Anda di halaman 1dari 37

Catatan Pelaksanaan UTS

 1.Sebaiknya Lembar soal tidak perlu di tulis ulang,


langsung penyelesaian saja
2. Penyelesaian soal ikuti petunjuk soal dan pertanyaan.
Kerjakan sesuai pertanyaan saja.
3. Kesalahan terutama pada besaran nilai To (Pertanyaan
2a), seharusnya pahami teori dulu baru kerjakan soal.
Bentuk soal adalah saling terkait antar pertanyaan
awal dan pertanyaan selanjutnya, maka idealnya, jika
jawaban awal salah, maka nomor selanjutnya tidak
perlu dikoreksi dan nilainya Nol, walaupun dalam
kesempatan ini masih diberikan nilai.
4. Soal no. 2f. Rencanakan dimensi saluran di titik III
s.d titik IV menggunakan saluran trapesium dengan
tahan erosi dengan n = 0,025. Hampir semua tidak
memahami dan tidak mempelajari teori dan contoh
soal.
9. Teknik Drainase Pro-Air
Oleh: Prof .Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE. DEA
sunysunyoto(@gmail.com

9.1. PENDAHULUAN
a. Deskripsi
1). Asal kata
2). Terminology
3). Beda drainase dengan drainasi
4). Perubahan tataguna lahan
b.Infrastruktur
1). Definisi
Depkimpraswil dalam Capacity Building in
Urban Infrastructure Management CBUIM
(2002) mendefinisikannya bahwa sarana dan
prasarana merupakan bangunan dasar yang sangat
diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia
yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang
terbatas agar manusia dapat bermukim dan
bergerak dengan nyaman dan mudah dalam segala
waktu dan cuaca sehingga dapat hidup sehat dan
dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam
mempertahankan kehidupannya.
2). Komponen Infrastruktur
Dari kedua belas komponen infrastruktur dapat
dikelompokkan menjakadi tujuh group infrastruktur
(Suripin, 2004) :
1. Kelompok keairan, meliputi air bersih, sanitasi,
darinase-drainasi, irrigasi dan pengendalian banjir,
di dalamnya termasuk infrastructur air perkotaan.
2. Kelompok jalan meliputi jalan raya, jalan kota dan
jembatan.
3. Kelompok sarana transportasi meliputi terminal,
Jaringan rel dan stasiun kereta api, pelabuhan dan
pelabuhan udara.
4. Kelompok pengolahan limbah meliputi sistem
manajemen limbah padat.
5. Kelompok bangunan kota, pasar, dan sarana olah
raga terbuka (outdoor sports)
6. Kelompok energi meliputi produksi dan distribusi
listrik dan gas.
7. Kelompok telekomunikasi.

3). Infrastrukfur Air Perkotaan


 Urban water supply system
Sistem air bersih adalah suata satu kesatuan
penyediaan air bersih yang mencakup pengadaan,
pengolahan (treatment), mengalirkan (delivery),
distribusi (distribution) ke pengguna baik
domestik, komersial, perkantoran, industri
maupun sosial.
 Urban waste water system
Sistem air limbah perkotaan : suatu sistem yang
mengumpulkan (collecting), mengalirkan (delivery),
mengolah (treatment) dan membuang (disposal) dari
buangan air limbah baik dari domestik, komersial,
perkantoran, industri maupun sosial. Jumlah air
kotor adalah mendekati jumlah air bersih yang telah
dikonsumsi.
 Water irrigation system
Sistem air irrigasi adalah mulai dari
penangkap (intake), mengalirkan (delivery),
nembagi (distribution), menggenangi sawah.
Saluran drainasi makin ke hilir makin kecil
dimensinya karena debit air yang dialirkan semakain
kecil kehilir.
Beda dengan saluran drainase, semakin ke hilir
semakin besar dimensinya karena debit air semakin
bertambah. Persoalan lain : elevasi saluran irigasi
lebih tinggi dari lahan sekitar dan sebaliknya saluran
drainase lebih rendah dari lahan sekitar, hingga
perubahan daerah irigasi menjadi daerah hunian
akan banyak masalah berkaitan Channel System
Drainage dan solusinya : Recharge System Drainage.
 Drainase Perkotaan
Kata drainase berasal dari drainage (ing, fra),
secara umum berarti mengalirkan, menguras,
membuang/mengalihkan air. Hampir semua kota di
negara maju terutama yang intensitas hujannya
rendah, umumnya Urban Drainage Systemnya atau
penanganan air hujan dan air limbah dalam satu
saluran untuk bersamaan.
Artinya saluran air limbah dan saluran air hujan
cukup satu tanpa dipisahkan, sehingga pada saat
hujan sering terjadi air dari treatment plant yang
belum sempurna terdekomposisi bahan organiknya
telah terdorong keluar masuk ke badan air akibat
tambahan air hujan, yang biasanya bila hujan
terjadi terlalu lebat.
Sistem ini banyak digunakan di daerah subtropis
karena curah hujan relative kecil.
Sedangkan untuk daerah tropis biasanya dengan
saluran tepisan antara air limbah dengan air hujan
karena curah hujan maupun intensitas hujan
tinggi.
9.2.MASHAB DALAM TEKNIK
DRAINASE
Terjadinya genangan di daerah urban akibat
urbanisasi yaitu (Gambar 1 & 2) :
 Luas bidang infiltrasi berkurang
 Temporary storage (tajuk) hilang
 Sponge system (mulch) hilang
a. Con-Water Mazhab (Mashab Nafi-Air)
Con-Water Mashab ini adalah teknik menyelesaikan
genangan dengan membuang air secepatnya secara
gravitasi kedaerah lebih rendah atau dengan pompa
bila topografi tak memungkinkan.
Pada umumnya dilaksanakan dengan parit, sungai dan
akhirnya ke laut dan cara ini telah dilaksanakan dan
mendominasi sejak zaman Romawi sampai saat ini.
Kajian utama adalah menetapkan arah aliran dan
menghitung dimensi bangunan-bangunan tersebut di
atas terutama dimensi saluran.
Mashab ini juga disebut dengan Channel System.
Konsep seperti ini tertera dalam gambar 1. untuk
suatu daerah yang tidak dilengkapi dengan systen
resapan air hujan, air akan tumpah ke saluran
drainase dan meluap ke jalan seperti gambar 2.
1). Terbentuknya
- Alamiah : sungai (Natural Drainage)
- Buatan : selokan (Artificial Drainage)
2). Letak Bangunan
 Drainase Permukaan (Surface Drainage) :
Permuki-man, jalan, lapangan terbang
 Drainase bawah permukaan (Subsurface
Drainage) : Lapangan sepak bola, taman, lapangan
olah raga lainnya
3). Fungsi
- Satu Fungsi (Single purpose)
- Banyak Fungsi (Multi Purpose)
4). Konstruksi
- Saluran Terbuka
- Saluran Tertutup
5). Cross Section
- Persegi
- Trapesium
- Lingkaran
6). Cara Pelaksanaan
- On Site
- Pre Fabricated
Gambar 1. Bagan alir kerusakan sumberdaya air
akibat urbanisasi (Prince, lecture note)
Gambar 2. Banjir di kota Bandung
(Sumbangan dari Prof. Dr. Otto Soewarwoto) dan di gerbang
UGM akibat belum menerapkan sistem resapan air hujan
b. Pro-Water Mazhab (Mashab Pro-Air)
Pro-Water Mazhab ini adalah teknik menyelesaikan
genangan dengan meresapkan air hujan ke dalam tanah
di sekitar permukiman secara individual maupun
komunal, baru dikembangkan tahun 1980 an ketika
masalah lingkungan hidup menjadi perhatian global
dengan dimulainya era sustainable development (Usul
Wakil Swedia pada 28 Mei 1968 di PBB;
Pada 5 - 16 Juni 1972 diadakan United Nation
Confrerence on the Human Environment di Stockholm;
Pada 3 - 14 Juni 1992 Konferensi Tingkat Tinggi Bumi
di Rio de Janeiro;
Pada 2002 diadakan KTT Rio + 10 di Johanesburg;
Pada Desember 2007 di Indonesia yaitu Bali
Roadmap).
Bangunannya berupa Sumur Peresapan Air Hujan, Parit
Peresapan Air Hujan maupun Taman Peresapan Air
Hujan.
Mashab ini juga disebut dengan Recharge System
dengan flowchart seperti tertera dalam gambar 3.
1). Terbentuknya
Buatan (Artificial Drainage)
2). Letak Bangunan
Drainase bawah permukaan (Subsurface Drainage)
3). Fungsi
Satu Fungsi (Single purpose) hanya merespkan air
Drainase Permukaan (Surface Drainage) dan tidak
dijadikan satu dengan resapan air limbah
Gambar 3. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat
urbabisasi dan alternative solusi (Sunyoto, 2007)
4). Konstruksi
 Tertutup
 Terbuka
5). Bentuk
 Sumur Resapan
 Parit Resapan
 Taman Resapan
6). Cara Pelaksanaan
 On Site (pasangan batu)
 Pre Fabricated (buis beton)
Dari Gambar 3. dapat dilihat bahwa Pro-Water
Mazhab dapat menyelesaikan 3 problem sekaligus
yaitu Flood, Groundwater dan Pollution Control
Problems sedangkan Con-Water Mazhab hanya dapat
menyelesaikan sebuah saja yaitu Flood Control
Problem.
Sedangkan Urban Climate Change Problem tak dapat
diselesaikan dengan Teknik Drainase.

c. Model Imbangan Air menurut Sunjoto


(1989) :
Kebutuhan Air Domestik (KAD) diperhitungkan
sebesar 100 l/kpt/h, yaitu rerata kebutuhan air
perkotaan/urban 200 l/kpt/h dengan kebutuhan air
pedesaan/rural 60 ltr/kpt/h dan
 penduduk urban sebesar 30%, rural 70%.
KADrerata = 0,30 x 200 + 0,70 x 60 = 102 100
ltr/kpt/h.
Data (riil) :
 Curah hujan : 2.580
mm/th)**
 Evapotranspirasi : 1.250
mm/th)**
 Koef. Kebutuhan air domestik : 100 l/kpt/)*
 Koefisien limpasan permukaan : 0,95
 Kebutuhan penutupan bangunan : 50 m²/kpt)*
 Rendemen : 60 %
 Jumlah penduduk : 1 juta kpt
Note :
)* Penulis
 1). Kebutuhan air domestik

Vka = 1.000.000x0,10x365 =36.500.000,00 m³/thn


2). Air terbuang
kebut. penutup lingkungan x rendemen x

Vat = 1.000.000x0,95x50x0,60x(2,58-1,25)
= 37,905.000,00 m³/thn
Kesimpulan dari perhitungan :
Vka = Vat atau dapat dikatakan bahwa : “Volume air
terbuang akibat sistem drainase konvensional adalah
setara dengan jumlah air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan air domestik”.
 Penjelasan :
Kebutuhan Penutupan Bangunan (KPB) = Building
Cover Demand adalah luas semua bangunan
artifisial yang mengakibatkan terhentinya
infiltrasi air hujan di suatu wilayah dibagi jumlah
penduduk di wilayah tersebut (m²/kpt).

Menurut Sunjoto (2009) KPB di pulau Jawa


daerah urban = 30 m²/kpt dan daerah rural = 60
m²/kpt atau KPB rerata = 50 m²/kpt, dihitung
dengan komposisi penduduk urban 30% dibanding
rural 70 %, sehingga KPB rata-rata
= 0,3x30+0,70x60=51 50 m²/kpt.
KPB ini akan banyak berguna untuk menghitung air
terinfiltasi akibat recharge system maupun usaha
konservasi lainnya untuk wilayah luas misal DAS atau
daerah administrasi Kabupaten, Provinsi dll.
Dengan mengetahui data penduduk.
Sedangkan harga KPB dapat ditentukan secara
teknik sampling dengan menggunakan Data Google
map maupun data peta lainnya, sedangkan untuk
data jumlah penduduk diperoleh dari data
administrative terrestrial daerah tersebut.
10.1. PERENCANAAN
Perencanaan sistem drainase suatu daerah perlu
diketahui data teknis, ekonomi/sosial guna
mendapatkan hasil yang maksimal.
Yang dimaksud dengan maksimal adalah bahwa
konstruksi berfungsi sebaik mungkin sesuai
rencana, berwawasan lingkungan, kuat dan bertahan
lama, murah biaya, mudah perawatan dan selaras
dengan alam sekitar hingga kehadirannya menambah
keserasian lanskap yang telah ada.
a. Genangan
 Lokasi
 Luas
 Lama
 Frekuensi
 Tinggi
 Kerugian
b. Daerah tangkapan hujan
 Luas
 Tataguna lahan
 Kerapatan bangunan
c. Tataguna lahan
 Buildingcoverage ratio (BCR)
 Batas persil
 Status kepemilikan
 Nilai asset
d. Hidrologi
 Time of concentration of precipitation (untuk
channel system)
 Dominant duration of precipitation (untuk
recharge system)
 Intensity Duration Frequency (IDF) Curve
(untuk channel & recharge system)
 Curah hujan tahunan, evapotranspirasi.
e. Topography
 Arah buangan
 Lokasi bangunan
 Arah aliran air tanah
f.sifat Tanah
 Jenis tanah
 Kekuatan tanah
 Permeabilitas tanah
g. Master plan/RTRW (Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/desa
 Kesesuaian rencana
h Demography
 Penyesuaian dengan kerapatan > C = koefisien
runoff
 Kualitas air buangan
i. Prarana dan utilitas
 Pemanfaatan bangunan eksisting
j. Material tersedia
 Pilihan konstruksi
k.Kesehatan lingkungan
 Aspek disain dan
 konstruksi
l. Kelembagaan p. Biaya
 Pemeliharaan dan  Skala prioritas
biaya operasional  Sumber pendanaan
 Benefit Cost Ratio,
m. Perundangan Internal Rate of
 Implementasi Return, dll
sistem
yang tepat
n. Persepsi
masyarakat
 Partisipasi
o. Sosial ekonomi
 Penyesuaian jenis
konstruksi
10.2. BENEFIT SISTEM
PERESAPAN
a. Secara Fisik
1). Memperkecil puncak hydrograph di hilir
 Retarding basin (kolam detensi, kolam retensi,
kolam resapan → Menyelesaikan banjir daerah
hilir.
2).Reduksi dimensi jaringan
 Dimensi saluran drainase dapat direduksi
 Bila perlu = nol
 Memperlebar jalan lingkungan (Gambar 4.)
3).Mencegah banjir lokal
 Menyelesaikan genangan di halaman rumah tanpa
membuang air,
 Menyelesaikan genangan daerah rendah,
Gambar 4. Jalan dengan recharge well hingga menjadi lebih
lebar dan jalan dengan saluran drainase hingga lebar jalan
berkurang
4). Mencegah land subsidence dan sinkhole
Akibat eksploitasi air tanah tanpa imbuhan yang
seimbang maka rongga pori akan kosong dan tanah
akan mampat maka terjadi amblesan sebab air adalah
uncompressible sedangkan udara compressible
material.
5). Mempertahankan tinggi muka air tanah
(Gambar 5.)
a. Dari hutan menjadi permukiman
b). Dari lahan kritis menjadi permukiman

a : muka air tanah asli


b : muka air tanah tanpa recharge system
c : muka air tanah dengan recharge system

Gambar 6. Skema hubungan konversi lahan dengan


muka air tanah
Konversi dari lahan kritis menjadi permukiman yang
dilengkapi dengan recharge system dapat dikatakan :
“MEMBANGUN SEKALIGUS MEMPERBAIKI
LINGKUNGAN”.
6). Mencegah intrusi air laut.
Badon Ghyben (1888) & Herzberg (1901) membangun
teori keseimbangan air tawar dan air asin di pantai
berpasir (Gambar 6).

Gambar 6.
Hiperbolik tampungan
air tawar suatu pulau
bulat dengan akuifer
yang homogen dan
isotropis
 Tekanan hidrostatis di titik A adalah pA :
(1)

Persamaan (2) = (3) maka :


h = hs
(3)
pada umumnya untuk :

→ (4) maka Δh = 1/40


Kesimpulan :
Setiap peningkatan tinggi muka air tanah tawar satu
unit akan menambah ketebalan cadangan air tawar
di bawahnya sebesar 40 unit dan sebaliknya.
Tugas :
1. Uraikan apan yang disebut dengan Con-
Water Mazhab dan Pro-Water Mazhab dan
jelaskan perbedaan di antara ke duanya.
2. Uraikan dan jelaskan bagaimana kerusakan
sumberdaya air terjadi akibat urbanisasi.
3. Data satistik penduduk di suatu daerah
adalah sbb : Pedesaan = 1,5 jt jiwa,
Perkotaan = 3,5 jt jiwa; Curah hujan
=2.500+X mm/th; Evapotranspirasi =1.200+X
mm/th; Koef kebutuhan air domestik =100
l/kpt/; Koef. limpasan permukaan = 0,95;
Kebutuhan penutupan bangunan = 50
m²/kpt; Rendemen = 60 %.
Hitung :
a. Kebutuhan Air Domestik
b. Air terbuang
4. Apakah intrusi air laut dapat hindari ?
Pilih salah satu jawaban :
a. Jika dapat, jelaskan solusi yang mungkin
dilakukan.
b. Jika tidak, apa dampak dari intrusi air
laut yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai