Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM GEOLOGI DASAR


ACARA II : PENGENALAN BATUAN BEKU

OLEH :
IZHAQ SUHARDI
D061231044

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “ge” yang berarti "bumi" dan

“logos” yang artinya "alasan" atau ilmu. Geologi adalah Ilmu (sains) yang

mempelajari komposisi bumi, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses

pembentukannya. Kata "geologi" pertama kali digunakan oleh Jean-André Deluc

dalam tahun 1778 dan diperkenalkan sebagai istilah yang baku oleh

HoraceBénédict de Saussure pada tahun 1779. Orang yang mempelajari ilmu

geologi disebut geolog atau ahli geologi. Ahli geologi telah membantu dalam

menentukan umur bumi yang diperkirakan sekitar 4.5 milyar (4.5x109 ) tahun,

dan menentukan bahwa kulit bumi terpecah menjadi lempeng tektonik yang

bergerak di atas mantel yang setengah cair (astenosfir) melalui proses yang sering

disebut lempeng tektonik. Ahli geologi membantu menemukan dan mengatur

sumber daya alam yang ada di bumi, seperti minyak bumi, batu bara, dan juga

metal seperti besi, tembaga, dan uranium serta mineral lainnya yang memiliki

nilai ekonomi, seperti asbestos, perlit, mika, fosfat, zeolit, tanah liat, pumis,

kuarsa, dan silika, dan juga elemen lainnya seperti belerang, klorin, dan helium.

Ilmu geologi terus berkembang dan terbagi lagi menjadi ilmu-ilmu yang menjadi

dasar geologi. Cabang-cabang ilmu geologi tersebut diantaranya: Mineralogi,

Petrologi, stratigrafi, Paleontologi, Geologi Struktur, Geomorfologi, Geologi fisik

dan Geokimia. Perlu difahami bahwa geologi fisik berbeda dengan geofisika.

Geologi fisik adalah cabang geologi yang mempelajari sifat fisis bumi dan batuan
sedangkan geofisika adalah cabang ilmu fisika yang mempelajari bumi dengan

metode dan instrumen fisika. Pada prinsipnya ilmu geologi dapat diterapkan pada

planet-planet di tata surya. Aplikasi ilmu geologi pada planet lainnya dalam tata

surya (solar sistem) disebut Astrogeologi. Namun juga terdapat istilah khusus

lainnya seperti selenology (ilmu tentang bulan), areologi (ilmu tentang tentang

planet Mars)dll. Dan untuk mengetahui semua itu, tentunya kita harus

mempelajari apa-apa sajakah materi pembentuk bumi ini, itulah yang akan

dilakukan oleh para geologist. Materi dasar pembentuk bumi ini adalah batuan,

dimana batuan sendiri adalah kumpulan dari mineral, dan mineral terbentuk dari

kristal-kristal.

Ada banyak jenis batuan yang ada di bumi, terbagi atas tiga macam bentuk

dari dilihat proses pembentukannya yaitu batuan metamorf, batuan beku, dan

batuan sedimen. Namun, pada praktikum ini akan membahas mengenai batuan

beku. Seperti namanya batuan ”Beku” terbentuk karena adanya proses pembekuan

tepatnya pendinginan atau lebih tepatnya penurunan suhu dari larutan pijar vaitu

magma. Magma adalah cairan yang sangat panas (1400c) yang berada didalam

bumi. Magma inilah yang akan naik ke permukaan bumi dan membentuk batuan

baru.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari praktikum ini adalah praktikan diharapkan dapat

memahai apa itu batuan beku. Adapun tujuan dari dilakukannya pratikum ini:

1. Praktikan dapat mendeskripsikan setiap sampel batuan beku dilihat dari

warna, tekstur, struktur, komposisi mineral, dan nama batuan.


2. Praktikan mampu memahami genesa batuan beku.

1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengenalan batuan

beku adalah:

1. Lembar Kerja Praktikum

2. ATK

3. Pensil Warna

4. Komparator Batuan Beku

5. Lup

6. Penggaris

7. Jas Lab
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis

batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau

tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif

(plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma

ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di

mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu

dari proses-proses yaitu, kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau

perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil

dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi ..

(Djauhari Noor, 2012).

Batuan Beku (Igneous rock) adalah merupakan kumpulan mineral mineral

silikat hasil pendinginan magma . Maka jelaslah kalian dalam memahami batuan

beku, kalian tidak bisa lepas dari pemahaman mengenai magma sebagai bahan

asal dari seluruh batuan beku. (Walter T. Huang , 1962 ).

2.2 Struktur Batuan Beku

Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan

beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan perbedaan

pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan beku yang

tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah

yang disebut sebagai struktur batuan beku.


2.2.1 Struktur batuan beku ekstrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya

berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang

memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi

pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya:

a. Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang

terlihat seragam.

b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan

c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah

poligonal seperti batang pensil.

d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-

gumpal. Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada

lingkungan air.

e. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada

batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat

pembekuan.

f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh

mineral lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolite

g. Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya

kesejajaran mineral pada arah tertentu akibat aliran.

h. Skoria, bila lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.

i. Pumisan, bila lubang-lubang gas saling berhubungan.


2.2.2 Struktur Batuan Beku Intrusi

Batuan beku intrusi adalah batuan beku yang proses pembekuannya

berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap

perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi

menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan.

Gambar 2.1 Bagan Struktur Batuan Beku Intrusif

A. Konkordan

Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya, jenis

jenis dari tubuh batuan ini yaitu :

a. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan

batuan disekitarnya.
b. Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana

perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat

penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar.

Diameter laccolih berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman

ribuan meter.

c. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari

laccolith, yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah.

Lopolith memiliki diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu

puluhan sampai ratusan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

d. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin

yang telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara

ratusan sampai ribuan kilometer.

B. Diskordan

Tubuh batuan beku intrusive yang memotong perlapisan batuan disekitarnya.

Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:

a. Dyke, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan

memiliki bentuk tabular atau memanjang. Ketebalannya dari beberapa

sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.

b. Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar

yaitu > 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang besar.

c. Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya

lebih kecil.

2.3 Tekstur Batuan Beku


Tekstur dalam batuan beku dapat diterangkan sebagai hubungan atau keadaan

yang erat antara unsur-unsur mineral dengan massa gelas yang membentuk massa

yang merata dari batuan. Tekstur dalam batuan beku di bagi menjadi beberapa

faktor, antara lain ; tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, granulitas dan

hubungan antar butir (fabric).

2.3.1 Tingkat Kristalisasi

Tingkat kristalisasi pada batuan beku tergantung dari proses pembekuan

itu sendiri. Bila pembekuan magma berlangsung lambat maka akan terdapat cukup

energi pertumbuhan kristal pada saat melewati perubahan fase dari cair ke padat

sehingga akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran besar. Bila penurunan suhu

relatif cepat maka kristal yang di hasilkan kecil-kecil dan tidak sempurna. Apabila

pembekuan magma terjadi sangat cepat maka kristal tidak akan terbentuk karena

tidak ada energi yang cukup untuk penggantian dan pertumbuhan kristal sehingga

akan dihasilkan gelas. Tingkat kristalisasi batuan beku dapat di bagi menjadi :

a. Holokristalin . Bila seluruh batuan tersusun atas kristal-kristal mineral.

b. Hypokristalin/Hypohyalin/Merokristalin Bila batuan beku terdiri dari

sebagian kristal dan gelas.

c. Holohyalin. Bila seluruh batuan tersusun oleh gelas.

2.3.2 Ukuran Kristal

 Halus, apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.

 Sedang, apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.

 Kasar, apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.

 Sangat kasar, apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.


2.3.3 Granulitas

Dalam batuan beku granulitas menyangkut derajat kesamaan ukran butir

dari kristal penyusun batuan. Granulitas pada batuan beku non fragmental dapat

di bagi menjadi beberapa macam yaitu:

a. Equigranular. Disebut equigranular apabila memiliki ukuran kristal yang

seragam. Tekstur equigranular di bagi menjadi :

1. Fanerik granular, bila kristal mineral dapat dibedakan dengan mata

telanjang dan berukuran seragam. Kristal fanerik dapat dibedakan

menjadi ukuran-ukuran Halus, apabila ukuran diameter rata-rata

kristal individu 1 mm. - Sedang, apabila ukuran diameterkristal-kristal

antara 1 mm – 5 mm. - Kasar, apabila ukurannya berkisar antara 5 mm

– 30 mm. - Sangat kasar apabila ukurannya A 30 mm.

Gambar 2.2. Tekstur Fanerik Glanular

2. Afanitik., apabila ukuran kristal-kristal mineral sangat halus, sehingga

tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang. Batuan yang bertekstur

afanitik dapat tersusun atas kristal, gelas atau keduanya. Selain itu

dikenal pula istilah Mikrokristalin dan Kriptokristalin. Disebut

mikrokristalin apabila kristal individu dapat dikenal/dilihat dengan


menggunakan mikroskop, sedangkan Kriptokristalin apabila tidak

dapat dikenal dengan mikroskop.

Gambar 2.3 Tekstur Afanitik

b. Inequigranular. Disebut memiliki tekstur inequigranular apabila ukuran

kristal pembentuknya tidak seragam. Tekstur ini dibagi menjadi :

1. Faneroporfiritik. Bila kristal mineral yang besar (fenokris) dikelilingi

oleh sebuah kristal mineral yang lebih kecil (massa dasar) dan dapat

dikenal dengan mata telanjang.

Gambar 2.4 Tekstur Faneropofiritik

2. Pirfiroafanitik, Bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik.

Gambar 2.5 Struktur Pirfiroafanitik


3. Glas (glassy) Batuan beku dikatakan memiliki tekstur glas apabila

semuanya tersusun atas glas.

2.3.4 Bentuk Kristal

Ketika pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk pertama kali

biasanya berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir biasanya

mengisi ruang yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk mineral yang

terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu:

a) Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna

b) Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna

c) Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna.

2.4 Klasifikasi Batuan Beku

Penggolongan batuan beku dapat didasarkan kepada tiga patokan utama,

yaitu berdasarkan genetik batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkandung

dan berdasarkan susunan mineraloginya. Dibawah ini akan diterangkan lebih

lanjut dari penggolongan batuan beku.

2.4.1 Klasifikasi Berdasar Genetik Dari Batuan Beku

Penggolongan ini berdasarkan genesa atau tempat terjadinya batuan beku,

pembagian batuan beku ini merupakan pembagian awal sebelum dilakukan

penggolongan batuan lebih lanjut. Pembagian genetik batuan beku adalah sebagai

berikut :

1. Batuan Beku Ekstrusi ( Batuan Vulkanik )

Batuan beku ekstrusi terbentuk ketika magma dari dalam bumi naik ke

permukaan dan mengalami pendinginan cepat di lapisan atas kerak bumi, biasanya
di sekitar gunung berapi atau daerah vulkanik. Magma ini mencapai permukaan

sebagai lava cair dan kemudian mendingin dan mengeras.

Batuan beku ekstrusi memiliki tekstur yang halus hingga kasar, tergantung

pada kecepatan pendinginan. Contoh-contoh batuan beku ekstrusi meliputi basalt,

andesit, dan obsidian. Mereka sering memiliki butiran kecil atau tidak terlihat

dengan mata telanjang karena pendinginan cepat.

2. Batuan Beku Intrusi ( Batuan Plutonik )

Batuan beku intrusi terbentuk ketika magma naik dari dalam bumi tetapi

tidak mencapai permukaan. Sebaliknya, magma ini mendingin dan mengeras di

dalam kerak bumi, biasanya dalam lembah-lembah atau kantong-kantong yang

lebih dalam. Proses ini melibatkan pendinginan yang jauh lebih lambat

dibandingkan dengan batuan vulkanik.

Batuan beku intrusi memiliki tekstur yang umumnya kasar hingga sangat

kasar karena proses pendinginan yang lambat memungkinkan butiran mineral

yang besar untuk berkembang. Contoh-contoh batuan beku intrusi meliputi granit,

diorit, dan gabbro. Mereka sering memiliki butiran mineral yang jelas

terlihat. Dalam ringkasan, batuan beku ekstrusi terbentuk dari pendinginan cepat

magma yang mencapai permukaan, sedangkan batuan beku intrusi terbentuk dari

pendinginan lambat magma di dalam kerak bumi. Kedua jenis batuan beku ini

memiliki perbedaan dalam tekstur dan komposisi mineralnya karena perbedaan

dalam kondisi pembentukannya .kondisi pembentukan ini tidak hanya

memengaruhi komposisi mineral dari sebuah batuan tapi juga mempengaruhi

komposisi kimia dimana komposisi kimia ini merupakan sebuah unsur utama
dalam kristalisasi mineral yang terjadi sehingga komposisi kimia atau unsur kimia

juga sangat mempengaruhi pembentukan sebuah batuan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif

yang dilaksanakan di ruangan Laboratorium Sedimentologi, Departemen Teknik

Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin pada hari Selasa 12 September

2023 pukul 13.00-15.00 WITA.

3.2. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan pada praktikum kali ini terdiri dari :

3.2.1 Tahap Pendahuluan

Pada tahap ini yang dilakukan ialah studi literatur. Tahap ini menjadi

landasan awal praktikan guna menjadi bekal sebelum memasuki prosesi

praktikum ini. Studi literatur dapat dilakukan dengan membaca referensi-

referensi, modul praktikum, dan latihan soal yang berkaitan dengan batuan beku.

Studii pendahuluan juga dilakukan dengan pemberian tugas pendahuluan kepada

praktikan terkait materi batuan beku, serta pemberian respon tertulis sebelum

praktikum dimulai.

3.2.2 Tahap Praktikum

Sebagai tahap inti dari acara ini, prosesi praktikum secara runtut adalah

diawali dengan mengambil sampel peraga, melakukan pengisian LKP yang

dimulai dari mengidentifikasi jenis batuan, warna lapuk, warna segar, tekstur,
fabrik, dan struktur batuan. Dan mengidentifikasi komposisi mineral yang

terkandung didalam batuan tersebut. Selanjutnya menentukan nama batuan yang

menjadi sampel praktikum berdasarkan dekskripsi yan telah di isi pada lembar

kerja praktikum, dan membuat sketsa batuan.

3.2.3 Laporan

Tahap ini merupakan tahap akhir dari praktikum ini yang meliputi

pembuatan laporan dan lampiran. Setelah praktikum dilakukan, selanjutnya ialah

pembuatan laporan yaitu berisi tentang hasil dan pembahasan terkait sampel yang

telah dideskripsi dan digambar pada saat praktikum yang kemudian di

asistensikan ke asisten. Dalam penyusunan laporan ada beberapa tahap yang harus

dilakukan pada saat penyusunan laporan yaitu, dimulai dengan tahap penyusunan,

asistensi laporan, revisi laporan, mencetak laporan, pengumpulan laporan, dan

yang terakhir penilaian.

PENDAHULUAN STUDY
LITERATUR

DESKRIPSI
BATUAN
PRAKTIKUM
DESKRIPSI
MINERAL
SKETSA
BATUAN

PEMBUATAN
LAPORAN REVISI

DISKUSI

PENGUMPULAN
LAPORAN
Tabel 3.1 Diagaram Alir

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sampel 1

Gambar 4.1 Batu

Pada sampel pertama memiliki no. peraga 12, termasuk ke dalam jenis

batuan beku Intermediet. Dimana warna lapuknya adalah orange , dan warna

segar putih bercorak agak keabu-abuan . Tekstur dari sampel ini yaitu, kristanilitas

Holokristalin, dan granularitas Faneritik. Memiliki bentuk Anhedral, relasi

Inequigranular dan struktur Masif.

Pada sampel ini dijumpai mineral Quartz, Biotit, Orthoclase, dan

Plagioclase memiliki bentuk prismatik pendek, memiliki warna berturut turut

putih susu, hitam, kuning agak ke abu abuan dan putih agak keabu abuan.

Komposisi kimia dan persentase sebagai berikut : Sio2 sebanyak 5% ,

K(Mg,Fe)3(Al,Fe)Si3O10(OH,F)2 sebanyak 20%, KAlSi3O8 sebanyak 8% dan

((Al,Si)AlSi2O8) sebanyak 65%. Nama batuan Quartz Diorite(Fenton 1940).


4.2. Sampel 2

Gambar 4.2 Batu Peridotit

Pada sampel kedua memiliki no. peraga 7, termasuk ke dalam jenis batuan

beku intemediet. Dimana warna lapuknya adalah cokelatan, dan warna segar

hitam. Tekstur dari sampel ini yaitu, kristanilitas Holokristalin, dan

granularitasFaneritik. Memiliki bentuk Subhedral-Euhedral, relasi Equigranular

dan struktur Masif.

Pada sampel ini dijumpai mineral Olivines dan Pyroxene, memiliki bentuk

prismatik panjang, warna hijau dan hitam, komposisi kimia (Mg, Fe) 2SiO4

sebanyak 40% dan kompisi kimia (Ca,Na) (Mg, Fe,Al) (Si, Al) 206 sebanyak

60%. Nama batuan dari sampel ini adalah Peridotit (Fenton 1940)
4.3 Sampel 4.3

Gambar 4.3 Batuan Granite

Porphirity

Pada sampel ketiga memiliki no. peraga 9, termasuk ke dalam jenis batuan

beku intermediet. Dimana warna lapuknya adalah coklat, dan warna segar abu

abu. Tekstur dari sampel ini yaitu, kristanilitas Hipokristalin, dan granularitas

Forifiro Apanitik. Memiliki bentuk Subhedral, relasi Inequigranular dan struktur

Masif. Pada sampel ini dijumpai mineral Plagioclase,Quartz dan Biotite.


BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :

1. Pada sampel pertama memiliki no. peraga 12 , termasuk ke dalam jenis

batuan beku intermediet. Dimana warna lapuknya adalah Orange, dan warna

segar putih keabu abuan. Tekstur dari sampel ini yaitu, kristanilitas

Holokristalin, dan granularitas Faneritik. Memiliki bentuk Anhedral, relasi

inequigranular dan struktur Masif. Dan pada sampel ini dijumpai mineral

Quartz biotite, orthoclase dan Plagioclase. Nama batuan pada sampel

pertama adalah Quartz Diorite. Pada sampel kedua memiliki no. peraga 7,

termasuk ke dalam jenis batuan beku Basa. Dimana warna lapuknya adalah

coklaet Abu abu dan warna segar hitam. Tekstur dari sampel ini yaitu,

kristanilitas Holokristalin, dan granularitas Forfiro Afanitik. Memiliki

bentuk Subhedral-Euhedral, relasi inequigranular dan struktur Masif. Pada

sampel ini dijumpai mineral Biotite, plagioklas dan Pyroxene.Nama batuan

pada sampel 3 adalah granite porfirity. Pada sampel ketiga memiliki no.

peraga 9, termasuk ke dalam jenis batuan beku intermediet . Dimana warna

lapuknya adalah colat , dan warna segar abu-abu. Tekstur dari sampel ini
yaitu, kristanilitas Hipokrisrtalin, dan granularitas Forfiro Apanitik.

Memiliki bentuk Subhedral, relasi Equigranular dan struktur Masif.

2. Genesa atau pembentukan batuan beku melibatkan proses pendinginan

magma atau lava yang terjadi di bawah atau di atas permukaan bumi.

Berikut adalah tahapan utama dalam genesa batuan beku:

a. Pelelehan: Proses dimulai dengan pelelehan batuan yang ada di dalam

mantel bumi atau kerak bumi bagian bawah. Ini dapat disebabkan oleh

peningkatan suhu atau penurunan tekanan.

b. Magma: Batuan cair yang terbentuk dari pelelehan disebut magma jika

berada di dalam kerak bumi atau lava jika mencapai permukaan bumi

melalui letusan vulkanik.

c. Kristalisasi: Magma atau lava mendingin seiring waktu. Ketika

pendinginan terjadi, mineral-mineral dalam magma mulai mengkristal.

Kristal-kristal ini tumbuh dan saling berikatan satu sama lain.

d. Pembentukan Butir: Kristal-kristal ini kemudian membentuk butir-butir

dalam batuan. Ukuran dan bentuk butir tergantung pada kecepatan

pendinginan. Pendinginan cepat menghasilkan butir-butir yang lebih

kecil, sementara pendinginan lambat menghasilkan butir-butir yang

lebih besar.

e. Tekstur: Tekstur batuan beku dapat bervariasi dari halus hingga kasar

tergantung pada berbagai faktor, termasuk kecepatan pendinginan dan

komposisi mineral.
f. Komposisi Mineral: Batuan beku memiliki komposisi mineral yang

bervariasi tergantung pada jenis mineral yang ada dalam magma awal.

Contohnya, batuan beku asam memiliki komposisi mineral yang

berbeda dari batuan beku basa.

g. Lokasi dan Migrasi: Batuan beku dapat terbentuk di bawah permukaan

(plutonik) atau mencapai permukaan (vulkanik) melalui proses letusan

vulkanik. Migrasi magma di dalam kerak juga dapat mempengaruhi

pembentukan batuan beku.

h. Pertumbuhan Batuan: Proses kristalisasi berlanjut selama jutaan tahun

jika magma terperangkap dalam kerak bumi. Ini memungkinkan batuan

beku tumbuh menjadi tubuh batuan yang lebih besar.

Itulah gambaran umum tentang genesa batuan beku, yang melibatkan proses

pendinginan dan kristalisasi magma atau lava. Proses ini membentuk berbagai

jenis batuan beku dengan karakteristik yang berbeda.

5.2. Saran

a. Laboratorium
Dapat memberi dukungan dalam hal kelengkapan praktikum yaitu kursi agar
praktikum bisa berjalan dengan baik serta tetap menjaga kebersihan
laboratorium.
b. Asisten
Saran saya untuk asisten agar lebih membimbing praktikan dalam
menjalankan praktikum dan tetap semangat untuk kedepannya.
c. Praktikan
Saran saya untuk praktikan yaitu tetap menjaga kebersihan saat masuk ke
dalam laboratorium agar tidak mengganggu praktikan yang lainnya, serta
lebih rajin untuk melakukan asistensi.
DAFTAR PUSTAKA

Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: Lembaga


Pengembangan Pendidikan (LPP)

Graha, D. S. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: Penerbit Nova

Katili. Dr. Prof. 1976. Pengantar Geologi Dasar. Jakarta: Djaya Makmoer.

Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor: Pakuan University Press.

Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Bogor: Pakuan University Press.

Anda mungkin juga menyukai