Batubara
GENESA BATUBARA
kuncoro, genesa
batubara - 1
Materi perkuliahan Geologi
Batubara
3. Relief daratan yang rendah, sehingga pengendapan material fluviatil
berbutir halus akan menutupi endapan gambut yang terbentuk terlebih
dahulu.
Pada Karbon Akhir atau Tersier Awal, umumnya gambut terbentuk di iklim
tropis dan basah. Meskipun demikian, di belahan bumi selatan dan Siberia
dijumpai batubara yang terbentuk di iklim sedang dan basah, bahkan di
iklim dingin seperti batubara Gondwana (Permo-Karbon) dengan tumbuhan
utama Gangamopteris, Glossopteris, Cycadophyta, dan Conifers.
kuncoro, genesa
batubara - 2
Materi perkuliahan Geologi
Batubara
lain seperti hemicellulose, pectins, lemak, dan lignin. Tiga yang pertama
tidak memiliki daya tahan terhadap pembusukan, sehingga kurang penting
dalam pembentukan batubara. Lignin diperlukan dalam perubahan bentuk
tumbuhan, selalu terjalin secara submikroskopis dengan cellulose dan
merupakan bahan dasar jaringan kayu, walau terdapat pula dalam daun.
Resin dan lilin juga dihasilkan oleh tumbuhan, biasanya termasuk
hidrokarbon polimer tinggi dengan oksigen dan belerang dalam jumlah
kecil. Keduanya sangat tahan terhadap pembusukan.
kuncoro, genesa
batubara - 3
Materi perkuliahan Geologi
Batubara
tumbuhan di permukaan. Akibatnya permukaan airtanah akan turun dan
tumbuhan membusuk oleh udara.
Waktu geologi juga dapat meningkatkan derajat batubara, karena makin tua
umur endapan batubara, maka besar kemungkinannya tertimbun lebih
dalam dan lebih tebal oleh endapan sedimen dibandingkan yang berumur
muda. Meskipun demikian, pada batubara yang lebih tua selalu ada risiko
mengalami deformasi tektonik dan pengaruh erosi, sehingga dapat
mengganggu atau mengurangi endapan batubara yang ada.
Proses biokimia yaitu perubahan dari tumbuhan mati menjadi gambut dan
proses geokimia yaitu perubahan dari gambut menjadi batubara. Pada
proses geokimia, kenaikan suhu memegang peranan penting, yaitu
berkurangnya unsur hidrogen dan oksigen yang diikuti oleh meningkatnya
unsur karbon, sehingga derajat batubara makin meningkat. Kenaikan suhu
ini terutama disebabkan oleh tebalnya batuan yang menindihnya atau
adanya terobosan magma batuan beku.
Jika tumbuhan tumbang di suatu rawa, maka dapat terjadi proses biokimia yang secara
vertikal dapat dibagi menjadi dua zone, yaitu zone permukaan yang umumnya perubahan
berlangsung dengan bantuan oksigen dan zone tengah sampai kedalaman 0,5 m yang
disebut dengan peatigenic layer (Teichmuller, 1982). Pada zone peatigenic terdapat bakteri
aerob, lumut, dan actinomyces yang aktif. Bakteri aerob akan menyebabkan oksidasi
biologi pada komponen-komponen tumbuhan yang material utamanya adalah cellulose.
Senyawa-senyawa protein dan gula cenderung terhidrolisa. Cellulose akan diubah menjadi
glikose dengan cara hidrolisis:
C6H10O5 + H2O Þ C6H12O6
(cellulose) (glikose)
Jika suplai oksigen berlangsung terus, maka proses ini akan menuju pada penguraian
lengkap dari senyawa organik, yaitu:
C6H10O5 + 6 O2 Þ 6 CO2 + 5 H2O
Bagian-bagian dari material tumbuhan tersebut cenderung membentuk koloid dan
umumnya disebut dengan asam humus (humic acid). Lemak dan material resin umumnya
hanya mengalami perubahan sedikit.
Apabila kandungan oksigen air rawa sangat rendah dan dengan bertambahnya
kedalaman, sehingga tidak memungkinkan bakteri-bakteri aerob hidup, maka sisa
tumbuhan tersebut tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang
sempurna, dengan kata lain tidak terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi
tersebut hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan proses
pembusukan yang kemudian membentuk gambut (peat).
Prosesnya adalah dengan bertambahnya kedalaman, maka bakteri aerob akan berkurang
(mati) dan diganti dengan bakteri anaerob sampai kedalaman 10 m, dimana kehidupan
bakteri makin berkurang dan hanya terjadi perubahan kimia, terutama kondensasi primer,
polymerisasi, dan reaksi reduksi. Pada bakteri anaerob akan mengkonsumsi oksigen dari
substansi organik dan mengubahnya menjadi produk bituminous yang kaya hidrogen,
selanjutnya dengan tidak tersedianya oksigen, maka hidrogen dan karbon akan menjadi
H2O, CH4, CO, dan CO2.
Apabila ditinjau secara vertikal, maka lapisan gambut paling atas mempunyai
pertambahan kandungan karbon relatif cepat sesuai kedalamannya sampai peatigenic
layer, yakni 45-50% sampai 55-60%. Lebih dalam lagi, pertambahan kandungan karbon
mencapai 64%. Kandungan karbon yang tinggi pada peatigenic layer disebabkan karena
pada lapisan tersebut kaya substansi yang mengandung oksigen, terutama cellulose dan
humicellulose yang diubah secara mikrobiologi.
Dari keseluruhan proses, maka pembentukan substansi humus merupakan proses penting
yang tidak tergantung pada fasies dan tidak semata-mata pada kedalaman. Oleh karena
itu, faktor yang mempengaruhi proses humifikasi dimana bakteri dapat beraktivitas dengan
baik adalah kondisi lingkungan berikut ini:
1. Keasaman air, yaitu pada pH 7,0-7,5.
2. Kedalaman, yaitu pada kedalaman sekitar 0,5 m untuk bakteri aerob, sedangkan untuk
bakteri anaerob bisa sampai kedalaman 10 m.
3. Suplai oksigen, akan menurun mengikuti kedalaman.
4. Temperatur lingkungan, pada suhu yang hangat akan mendukung kehidupan bakteri.
Potonie (1920 dalam Teichmuller, 1982 dan Diessel, 1984) menyebutkan bahwa pada
rumpun tumbuhan yang sama, iklim dan kondisi lingkungan yang sama, maka potensial
redox (Eh) memegang peranan penting untuk aktifitas bakteri dan penggambutan.
Ketersediaan oksigen menentukan apakah proses penggambutan berjalan atau tidak.
Berikut ini transformasi organik dalam kaitannya dengan ketersediaan oksigen (Tabel 3.1),
kuncoro, genesa
batubara - 5
Materi perkuliahan Geologi
Batubara
dimana salah satu dari empat proses biokimia di bawah ini akan terjadi pada tumbuhan
yang telah mati, yaitu:
1. Bahan tumbuhan bereaksi dengan oksigen dan merapuh
(desintegration), menghasilkan zat terbang, terutama CO 2, metan, dan
air. Umumnya menghasilkan sisa yang tidak padat. Beberapa unsur
utama tumbuhan akan lebih tahan pada tipe ubahan ini, misal resin dan
lilin.
2. Proses humifikasi atau pembusukan, yaitu bahan tumbuhan akan
berubah menjadi humus akibat oleh terbatasnya oksigen dari atmosfir
dan tingginya kandungan air lembab. Batubara yang dihasilkan berupa
humic coal.
3. Proses penggambutan (peatification), yaitu keadaan muka air tinggi di
atas lapisan yang terakmulasi dapat mencegah terjadinya oksidasi,
akibatnya pada lingkungan yang reduksi dan adanya bakteri anaerob,
jaringan-jaringan tumbuhan menjadi hancur, kemudian terakumulasi dan
menjadi gambut, selanjutnya akan menghasilkan humic coal.
4. Putrefaction (permentasi) yaitu peruraian hancuran tanaman akuatik
(terutama algae), bahan hanyutan, dan plankton dalam lingkungan
reduksi pada kondisi air diam (stagnant), hasilnya membentuk sapropel,
sedangkan batubara yang dihasilkan adalah batubara sapropelik.
Pada tahap ini terjadi perubahan rombakan tumbuhan dari kondisi reduksi
ke suatu seri menerus dengan prosentase karbon makin meningkat dan
prosentase oksigen serta hidrogen makin berkurang. Juga sifat fisik
maseral mulai terbentuk, seperti kenaikan reflektansi maseral batubara
seiring dengan naiknya derajat proses kimia-fisika.
kuncoro, genesa
batubara - 7
Materi perkuliahan Geologi
Batubara
Meningkatnya tekanan dapat disebabkan oleh penambahan ketebalan
lapisan penutup (lapisan sedimen di atasnya) atau penurunan post-
depositional. Akibat tekanan yang tinggi, maka porositas pada gambut akan
menurun dan sejalan dengan terdekomposisinya senyawa OH grup akan
mengakibatkan menurunnya kandungan air. Di samping itu, grup senyawa
yang lain (COOH, CH3, CO) akan terpecah, sehingga terbentuk
karbondioksida dan makin meningkatnya oksigen yang hilang, maka
kandungan karbon akan meningkat.
Faktor waktu menurut hasil penelitian pada gambut lepas setebal 10-12 ft
akan menghasilkan 1 ft gambut padat memmerlukan waktu sekitar 100
tahun. Dalam proses dari gambut menjadi batubara terjadi pemampatan
dan jika diambil contoh kayu sebagai basis (100%) pembentukan gambut
dan batubara, maka perbandingan volume dalam % adalah:
- Gambut = 28 - 45%
- Lignite = 17 - 28%
- Bituminous coa l = 10 - 17%
- Anthracite = 5 - 10%
Pengaruh waktu akan berarti bila diikuti temperatur yang tinggi, seperti
contoh berikut ini. Di Gulf Coast of Louisiana yang mengandung batubara
Miosen Akhir, terbenam pada kedalaman 5440 m selama 17 juta tahun
dengan temperatur 1400C menghasilkan high volatile bituminous (35-40%
VM), sedangkan pada batubara Karbon dengan kedalaman yang sama
selama 270 juta tahun hanya mencapai low volatile bituminous (14-16%
VM). Contoh lain yang terkenal adalah lignit di Moscow Basin yang
berumur Karbon Bawah, tetapi sampai sekarang tidak pernah menjadi
batubara, karena temperaturnya tidak tercapai.
kuncoro, genesa
batubara - 8
Materi perkuliahan Geologi
Batubara
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pada prinsipnya derajat batubara
ditentukan oleh faktor temperatur, tekanan, dan waktu, sehingga bisa
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mengendalikan adalah:
1. Derajat batubara sebelum terganggu kegiatan intrusi atau struktur
geologi.
2. Ukuran dan bentuk kegiatan intrusi atau struktur geologi.
3. Jumlah dan asal tekanan.
4. Jarak batubara dari gangguan.
5. Suhu batubara dari gangguan
6. Lama gangguan berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Alan C. Cook, 1997, Coal Geology and Coal Properties, Keiraville Consultants,
Australia.
Claus F.K. Diessel, 1992, Coal Bearing Depositional Systems, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Roy D. Merrit, 1986, Coal Exploration, Mine Planning, and Development, Noyes Publications, New
Yersey, USA.
Shell Internationale Petroleum Maatschappij B.V., 1976, Coal Exploration and Mining
Manual, Part I, The Hague, Report Sc. 76.5.
Teichmuller M & Teichmuller R, 1982, Stach’s textbook of Coal Petrology, Gebruder
Borntraeger, Berlin, Stuttgart.
kuncoro, genesa
batubara - 10