Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN MORFOLOGI DAN KETEBALAN BAUKSIT LATERIT

PADA SITE AIRUPAS, KABUPATEN KETAPANG, PROVINSI


KALIMANTAN BARAT

Cakra Farizi Syahruna1*, Hidartan 1, Rosmalia Ditta Nugraheni1


1
Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No 1 Grogol, Jakarta Barat

Abstrak
Daerah penelitian terletak pada site Airupas, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Daerah
penelitian merupakan IUP dari PT. Harita Prima Abadi Mineral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hunungan morfologi dan ketebalan baukit laterit pada daerah penelitian. Metode yang di gunakan pada
penelitian ini adalah perhitungan kelerengan yang kemudian di cocokan kedalam klasifikasi van Zuidam (1983).
Hubungan laterit dengan ketebalan yang paling tebal berada pada satuan geomorfologi dataran berombak dan
satuan morfologi dataran bergelombang dangan ketebalan mencapai ±6 meter, Tanah penutup atau overburden
paling tebal pada morfologi dataran berombak dengan ketebalan 3 meter dan paling tipis pada morfologi
perbukitan bergelombang dimana overburden tidak di temukan/ hampir tidak ada.

Kata-kata kunci: Airupas, Endapan Bauksit Laterit, Morfologi

Abstract
The research area is located on the Airupas site, Ketapang Regency, West Kalimantan Province. The research
area is the IUP of PT. Harita Prima Abadi Mineral. This study aims to determine the morphological and thickness
of laterite hills in the study area. The method used in this study is the slope calculation which is then matched into
the van Zuidam classification (1983). The relationship of the laterite with the thickest thickness is in the
geomorphological unit of the wavy terrain and the morphological unit of the undulating terrain with thickness
reaching ± 6 meters, the thickest overburden on the morphology of the wavy terrain with a thickness of 3 meters
and the thinnest on the undulating hilly morphology where overburden is thin.
Keywords: AirUpas, Laterit Bauxite Deposit, Morpholgy

*Penulis untuk korespondensi (corresponding author):


E-mail: chakrafarizi@gmail.com
Tel: +62-813-1430-7022

I. PENDAHULUAN 1.2 TUJUAN PENELITIAN


1.1 LATAR BELAKANG Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat
Kalimantan Barat memiliki sumber daya bauksit hubung kelerengan morfologi terhadap ketebalan
yang besar, mencapai ±3.268.533.344 ton, cadangan dari bauksit dan tanah penutup di daerah penelitian.
sebesar ±1.129.154.090 ton tersebar luas di
Kabupaten Pontianak, Benkayang, Sanggau, 1.3 METODE PENELITIAN
Landak, Ketapang, Sekadu, Kubu Raya, dan Pembuatan peta kelerengan diawali oleh data DEM
Kayong Utara. Bauksit adalah material yang berupa daerah Kalimantan Barat yang lalu di proses
tanah atau batuan yang tersusun dari komposisi menggunakan software ArcGis untuk mengetahui
utama berupa mineral-mineral aluminium besar slope di daerah penelitaian. Slope di
hidroksida seperti gibsit, diaspor dan buhmit. Selain klasifikasikan sesuai dengan klasifikasi van Zuidam
itu juga terdapat mineral pengotor seperti kuarsa, (1983) dan kemudian di analisis hubunganya dengan
titanium oksida, mineral lempung dan air yang proses-proses laterisasi.
umumnya hadir dalam bauksit (Gow dan Gian,
1993). Menurut van Bemmelen (1949) pulau II. PROFIL ENDAPAN BAUKSIT LATERIT
Kalimantan dibagi menjadi beberapa zona fisiografi Berikut adalah profil endapan bauksit laterit (after
lokasi penelitian termasuk kedalam blok Schwaner Aleva, 1986) (Gambar1.)
yang dianggap sebagai bagian dari dataran Sunda. 1. Tanah penutup adalah lapisan teratas terdiri dari
Morfologi berperan dalam ketebalan laterit, maupun produk pelapukan mekanik dan kimia dari zona
ketebalan tanah penutu. yang berada dibawahnya, dicampur dengan sisa-
sisa tanaman dan materi humik. Warnanya soil
biasanya terrelasi lapisan yang berada di
bawahnya, bisa juga berwarna kehitaman karena yang mempunyai kandungan Al2O3 10-15%.
terdapat oksida besi. Kandungan unsurnaluminium dari batuan asal
bisa bermacam macam bahkan bisa di bawah
2. Duricrust horizon adalah zona teratas dalam 15%.
zona akumulasi. Secara general lapisan ini b) Leaching
adalah lapisan yang keras karena terbentuknya Batuan asal sendiri bukanlah faktor utama dari
rekristalisasi mineral minelar besi. Lapisan ini keterdapatan bauksit laterit karena kontrol
mempunyai warna merah bata hingga hampir utamanya adalah proses leaching. Salah satu
hitam. faktor kontrol tersebut adalah perbandingan
antara aluminium dan silika serta proses
3. Bauxite horizon adalah zona bawah dalam zona pelapukan batuan dasar. Selain kandungan
laterit, biasanya zona ini dibedakan dengan aluminiumnya, kandungan besi yang rendah
jumlah mineral besi yang lebih sedikit dan maka merupakan salah satu faktor penting dalam
lapisan ini tidak sekeras lapisan Duricrust. Zona menentukan kadar bauksit. Fe2O3 dengan
lapisan ini bisa bersifat homogen maupun terdiri kadar tinggi dapat mengurangi kadar bauksit
dari beberapa zona horizon dengan yang Laterit.
membedakan adalah sifat fisik, komposisi
kimiawi. Warna dari zona ini sangat bervariasi, c) Iklim
dari kuning muda hingga coklat tua. Adanya pergantian musim antara musim
penghujan dan kemarau dimana terjadi
4. Saprolite horizon itu terdiri dari produk lapukan kenaikan dan penurunan permukaan airtanah
batuan induk yang mengandung aluminium dapat menyebabkan terjadinya proses
silika, terutama kaolinit dan mineral seperti enrichment dannnleaching unsur-unsur.
kuarsa, rutil, zirkon, dll. Yang sangat tahan Perbedaan temperatur yang cukup besar akan
terhadap pelapukan di lapisan saprolit. Dapat membantu terjadinya pelapukan mekanis,
terjadi di bagian bawah horizon, saprolit dimana akan terjadi rekahan rekahanndalam
biasanya berwarna lebih terang daripada laterit batuan yang mempermudah proses-proses
atau bauksit di atasnya, dengan warna oranye kimia pada batuan.
kecoklatan, oranye keputihan, dan rona Menurut publikasi Veleton (1972, 1983b)
kemerahan. kondisi iklim untuk proses pembentukan laterit
bauksit dapat di ringkas seperti berikut:
- Temperatur rata-rata tahunan harus
melebihi 22˚C
- Jumlah curah hujan dalam volume / tahun,
terdistribusi dalam 9-11 bulan penghujan dan
1-3 bulan kemarau.
d) Reagen-Reagen Kimia dan Vegetasi
Yang dimaksud dengan reagen reagen kimia
adalah unsur unsur dan senyawa yang membantu
mempercepat proses pelapukan.nAir tanah yang
mengandung CO2 memegang peranan penting di
dalam proses pelapukan kimia. Asam humus
menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat
merubah pH larutan. Asam humus ini erat
kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini,
Gambar 1. Weathering Profiles (after Aleva, 1986) vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air dapat
lebih dalam dan lebih mudahndengan mengikuti
akar pepohonan, sehingga akumulasi air akan
III. FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUKAN
lebih banyak, maka dari itu humus akan lebih
BAUKSIT LATERIT
tebal. Keadaannini merupakan petunjuk dimana
Faktor Faktor yang mempengaruhi pembentukan jika hutan lebat maka terdapat lapisan laterit
endapan bauksit laterit menurut Waheed, A 2006 yang tebal dengan kualitas yang bagus. Selain
adalah sebagai berikut: itu, vegetasi dapat menjaga hasil pelapukan dari
a) Batuan Asal (Parent Rock) erosi mekanis.
Bauksit Laterit dapat terbentuk dari berbagai e) Struktur Geologi
macam batuan primer, seperti batuan sedimen Struktur geologi yang sangat dominan adalah
kaolinit, yang mempunyai kandungan Al2O3 struktur kekar dibandingkan struktur
30-35%, batuan granit yang mempunyai patahannya. Seperti diketahui, batuan beku
kandungan Al2O3 10-15%, dan batuan basalt mempunyai porositas dan permeabilitas yang
kecil sehingga penetrasi air sangatlah sulit, maka tersebar pada daerah penelitian meliputi 5%
dari itu terdepatnya kekar-kekar itu dari luas daerah penelitian. Pada satuan ini
memudahkan air untuknnterjadinya pelapukan ketebalan overburden mempunyai ketebalan
mekanis. 0.2m–2m, ketebalan zona bauksit rata rata 1–2
f) Topografi meter dengan kualitas Al2O3 varian 35%-50%
Keadaan topografi setempat akan sangat dimana kualitas yang lebih rendah ditemukan
mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen- di lembah dan yang lebih tinggi di
reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air punggungan.
bergerak perlahannnlahan sehingga akan 2. Satuan Morfologi Dataran Berombak
mampunyai kesempatan ntuk mengadakan Satuan ini mempunyai kemiringan slope 3-7%
penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan tersebar pada daerah penelitian meliputi 50%
atau pori-pori batuan. Akumulasi endapan pada dari luas daerah penelitian. Pada satuan ini
umumnya terdapat pada daerah daerah yang ketebalan overburden mempunyai ketebalan
landai sampai daerah kemiringan sedang, hal ini 0.5m – 3m, dimana Overburden tipis
menerangkan bahwannketebalan pelapukan ditemukan di puncak bukit, ketebalan zona
mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang bauksit rata 1–6 meter dengan kualitas Al2O3
curam, secara teori jumlah air yang melucur (run varian di atas 45% dan relatif di atas 50%.
off) lebih banyak dari pada air yang meresap 3. Satuan Morfologi Dataran Bergelombang
menyebabkan pelapukan kurang intensif. Satuan ini mempunyai kemiringan slope 8-
(Gambar 2) 13% tersebar pada daerah penelitian meliputi
30% dari luas daerah penelitian. Pada satuan
ini ketebalan overburden mempunyai
ketebalan 0m–2m, dimana Overburden tidak
ada pada slope yang lebih tinggi, ketebalan
zona bauksit rata rata 1 – 6 meter dengan
kualitas Al2O3 varian di atas 45%.
4. Satuan Morfologi Perbukitan
Bergelombang
Satuan ini mempunyai kemiringan slope 14-
20% tersebar pada daerah penelitian meliputi
15% dari luas daerah penelitian. Pada satuan
ini ketebalan Overburden mempunyai
ketebalan 0m–1m, dimana Overburden tidak
ada pada slope yang lebih tinggi, ketebalan
zona bauksit rata rata 1 – 4 meter dengan
Gambar 2. Pengaruh Topografi Pada kualitas Al2O3 varian di atas 40%.
Pembentukan Laterite, Waheed Ahmad, 2006
4.2 Hubungan Peta Kelerengan dan Topografi
IV. SATUAN GEOMORFOLOGI DAERAH Pada satuan peta kelerengan terlihat bahwa
PENELITIAN >80% daerah morfologi adalah morfologi
dataran yang memiliki rendahan (lembah) dan
tinggian (punggungan) dengan titik tertinggi
adalah 80m diatas permukaan laut dan
terendah 50m diatas permukaan laut dengan
slope <13% atau <8˚. Sesuai klasifikasi Ahmad
Waheed, 2006 maka dapat di kategorikan
>80% daerah penelitian termasuk dalam
topografi Rolling Hill dengan ciri ciri tingkat
erosi yang pelan, tingkat keresapan airnya baik
dan tanah penutupnya yang baik/ tidak terlalu
tebal. Sedangkan <20% daerah penelitian yaitu
daerah yang termasuk kedalam perbukitan
dengan kemiringan lereng14-20% atau 8˚ - 16˚
Gambar 3. Peta Kelerengan Kontur Daerah termasuk kedalam tipe topografi Steep Hill
Penelitian (Syahruna, CF., 2019) dengan ciri ciri tingkat erosi yang tinggi,
tingkat peresapan air yang sedikit dan
ketebalan tanah penutup yang tipis sampai
4.1 Hubungan Morfologi dan Ketebalan Laterit tidak ada.
1. Satuan Morfologi Dataran Rendah
Satuan ini mempunyai kemiringan slope 0-2%
V. KESIMPULAN
1. Bahwa laterit dengan ketebalan yang paling
tebal berada pada satuan geomorfologi
dataran berombak dan satuan morfologi
dataran bergelombang dangan ketebalan
mencapai ±6 meter.
2. Tanah penutup atau overburden paling tebal
pada morfologi dataran berombak dengan
ketebalan 3 meter dan paling tipis pada
morfologi perbukitan bergelombang dimana
overburden tidak di temukan/ hampir tidak
ada.

UCAPAN TERIMA KASIH


1. Bapak Ir. Hidartan MS., selaku
pembingbing utama skripsi.
2. Ibu Rosmalia Dita, MT, M.Sc, Selaku
pembimbing pendamping skripsi.
3. Dr. Ir. Fajar Hendrasto, Dip. Geoth. Tech.,
MT, selaku Ketua Jurusan Program Studi
Teknik Geologi
4. Ir. Abdurrachman Assegaf, MT, selaku
dosen wali
5. Kedua orang tua penulis Syahrizal dan Cut
Fathiah, serta kedua kakak Tara Thahira
dan Peta fariza yang selalu mendoakan,
memberi motivasi, kasih sayang, perhatian
dan dukungan baik moral maupun materil
6. Serta Seluruh Pegawai PT. Harita Prima
Abadi Mineral site Air Upas yang tidak
dapat di sebukan satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad, W., 2006. Laterites:
Fundamentals of chemistry, mineralogy,
weathering process and laterite
formation

2. Bardossy, G., dan Aleva G. J. J., 1990


lateric bauxites

3. Gow & Gian., 1993 Journal of the


Geological Association of Canada
Volume. 20 no. 1,

4. Syahruna.C.F.,2019 Pemodelan Zonasi


Endapan Bauksit Laterit di Daerah
Kecamatan Ketapang, Provinsi
Kalimantan Barat. Tipe skripsi tidak di
publikasi.

5. Van Bemmelen, R.W., 1949. The


Geology of Indonesia, Volume I A. The
Hague Martinus Nijhoff, Netherland.

6. Van Zuidam, et, al 1983. Guide to


Geomorphologic aerial photographic
interpretation and mampping.

Anda mungkin juga menyukai