e) Masuk waktu shalat Perincian fardhu wudlu tersebut dapat dilihat dalam uraian
berikut (AlSayyid Sabiq 1992,38-39),
a) Niat Niat artinya menyengaja (al-qashad) sesuatu serentak dengan
melakukannya. Jadi, niat termasuk fardhu wudlu, tanpa niat wudlu tidak sah
b) Membasuh Muka Membasuh muka diwajibkan berdasarkan surat AI-Maidah
ayat 6 diatas. Basuhan itu mesti rata keseluruh wajah, yaitu bagian depan kepala
c) Membasuh tangan Membasuh itu meliputi keseluruhan tangan dan ujung-ujung
jari sampai kedua siku.
d) Menyapu kepala Menyapu kepala maksudnya sekedar menyampaikan air tanpa
mengalir dengan meletakkan tangan yang basah pada kepala.
e) Membasuh kaki Membasuh kaki dalam wudlu itu wajib berdasarkan ayat al-
Qur‟an. “……Wa arjulakum ilal-ka'bain (dan basuhlah kakimu sampai kedua
mata kaki )
f) Tertib Tertib maksudnya melakukan rukun-rukun wudlu sesuai dengan urutan
yang tersebut pada ayat tersebut diatas, dimulai dengan muka, tangan, kepala,
kemudian kaki.
3) Sunat Wudlu Ada beberapa yang sunnat dalam melaksanakan wudlu. (AI-Sayyid
Sabiq 1992: 40- 43).
a) membaca basmalah
b) membasuh kedua telapak tangan sampai kepergelangan sebanyak tiga kali
sebelum berkumur.
c) Madmadhah, yakni berkumur memasukkan air ke mulut sambil mengguncangkan
kemudian membuangnya.
d) Istinsyaq, yakni memasukkan air ke dalam hidung lalu membuangnya.
e) Meratakan sapuan keseluruh tubuh
f) Menyelah-nyelah janggut dengan jari
g) Menyapu telinga
h) Mendahulukan yang kanan dari yang kiri
i) Melakukan setiap, perbuatan bersuci itu tiga kali
j) Muwalah, yakni melakukan perbuatan wudlu itu secara beruntun tidak berselang
lama antara satu dengan yang lainnya.
k) Menghadap kiblat
l) Menggosok-menggosok anggota-anggota wudlu, khususnya, bagian tumit.
m) Menggunakan air wudlu dengan hemat.
4) Batal wudlu Ada beberapa hal yang menyebabkan wudlu seseorang batal (al-Sayyid
Sabiq 1992:45-46)
a) Keluar sesuatau dan qubul atau dubur
b) Tidur kecuali dalam keadaaan duduk dengan mantap
c) Hilangnya akal karana gila, mabuk, marah, penyakit atau lainnya
d) Bersentuh kulit laki-Iaki dengan perempuan.
e) Menyentuh kemaluan manusia dengan perut telapak tangan tanpa alas
c. Tayamum
a. Pengertian Tayamum
Tayammum secara etimologis, berarti menyegaja (al-qashd) Sedangkan tayamum
secara terminoiogis adalah menyampaikan tanah ke wajah dan kedua telapak tangan
dengan beberapa syarat tertentu. (Abd Al-Wahhab, 1990:529), Tayammum
disyari‟atkan pada tahun 6 Hijriyah sebagai keringanan yang diberikan kepada
ummat Islam. Tayammum dalam ajaran Islam merupakan pengganti dari thaharah,
ketika seseorang dalam keadaan tertentu tidak dapat mandi atau wudlu. Hukum
tayammum berdasarkan pada surat An-Nisa' ayat 43 : “…….. dan jika kamu sakit
atau sedang dalam perjalanan atau musafir atau kembali dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang suci ….”
b. Syarat Tayamum Seseorang dibenarkan bertayamum apabila memenuhi syarat-syarat
berikut :
1.Ada 'uzur sehingga tidak dapat menggunakan air.
2.Masuk waktu shalat.
3.Mencari air setelah masuk waktu shalat sesuai dengan ketentuan pada nomor 1
4.Tidak dapat menggunakan air karena 'uzur syar'i, seperti takut pencuri atau
ketinggalan rombongan.
5.Tanah yang suci dan murni.
c. Rukun Tayammum terdiri dari empat rukun
a. Niat istibahah (niat membolehkan) salat ibadah lain yang memerlukan thaharah,
seperti thawaf dan sujud. ('Abd.Al-Rahman AlJaziri,1989: 67-68).
b. Menyapu wajah
c. Menyapu kedua tangan hingga kedua siku
d. Tertib (berurutan) yakni mendahulukan wajah dari tangan.
d. Yang Membatalkan Tayamum Abdul AI-Rahman AI-Jaziri berpendapat bahwa hal-hal
yang membatalkan tayammum adalah segala sesuatu yang membatalkan wudlu.
Halhal yang membatalkan tayammum adalah hilangnya „uzur yang membolehkannya
untuk bertayammum, misalnya, ia memperoleh air setelah ia tidak mendapatkannya
atau mampu menggunakannya setelah ia tidak mampu sebelumnya.
E. SHALAT (termasuk sholat Jamaah)
a. Pengertian Shalat
Kata shalat secara etimologis adalah yang berarti do'a, adapun shalat secara
terminologis adalah seperangkat parkataan dan perbuatan yang dilakukan dengan
berbagai syarat tertentu. Yang dimulai dengan takbiratul al-ihram dan diakhiri dengan
salam. Pengertian shalat ini mencakup segala pengertian. Sujud tilawah (sujud yang
dilakukan ketika mendengar bacaan ayat al-qur'an tertentu yang harus dilakukan
dengan sujud dikecualikan dari bacaan-bacaan di atas. (Abd Rahman Al
Jaziri,1990:160).
Adapun yang menjadi landasan teori ini adalah diantaranya surat aI-Baqarah ayat
45 dan ayat 110 : “…..dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat ... . “Dan memohonlah
pertolongan dengan sabar dan salat”
Dalam Islam shalat menempat kedudukan yang tidak dapat ditandinggi oleh
ibadah apapun. Selain termasuk rukun Islam shalat merupakan ibadah pertama kali
difardhukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad ketika Mi'raj. Disamping itu shalat
mempunyai tujuan yang tak terhingga, tujuan hakiki dari shalat. Sebagaimana yang
telah dikatakan oleh al-Jaziri adalah tanda hati dalam rangka mengagungkan Allah
sebagai pencipta Disamping itu shalat juga merupakan bukti taqwa manusia kepada
sang Khalik. Dalam satu ayatnya allah menyatakan bahwa shalat bertujuan untuk
menjauhkan manusia kepada dari perbuatan keji dan mungkar.
b. Jumlah Shalat yang Difardhukan Terdapat perbedaan pendapat dalam kalangan
'Ulama tentang jumlah shalat yang telah diwajibkan Jumhurul Ulama‟ termasuk
Imam Malik dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa shalat yang telah difardhukan
hanya lima. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits tentang Mi'raj nabi
yaitu subuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isya‟ (Ibn Rusydi Al-Qurthuby,t.t.)
c. Syarat Wajib Shalat Syarat Wajib shalat dibebankan atas orang-orang yang
memenuhi syarat-syarat, yaitu Islam, akil, baligh, berakal dan suci. Demikian
pendapat dari Hanafiah dan Syafi‟iyah. Orang kafir tidak dituntut untuk melakukan
shalat karena shalat tidak syah bila dilakukan oleh mereka. Begitu juga orang-orang
yang murtad, namun jika mereka kembali ke dalam agama Islam ia harus mengganti
shalat yang ditinggalkannya selama masa kemurtadannya karena kewaiiban shalat
tidak akan gugur oleh kemurtadan.
d. Waktu-waktu Shalat Allah telah berfirman dalam surat An-Nina ayat 103 :
sesungguhnya shalat merupakan suatu kewajiban yang ditentukan waktunya bagi
orang-orang yang beriman”
1) Shalat dhuhur
Ulama‟ sepakat tentang ketentuan awal waktu shalat dhuhur, yaitu ketika matahari
telah tergelincir ke Barat namun „Ulama berbeda pendapat dalam penemuan akhir
waktu shalat dhuhur yang longgar dan waktu dhuhur yang disarankan untuk dilakukan
2) Shalat `Ashar
Shalat bermula dari bayang-bayang suatu benda itu sama panjang dengan benda itu
sendiri hingga terbenamnya matahari
3) Shalat Maghrib
Waktu shalat maghrib mulai masuk bila matahari telah terbenam dan tersembunyi
dibalik tirai dan terbenam hingga terbenamnya syafa' (awan merah).
4) Shalat Isya'
Menurut Imam Malik dan Imam Syafi'i serta yang lainnya awal waktu isya' itu adalah
hilangnva sinar matahari. Sedangkan menurut Imam Hanafi awal waktu shalat isya'
adalah hilangnya sinar putih yang keluar setelah sinar merah. Mengenai akhir waktu
shalat isya' adalah sebagian berpendapat hingga malam dan hingga terbit fajar.
5) Shalat subuh
Ulama sepakat tentang awal waktu shalat subuh itu ketika terbitnya fajar siddiq dan
akhir waktunya adalah ketika terbitnva fajar. Syarat Sahnya Shalat Shalat dianggap
sah apabila dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni sebagai berikut :
1) Suci dari hadats dan najis
Orang yang hendak shalat harus suci dari hadats kecil maupun hadats besar dengan
cara mandi besar, wudlu atau tayammum. Sesuai dengan keadaannya masing-masing.
2) Menutup aurat dengan pakaian yang bersih
Menutup aurat juga diwajibkan dalam berbagai hal. Adapun batasan yang telah
diberikan oleh Islam adalah bagi laki-laki antara pusar dengan lutut, dan bagi
perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya.
3) Mengetahui masuk waktu shalat Mengetahui masuknya waktu shalat bisa
berdasarkan tanda-tanda tertentu seperti telah dijelaskan atau tanda-tanda yang
lainnya, misalnya kokok ayam. jam yang telah ditentukan oleh Departemen Agama.
4) Menghadap kiblat Para 'Ulama telah sepakat. tidak sah shalat tanpa menghadap. Hal
ini didasarkan pada firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 144 ”Palingkanlah
mukamu kearah Masjidil Haram. Dimana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu
kearahnya”.
e. Cara Mengerjakan Shalat Shalat meliputi beberapa perkataan dan perbuatan yang
terdapat dalam rukun dan sunnat shalat.
1) Rukun Shalat Pekerjaan yang termasuk rukun shalat adalah
a) Niat
b) Berdiri jika sanggup
c) Takbiratul ihram
d) Membaca Surat al-Fatiha
e) Ruku‟
f) Thuma‟ninah dalam ruku‟
g) I’tidal
h) Thuma‟ninah dalam I‟tidal
i) Sujud
j) Thuma‟ninah dalam Sujud
k) Thuma‟ninah dalam dua sujud
l) Thuma‟ninah
m) Duduk Akhir
n) Tasyahud
o) Membaca sholawat dalam tasyahud
p) Mengucapkan salam
q) Dan berniat keluar dari shalat
2) Sunat-sunat shalat
Sebelum sunat-sunat sholat perlu diketahui sunat-sunat sebelum sholat yaitu adzan
dan iqamah. Adzan tidak hanya di sunatkan shalat berjamaah tapi juga untuk yang
shalat sendirian, dan dalam adzan dan iqamah ada syarat-syarat yang harus
dipenuhi. Adapun sunat-sunat dalam shalat diantaranya
a) Tasyahud awal
b) Membaca qunud dalam shalat subuh dan witir pada paruh kedua bulan ramadhan
c) Mengangkat tangan ketika takbiratul ihram, ruku', bangkit dari ruku‟ dan
bangkit dari tasyahud
d) Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri dan meletakkan tangan dibawah
dada
e) Membaca do'a iftitah setelah takbir
f) Membaca ta'awuzd sebelum membaca al-fatiha
g) Membaca dengan jahr dan sirr menurut tempatnya.
h) Ta‟min (mengucapkan amin) setelah selesai membaca AI-Fatihah, dan
diselinggi diam sebentar
i) Membaca surat setelah membaca Al-Fatihah
j) Bertasbih pada waktu ruku' dan sujud
k) Meletakkan kedua tangan diatas paha ketika duduk diantara dua sujud dengan
ujung ibu jari diatas paha.
l) Iftirasy pada setiap kali duduk
m)Tawarryk pada duduk akhir
n) Mengucapkan salam yang kedua
3) Hal-hal yang membatalkan shalat
a) Berbicara dengan ucapan manusia
b) Membelakangi Kiblat
c) Perbuatan yang banyak
d) Makan dan minum
e) Berhadats
f) Tertawa
g) Terkena najis
h) Murtad
i) Berubah niat
f. Shalat Jum'at „
Ulama telah sepakat bahwa shalat Jum'at termasuk fardhu untuk setiap muslim.
Kewajiban shalat ini berlaku bagi orang Islam, terkecuali musafir, orang yang wajib
shalat Jum'at haram melakukan safar, meningggalkan wilayahnya setelah tergelincir
matahari pada hari Jum‟at atau sudah masuk hari Jum'at. Syarat-syarat sahnya shalat
Jum'at yaitu
1) Diadakan di lingkungan bangunan tempat tinggal orang yang melakukan shalat
Jum'at
2) Dilakukan dengan berjama‟ah
3) Dilakukan sepenuhnya pada waktu dhuhur
4) Dua khotbah sebelum shalat Jum'at
g. Shalat Jama' dan Qashar
Orang yang sedang musafir diberikan keringanan untuk melaksanakan Jama‟ dan
qashar. Keringanan ini sesuai dengan prinsip ajaran Islam yang meniadakan
kesulitan.
1) Shalat Jama'
Jama‟ adalah menggabungkan dua shalat dengan melaksanakannya dalam pada
waktu yang ditetapkan untuk salah satunya. Shalat Jama‟ terbagi dua yaitu Jama'
Taqdim dan Jama‟ Ta‟khir. Syarat-syarat Jama' Taqdim yaitu
a) Tertib
b) Niat Jama‟
c) Wala' yaitu tidak boleh ada selanya
d) Keadaan sebagai musafir masih berlanjut ketika ia memenuhi shalat kedua.
Syarat-syarat Jama' Ta'khir yaitu :
a) Beniat pada waktu shalat pertama
b) Pelaksanaan kedua shalat itu dalam keadaan musafir.
2) Shalat Qashar
Shalat Qashar yaitu meringkas rakaat shalat yang semestinya empat rakaat menjadi
dua rakaat. Adapun dalilnya adalah Q.S An-Nisa‟ 101 Sedangkan syarat sahnya
yaitu
a) Jarak yang ditempuh mencapai 16 farsakh = 48 mil hasyimi = 4 barid = 2
marhalah = 2 hari = 89 km.
b) Safar itu bukan dalam perjalanan maksiat
c) Mempunyai tujuan tertentu
d) Berniat qashar pada saat takbiratul ihram
e) Tidak berimam / berkma‟mun pada orang yang shalat sempurna
f) Shalat dilakukan setelah melampaui batas kota atau desa yang menjadi awal
safarnya.
g) Shalat dilakukan sepenuhnva dalam keadaan musafir
h) Mengetahui bahwa ia boleh mengqashar shalat tersebut.
h. Shalat Sunat
Diantara macam-macam shalat sunat adalah
1) Shalat jamaah
2) Shalat Tahajjud
3) Shalat 'ldain yaitu 'Idul Fitri dan 'ldul adha
4) Shalat Dhuha
5) Shalat lstisqa‟
6) Shalat Tahiyatul Masjid.
7) Shalat Gerhana
8) Shalat Tarawih
9) Shalat Witir
Akidah Akhlak
F. Aqidah
Secara etimologi (bahasa) akidah berasal dari kata “aqadaya’qidu-aqdan”, berarti ikatan
perjanjian, sangkutan dan kokoh. Disebut demikian, karena ia mengikat dan menjadi sangkutan
atau gantungan segala sesuatu. Dalam pengertian teknis artinya adalah iman atau keyakinan.
Menurut istilah (terminologi) akidah ialah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati
seorang muslim yang bersumber ajaran Islam yang wajib dipegang oleh setiap muslim sebagai
sumber keyakinan yang mengikat.
Berdasarkan pengertian- pengertian akidah akhlak di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah
adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber
dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan
yang mengikat.
Dasar aqidah akhlak adalah ajaran Islam itu sendiri yang merupakan sumber-sumber
hukum dalam Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Al Qur’an dan Al Hadits adalah pedoman
hidup dalam Islam yang menjelaskan kriteria atau ukuran baik buruknya suatu perbuatan
manusia. Dasar aqidah akhlak yang pertama dan utama adalah Al Qur’an dan. Ketika ditanya
tentang aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW, Siti Aisyah berkata.” Dasar aqidah akhlak Nabi
Muhammad SAW adalah Al Qur’an.”
Dalam Surat Al-Maidah ayat 15-16 disebutkan yang artinya “Sesungguhnya telah datang
kepadamu rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu
sembunyikan dan banyak pula yang dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu
cahayadari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-
orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan
izinNya, dan menunjuki meraka ke jalan yang lurus.”
Aqidah akhlak harus menjadi pedoman bagi setiap muslim. Artinya setiap umat Islam
harus meyakini pokok-pokok kandungan aqidah akhlak tersebut. Adapun tujuan aqidah akhlak
itu adalah :
- Memupuk dan mengembangkan dasar ketuhanan yang sejak lahir. Manusia adalah makhluk yang
berketuhanan. Sejak dilahirkan manusia terdorong mengakui adanya Tuhan. Firman Allah
dalam surah Al-A’raf ayat 172-173 yang artinya “Dan (Ingatlah), ketika Tuhanmu
menguluarkan kehinaan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka, seraya berfirman: “Bukankah Aku ini Tuhanmu? “, mereka
menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami jadi saksi” (Kami lakukan yang demikian
itu), agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan tuhan)” atau agar kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak
dulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka.
- Aqidah akhlak bertujuan pula membentuk pribadi muslim yang luhur dan mulia.
- Menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan.
G. Sifat-sifat Allah
1. Wujud (Ada)
Sifat wajib Allah yang pertama adalah Wujud, artinya 'ada'. Lawan dari sifat wujud Allah ini
adalah tiada yang termasuk sifat mustahil Allah.
"Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam
masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya
seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan." (Q.S As Sajadah ayat 4)
2. Qidam (Awal/Terdahulu)
Allah memiliki sifat wajib Qidam yang artinya awal atau terdahulu. Maksudnya, keberadaan
Allah memang sudah ada sebelum semua tercipta.
"Dialah yang awal dan yang akhir. Yang zhahir dan yang bathin, dan Dia maha mengetahui
segala sesuatu." (Q.S Al Hadid ayat 3)
3. Baqa (Kekal)
Sesuai artinya, sifat wajib Allah ini menegaskan bahwa Allah Maha Kekal, tidak akan punah,
binasa, atau bahkan mati, seperti contoh ayat berikut:
"Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. BagiNya-lah segala penentuan dan hanya
kepadaNya-lah kamu dikembalikan." (Q.S Al Qasas ayat 88)
"Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah Rabb-Mu yang mempunyai
kebesaran serta kemuliaan." (Q.S Ar Rahman ayat 26-27)
4. Mukholafatu Lilhawaditsi (Berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya)
Allah SWT sudah pasti berbeda dengan semua makhluk ciptaan-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang
menandingi dan menyerupai keagungan Allah, seperti dijelaskan dalam ayat Al-Qur'an:
"Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. (Q.S Al Ikhlas ayat 4)
"Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia dan Dialah yang Maha Mendengan dan Melihat."
(Q.S Asy Syura ayat 11)
5. Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri Sendiri)
Maksud dari sifat wajib Allah 'Qiyamuhu Binafsihi' yaitu bahwasanya Allah tidak bergantung
pada siapa atau apa pun. Dia juga tidak membutuhkan bantuan siapa pun, termasuk umat-Nya.
"Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta."
(Q.S Al Ankabut ayat 6)
6. Wahdaniyah (Tunggal/Eka)
Bukti bahwa Allah memiliki sifat wajib Wahdaniyah sudah tertera dalam kalimat syahadat yang
menyebut bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, seperti ayat berikut:
"Seandainya di langit dan di bumi ada Tuhan-Tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu akan
binasa." (Q.S Al Anbiya ayat 22)
7. Qudrat (Berkuasa)
Sifat wajib Allah berikutnya adalah Qudrat, artinya Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu yang
ada di alam semesta.
"Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." (Q.S Al Baqarah ayat 20)
8. Iradat (Berkehendak)
Sebagaimana yang kita tau, apapun yang terjadi di langit dan Bumi semata-mata atas kehendak
Allah SWT. Apabila Allah berkehendak atas sesuatu, maka tidak ada satu hal/orang pun yang
dapat mencegah-Nya.
"Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki
(yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki." (Q.S
Hud ayat 107)
9. 'Ilmun (Mengetahui)
Sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu, baik yang tampak ataupun tidak, termasuk apa
yang ada di dalam hati setiap umat-Nya.
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh
hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (Q.S Qaf ayat 16)
10. Hayat (Hidup)
Allah Maha Besar, Maha Hidup. Dia tidak akan pernah mati, binasa, ataupun musnah ditelan
waktu. Hanyalah Allah yang kekal selama-lamanya, sebagaimana dalam ayat Al-Qur'an
dijelaskan:
"Dan bertakwalah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan
memujiNya. (Q.S Al Furqon ayat 58)
11. Sama' (Mendengar)
Tak hanya Maha Melihat, Allah juga Maha Mendengar. Karena itu pula, ada satu sifat wajib
Allah yaitu Sama' yang artinya mendengar, seperti penjelasan ayat:
"Dan Allah-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S Al Maidah ayat 76)
12. Basar (Melihat)
Sifat Basar merupakan penekanan dari sifat wajib Allah 'Ilmun, di mana artinya penglihatan Allah
tak ada batasnya. Dia Maha Tahu apapun yang terjadi di dunia.
"Dan Allah melihat atas apa yang kamu kerjakan." (Q.S Al Hujurat ayat 18)
"Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah
dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang
disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak
menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
perbuat." (Q.S Al Baqarah ayat 265)
13. Qalam (Berfirman)
Dalam kitab suci Al-Qur'an, ada banyak sekali firman Allah tentang segala sesuatu yang ada di
langit dan Bumi. Firman adalah perkataan apapun dari Allah.
"Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang telah kami tentukan dan
Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya." (Q.S Al A'raf ayat 143)
14. Qadiran (Berkuasa)
Sifat wajib Allah berikutnya adalah Qadiran yang artinya Maha Kuasa. Ya, Dialah Allah yang
memiliki kuasa atas segala sesuatu yang ada di alam semesta.
"Hampir kilat itu menyambar pengelihatan mereka. Setiap kali sinar itu menyinari mereka,
mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jika Allah
menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan pengelihatan mereka. Sesungguhnya
Allah berkuasa atas segala sesuatu." (Q.S Al Baqarah ayat 20)
15. Muridan (Berkehendak)
Maksud dari sifat Allah ini bahwasanya semua takdir atas perkara yang sudah ditetapkan Allah,
tidak ada satu pun yang bisa menolak. Kehendak Allah bersifat tetap dan tidak dapat diganggu
gugat. "Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu
menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksanya terhadap apa yang Dia
kehendaki." (QS. Hud : 107)
16. 'Aliman (Mengetahui)
Sebagaimana penjelasan pada Al-Qur'an Surah An-Nisa ayat 176 yang berbunyi, "Dan Allah
Maha Mengetahui sesuatu". Ayat tersebut sesuai dengan sifat wajib Allah yaitu 'Aliman artinya
Maha Mengetahui atas semua perkara.
17. Hayyan (Hidup)
Allah memiliki sifat wajib dan mutlak yaitu Hayyan (hidup). Maksudnya, Allah adalah satu-
satunya Dzat yang hidup dan tidak akan binasa, tidak tidur dan lengah sedikit pun.
"Dan bertakwalah kepada Allah yang hidup, yang tidak mati, dan bertasbihlah denga memuji-
Nya. Dan cukuplah dia Maha Mengetahui dosa-dosa hambaNya." (Q.S Al Furqon ayat 58)
18. Sami'an (Mendengar)
Arti dari sifat wajib Allah adalah selalu mendengar pembicaraan manusia, permintaan, serta doa-
doa dari setiap hamba-Nya.
19. Bashiran (Melihat)
Berasal dari kata Bashir yang artinya melihat. Maka, sifat wajib Allah yang satu ini menegaskan
jika Allah sangatlah jeli. Dia akan melihat tiap-tiap keadaan yang ada di seluruh alam semesta.
20. Mutakalliman (Berfirman atau berkata-kata)
Terakhir, Allah memiliki sifat wajib 'Mutakalliman' yang berarti berfirman, sebagaimana
maknanya serupa dengan sifat Qalam.
H. Keteladanan para Nabi
Aspek kisah teladan, meliputi:
- Kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhan, kesabaran dalam berdakwah menghadapi kaumnya
yang menyembah berhala, keteguhan hati dalam menyembelih anaknya sesuai perintah
Allah SWT, dibakar oleh raja Namrud yang digagalkan oleh Allah SWT.
- Nabi Sulaiman dengan tentara semut, menyayangi dan mengerti bahasa binatang
- Nabi Musa ketabahan dalam berdakwah dan berhadapan dengan para penyihir dan
diperintahkan oleh Allah SWT untuk membelah lautan menggunakan tongkatnya yang
menenggelamkan raja Fir’aun dan bala tentaranya.
- Nabi Nuh Kesabaran dalam berdakwah menghadapi kaum bani rasib yang yang begitu
angkuh dan sombong dilenyapkan oleh Allah SWT melalui banjir besar.
- masa kecil Nabi Muhammad SAW, masa remaja Nabi Muhammad SAW,
- Nabi Ismail ketabahan untuk dikorbankan hendak disembelih oleh ayahnya sendiri atas
perintah Allah SWT,
- kelicikan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang dihadapi dengan sabar dan tabah,
Tsa’labah, Masithah, Ulul Azmi, Abu Lahab, 15 Qarun, Nabi Sulaiman dan umatnya,
Ashabul Kahfi, Nabi Yunus dan Nabi Ayub, dsb.
Artinya: Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (Q.S.
al-Kafirun: 1-6).
Ayat ini turun saat orang-orang kafir Quraisy mencari-cari cara untuk menghentikan
dakwah Rasulullah saw.. Setelah mereka gagal membujuk Rasulullah saw. dengan tahta,
wanita, dan harta, maka mereka pun sekarang hendak membujuknya dengan berkompromi
(bertoleransi) untuk saling menyembah Tuhan satu dengan Tuhan yang lain. Artinya, kaum
kafir Quraisy hendak meminta Rasulullah untuk menyembah Tuhan mereka pada tahun
tertentu dan mereka akan menyembah Allah pada tahun lainnya (bergantian). Maka ayat ini
menjawab ajakan itu dengan menolaknya dengan tegas, bahwa toleransi yang seperti ini
tidaklah tepat.
Kesimpulan:
1. Islam tegas untuk hanya menyembah dan patuh pada perintah Allah, tidak akan
menyekutukannya dengan lainNya.
2. Islam tidak memaksa kaum lain untuk menyembah Allah karena kewajiban umat Islam
hanya menyampaikan dakwah, tidak untuk memaksa masuk Islam.
Yunus 40-41
ُۡٔونَ ِم َّم ۤاYُ َواِ ۡن َك َّذب ُۡوكَ فَقُلْ لِّ ۡى َع َملِ ۡى َولَـ ُكمۡ َع َملُ ُك ۚمۡ اَ ۡنـتُمۡ بَ ِر ۡ ٓيـٔـ. ََو ِم ۡنهُمۡ َّم ۡن ي ُّۡؤ ِمنُ بِ ٖه َو ِم ۡنهُمۡ َّم ۡن اَّل ي ُۡؤ ِمنُ بِ ٖهؕ َو َربُّكَ اَ ۡعلَ ُم بِ ۡال ُم ۡف ِس ِد ۡين
َى ٌء ِّم َّما ت َۡع َملُ ۡون
ٓ ۡ اَ ۡع َم ُل َواَنَا بَ ِر
Artinya: Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Qur’an, dan di
antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui
tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu, Maka
Katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa
yang Aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Yunus:
40-41)
Kesimpulan
1. Ketika Nabi Muhammad SAW diutus dengan membawa Al-Qur’an, orang-orang Quraisy
ada yang beriman dan ada juga yang tidak
2. Allah SWT mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi, yaitu mereka yang
musyrik dan berbuat zalim serta aniaya.
3. Bentuk toleransi yang ada pada ayat ini adalah jika mendapati orang-orang yang
mendustakan agama Islam, maka umat Islam tidak perlu marah, namun katakan
kepadanya “Atamu amalmu dan atasku amalku karena setiap amal akan
dipertanggungjawabkan.”
Al Kahfi : 29
ق ِم ْن َربِّ ُك ْم ۖ فَ َم ْن َشا َء فَ ْلي ُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َء فَ ْليَ ْكفُرْ ۚ إِنَّا أَ ْعتَ ْدنَا لِلظَّالِ ِمينَ نَارًا أَ َحاطَ بِ ِه ْم ُس َرا ِدقُهَا ۚ َوإِ ْن يَ ْست َِغيثُوا يُغَاثُوا بِ َما ٍء
ُّ َوقُ ِل ْال َح
ت ُمرْ تَفَقًا ْ س ال َّش َرابُ َو َسا َء َ َك ْال ُمه ِْل يَ ْش ِوي ْال ُوجُوهَ ۚ بِ ْئ
Artinya : Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”.
Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang
paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (Q.S. al-Kahfi: 29)
Kesimpulan:
1. Ketika Nabi Muhammad SAW diutus dengan membawa Al-Qur’an, orang-orang Quraisy
ada yang beriman dan ada juga yang tidak.
2. Hidayah ada di Allah, maka tugas umat Islam hanya menyampaikan dakwah. Jika
dakwah diterima ataupun ditolak, maka hal yang musti dilakukan adalah menyerahkan
segala urusan kepadaNya.
3. Bentuk toleransi dalam ayat ini adalah tidak memaksakan hidayah atas seseorang, namun
hanya menyampaikan bahwa atas orang-orang yang zalim (yaitu mengingkari dakwah),
maka Allah mengancam atasnya neraka.
Surat Al-Baqarah 256
َ ِت َوي ُْؤ ِم ْن بِاهَّلل ِ فَقَ ِد ا ْستَ ْم َسكَ بِ ْالعُرْ َو ِة ْال ُو ْثقَى ال ا ْنف
ُ صا َم لَهَا َوهَّللا ِ َي فَ َم ْن يَ ْكفُرْ بِالطَّا ُغو
ِّ ِّين قَ ْد تَبَيَّنَ الرُّ ْش ُد ِمنَ ْالغ
ِ ال إِ ْك َراهَ فِي الد
َس ِمي ٌع َعلِي ٌم
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam Sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat
Kuat (Islam) yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini berkenaan dengan Hushain dari golongan Anshar, suku Bani Salim bin ‘Auf yang
mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani, sedang ia sendiri seorang Muslim. Ia
bertanya kepada Nabi Saw: “Bolehkah saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat
kepadaku, dan tetap ingin beragama Nasrani?.” Allah menjelaskan jawabannya dengan ayat
tersebut bahwa tidak ada paksaan dalam Islam.
Kesimpulan
1. Tidak dibenarkan adanya paksaan. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama
Allah kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan serta dengan
nasihat-nasihat yang wajar sehingga mereka masuk agama Islam dengan kesadaran dan
kemauan mereka sendiri.
2. Apabila kita sudah menyampaikan kepada mereka dengan cara yang demikian tetapi
mereka tidak juga mau beriman itu bukanlah urusan kita melainkan urusan Allah swt..
3. Telah jelas perbedaan antara kebenaran dan kebatilan. Maka barangsiapa yang
mengikuti kebenaran, atasnya kebaikan. Namun jika mengikuti hawa nafsunya, maka
atasnya penyesalan di kemudian hari.
Surat Yunus : 99
ين َ َّض ُكلُّهُ ْم َج ِميعًا أَفَأ َ ْنتَ تُ ْك ِرهُ الن
Yَ ِاس َحتَّى يَ ُكونُوا ُم ْؤ ِمن ِ َْولَوْ َشا َء َربُّكَ آل َمنَ َم ْن فِي األر
Artinya : Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-
orang yang beriman semuanya. (QS. Yunus (10) : 99).
Kesimpulan
Ayat ini menerangkan bahwa jika Allah berkehendak agar seluruh manusia beriman kepada-
Nya, maka hal ini akan terlaksana, karena untuk yang melakukan yang demikian adalah
mudah bagi-Nya. Sesungguhnya, andaikan Tuhanmu menghendaki untuk tidak menciptakan
manusia dalam keadaan siap menurut fitrahnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan,
dan untuk beriman atau kafir dan dengan pilihannya sendiri dia lebih suka kepada salah satu
diantara perkara-perkara yang mungkin dilakukan, dengan meninggalkan kebalikannya
melalui kehendak dan kemauannya sendiri, tentu semua itu Allah lakukan. Namun,
kebijaksanaan Allah tetap untuk menciptakan manusia sedemikian rupa, sehingga manusia
mempertimbangkan sendiri dengan pilihannya, apakah akan beriman atau kafir, sehingga ada
sebagian manusia yang beriman dan adapula yang kafir.
Hadis tentang toleransi
ُال ْال َحنِيفِيَّةُ ال َّس ْم َحة
َ َصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَيُّ ْاألَ ْديَا ِن أَ َحبُّ إِلَى هَّللا ِ ق
َ ِ ُول هَّللا َ ِس قَا َل ق
ِ يل لِ َرس ٍ َع ِن ا ْب ِن َعبَّا.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah saw. “Agama manakah yang
paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: “Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus
lagi toleran)”
َ ِ أَ َّن َرسُو َل هَّللا.
َ َصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َر ِح َم هَّللا ُ َر ُجاًل َس ْمحًا إِ َذا بَا َع َوإِ َذا ا ْشت ََرى َوإِ َذا ا ْقت
ضى
Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Allah merahmati orang yang memudahkan ketika
menjual dan ketika membeli, dan ketika memutuskan perkara”.
1. Iman sebagai landasan keyakinan, Islam dan Ihsan sebagai bukti nyata dari keyakinan
tersebut.
2. Bagaikan rumah kita, dimana Rukun Iman sebagai pondasinya, Rukun Islam sebagai
tiang penyangganya dan Ihsan sebagai atapnya.
3. Iman, Islam dan Ihsan merupakan satu kesatuan yang saling mendukung, menguatkan
dan tidak dapat dipisahkan.
4. Bagaikan segitiga sama sisi, masing-masing mempunyai nilai dan fungsi yang sama
pentingnya.
an Iman, Islam dan Ihsan
1. Iman sebagai landasan keyakinan, Islam dan Ihsan sebagai bukti nyata dari keyakinan
tersebut.
2. Bagaikan rumah kita, dimana Rukun Iman sebagai pondasinya, Rukun Islam sebagai
tiang penyangganya dan Ihsan sebagai atapnya.
3. Iman, Islam dan Ihsan merupakan satu kesatuan yang saling mendukung, menguatkan
dan tidak dapat dipisahkan.
4. Bagaikan segitiga sama sisi, masing-masing mempunyai nilai dan fungsi yang sama
pentingnya.
Hubungan Iman, Islam dan Ihsan
1. Iman sebagai landasan keyakinan, Islam dan Ihsan sebagai bukti nyata dari keyakinan
tersebut.
2. Bagaikan rumah kita, dimana Rukun Iman sebagai pondasinya, Rukun Islam sebagai
tiang penyangganya dan Ihsan sebagai atapnya.
3. Iman, Islam dan Ihsan merupakan satu kesatuan yan