BAB I
PENDAHULUAN
bulu babi), tumbuhan laut (rumput laut jenis Eucheuma spp, dan lain-lain) (Hutomo, et
al., (1996), Yayasan Hualopu (1997), Razak dan Marlina (1999), Wouthuyzen (1995),
Yayasan Terangi dan LIPI-Biak (2000), COREMAP Reports (2001) dan COREMAP
Reports (2003)).
Terumbu karang merupakan sumberdaya pesisir yang dominan dan memiliki
keanekaragaman biota yang berasosiasi dengannya. Sumberdaya ini terdiri atas 4
(empat) tipe, yaitu terumbu karang cincin (Atoll), terumbu karang tepi (Fringging reef),
terumbu karang penghalang (Barrier reef) dan terumbu karang goba (Flatform reef),
dan terdiri atas lebih dari 90 jenis karang yang tergolong dalam 41 genera dan 13
famili, dan beberapa jenis karang lunak yang tergolong dalam 4 genera. Ikan karang
terdiri atas lebih dari 150 jenis yang termasuk dalam 35 genera. Rumput laut terdiri dari
40 jenis, sejumlah jenis moluska yang berasal dari 13 genera serta beberapa jenis udang
karang (lobster). Selain keragaman dan kekayaan jenis karang dan asosiasi biota lain,
terdapat beberapa jenis hewan yang merupakan spesies endemik dan dilindungi seperti
ikan Napoleon, kima raksasa (Tridacna), lola (Trochus), Nautilus dan ketam kenari.
Karena letak geografisnya yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik,
kawasan ini memiliki jenis karang
yang
Keunikan ini tidak dijumpai di kawasan lain di Indonesia sehingga perlu dijaga
kelestariannya. (Suharsono dan Leatemia, 1995; Sapulette dan Peristiwady, 1994;
Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997; COREMAP Reports, 2001; COREMAP
Reports, 2003). Potensi sumberdaya terumbu karang tersebut akhir-akhir ini telah
mengalami degradasi fungsi akibat maraknya kegiatan penangkapan ikan yang tidak
ramah lingkungan, seperti penggunaan bahan peledak/bom dan potassium.
Berdasarkan survei line transect yang dilakukan oleh P3O LIPI, penutupan karang
hidup hanya tinggal sekitar 16,48% sedangkan sisanya adalah karang mati (COREMAP
Reports, 2003). Nilai ini mengalami penurunan sekitar 62,95% dari kondisi terumbu
karang hidup pada tahun 2001, yaitu 26,21% (COREMAP Reports, 2001). Hasil ini
juga menunjukkan bahwa terumbu karang karang di perairan GPP Padaido Bawah
memiliki penutupan karang hidup yang lebih rendah (12,11%) dibandingkan dengan
terumbu karang di perairan GPP Padaido Atas (24,13%). Penyebab utama kerusakan
terumbu karang adalah penggunaan jaring di sekitar terumbu karang, penggunaan bom
dan sianida, pengambilan karang serta terkena jangkar dan bello perahu (hasil survei
tim MCS COREMAP tahun 2003). Penurunan kualitas terumbu karang hidup tersebut
COREMAP
secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas
ikan dan biota lain yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang.
Untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut karena aktivitas manusia di
sekitar terumbu karang, terutama penangkapan ikan, diperlukan upaya pengembangan
matapencaharian alternatif.. Upaya yang dimaksud adalah pengembangan usaha
perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam. Usaha ini dapat dilakukan
mengingat GPP Padaido memiliki potensi lahan pesisir dan lautan yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Namun, sebelum usaha ini dilakukan, diperlukan survei
dan analisis kesesuaian lahan terlebih dahulu sehingga diketahui seberapa besar potensi
lahan yang tersedia dan jenis-jenis usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap
laut dalam yang sesuai dikembangkan. Untuk maksud tersebut penelitian ini dilakukan.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan kesesuaian sumberdaya
lahan pesisir dan lautan untuk pengembangan usaha perikanan.
1.3 Sasaran
Sasaran penelitian ini adalah terbentuknya kawasan-kawasan pengembangan usaha
perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam di GPP Padaido.
1.4 Keluaran
Keluaran dari hasil penelitian ini adalah peta-peta kesesuaian lahan dan besaran
luasannya untuk pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut
dalam.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pekerjaan penelitian Analisis Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir dan
Lautan Untuk Pengembangan Usaha Perikanan, antara lain meliputi kegiatan:
(1) Survei sumberdaya lahan pesisir dan lautan. Survei mencakup pengumpulan data
tentang aspek fisik, biologi dan kimia; pemanfaatan lahan saat ini dan
permasalahan pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan laut dalam.
(2) Tabulasi dan analisis data
(3) Penyusunan laporan penelitian.
COREMAP
BAB II
METODE PENELITIAN
karang Wundumimas
trik
Dis
Pa
ido
da
U
Padaid ori
Yeri
Yeri Kecil
karang Kasinampia
$
$
$
karang Insarorki
$x
Pai
Yumni
k
au
Pul
ara
Pulau Karang
ng
$Rarsbar
Wun di
Pasi
Samakur
g
an
kar
lau
Dauwi
Nu si
$
$
Mansurbabo
Wamsoi
Rawa
Karang Dalam
Laguna dan Atol Wundi
Pulau
Lamun
Rataan Terum bu
Pasi r
Pulau Karang
x
x
uandi
Mangg
Pu
Urev
116'00" L S
karang Urbinai
Nu kori
$Wurki
10
KE TE R A N G A N
x
Pakreki
5
Ki l o m e t e r
Workbondi
Auki
Mbromsi
Runi
Mangrove
Area Penel itian
Kebori
030'
im
kT
Bia
ur
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO
110'30" L S
ik
st r
Di
WILAYAH PENELITIAN
15'00" L S
Biak
30
60
Kilometer
Rasi
Pulau Bi ak
Kabuapat en Bi akN umf or
100'
Padaido Bawah
karang Mansawayomni
Ds
i t r i kPad aido
Selat Yapen
13600'
13630'
u
P
a la
K
b B
u
a
p a
ti k
n
e Ba
i N
k u fm ro
e la
S
t Y
a p
e n
is tr k
D
i a
P a
d id o
300'
600'
121'30" L S
000'
13530'
Padaido Atas
300
Kilometer
13300'
13616'30" BT
13622'00" BT
13627'30" BT
13633'00" BT
600
13600'
13900'
13638'30" BT
Jenis Data
Metode
Data Primer
Survei lapangan
Komponen BioGoeFisik :
(Luas pulau, topografi, kemiringan
pantai, tipe pantai, lebar pantai,
panjang pantai, material pantai,
penutup lahan, ketersediaan air tawar,
pasang surut, kedalaman perairan,
kecepatan dan arah arus, kecerahan,
kualitas air, jenis tutupan).
II
Data Sekunder
(Batas wilayah, monografi desa, batas
kelola
desa
adat,
hasil-hasil
penelitian di lokasi (terumbu karang,
lamun dan mangrove),
aktivitas
masyarakat, kegiatan pemerintah dan
non-pemerintah yang pernah dan
sedang
dilaku-kan
di
lokasi
penelitian)
Keterangan
Institusi terkait dan
survei insitu :
pulau-pulau ber
penduduk dan tidak
berpendu-duk.
COREMAP
Penentuan stasion
Jenis Data
Keterangan
Pengamatan / Pengukuran
langsung di lapangan
- Insitu
- Coremap,2003
- Rumput laut
- Ikan Karang
- Lamun
- Mangrove
- Insitu
- Lab. SIG
Data Primer
Metode
Sosekbud
II
Data Sekunder
Wawancara :
- PCRA
- Individu
- Kelompok
- Penelusuran dokumen
dan laporan hasil kajian
instansi terkait.
- Coremap,2003
- Coremap,2003
- Insitu
- Insitu
- Distrik Padaido
- Distrik Padaido
- Biak kota
- Wilayah lain.
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara langsung dan tidak langsung
di lapangan. Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3.
COREMAP
Parameter
Fisika:
Posisi
Arus (m/det)
Kecerahan (m)
Suhu
Kimia:
pH
Salinitas (ppm)
Oksigen terlarut (mg/l)
BOD (mg/l)
COD (mg/l)
Amonia (mg/l)
Nitrit (mg/l)
Nitrat (mg/l)
Orthophospat (mg/l)
Metode
Keterangan
GPS
Current meter
Secchi disk
Termometer
In situ
In situ
In situ
In situ
pH-meter, Horiba
Refraktometer, Horiba
Titrasi
Botol sampel, titrasi
Botol sampel, titrasi
Botol sampel, spectrofotometer
Botol sampel, spectrofotometer
Botol sampel, spectrofotometer
Botol sampel, spectrofotometer
In situ
In situ
In situ
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
COREMAP
KAWASAN GUGUSAN
PULAU - PULAU
PADAIDO
INTERPRETASI
CITRA SATELIT
PENGUMPULAN
DATA
SEKUNDER
PENGUMPULAN
DATA PRIMER
PENYUSUNAN BASIS
DATA SPASIAL &
TUBULAR
ANALISIS SIG
ANALISIS
KESESUAIAN
PEMANFAATAN
LAHAN
COREMAP
KAWASAN
GPP PADAIDO
DATA PRIMER
DATA
SEKUNDER
DATA COLECTION
SURVEY
LAPANGAN
BASIS
DATA
PETA
DASAR
KRITERIA
KESESUAIAN LAHAN PESISIR
DAN LAUT
ANALISIS
PETA TEMATIK
1
PETA TEMATIK
2
PETA TEMATIK
KE - N
OVERLAY
PETA
SYNTHESYS
PETA
KOMPOSIT
ANALISIS
SPASIAL DAN TUBULAR
COREMAP
Pada kelas ini lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk
pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak
secara nyata berpengaruh terhadap kegiatan atau produksi hasil.
Kelas S2
Kelas S3
Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas yang lebih besar untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas
akan mengurangi aktivitas atay produksi dan keuntungan atau lebih
meningkatkan masukkan yang diperlukan.
Kelas N
10
pembatas dan peluang keberhasilan atau produksi suatu lahan, semakin besar pula
nilainya. Keempat, memadankan (membandingkan) nilai lahan dengan nilai masingmasing kelas lahan.
tertentu diperoleh. Kelima, pemetaan kelas kesesuaian lahan. Pemetaan kelas lahan
dilakukan dengan program pemetaan spasial ArcView 3.3.
2.3 Pariwisata Pesisir
Kesesuaian lahan untuk pariwisata pesisir dianalisis dengan menggunakan
parameter dan kriteria lahan dari Suharsono dan Leatemia, 1995. Parameter,
pembobotan dan skoring kriteria kesesuaian lahan untuk pariwisata pesisir disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4.
Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan untuk Pariwisata Pesisir
No
Parameter
Kondisi Alam :
Jenis pantai
Tutupan lahan
pantai
2
3
Sat
Bobot
(B)
Skor (S)
1
pasir lumpur
pantai karang
hutan, semak
semak, kelapa
Kejernihan air
<5
5 - 10
> 10
Temperatur air
< 24
24 - 28
> 28
Bentuk tubir
landai
< 45oC
> 45oC
"Rugousity"
rata
lorong-lorong
gua-gua
Tutupan karang
Rendah
Sedang
Tinggi
jenis
<6
6-9
> 10
jenis
< 60
61 - 119
> 120
10
Jenis lamun
jenis
<3
4-5
>6
11
Jenis mangrove
jenis
<3
4-5
>6
12
Estetika
rendah
sedang
tinggi
13
Kemudahan
rendah
sedang
tinggi
14
Keselamatan
rendah
sedang
tinggi
15
Cuaca tenang
1-2
3-5
>5
II
Fasilitas :
Transportasi
kurang
cukup
baik
Air tawar
kurang
cukup
baik
Pondok wisata
kurang
cukup
baik
Listrik
kurang
cukup
baik
Telekomunikasi
kurang
cukup
baik
bln
COREMAP
11
1
2
Keterlindungan
Gelombang (cm)
3
4
Arus (cm/det)
Kedalaman air (m)
Skor (S)
3
Sedang
10 30
10-20 & 3040
1 2,5
Dasar perairan
Pasir/lumpur
Pasir
30 - 32
20 - 24
7,3 7,8
30 - 60
Cukup
Sedang
Cukup
Sedang
Cukup
No
Parameter
6 Salinitas (ppm)
7 Suhu (0c)
8 pH
9 Kecerahan (cm)
10 Kesuburan perairan
11 Ketersediaan benih
12 Sarana penunjang
13 Pencemaran
14 Keamanan
Sumber: DKP,2002.
1
Kurang
> 30
5
Baik
< 10
20 30
2,5 - 5
karang mt,
makro alga, pasir
32 - 34
24 - 30
7,8 8,2
60 - 110
Baik
Banyak
Baik
Tidak ada
Aman
Bobot
(B)
2
1
2
2
1
2
2
2
1
3
1
1
2
1
COREMAP
12
Tabel 6.
Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan untuk Budidaya Teripang
Faktor penunjang
a). Keterlindungan
b). Pencemaran
c). Keamanan
d). Sarana penunjang
Faktor utama
Skor (S)
3
Bobot
(B)
Kurang
Ada
Kurang
Kurang
Cukup
Sedikit
Sedang
Cukup
Baik
Tdk ada
Baik
Baik
3
1
1
1
Pasir/lumpur
Pasir &
lumpur
Pasir &
patahan
karang
>1
< 0,5
0,5 1
Tidak ada
Jarang
Padat
Dekat
< 50
< 26
22 25
<4
< 7,5
Jauh
50 100
27 30
26 29
46
7,5 8,0
Sgt jauh
100 150
31 34
30 32
69
8,1 8,6
2
1
1
1
1
1
COREMAP
13
Tabel 7.
Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Budidaya Ikan
dengan KJA
No
Parameter
1
2
Keamanan
Faktor Ekologi
a. Tinggi air pasang
b. Arus (m/dt)
c. Dalam Air dari Dasar
Jaring (m)
d. Oksigen terlarut (ppm)
e. Kadar garam (ppt)
f. Perubahan cuaca
3
Faktor Pendukung
a. Sumber listrik
b. Sumber pakan
c. Tenaga kerja
d. Ketersediaan Benih
4
Pencemaran
Sumber: Tiensongrusmee et al., 1986.
1
Kurang
Skor (S)
3
Cukup
5
Baik
Bobot
(B)
2
< 0.5
< 0.05
0.5 - 1.0
0.05 - 0.2
> 1.0
0.2 - 0.4
2
2
<4
4 - 10
> 10
< 3
< 20
Sering
3-5
20 - 30
Sedang
>5
> 30
Jarang
2
2
2
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
Ada
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Sedikit
Baik
Baik
Baik
Baik
Tidak ada
1
1
1
1
2
Tabel 8.
Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Daerah
Tangkapan Ikan Karang
No
Parameter
1
2
3
4
5
6
7
Skor (S)
3
<3
3-5
>5
Landai
<5
Sering
Buruk
Ada
Landai-curam
5 - 10
Sedang
Sedang
Sedikit
Curam
> 10
Jarang
Baik
Tidak ada
Bobot
(B)
2
2
1
2
2
1
< 100
100 - 200
> 200
COREMAP
14
Parameter
Suhu (OC)
Salinitas (ppt)
Kedalaman (m)
Oksigen terlarut (mg/l)
Kecerahan perairan (m)
Perubahan cuaca
Pencemaran
Skor (S)
3
< 20
< 25
< 50
<3
< 20
20 - 29
25 - 29
50 - 100
3-5
20 - 30
> 29
> 30
> 100
>5
> 30
Sering
Ada
Sedang
Sedikit
Jarang
Tidak ada
COREMAP
Bobot
(B)
2
1
1
1
1
2
1
15
BAB 3
COREMAP
16
BIAK
COREMAP
17
Tipe pantai yang ditemui di GPP Padaido adalah pantai berpasir, pantai
berkarang, pantai berbatu dan pantai berlumpur. Pada suatu pulau dapat dijumpai
campuran dari berbagai tipe pantai. Tipe pantai berpasir dan berkarang terdapat di
pulau-pulau Padaido. Pantai berlumpur ditemui pada daerah terlindung dan
merupakan habitat vegetasi mangrove, seperti dijumpai di Pulau Padaidori dan Pulau
Auki. Pulau-pulau seperti Auki Bagian Utara, Pakreki Bagian Barat dan Selatan serta
Pulau Samakur memiliki pantai bertebing / berdinding batu karang dan berbatasan
langsung dengan laut dalam.
GPP Padaido memiliki topografi pantai ke arah laut yang datar dan langsung
curam. Ukuran luas dataran pantai bervariasi dari satu pulau ke pulau yang lain.
Pulau-pulau atol memiliki dataran pantai pasang surut yang luas, seperti pulau-pulau
Auki, Wundi, Pai, Nusi, Urev dan Mansurbabo. Pada saat surut terendah dataran ini
dapat mencapai 1 km lebarnya, sehingga pulau yang satu terhubung dengan pulau
yang lain. Pulau-pulau Pakreki, Mbromsi, Pasi, Workbondi memiliki dataran pantai
pasang surut yang sempit dan langsung curam, sedangkan pulau Samakur memiliki
topografi pantai curam.
3.2.2 Iklim
Iklim adalah keadaan cuaca yang berlangsung di suatu tempat pada periode
waktu yang panjang. Berdasarkan pengamatan terhadap unsur-unsur cuaca di
Kabupaten Biak Numfor yang tercatat pada Stasion Meteorologi Klas I Frans Kaisepo
Biak, iklim di Kepulauan Padaido termasuk iklim tropis basah dengan jumlah curah
hujan antara 2000 mm/thn sampai 3000 mm/thn, jumlah curah hujan rata-rata diatas
150 mm/bulan dan jumlah hari hujan sebanyak lebih dari 200 hari setiap tahunnya.
Jumlah jam penyinaran matahari rata-rata tiap bulan adalah 64 jam, suhu udara ratarata tiap bulan 27.20C, kelembaban udara rata-rata tiap bulan adalah 83.8% dan angin
bertiup rata-rata dari arah barat daya dengan kecepatan 4 knot per bulan.
Pola angin yang berperan di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Angin
musim bertiup secara normal ke arah tertentu pada satu periode sedangkan pada
periode lainnya angin bertiup secara normal dengan arah yang berlainan. Berdasarkan
arah angin musim yang bertiup di Kepulauan Padaido dibedakan dua macam musim,
yaitu :
COREMAP
18
1) Musim Barat
Musim ini berlangsung pada bulan-bulan Januari sampai Mei dan Agustus sampai
Desember. Angin datang dari arah barat hingga barat daya dan barat laut dengan
kecepatan rata-rata 4 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak,
2002). Karena letaknya terbuka terhadap arah datangnya angin dan lamanya angin
bertiup, perairan di sekitar Kepulauan Padaido dan Pulau Biak bergelombang dan
arus kuat. Keadaan ini sangat mempengaruhi aktivitas penangkapan ikan dan
transportasi laut ke dan dari Pulau Biak.
2) Musim Timur
Musim ini berlangsung sekitar bulan-bulan Juni dan Juli. Angin datang dari arah
timur dengan kecepatan rata-rata 5 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans
Kaisiepo Biak, 2002). Karena letaknya relatif terlindung dari arah datangnya angin
karena Pulau Irian dan Pulau Yapen dan lamanya angin bertiup tidak lama,
perairan di sekitar Kepulauan Padaido relatif tenang. Keadaan ini biasanya
dimanfaatkan oleh masyarakat/nelayan untuk menangkap dan mengumpulkan ikan
sebanyak-banyaknya untuk dipasarkan ke Pulau Biak.
Angin musim selain berpengaruh terhadap kondisi perairan juga berpengaruh
terhadap curah hujan. Pada musim Barat, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei
sebesar 250.8 mm dengan hari hujan sebanyak 16 hari dan curah hujan terendah
terjadi pada bulan Oktober sebesar 126.7 mm dengan hari hujan sebanyak 8 hari. Pada
musim Timur, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni sebesar 295.6 mm dengan
hari hujan sebanyak 22 hari (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002).
Secara umum, hari hujan rata-rata pada musim Barat dan Timur relatif tidak jauh
berbeda, namun memiliki perbedaan curah hujan rata-rata.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara curah hujan dan hari
hujan. Bila curah hujan di suatu tempat tinggi dan hari hujan juga tinggi (menyebar
dalam sebulan), dampak yang ditimbulkan pada tempat tersebut tidak terlalu nyata.
Tetapi bila yang terjadi adalah sebaliknya dimana curah hujan tinggi dan hari hujan
rendah, dampak yang ditimbulkan pada lokasi tersebut sangat nyata. Banjir atau banjir
bandan merupakan contoh dari kejadian tersebut. Pada lokasi-lokasi yang tidak luas,
seperti pulau-pulau kecil, jatuhnya hujan dengan volume yang besar berdampak luas
terhadap kondisi setempat. Pulau-pulau dengan daerah tangkapan hujan yang kecil
akan menerima volume air hujan yang banyak dalam satu satuan waktu dan merusak
COREMAP
19
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata-Rata
Jumlah
2001
2000
1999
1998
Curah
Hujan
(mm)
219.0
126.0
164.7
172.9
250.8
295.6
111.5
200.0
155.4
126.7
198.2
194.9
192.96
2315.7
3350.2
3167.5
3416.0
4381,0
Hari
Hujan
27
19
26
21
16
22
10
7
14
8
16
21
17.3
207
285
256
270
256
Suhu
Udara
Rata-Rata
(Celcius)
Penyinaran
Matahari
Rata-Rata
(%)
Kelembaban
Udara
Rata-Rata
(%)
26.8
27.0
27.2
27.2
27.4
27.2
27.4
27.3
27.1
27.5
27.2
26.8
27.2
326.1
26.9
26.8
26.6
27.1
60
62
61
45
77
38
78
63
76
74
99
40
64.4
773
58
33
50
49
87
85
83
85
84
84
83
81
83
82
85
84
83.8
1006
88
85
85
88
Arah dan
Kecepatan
Angin
Rata-Rata
(%)
270/03
270/03
270/04
270/04
270/04
090/06
090/04
225/06
270/04
315/04
270/04
270/04
240/04
090/04
270/05
270/04
045/05
COREMAP
20
3.3 Geologi
3.3.1 Tipe dan Asal Pembentukan Pulau
GPP Padaido terdiri atas dua tipe pulau. Tipe pertama adalah pulau-pulau karang
timbul (raised coral island) yaitu pulau-pulau yang terbentuk oleh terumbu karang
yang terangkat ke atas permukaan laut (kira-kira 70 meter diatas permukaan laut
dengan tebing karang setinggi 5-10 m) karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan
gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut karena proses geologi. Pulau-pulau tipe
ini terdapat di kawasan GPP Padaido Atas. Tipe kedua adalah pulau-pulau atol yaitu
pulau-pulau karang yang berbentuk cincin dimana pada bagian tengahnya terdapat
lagoon. Pulau-pulau tipe ini terdapat di kawasan GPP Padaido Bawah.
GPP Padaido terbentuk dari batuan induk kapur (karst) dan batu gamping koral
(formasi mokmer). Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, pulau-pulau ini
mengalami perubahan bentuk, bertambah tinggi pada salah satu bagian pulau atau
seluruhnya, sebagai akibat dari aktivitas tektonik yang mengangkat batuan penyusun
pulau-pulau tersebut. Hal ini terjadi pada pulau-pulau, seperti Samakur, Pakreki,
Yumni, Warek, Mbromsi, Padaidori, Auki dan pulau-pulau karang kecil lainnya.
GPP Padaido, Pulau Biak dan pulau-pulau lain di sekitarnya terletak pada jalur
patahan (sesar) antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia. Pergerakan salah satu
atau kedua lempeng tersebut menimbulkan aktivitas tektonik, seperti pengangkatan
batuan dan gempa. Hal ini menyebabkan kawasan ini dikategorikan sebagai kawasan
rawan gempa.
Aktivitas tektonik berupa gempa terjadi dan tercatat di sekitar kawasan
Kepulauan Padaido dan Pulau Biak telah berlangsung dalam 3 periode waktu, yaitu
periode 19651970, 1970-1980 dan 1980-1996. Pada periode 1965-1970 tercatat satu
gempa dengan kekuatan 6 skala Reichter yang berpusat di dekat Pulau Padaidori pada
kedalaman < 120 km. Pada periode 1970-1980 terjadi beberapa kali gempa pada pusat
yang sama dengan kekuatan antara 5-6 skala Reichter. Gempa dengan kekuatan
sekitar 8 skala Reichter terjadi dua kali dengan pusat di Pulau Yapen pada kedalaman
< 120 km. Satu kali gempa berpusat antara Pulau Yapen dan Pulau Biak dengan
kekuatan 5-6 skala Reichter. Pada periode 1980-1995 tidak banyak terjadi gempa
yang berpusat di sekitar Pulau Biak tetapi di Pulau Irian (Soehaimi, et al., 1999).
Pada tahun 1996, terjadi gempa di sekitar Pulau Biak dan kawasan sekitarnya.
Gempa ini menimbulkan tsunami (gelombang pasang) yang sangat dashyat terutama
COREMAP
21
pada bagian timur sampai utara Biak dan Kepulauan Padaido (Koswara, 1998). Di
kawasan GPP Padaido, karena posisinya yang relatif berhadapan langsung dengan
Samudera Pasifik dan berada antara Pulau Biak dan Pulau Yapen dimana arus yang
melaluinya relatif besar jangkauan gelombang ke daratan mencapai 100 300 meter
dengan ketinggian mencapai 1-2 meter. Dataran rendah dari pulau-pulau tersebut
tertutup air selama beberapa waktu. Gempa tersebut telah menimbulkan kerusakan
sumber daya alam, kerugian material dan korban manusia.
3.3.2 Tanah
Tanah di Pulau-Pulau Padaido merupakan hasil lapukan dari batuan kapur dan
gamping koral serta lapukan tumbuh-tumbuhan. Jenis tanah yang berkembang di
Kepulauan Padaido terdiri atas 4 (empat) jenis (Kantor Pertanahan Kabupaten Biak
Numfor, 1995), yaitu :
1) Jenis tanah Regosol.
Jenis tanah berwarna coklat kelabu, bertekstur pasir, struktur remah, mengandung
fragmen batuan kapur dan sangat permeabel. pH tanah dari netral sampai sedikit
basa. Konsistensi padat dan peka terhadap erosi dan kehilangan air. Jenis tanah ini
memiliki tingkat kesuburan rendah sampai sedang dengan kandungan N rendah.
Jenis tanah ini tersebar di pulau-pulau Wundi, Nusi, Pai, Auki, Padaidori, Pasi,
Mbromsi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan
Workbondi.
2) Jenis tanah Mediteran Merah Kuning
Jenis tanah ini berwarna merah sampai merah kecoklatan, bertekstur geluh
lempung dan berstruktur gumpal. Konsistesinya gembur teguh dan kadar bahan
organik rendah. PH tanah netral dan cenderung ke basa. Jenis tanah ini memiliki
tingkat kesuburan rendah sampai sedang dan tergantung pada bahan organik. Jenis
tanah ini terdapat di pulau-pulau Mbromsi dan Padaidori.
3) Jenis tanah Rendzina
Jenis tanah ini berwarna coklat sampai merah coklat dan bercampur batuan.
Horison paling bawah lebih gembur, berbatu kapur napal dan lebih gembur.
Lapisan humus tanah ini tipis. Tingkat kesuburannya rendah sampai sedang
tergantung pada jenis vegetasi penutupnya. Jenis tanah ini dapat ditemukan pada
pulau-pulau Auki, Mbromsi, Padaidori, Pasi dan Mangguandi.
COREMAP
22
datar,
bertekstur
lempung
berpasir,
berstruktur
berbutir
tunggal,
berkonsistensi gembur, teguh dan sedikit lekat. PH tanah berkisar asam sampai
sangat masam dan mempunyai kandungan Sulfida yang cukup tinggi terutama
pada kedalaman 40-80 cm atau lebih dangkal. Lapisan ini harus teremdam air
untuk mencegah teroksidasinya Sulfida menjadi Sulfat yang dapat mematikan
tanaman. Tingkat kesuburan tanah ini rendah sampai sedang. Jenis tanah ini dapat
dijumpai pada pulau Auki dan Mangguandi.
COREMAP
23
3.3.4 Vegetasi
Vegetasi darat di GPP Padaido terdiri atas hutan pesisir, hutan primer/sekunder,
semak belukar dan kebun rakyat. Hutan pesisir dijumpai di pesisir pantai dan
didominasi oleh pohon kelapa (Cocos nucifera). Di Pulau Samakur, Pulau Yeri dan
Pulau Rasbar, pohon kelapa tidak ditemukan, sedangkan pada Pulau Urev dan Pulau
Mansurbabo, pohon kelapa hanya beberapa pohon. Karena letaknya di daerah pesisir,
pohon kelapa banyak yang tumbang karena proses abrasi pantai
Vegetasi besar, tanaman perdu, rerumputan pantai dan semak belukar dari hutan
pesisir adalah Butong (Barringtonia asiatica), matoa (Pometia coreacea), bintanggur
(Calophyllum inophyllum), pinang (Areca catechu), waru laut (Hibiscus tiliaceus),
mengkudu (Morinda citrifolia), pandan (Pandanus odoratissima dan P. tectorius),
kranji (Pongamia pinnata), Jarag (Ricinus communis), Ketapang (Terminalia
catappa), sukun (Artocarpus sommunis), cemara laut (Casuarina equisetifolia),
beringin (Ficus spp), kayu besi (Intsia bijuga), nas (Hablolobus floribundus), bram
(Urandra brassii), kayu hitam (Diosspyros spp), kayu lawang (Cinnamomum spp),
biduri (Calotropis gigantea), lamtoro (Leucaena glauca), mangga brabu (Cerbera
manghas), tuba laut (Derris trifoliata), basang siap (Finlaysonia maritima), katangkatang (Ipomoea pes-caprae), ceplukan (Passiflora foetida), bakung-bakung
(Scaevola taccada), gelang laut (Sesuvium portulacastrum) dan sernai (Wedelia
biflora). Hutan ini sudah jarang ditemukan di pulau-pulau, seperti Wundi, Nusi dan
Yeri.
Hutan tropis dataran rendah yang didominasi pohon dengan tinggi > 30 meter
dan tumbuhan bawah masih dijumpai di beberapa pulau seperti Pulau Pakreki dan
Pulau Samakur. Hutan ini merupakan hutan primer, sedangkan hutan sekunder dan
semak belukar masih dijumpai di Pulau Auki, Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi, Pulau
Pasi, Pulau Pai dan Pulau Mangguandi. Kayu besi, bintanggor dan beringin tumbuh
dengan baik di hutan sekunder maupun primer.
Selain tanaman kelapa, tanaman budidaya yang ditemukan di GPP Padaido
adalah pisang (Musa paradisiacea), ubi jalar (Ipomoea batatas), jambu air (Colocasia
esculenta), pepaya (Carica papaya), singkong
(Colacasia esculenta), kangkung (Ipomoea aquatica), sirih (Piper betel), dan katuk
(Sauropus androgynus). Tanaman budidaya diusahakan untuk konsumsi keluarga.
COREMAP
24
3.3.5 Fauna
Jenis-jenis fauna yang ditemukan di GPP Padaido dibedakan atas fauna yang
hidup bebas dan yang dilindungi oleh negara serta hewan yang diternakan. Jenis-jenis
burung yang hidup bebas adalah kakatua putih jambul kuning (Cacatua galerita), nuri
kepala hitam (Chalcopsitta atre), nuri merah (Charmosyna placentis), jalak ekor
panjang (Aplanis magna brevicauda), dara laut (Heliaeetue leucogaster), camar laut
(Sterna hirundo), elang laut (Pandion haliaetus), bangau (Engretta sacra), kelelawar
(Dobsonia peroni), bebek laut (Esacus magnirostris), sirip gunting (Sterna albifrons),
betet raja ambon (Alisterus amboinensis), merpati hutan (columba domestica),
kumkum hitam (Dudula pinon) dan burung malam (Caprimulgus spp). Menurut
penduduk, ular, babi hutan, kuskus dan ketam kenari masih dijumpai di Pulau Pakreki.
Di Pulau Samakur, vegetasi hutan dihuni oleh burung camar, sirip gunting dan
kelelawar. Satwa burung-burung ini menempati vegetasi hutan secara bergantian. Saat
menjelang malam, kelelawar keluar dari hutan pulau dan tempatnya ditempati oleh
burung-burung camar dan sirip gunting. Demikian pula saat menjelang pagi, ketika
burung-burung keluar dari sarangnya, tempatnya kemudian ditempati oleh kelelawar.
Pemandangan ini sangat menarik sehingga pulau ini dilindungi dan dijadikan salah
satu tujuan wisata alam oleh masyarakat.
Karena daya dukung lahanndaratan terbatas, jenis-jenis hewan yang diternak
tidak beragam. Umumnya hewan yang diternak oleh penduduk adalah ayam kampung,
itik manila dan babi. Selain dimanfaatkan oleh keluarga, hewan ternak dijual pada
waktu-waktu tertentu untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
3.4 Lingkungan Biofisik Perairan
3.4.1 Batimetri
GPP Padaido merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di sebelah
timur-tenggara pulau Biak. Gugusan pulau ini dikelilingi oleh laut yang relatif dalam,
berkisar antara 100 sampai diatas 1200 meter. Kedalaman di atas 500 meter berada di
bagian utara, selatan dan timur. Namun demikian, 90% kedalaman perairan berada
dibawah 500 meter (Gambar 5). Jarak ke arah laut dalam sangat pendek dari batas
luar rataan terumbu dan pada beberapa pulau tertentu topografi pantainya langsung
curam mencapai kedalaman > 200 meter. Perairan dangkal, umumnya, terdapat di
sekitar rataan terumbu, pesisir pulau dan perairan lagoon dengan kedalaman perairan
berkisar antara 1 sampai 25 meter.
COREMAP
25
15'00" L S
BA T I ME T R I
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO
U
karang Wundumimas
Padaidori
Yeri
Kepulauan Padaido
Auki
Workbondi
Pakreki
karang Urbinai
Pasi
lW
un
di
Lamu n
Rat aan Teru mbu
283 - 377 m
377 - 471 m
Pasir
471 - 565 m
565 - 659 m
659 - 753 m
Nukori
Dauwi
Nusi
Wamsoi
Runi
Mangguandi
Mansurbabo
Lua s ( ha)
1 - 95 m
189 - 283 m
283 - 377 m
377 - 471 m
471 - 565 m
565 - 659 m
659 - 753 m
95 - 1 89 m
Kebori
PETUNJUK LETAK PETA
Gosong karang
030'
go
on
La
Urev
189 - 283 m
116'00" L S
Warek
95 - 189 m
Pulau
Samakur
a to
Rarsbar
1 - 95 m
Lagun
Yumni
Wundi
Batimetri
Karang Dalam
Mbromsi
karang Insarorki
10
Keterangan :
110'30" L S
Pai
5
Ki l om e t e r
karang Kasinampia
30
60
Kilometer
Pulau Bi ak
Rasi
100'
Selat Yapen
13600'
13630'
e la
S
t Y
a p
e n
300'
600'
121'30" L S
000'
13530'
u la
P
u Ba
i k
a b
K
u a
pa
t n
e B a
i k
N u fm ro
is tr k
D
i a
P d
a id o
300
Kilometer
13300'
13616'30" BT
13622'00" BT
13627'30" BT
13633'00" BT
600
13600'
13900'
13638'30" BT
COREMAP
26
27
Konsentrasi nitrat berkisar pada nilai 0.460 gat/l sampai 3.450 gat/l. Nilai
konsentrasi fosfat dan oksigen terlarut cenderung menurun dengan bertambahnya
kedalaman sedangkan nilai konsentrasi nitrat justru meningkat pada kedalaman 50
meter (Hutahaean, et al., 1995).
Selama penelitian, kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6,8-9,1 mg/l,
konsentrasi BOD5 berkisar pada nilai 6,8-9,8 mg/l, konsentrasi COD berkisar pada
nilai 12,82-23,02 mg/l, Phosphat berkisar pada nilai 0,001-0,013 mg/l, Nitrit berkisar
pada nilai 0,003-0,009 mg/l, Nitrat berkisar pada nilai 0,044- 0,111 mg/l, dan
konsentrasi Amonia berkisar pada nilai 0,027-0,087 mg/l.
COREMAP
28
sedangkan terumbu gosong terdapat baik GPP Padaido Bawah maupun GPP Padaido
Atas.
Karang batu memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi, yaitu terdiri dari
kurang lebih 90 jenis yang tergolong dalam 41 genera dan 13 famili serta beberapa
jenis karang lunak yaitu Sinularia polydactil, Sarcophyton trocheliophorum,
Labophytum strictum dan L. Crassum. Jenis-jenis karang batu yang dominan adalah
Faviidae, Fungidae, Pociloporidae dan Acroporidae (Suharsono dan Leatemia, 1995;
Sapulette dan Peristiwady, 1994; Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997). Bila
dilihat dari bentuk pertumbuhan, prosentase tutupan karang hidup di GPP Padaido
Bawah berkisar antara 0 67.0 % pada kedalaman 3 m dan 0 25.9 % pada
kedalaman 10 m. Di GPP Padaido Atas berkisar pada nilai 13.7 70.7 % pada
kedalaman 3 m dan 9.6 66.7 % pada kedalaman 10 m (Souhoka dan Lorwens, 2001;
COREMAP 2001; COREMAP, 2003; serta Yayasan Terangi dan Lipi Biak, 2000).
Gambar 6. Kondisi Karang di GPP Padaido.
15'00" L S
KONDISI KARANG
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO
Bia k
#
Pada idori
Yeri K ecil
karang Kasinampia
110'30" L S
Yeri
karang Insarorki
Mbr omsi
Pa i
Yumni
Pa kre ki
Pu
la u
#
g
ran
ka
Pulau Karang
#Rar sbar
Pasi
Wundi
g
ran
ka
uan di
Mangg
au
P ul
116'00" L S
Pulau Karang
Da uwi
Nusi
Urev
Samakur
Nukor i
#
Mansurbabo
karang Urbinai
#Wurki
Wor kbondi
Auki
Wam soi
Runi
Ke bor i
PE TUNJU K LETAK PETA
gosong W ararasowe
10
KETER A N GAN
030'
#
#
5
Ki l o m e t e r
30
60
Kilometer
Pula u Bi ak
Rasi
100'
karang Mansawayomni
Selat Yapen
13600'
13630'
e la
S
t Y
a p
e n
300'
600'
121'30" L S
000'
13530'
u la
P
uB a
i k
K b
a
ua
p a
t n
e B a
i k
N u fm ro
is tr ik a
D
P d
a id o
300
Kilo meter
13300'
13616'30" BT
13622'00" BT
13627'30" BT
13633'00" BT
600
13600'
13900'
13638'30" BT
29
memiliki nilai ekonomis. Jenis-jenis ikan ini berasosiasi dengan perairan terumbu
karang. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Acanthuridae,
Caesionidae,
Carangidae,
Lutjanidae,
Mullidae,
Ephipidae,
Haemullidae,
Nemipteridae,
Scaridae,
Kyphosidae,
Serranidae,
Lethrinidae,
Siganidae
dan
Sphyraenidae. Di GPP Padaido ditemukan kurang lebih 101 jenis di GPP Padaido
Bawah dan 127 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001 dan COREMAP,
2001 dan COREMAP, 2003).
Ikan indikator adalah jenis-jenis ikan karang yang berasosiasi sangat erat dengan
terumbu karang. Keberadaan jenis-jenis ikan ini digunakan sebagai indikator untuk
mempelajari kondisi terumbu karang. Termasuk dalam jenis ini adalah jenis ikan-ikan
Chaetodontidae. Di perairan terumbu karang GPP Padaido ditemukan kurang lebih 34
jenis di GPP Padaido Bawah dan 29 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001;
COREMAP, 2001 dan COREMAP, 2003).
Ikan mayor adalah jenis-jenis ikan yang tidak termasuk dalam kedua kelompok
di atas dan belum diketahui peranan utamanya dalam rantai makanan di alam. Ikanikan ini berukuran kecil dan sebagian besar tergolong ikan hias. Termasuk dalam
kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Apogonidae, Aulostomidae, Balistidae,
Blennidae,
Cirrhitidae,
Monacanthidae,
Diodontidae,
Ostraciidae,
Gobiidae,
Pinguipedidae,
Holocentridae,
Pomacanthidae,
Labridae,
Pomacentridae,
Biak
U
karang Wund umimas
#
Padaidori
Yeri Kecil
karang Kasinampia
110'30" L S
Yeri
#
karang Insarorki
Mbromsi
Pai
Yumni
Wor kbondi
#
Pakreki
Pu
la u
Pasi
Pulau Karang
g
ran
ka
uan di
Mangg
au
P ul
Dauwi
Nusi
Urev
#
Mansur babo
Samakur
Nukor i
#Wur ki
karang Urbinai
Wundi
116'00" L S
g
ran
ka
Pulau Karang
#Rarsbar
Wamsoi
Runi
Kebor i
gosong W ararasowe
10
030'
#
#
Auki
5
Ki l o m e t e r
K ET E R AN G AN
30
60
Kilo meter
Pula u Bi ak
Rasi
100'
karang Mansawayomni
Selat Yapen
13600'
13630'
300'
600'
121'30" L S
000'
13530'
P la
u
uB a
i k
a b
K
ua
p a
t n
e Ba
i k
N u fm ro
is tr k
D
i a
P d
a id o
e la
S
t Y
a p
e n
300
Kilometer
13300'
13616'30" BT
13622'00" BT
13627'30" BT
13633'00" BT
COREMAP
600
13600'
13900'
13638'30" BT
30
Hasil tangkapan utama masyarakat GPP Padaido adalah ikan karang yang
dipasarkan ke pasar Bosnik dan Biak. Ikan karang terdiri atas ikan hias dan ikan target
(konsumsi). Penangkapan ikan karang masih menggunakan cara dan alat yang
sederhana. Pancing, jaring insang, tombak dan panah merupakan alat penangkapan
utama. Penangkapan ikan dengan cara pemboman dan pembiusan masih dilakukan
oleh sebagian kecil masyarakat. Tempat-tempat bekas pemboman ikan dapat dikenali
dengan mudah di sekitar terumbu karang.
31
pasar Bosnik baik dalam bentuk segar maupun asapan. Cangkang moluska belum
dimanfaatkan dan dibuang di pesisir pantai sehingga membentuk kelompok
tumpukan-tumbukan besar. Bila tidak dikelola dengan baik, stok moluska di perairan
GPP Padaido akan berkurang dan mungkin dapat punah. Hal ini telah terjadi pada
jenis-jenis kerang tertentu, seperti kerang Anadara spp yang saat ini sulit ditemukan.
Echinodermata adalah hewan-hewan laut berkulit duri. Hewan-hewan ini terbagi
dalam lima golongan utama yakni teripang (Holothuroidea), bintang laut
(Asteroidea), bintang ular (Ophiuroidea, bulu babi (Echinoidea) dan lili laut
(Crinoidea). Hewan-hewan ini dijumpai di perairan pantai sekitar terumbu karang
GPP Padaido. Teripang merupakan jenis echinodermata bernilai ekonomis penting.
Teripang pasir (Holothuria scabra) dan teripang nanas (Stichopus ananas) merupakan
contoh teripang yang dipasarkan oleh masyarakat. Di Pulau Mangguandi, konservasi
teripang dilakukan masyarakat dengan cara sasisen, yaitu melarang pengambilan
teripang untuk jangka waktu tertentu ( enam bulan sampai satu tahun).
Krustase merupakan hewan-hewan berkulit keras. Udang karang (Panulirus
spp), rajungan (Portunus spp) dan kepiting bakau (scylla serrata) merupakan jenisjenis krustase yang umum ditemukan di GPP Padaido. Hewan-hewan ini ditangkap
pada malam hari dengan alat yang sederhana. Selain di makan, udang karang dan
kepiting dijual di pasar Bosnik atau restoran di kota Biak. Kepiting bakau mendiami
habitat hutan mangrove, seperti di Pulau Padaidori dan Auki. Udang karang umumnya
mendiami habitat terumbu karang. Jenis-jenis udang karang yang umum tertangkap
adalah udang barong (Panulirus versicolor), Udang pantung (Panulirus homarus),
udang bunga (Panulirus longipes) dan udang jaka (Panulirus penicillatus). Di pulau
Mangguandi konservasi udang karang dilakukan dengan cara sasisen di seluruh pulau.
32
ikan kembung (Rastrelliger spp), kawalinya (Selar spp), momar (Decapterus spp),
make (Sardinella spp) dan teri (Stolephoruss spp).
Di GPP Padaido, ikan pelagis berpotensi untuk dikembangkan dimasa-masa
mendatang sebagai salah satu sumber pendapatan masyarakat selain ikan karang. Di
pasar Bosnik ikan pelagis yang banyak dipasarkan adalah ikan cakalang. Perairan
yang menjadi daerah penangkapan ikan pelagis adalah perairan sekitar pulau Pakreki,
pulau-pulau Dauwi dan perairan perbatasan (barat, timur, utara dan selatan).
3.4.11 Lamun
Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang beradaptasi hidup terbenam dalam
laut. Tumbuhan ini terdiri atas akar, daun dan tangkai-tangkai merayap (rhizome).
Lamun hidup pada perairan dangkal yang agak berpasir dan sering dijumpai di
terumbu karang pula. Pada tempat yang terlindung lamun berkembang dengan baik
dan menutupi suatu kawasan yang luas sehingga membentuk padang lamun.
Di perairan pantai GPP Padaido lamun ditemukan pada hampir semua pulau
kecuali pulau Pakreki, Yumni, Warek, Workbondi dan Samakur. Pada tempat-tempat
yang agak terlindung, lamun tumbuh dengan lebat dan membentuk suatu padang
lamun yang luas. Keadaan ini ditemukan pada pulau Auki bagian selatan, pulau Pai
bagian barat, bagian barat pulau Wundi, bagian barat pulau Nusi, bagian barat dan
timur pulau Padaidori dan bagian barat dan timur pulau Mangguandi dan pulau-pulau
lain. Lamun yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah sembilan jenis, yaitu
Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, C. Serullata,
Halodule universis, H. Pinifolia, Halophila ovalis, H. Spinulosa, dan Syringodium
isoetifolium,
Kondisi lamun di Pulau-Pulau Padaido relatif masih baik. Namun di beberapa
pulau, seperti Auki dan Padaidori (depan desa) lamun dicabut dari substratnya untuk
memberi arah masuk bagi perahu-perahu bermotor yang menuju pantai desa.
3.4.12 Mangrove
Mangrove merupakan tipe tumbuhan/hutan yang khas terdapat di sepanjang
pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan
mangrove sering pula disebut sebagai hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau
atau hutan bakau. Di GPP Padaido, mangrove terdapat di Pulau Padaidori (bagian
COREMAP
33
barat dan timur) dan Pulau Auki (bagian selatan). Dalam kumpulan kecil, mangrove
terdapat di pulau Wundi, Yeri, Pasi (bagaian barat laut) dan pulau Mangguandi
(bagian barat). Mangrove yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah tujuh jenis,
yaitu Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, R. Stylosa, Sonneratia alba,
Ceriops tagal, Lumnitzera littorea, dan Avicenia alba.
Hutan mangrove di pulau Padaidori mengalami kerusakan berat ketika terjadi
tsunami di kawasan ini pada tahun 1996. Jenis mangrove yang rusak/mati adalah
Bruguiera gymnorrhiza yang telah berumur puluhan tahun. Kematian mangrove jenis
tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan jenis beradaptasi dengan keberadaan air
laut yang mencapai habitatnya dan terjebak untuk jangka waktu yang lama.
Pulau
Auki
Wundi
Nusi
Pai
Padaidori
Desa
Auki
Sandidori
Wundi
Sorina
Nusi
Nusi Babaruk
Pai
Imbeyomi
Sasari
Mnupisen
Yeri
Laki-Laki
Perempuan
130
58
154
83
167
140
157
97
147
51
59
108
50
129
80
156
89
122
78
170
56
57
COREMAP
Jumlah
Keluarga
238
108
283
163
323
229
279
175
317
107
116
59
38
70
36
71
55
69
43
79
29
34
34
Mbromsi
Pasi
Mangguandi
Nyansoren
Saribra
Mbromsi
Karabai
Pasi
Samber Pasi
Mangguandi
Suprima
Jumlah
119
124
131
18
207
85
72
98
2097
130
106
121
14
178
77
75
82
1878
249
230
252
32
385
162
147
180
3975
61
49
63
16
87
35
36
45
975
COREMAP
35
Tabel 12.
Tingkat Pendidikan Penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido.
Pulau
Tidak
Sekolah
Kampung
Auki
112
Sandodori
Wundi
Wundi
138
Sorina
Nusi
110
Nusi
Nusi Babaruk
94
Pai
Pai
145
Imbeyomi
Meomangguandi
Mangguandi
113
Supraima
Samber Pasi
59
Pasi
Pasi
129
Nyansoren
85
Mbromsi
Mbromsi
101
Karabai
Saribra
78
Mnupisen
79
Yeri
Padaidori
Sasari
114
Jumlah
1357
Prosentase
39.20%
Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2001.
Auki
Tidak
Tamat SD
Tamat
SMP
Tamat
SMU
92
60
37
106
86
46
82
71
59
48
27
25
127
73
36
89
58
26
45
108
63
22
63
47
2
31
21
82
51
15
62
40
18
60
33
14
79
1066
30.79%
57
697
20.13%
28
336
9.71%
Selain sarana sosial tersebut di atas, terdapat sarana pariwisata dan sarana
angkutan nelayan. Sarana pariwisata berupa pondok wisata sebanyak 3 bangunan
terletak di pulau Wundi (1 bangunan) dan pulau Dauwi (2 bangunan). Sarana ini
dikelola oleh masyarakat.
Sarana angkutan umum, seperti kapal atau perahu motor yang melayani GPP
Padaido dengan pulau Biak pergi-pulang belum tersedia. Penduduk GPP Padaido
yang akan ke Biak menumpang perahu motor nelayan pada setiap hari pasar (selasa,
kamis dan sabtu) dengan membayar sejumlah uang, rata-rata Rp 20.000 untuk pergipulang untuk GPP Padaido Bawah dan rata-rata Rp 40.000 untuk GPP Padaido Atas.
Untuk keperluan mendesak ke GPP Padaido, orang menyewa perahu motor nelayan
dengan ongkos sewa yang bervariasi, tergantung jarak yang dituju. Untuk pulau-pulau
GPP Padaido Bawah biaya sewa rata-rata Rp.300.000-Rp.400.000 dan Rp.600.000 Rp.800.000 untuk GPP Padaido Atas.
COREMAP
36
Pulau
Auki
Wundi
Nusi
Pai
Padaidori
Mbromsi
Pasi
Mangguandi
Jumlah
Desa
Auki
Sandidori
Wundi
Sorina
Nusi
Nusi Babaruk
Pai
Imbeyomi
Sasari
Mnupisen
Yeri
Nyansoren
Saribra
Mbromsi
Karabai
Pasi
Samber Pasi
Mangguandi
Suprima
Tanaman
Pangan
Perkebu
nan
Peterna
kan
Penangkap
ikan
Budidaya
laut
26
25
26
12
14
21
27
151
15.49%
23
18
42
23
60
41
51
32
50
18
12
45
30
41
10
62
16
30
43
647
66.36%
8
8
7
6
14
10
10
11
13
11
10
12
12
7
4
20
7
8
5
183
18.77%
30
32
50
32
70
50
56
43
65
20
32
55
41
76
13
80
33
32
34
844
86.56%
14
15
17
46
4.72%
Sarana perikanan tangkap di GPP Padaido terdiri dari perahu tak bermotor dan
perahu motor tempel. Perahu tak bermotor memiliki jumlah sebanyak 728 unit,
sedangkan perahu motor temperl hanya 78 unit. Ini menunjukkan bahwa 90.3% rumah
tangga nelayan masih tradisional. Alat penangkapan ikan yang umum digunakan
COREMAP
37
adalah jaring insang (gill net), pancing (hook and line) dan alat tangkap lain (panah
dan tombak) (Kabupaten Biak Numfor, 2002).
Industri keluarga yang berkembang di GPP Padaido adalah minyak kelapa, ikan
asin dan ikan asar/asap. Rata-rata setiap pulau memiliki 2 unit usaha dengan menyerap
tenaga kerja rata-rata sebanyak 43 orang. Pada tahun 2000 nilai produksi industri
keluarga sebesar Rp 289.945.000 (dua ratus delapan puluh sembilan juta sembilan
ratus empat puluh lima ribu rupiah) (Kabupaten Biak Numfor, 2002).
Tabel 14.
Sarana Perikanan Tangkap di Kepulauan Padaido
No
Pulau
Perahu Tak
Perahu Motor
Bermotor
Tempel
1
Auki
67
8
2
Wundi
83
7
3
Nusi
114
9
4
Pai
85
9
5
Padaidori
82
11
6
Mbromsi
122
18
7
Pasi
106
10
8
Mangguandi
69
6
Jumlah
728
78
Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2002.
Jumlah
75
90
123
94
93
140
116
75
806
lagi dan memilih menetap di pulau, yaitu Pulau Pasi, Pulau Mbromsi, Pulau
Mangguandi, Pulau Auki, Pulau Wundi, Pulau Nusi dan Pulau Pai. Sebagai pendatang
mereka hanya menempati pulau dan mengambil hasilnya tetapi pulau yang ditempati
merupakan milik orang-orang Padaidori (Yayasan Rumsram, 2000 dan Laksono, et al,
2001).
Dalam komunikasi sehari-hari masyarakat GPP Padaido menggunakan bahasa
Biak dan bahasa Indonesia. Bahasa Biak (wos Biak) termasuk kedalam phylum
Melanesia dengan 11 logat/dialek yang relatif tidak berbeda dan digunakan antar
sesama orang Biak.
39
dan menjadi anggota manyarakat. Mereka dilatih berburu, menangkap ikan, membuat
ladang, berperang dan melakukan pekerjaan dengan keahlian khusus, seperti membuat
perahu. Di dalam Rumsram juga diadakan pendidikan keagamaan.
Sebelum mengenal agama, orang-orang Biak mempercayai apa yang mereka
sebut Manseren Nanggi (Tuhan Langit), yaitu bahwa segala kehidupan di bumi ini
berada dibawah wewenang Nanggi. Nanggilah yang dianggap sebagai pusat alam
semesta. Selain itu, mereka juga percaya roh nenek moyang (korwar). Korwar
dianggap mempunyai kekuatan tertentu yang bisa memberi banyak hasil buruan dan
juga ketika berperang.
Agama kristen masuk ke Biak bersamaan dengan kedatangan orang Belanda.
Agama kristen masuk di Biak pada 26 April 1908. Masuknya agama kristen di Biak
telah memberikan perubahan yang besar dalam sistem kehidupan masyarakat. Agama
Kristen Protestan merupakan agama yang terbesar dan untuk penduduk GPP Padaido
umumnya beragama kristen protestan (99,62 %). Penduduk yang beragama islam dan
budha masing-masing 0,29% dan 0,09% (Kabupaten Biak Numfor, 2002). Dampak
perubahan yang dibawa oleh Belanda dan organisasi penyiaran terhadap masyarakat
Biak pada umumnya adalah:
(1)
Perubahan bentuk pranata sosial dari bentuk pemerintahan lokal dan khusus
menjadi pemerintahan yang diatur oleh pusat
(2)
(3)
Sistem keyakinan yang semula kepada Manseren Naggi dan roh nenek moyang
berubah menjadi kenyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa
(4)
(5)
menganggap laut
40
tidak sebagaimana mestinya maka akan diganggu atau diculik oleh dewa laut (faknik).
Laut di satu sisi dianggap mengerikan sehingga dipandang sebagai lawan. Hal ini terjadi
pada saat musim angin barat dimana terjadi gelombang besar sehingga aktivitas
masyarakat terhenti. Setiap laki-laki yang dapat mengalahkannya, ia digolongkan
sebagai panglima perang (mambri). Laut juga dipandang bersahabat, atau ibu yang
dapat menyediakan makanan bagi masyarakat. Ini terjadi pada musim teduh, yang
dikenal dengan Wampasi.
Masyarakat Biak pada umumnya mengenal pola penguasaan dan pemilikan laut
yaitu pembagian wilayah secara geografi mulai dari daratan sampai ke laut yang diakui
sebagai hak milik. Wilayah geografi yang dimaksud adalah Siser (daerah pasang-surut)
yaitu batas antara vegetasi darat, pantai kering dan titik terendah pada waktu air surut.
Bosen yaitu daerah terumbu karang, batas antara titik terendah air surut dan laut dalam.
Arwan (rataan terumbu) yaitu daerah terumbu karang yang bentuknya landai dan
terbentang meliputi suatu wilayah yang cukup luas. Manspar yaitu daerah tebing karang
atau sering disebut Kafafer. Soren yaitu istilah yang umum digunakan untuk menyebut
laut atau batas antara daerah terumbu karang dan laut lepas. Irbor yaitu gugusan
terumbu-terumbu karang yang terletak di laut lepas/dalam, dan terpisah antara satu
gugusan dengan lainnya. Daerah inilah yang diklaim oleh warga satu kampung sebagai
tempat menangkap ikan laut lepas.
Pada umumnya pola penguasaan dan pemilikan wilayah laut yaitu secara komunal
(keret) dengan sistem patrilineal. Pemilikan atas wilayah laut meliputi wilayah
pinggiran pantai (Siser) dan gugusan terumbu karang yang terdapat di laut dalam
(Irbor). Pola pemilikan wilayah laut bersifat mutlak
kepemilikan mutlak yaitu meliputi wilayah yang tercakup dalam batas kampung, mulai
dari pantai ke laut dalam. Wilayah ini hanya dimanfaatkan oleh warga sekampung,
sedangkan wilayah kepemilikan tidak mutlak adalah wilayah yang dimiliki sekelompok
masyarakat dan dapat dikelola oleh semua pihak luar yang mempunyai hubungan darah
atau famili dengan pemilik. Wilayah ini meliputi wilayah Irbor.
COREMAP
41
untuk tidak boleh menangkap ikan ataupun mengumpulkan hasil laut di sekitar lokasi
tersebut.
Sasisen berasal dari bahasa Biak, yaitu sisen yang artinya tutup atau kunci dan
diberikan awalan Sa sehingga menjadi Sasisen, yang artinya penutupan atau larangan.
Sasisen yang dikenal oleh orang Biak terbagi dalam dua jenis, yaitu :
1)
Sasisen terhadap wilayah tertentu meliputi segala jenis biota yang terdapat di
dalamnya. Sasisen seperti ini berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
2) Sasisen yang diberlakukan terhadap satu jenis biota tertentu, umumnya yang bernilai
ekonomis penting. Sasisen jenis ini diberlakukan untuk jangka waktu minimum 1
(satu) tahun.
3.8 Penggunaan Lahan Saat ini
Lahan yang digunakan di GPP Padaido adalah lahan daratan dan perairan.
Penggunaan lahan daratan relatif hampir sama antara suatu pulau dengan pulau lain.
Umumnya di pesisir pantai terdapat perkampungan penduduk, sedangkan agak ke
dalam/tengah
pulau
terdapat
fasilitas
sosial,
seperti
gereja,
sekolah,
puskesmas/posyandu dan sarana lain. Lahan lain berupa perkebunan kelapa yang
tersebar di sekeliling pulau serta kebun campuran, semak belukar dan hutan lindung.
Penggunaan lahan perairan umumnya sama dari satu pulau ke pulau lain. Lahan
perairan dangkal digunakan untuk menangkap ikan karang, kerang-kerangan, siput,
gurita, teripang, udang karang dan budidaya rumput laut. Lahan perairan dalam (laut)
digunakan untuk menangkap ikan pelagis dan transportasi perahu motor.
Lahan daratan di pulau-pulau yang tidak berpenghuni dimanfaatkan sebagai
hutan primer, hutan sekunder, perkebunan kelapa serta pondok-pondok kecil. Lahan
pantai dibangun pondok-pondok kecil untuk mengolah dan menampung hasil tangkapan
ikan dan biota laut lain sebelum dipasarkan serta kelapa. Lahan pesisir perairan dangkal
dimanfaatkan untuk penangkapan dan pengumpulan biota laut, seperti ikan, jenis-jenis
kerang dan teripang.
3.9 Institusi Lokal
Di GPP Padaido institusi lokal yang terdapat setiap desa terdiri dari empat
elemen penting, yaitu adat, gereja, pemerintahan dan yayasan/LSM. Dalam sistem
kepemimpinan lokal setiap kampung/desa dipimpin oleh satu orang sebagai tua-tua adat
yang disebut mananwir. Mananwir dipilih berdasarkan keturunan dan berasal dari keret
COREMAP
42
besar. Tugas mananwir adalah menentukan batas wilayah untuk kebutuhan penduduk
dan menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam kampung. Sistem kepemimpinan lokal
ini kemudian berubah setelah kedatangan Belanda.
Pada masa pemerintahan Belanda, kedudukan mananwir digantikan oleh
seorang kepala kampung yang memimpin suatu kampung yang terdiri dari beberapa
keret. Orang yang terpilih sebagai kepala kampung umumnya adalah keturunan
mananwir atau orang dari salah satu keret yang memiliki pengaruh besar dalam
masyarakat. Di atas kepala kampung ada kepala seksi yang bertugas seperti camat,
sedangkan untuk keamanan kampung ditugaskan kepada seorang warnamen (opas).
Seiring dengan masuknya agama kristen, kehidupan keseharian masyarakat
dipengaruhi oleh institusi gereja. Di tingkat pulau dan kampung dikenal pemimpinpemimpin keagamaan seperti ketua jemaat, sekretaris jemaat dan guru jemaat. Institusi
gereja bertugas untuk mengatur kehidupan beragama. Institusi gereja juga membentuk
usaha-usaha ekonomis yang dikelola oleh anggota jemaat untuk menjalankan kegiatankegiatan gereja, seperti mengadakan bazaar dan kios jemaat.
Pada masa pemerintahan Indonesia, intitusi pemerintahan desa mengalami
perubahan. Pada tahun 1999, pemerintah mengeluarkan UU No. 22 tentang
Pemerintahan Daerah menggantikan UU No.5 Tahun 1979. Berdasarkan UU No.22,
pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa (sekertaris, ketua RW dan
RT). Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa, ditetapkan oleh Badan
Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati. Walaupun telah diatur dengan peraturan,
dalam pemilihan kepala desa pengaruh dari keret-keret terbesar masih nampak.
Umumnya calon kepala desa dari keret besar terpilih sebagai kepala desa.
Lembaga Swadaya Masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah turut
mewarnai kehidupan kelembagaan lokal di GPP Padaido. Yayasan Rumsram
merupakan salah satu yayasan yang menjadi pendamping desa-desa di GPP Padaido.
Yayasan ini membentuk kios-kios jemaat, membentuk badan pengelola ekowisata,
membentuk kelompok nelayan dan kelompok konservasi di tingkat kampung/pulau
untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada di GPP Padaido. Lembagalembaga pemerintah melalui program-programnya melakukan kegiatan-kegiatan
ditingkat kampung, seperti Dinas Perikanan, Kesehatan, Perindustrian, Kehutanan dan
Perkebunan.
COREMAP
43
44
bahan kimia masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas tinggi pada waktuwaktu tertentu. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendekatan pengelolaan kawasan
pesisir dan laut GPP Padaido yang dilakukan saat ini belum berhasil memajukan
kawasan dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat sehingga diperlukan
alternatif pendekataan pengelolaan kawasan yang sesuai dengan kondisi lokal.
COREMAP
45
Tabel 15.
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di GPP Padaido, Distrik Padaido,
Periode 2002Juni 2003
T
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
N e g a r a
Australia
Belgia
British
Cekoslowakia
Dutch
France
Germany
Indonesia
Italy
Poland
Slovenia
Spain
Sweden
USA
New Zaeland
Japan
Taiwan
Jumlah
2002
Jumlah
Tinggal (hr)
9
3
8
6
14
5
10
5
23
10
5
6
7
12
16
11
2
2
2
2
2
4
3
5
1
3
13
8
115
82
COREMAP
46
BAB 4
Di GPP Padaido lahan dibedakan atas tiga tipe. Pertama adalah lahan daratan
(pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk, lahan dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman
penduduk, kebun dan ladang, lokasi beberapa prasarana dan sarana sosial serta hutan
sekunder. Pada pulau-pulau tidak berpenduduk, lahan daratan merupakan semakbelukar, pepohonan kelapa dan hutan (primer dan sekunder). Luas total daratan pulaupulau meliputi areal seluas 5.520,682 ha atau 3,017% dari luas wilayah.
Kedua adalah dataran pantai pasang surut, yaitu lahan pesisir yang mengalami
proses pasang-surut (pasut) air laut yang berlangsung dua kali dalam sehari
(semidiurnal). Lahan ini meliputi rataan terumbu atol wundi, rataan terumbu pulaupulau, laguna dan lagoon wundi. Lahan tersusun dari berbagai jenis substrat dasar,
seperti; pasir, lumpur, patahan karang dan campuran substrat-substrat tersebut. Di atas
lahan ini tumbuh dan berkembang berbagai jenis komunitas, seperti; karang, lamun, dan
mangrove dengan berbagai jenis fauna dan flora pantai dan laut yang berasosiasi.
Karang menempati bagian tepi (margin) yang berbatasan dengan laut dalam, sedangkan
mangrove menempati tepi pantai yang berbatasan dengan daratan pulau. Lamun terletak
diantara kedua komunitas tersebut.
Lahan dimanfaatkan oleh penduduk sebagai tempat pencaharian ikan dan hasil
laut lain, lokasi budidaya rumput laut, jalur pelayaran dan tempat tambatan perahu
nelayan serta tempat rekreasi dan pariwisata pantai. Lahan mencakup areal seluas
13228,003 ha atau 7,228% dari luas wilayah.
Ketiga adalah lahan perairan laut. Lahan merupakan perairan dalam dengan luas
169771,997 ha atau 92,772% dari luas wilayah. Kawasan ini dimanfaatkan sebagai
tempat penangkapan ikan pelagis (kecil dan besar) dan demersal serta sebagai jalur
pelayaran perahu nelayan.
Dari ketiga lahan tersebut, lahan pesisir (pasut) dan laut memiliki peluang yang
besar untuk dikembangkan dibandingkan dengan lahan daratan pulau yang terbatas
luasnya. Namun demikian, sebelum kedua lahan tersebut dimanfaatkan untuk berbagai
peruntukkan perlu dilakukan analisis kesesuaian agar pemanfaatannya berlangsung
secara optimal dan berkelanjutan.
COREMAP
47
Analisis kesesuaian lahan kawasan pesisir dan laut GPP Padaido ditujukan untuk
menetapkan jenis-jenis penggunaan lahan. Jenis penggunaan lahan yang direncanakan
adalah lindung, konservasi, dan pemanfaatan (pariwisata dan rekreasi, perikanan
budidaya (rumput laut, teripang, dan ikan dalam keramba) dan perikanan tangkap
(karang dan pelagis).
Persyaratan penggunaan lahan didasarkan pada berbagai hasil kajian dari beberapa
peneliti dan instansi terkait dengan melakukan modifikasi seperlunya. Ummnya
persyaratan dan kriteria untuk masing-masing penggunaan lahan didasarkan pada aspekaspek fisik lahan. Berdasarkan hasil survei lapangan dilakukan perbandingan antara
persyaratan masing-masing penggunaan lahan dengan karakteristik atau kualitas yang
dimiliki oleh setiap satuan lahan. Pemaduan (matching) ini menghasilkan kelas
kesesuaian lahan untuk masing-masing penggunaan lahan yang dikelompokkan atas
empat kelas. Pertama adalah kelas sangat sesuai (S1). Pada kelas ini, lahan tidak
mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya
mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak
akan menaikkan masukkan yang telah biasa dilakukan. Kedua adalah kelas sesuai (S2).
Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan
mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukkan yang diperlukan.
Kelas ketiga adalah sesuai bersyarat (S3). Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas
yang lebih besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.
Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan
masukkan yang diperlukan. Keempat adalah kelas tidak sesuai (N). Pada kelas ini lahan
mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan
yang lestari dalam jangka panjang.
Analisis kesesuaian lahan dilakukan di GPP Padaido yang berada dalam wilayah
administratif Distrik Padaido yang meliputi delapan pulau berpenduduk dan kurang
lebih 21 pulau tidak berpenduduk. Berdasarkan letak geografis dan kondisi biofisiknya,
pulau-pulau dikelompokkan atas dua gugusan pulau, yaitu GPP Padaido Bawah dan
GPP Padaido Atas.
Analisis menggunakan pendekatan metode tumpang susun (overlay) dari Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk menampilkan kelas-kelas kesesuaian lahan dalam
bentuk peta kesesuaian lahan dan besaran luasannya. Kelas-kelas kesesuaian lahan
COREMAP
48
49
Wundi memberikan kontribusi terbesar. Pada lahan ini metode budidaya yang sesuai
adalah metode lepas dasar dengan sistem tali tunggal, metode apung dengan sistem
tali panjang (long line) dan rakit terapung. Metode lepas dasar dengan sistem tali
tunggal dengan pemagaran diterapkan pada lahan dataran terumbu pulau-pulau Atol
Wundi dan rataan terumbu pulau-pulau, sedangkan metode apung dengan sistem tali
panjang dan rakit terapung diterapkan pada perairan lagoon Atol Wundi dan laguna.
Kedua adalah kelas sesuai bersyarat (S3). Lahan ini memiliki nilai kesesuaian
sebesar 68,696% dan hanya terdapat di rawa padaidori, dengan luas 79,596 ha.
Lahan ini memiliki faktor pembatas yang serius untuk pengembangannya yaitu faktor
fisik perairan, seperti: arus, kedalaman air, dasar perairan, dan kecerahan. Keempat
faktor tersebut memiliki nilai yang rendah dibandingkan dengan 14 parameter lain
yang disyaratkan. Namun demikian,
budidaya rumput laut dengan syarat pilihan metode budidaya yang digunakan harus
sesuai dengan kondisi setempat. Metode apung dengan sistem tali panjang dan rakit
terapung untuk membudidaya rumput laut sesuai diterapkan di lokasi ini.
Ketiga adalah kelas lahan tidak sesuai (N). Kelas ini terdapat di dataran pulaupulau Atol Wundi, gosong karang dan perairan dalam di sekitar GPP Padaido. Lahan
ini tidak mendukung pengembangan budidaya rumput laut karena memiliki faktorfaktor pembatas yang permanen, seperti; laut yang dalam,
kencang, dan gelombang besar. Faktor-faktor ini merupakan faktor alam yang sulit
dikontrol.
Tabel 16.
Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Budidaya Rumput Laut
No
I
1
2
3
4
5
Gugus Pulau
Padaido bawah
Dataran P.P Atol Wundi
Lagoon Atol Wundi
Laguna Auki
Wurki
Gosong karang
Jumlah
-------
-------
115,232
---38,970
154,202
50
II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Padaido atas
Pakreki
Padaidori
Laguna Padaidori
Mbromsi
Pasi
Mangguandi
Laguna Mangguandi
Kebori
Rasi
Workbondi
Dauwi-Nukori
Laguna Dauwi-Nukori
Wamsoi
Runi
Jumlah
III Perairan dalam
Jumlah Total
Sumber : Hasil analisis SIG
30,599
1272,205
20,475
132,928
84,150
564,954
17,103
54,378
50,629
67,527
423,325
108,277
116,503
278,705
3221,758
-13269.409
-------
-79,596
-----
-------
-----
-----
-----
-----
--79,596
--
---169771,997
--
79,596
169926,199
15'00" L S
KESESUAIAN LAHAN
BUDIDAYA RUMPUT LAUT
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO
karang Wundumimas
Padaidori
U
Yeri
karang Kasinampia
110'30" L S
Pai
Yumni
KETE RANGAN
Auki
Sangat Sesuai
Workbondi
Pakreki
karang Urbinai
Pasi
Sesuai Bersyarat
Nukori
Nusi
Dauwi
Urev
Mangguandi
Tidak Sesuai
116'00" L S
Warek
La
go
on
a to
lW
Rarsbar
Sesuai
Samakur
un
di
Wundi
10
Ki l om e t e r
Mbromsi
karang Insarorki
Pulau
Wamsoi Runi
Mansurbabo
030'
Kebori
Gosong karang
30
60
Kilometer
Rasi
Pulau Bi ak
100'
Selat Yapen
13600'
13630'
is tr ik a
D
P d
a id o
300'
600'
121'30" L S
000'
13530'
a
K
u b
P
u
la a
p
B a
ti n
e B a
k
i k
N u fm ro
e la
S
t Y
a p
e n
300
Kilometer
13300'
13616'30" BT
13622'00" BT
13627'30" BT
13633'00" BT
600
13600'
13900'
13638'30" BT
Gambar 8. Kesesuaian Lahan Pesisir GPP Padaido Untuk Budidaya Rumput Laut
COREMAP
51
COREMAP
52
No
I
1
2
3
4
5
II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
III
Tabel 17.
Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Budidaya Teripang
Kelas kesesuaian lahan pesisir
Gugus Pulau
Sgt sesuai
Sesuai
Bersyarat Tdk sesuai
(S1)
(S2)
(S3)
(N)
Padaido Bawah
Dataran P.P Atol Wundi
6504,949
--115,232
Lagoon Atol Wundi
-3404,132
--Laguna Auki
-67,315
--Wurki
-71,255
--Gosong karang
---38,970
Jumlah
6504,949 3542,702
-154,202
Gugus Padaido Atas
Pakreki
--30,599
-Padaidori
-1272,205
79,596
-Laguna Padaidori
--20,475
-Mbromsi
--132,928
-Pasi
--84,150
-Mangguandi
564,954
---Laguna mangguandi
-17,013
--Kebori
--54,378
-Rasi
--50,629
-Workbondi
--67,527
-Dauwi-Nukori
-423,325
--Laguna dauwi-nukori
-108,277
--Wamsoi
-116,503
--Runi
--278,705
-Jumlah
564,954 1937,323
798,987
-Perairan dalam
---169771,997
Jumlah Total
Sumber : Hasil analisis SIG
7069,903 5480,025
COREMAP
798,987 169926,199
53
15'00" L S
KESESUAIAN LAHAN
BUDIDAYA TERIPANG
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO
karang Wundumimas
Padaidori
Yeri
karang Kasinampia
110'30" L S
Pai
10
Ki l om e t e r
Mbromsi
karang Insarorki
KETE RANGAN
Yumni
Workbondi
Auki
Pakreki
lW
un
di
Sesuai Bersyarat
Nukori
go
on
La
Warek
Dauwi
Nusi
Wamsoi
Mangguandi
Mansurbabo
Tidak Sesuai
116'00" L S
Urev
Sesuai
Samakur
a to
Rarsbar
Sangat Sesuai
karang Urbinai
Pasi
Wundi
Pulau
Runi
030'
Kebori
Gosong karang
30
60
Kilometer
Rani
Pulau Bi ak
100'
Selat Yapen
13600'
13630'
is tr ik a
D
P d
a id o
300'
600'
121'30" L S
000'
13530'
a
K
u u
P
lb
a a
p
B a
ti n
e
k B a
i k
N u fmro
e la
S
t Y
a p
e n
300
Kilometer
13300'
13616'30" BT
13622'00" BT
13627'30" BT
13633'00" BT
600
13600'
13900'
13638'30" BT
54
merupakan laguna dan lagoon yang dikelilingi oleh daratan pulau dan dataran terumbu
karang yang berfungsi sebagai pelindung. Lahan memiliki kualitas air yang baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan ikan. Lahan juga bebas dari pencemaran industri
maupun rumah tangga. Bibit ikan untuk pembesaran mudah diperoleh karena tersedia
secara alami di sekitar perairan terumbu karang dan padang lamun. Ikan kerapu, kakap,
baronang dan jenis-jenis ikan hias serta udang karang (lobster) merupakan komoditi laut
bernilai ekonomis penting yang tersedia dalam jumlah banyak dan merupakan hasil
tangkapan utama nelayan sehari-hari. Ketersediaan tenaga kerja merupakan salah faktor
pendukung budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Tenaga kerja untuk mengelola
sarana budidaya tersedia di pulau-pulau sekitar. Mata pencaharian penduduk GPP
Padaido adalah nelayan penangkap ikan. Pada musim angin kuat, mereka tidak bisa
melaut karena gelombang besar dan arus kuat. Tenaga nelayan ini dialihkan ke usaha
pemeliharaan ikan dengan keramba jaring apung.
Tabel 18.
Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Budidaya Keramba Jaring Apung
Kelas Kesesuaian Lahan
No
Lokasi
Sgt sesuai Sesuai Bersyarat Tdk sesuai
(S1)
(S2)
(S3)
N
1 Laguna Auki
63,315
---2 Lagoon atol Wundi
3404,132
---3 Laguna Padaidori
20,475
---4 Rawa Padaidori
79,596
---5 Laguna Manggunadi
17,013
---6 Laguna Nukori-Dauwi
108,277
---Jumlah
3692,808
---Sumber : Hasil analisis SIG
COREMAP
55
15'00" L S
KESESUAIAN LAHAN
KERAMBA JARING APUNG
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO
karang Wundumimas
Padaidori
Yeri
karang Kasinampia
110'30" L S
Mbromsi
karang Insarorki
10
Ki l om e t e r
KETE RANGAN
Workbondi
Pai
Yumni
Sangat Sesuai
Auki
Pakreki
karang Urbinai
Pasi
La
go
on
Dauwi
Nusi
Wamsoi
Mangguandi
Tidak Sesuai
116'00" L S
Urev
Warek
Sesuai Bersyarat
Nukori
a to
Rarsbar
Sesuai
Samakur
lW
un
di
Wundi
Pulau
Runi
Kebori
PETUNJUK LETAK PETA
030'
Mansurbabo
Gosong karang
30
60
Kilometer
Pulau Bi ak
Rasi
100'
Selat Yapen
13600'
13630'
is tr ik a
D
P d
a id o
300'
600'
121'30" L S
000'
13530'
a
K
u u
P
lb
a a
p
B a
ti n
e
k B a
i k
N u fmro
e la
S
t Y
a p
e n
300
Kilometer
13300'
13616'30" BT
13622'00" BT
13627'30" BT
13633'00" BT
600
13600'
13900'
13638'30" BT
56
COREMAP
57
Tabel 19.
Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Wisata Pesisir
Kelas Kesesuaian Lahan
No
Gugus Pulau
Sgt sesuai Sesuai
Bersyarat Tdk sesuai
(S1)
(S2)
(S3)
(N)
I Padaido bawah
1 Gugus pulau Auki
982,674
---2 Gugus pulau Wundi
2259,119
---3 Nusi
--1092,046
-4 Pai
138,191
---5 Lagoon atol Wundi
3404,132
---Jumlah
6784,116
-1092,046
-II Padaido atas
1 Pakreki
--19,976
-2 Gugus pulau Padaidori
-1372,276
--3 Mbromsi
--132,928
-4 Pasi
--84,150
-5 Gugus pulau Mangguandi
-898.508
--6 Gugus pulau Dauwi
994,337
---Jumlah
994,337 2270,784
237,054
-Jumlah Total
7778,453 2270,784 1329,100
-Sumber : Hasil analisis SIG
15'00" L S
KESESUAIAN LAHAN
PARIWISATA PESISIR
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO
karang Wundumimas
b
U
Padaidori
Yeri
karang Kasinampia
Pasi
karang Urbinai
La
go
on
Urev
b
b
Mansurbabo
Sesuai
Samakur
Sesuai Bersyarat
Nukori
Dauwi
Nusi
Mangguandi
Wamsoi
Runi
Tidak Sesuai
116'00" L S
bWarek
Sangat Sesuai
Workbondi
Pakreki
Wundi
10
Pulau
Lokasi Selam
Kebori
Gosong karang
Rasi
030'
Rarsbar
5
Ki l om e t e r
KE T E R A N GA N
a to
Pai
Yumni
Mbromsi
karang Insarorki
un
di
lW
Auki
110'30" L S
b
b
30
60
Kilometer
Pulau Bi ak
100'
Selat Yapen
13600'
13630'
is tr ik a
D
P d
a id o
300'
600'
121'30" L S
000'
13530'
a
K
u b
P
u
la a
p
B a
ti n
e B a
k
i k
N u fm ro
e la
S
t Y
a p
e n
300
Kilometer
13300'
13616'30" BT
13622'00" BT
13627'30" BT
13633'00" BT
600
13600'
13900'
13638'30" BT
COREMAP
58
mangrove, laguna dan rawa serta beberapa pulau kecil yang tidak berpenduduk.
Kegiatan wisata pesisir yang dapat dilakukan, antara lain; menikmati keindahan alam
pulau, berenang, snorkling, olah raga pantai, piknik/rekreasi, berkemah, berlayar,
berjemur, dan jalan-jalan di zona pasang-surut ketika air surut. Fasilitas pendukung,
seperti: pondok wisata, kelistrikan dan telekomunikasi belum tersedia kecuali sarana
transportasi dan air tawar.
Ketiga adalah kelas lahan sesuai bersyarat (S3) yang memiliki nilai kesesuaian
berkisar antara 60 67,6%. Lahan tersebar di empat lokasi lokasi, yaitu: Pulau Nusi,
Pulau Pakreki, Pulau Mbromsi dan Pulau Pasi, dengan luas total lahan sebesar 1329,100
ha. Kawasan memiliki pantai pasir putih, pantai tebing karang, zona pasang surut yang
pendek, topografi dasar laut yang beralur-alur (rugousity), ekosistem terumbu karang,
dan ikan pelagis sebagai objek dan daya tarik wisata. Berenang, menyelam, snorkling,
memancing, menikmati pemandangan alam pantai merupakan kegiatan wisata pesisir
yang dapat berlangsung di kawasan. Namun demikian, kawasan memiliki faktor
pembatas seperti kurangnya sarana transportasi dan tidak adanya sarana akomodasi,
kelistrikan dan telekomunikasi serta kondisi perairan yang selalu dinamis pada musimmusim tertentu.
Keempat adalah kelas lahan tidak sesuai (N). Lahan merupakan laut dalam dan
secara fisik tidak sesuai untuk pengembangan kegiatan pariwisata pesisir. Cuaca dan
kondisi perairan yang dinamis merupakan faktor pembatas lahan yang permanen pada
musim-musim tertentu untuk aktivitas pariwisata pesisir.
4.3 Analisis Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Karang dan Pelagis
Terumbu karang dan lingkungan pelagis merupakan lahan pesisir dan laut yang
produktif karena memiliki sumberdaya alam hayati yang bernilai ekonomis penting,
terutama ikan karang (hias dan target) dan ikan pelagis (kecil dan besar). Pemanfaatan
sumberdaya ikan karang dan pelagis di GPP Padaido telah berlangsung lama. Aktivitas
ini telah memberikan dampak terhadap kerusakan habitat di beberapa pulau karena
menggunakan metoda penangkapan yang merusak. Untuk menjamin kelestarian
sumberdaya ikan dan kelangsungan pemanfaatannya secara lestari dilakukan analisis
kesesuaian daerah penangkapan ikan karang dan pelagis.
Analisis kesesuaian daerah penangkapan ikan karang dan pelagis bertujuan
untuk menentukan kawasan di perairan terumbu karang dan laut yang sesuai untuk
COREMAP
59
penangkapan ikan karang dan ikan pelagis yang bernilai ekonomis penting. Analisis
dilakukan dengan memadukan karakteristik daerah penangkapan dengan persyaratan
dari masing-masing daerah penangkapan yang telah dijelaskan dalam Bab III. Penilaian
kesesuaian dilakukan dengan cara pemberian skoring dan pembobotan. Berikut adalah
hasil analisis kesesuaian lahan untuk daerah penangkapan ikan karang dan ikan pelagis.
4.3.1 Daerah Penangkapan Ikan Karang
Sebanyak kurang lebih 30 satuan lahan terumbu karang dianalisis untuk daerah
penangkapan ikan karang. Satuan lahan merupakan terumbu karang dangkal, dalam
dan karang.gosong yang dikelompokkan kedalam 10 satuan gugus pulau dan pulau.
Hasil analisis kesesuaian lahan disajikan pada Tabel 20 dan Gambar 12.
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan dengan memadukan persyaratan
daerah penangkapan ikan karang dan karakteristik terumbu karang, daerah
penangkapan ikan karang dikelompokkan atas tiga kelas, yaitu kelas sangat sesuai
(S1), kelas sesuai (S2) dan kelas sesuai bersyarat (S3). Kelas sangat sesuai (S1)
memiliki nilai kesesuaian lahan sebesar 80% dan dijumpai pada Gugus Pulau Wundi
dan Gugus Pulau Dauwi. Gugus pulau wundi terdiri dari terumbu karang Pulau
Wundi, Pulau Urev, Pulau Mansurbabo dan karang gosong. Gugus Pulau Dauwi
terdiri dari terumbu karang Pulau Nukori, Pulau Dauwi, Pulau Wamsoi, Pulau Runi,
Pulau Workbondi, Karang Urbinai dan Karang Kasinampia. Parameter pendukung
lahan kelas ini adalah kedalaman perairan, kecerahan, kondisi terumbu karang dan
kelimpahan ikan karang, sedangkan faktor yang kurang mendukung adalah perubahan
cuaca.
Kelas sesuai (S2) memiliki nilai kesesuaian sebesar 72 76%. Kelas tersebar
di terumbu karang Gugus Pulau Auki, Pulau Nusi, Pulau Pakreki, Pulau Mbromsi dan
Pulau Pasi. Gugus Pulau Auki terdiri dari Pulau Auki, Pulau Rarsbar dan Pulau
Yumni. Dibandingkan dengan kelas sangat sesuai, faktor yang kurang mendukung
adalah kelimpahan ikan karang dan perubahan cuaca, sedangkan faktor lain cenderung
sama.
Kelas sesuai bersyarat (S3) memiliki nilai kesesuaian sebesar 64% dan
tersebar di terumbu karang Pulau Pai, Karang Insarorki, Karang Wundumimas, Gugus
Pulau Padaidori dan Gugus Pulau Mangguandi. Terumbu karang Gugus Pulau
Padaidori terdiri dari Pulau Padaidori, Pulau Yeri dan Pulau Yeri kecil. Faktor yang
COREMAP
60
kurang mendukung selain kelimpahan ikan karang juga topografi dasar perairan dan
perubahan cuaca.
Tabel 20.
Kelas Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Karang (kel. target)
No
Gugus Pulau
Sgt sesuai
(S1)
I Padaido bawah
1 Gugus pulau Auki
2 Gugus pulau Wundi
3 Nusi
4 Pai
5 Karang Insarorki
6 Karang Wundumimas
II Padaido atas
1 Pakreki
2 Gugus pulau Padaidori
3 Mbromsi
4 Pasi
5 Gugus pulau Mangguandi
6 Gugus pulau Dauwi
7 Karang Mansawayomni
8 Karang Urbinai
9 Karang Kasinampia
Sumber : Hasil analisis SIG
15'00" L S
Biak
karang Wundumimas
Padaidori
Yeri
karang Kasinampia
a to
Dauwi
uan di
Mangg
Runi
Sesuai
Sesuai bersyarat
Kebori
gosong W ararasowe
30
60
Kilometer
Rasi
Pula u Bi ak
Kabuapaten Bi akN umf or
karang Mansawayomni
030'
g
ran
ka
Mansurbabo
Wamsoi
Sangat sesuai
100'
La
au
Nukori
Nusi
Urev
Samakur
Pulau Karang
Pasi
karang Urbinai
116'00" L S
P ul
goo
n
g
ran
ka
Wurki
10
Ikan pelagis
Workbondi
Pakreki
Wundi
5
Ki l o m e t e r
Mbromsi
Keterangan :
la u
Rarsbar
Pai
Pulau Karang
Yumni
Pu
lW
und
i
Auki
110'30" L S
Yeri Kecil
Ds
i t ri kPad aido
Selat Yapen
000'
13600'
13630'
e la
S
t Y
a p
e n
300'
600'
121'30" L S
13530'
u la
P
u Ba
i k
a b
K
ua
p a
t n
e B a
i k
N u fm ro
is tr k
D
i a
P d
a id o
300
Kilo meter
13300'
13616'30" BT
13622'00" BT
13627'30" BT
13633'00" BT
600
13600'
13900'
13638'30" BT
61
Lokasi
15'00" L S
Biak
Padaidori
Yeri
ato
Pulau Karang
Dauwi
uan di
Mangg
Wamsoi
Runi
Sangat sesuai
Sesuai
Sesuai bersyarat
Kebori
gosong W ararasowe
30
60
Kilometer
Rasi
Pula u Bi ak
Kabuapat en Bi akN umf or
030'
La
Samakur
Nukori
100'
g
ran
ka
karang Urbinai
Pasi
Urev
Mansurbabo
10
Ikan pelagis
Workbondi
Nusi
5
Ki l o m e t e r
116'00" L S
au
P ul
Wurki
Keterangan :
Mbromsi
Wundi
goo
n
g
ran
ka
karang Kasinampia
Pakreki
la u
Rarsbar
karang Insarorki
Pai
Pulau Karang
Yumni
Pu
lW
und
Auki
110'30" L S
Yeri Kecil
Selat Yapen
000'
13600'
13630'
e la
S
t Y
ap
e n
300'
600'
121'30" L S
13530'
u la
P
u Ba
i k
a b
K
ua
p a
t n
e B a
i k
N u fm ro
is tr k
D
i a
P d
a id o
300
Kilometer
13300'
13616'30" BT
13622' 00" BT
13627'30" BT
13633' 00" BT
600
13600'
13900'
13638'30" BT
62
BAB 5
5.1 KESIMPULAN
Pemanfaatan
potensi
sumberdaya
lahan
pesisir
dan
laut
yang
sesuai
5.2 SARAN
(1)
Lahan pesisir perairan ternyata tidak hanya sesuai untuk satu peruntukkan tetapi
sesuai juga untuk peruntukkan lain, seperti perikanan budidaya, pariwisata pesisir,
perikanan tangkap (ikan karang & pelagis kecil) dan jalur transportasi perahu
nelayan. Untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang diperlukan penyusunan
matriks keserasian (compatibility matrix) antar kegiatan pembangunan di wilayah
pesisir dan laut pulau-pulau kecil.
Alokasi kegiatan pembangunan pada lahan atau kawasan yang sesuai harus
mempertimbangkan daya dukung (daya tampung) kawasan atau lahan. Selain itu,
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kapasitas asimilasi lingkungan
perairan yang sesuai untuk budidaya ikan dengan keramba terhadap beban limbah
yang masuk untuk menghindari kerusakan atau degradasi lingkungan.
COREMAP
63
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan Liviawati, E., 1993. Budidaya Rumput Laut dan cara Pengolahannya.
Penerbit Bhratara Jakarta.
Arifin, T. 2001. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir Dan Arahan Pengembangan nya
Bagi Pariwisata Bahari Di Teluk Palu Propinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Atmadja, W.S., Sulistijo dan H. Mubarak, 1970. Potensi, Pemanfaatan dan Prospek
Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Badan Pengembangan Ekspor
Nasional. Dep. Perdagangan dan Koperasi; Jakarta. 13 hal.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Biak Numfor, 2002. Biak Numfor Dalam Angka 2001.
Kerjasama dengan BP3D Kabupaten Biak Numfor.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001. Pedoman Umum Pengelolaan PulauPulau Kecil Yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat.
COREMAP
64
COREMAP
65
Koswara, A., 1998. Hubungan Antara Kelurusan Sesar Inderaan Jauh dan Bencana
Alam Geologi di Kepulauan Biak, Irian Jaya. Dalam Jurnal Geologi dan Sumberdaya
Mineral, No. 84, Vol. VIII, Bandung.
Laksono, P.M., Tjahjono P., Adi M., Aprilia B.H., Gunawan, dan Tranpiosa R., 2001.
Kepulauan Padaido Haruskah Habis terkuras. Pusat Studi Asia Pasifik Universitas
Gajah Mada bekerjasama dengan Yayasan RUMSRAM dan KEHATI.
Nontji, A., 2002. Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Penerbit Djambatan.
Novaczek, I. 1997. Laporan Penelitian Biologi : Kondisi Terumbu Karang, Ikan dan
Perikanan di Saba, Wundi dan Dawi, Kepulauan Padaido. Tim Monitoring Biologi,
Yayasan Hualopu.
Okazaki, A., 1973. Seaweed and their uses in Japan. Tokai University Press. Tokyo:
165 pp.
Kabupaten Biak Numfor, 2001. Kecamatan Padaido Dalam Angka 2000.
Papalia, S., 2001. Distribusi dan Komposisi Jenis Rumput Laut Di Perairan Pulau-Pulau
Padaido Biak, Irian Jaya. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan
Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon.
Pratiwi, E. dan Ismail, W., 2004. Perkembangan Budidaya Rumput Laut Di Pulau Pari.
Warta Penelitian Perikanan Indonesia, Edisi Akuakultur. Volume 10 Nomor 2,2004.
Razak, T.B. dan Marlina N. 1999. Laporan Kegiatan. Studi Kajian Singkat Sumber
Daya hayati Laut Kepulauan Padaido. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi).
Kerjasama Yayasan Rumsram dan Kehati.
Romimohtarto K. dan Juwana S., 1999. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota
Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI Jakarta.
Sapulette dan Peristiwady, 1994. Evaluasi sumberdaya Laut di Biak. Laporan Kemajuan
Triwulan I, Tahun Anggaran 1993/1994, LON-LIPI, Ambon.
Soehaimi A., Lumbanbatu U.M., Hayat Z., Moechtar H., Padmawidjaja T., dan Firdaus
M., 1999. Neotektonik dan Kegempaan P. Biak dan Sekitarnya. Dalam Jurnal Geologi
dan Sumberdaya Mineral, No. 39, Vol. XI, Bandung.
Souhoka, J., dan Yonas Lorwens., 2001. Kondisi Terumbu Karang Di Pulau-Pulau
Padaido. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di
Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut,
P3O-LIPI Ambon.
Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002. Unsur-Unsur Cuaca Tahun
2002.
COREMAP
66
Suharsono dan F.W. Leatemia. 1995. Kondisi Terumbu Karang Pulau-Pulau Padaido
Dan Potensi Padaido Sebagai Daerah Tujuan Wisata. Balitbang Biologi, Puslitbang
Oseanologi-LIPI, Jakarta dan Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI,
Ambon. Dalam Prosiding Seminar Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak
Numfor. Jakarta, 26 29 Juli 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan OseanologiLIPI, Jakarta.
Sunyoto, P. 2000. Pembesaran Kerapu Dengan Karamba, Jaring Terapung. PT. Penebar
Swadaya, Depok.
Sutaman, 2003. Petunjuk Praktis Budidaya Teripang. Penerbit Kanisius.
Taurusman, A. A., 1999. Model Sedimentasi Dan Daya Dukung Lingkungan Segara
Anakan Untuk Kegiatan Budidaya Udang. Tesis. Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Tiensongrusmee, B., S. Pontjoprawiro dan I. Soedjarwo., 1986. Site Selection for the
Culture of Marine Finfish in Floating Net-cages.
Waas, H.J.D., 2004. Analisis Daerah Potensial Penangkapan Cakalang (Katsuwonus
pelamis) dan Madidihang (Thunnus albacares) Di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Wong, P.P. 1991. Coastal Tourism in Southeast Asia.International Center for Living
Aquatic Resources Management, Philippines.
Wouthuyzen, S., 1995. Status Ekosistem Wilayah Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya.
Laporan Akhir Tahun Anggaran 1994/1995. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Pusat Penelitian dan pengembangan Oseanologi, Balai Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Laut, Ambon.
_____________, O.K. Sumadhiharga, F.W. Leatemia, dan A.J. Sihainenia. 1995.
Inventarisasi Sumberdaya Hayati Laut Di Wilayah Pesisir Kabupaten Biak-Numfor.
Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Ambon dan Konsultan
MREP untuk Propinsi Maluku dan Irian Jaya. Dalam Prosiding Seminar Pengembangan
Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Jakarta, 26 29 Juli 1995. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta.
_____________, D. Sapulete dan A. Nanlohy., 2001. Analisa Citra Satelit Landsat-5
TM Untuk Memetahkan Perairan Dangkal Pulau-Pulau Padaido. Laporan Akhir
Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan Pulau-Pulau
Padaido. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon.
Yayasan Hualopu, 1997. Sustainable Community Based Marine Resource Management
and Conservation in Padaido Island Biak. Bekerjasama dengan Yayasan Rumsram,
Biak, Irja, Indonesia.
Yayasan Rumsram, 2000. Profil Kepulauan Padaido.
Yayasan Terangi Dan LIPI-BIAK. 2000. Studi Kondisi dan Potensi Sumber Daya Laut
Di Pulau-Pulau Kecil Kepulauan Padaido. Kerjasama Yayasan Rumsram dan Yayasan
Kehati.
COREMAP
67
COREMAP
68