Anda di halaman 1dari 69

MATA KULIAH

MANAJEMEN LINGKUNGAN
MINGGU 12

MANAJEMEN LINGKUNGAN WILAYAH PESISIR


DAN LAUT SERTA PERTAMBANGAN
NIEKE
KARNANINGROEM
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS FTSPK
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
(ITS)
KAMPUS SUKOLILO, SURABAYA – 60111
2022
1. MANAJEMEN LINGKUNGAN
WILAYAH PESISIR DAN LAUT
RANGKING COASTLINE COUNTRIES
MEMILIKI ARTI STRATEGIS DAN
ANTISIPASIF
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
DAERAH
PERALIHAN ANTARA EKOSISTEM DARAT DAN LAUT

YANG DIPENGARUHI OLEH PERUBAHAN DI DARAT DAN


Cliff or Dune LAUT

Backshore
Nearshore zone Offshore zone
zone
SWASH BREAKER
SURF
ZONE ZONE
ZONE

High tide
Low tide

Berm

SUPRATIDAL INTERTIDAL LONGSHORE


SUBTIDAL BAR
MEAN MEAN
LOW TIDE LOW TIDE UU NO. 27 TAHUN 2007
EKOSISTEM ESTUARIA
EKOSISTEM ESTUARIA
PERAIRAN SEMI TERTUTUP YANG BERHUBUNGAN BEBAS
DENGAN LAUT, MELUAS KE SUNGAI SEJAUH BATAS PASANG
NAIK DAN BERCAMPUR DENGAN AIR TAWAR, YANG BERASAL
DARI DRAINASE DARATAN (DYER DALAM SUPRIHARYONO, 2017)

Estuaria Ajkwa Timika


KONDISI LINGKUNGAN

 Pertemuan arus sungai dengan air laut menyebabkan


terjadinya sedimentasi, perubahan sifat fisik air, yang
berpengaruh terhadap biotanya
 Pencampuran massa air tawar dan laut menghasilkan
suatu sifat fisik lingkungan khas, yang tidak sama
dengan air sungai maupun air laut
 Perubahan lingkungan yang terjadi mengharuskan
komunitas organisme melakukan penyesuaian secara
fisiologis dengan lingkungan di sekitarnya
 Kadar garam di estuaria bervariasi, tergantung pada
pasang surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan
arus lain, serta topografi daerah estuaria tersebut .
ZONASI ESTUARIA BERDASARKAN NILAI
SALINITAS
ZONA SALINITAS (%)
Hyperhaline > 40
Euhaline 40 – 30
Mixohaline 30 – 0,5
(mixo) - euhaline > 30. tetapi < laut euhaline
(mixo) - polyhaline 30 - 18
(mixo) - mesohaline 18 - 5
a - mesohaline 18 - 10
b - mesohaline 10 - 5
(mixo) - oligohaline 5 – 0,5
a - oligohaline 5-3
b - oligohaline 3- 0,5
Limnetik (air tawar) < 0,5
EKOSISTEM MANGROVE
MANGROVE

 SEBAGAI KOMUNITAS komunitas


organisme atau tumbuhan atau
hutan yang tahan terhadap kadar
garam (pasut air laut)  mangal
 SEBAGAI INDIVIDU
 mangrove
(Macnae, 1968)
SEBARAN
HUTAN MANGROVE DI INDONESIA

 LUAS HUTAN MANGROVE INDONESIA 2,5 - 4,5 juta Ha (25% DARI TOTAL
MANGROVE SEDUNIA)
 TERLUAS DI DUNIA
(Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999)
FUNGSI HUTAN MANGROVE

 Kayunya bisa dipakai kayu bakar


 Kulit kayu (sumber tannin) untuk penyamak kulit dan
pengawetan jala ikan
 Daunnya untuk makanan ternak
 Bunganya sebagai sumber madu
 Buahnya ada yang dapat dimakan, ada yang beracun untuk
ikan
 Akarnya efektif untuk perangkap sedimen, memperlambat
kecepatan arus dan mencegah erosi pantai
 Tempat mencari makanan dan berlindung bagi ikan dan
hewan air lain
 Sebagai penyangga antara komunitas daratan dan pesisir
(laut)
(Odum & Johannes, 1975; Soegiharto & Polunin,1982)
EKOSISTEM PADANG LAMUN
EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM KHAS LAUT


DANGKAL di perairan hangat
dengan dasar pasir dan
didominasi tumbuhan lamun,
sekelompok tumbuhan anggota
bangsa Alismatales yang
beradaptasi di air asin CYMODOCEAE DAN 
ALISMATALES mencakup banyak HYDROCHARITACEA
monokotil yang menyukai tanah E mampu beradaptasi
berlumpur atau basah, bahkan ada dengan air laut dan
yang hidup sepenuhnya tergenang sepenuhnya hidup
dalam air. Beberapa anggotanya, terbenam dalam air
khususnya dari suku laut.
PERSEBARAN PADANG LAMUN DI
INDONESIA
FUNGSI LAMUN

Penyaring limbah dan penstabil sedimen


Daun tumbuhan lamun mengandung
lignin rendah dan sellulosa cukup tinggi 
bahan dasar kertas
Rhizome muda dari jenis tertentu,
misalnya Zostera, bisa dimasak
Daun-daun kering lamun bisa untuk
makanan ternak
(Mc Roy & Helffrich, 1980)
EKOSISTEM TERUMBU KARANG
LANJUTAN

Merupakan kumpulan binatang


karang (reef corals), yang hidup di
dasar perairan, berupa batuan kapur
(CaCO3) dan mempunyai kemampuan
yang cukup kuat untuk menahan
energi gelombang laut
TIPE DASAR GEOLOGIS TERUMBU
KARANG
AKTIVITAS PERUSAKAN EKOSISTEM
SUMBERDAYA PESISIR & LAUT

(Gesamp, 1976)
4. AKTIVITAS PERIKANAN TANGKAP
PEMERINTAH MENCANANGKAN PROTEKAN
(PROGRAM PENINGKATAN EKSPOR HASIL
PERIKANAN)

OVER
FISHING
DIBERLAKUKAN BATAS UKURAN YANG BOLEH DITANGKAP DAN
PELARANGAN PENANGKAPAN LOBSTER, KEPITING & RAJUNGAN
YANG BERTELUR (PERMEN KP NO.1/PERMEN-KP/2015)

PELARANGAN PENGGUNAAN ALAT TANGKAP PUKAT HELA (TRAWLS) &


PUKAT TARIK (SEINE NETS) (PER MEN KP NO.2/PERMEN-KP/2015

PELARANGAN MENGGUNAKAN BAHAN


PELEDAK, BAHAN RACUN

PENGENDALIAN LALU LINTAS PERAHU MOTOR DI


PERAIRAN PANTAI
5. AKTIVITAS PENAMBANGAN PASIR LAUT => SUCTION
HEAD MAMPU MENYEDOT 250 M3/MENIT

Di kepulauan Karimun Jawa, Pantai Jepara, Kepulauan


Seribu, kepulauan Riau & sekitarnya

BATAM, KEPULAUAN RIAU, KARIMUN


MASYARAKAT PESISIR
MASYARAKAT PESISIR
SEKUMPULAN MASYARAKAT YANG HIDUP BERSAMA-SAMA
MENDIAMI WILAYAH PESISIR MEMBENTUK DAN MEMILIKI
KEBUDAYAAN YANG KHAS YANG TERKAIT DENGAN
KETERGANTUNGANNYA PADA PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR
(SATRIA, 2004)
SIFAT & KARAKTERISTIK MASYARAKAT
PESISIR
 SANGAT DIPENGARUHI OLEH JENIS KEGIATAN. EX.: USAHA
PERIKANAN TANGKAP, USAHA PERIKANAN TAMBAK, DAN USAHA
PENGELOLAAN HASIL PERIKANAN YANG MEMANG DOMINAN
DILAKUKAN. 
 SANGAT DI PENGARUHI OLEH FAKTOR LINGKUNGAN, MUSIM DAN
JUGA PASAR. 
 STRUKTUR MASYARAKAT YANG MASIH SEDERHANA DAN BELUM
BANYAK DIMASUKI OLEH PIHAK LUAR.
 SEBAGIAN BESAR MASYARAKAN PESISIR BEKERJA SEBAGAI
NELAYAN. NELAYAN ADALAH PERORANGAN WARGA NEGARA
INDONESIA ATAU KORPORASI YANG MATA PENCAHARIANNYA
ATAU KEGIATAN USAHANYA MELAKUKAN PENANGKAPAN IKAN.
POTENSI PANTAI PESISIR
TUJUAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR & PULAU-PULAU KECIL
PERENCANAAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR &
PULAU-PULAU KECIL TDD:
PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL & PERAIRAN
DIPRIORITASKAN UNTUK:
KONSERVASI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR &
PULAU-PULAU KECIL BERTUJUAN UNTUK:
BATAS PAMURBAYA

peraturan daerah Kota Surabaya


BATAS PAMURBAYA
No 3 Tahun 2007

Kawasan konservasi di pamurbaya seluas 2.500 hektare.


Tersebar di 6 kelurahan, di 4 kecamatan di Surabaya.
Yaitu, di Kelurahan Gunung Anyar Tambak, Medokan
Ayu, 
Wonorejo, Keputih, Dukuh Sutorejo & Kejawan Putih
Tambak
KAWASAN LINDUNG PAMURBAYA
KAWASAN LINDUNG PAMURBAYA

PAMURBAYA 2006

PAMURBAYA 2017
LANJUTAN

Wonorejo 2006

Wonorejo 2017
LANJUTAN

Wisma Indah 2006

Wisma Indah
2017
2. MANAJEMEN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN
SUMBERDAYA TAMBANG
( LINGKUNGAN PERTAMBANGAN)
KLASIFIKASI BAHAN GALIAN
(UU NO. 11 TAHUN 1976 TENTANG PERTAMBANGAN
DI INDONESIA  PP NO. 25 TAHUN 2000)
PETA PERSEBARAN TAMBANG
DI INDONESIA
TAHAPAN PROSES PERTAMBANGAN
1. PENYELIDIKAN UMUM (PROSPEKSI)
 Penyelidikan
 Pencarian
 Penemuan bahan tambang
2. EKSPLORASI

A. Metode eksplorasi
 Mengetahui penyebaran bahan tambang secara lateral dan vertikal 
dibuat peta penyebaran cadangan bahan galian dan dilakukan perhitungan
cadangan bahan galian.
 Mengetahui kualitas bahan galian,
 Pada beberapa jenis bahan galian dilakukan penyelidikan geofisik
 Kadang perlu analisis contoh batuan yang berada di lapisan atas atau
bawah bahan galian untuk mengetahui sifat-sifat  fisik dan keteknikannya.
LANJUTAN

B.   TAHAPAN
    EKSPLORASI
- EKSPLORASI PENDAHULUAN
peta-peta yang digunakan berskala kecil 1 : 50.000 - 1 : 25.000.
a. Studi Literatur
b. Survei Dan Pemetaan

-EKSPLORASI DETAIL
sampling dengan jarak rapat  data volume cadangan, penyebaran
kadar/kualitas lebih teliti memudahkan perencanaan tambang &
merencanakan produksi & pemilihan peralatan tambang. 

- STUDI KELAYAKAN
Dasar pertimbangan: teknis, ekonomis, keselamatan kerja serta kelestarian
lingkungan hidup.
LANJUTAN
3. PERENCANAAN PERTAMBANGAN

Cadangan bahan galiannya telah sampai pada tingkat


cadangan terukur (cadangan dengan tingkat kesalahan
maksimal 20% dan telah dilakukan pengeboran untuk
pengambilan sampel)

4. PERSIAPAN/KONSTRUKSI

Pengadaan fasilitas penambangan sebelum


penambangan dilakukan. Ex. : pembuatan akses jalan
tambang, pelabuhan, perkantoran, bengkel, mes
karyawan, fasilitas komunikasi dan pembangkit listrik &
penyediaan fasilitas pengolahan bahan galian.
LANJUTAN

5.  PENAMBANGAN   

a. Tambang terbuka
b. Tambang bawah tanah
c. Tambang bawah air

6.  PENGOLAHAN

a. fisika, peremukan, penggerusan, pencucian, pengeringan, dan


pembakaran dengan suhu rendah.
Ex.: pencucian batubara)
b. fisika dan kimia tanpa ekstraksi metal
Ex.: pengolahan batu bara skala rendah menggunakan reagen kimia
c. fisika dan kimia dengan ekstraksi metal
 pengolahan logam mulia dan logam dasar.
LANJUTAN
7.  PEMASARAN   

8. REKLAMASI

 kegiatan untuk merehabilitasi kembali lingkungan yang


telah rusak.
 Reklamasi  ini dilakukan dengan cara penanaman kembali
 Ada 2 kegiatan:
- Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki
lahan yang terganggu ekologinya, dan
- Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah
diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatannya selanjutnya.
DAMPAK PERTAMBANGAN
A. DAMPAK POSITIF
 meningkatnya devisa negara dan pendapatan asli daerah
serta menampung tenaga kerja
 Memasok kebutuhan energi
 Memacu pembangunan.
B. DAMPAK NEGATIF
 Merusak ekosistem
 Mengubah bentuk topografi dan keadaan muka tanah  rawan longsor,
keruntuhan tambang
 Pencemaran akibat debu dan asap yang mengotori udara dan air, limbah
air, tailing (ampas buangan) serta buangan tambang yang mengandung
zat-zat beracun
 Kebisingan
 Kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan yang ditimbulkan
DAMPAK PERTAMBANGAN
A. DAMPAK POSITIF

 MENINGKATNYA DEVISA NEGARA DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH


SERTA MENAMPUNG TENAGA
 MEMASOK KEBUTUHAN ENERGI
 MEMACU PEMBANGUNAN.

B. DAMPAK NEGATIF
 Merusak ekosistem
 Mengubah bentuk topografi dan keadaan muka tanah  rawan
longsor, keruntuhan tambang
 Pencemaran akibat debu dan asap yang mengotori udara dan air,
limbah air, tailing (ampas buangan) serta buangan tambang yang
mengandung zat-zat beracun
 Kebisingan
 Kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan yang ditimbulkan
 Terganggunya arus jalan umum, konflik lahan hingga pergeseran
sosial-budaya masyarakat.
3. DAMPAK LINGKUNGAN YANG KHAS
DARI PENAMBANGAN
1. HIDRAULICKING
SISTEM PENAMBANGAN DENGAN
CARA MENYEMPROTKAN AIR
TERHADAP MATERIAL YANG AKAN
DITAMBANG

MATERIAL LEMPUNG & PASIR BAHAN TAMBANG


TERBAWA AIR & TERENDAPKAN DI TERTINGGAL DI
DAERAH YANG LEBIH RENDAH TEMPATNYA

ENDAPAN MATERIAL YANG


DIENDAPKAN SUNGAI MENIMBUN
DAERAH SEPERTI PERMUKIMAN
ATAU PERTANIAN
2. DREGDING

SISTEM PENAMBANGAN
DENGAN MENGGUNAKAN
MESIN KERUK

DILAKUKAN DI SEPANJANG PANTAI TERBENTUKNYA


ATAU SUNGAI, UNTUK BAHAN KOLAM AIR DI
BAKU PASIR & KERIKIL SEPANJANG SUNGAI

TERGANGGUNYA SISTEM
HIDROLOGI AIR TANAH
3. STRIP MINING
SISTEM PENAMBANGAN
LAHAN BEKAS
DENGAN MENGUPAS LAPISAN
PENAMBANGAN
TANAH DAN BATUAN YANG
MENGALAMI DEGRADASI
MENUTUPI BATUAN YANG
(TOP SOIL TERKELUPAS)
DITAMBANG, EX.: LAPISAN
BATUBARA

MATERIAL YANG
TIDAK DIPAKAI HASIL TERGANGGUNYA
PENGELUPASAN SISTEM HIDROLOGI
TERMASUK LIMBAH AIR TANAH
PADAT
METODE PENAMBANGAN DAN
BAHAYANYA
CONTOH
DAMPAK NEGATIF PERTAMBANGAN

Penambangan batu
andesit di Gunung
Sinalanggeng,
Kecamatan Tegalwaru,
Kabupaten Karawang
TAMBANG BATU HIJAU PTNNT
( PT. NEWMONT NUSA TENGGARA )
DAMPAK AKIBAT PERTAMBANGAN DI LUAR
NEGERI
Proses revegetasi
lahan bekas tambang
(Halmahera,Maluku
Utara)
TAILING FREEPORT DI TIMIKA  

PENGELOLAAN TAILING FREEPORT MENGGUNAKAN


MODADA (MODIFIED AJKWA DEPOSITION AREA)
MANAJEMEN
LINGKUNGAN

AMDAL ( ANDAL RKL RPL)


LCA
MITIGAS
REVIEW
KEBIJAKAN/
RENCANA
PELAKSANA
AUDIT AN RKL RPL

LINGKUNGAN
TUGAS

URAIKAN DAN JELASKAN


Manajemen Lingkungan dengan berdasar pada “Siklus
Deming”, pada pelaksanaan
 Pengelolaan lingkungan pesisir dan jelaskan
permasalahan yang terjadi
Pengelolaan lingkungan pertambangan dan jelaskan
permasalahan permasalahan yang terjadi
Pengelolaan lingkungan perkotaan dan jelaskan
permasalahan permasalahan yang terjadi
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai