Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MANAJEMEN DAERAH ALIRAN

SUNGAI ISSUE DAN PERMASALAHAN PADA


DAS

Disusun Oleh
Syifa Azzahra
NIM. 215040307111008

Dosen Pengampu
Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, S.U.

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Bagaimana peran vegetasi atau hutan kota dalam rangka untuk
mengendalikan berbagai permasalahan atau issue aktual di DAS?

Dalam mengatasi berbagai permasalahan atau isu aktual di Daerah Aliran Sungai
(DAS), penting untuk mempertimbangkan peran vegetasi atau hutan kota. DAS
merupakan sistem ekosistem yang kompleks, dan menjaga keseimbangan dan
keberlanjutannya adalah tantangan yang krusial. DAS memberikan air bersih,
mendukung kehidupan satwa liar, menyediakan sumber daya alam, dan memiliki
dampak besar pada perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah sekitarnya.
Namun, banyak DAS menghadapi berbagai permasalahan saat ini, seperti banjir,
erosi, degradasi tanah, penurunan kualitas air, dan kerusakan lingkungan lainnya.
Beberapa isu aktual seperti perubahan iklim, urbanisasi yang cepat, dan
pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan semakin memperburuk kondisi DAS
(Arifandi & Ikhsan, 2019).

Dalam konteks ini, vegetasi atau hutan kota memegang peran penting dalam
mengendalikan berbagai permasalahan ini. Vegetasi kota mencakup semua jenis
vegetasi yang tumbuh di lingkungan perkotaan, termasuk taman kota, jalur hijau,
hutan kota, dan bahkan vegetasi yang tumbuh di pekarangan rumah. Pentingnya
vegetasi atau hutan kota dalam mengendalikan berbagai permasalahan atau isu
aktual di DAS, kita dapat lebih menghargai peran pentingnya dalam menjaga
keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem yang krusial ini (Nuwa, 2020).

Vegetasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam ekosistem DAS.
Salah satu peran lahan hijau di sekitar DAS adalah sebagai komponen penyangga
erosi dan kekeringan. Keanekaragaman vegetasi di DAS baik pohon maupun
tumbuhan penutup lantai (lower crop community/LCC) dapat dijadikan sebagai
salah satu indikator dalam menentukan kualitas tebing di sekitar DAS sehingga
dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mencegah longsor dan erosi di
sekitar DAS karena penutupan vegetasi berpengaruh terhadap kemampuan tanah
dalam menahan air. Potensi vegetasi dalam mendukung konservasi air dan tanah di
DAS dapat diwujudkan dengan menerapkan model vegetatif sebagai strategi
konservasi DAS. Akar tumbuhan dapat meningkatkan stabilitas tanah secara
signifikan dan berperan sebagai anti erosi.

Vegetasi memiliki hubungan yang kompleks dengan berbagai aspek dalam Daerah
Aliran Sungai (DAS), dan melalui peran dan fungsinya yang beragam, vegetasi
dapat berkontribusi secara positif terhadap terciptanya DAS yang sehat. Berikut
adalah hubungan vegetasi dengan berbagai isu yang mempengaruhi DAS:

1. Banjir: Vegetasi, seperti pepohonan dan semak-semak, memainkan peran


penting dalam mengendalikan banjir di DAS. Akar tanaman dapat
menyerap air hujan dan air permukaan, mengurangi aliran permukaan yang
cepat, serta mencegah erosi tanah. Ini membantu mengatur aliran air dan
mengurangi risiko banjir yang dapat merusak lingkungan dan pemukiman
manusia (Ideawati et al., 2015).

2. Kekeringan: Vegetasi juga memiliki dampak penting dalam mengatasi


kekeringan. Tanaman dapat mengatur siklus air dengan mengurangi
evaporasi, mengatur infiltrasi air ke dalam tanah, dan mempertahankan
sumber air bawah tanah. Ini dapat membantu menjaga suplai air yang
berkelanjutan, terutama dalam periode kekeringan (Nuwa, 2020).

3. Kualitas dan Kuantitas Air: Vegetasi berperan dalam menjaga kualitas air
di DAS. Tanaman dapat menyaring polutan dan nutrisi berlebih dari air,
mengurangi pencemaran air. Selain itu, vegetasi juga berkontribusi pada
kuantitas air dengan mengatur aliran air dan mempertahankan air dalam
tanah, yang dapat meningkatkan debit sungai dan sumber air.

4. Kesejahteraan Masyarakat: Vegetasi kota dan lahan hijau di DAS


menciptakan tempat untuk rekreasi dan relaksasi bagi masyarakat. Hal ini
meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental penduduk DAS serta
menciptakan komunitas yang lebih sehat.

5. Gas Rumah Kaca: Tanaman mengambil karbon dioksida (CO2) dari udara
dan menyimpannya sebagai karbon dalam jaringan mereka. Ini membantu
mengurangi jumlah CO2 dalam atmosfer, yang merupakan gas rumah kaca
utama yang menyebabkan perubahan iklim global. Oleh karena itu, vegetasi
memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim (Maulana et al.,
2019).

6. Jasa Lingkungan: Vegetasi menyediakan berbagai jasa lingkungan yang


penting, termasuk penyediaan air bersih, kontrol banjir, regulasi iklim lokal,
dan habitat untuk satwa liar. Semua jasa ini memengaruhi kesehatan
ekosistem DAS dan kesejahteraan manusia yang bergantung padanya
(Kusmana, 2015).

Melalui interaksi ini, vegetasi berperan sebagai komponen penting dalam menjaga
keseimbangan ekosistem DAS. Untuk menciptakan DAS yang sehat, perlu adanya
pemahaman dan perencanaan yang cermat dalam menjaga, mengembangkan, dan
mengelola vegetasi di wilayah tersebut. Ini melibatkan pelestarian hutan, perawatan
vegetasi kota, pemulihan ekosistem, dan praktik berkelanjutan dalam pemanfaatan
lahan. Dengan menghargai peran penting vegetasi dalam berbagai aspek DAS, kita
dapat berkontribusi pada keberlanjutan dan kesehatan lingkungan yang lebih baik
bagi masyarakat dan generasi mendatang.

Buatlah uraian berdasarkan pemahaman anda mengenai kebijakan ruang


terbuka hijau berupa 30% mengatasi isu banjir, erosi dan jasa lingkungan
kepada masyarakat?

Perencanaan ruang terbuka hijau (RTH) didasarkan pada pertimbangan dapat


terwujudnya keseimbangan, keserasian, dan keselamatan bangunan gedung dengan
lingkungan di sekitarnya, serta mempertimbangkan terciptanya ruang luar
bangunan gedung dan ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras
dengan lingkungan di sekitarnya. Perencanaan RTH merupakan upaya untuk
menjaga kesinambungan antar generasi, sehingga diharapkan akan dapat diperoleh
arah, bentuk, fungsi, dan peran RTH pada masing-masing kawasan, secara
menyeluruh, baik dalam kedudukannya sebagai ruang terbuka hijau alami: berupa
habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman nasional, maupun RTH nonalami
atau binaan, sebagai hasil olah karya perencana tata ruang untuk mengalokasikan
RTH nonalami (Samsudi, 2010).

Perencanaan RTH disusun sebagai upaya untuk mengantisipasi pertumbuhan dan


perkembangan kegiatan pembangunan kota, sebagai upaya menjaga keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan antara ruang terbangun dengan RTH. Upaya ini sejalan
dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-undang
tentang Bangunan Gedung, khususnya Pasal 25, Ayat (1), dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan. Penataan RTH pada suatu kota, bertujuan untuk:
a. Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan
perkotaan
b. Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan/ binaan di wilayah perkotaan
c. Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah,
bersih, dan nyaman.
Ruang terbuka hijau, memiliki fungsi dan peran khusus pada masing - masing
kawasan yang ada pada setiap perencanaan tata ruang kabupaten/kota, yang
direncanakan dalam bentuk penataan tumbuhan, tanaman, dan vegetasi, agar dapat
berperan dalam mendukung fungsi ekologis, sosial budaya, dan arsitektural,
sehingga dapat memberi manfaat optimal bagi ekonomi dan kesejahteraan bagi
masyarakat, sebagai berikut.
a. Fungsi ekologis; RTH diharapkan dapat memberi kontribusi dalam
peningkatan kualitas air tanah, mencegah terjadinya banjir,
mengurangi polusi udara, dan pendukung dalam pengaturan iklim
mikro
b. Fungsi sosial budaya; RTH diharapkan dapat berperan terciptanya
ruang untuk interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai penanda
(tetenger/ landmark) kawasan.
c. Fungsi arsitektural/estetika; RTH diharapkan dapat meningkatkan
nilai keindahan dan kenyamanan kawasan, melalui keberadaan
taman, dan jalur hijau
d. Fungsi ekonomi; RTH diharapkan dapat berperan sebagai
pengembangan sarana wisata hijau perkotaan, sehingga menarik
minat masyarakat/ wisatawan untuk berkunjung ke suatu kawasan,
sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan
ekonomi

Kebijakan ruang terbuka hijau yang mengamanatkan alokasi sebanyak 30% dari
wilayah perkotaan untuk lahan hijau adalah langkah strategis dalam mengatasi isu
banjir di perkotaan. Dalam konteks ini, beberapa poin penting yang perlu dipahami
adalah:

1. Penyerapan Air Hujan: Salah satu penyebab utama banjir perkotaan adalah
ketidakmampuan wilayah perkotaan untuk menyerap air hujan dengan baik.
Banyak area perkotaan yang tertutup oleh bangunan, beton, atau aspal,
sehingga air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah. Dengan
mengalokasikan 30% wilayah perkotaan untuk ruang terbuka hijau, kita
memberikan kesempatan bagi alam untuk melakukan pekerjaannya dalam
menyerap dan meresapkan air hujan. Tanaman dan vegetasi alami di ruang
terbuka hijau akan berperan penting dalam menyerap air dan mengurangi
aliran permukaan yang dapat menyebabkan banjir.

2. Pencegahan Erosi : Ruang terbuka hijau juga dapat berfungsi sebagai


perlindungan terhadap erosi tanah. Tanaman akar dan vegetasi lainnya di
lahan hijau dapat mengikat tanah, mencegah erosi yang dapat merusak
permukaan tanah dan mengendapkan sedimen di saluran air. Hal ini akan
membantu menjaga kualitas tanah dan air di wilayah perkotaan.

3. Pembentukan Ruang Aliran Air: Dengan merencanakan ruang terbuka hijau


dengan bijaksana, kita dapat menciptakan saluran air alami atau retensi air
yang dapat menampung air hujan berlebihan. Ini membantu mengontrol
aliran air dan mencegah banjir dengan mengurangi jumlah air yang
langsung masuk ke saluran drainase perkotaan (Samsudi, 2010).
4. Meningkatkan Kualitas Air: Ruang terbuka hijau juga dapat membantu
meningkatkan kualitas air. Tanaman dan tanah di area ini dapat menyaring
polutan dari air hujan, sehingga air yang mencapai sistem drainase
perkotaan lebih bersih dan lebih aman.

5. Kesempatan Rekreasi: Selain manfaat lingkungan, kebijakan ini juga


memberikan masyarakat akses ke ruang terbuka hijau yang dapat digunakan
untuk rekreasi dan aktivitas luar ruangan. Ini mendukung kesejahteraan
masyarakat dan menciptakan kota yang lebih seimbang.

6. Pengurangan Beban Infrastruktur Drainase: Dengan mengurangi volume air


yang harus ditangani oleh sistem drainase perkotaan, kebijakan ini dapat
mengurangi beban infrastruktur drainase, yang pada gilirannya dapat
menghemat biaya perawatan dan pembangunan sistem tersebut.

Kebijakan ruang terbuka hijau yang mengamanatkan alokasi 30% dari wilayah
perkotaan untuk lahan hijau memiliki dampak yang signifikan dalam memberikan
jasa lingkungan kepada masyarakat. Jasa lingkungan adalah manfaat yang
diberikan oleh ekosistem alam kepada manusia, dan ruang terbuka hijau memiliki
potensi besar untuk menyediakan berbagai jasa lingkungan yang penting. Berikut
adalah beberapa cara kebijakan ini dapat mengatasi isu jasa lingkungan kepada
masyarakat:

1. Penyediaan Udara Bersih: Ruang terbuka hijau adalah penyerap karbon


alami melalui tumbuhan dan pohon-pohon yang ada di dalamnya. Selain itu,
mereka juga menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Ini berarti
ruang terbuka hijau membantu menjaga kualitas udara di perkotaan dengan
mengurangi polusi udara dan menyediakan udara bersih untuk masyarakat.

2. Penyediaan Air Bersih : Ruang terbuka hijau memiliki peran penting dalam
menjaga sumber air. Tanaman dan vegetasi di lahan hijau membantu
menyaring dan menyimpan air tanah, yang nantinya dapat digunakan
sebagai sumber air bersih bagi masyarakat. Ini terutama penting dalam
situasi krisis air.

3. Keanekaragaman Hayati : Lahan hijau yang baik merangsang keberagaman


hayati. Ini menciptakan habitat untuk flora dan fauna lokal, yang pada
gilirannya mendukung keanekaragaman hayati kota. Keanekaragaman
hayati ini dapat menjadi sumber inspirasi, edukasi, dan rekreasi bagi
masyarakat.
4. Pengurangan Panas Kota: Lahan hijau dapat mengurangi efek panas kota
(urban heat island effect) dengan menyediakan penyejuk alami dan
mengurangi suhu di daerah perkotaan. Ini akan membantu melindungi
kesehatan masyarakat dari dampak panas berlebihan.

Dengan menerapkan kebijakan ruang terbuka hijau yang mencakup 30% wilayah
perkotaan, pemerintah dapat memastikan bahwa masyarakat mendapatkan manfaat
maksimal dari jasa lingkungan yang disediakan oleh lahan hijau. Hal ini akan
membantu menciptakan kota yang lebih seimbang, sehat, dan berkelanjutan untuk
masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Arifandi, F., & Ikhsan, C. (2019). Pengaruh Sedimen Terhadap Umur Layanan
Pada Tampungan Mati (Dead Storage) Waduk Krisak Di Wonogiri Dengan
Metode Usle (Universal Soil Losses Equation). Matriks Teknik Sipil, 7(4),
430–439. https://doi.org/10.20961/mateksi.v7i4.38482
Ideawati, L. F., Limantara, L. M., & Andawayanti, U. (2015). ( Runoff Curve
Number ) Terhadap Debit Banjir Di Das Lesti. Jurnal Teknik Pengairan,
6(Mei 2015), 37–45.
KUSMANA, C. (2015). Keanekaragaman hayati (biodiversitas) sebagai elemen
kunci ekosistem kota hijau. 1, 1747–1755.
https://doi.org/10.13057/psnmbi/m010801
Maulana, A., Suryanto, P., Widiyatno, W., Faridah, E., & Suwignyo, B. (2019).
Dinamika Suksesi Vegetasi pada Areal Pasca Perladangan Berpindah di
Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Kehutanan, 13(2), 181.
https://doi.org/10.22146/jik.52433
Nuwa, R. B. (2020). Studi Perbandingan Transpirasi antar Pohon di Hutan Kota
Malabar (Penelitian Pendahuluan untuk Solusi Pengelolaan Lahan Kering).
Buletin Loupe, 15(02), 51. https://doi.org/10.51967/buletinloupe.v15i02.42
Samsudi. (2010). Ruang Terbuka Hijau Kebutuhan Tata Ruang Perkotaan Kota
Surakarta. Journal of Rural and Development, 1(1), 11–19.

Anda mungkin juga menyukai