Anda di halaman 1dari 68

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK

PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan (archipelago state),
keberadaan pulau-pulau kecil sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan, bukan
saja karena jumlahnya yang banyak, melainkan juga karena memiliki kawasan pesisir
dan laut yang mengandung sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya
(Clark, 1996). Sumberdaya alam di kawasan pesisir pulau-pulau kecil terdiri dari
sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya alam yang tidak
dapat pulih (non-renewable resouces) dan jasa-jasa lingkungan (environmental
services) (Dahuri, 2000). Kekayaan sumberdaya alam tersebut menimbulkan daya tarik
bagi berbagai pihak untuk memanfaatkannya dan berbagai instansi untuk meregulasinya
(Ginting, 1998).
Salah satu gugusan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah Padaido. Padaido
merupakan salah satu distrik (kecamatan) kepulauan di Kabupaten Biak Numfor,
Propinsi Papua. Distrik ini terdiri dari pulau-pulau kecil sebanyak kurang lebih 29 pulau
dan 5 (lima) gosong karang yang dikelilingi oleh laut dalam serta berpenduduk
sebanyak 3975 jiwa (BPS Biak Numfor, 2003). Secara tradisional, pulau-pulau kecil
tersebut dikelompokkan atas dua gugusan pulau-pulau, yaitu gugus pulau-pulau Padaido
Bawah (GPP Padaido Bawah) dan gugus pulau-pulau Padaido Atas (GPP Padaido
Atas). Secara fisik, GPP Padaido Bawah merupakan pulau-pulau atol, sedangkan GPP
Padaido Atas merupakan gugus pulau-pulau karang yang tidak berikat. Pulau yang
dihuni secara permanen oleh masyarakat sebanyak 8 (delapan) pulau, sedangkan pulaupulau lain dimanfaatkan sebagai tempat usaha penduduk dalam bidang perikanan
tangkap, perkebunan kelapa dan jasa pariwisata serta sebagai tempat singgah bila cuaca
buruk.
Gugusan pulau-pulau Padaido (GPP Padaido) memiliki kawasan pesisir dan laut
yang mengandung sumberdaya alam yang kaya dan beranekaragam. Sumberdaya pesisir
dan laut terdiri dari terumbu karang, berbagai jenis ikan (ikan ekonomis penting dan
ikan hias), mamalia laut (lumba-lumba), moluska (tiram mutiara, kima raksasa, kerang
anadara), krustasea (udang karang, kepiting, dan lain-lain), ekinodermata (teripang,
COREMAP
1

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

bulu babi), tumbuhan laut (rumput laut jenis Eucheuma spp, dan lain-lain) (Hutomo, et
al., (1996), Yayasan Hualopu (1997), Razak dan Marlina (1999), Wouthuyzen (1995),
Yayasan Terangi dan LIPI-Biak (2000), COREMAP Reports (2001) dan COREMAP
Reports (2003)).
Terumbu karang merupakan sumberdaya pesisir yang dominan dan memiliki
keanekaragaman biota yang berasosiasi dengannya. Sumberdaya ini terdiri atas 4
(empat) tipe, yaitu terumbu karang cincin (Atoll), terumbu karang tepi (Fringging reef),
terumbu karang penghalang (Barrier reef) dan terumbu karang goba (Flatform reef),
dan terdiri atas lebih dari 90 jenis karang yang tergolong dalam 41 genera dan 13
famili, dan beberapa jenis karang lunak yang tergolong dalam 4 genera. Ikan karang
terdiri atas lebih dari 150 jenis yang termasuk dalam 35 genera. Rumput laut terdiri dari
40 jenis, sejumlah jenis moluska yang berasal dari 13 genera serta beberapa jenis udang
karang (lobster). Selain keragaman dan kekayaan jenis karang dan asosiasi biota lain,
terdapat beberapa jenis hewan yang merupakan spesies endemik dan dilindungi seperti
ikan Napoleon, kima raksasa (Tridacna), lola (Trochus), Nautilus dan ketam kenari.
Karena letak geografisnya yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik,
kawasan ini memiliki jenis karang

yang

berciri khas Samudera Pasifik Timur.

Keunikan ini tidak dijumpai di kawasan lain di Indonesia sehingga perlu dijaga
kelestariannya. (Suharsono dan Leatemia, 1995; Sapulette dan Peristiwady, 1994;
Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997; COREMAP Reports, 2001; COREMAP
Reports, 2003). Potensi sumberdaya terumbu karang tersebut akhir-akhir ini telah
mengalami degradasi fungsi akibat maraknya kegiatan penangkapan ikan yang tidak
ramah lingkungan, seperti penggunaan bahan peledak/bom dan potassium.
Berdasarkan survei line transect yang dilakukan oleh P3O LIPI, penutupan karang
hidup hanya tinggal sekitar 16,48% sedangkan sisanya adalah karang mati (COREMAP
Reports, 2003). Nilai ini mengalami penurunan sekitar 62,95% dari kondisi terumbu
karang hidup pada tahun 2001, yaitu 26,21% (COREMAP Reports, 2001). Hasil ini
juga menunjukkan bahwa terumbu karang karang di perairan GPP Padaido Bawah
memiliki penutupan karang hidup yang lebih rendah (12,11%) dibandingkan dengan
terumbu karang di perairan GPP Padaido Atas (24,13%). Penyebab utama kerusakan
terumbu karang adalah penggunaan jaring di sekitar terumbu karang, penggunaan bom
dan sianida, pengambilan karang serta terkena jangkar dan bello perahu (hasil survei
tim MCS COREMAP tahun 2003). Penurunan kualitas terumbu karang hidup tersebut
COREMAP

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas
ikan dan biota lain yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang.
Untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut karena aktivitas manusia di
sekitar terumbu karang, terutama penangkapan ikan, diperlukan upaya pengembangan
matapencaharian alternatif.. Upaya yang dimaksud adalah pengembangan usaha
perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam. Usaha ini dapat dilakukan
mengingat GPP Padaido memiliki potensi lahan pesisir dan lautan yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Namun, sebelum usaha ini dilakukan, diperlukan survei
dan analisis kesesuaian lahan terlebih dahulu sehingga diketahui seberapa besar potensi
lahan yang tersedia dan jenis-jenis usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap
laut dalam yang sesuai dikembangkan. Untuk maksud tersebut penelitian ini dilakukan.

1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan kesesuaian sumberdaya
lahan pesisir dan lautan untuk pengembangan usaha perikanan.
1.3 Sasaran
Sasaran penelitian ini adalah terbentuknya kawasan-kawasan pengembangan usaha
perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut dalam di GPP Padaido.
1.4 Keluaran
Keluaran dari hasil penelitian ini adalah peta-peta kesesuaian lahan dan besaran
luasannya untuk pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap laut
dalam.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pekerjaan penelitian Analisis Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir dan
Lautan Untuk Pengembangan Usaha Perikanan, antara lain meliputi kegiatan:
(1) Survei sumberdaya lahan pesisir dan lautan. Survei mencakup pengumpulan data
tentang aspek fisik, biologi dan kimia; pemanfaatan lahan saat ini dan
permasalahan pengembangan usaha perikanan budidaya dan perikanan laut dalam.
(2) Tabulasi dan analisis data
(3) Penyusunan laporan penelitian.

COREMAP

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di wilayah Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Distrik
Padaido, Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua. Gugus Pulau-Pulau Padaido terletak
antara 0000 - 1030 Lintang Selatan dan 135000 - 136045 Bujur Timur. Kawasan
terdiri atas kurang lebih 29 pulau-pulau karang dimana 8 (delapan) pulau dihuni oleh
masyarakat secara permanen. Secara tradisional, Gugusan Pulau-Pulau Padaido terbagi
atas Padaido Bawah dan Padaido Atas (Gambar :1).

karang Wundumimas

trik
Dis

Pa

ido
da

U
Padaid ori
Yeri

Yeri Kecil

karang Kasinampia

$
$

$
karang Insarorki

$x

Pai

Yumni

k
au
Pul

ara

Pulau Karang

ng

$Rarsbar

Wun di

Pasi

Samakur

g
an
kar
lau

Dauwi

Nu si

$
$

Mansurbabo

Wamsoi

Rawa
Karang Dalam
Laguna dan Atol Wundi
Pulau
Lamun
Rataan Terum bu
Pasi r

Pulau Karang

x
x

uandi
Mangg

Pu

Urev

x Stasion Kualitas Air


$ Stasion Kondisi Karang

116'00" L S

Batas Kawasan Padai do


Batas Desa
Batas Distrik

karang Urbinai

Nu kori

$Wurki

10

KE TE R A N G A N

x
Pakreki

5
Ki l o m e t e r

Workbondi

Auki

Mbromsi

Runi

Mangrove
Area Penel itian

Kebori

gos ong Wararasowe

PETUNJU K LETAK PETA

030'

im
kT
Bia

ur

KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO

110'30" L S

ik
st r
Di

WILAYAH PENELITIAN

15'00" L S

Biak

30

60

Kilometer

Rasi

Pulau Bi ak
Kabuapat en Bi akN umf or

100'

Padaido Bawah

karang Mansawayomni

Ds
i t r i kPad aido

Selat Yapen

13600'

13630'

u
P
a la
K
b B
u
a
p a
ti k
n
e Ba
i N
k u fm ro

e la
S
t Y
a p
e n

is tr k
D
i a
P a
d id o

300'

WILAYAH YANG DIPE TAKAN


PROV N
I SI PAPU A

600'

121'30" L S

000'

13530'

Padaido Atas

300
Kilometer
13300'

13616'30" BT

13622'00" BT

13627'30" BT

13633'00" BT

600
13600'

13900'

13638'30" BT

Gambar 1. Lokasi Penelitian.

Penelitian ini berlangsung sejak September sampai Nopember 2005 yang


dilakukan dalam tiga tahap :
(1) Studi pustaka, bertujuan untuk memperoleh data dan informasi sekunder. Kegiatan
ini berlangsung selama 1 bulan, (2) Survei lapangan, bertujuan untuk memperoleh data
COREMAP

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

primer, berlangsung selama 2 minggu. Kegiatan ini mencakup pengamatan dan


pengumpulan data biogeofisik dan (3) Analisis data dan penulisan laporan.
2.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
2.2.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari survei
lapangan dan wawancara (berkuesioner) dengan responden (masyarakat). Data
sekunder adalah data yang belum atau telah diolah oleh suatu instansi dan hasil
pengolahannya didokumentasikan dalam bentuk laporan. Jenis data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Data yang Dibutuhkan Dalam Penelitian
No

Jenis Data

Metode

Data Primer

Survei lapangan
Komponen BioGoeFisik :
(Luas pulau, topografi, kemiringan
pantai, tipe pantai, lebar pantai,
panjang pantai, material pantai,
penutup lahan, ketersediaan air tawar,
pasang surut, kedalaman perairan,
kecepatan dan arah arus, kecerahan,
kualitas air, jenis tutupan).

II

Data Sekunder
(Batas wilayah, monografi desa, batas
kelola
desa
adat,
hasil-hasil
penelitian di lokasi (terumbu karang,
lamun dan mangrove),
aktivitas
masyarakat, kegiatan pemerintah dan
non-pemerintah yang pernah dan
sedang
dilaku-kan
di
lokasi
penelitian)

Penelusuran dokumen hasil penelitian


dan dokumentasi
pada perpustakaan
kantor daerah dan
instansi lain terkait.

Keterangan
Institusi terkait dan
survei insitu :
pulau-pulau ber
penduduk dan tidak
berpendu-duk.

Desa dan kantor


Distrik Padaido,
Pesisir Biak Timur,
Biak Kota,
Coremap serta
Instansi terkait lain
di luar Kab. Biak
Numfor.

2.2.2 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data profil sumber daya pesisir dan laut dan sosial ekonomi dan
budaya dengan melibatkan partisipasi masyarakat digunakan metode pengkajian
sumber daya pesisir dan laut secara partisipasi (Participatory Coastal Resources
Assessment, PCRA) (Walters, et al., 1998).

COREMAP

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan gugusan pulau, yaitu Gugusan


Pulau-Pulau Padaido Bawah dan Gugusan Pulau-Pulau Padaido Atas. Pengambilan
data dilakukan pada stasion penelitian yang ditetapkan, sedangkan data kondisi
terumbu karang diperoleh dari hasil survei Coremap 2003.

Penentuan stasion

penelitian dilakukan secara purpossive mencakup seluruh lokasi penelitian.


Pengumpulan data primer (biofisik dan sosekbud) menerapkan pencatatan
langsung, dan wawancara, sedangkan pengumpulan data sekunder menerapkan
metode penelusuran informasi yang terdokumentasi di berbagai lembaga, pemerintah
dan masyarakat (Tabel 2).
Tabel 2. Metode Pengumpulan Data Penelitian
No

Jenis Data

Keterangan

Pengamatan / Pengukuran
langsung di lapangan

- Insitu

- Coremap,2003

- Rumput laut
- Ikan Karang
- Lamun
- Mangrove

- Transek intersep linear


(LIT)
- Transek kuadrat linear
- Sensus
- Transek kuadrat linear
- Pengamatan langsung
- Pengamatan langsung

Profil pantai dan perairan

- Analisis citra + SIG

- Insitu
- Lab. SIG

Data Primer

Profil SDA pesisir dan


lautan :
- Terumbu karang

Metode

Sosekbud

II

Data Sekunder

Wawancara :
- PCRA
- Individu
- Kelompok
- Penelusuran dokumen
dan laporan hasil kajian
instansi terkait.

- Coremap,2003
- Coremap,2003
- Insitu
- Insitu

- Distrik Padaido

- Distrik Padaido
- Biak kota
- Wilayah lain.

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara langsung dan tidak langsung
di lapangan. Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3.

COREMAP

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Tabel 3. Parameter kualitas air yang akan diukur dalam penelitian

Parameter
Fisika:
Posisi
Arus (m/det)
Kecerahan (m)
Suhu
Kimia:
pH
Salinitas (ppm)
Oksigen terlarut (mg/l)
BOD (mg/l)
COD (mg/l)
Amonia (mg/l)
Nitrit (mg/l)
Nitrat (mg/l)
Orthophospat (mg/l)

Metode

Keterangan

GPS
Current meter
Secchi disk
Termometer

In situ
In situ
In situ
In situ

pH-meter, Horiba
Refraktometer, Horiba
Titrasi
Botol sampel, titrasi
Botol sampel, titrasi
Botol sampel, spectrofotometer
Botol sampel, spectrofotometer
Botol sampel, spectrofotometer
Botol sampel, spectrofotometer

In situ
In situ
In situ
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium

2.2.3 Analisis Data


Data yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dikelompokkan berdasarkan
lokasi dan kepentingan analisis untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian.
Kerangka analisis data potensi dan kesesuaian lahan Gugusan Pulau-Pulau Padaido
disajikan pada Gambar 2.

COREMAP

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

KAWASAN GUGUSAN
PULAU - PULAU
PADAIDO
INTERPRETASI
CITRA SATELIT

PENGUMPULAN
DATA
SEKUNDER

PENGUMPULAN
DATA PRIMER

PENYUSUNAN BASIS
DATA SPASIAL &
TUBULAR
ANALISIS SIG

ANALISIS
KESESUAIAN
PEMANFAATAN
LAHAN

KESESUAIAN LAHAN PESISIR


DAN LAUT GUGUSAN PULAUPULAU PADAIDO

Gambar 2. Kerangka Analisis Kesesuaian Lahan GPP Padaido

Analisis keruangan dalam penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis


(SIG) dengan metode ArcView, yaitu sistem informasi spasial menggunakan komputer
yang melibatkan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), pemakaian
data-data yang mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memperbaharui,
menganalisa dan menyajikan kembali semua bentuk informasi spasial. Proses
penyusunan zonasi Gugusan Pulau-Pulau Padaido dengan menggunakan SIG disajikan
pada Gambar 3.

COREMAP

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

KAWASAN
GPP PADAIDO

DATA PRIMER

DATA
SEKUNDER

DATA COLECTION
SURVEY
LAPANGAN

BASIS
DATA

PETA
DASAR

KRITERIA
KESESUAIAN LAHAN PESISIR
DAN LAUT

ANALISIS

PETA TEMATIK
1

PETA TEMATIK
2

PETA TEMATIK
KE - N

OVERLAY
PETA

SYNTHESYS

PETA
KOMPOSIT

ANALISIS
SPASIAL DAN TUBULAR

PETA KESESUAIAN LAHAN


GUGUSAN PULAU-PULAU PADAIDO

Gambar 3. Proses Penyusunan Kesesuaian Lahan GPP Padaido

COREMAP

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

2.2.4 Analisis Kesesuaian Lahan GPP Padaido


Analisis kesesuaian lahan pesisir dan laut GPP Padaido untuk berbagai
peruntukkan; pariwisata pesisir, budidaya rumput laut, budidaya teripang, budidaya
ikan dalam keramba jaring apung, daerah penangkapan ikan karang, dan ikan pelagis
dilakukan dengan teknik yang sama. Pertama, penetapan persyaratan (parameter dan
kriteria), pembobotan dan skoring. Untuk masing-masing peruntukkan, penetapan
persyaratan tidak sama. Parameter yang menentukan diberikan bobot terbesar
sedangkan kriteria (batas-batas) yang sesuai diberikan skor tertinggi. Kedua,
penghitungan nilai peruntukkan lahan. Nilai suatu lahan ditentukan berdasarkan total
hasil perkalian bobot (B) dan skor (S) dibagi dengan total nilai bobot-skor dikalikan
100. Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya. Dalam penelitian ini kelas lahan
dibagi dalam empat kelas yang didefinisikan sebagai berikut :
Kelas S1

Sangat Sesuai (Highly Suitable)

Pada kelas ini lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk
pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak
secara nyata berpengaruh terhadap kegiatan atau produksi hasil.
Kelas S2

: Sesuai (Moderately Suitable)


Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar
untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.
Pembatas akan mengurangi aktivitas atau produksi dan keuntungan dan
meningkatkan masukkan yang diperlukan.

Kelas S3

Sesuai Bersyarat (Marginally Suitable)

Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas yang lebih besar untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas
akan mengurangi aktivitas atay produksi dan keuntungan atau lebih
meningkatkan masukkan yang diperlukan.
Kelas N

Tidak Sesuai (Not Suitable)

Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah


segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka
panjang.
Sesuai dengan faktor pembatas dan tingkat keberhasilan yang dimiliki oleh
masing-masing lahan, lahan kelas S1 dinilai sebesar 80 -100%; S2 dinilai sebesar 70
79%; S3 dinilai sebesar 60 69% dan N dinilai sebesar < 60%. Semakin kecil faktor
COREMAP

10

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

pembatas dan peluang keberhasilan atau produksi suatu lahan, semakin besar pula
nilainya. Keempat, memadankan (membandingkan) nilai lahan dengan nilai masingmasing kelas lahan.

Dengan cara ini, kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan

tertentu diperoleh. Kelima, pemetaan kelas kesesuaian lahan. Pemetaan kelas lahan
dilakukan dengan program pemetaan spasial ArcView 3.3.
2.3 Pariwisata Pesisir
Kesesuaian lahan untuk pariwisata pesisir dianalisis dengan menggunakan
parameter dan kriteria lahan dari Suharsono dan Leatemia, 1995. Parameter,
pembobotan dan skoring kriteria kesesuaian lahan untuk pariwisata pesisir disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4.
Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan untuk Pariwisata Pesisir
No

Parameter

Kondisi Alam :

Jenis pantai
Tutupan lahan
pantai

2
3

Sat

Bobot
(B)

Skor (S)
1

pasir lumpur

pantai karang

pasir putih & karang

hutan, semak

semak, kelapa

kelapa, semak, hutan

Kejernihan air

<5

5 - 10

> 10

Temperatur air

< 24

24 - 28

> 28

Bentuk tubir

landai

< 45oC

> 45oC

"Rugousity"

rata

lorong-lorong

gua-gua

Tutupan karang

Rendah

Sedang

Tinggi

Jenis live form

jenis

<6

6-9

> 10

Jenis ikan karang

jenis

< 60

61 - 119

> 120

10

Jenis lamun

jenis

<3

4-5

>6

11

Jenis mangrove

jenis

<3

4-5

>6

12

Estetika

rendah

sedang

tinggi

13

Kemudahan

rendah

sedang

tinggi

14

Keselamatan

rendah

sedang

tinggi

15

Cuaca tenang

1-2

3-5

>5

II

Fasilitas :

Transportasi

kurang

cukup

baik

Air tawar

kurang

cukup

baik

Pondok wisata

kurang

cukup

baik

Listrik

kurang

cukup

baik

Telekomunikasi

kurang

cukup

baik

bln

Sumber: Modifikasi Suharsono dan Leatemia,1995.

COREMAP

11

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

2.4 Budidaya Rumput Laut


Kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut dianalisis menggunakan
persyaratan (parameter dan kriteria) yang dikemukakan dalam DKP, 2002. Matriks
parameter, skor dan bobot sistem penilaian kesesuaian lahan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.
Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan untuk Budidaya Rumput Laut

1
2

Keterlindungan
Gelombang (cm)

3
4

Arus (cm/det)
Kedalaman air (m)

< 10 & > 40


< 0,5 & > 5

Skor (S)
3
Sedang
10 30
10-20 & 3040
1 2,5

Dasar perairan

Pasir/lumpur

Pasir

< 30 & > 34


< 20 & > 30
< 7,3 & 8,2
< 30
Kurang
Kurang
Kurang
Tercemar
Kurang

30 - 32
20 - 24
7,3 7,8
30 - 60
Cukup
Sedang
Cukup
Sedang
Cukup

No

Parameter

6 Salinitas (ppm)
7 Suhu (0c)
8 pH
9 Kecerahan (cm)
10 Kesuburan perairan
11 Ketersediaan benih
12 Sarana penunjang
13 Pencemaran
14 Keamanan
Sumber: DKP,2002.

1
Kurang
> 30

5
Baik
< 10
20 30
2,5 - 5
karang mt,
makro alga, pasir
32 - 34
24 - 30
7,8 8,2
60 - 110
Baik
Banyak
Baik
Tidak ada
Aman

Bobot
(B)
2
1
2
2
1
2
2
2
1
3
1
1
2
1

2.5 Budidaya Teripang


Kesesuaian lahan untuk budidaya teripang dianalisis menggunakan persyaratan
yang dikemukakan oleh Sutaman (2003). Parameter, bobot, skor sistem penilaian lahan
untuk budidaya teripang disajikan pada Tabel 6.

COREMAP

12

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Tabel 6.
Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan untuk Budidaya Teripang

No Parameter Yang Diukur


1

Faktor penunjang
a). Keterlindungan
b). Pencemaran
c). Keamanan
d). Sarana penunjang
Faktor utama

a). Dasar perairan


b). Kedalaman air (m) saat
surut
c). Ketersediaan tanaman
air
d). Ketersediaan sumber
benih
e). Kecerahan air (cm)
f). Salinitas (ppm)
g). Suhu air laut (OC)
h). Oksigen terlarut (mg/l)
I). pH

Skor (S)
3

Bobot
(B)

Kurang
Ada
Kurang
Kurang

Cukup
Sedikit
Sedang
Cukup

Baik
Tdk ada
Baik
Baik

3
1
1
1

Pasir/lumpur

Pasir &
lumpur

Pasir &
patahan
karang

>1

< 0,5

0,5 1

Tidak ada

Jarang

Padat

Dekat
< 50
< 26
22 25
<4
< 7,5

Jauh
50 100
27 30
26 29
46
7,5 8,0

Sgt jauh
100 150
31 34
30 32
69
8,1 8,6

2
1
1
1
1
1

Sumber: Sutaman, 2003.

2.6 Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung (KJA)


Kesesuaian lahan untuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung dianalisis
menggunakan persyaratan yang dikemukakan oleh Tiensongrusmee et al., (1986).
Parameter, bobot, skor sistem penilaian lahan untuk budidaya ikan dalam keramba
jaring apung (KJA) disajikan pada Tabel 7.

COREMAP

13

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Tabel 7.
Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Budidaya Ikan
dengan KJA
No

Parameter

1
2

Keamanan
Faktor Ekologi
a. Tinggi air pasang
b. Arus (m/dt)
c. Dalam Air dari Dasar
Jaring (m)
d. Oksigen terlarut (ppm)
e. Kadar garam (ppt)
f. Perubahan cuaca
3
Faktor Pendukung
a. Sumber listrik
b. Sumber pakan
c. Tenaga kerja
d. Ketersediaan Benih
4
Pencemaran
Sumber: Tiensongrusmee et al., 1986.

1
Kurang

Skor (S)
3
Cukup

5
Baik

Bobot
(B)
2

< 0.5
< 0.05

0.5 - 1.0
0.05 - 0.2

> 1.0
0.2 - 0.4

2
2

<4

4 - 10

> 10

< 3
< 20
Sering

3-5
20 - 30
Sedang

>5
> 30
Jarang

2
2
2

Kurang
Kurang
Kurang
Kurang
Ada

Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Sedikit

Baik
Baik
Baik
Baik
Tidak ada

1
1
1
1
2

2.7 Daerah Tangkapan Ikan Karang


Kesesuaian lahan untuk daerah tangkapan ikan karang dianalisis menggunakan
persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada Tabel 8. Parameter
kedalaman perairan, topografi dasar, perubahan cuaca, kondisi terumbu karang dan
kelimpahan ikan target diboboti terbesar karena menentukan lokasi atau lahan sebagai
daerah tangkapan ikan karang.

Tabel 8.
Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Daerah
Tangkapan Ikan Karang
No

Parameter

1
2
3
4
5
6
7

Kedalaman perairan (m)


Topografi dasar perairan
Kecerahan perairan (m)
Perubahan cuaca
Kondisi terumbu karang
Pencemaran
Kelimpahan ikan target
(ind/350 m2)

Skor (S)
3

<3

3-5

>5

Landai
<5
Sering
Buruk
Ada

Landai-curam
5 - 10
Sedang
Sedang
Sedikit

Curam
> 10
Jarang
Baik
Tidak ada

Bobot
(B)
2
2
1
2
2
1

< 100

100 - 200

> 200

COREMAP

14

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

2.8 Daerah Tangkapan Ikan Pelagis


Kesesuaian lahan untuk daerah tangkapan ikan pelagis dianalisis menggunakan
persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada Tabel 8. Parameter dipilih
berdasarkan tingkah laku distribusi dan kondisi oseanografi dari jenis-jenis ikan pelagis.
Suhu dan perubahan cuaca memiliki bobot terbesar karena menentukan lahan atau
lokasi sebagai daerah tangkapan ikan pelagis.
Tabel 9.
Parameter, Bobot dan Skor Sistem Penilaian Lahan Untuk Daerah
Tangkapan Ikan Pelagis
No
1
2
3
4
5
6
7

Parameter
Suhu (OC)

Salinitas (ppt)
Kedalaman (m)
Oksigen terlarut (mg/l)
Kecerahan perairan (m)
Perubahan cuaca
Pencemaran

Skor (S)
3

< 20
< 25
< 50
<3
< 20

20 - 29
25 - 29
50 - 100
3-5
20 - 30

> 29
> 30
> 100
>5
> 30

Sering
Ada

Sedang
Sedikit

Jarang
Tidak ada

COREMAP

Bobot
(B)
2
1
1
1
1
2
1

15

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

BAB 3

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

3.1 Letak Geografis dan Batasan Wilayah


Kepulauan Padaido merupakan kumpulan pulau-pulau kecil sebanyak 32 pulau
yang terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak, Kabupaten Biak Numfor, Propinsi
Papua. Secara administratif pemerintahan, kepulauan ini masuk dalam dua wilayah
distrik (kecamatan) yaitu Distrik Biak Timur dan Distrik Padaido. Distrik Biak Timur
meliputi wilayah Pulau Biak Bagian Timur dan 3 pulau, yaitu Pulau Owi, Pulau
Rurbasbeba dan PulauRurbasbedar, sedangkan 29 pulau lain masuk dalam wilayah
Distrik Padaido yang merupakan wilayah kajian dari penelitian ini. Dalam uraian
selanjutnya, ke-29 pulau-pulau tersebut disebut sebagai Gugusan Pulau-Pulau Padaido
(GPP Padaido).
Secara geografis, Distrik Padaido terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak
dengan posisi astronomi 1o7 1o22 LS dan 136o10 136o46BT. Luas wilayah GPPP
sekitar 183.125 ha (BAPEDA DATI II Biak Numfor, 1996). Distrik Padaido berbatasan
dengan Samudera Pasifik dan Distrik Biak Timur di sebelah utara, dengan Distrik Biak
Timur di sebelah barat, dengan Samudera Pasifik di sebelah Timur dan dengan Selat
Yapen di sebelah selatan. Secara tradisional, GPP Padaido dikelompokkan atas dua
wilayah, yaitu wilayah Gugus Pulau-Pulau Padaido Bawah (GPP Padaido Bawah) dan
Gugus Pulau-Pulau Padaido Atas (GPP Padaido Atas). GPP Padaido Bawah terletak
berdekatan dengan Pulau Biak dan terdiri dari pulau-pulau Auki, Wundi, Pai, Nusi,
Warek, Yumni dan pulau-pulau kecil lainnya. Pulau-pulau tersebut merupakan pulau
atol, kecuali pulau Warek. GPP Padaido Atas terdiri dari pulau-pulau Padaidori,
Mbromsi, Pasi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Workbondi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi,
Samakur dan pulau-pulau kecil lainnya. Diantara GPP Padaido Atas dan GPP Padaido
Bawah terdapat Pulau Pakreki yang dianggap sebagai pembatas, namun secara budaya
(adat) Pulau Pakreki dimasukkan kedalam GPP Padaido Atas (Gambar 4).

COREMAP

16

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

BIAK

Gambar 4. Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Distrik Padaido-Biak Numfor, Papua.

3.2 Lingkungan BioGeoFisik Terestrial


3.2.1 Topografi dan Relief Pantai
GPP Padaido memiliki konfigurasi permukaan tanah relatif datar dan
bergelombang dengan kemiringan antara 0 5%. Topografi datar dijumpai pada
daerah pesisir pantai, sedangkan konfigurasi sedikit bergelombang dijumpai pada
bagian tengah-utara pulau, kira 200 300 m dari pantai. Pulau-pulau yang memiliki
konfigurasi tanah datar antara lain pulau-pulau Wundi, Nusi, Urev, Mansurbabo,
Rarsbar, Warek, Kebori, Rasi, Workbondi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan
Samakur. Pulau-pulau yang memiliki konfigurasi tanah datar dan sedikit
bergelombang adalah pulau-pulau Auki, Pai, Pakreki, Padaidori, Mbromsi, Pasi dan
Mangguandi.
Pantai merupakan kawasan daratan yang berbatasan dengan laut. Pantai selalu
mengalami perubahan terutama disebabkan oleh proses pengendapan padatan-padatan
tersuspensi, proses pengikisan (abrasi) dan proses transportasi sedimen dari suatu
tempat ke tempat lain. Perilaku pantai tersebut sangat erat hubungannya dengan
parameter lingkungan yang bekerja di wilayah itu, seperti gelombang, arus, pasang
surut dan angin.

COREMAP

17

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Tipe pantai yang ditemui di GPP Padaido adalah pantai berpasir, pantai
berkarang, pantai berbatu dan pantai berlumpur. Pada suatu pulau dapat dijumpai
campuran dari berbagai tipe pantai. Tipe pantai berpasir dan berkarang terdapat di
pulau-pulau Padaido. Pantai berlumpur ditemui pada daerah terlindung dan
merupakan habitat vegetasi mangrove, seperti dijumpai di Pulau Padaidori dan Pulau
Auki. Pulau-pulau seperti Auki Bagian Utara, Pakreki Bagian Barat dan Selatan serta
Pulau Samakur memiliki pantai bertebing / berdinding batu karang dan berbatasan
langsung dengan laut dalam.
GPP Padaido memiliki topografi pantai ke arah laut yang datar dan langsung
curam. Ukuran luas dataran pantai bervariasi dari satu pulau ke pulau yang lain.
Pulau-pulau atol memiliki dataran pantai pasang surut yang luas, seperti pulau-pulau
Auki, Wundi, Pai, Nusi, Urev dan Mansurbabo. Pada saat surut terendah dataran ini
dapat mencapai 1 km lebarnya, sehingga pulau yang satu terhubung dengan pulau
yang lain. Pulau-pulau Pakreki, Mbromsi, Pasi, Workbondi memiliki dataran pantai
pasang surut yang sempit dan langsung curam, sedangkan pulau Samakur memiliki
topografi pantai curam.

3.2.2 Iklim
Iklim adalah keadaan cuaca yang berlangsung di suatu tempat pada periode
waktu yang panjang. Berdasarkan pengamatan terhadap unsur-unsur cuaca di
Kabupaten Biak Numfor yang tercatat pada Stasion Meteorologi Klas I Frans Kaisepo
Biak, iklim di Kepulauan Padaido termasuk iklim tropis basah dengan jumlah curah
hujan antara 2000 mm/thn sampai 3000 mm/thn, jumlah curah hujan rata-rata diatas
150 mm/bulan dan jumlah hari hujan sebanyak lebih dari 200 hari setiap tahunnya.
Jumlah jam penyinaran matahari rata-rata tiap bulan adalah 64 jam, suhu udara ratarata tiap bulan 27.20C, kelembaban udara rata-rata tiap bulan adalah 83.8% dan angin
bertiup rata-rata dari arah barat daya dengan kecepatan 4 knot per bulan.
Pola angin yang berperan di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Angin
musim bertiup secara normal ke arah tertentu pada satu periode sedangkan pada
periode lainnya angin bertiup secara normal dengan arah yang berlainan. Berdasarkan
arah angin musim yang bertiup di Kepulauan Padaido dibedakan dua macam musim,
yaitu :

COREMAP

18

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

1) Musim Barat
Musim ini berlangsung pada bulan-bulan Januari sampai Mei dan Agustus sampai
Desember. Angin datang dari arah barat hingga barat daya dan barat laut dengan
kecepatan rata-rata 4 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak,
2002). Karena letaknya terbuka terhadap arah datangnya angin dan lamanya angin
bertiup, perairan di sekitar Kepulauan Padaido dan Pulau Biak bergelombang dan
arus kuat. Keadaan ini sangat mempengaruhi aktivitas penangkapan ikan dan
transportasi laut ke dan dari Pulau Biak.
2) Musim Timur
Musim ini berlangsung sekitar bulan-bulan Juni dan Juli. Angin datang dari arah
timur dengan kecepatan rata-rata 5 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans
Kaisiepo Biak, 2002). Karena letaknya relatif terlindung dari arah datangnya angin
karena Pulau Irian dan Pulau Yapen dan lamanya angin bertiup tidak lama,
perairan di sekitar Kepulauan Padaido relatif tenang. Keadaan ini biasanya
dimanfaatkan oleh masyarakat/nelayan untuk menangkap dan mengumpulkan ikan
sebanyak-banyaknya untuk dipasarkan ke Pulau Biak.
Angin musim selain berpengaruh terhadap kondisi perairan juga berpengaruh
terhadap curah hujan. Pada musim Barat, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei
sebesar 250.8 mm dengan hari hujan sebanyak 16 hari dan curah hujan terendah
terjadi pada bulan Oktober sebesar 126.7 mm dengan hari hujan sebanyak 8 hari. Pada
musim Timur, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni sebesar 295.6 mm dengan
hari hujan sebanyak 22 hari (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002).
Secara umum, hari hujan rata-rata pada musim Barat dan Timur relatif tidak jauh
berbeda, namun memiliki perbedaan curah hujan rata-rata.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara curah hujan dan hari
hujan. Bila curah hujan di suatu tempat tinggi dan hari hujan juga tinggi (menyebar
dalam sebulan), dampak yang ditimbulkan pada tempat tersebut tidak terlalu nyata.
Tetapi bila yang terjadi adalah sebaliknya dimana curah hujan tinggi dan hari hujan
rendah, dampak yang ditimbulkan pada lokasi tersebut sangat nyata. Banjir atau banjir
bandan merupakan contoh dari kejadian tersebut. Pada lokasi-lokasi yang tidak luas,
seperti pulau-pulau kecil, jatuhnya hujan dengan volume yang besar berdampak luas
terhadap kondisi setempat. Pulau-pulau dengan daerah tangkapan hujan yang kecil
akan menerima volume air hujan yang banyak dalam satu satuan waktu dan merusak
COREMAP

19

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

lahan pertanian maupun lahan pemukiman dalam perjalanannya menuju laut.


Masuknya air hujan tersebut ke laut akan berdampak negatif jangka pendek dan
panjang terhadap kehidupan biota laut yang hidup disitu karena mengubah kondisi
lingkungan. Karang akan terganggu kehidupannya karena sedimen-sedimen daratan
yang masuk ke laut dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya.
Keadaan cuaca di Kepulauan Padaido dan Sekitar Pulau Biak tidak dapat
diprediksi secara tepat dari tahun ke tahun karena selalu berubah-ubah. Hal ini terlihat
pada data cuaca selama 7 (tujuh) tahun terakhir (1995 2001). Namun demikian, arah
angin menunjukkan pola agak teratur pada bulan-bulan Nopember Maret dimana
angin bertiup dari arah Barat, Barat Laut dan Utara. Fenomena ini dikenal sebagai
Musim Barat. Pola yang teratur juga diperlihatkan pada bulan-bulan JuniAgustus
dimana angin bertiup dari arah timur dan timur laut. Kejadian ini umumnya dikenal
sebagai Musim Timur. Pada September, Oktober, April dan Mei, arah angin berubahubah. Keadaan ini tersebut Musim Pancaroba (Tabel 10).
Tabel 10.
Keadaan Cuaca Di Kepulauan Padaido

Bulan

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata-Rata
Jumlah
2001
2000
1999
1998

Curah
Hujan
(mm)
219.0
126.0
164.7
172.9
250.8
295.6
111.5
200.0
155.4
126.7
198.2
194.9
192.96
2315.7
3350.2
3167.5
3416.0
4381,0

Hari
Hujan

27
19
26
21
16
22
10
7
14
8
16
21
17.3
207
285
256
270
256

Suhu
Udara
Rata-Rata
(Celcius)

Penyinaran
Matahari
Rata-Rata
(%)

Kelembaban
Udara
Rata-Rata
(%)

26.8
27.0
27.2
27.2
27.4
27.2
27.4
27.3
27.1
27.5
27.2
26.8
27.2
326.1
26.9
26.8
26.6
27.1

60
62
61
45
77
38
78
63
76
74
99
40
64.4
773
58
33
50
49

87
85
83
85
84
84
83
81
83
82
85
84
83.8
1006
88
85
85
88

Arah dan
Kecepatan
Angin
Rata-Rata
(%)
270/03
270/03
270/04
270/04
270/04
090/06
090/04
225/06
270/04
315/04
270/04
270/04
240/04
090/04
270/05
270/04
045/05

Sumber : Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002.

COREMAP

20

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

3.3 Geologi
3.3.1 Tipe dan Asal Pembentukan Pulau
GPP Padaido terdiri atas dua tipe pulau. Tipe pertama adalah pulau-pulau karang
timbul (raised coral island) yaitu pulau-pulau yang terbentuk oleh terumbu karang
yang terangkat ke atas permukaan laut (kira-kira 70 meter diatas permukaan laut
dengan tebing karang setinggi 5-10 m) karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan
gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut karena proses geologi. Pulau-pulau tipe
ini terdapat di kawasan GPP Padaido Atas. Tipe kedua adalah pulau-pulau atol yaitu
pulau-pulau karang yang berbentuk cincin dimana pada bagian tengahnya terdapat
lagoon. Pulau-pulau tipe ini terdapat di kawasan GPP Padaido Bawah.
GPP Padaido terbentuk dari batuan induk kapur (karst) dan batu gamping koral
(formasi mokmer). Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, pulau-pulau ini
mengalami perubahan bentuk, bertambah tinggi pada salah satu bagian pulau atau
seluruhnya, sebagai akibat dari aktivitas tektonik yang mengangkat batuan penyusun
pulau-pulau tersebut. Hal ini terjadi pada pulau-pulau, seperti Samakur, Pakreki,
Yumni, Warek, Mbromsi, Padaidori, Auki dan pulau-pulau karang kecil lainnya.
GPP Padaido, Pulau Biak dan pulau-pulau lain di sekitarnya terletak pada jalur
patahan (sesar) antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia. Pergerakan salah satu
atau kedua lempeng tersebut menimbulkan aktivitas tektonik, seperti pengangkatan
batuan dan gempa. Hal ini menyebabkan kawasan ini dikategorikan sebagai kawasan
rawan gempa.
Aktivitas tektonik berupa gempa terjadi dan tercatat di sekitar kawasan
Kepulauan Padaido dan Pulau Biak telah berlangsung dalam 3 periode waktu, yaitu
periode 19651970, 1970-1980 dan 1980-1996. Pada periode 1965-1970 tercatat satu
gempa dengan kekuatan 6 skala Reichter yang berpusat di dekat Pulau Padaidori pada
kedalaman < 120 km. Pada periode 1970-1980 terjadi beberapa kali gempa pada pusat
yang sama dengan kekuatan antara 5-6 skala Reichter. Gempa dengan kekuatan
sekitar 8 skala Reichter terjadi dua kali dengan pusat di Pulau Yapen pada kedalaman
< 120 km. Satu kali gempa berpusat antara Pulau Yapen dan Pulau Biak dengan
kekuatan 5-6 skala Reichter. Pada periode 1980-1995 tidak banyak terjadi gempa
yang berpusat di sekitar Pulau Biak tetapi di Pulau Irian (Soehaimi, et al., 1999).
Pada tahun 1996, terjadi gempa di sekitar Pulau Biak dan kawasan sekitarnya.
Gempa ini menimbulkan tsunami (gelombang pasang) yang sangat dashyat terutama
COREMAP

21

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

pada bagian timur sampai utara Biak dan Kepulauan Padaido (Koswara, 1998). Di
kawasan GPP Padaido, karena posisinya yang relatif berhadapan langsung dengan
Samudera Pasifik dan berada antara Pulau Biak dan Pulau Yapen dimana arus yang
melaluinya relatif besar jangkauan gelombang ke daratan mencapai 100 300 meter
dengan ketinggian mencapai 1-2 meter. Dataran rendah dari pulau-pulau tersebut
tertutup air selama beberapa waktu. Gempa tersebut telah menimbulkan kerusakan
sumber daya alam, kerugian material dan korban manusia.

3.3.2 Tanah
Tanah di Pulau-Pulau Padaido merupakan hasil lapukan dari batuan kapur dan
gamping koral serta lapukan tumbuh-tumbuhan. Jenis tanah yang berkembang di
Kepulauan Padaido terdiri atas 4 (empat) jenis (Kantor Pertanahan Kabupaten Biak
Numfor, 1995), yaitu :
1) Jenis tanah Regosol.
Jenis tanah berwarna coklat kelabu, bertekstur pasir, struktur remah, mengandung
fragmen batuan kapur dan sangat permeabel. pH tanah dari netral sampai sedikit
basa. Konsistensi padat dan peka terhadap erosi dan kehilangan air. Jenis tanah ini
memiliki tingkat kesuburan rendah sampai sedang dengan kandungan N rendah.
Jenis tanah ini tersebar di pulau-pulau Wundi, Nusi, Pai, Auki, Padaidori, Pasi,
Mbromsi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan
Workbondi.
2) Jenis tanah Mediteran Merah Kuning
Jenis tanah ini berwarna merah sampai merah kecoklatan, bertekstur geluh
lempung dan berstruktur gumpal. Konsistesinya gembur teguh dan kadar bahan
organik rendah. PH tanah netral dan cenderung ke basa. Jenis tanah ini memiliki
tingkat kesuburan rendah sampai sedang dan tergantung pada bahan organik. Jenis
tanah ini terdapat di pulau-pulau Mbromsi dan Padaidori.
3) Jenis tanah Rendzina
Jenis tanah ini berwarna coklat sampai merah coklat dan bercampur batuan.
Horison paling bawah lebih gembur, berbatu kapur napal dan lebih gembur.
Lapisan humus tanah ini tipis. Tingkat kesuburannya rendah sampai sedang
tergantung pada jenis vegetasi penutupnya. Jenis tanah ini dapat ditemukan pada
pulau-pulau Auki, Mbromsi, Padaidori, Pasi dan Mangguandi.
COREMAP

22

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

4) Jenis tanah Sulfat Masam (Sulfaquent)


Jenis tanah ini berwarna kelabu yang berasal dari bahan induk Aluvium dengan
relief

datar,

bertekstur

lempung

berpasir,

berstruktur

berbutir

tunggal,

berkonsistensi gembur, teguh dan sedikit lekat. PH tanah berkisar asam sampai
sangat masam dan mempunyai kandungan Sulfida yang cukup tinggi terutama
pada kedalaman 40-80 cm atau lebih dangkal. Lapisan ini harus teremdam air
untuk mencegah teroksidasinya Sulfida menjadi Sulfat yang dapat mematikan
tanaman. Tingkat kesuburan tanah ini rendah sampai sedang. Jenis tanah ini dapat
dijumpai pada pulau Auki dan Mangguandi.

3.3.3 Air Tanah


Air tanah merupakan sumberdaya air utama dan sangat penting di GPP Padaido
dalam menunjang kehidupan penduduk untuk memenuhi berbagai kebutuhan, seperti
rumah tangga, industri rumah tangga dan perkebunan. Di pulau-pulau berpenduduk,
penduduk memanfaatkan air tanah melalui sumur gali baik yang digali sendiri oleh
masyarakat maupun melalui bantuan projek pemerintah. Sumur gali di GPP Padaido
berdasarkan penggunaannya, dibedakan atas 2 (dua) tipe yaitu :
1) Sumur Air Minum
Sumur ini diperuntukkan sebagai sumber air minum oleh penduduk desa/pulau.
Letaknya agak jauh dari pantai ke arah hutan. Kedalaman sumur berkisar antara 1
2 meter, rata-rata 1.5 meter, dan berdimeter 1 meter. Kualitas airnya masih baik
dan layak diminum. Tinggi permukaan air relatif tetap dan tidak terpengaruh oleh
gerakan pasang-surut air laut.
2) Sumur MCK
Sumur ini diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (mandi, cuci dan
kakus), industri (minyak kelapa) dan pertanian (tanaman pekarangan). Sumur ini
dibangun melalui proyek pemerintah dan terletak dalam area pemukiman
penduduk serta relatif tidak jauh dari pantai. Kedalaman sumur 1 2 meter dan
berdiamter 1,5 meter. Air sumur ini telah tercampur air laut. Tinggi permukaan air
sumur sangat tergantung pada kondisi pasang-surut air laut. Bila air laut sedang
pasang permukaan air sumur relatif tinggi. Demikian sebaliknya bila air laut
sedang surut permukaan air sumur akan menurun pula.

COREMAP

23

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

3.3.4 Vegetasi
Vegetasi darat di GPP Padaido terdiri atas hutan pesisir, hutan primer/sekunder,
semak belukar dan kebun rakyat. Hutan pesisir dijumpai di pesisir pantai dan
didominasi oleh pohon kelapa (Cocos nucifera). Di Pulau Samakur, Pulau Yeri dan
Pulau Rasbar, pohon kelapa tidak ditemukan, sedangkan pada Pulau Urev dan Pulau
Mansurbabo, pohon kelapa hanya beberapa pohon. Karena letaknya di daerah pesisir,
pohon kelapa banyak yang tumbang karena proses abrasi pantai
Vegetasi besar, tanaman perdu, rerumputan pantai dan semak belukar dari hutan
pesisir adalah Butong (Barringtonia asiatica), matoa (Pometia coreacea), bintanggur
(Calophyllum inophyllum), pinang (Areca catechu), waru laut (Hibiscus tiliaceus),
mengkudu (Morinda citrifolia), pandan (Pandanus odoratissima dan P. tectorius),
kranji (Pongamia pinnata), Jarag (Ricinus communis), Ketapang (Terminalia
catappa), sukun (Artocarpus sommunis), cemara laut (Casuarina equisetifolia),
beringin (Ficus spp), kayu besi (Intsia bijuga), nas (Hablolobus floribundus), bram
(Urandra brassii), kayu hitam (Diosspyros spp), kayu lawang (Cinnamomum spp),
biduri (Calotropis gigantea), lamtoro (Leucaena glauca), mangga brabu (Cerbera
manghas), tuba laut (Derris trifoliata), basang siap (Finlaysonia maritima), katangkatang (Ipomoea pes-caprae), ceplukan (Passiflora foetida), bakung-bakung
(Scaevola taccada), gelang laut (Sesuvium portulacastrum) dan sernai (Wedelia
biflora). Hutan ini sudah jarang ditemukan di pulau-pulau, seperti Wundi, Nusi dan
Yeri.
Hutan tropis dataran rendah yang didominasi pohon dengan tinggi > 30 meter
dan tumbuhan bawah masih dijumpai di beberapa pulau seperti Pulau Pakreki dan
Pulau Samakur. Hutan ini merupakan hutan primer, sedangkan hutan sekunder dan
semak belukar masih dijumpai di Pulau Auki, Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi, Pulau
Pasi, Pulau Pai dan Pulau Mangguandi. Kayu besi, bintanggor dan beringin tumbuh
dengan baik di hutan sekunder maupun primer.
Selain tanaman kelapa, tanaman budidaya yang ditemukan di GPP Padaido
adalah pisang (Musa paradisiacea), ubi jalar (Ipomoea batatas), jambu air (Colocasia
esculenta), pepaya (Carica papaya), singkong

(Manihot uttilissima), keladi

(Colacasia esculenta), kangkung (Ipomoea aquatica), sirih (Piper betel), dan katuk
(Sauropus androgynus). Tanaman budidaya diusahakan untuk konsumsi keluarga.

COREMAP

24

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

3.3.5 Fauna
Jenis-jenis fauna yang ditemukan di GPP Padaido dibedakan atas fauna yang
hidup bebas dan yang dilindungi oleh negara serta hewan yang diternakan. Jenis-jenis
burung yang hidup bebas adalah kakatua putih jambul kuning (Cacatua galerita), nuri
kepala hitam (Chalcopsitta atre), nuri merah (Charmosyna placentis), jalak ekor
panjang (Aplanis magna brevicauda), dara laut (Heliaeetue leucogaster), camar laut
(Sterna hirundo), elang laut (Pandion haliaetus), bangau (Engretta sacra), kelelawar
(Dobsonia peroni), bebek laut (Esacus magnirostris), sirip gunting (Sterna albifrons),
betet raja ambon (Alisterus amboinensis), merpati hutan (columba domestica),
kumkum hitam (Dudula pinon) dan burung malam (Caprimulgus spp). Menurut
penduduk, ular, babi hutan, kuskus dan ketam kenari masih dijumpai di Pulau Pakreki.
Di Pulau Samakur, vegetasi hutan dihuni oleh burung camar, sirip gunting dan
kelelawar. Satwa burung-burung ini menempati vegetasi hutan secara bergantian. Saat
menjelang malam, kelelawar keluar dari hutan pulau dan tempatnya ditempati oleh
burung-burung camar dan sirip gunting. Demikian pula saat menjelang pagi, ketika
burung-burung keluar dari sarangnya, tempatnya kemudian ditempati oleh kelelawar.
Pemandangan ini sangat menarik sehingga pulau ini dilindungi dan dijadikan salah
satu tujuan wisata alam oleh masyarakat.
Karena daya dukung lahanndaratan terbatas, jenis-jenis hewan yang diternak
tidak beragam. Umumnya hewan yang diternak oleh penduduk adalah ayam kampung,
itik manila dan babi. Selain dimanfaatkan oleh keluarga, hewan ternak dijual pada
waktu-waktu tertentu untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
3.4 Lingkungan Biofisik Perairan
3.4.1 Batimetri
GPP Padaido merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di sebelah
timur-tenggara pulau Biak. Gugusan pulau ini dikelilingi oleh laut yang relatif dalam,
berkisar antara 100 sampai diatas 1200 meter. Kedalaman di atas 500 meter berada di
bagian utara, selatan dan timur. Namun demikian, 90% kedalaman perairan berada
dibawah 500 meter (Gambar 5). Jarak ke arah laut dalam sangat pendek dari batas
luar rataan terumbu dan pada beberapa pulau tertentu topografi pantainya langsung
curam mencapai kedalaman > 200 meter. Perairan dangkal, umumnya, terdapat di
sekitar rataan terumbu, pesisir pulau dan perairan lagoon dengan kedalaman perairan
berkisar antara 1 sampai 25 meter.
COREMAP

25

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

15'00" L S

BA T I ME T R I
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO
U

karang Wundumimas

Padaidori
Yeri

Kepulauan Padaido

Auki

Workbondi
Pakreki

karang Urbinai

Pasi
lW
un
di

Lamu n
Rat aan Teru mbu

283 - 377 m
377 - 471 m

Pasir

471 - 565 m
565 - 659 m
659 - 753 m

Nukori
Dauwi

Nusi

Wamsoi
Runi

Mangguandi
Mansurbabo

Bat ime tri

Lua s ( ha)

1 - 95 m

261 61. 498 0

189 - 283 m
283 - 377 m

361 14. 149 0


216 17. 147 0

377 - 471 m
471 - 565 m

200 59. 456 0


991 6.2 120

565 - 659 m
659 - 753 m

883 6.9 210


169 .32 30

95 - 1 89 m

314 18. 017 0

Kebori
PETUNJUK LETAK PETA

Gosong karang

030'

go
on
La

Urev

189 - 283 m

116'00" L S

Warek

95 - 189 m

Pulau

Kawasan Penelit ian

Samakur

a to

Rarsbar

1 - 95 m

Lagun

Yumni

Wundi

Batimetri

Karang Dalam

Mbromsi

karang Insarorki

10

Keterangan :

110'30" L S

Pai

5
Ki l om e t e r

karang Kasinampia

30

60

Kilometer
Pulau Bi ak

Rasi
100'

Kabuapat en Bi akN umf or

Dis t r i kPad aido

Selat Yapen

13600'

13630'

e la
S
t Y
a p
e n

300'

WILAYAH YANG DIPE TAKAN


PROV N
I SI PAPU A

600'

121'30" L S

000'

13530'

u la
P
u Ba
i k
a b
K
u a
pa
t n
e B a
i k
N u fm ro
is tr k
D
i a
P d
a id o

300
Kilometer
13300'

13616'30" BT

13622'00" BT

13627'30" BT

13633'00" BT

600
13600'

13900'

13638'30" BT

Gambar 5. Profil Batimetri Gugusan Pulau-Pulau Padaido


3.4.2 Suhu, Salinitas dan Kecerahan Perairan
Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam kajian-kajian
kelautan. Data suhu air dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala
fisika di dalam laut tetapi juga berkaitan dengan kehidupan hewan dan tumbuhan.
Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor
meteorologi yang berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu
udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 2002). Suhu
permukaan di perairan GPP Padaido berkisar antara 28 30oC. Pada kedalaman 50
meter suhu berkisar antara 26 - 28 oC dan < 22 oC pada kedalaman 100 m (Hutahaean,
et al., 1995). Selama penelitian suhu permukaan berkisar pada nilai 29 300C.
Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam
satu liter air. Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas adalah pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Salinitas permukaan perairan GPP Padaido
berkisar pada nilai 27 - 34.5 ppm. Pada kedalaman 25 m salinitas berkisar antara 34
35 ppm tetapi mencapai nilai > 35 ppm pada kedalaman 50 100 meter (Hutahaean,
et al., 1995). Selama penelitian, salinitas permukaan perairan berkisar pada nilai 34
ppm, sedangkan kecerahan perairan berkisar pada nilai > 15 meter.

COREMAP

26

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

3.4.3 Gelombang dan Arus


Gelombang yang terjadi di laut umumnya disebabkan oleh hembusan angin.
Besar kecilnya gelombang disebabkan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu: kuatnya hembusan
angin, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin (Nontji, 2002). Tinggi gelombang
laut di perairan GPP Padaido berkisar antara 1.12 1.21 meter. Gelombang tinggi
biasanya terjadi pada bulan Mei dan Juli, sedangkan gelombang rendah terjadi pada
bulan September dan Maret (Direktorat Jenderal PHPA, 1998).
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang disebabkan oleh tiupan
angin, perbedaan dalam densitas air laut atau pasang surut (Nontji, 2002). Pada bulan
Februari sampai Juli arus permukaan bergerak ke timur dengan kecepatan antara 18
38 cm/det. Pada bulan Agustus sampai Januari kecepatan arus berkisar antara 24 75
cm/det dengan arah ke barat. Kecepatan arus pada bulan-bulan tersebut tergolong kuat
(Direktorat Jenderal PHPA, 1998).

3.4.4 Pasang Surut


Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara berirama
yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari (Nontji, 2002). Dilihat dari pola
gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dibagi menjadi empat jenis,yaitu
pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide), campuran
yang condong ke harian tunggal dan campuran yang condong ke harian ganda. Jenis
pasang surut yang terjadi di perairan GPP Padaido adalah campuran harian ganda,
yang berarti setiap hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang berbeda dalam
tinggi dan waktunya (Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, 2003). Surut terendah terjadi
pada bulan-bulan Juni, Nopember dan Desember, sedangkan pasang tertinggi terjadi
pada bulan Mei. Rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan surut terendah adalah 1.5 2 meter.

3.4.5 Kimia Perairan


Kimia perairan merupakan salah satu unsur lingkungan perairan yang
menunjang proses kehidupan di laut. Kondisi umum parameter kimia lingkungan
perairan GPP Padaido adalah sebagai berikut: Pada lapisan permukaan sampai
kedalaman 100 m kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6.76 mg/l sampai
3.39 mg/l. Konsentrasi fosfat berkisar pada nilai 0.210 sampai 0.936 gat/l.
COREMAP

27

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Konsentrasi nitrat berkisar pada nilai 0.460 gat/l sampai 3.450 gat/l. Nilai
konsentrasi fosfat dan oksigen terlarut cenderung menurun dengan bertambahnya
kedalaman sedangkan nilai konsentrasi nitrat justru meningkat pada kedalaman 50
meter (Hutahaean, et al., 1995).
Selama penelitian, kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6,8-9,1 mg/l,
konsentrasi BOD5 berkisar pada nilai 6,8-9,8 mg/l, konsentrasi COD berkisar pada
nilai 12,82-23,02 mg/l, Phosphat berkisar pada nilai 0,001-0,013 mg/l, Nitrit berkisar
pada nilai 0,003-0,009 mg/l, Nitrat berkisar pada nilai 0,044- 0,111 mg/l, dan
konsentrasi Amonia berkisar pada nilai 0,027-0,087 mg/l.

3.4.6 Terumbu Karang


Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis.
Selain mempunyai produktivitas organik yang tinggi, ekosistem ini memiliki
keanekaragaman biota yang berasosiasi dengannya. Komponen biota terpenting di
suatu terumbu karang ialah hewan karang batu (stony coral) yaitu hewan yang
tergolong scleractinia yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur. Selain memiliki
nilai keindahan (estetika) dan fungsi sebagai pelindung pantai, terumbu karang
menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting, seperti
berbagai jenis ikan karang, udang karang, rumput laut, teripang dan jenis-jenis
moluska terutama kerang mutiara. Formasi terumbu karang pada umumnya dibagi
atas 4 golongan yakni: terumbu karang pantai (fringing reef), terumbu karang
penghalang (barrier reef), terumbu karang yang bentuknya melingkar seperti cincin
(Atol) dan terumbu karang gosong (terumbu karang yang tumbuh dan berkembang
dari dasar laut yang belum mencapai permukaan).
Penelitian terumbu karang di GPP Padaido telah dilakukan oleh berbagai pihak
baik pemerintah, perguruan tinggi maupun masyarakat (lembaga swadaya masyarakat)
selama 6 tahun terakhir dengan skala dan kepentingan yang berbeda-beda. Dari
penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa GPP Padaido memiliki 4 bentuk
terumbu karang yaitu terumbu karang pantai, terumbu karang penghalang, terumbu
karang atol dan terumbu karang gosong. Atol hanya terdapat di GPP Padaido Bawah
yaitu atol Wundi. Terumbu karang penghalang hanya terdapat di GPP Padaido Atas
yaitu dekat pulau Runi. Terumbu karang tepi terdapat di perairan pesisir pulau-pulau,

COREMAP

28

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

sedangkan terumbu gosong terdapat baik GPP Padaido Bawah maupun GPP Padaido
Atas.
Karang batu memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi, yaitu terdiri dari
kurang lebih 90 jenis yang tergolong dalam 41 genera dan 13 famili serta beberapa
jenis karang lunak yaitu Sinularia polydactil, Sarcophyton trocheliophorum,
Labophytum strictum dan L. Crassum. Jenis-jenis karang batu yang dominan adalah
Faviidae, Fungidae, Pociloporidae dan Acroporidae (Suharsono dan Leatemia, 1995;
Sapulette dan Peristiwady, 1994; Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997). Bila
dilihat dari bentuk pertumbuhan, prosentase tutupan karang hidup di GPP Padaido
Bawah berkisar antara 0 67.0 % pada kedalaman 3 m dan 0 25.9 % pada
kedalaman 10 m. Di GPP Padaido Atas berkisar pada nilai 13.7 70.7 % pada
kedalaman 3 m dan 9.6 66.7 % pada kedalaman 10 m (Souhoka dan Lorwens, 2001;
COREMAP 2001; COREMAP, 2003; serta Yayasan Terangi dan Lipi Biak, 2000).
Gambar 6. Kondisi Karang di GPP Padaido.

15'00" L S

KONDISI KARANG
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO

Bia k

karang Wund umimas

#
Pada idori

Yeri K ecil

karang Kasinampia

110'30" L S

Yeri

karang Insarorki

Mbr omsi

Pa i

Yumni

Pa kre ki
Pu

la u

#
g
ran
ka

Pulau Karang

#Rar sbar

Pasi

Wundi

g
ran
ka

uan di
Mangg

au
P ul

116'00" L S

Pulau Karang

Da uwi

Nusi
Urev

% Karang Mati (KM)

Samakur
Nukor i

#
Mansurbabo

% Karang Mati dengan Algae (KMA)

karang Urbinai

#Wurki

% Karang Hidup (KH)

Wor kbondi

Auki

Wam soi

Runi

Ke bor i
PE TUNJU K LETAK PETA

gosong W ararasowe

10

KETER A N GAN

030'

#
#

5
Ki l o m e t e r

30

60

Kilometer
Pula u Bi ak

Rasi
100'

Kabuapat en Bi akN umf or

karang Mansawayomni

Dis t r i kPad aido

Selat Yapen

13600'

13630'

e la
S
t Y
a p
e n

300'

WILAY AH Y ANG DIPE TAKAN


PROV IN SI PAPU A

600'

121'30" L S

000'

13530'

u la
P
uB a
i k
K b
a
ua
p a
t n
e B a
i k
N u fm ro
is tr ik a
D
P d
a id o

300
Kilo meter
13300'

13616'30" BT

13622'00" BT

13627'30" BT

13633'00" BT

600
13600'

13900'

13638'30" BT

3.4.7 Ikan Karang


Ikan karang merupakan salah satu sumberdaya hayati yang menghuni terumbu
karang. Ikan karang umumnya dikelompokkan atas tiga kelompok besar, yaitu ikan
terget (konsumsi), ikan indikator dan ikan mayor (lainnya). Ikan target adalah jenisjenis ikan karang yang dikelompokkan sebagai ikan konsumsi/pangan karena
COREMAP

29

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

memiliki nilai ekonomis. Jenis-jenis ikan ini berasosiasi dengan perairan terumbu
karang. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Acanthuridae,
Caesionidae,

Carangidae,

Lutjanidae,

Mullidae,

Ephipidae,

Haemullidae,

Nemipteridae,

Scaridae,

Kyphosidae,

Serranidae,

Lethrinidae,

Siganidae

dan

Sphyraenidae. Di GPP Padaido ditemukan kurang lebih 101 jenis di GPP Padaido
Bawah dan 127 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001 dan COREMAP,
2001 dan COREMAP, 2003).
Ikan indikator adalah jenis-jenis ikan karang yang berasosiasi sangat erat dengan
terumbu karang. Keberadaan jenis-jenis ikan ini digunakan sebagai indikator untuk
mempelajari kondisi terumbu karang. Termasuk dalam jenis ini adalah jenis ikan-ikan
Chaetodontidae. Di perairan terumbu karang GPP Padaido ditemukan kurang lebih 34
jenis di GPP Padaido Bawah dan 29 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001;
COREMAP, 2001 dan COREMAP, 2003).
Ikan mayor adalah jenis-jenis ikan yang tidak termasuk dalam kedua kelompok
di atas dan belum diketahui peranan utamanya dalam rantai makanan di alam. Ikanikan ini berukuran kecil dan sebagian besar tergolong ikan hias. Termasuk dalam
kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Apogonidae, Aulostomidae, Balistidae,
Blennidae,

Cirrhitidae,

Monacanthidae,

Diodontidae,

Ostraciidae,

Gobiidae,

Pinguipedidae,

Holocentridae,

Pomacanthidae,

Labridae,

Pomacentridae,

Pseudochromidae, Terodontidae dan Zanclidae. Di Perairan GPP Padaido terdapat


kurang lebih 151 jenis di GPP Padaido Bawah dan 185 jenis di GPP Padaido Atas
(Hukom, et al., 2001; COREMAP 2001 dan COREMAP 2003).
Gambar 7. Kondisi Ikan Karang di GPP Padaido
15'00" L S

KONDISI IKAN KARANG


KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO

Biak

U
karang Wund umimas

#
Padaidori

Yeri Kecil

karang Kasinampia

110'30" L S

Yeri

#
karang Insarorki

Kelompok Ikan Major

Mbromsi

Pai

Yumni

Wor kbondi

#
Pakreki

Pu

la u

Pasi

Pulau Karang

g
ran
ka

uan di
Mangg

au
P ul

Dauwi

Nusi
Urev

#
Mansur babo

Kelompok Ikan Indikator

Samakur
Nukor i

#Wur ki

Kelompok Ikan Target

karang Urbinai

Wundi

116'00" L S

g
ran
ka

Pulau Karang

#Rarsbar

Wamsoi

Runi

Kebor i

PETUNJUK LETAK PETA

gosong W ararasowe

10

030'

#
#
Auki

5
Ki l o m e t e r

K ET E R AN G AN

30

60

Kilo meter
Pula u Bi ak

Rasi
100'

Kabuapat en Bi akN umf or

karang Mansawayomni

Dis t r i kPad aido

Selat Yapen

13600'

13630'

300'

WILAYAH YANG DIPE TAKAN


PROV IN SI PAPU A

600'

121'30" L S

000'

13530'

P la
u
uB a
i k
a b
K
ua
p a
t n
e Ba
i k
N u fm ro
is tr k
D
i a
P d
a id o

e la
S
t Y
a p
e n

300
Kilometer
13300'

13616'30" BT

13622'00" BT

13627'30" BT

13633'00" BT

COREMAP

600
13600'

13900'

13638'30" BT

30

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Hasil tangkapan utama masyarakat GPP Padaido adalah ikan karang yang
dipasarkan ke pasar Bosnik dan Biak. Ikan karang terdiri atas ikan hias dan ikan target
(konsumsi). Penangkapan ikan karang masih menggunakan cara dan alat yang
sederhana. Pancing, jaring insang, tombak dan panah merupakan alat penangkapan
utama. Penangkapan ikan dengan cara pemboman dan pembiusan masih dilakukan
oleh sebagian kecil masyarakat. Tempat-tempat bekas pemboman ikan dapat dikenali
dengan mudah di sekitar terumbu karang.

3.4.8 Rumput Laut


Rumput laut merupakan alga berukuran besar (makroalga) yang hidup menancap
atau melekat pada dasar laut yang keras, seperti karang mati atau fragmen karang
yang bercampur dengan pasir. Rumput laut dikelompokkan dalam tiga kelas yakni
Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat) dan Rhodophyceae (alga
merah). Rumput laut telah dimanfaatkan dan dikembangkan secara luas dalam
berbagai industri, seperti industri makanan, obat-obatan, farmasi, kosmetik,
bioteknologi dan mikrobiologi (Chapman, 1949; Okazaki, 1973; Atmadja, et al,
1990).
Di GPP Padaido, rumput laut tumbuh dan berkembang dengan luas karena
tersedia substrat keras, seperti karang mati dan framen-fragmen karang. Kurang lebih
58 jenis rumput laut ditemukan di GPP Padaido dimana 11 jenis bernilai ekonomis
penting, seperti jenis Euchema, Gracilaria, Hypnea, Laurencia, Gelidiella,
Halimenia, Caulerpa, Codium, Chaetomorpha, Sargassum dan Turbinaria (Papalia,
2001). Di Pulau Wundi dan Pulau Nusi rumput laut telah dibudidayakan oleh
masyarakat yaitu jenis Euchema spinosum dan E. Cotinii. Usaha ini kurang
berkembang karena kendala pemasaran dan kepastian harga.

3.4.9 Moluska, Echinodermata dan Krustasea


Moluska adalah hewan bertubuh lunak yang terdiri atas lima kelas besar yakni
Amphineura, Gastropoda, Pelecypoda, Cephalopoda dan Scaphopoda. Dari kelima
kelas tersebut hanya tiga yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu Gastropoda
(jenis-jenis keong), Pelecypoda (jenis-jenis kerang) dan Chepalopoda (cumi-cumi,
sotong dan gurita). Ketiga jenis ini ditemukan di GPP Padaido dan merupakan jenis
yang selalu ditangkap oleh masyarakat. Daging moluska diambil dan dipasarkan ke
COREMAP

31

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

pasar Bosnik baik dalam bentuk segar maupun asapan. Cangkang moluska belum
dimanfaatkan dan dibuang di pesisir pantai sehingga membentuk kelompok
tumpukan-tumbukan besar. Bila tidak dikelola dengan baik, stok moluska di perairan
GPP Padaido akan berkurang dan mungkin dapat punah. Hal ini telah terjadi pada
jenis-jenis kerang tertentu, seperti kerang Anadara spp yang saat ini sulit ditemukan.
Echinodermata adalah hewan-hewan laut berkulit duri. Hewan-hewan ini terbagi
dalam lima golongan utama yakni teripang (Holothuroidea), bintang laut
(Asteroidea), bintang ular (Ophiuroidea, bulu babi (Echinoidea) dan lili laut
(Crinoidea). Hewan-hewan ini dijumpai di perairan pantai sekitar terumbu karang
GPP Padaido. Teripang merupakan jenis echinodermata bernilai ekonomis penting.
Teripang pasir (Holothuria scabra) dan teripang nanas (Stichopus ananas) merupakan
contoh teripang yang dipasarkan oleh masyarakat. Di Pulau Mangguandi, konservasi
teripang dilakukan masyarakat dengan cara sasisen, yaitu melarang pengambilan
teripang untuk jangka waktu tertentu ( enam bulan sampai satu tahun).
Krustase merupakan hewan-hewan berkulit keras. Udang karang (Panulirus
spp), rajungan (Portunus spp) dan kepiting bakau (scylla serrata) merupakan jenisjenis krustase yang umum ditemukan di GPP Padaido. Hewan-hewan ini ditangkap
pada malam hari dengan alat yang sederhana. Selain di makan, udang karang dan
kepiting dijual di pasar Bosnik atau restoran di kota Biak. Kepiting bakau mendiami
habitat hutan mangrove, seperti di Pulau Padaidori dan Auki. Udang karang umumnya
mendiami habitat terumbu karang. Jenis-jenis udang karang yang umum tertangkap
adalah udang barong (Panulirus versicolor), Udang pantung (Panulirus homarus),
udang bunga (Panulirus longipes) dan udang jaka (Panulirus penicillatus). Di pulau
Mangguandi konservasi udang karang dilakukan dengan cara sasisen di seluruh pulau.

3.4.10 Ikan Pelagis


Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang mendiami suatu lapisan pelagis, yaitu
lapisan air yang masih dapat dicapai oleh sinar matahari. Pada kondisi cuaca baik,
kedalaman lapisan ini mencapai kedalaman 200 meter. Berdasarkan ukuran, ikan
pelagis dibedakan atas ikan pelagis kecil dan besar. Ikan pelagis besar adalah ikan
pelagis yang berukuran besar, seperti ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol
(Euthynnus affinis), Tenggiri (Scomberomorus spp), layar (Istiophorus spp) dan jenisjenis ikan tuna. Ikan pelagis kecil adalah ikan pelagis yang berukuran kecil, seperti
COREMAP

32

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

ikan kembung (Rastrelliger spp), kawalinya (Selar spp), momar (Decapterus spp),
make (Sardinella spp) dan teri (Stolephoruss spp).
Di GPP Padaido, ikan pelagis berpotensi untuk dikembangkan dimasa-masa
mendatang sebagai salah satu sumber pendapatan masyarakat selain ikan karang. Di
pasar Bosnik ikan pelagis yang banyak dipasarkan adalah ikan cakalang. Perairan
yang menjadi daerah penangkapan ikan pelagis adalah perairan sekitar pulau Pakreki,
pulau-pulau Dauwi dan perairan perbatasan (barat, timur, utara dan selatan).

3.4.11 Lamun
Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang beradaptasi hidup terbenam dalam
laut. Tumbuhan ini terdiri atas akar, daun dan tangkai-tangkai merayap (rhizome).
Lamun hidup pada perairan dangkal yang agak berpasir dan sering dijumpai di
terumbu karang pula. Pada tempat yang terlindung lamun berkembang dengan baik
dan menutupi suatu kawasan yang luas sehingga membentuk padang lamun.
Di perairan pantai GPP Padaido lamun ditemukan pada hampir semua pulau
kecuali pulau Pakreki, Yumni, Warek, Workbondi dan Samakur. Pada tempat-tempat
yang agak terlindung, lamun tumbuh dengan lebat dan membentuk suatu padang
lamun yang luas. Keadaan ini ditemukan pada pulau Auki bagian selatan, pulau Pai
bagian barat, bagian barat pulau Wundi, bagian barat pulau Nusi, bagian barat dan
timur pulau Padaidori dan bagian barat dan timur pulau Mangguandi dan pulau-pulau
lain. Lamun yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah sembilan jenis, yaitu
Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, C. Serullata,
Halodule universis, H. Pinifolia, Halophila ovalis, H. Spinulosa, dan Syringodium
isoetifolium,
Kondisi lamun di Pulau-Pulau Padaido relatif masih baik. Namun di beberapa
pulau, seperti Auki dan Padaidori (depan desa) lamun dicabut dari substratnya untuk
memberi arah masuk bagi perahu-perahu bermotor yang menuju pantai desa.

3.4.12 Mangrove
Mangrove merupakan tipe tumbuhan/hutan yang khas terdapat di sepanjang
pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan
mangrove sering pula disebut sebagai hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau
atau hutan bakau. Di GPP Padaido, mangrove terdapat di Pulau Padaidori (bagian
COREMAP

33

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

barat dan timur) dan Pulau Auki (bagian selatan). Dalam kumpulan kecil, mangrove
terdapat di pulau Wundi, Yeri, Pasi (bagaian barat laut) dan pulau Mangguandi
(bagian barat). Mangrove yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah tujuh jenis,
yaitu Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, R. Stylosa, Sonneratia alba,
Ceriops tagal, Lumnitzera littorea, dan Avicenia alba.
Hutan mangrove di pulau Padaidori mengalami kerusakan berat ketika terjadi
tsunami di kawasan ini pada tahun 1996. Jenis mangrove yang rusak/mati adalah
Bruguiera gymnorrhiza yang telah berumur puluhan tahun. Kematian mangrove jenis
tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan jenis beradaptasi dengan keberadaan air
laut yang mencapai habitatnya dan terjebak untuk jangka waktu yang lama.

3.5 Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya


3.5.1 Kependudukan
Berdasarkan sensus pertanian tahun 2003, jumlah penduduk GPP Padaido
sebanyak 3.975 jiwa dengan jumlah keluarga sebesar 975 keluarga yang tersebar di 19
desa dalam 8 pulau. Penduduk laki-laki sebanyak 2.097 jiwa dan perempuan sebesar
1.978 jiwa. Distribusi penduduk berdasarkan desa dan pulau disajikan pada Tabel 10.
Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk GPP Padaido yang tamat sekolah
menengah umum (SMU) sebesar 9.71%, yang tamat sekolah menengah pertama
sebesar 20.13% dan yang tidak tamat sekolah dasar (SD) sebesar 30.79%. Penduduk
yang tidak sekolah sebesar 39.20% (Kabupaten Biak Numfor, 2001).
Tabel 11.
Kondisi Penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido, Biak Numfor
Penduduk
No

Pulau

Auki

Wundi

Nusi

Pai

Padaidori

Desa
Auki
Sandidori
Wundi
Sorina
Nusi
Nusi Babaruk
Pai
Imbeyomi
Sasari
Mnupisen
Yeri

Laki-Laki

Perempuan

130
58
154
83
167
140
157
97
147
51
59

108
50
129
80
156
89
122
78
170
56
57

COREMAP

Jumlah

Keluarga

238
108
283
163
323
229
279
175
317
107
116

59
38
70
36
71
55
69
43
79
29
34

34

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Mbromsi

Pasi

Mangguandi

Nyansoren
Saribra
Mbromsi
Karabai
Pasi
Samber Pasi
Mangguandi
Suprima

Jumlah

119
124
131
18
207
85
72
98
2097

130
106
121
14
178
77
75
82
1878

249
230
252
32
385
162
147
180
3975

61
49
63
16
87
35
36
45
975

Sumber : Hasil Sensus Pertanian Maret 2003, BPS Biak-Numfor.

3.5.2 Sarana Sosial


Sarana sosial yang terdapat di GPP Padaido, Distrik Padaido, meliputi sarana
pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan dan sarana perekonomian. Sarana
pendidikan terdiri dari SD Impres sebanyak 2 bangunan terdapat di Pulau Nusi, SD
Negeri sebanyak 1 bangunan terletak di Pulau Auki dan SD Swasta sebanyak 9
bangunan terletak di Pulau Wundi, Pulau Nusi, Pulau Pai, Pulau Mangguandi, Pulau
Pasi, Pulau Mbromsi dan Pulau Padaidori. Ini menunjukkan bahwa di pulau-pulau
berpenduduk terdapat satu sekolah dasar. Sekolah Menegah Pertama (SMP) negeri
hanya terdapat di Pulau Mbromsi, sedangkan Sekolah Menegah Umum (SMU) tidak
dijumpai di Distrik Padaido.
Sarana kesehatan terdiri dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas),
Puskesmas Pembantu dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Puskesmas sebanyak 2
bangunan terdapat di Pulau Wundi dan Pulau Pasi. Puskesmas pembantu sebanyak 2
bangunan, masing-masing terdapat di Pulau Mangguandi dan Pulau Padaidori,
sedangkan Posyandu terdapat di seluruh kampung.
Sarana peribadatan seperti gereja dijumpai di setiap pulau yang berpenduduk,
sedangkan sarana peribadatan lain tidak ada. Jumlah gereja yang terdapat di Distrik
Padaido sebanyak 12 bangunan.
Sarana perekonomian yang ada di GPP Padaido berupa kios-kios penduduk.
Kios-kios ini melayani kebutuhan utama penduduk, seperti supermie, rokok, gula,
kopi, beras dan lain-lain. Paling sedikit terdapat satu kios di tiap desa/pulau yang
berpenduduk.

COREMAP

35

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Tabel 12.
Tingkat Pendidikan Penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido.
Pulau

Tidak
Sekolah

Kampung

Auki
112
Sandodori
Wundi
Wundi
138
Sorina
Nusi
110
Nusi
Nusi Babaruk
94
Pai
Pai
145
Imbeyomi
Meomangguandi
Mangguandi
113
Supraima
Samber Pasi
59
Pasi
Pasi
129
Nyansoren
85
Mbromsi
Mbromsi
101
Karabai
Saribra
78
Mnupisen
79
Yeri
Padaidori
Sasari
114
Jumlah
1357
Prosentase
39.20%
Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2001.
Auki

Tidak
Tamat SD

Tamat
SMP

Tamat
SMU

92

60

37

106

86

46

82
71

59
48

27
25

127

73

36

89

58

26

45
108
63

22
63
47

2
31
21

82

51

15

62

40

18

60

33

14

79
1066
30.79%

57
697
20.13%

28
336
9.71%

Selain sarana sosial tersebut di atas, terdapat sarana pariwisata dan sarana
angkutan nelayan. Sarana pariwisata berupa pondok wisata sebanyak 3 bangunan
terletak di pulau Wundi (1 bangunan) dan pulau Dauwi (2 bangunan). Sarana ini
dikelola oleh masyarakat.
Sarana angkutan umum, seperti kapal atau perahu motor yang melayani GPP
Padaido dengan pulau Biak pergi-pulang belum tersedia. Penduduk GPP Padaido
yang akan ke Biak menumpang perahu motor nelayan pada setiap hari pasar (selasa,
kamis dan sabtu) dengan membayar sejumlah uang, rata-rata Rp 20.000 untuk pergipulang untuk GPP Padaido Bawah dan rata-rata Rp 40.000 untuk GPP Padaido Atas.
Untuk keperluan mendesak ke GPP Padaido, orang menyewa perahu motor nelayan
dengan ongkos sewa yang bervariasi, tergantung jarak yang dituju. Untuk pulau-pulau
GPP Padaido Bawah biaya sewa rata-rata Rp.300.000-Rp.400.000 dan Rp.600.000 Rp.800.000 untuk GPP Padaido Atas.
COREMAP

36

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

3.5.3 Perekonomian dan Industri


Berdasarkan sensus pertanian 2003, perekonomian penduduk GPP Padaido
berasal dari bidang pertanian, yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan
perikanan (penangkap ikan dan budidaya rumput laut). Perekonomian sebagian besar
penduduk bertumpu pada perikanan tangkap dan perkebunan (kelapa), sedangkan
sebagian kecil berasal dari peternakan (babi, ayam kampung dan itik), pertanian
tanaman pangan (ketela pohon dan umbi-umbian) dan budidaya laut (rumput laut).
Hanya penduduk di Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi dan Pulau Pasi yang berusaha di
pertanian tanaman pangan, sementara penduduk di Pulau Wundi dan Pulau Nusi
berusaha di perikanan budidaya laut (BPS Biak, 2003).
Tabel 13.
Keadaan Keluarga Pertanian GPP Padaido, Biak Numfor
No

Pulau

Auki

Wundi

Nusi

Pai

Padaidori

Mbromsi

Pasi

Mangguandi
Jumlah

Desa
Auki
Sandidori
Wundi
Sorina
Nusi
Nusi Babaruk
Pai
Imbeyomi
Sasari
Mnupisen
Yeri
Nyansoren
Saribra
Mbromsi
Karabai
Pasi
Samber Pasi
Mangguandi
Suprima

Tanaman
Pangan

Perkebu
nan

Peterna
kan

Penangkap
ikan

Budidaya
laut

26
25
26
12
14
21
27
151
15.49%

23
18
42
23
60
41
51
32
50
18
12
45
30
41
10
62
16
30
43
647
66.36%

8
8
7
6
14
10
10
11
13
11
10
12
12
7
4
20
7
8
5
183
18.77%

30
32
50
32
70
50
56
43
65
20
32
55
41
76
13
80
33
32
34
844
86.56%

14
15
17
46
4.72%

Sumber : Hasil Sensus Pertanian Maret 2003, BPS Biak-Numfor.

Sarana perikanan tangkap di GPP Padaido terdiri dari perahu tak bermotor dan
perahu motor tempel. Perahu tak bermotor memiliki jumlah sebanyak 728 unit,
sedangkan perahu motor temperl hanya 78 unit. Ini menunjukkan bahwa 90.3% rumah
tangga nelayan masih tradisional. Alat penangkapan ikan yang umum digunakan
COREMAP

37

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

adalah jaring insang (gill net), pancing (hook and line) dan alat tangkap lain (panah
dan tombak) (Kabupaten Biak Numfor, 2002).
Industri keluarga yang berkembang di GPP Padaido adalah minyak kelapa, ikan
asin dan ikan asar/asap. Rata-rata setiap pulau memiliki 2 unit usaha dengan menyerap
tenaga kerja rata-rata sebanyak 43 orang. Pada tahun 2000 nilai produksi industri
keluarga sebesar Rp 289.945.000 (dua ratus delapan puluh sembilan juta sembilan
ratus empat puluh lima ribu rupiah) (Kabupaten Biak Numfor, 2002).
Tabel 14.
Sarana Perikanan Tangkap di Kepulauan Padaido
No

Pulau

Perahu Tak
Perahu Motor
Bermotor
Tempel
1
Auki
67
8
2
Wundi
83
7
3
Nusi
114
9
4
Pai
85
9
5
Padaidori
82
11
6
Mbromsi
122
18
7
Pasi
106
10
8
Mangguandi
69
6
Jumlah
728
78
Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2002.

Jumlah
75
90
123
94
93
140
116
75
806

3.5.4 Sosial Budaya


Penduduk yang mendiami GPP Padaido berasal dari Pulau Biak, beretnis Biak
yang termasuk ras Irian dan Melanesia Negroid. Orang Biak bertubuh tipe Pyeknis,
yaitu tegap, berotot, serasi dan tinggi. Karena terjadi perang suku, mereka yang
berasal dari suku Anobo, yaitu dari Biak Utara-Saba-Mnurwa, pindah dan menetap di
Pulau Mbromsi dengan kampung bernama Saribra. Setelah aman di Saribra, mereka
menyebar ke pulau-pulau lain untuk berkebun dan menetap. Penduduk pertama ini
merasa sebagai pemilik pulau-pulau yang berada di GPP Padaido Atas.
Pada tahap selanjutnya, ketika Belanda berkuasa, mereka mendatangkan
penduduk dari desa-desa di Pesisir Timur Biak ke GPP Padaido untuk membuka
perkebunan kelapa dengan sistem kerja paksa. Sistem ini dikenal dengan nama
landscap. Penduduk pendatang diharuskan menanam kelapa di Pulau Wundi, Pulau
Pai, Pulau Auki dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Setelah kekuasaan Belanda
berakhir, beberapa dari mereka yang berasal dari Pesisir Timur Biak tidak kembali
COREMAP
38

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

lagi dan memilih menetap di pulau, yaitu Pulau Pasi, Pulau Mbromsi, Pulau
Mangguandi, Pulau Auki, Pulau Wundi, Pulau Nusi dan Pulau Pai. Sebagai pendatang
mereka hanya menempati pulau dan mengambil hasilnya tetapi pulau yang ditempati
merupakan milik orang-orang Padaidori (Yayasan Rumsram, 2000 dan Laksono, et al,
2001).
Dalam komunikasi sehari-hari masyarakat GPP Padaido menggunakan bahasa
Biak dan bahasa Indonesia. Bahasa Biak (wos Biak) termasuk kedalam phylum
Melanesia dengan 11 logat/dialek yang relatif tidak berbeda dan digunakan antar
sesama orang Biak.

Dalam kondisi tertentu seperti ibadah gereja, pertemuan-

pertemuan, proses belajar-mengajar di sekolah dan pertemuan dengan orang bukan


Biak digunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang dengan baik
di GPP Padaido.
Penduduk GPP Padaido memiliki sistem kekerabatan yang dikenal dengan nama
keret (mata rumah). Sifat-sifat yang menonjol dari sistem ini yaitu perkawinan
harus dengan marga lain (eksogam), mengambil garis keturunan ayah/laki-laki
(patrilineal) dan tempat tinggal sesudah menikah di lingkungan laki-laki (patrilokal).
Keret sebenarnya berarti suatu tempat yang tinggi yang terletak di tengah-tengah
perahu besar. Keluarga inti terletak di keret dan memiliki sistem sosial ekonomi dan
politik yang berdiri sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang paman (saudara laki-laki ibu atau bapak)
memainkan peranan penting dalam kehidupan orang-orang biak. Seorang paman
menjadi pemimpin dan pelaku upacara insiasi yang merupakan tahapan penting dalam
kehidupan masyarakat. Upacara insiasi tersebut antara lain upacara perkawinan adat
(yakyaku), upacara mengenakan baju pada anak kecil (farmawas), upacara memberi
gelar (sab-sider) sistem kekerabatan dan kepemimpinan tradisional, sistem
kepemimpinan yang diwariskan (manseren mau) serta lembaga peradilan adat (kankin
karkara).
Seorang laki-laki yang telah menikah akan mendapatkan bagian tanah sebagai
lahan untuk berkebun untuk menghidupi keluarganya. Lahan yang diberikan kepada
laki-laki adalah tanah yang dimiliki oleh keret.
Rumsram adalah tempat tinggal bujangan yang berfungsi sebagai tempat atau
pusat pendidikan dan pemujaan roh-roh nenek moyang. Di tempat tersebut anak-anak
belajar melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kelak akan dilakukan bila sudah dewasa
COREMAP

39

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

dan menjadi anggota manyarakat. Mereka dilatih berburu, menangkap ikan, membuat
ladang, berperang dan melakukan pekerjaan dengan keahlian khusus, seperti membuat
perahu. Di dalam Rumsram juga diadakan pendidikan keagamaan.
Sebelum mengenal agama, orang-orang Biak mempercayai apa yang mereka
sebut Manseren Nanggi (Tuhan Langit), yaitu bahwa segala kehidupan di bumi ini
berada dibawah wewenang Nanggi. Nanggilah yang dianggap sebagai pusat alam
semesta. Selain itu, mereka juga percaya roh nenek moyang (korwar). Korwar
dianggap mempunyai kekuatan tertentu yang bisa memberi banyak hasil buruan dan
juga ketika berperang.
Agama kristen masuk ke Biak bersamaan dengan kedatangan orang Belanda.
Agama kristen masuk di Biak pada 26 April 1908. Masuknya agama kristen di Biak
telah memberikan perubahan yang besar dalam sistem kehidupan masyarakat. Agama
Kristen Protestan merupakan agama yang terbesar dan untuk penduduk GPP Padaido
umumnya beragama kristen protestan (99,62 %). Penduduk yang beragama islam dan
budha masing-masing 0,29% dan 0,09% (Kabupaten Biak Numfor, 2002). Dampak
perubahan yang dibawa oleh Belanda dan organisasi penyiaran terhadap masyarakat
Biak pada umumnya adalah:
(1)

Perubahan bentuk pranata sosial dari bentuk pemerintahan lokal dan khusus
menjadi pemerintahan yang diatur oleh pusat

(2)

Pranata ekonomi dari sistem barter menjadi sistem ekonomi uang

(3)

Sistem keyakinan yang semula kepada Manseren Naggi dan roh nenek moyang
berubah menjadi kenyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa

(4)

Dalam acara-acara adat, seperti orang harus melaksanakan Sababu (upacara


turun tanah) menjadi upacara gerejawi, upacara Kapanakniki (pengguntingan
rambut) menjadi permandian gerejawi dan acara Kbor menjadi sidi. Dengan
demikian peranan rumsram telah diambil oleh peranan gereja.

(5)

Peranan Me dalam bidang pendidikan diganti oleh guru atau pendeta.

3.6 Pandangan, Penguasaan dan Kepemilikan Laut


Pada umumnya, penduduk yang mendiami GPP Padaido

menganggap laut

mempunyai nilai religio-magis, sosio-kultural dan ekonomis. Dalam memanfaatkan


potensi laut harus sesuai dengan norma, perilaku atau aturan-aturan yang telah dianut
sejak jaman nenek moyang agar tidak mendatangkan bencana. Jika laut dimanfaatkan
COREMAP

40

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

tidak sebagaimana mestinya maka akan diganggu atau diculik oleh dewa laut (faknik).
Laut di satu sisi dianggap mengerikan sehingga dipandang sebagai lawan. Hal ini terjadi
pada saat musim angin barat dimana terjadi gelombang besar sehingga aktivitas
masyarakat terhenti. Setiap laki-laki yang dapat mengalahkannya, ia digolongkan
sebagai panglima perang (mambri). Laut juga dipandang bersahabat, atau ibu yang
dapat menyediakan makanan bagi masyarakat. Ini terjadi pada musim teduh, yang
dikenal dengan Wampasi.
Masyarakat Biak pada umumnya mengenal pola penguasaan dan pemilikan laut
yaitu pembagian wilayah secara geografi mulai dari daratan sampai ke laut yang diakui
sebagai hak milik. Wilayah geografi yang dimaksud adalah Siser (daerah pasang-surut)
yaitu batas antara vegetasi darat, pantai kering dan titik terendah pada waktu air surut.
Bosen yaitu daerah terumbu karang, batas antara titik terendah air surut dan laut dalam.
Arwan (rataan terumbu) yaitu daerah terumbu karang yang bentuknya landai dan
terbentang meliputi suatu wilayah yang cukup luas. Manspar yaitu daerah tebing karang
atau sering disebut Kafafer. Soren yaitu istilah yang umum digunakan untuk menyebut
laut atau batas antara daerah terumbu karang dan laut lepas. Irbor yaitu gugusan
terumbu-terumbu karang yang terletak di laut lepas/dalam, dan terpisah antara satu
gugusan dengan lainnya. Daerah inilah yang diklaim oleh warga satu kampung sebagai
tempat menangkap ikan laut lepas.
Pada umumnya pola penguasaan dan pemilikan wilayah laut yaitu secara komunal
(keret) dengan sistem patrilineal. Pemilikan atas wilayah laut meliputi wilayah
pinggiran pantai (Siser) dan gugusan terumbu karang yang terdapat di laut dalam
(Irbor). Pola pemilikan wilayah laut bersifat mutlak

dan tak mutlak. Wilayah

kepemilikan mutlak yaitu meliputi wilayah yang tercakup dalam batas kampung, mulai
dari pantai ke laut dalam. Wilayah ini hanya dimanfaatkan oleh warga sekampung,
sedangkan wilayah kepemilikan tidak mutlak adalah wilayah yang dimiliki sekelompok
masyarakat dan dapat dikelola oleh semua pihak luar yang mempunyai hubungan darah
atau famili dengan pemilik. Wilayah ini meliputi wilayah Irbor.

3.7 Bentuk perlindungan Wilayah Laut


Bentuk perlindungan wilayah laut di GPP Padaido dikenal dengan nama Sasisen.
Sasisen adalah larangan yang diberlakukan sementara waktu dalam wilayah tertentu

COREMAP

41

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

untuk tidak boleh menangkap ikan ataupun mengumpulkan hasil laut di sekitar lokasi
tersebut.
Sasisen berasal dari bahasa Biak, yaitu sisen yang artinya tutup atau kunci dan
diberikan awalan Sa sehingga menjadi Sasisen, yang artinya penutupan atau larangan.
Sasisen yang dikenal oleh orang Biak terbagi dalam dua jenis, yaitu :
1)

Sasisen terhadap wilayah tertentu meliputi segala jenis biota yang terdapat di
dalamnya. Sasisen seperti ini berlaku paling lama 6 (enam) bulan.

2) Sasisen yang diberlakukan terhadap satu jenis biota tertentu, umumnya yang bernilai
ekonomis penting. Sasisen jenis ini diberlakukan untuk jangka waktu minimum 1
(satu) tahun.
3.8 Penggunaan Lahan Saat ini
Lahan yang digunakan di GPP Padaido adalah lahan daratan dan perairan.
Penggunaan lahan daratan relatif hampir sama antara suatu pulau dengan pulau lain.
Umumnya di pesisir pantai terdapat perkampungan penduduk, sedangkan agak ke
dalam/tengah

pulau

terdapat

fasilitas

sosial,

seperti

gereja,

sekolah,

puskesmas/posyandu dan sarana lain. Lahan lain berupa perkebunan kelapa yang
tersebar di sekeliling pulau serta kebun campuran, semak belukar dan hutan lindung.
Penggunaan lahan perairan umumnya sama dari satu pulau ke pulau lain. Lahan
perairan dangkal digunakan untuk menangkap ikan karang, kerang-kerangan, siput,
gurita, teripang, udang karang dan budidaya rumput laut. Lahan perairan dalam (laut)
digunakan untuk menangkap ikan pelagis dan transportasi perahu motor.
Lahan daratan di pulau-pulau yang tidak berpenghuni dimanfaatkan sebagai
hutan primer, hutan sekunder, perkebunan kelapa serta pondok-pondok kecil. Lahan
pantai dibangun pondok-pondok kecil untuk mengolah dan menampung hasil tangkapan
ikan dan biota laut lain sebelum dipasarkan serta kelapa. Lahan pesisir perairan dangkal
dimanfaatkan untuk penangkapan dan pengumpulan biota laut, seperti ikan, jenis-jenis
kerang dan teripang.
3.9 Institusi Lokal
Di GPP Padaido institusi lokal yang terdapat setiap desa terdiri dari empat
elemen penting, yaitu adat, gereja, pemerintahan dan yayasan/LSM. Dalam sistem
kepemimpinan lokal setiap kampung/desa dipimpin oleh satu orang sebagai tua-tua adat
yang disebut mananwir. Mananwir dipilih berdasarkan keturunan dan berasal dari keret
COREMAP

42

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

besar. Tugas mananwir adalah menentukan batas wilayah untuk kebutuhan penduduk
dan menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam kampung. Sistem kepemimpinan lokal
ini kemudian berubah setelah kedatangan Belanda.
Pada masa pemerintahan Belanda, kedudukan mananwir digantikan oleh
seorang kepala kampung yang memimpin suatu kampung yang terdiri dari beberapa
keret. Orang yang terpilih sebagai kepala kampung umumnya adalah keturunan
mananwir atau orang dari salah satu keret yang memiliki pengaruh besar dalam
masyarakat. Di atas kepala kampung ada kepala seksi yang bertugas seperti camat,
sedangkan untuk keamanan kampung ditugaskan kepada seorang warnamen (opas).
Seiring dengan masuknya agama kristen, kehidupan keseharian masyarakat
dipengaruhi oleh institusi gereja. Di tingkat pulau dan kampung dikenal pemimpinpemimpin keagamaan seperti ketua jemaat, sekretaris jemaat dan guru jemaat. Institusi
gereja bertugas untuk mengatur kehidupan beragama. Institusi gereja juga membentuk
usaha-usaha ekonomis yang dikelola oleh anggota jemaat untuk menjalankan kegiatankegiatan gereja, seperti mengadakan bazaar dan kios jemaat.
Pada masa pemerintahan Indonesia, intitusi pemerintahan desa mengalami
perubahan. Pada tahun 1999, pemerintah mengeluarkan UU No. 22 tentang
Pemerintahan Daerah menggantikan UU No.5 Tahun 1979. Berdasarkan UU No.22,
pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa (sekertaris, ketua RW dan
RT). Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa, ditetapkan oleh Badan
Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati. Walaupun telah diatur dengan peraturan,
dalam pemilihan kepala desa pengaruh dari keret-keret terbesar masih nampak.
Umumnya calon kepala desa dari keret besar terpilih sebagai kepala desa.
Lembaga Swadaya Masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah turut
mewarnai kehidupan kelembagaan lokal di GPP Padaido. Yayasan Rumsram
merupakan salah satu yayasan yang menjadi pendamping desa-desa di GPP Padaido.
Yayasan ini membentuk kios-kios jemaat, membentuk badan pengelola ekowisata,
membentuk kelompok nelayan dan kelompok konservasi di tingkat kampung/pulau
untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada di GPP Padaido. Lembagalembaga pemerintah melalui program-programnya melakukan kegiatan-kegiatan
ditingkat kampung, seperti Dinas Perikanan, Kesehatan, Perindustrian, Kehutanan dan
Perkebunan.

COREMAP

43

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Pada pertengahan 1999, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dihidupkan kembali


oleh intitusi adat dengan tujuan untuk penguatan terhadap kepemilikan wilayah adat.
Lembaga ini terdiri dari LMA Padaido Bawah dan LMA Padaido Atas. Salah satu
program yang telah dilakukan oleh LMA Padaido Atas adalah penetapan kepemilikan
Pulau Padaidori oleh masyarakat Padaido Atas. Penguatan terhadap kepemilikan
masyarakat terus meningkat. Pada pertengahan tahun 2002 telah dilaksanakan dua
kegiatan penting oleh institusi adat masyarakat Biak Timur dan Kepulauan Padaido,
yaitu pembentukan statuta Dewan Persekutuan Masyarakat Adat (DPMA) Biak Timur
dan Kepulauan Padaido, dan Penyusunan Pra Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Pengelolaan Sumber Daya Alam Darat, Pesisir dan Laut Di Biak Timur dan Kepulauan
Padaido. Hingga saat ini, Pra Rancangan tersebut belum disetujui oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Biak Numfor.
3.10 Kondisi Pengelolaan GPP Padaido Saat Ini
Sejak diketahui memiliki pemandangan alam pulau-pulau, panorama alam bawah
laut yang indah serta potensi sumberdaya perikanan dan perkebunan kelapa, perhatian
pemerintah dan masyarakat terhadap pengembangan GPP Padaido sangat besar. Selain
Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Biak Numfor dan instansi-instansi teknisnya,
seperti pariwisata, kelautan dan perikanan, kehutanan dan perkebunan, GPP Padaido
juga dikelola oleh Departemen Kehutanan ( sebagai Taman Wisata Alam), Departemen
Kelautan dan Perikanan (COREMAP), Pihak swasta (pariwisata), dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) lokal serta masyarakat adat Pulau Biak dan pulau-pulau
Padaido. Masing-masing pihak (stakhoders) tersebut melaksanakan kebijakan yang
telah ditetapkan berdasarkan tujuan dan programnya dalam pengelolaan GPP Padaido.
Program-program pembangunan yang dilakukan dengan memanfaatkan potensi
sumber daya alam bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
konservasi sumber daya alam. Pendekatan program yang dilakukan masih bersifat
sektoral, berskala proyek dan tidak melibatkan masyarakat dalam perencanaan
pengelolaan. Sebagai akibatnya, kerusakan habitat dan penurunan kualitas sumber daya
alam tidak terhindarkan lagi. Terumbu karang dan habitat hidup biota laut lain menjadi
rusak. Hasil tangkapan ikan cenderung menurun, berukuran kecil dan jenis-jenis tertentu
sulit ditemukan serta daerah penangkapan ikan yang semakin jauh dari pantai/pulau.
Aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan pembiusan ikan dengan
COREMAP

44

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

bahan kimia masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas tinggi pada waktuwaktu tertentu. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendekatan pengelolaan kawasan
pesisir dan laut GPP Padaido yang dilakukan saat ini belum berhasil memajukan
kawasan dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat sehingga diperlukan
alternatif pendekataan pengelolaan kawasan yang sesuai dengan kondisi lokal.

3.11 Kondisi Kepariwisataan


Pada 13 Pebruari 1997, wilayah Distrik Padaido ditetapkan sebagai Kawasan
Taman Wisata Alam Kepulauan Padaido oleh Pemerintah dengan luas 183.000 ha.
Wilayah ini mencakup pulau-pulau dan perairannya (SK Menhut No.91/Kpts-VI/1997).
Berdasarkan ketetapan ini, wilayah GPP Padaido diperuntukkan sebagai kawasan
pariwisata dan rekreasi. Asal dan jumlah wisatawan yang mengunjungi GPP Padaido
disajikan pada Tabel 14. Wisatawan mancanegara yang mengunjungi GPP Padaido
sebanyak 115 orang yang berasal dari kurang lebih 14 negara dengan total lama tinggal
82 hari selama periode 2002. Pada periode Januari-Juni 2003, wisatawan yang
mengunjungi GPP Padaido sebanyak 54 orang yang berasal dari 11 negara dengan total
lama tinggal 26 hari.

COREMAP

45

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Tabel 15.
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di GPP Padaido, Distrik Padaido,
Periode 2002Juni 2003
T
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

N e g a r a
Australia
Belgia
British
Cekoslowakia
Dutch
France
Germany
Indonesia
Italy
Poland
Slovenia
Spain
Sweden
USA
New Zaeland
Japan
Taiwan
Jumlah

2002
Jumlah
Tinggal (hr)
9
3
8
6
14
5
10
5
23
10
5
6
7
12
16
11
2
2
2
2
2
4
3
5
1
3
13
8
115
82

Jan - Jun 2003


Jumlah
Tinggal (Hr)
5
2,5
1
1
16
2
3
4,5
1
3
15
2,5
1
2
4
1,5
5
3
2
2
1
2
54
26

Sumber : Biak Dive, 2003

COREMAP

46

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

BAB 4

KESESUAIAN DAN POTENSI LAHAN


GPP PADAIDO

Di GPP Padaido lahan dibedakan atas tiga tipe. Pertama adalah lahan daratan
(pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk, lahan dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman
penduduk, kebun dan ladang, lokasi beberapa prasarana dan sarana sosial serta hutan
sekunder. Pada pulau-pulau tidak berpenduduk, lahan daratan merupakan semakbelukar, pepohonan kelapa dan hutan (primer dan sekunder). Luas total daratan pulaupulau meliputi areal seluas 5.520,682 ha atau 3,017% dari luas wilayah.
Kedua adalah dataran pantai pasang surut, yaitu lahan pesisir yang mengalami
proses pasang-surut (pasut) air laut yang berlangsung dua kali dalam sehari
(semidiurnal). Lahan ini meliputi rataan terumbu atol wundi, rataan terumbu pulaupulau, laguna dan lagoon wundi. Lahan tersusun dari berbagai jenis substrat dasar,
seperti; pasir, lumpur, patahan karang dan campuran substrat-substrat tersebut. Di atas
lahan ini tumbuh dan berkembang berbagai jenis komunitas, seperti; karang, lamun, dan
mangrove dengan berbagai jenis fauna dan flora pantai dan laut yang berasosiasi.
Karang menempati bagian tepi (margin) yang berbatasan dengan laut dalam, sedangkan
mangrove menempati tepi pantai yang berbatasan dengan daratan pulau. Lamun terletak
diantara kedua komunitas tersebut.
Lahan dimanfaatkan oleh penduduk sebagai tempat pencaharian ikan dan hasil
laut lain, lokasi budidaya rumput laut, jalur pelayaran dan tempat tambatan perahu
nelayan serta tempat rekreasi dan pariwisata pantai. Lahan mencakup areal seluas
13228,003 ha atau 7,228% dari luas wilayah.
Ketiga adalah lahan perairan laut. Lahan merupakan perairan dalam dengan luas
169771,997 ha atau 92,772% dari luas wilayah. Kawasan ini dimanfaatkan sebagai
tempat penangkapan ikan pelagis (kecil dan besar) dan demersal serta sebagai jalur
pelayaran perahu nelayan.
Dari ketiga lahan tersebut, lahan pesisir (pasut) dan laut memiliki peluang yang
besar untuk dikembangkan dibandingkan dengan lahan daratan pulau yang terbatas
luasnya. Namun demikian, sebelum kedua lahan tersebut dimanfaatkan untuk berbagai
peruntukkan perlu dilakukan analisis kesesuaian agar pemanfaatannya berlangsung
secara optimal dan berkelanjutan.
COREMAP

47

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Analisis kesesuaian lahan kawasan pesisir dan laut GPP Padaido ditujukan untuk
menetapkan jenis-jenis penggunaan lahan. Jenis penggunaan lahan yang direncanakan
adalah lindung, konservasi, dan pemanfaatan (pariwisata dan rekreasi, perikanan
budidaya (rumput laut, teripang, dan ikan dalam keramba) dan perikanan tangkap
(karang dan pelagis).
Persyaratan penggunaan lahan didasarkan pada berbagai hasil kajian dari beberapa
peneliti dan instansi terkait dengan melakukan modifikasi seperlunya. Ummnya
persyaratan dan kriteria untuk masing-masing penggunaan lahan didasarkan pada aspekaspek fisik lahan. Berdasarkan hasil survei lapangan dilakukan perbandingan antara
persyaratan masing-masing penggunaan lahan dengan karakteristik atau kualitas yang
dimiliki oleh setiap satuan lahan. Pemaduan (matching) ini menghasilkan kelas
kesesuaian lahan untuk masing-masing penggunaan lahan yang dikelompokkan atas
empat kelas. Pertama adalah kelas sangat sesuai (S1). Pada kelas ini, lahan tidak
mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya
mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak
akan menaikkan masukkan yang telah biasa dilakukan. Kedua adalah kelas sesuai (S2).
Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan
mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukkan yang diperlukan.
Kelas ketiga adalah sesuai bersyarat (S3). Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas
yang lebih besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.
Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan
masukkan yang diperlukan. Keempat adalah kelas tidak sesuai (N). Pada kelas ini lahan
mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan
yang lestari dalam jangka panjang.
Analisis kesesuaian lahan dilakukan di GPP Padaido yang berada dalam wilayah
administratif Distrik Padaido yang meliputi delapan pulau berpenduduk dan kurang
lebih 21 pulau tidak berpenduduk. Berdasarkan letak geografis dan kondisi biofisiknya,
pulau-pulau dikelompokkan atas dua gugusan pulau, yaitu GPP Padaido Bawah dan
GPP Padaido Atas.
Analisis menggunakan pendekatan metode tumpang susun (overlay) dari Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk menampilkan kelas-kelas kesesuaian lahan dalam
bentuk peta kesesuaian lahan dan besaran luasannya. Kelas-kelas kesesuaian lahan
COREMAP

48

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

diberikan warna yang berbeda untuk menunjukkan kekontrasannya sehingga mudah


dibedakan. Berikut adalah hasil analisis kesesuaian lahan untuk jenis-jenis penggunaan
lahan yang direncanakan.

4.1 Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Perikanan Budidaya


Analisis kesesuaian lahan untuk perikanan budidaya bertujuan untuk
menetapkan kesesuaian lahan pesisir untuk penggunaan usaha budidaya rumput laut,
budidaya teripang dan budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Analisis dilakukan
dengan memadukan persyaratan dari masing-masing penggunaan lahan dengan
karakteristik atau kualitas satuan lahan pesisir (perairan pantai) di GPP Padaido.
Persyaratan dan kriteria dari masing-masing penggunaan lahan dijelaskan pada Bab III.
Berikut adalah hasil analisis kesesuaian lahan untuk penggunaan perikanan budidaya.
4.1.1 Budidaya Rumput Laut
Sebanyak 20 satuan lahan yang terdiri atas tiga kelompok di Distrik Padaido
dianalisis kesesuaian lahannya. Kelompok pertama adalah lahan pesisir GPP Padaido
Bawah. Lahan terdiri dari lima satuan lahan, yaitu; dataran terumbu pulau-pulau Atol
Wundi, perairan lagoon Atol Wundi, perairan Laguna Auki, rataan terumbu Wurki
dan gosong karang. Kelompok kedua adalah lahan pesisir GPP Padaido Atas. Lahan
terdiri atas sebelas rataan terumbu pulau, satu perairan rawa Padaidori dan tiga
perairan laguna. Kelompok ketiga adalah perairan laut dalam. Lahan merupakan laut
dalam dengan kedalaman di atas 100 meter. Dari ketiga kelompok lahan tersebut,
kelompok pertama dan kedua dianalisis kesesuaian lahannya, sedangkan kelompok
ketiga tidak dianalisis karena secara fisik tidak sesuai untuk penggunaan budidaya
rumput laut.
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan yang disajikan pada Tabel 15 dan
Gambar 16. diperoleh tiga kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan budidaya rumput
laut. Pertama adalah kelas sangat sesuai (S1). Kelas memiliki nilai kesesuaian lahan
yang berkisar antara 80,87% sampai 94,8%. Lahan kelas ini tersebar di 18 satuan
lahan. Empat lahan di GPP Padaido Bawah dan 14 lahan lain tersebar di GPP Padaido
Atas. Luas total lahan sebesar 12704,136 ha atau 6,942% dari luas kawasan. Luas
kelas lahan sangat sesuai di GPP Padaido Bawah tiga kali lebih besar dari lahan di
GPP Padaido Atas. Lahan dataran terumbu pulau-pulau Atol Wundi dan lagoon Atol
COREMAP

49

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Wundi memberikan kontribusi terbesar. Pada lahan ini metode budidaya yang sesuai
adalah metode lepas dasar dengan sistem tali tunggal, metode apung dengan sistem
tali panjang (long line) dan rakit terapung. Metode lepas dasar dengan sistem tali
tunggal dengan pemagaran diterapkan pada lahan dataran terumbu pulau-pulau Atol
Wundi dan rataan terumbu pulau-pulau, sedangkan metode apung dengan sistem tali
panjang dan rakit terapung diterapkan pada perairan lagoon Atol Wundi dan laguna.
Kedua adalah kelas sesuai bersyarat (S3). Lahan ini memiliki nilai kesesuaian
sebesar 68,696% dan hanya terdapat di rawa padaidori, dengan luas 79,596 ha.
Lahan ini memiliki faktor pembatas yang serius untuk pengembangannya yaitu faktor
fisik perairan, seperti: arus, kedalaman air, dasar perairan, dan kecerahan. Keempat
faktor tersebut memiliki nilai yang rendah dibandingkan dengan 14 parameter lain
yang disyaratkan. Namun demikian,

lahan ini masih dapat dimanfaatkan untuk

budidaya rumput laut dengan syarat pilihan metode budidaya yang digunakan harus
sesuai dengan kondisi setempat. Metode apung dengan sistem tali panjang dan rakit
terapung untuk membudidaya rumput laut sesuai diterapkan di lokasi ini.
Ketiga adalah kelas lahan tidak sesuai (N). Kelas ini terdapat di dataran pulaupulau Atol Wundi, gosong karang dan perairan dalam di sekitar GPP Padaido. Lahan
ini tidak mendukung pengembangan budidaya rumput laut karena memiliki faktorfaktor pembatas yang permanen, seperti; laut yang dalam,

angin dan arus yang

kencang, dan gelombang besar. Faktor-faktor ini merupakan faktor alam yang sulit
dikontrol.

Tabel 16.
Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Budidaya Rumput Laut

No
I
1
2
3
4
5

Gugus Pulau
Padaido bawah
Dataran P.P Atol Wundi
Lagoon Atol Wundi
Laguna Auki
Wurki
Gosong karang
Jumlah

Kelas Kesesuaian Lahan


Sgt sesuai Sesuai Bersyarat Tdk sesuai
(S1)
(S2)
(S3)
(N)
6504,949
3404,132
67,315
71,255
-10047,651
COREMAP

-------

-------

115,232
---38,970
154,202
50

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Padaido atas
Pakreki
Padaidori
Laguna Padaidori
Mbromsi
Pasi
Mangguandi
Laguna Mangguandi
Kebori
Rasi
Workbondi
Dauwi-Nukori
Laguna Dauwi-Nukori
Wamsoi
Runi
Jumlah
III Perairan dalam
Jumlah Total
Sumber : Hasil analisis SIG

30,599
1272,205
20,475
132,928
84,150
564,954
17,103
54,378
50,629
67,527
423,325
108,277
116,503
278,705
3221,758
-13269.409

-------

-79,596
-----

-------

-----

-----

-----

-----

--79,596
--

---169771,997

--

79,596

169926,199

15'00" L S

KESESUAIAN LAHAN
BUDIDAYA RUMPUT LAUT
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO

karang Wundumimas

Padaidori

U
Yeri
karang Kasinampia
110'30" L S

Pai

Yumni

KETE RANGAN

Auki

Sangat Sesuai

Workbondi
Pakreki

karang Urbinai

Pasi

Sesuai Bersyarat

Nukori

Nusi

Dauwi

Urev

Mangguandi

Tidak Sesuai

116'00" L S

Warek

La
go
on

a to

lW

Rarsbar

Sesuai

Samakur

un
di

Wundi

10

Ki l om e t e r

Mbromsi

karang Insarorki

Pulau

Wamsoi Runi

Mansurbabo

PETUNJU K LETAK PETA

030'

Kebori
Gosong karang

30

60

Kilometer

Rasi

Pulau Bi ak

100'

Kabuapat en Bi akN umf or

Dis tr i kPad aido

Selat Yapen

13600'

13630'

is tr ik a
D
P d
a id o

300'

WILAYAH YANG DIPE TAKAN


PROV N
I SI PAPU A

600'

121'30" L S

000'

13530'

a
K
u b
P
u
la a
p
B a
ti n
e B a
k
i k
N u fm ro

e la
S
t Y
a p
e n

300
Kilometer
13300'

13616'30" BT

13622'00" BT

13627'30" BT

13633'00" BT

600
13600'

13900'

13638'30" BT

Gambar 8. Kesesuaian Lahan Pesisir GPP Padaido Untuk Budidaya Rumput Laut

COREMAP

51

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

4.1.2 Budidaya Teripang


Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan untuk penggunaan budidaya
teripang yang disajikan pada Tabel 17 dan Gambar 9 diperoleh empat kelas kesesuaian
lahan. Pertama adalah kelas sangat sesuai (S1). Kelas ini hanya terdapat di dua satuan
lahan, yaitu: dataran terumbu pulau-pulau Atol Wundi dan rataan terumbu Pulau
Mangguandi, dengan luas total 7069,903 ha. Kedua lahan masing-masing memiliki nilai
persentase analisis sebesar 83,158% untuk rataan pulau-pulau atol Wundi, dan 82,11%
untuk Pulau Mangguandi. Faktor-faktor yang menentukan lahan sangat sesuai adalah
faktor keterlindungan lokasi, tidak ada pencemaran, keamanan, ketersediaan benih dan
faktor kondisi bio-fisik lahan untuk kehidupan teripang, seperti: kecerahan perairan,
salinitas, suhu, oksigen terlarut dan pH.
Kedua adalah kelas sesuai (S2). Lahan tersebar di delapan lokasi, tiga di GPP
Padaido Bawah dan lima di GPP Padaido Atas. Luas total lahan adalah 5480,025 ha.
Nilai prosentase kesesuaian lahan berkisar antara 70,526% sampai 77,89%. Faktorfaktor yang mendukung lahan sesuai untuk budidaya teripang adalah keterlindungan,
tidak ada pencemaran, ketersediaan benih dan kondisi biofisik lahan untuk kehidupan
teripang. Faktor-faktor yang kurang mendukung adalah ketersediaan sarana penunjang,
keamanan serta kedalaman air saat surut.
Ketiga adalah kelas sesuai bersyarat (S3). Lahan ini hanya terdapat di GPP
Padaido Atas yang tersebar di sembilan lokasi. Tujuh lahan berupa lahan pasang surut
pulau (rataan terumbu), satu lahan berupa rawa dan satu lahan berupa laguna. Luas
total lahan adalah 798,987 ha. Nilai prosentase kesesuaian lahan berkisar antara 60%
sampai 69,47%. Pada lahan ini, faktor yang kurang mendukung adalah kurangnya
keamanan, kurangnya sarana penunjang, kurangnya tanaman air (lamun), dan tingginya
ketinggian air saat pasang. Faktor-faktor yang mendukung adalah keterlindungan relatif
cukup, ketersediaan bibit dan kondisi bio-fisik lahan sesuai untuk kehidupan teripang.
Keempat adalah kelas tidak sesuai (N). Lahan ini meliputi terumbu karang dalam
dan gosong karang di GPP Padaido Bawah dan perairan dalam sekitar GPP Padaido.
Lahan ini memiliki faktor pembatas permanen, seperti kedalaman perairan dan
keterlindungan.

COREMAP

52

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

No
I
1
2
3
4
5
II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
III

Tabel 17.
Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Budidaya Teripang
Kelas kesesuaian lahan pesisir
Gugus Pulau
Sgt sesuai
Sesuai
Bersyarat Tdk sesuai
(S1)
(S2)
(S3)
(N)
Padaido Bawah
Dataran P.P Atol Wundi
6504,949
--115,232
Lagoon Atol Wundi
-3404,132
--Laguna Auki
-67,315
--Wurki
-71,255
--Gosong karang
---38,970
Jumlah
6504,949 3542,702
-154,202
Gugus Padaido Atas
Pakreki
--30,599
-Padaidori
-1272,205
79,596
-Laguna Padaidori
--20,475
-Mbromsi
--132,928
-Pasi
--84,150
-Mangguandi
564,954
---Laguna mangguandi
-17,013
--Kebori
--54,378
-Rasi
--50,629
-Workbondi
--67,527
-Dauwi-Nukori
-423,325
--Laguna dauwi-nukori
-108,277
--Wamsoi
-116,503
--Runi
--278,705
-Jumlah
564,954 1937,323
798,987
-Perairan dalam
---169771,997

Jumlah Total
Sumber : Hasil analisis SIG

7069,903 5480,025

COREMAP

798,987 169926,199

53

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

15'00" L S

KESESUAIAN LAHAN
BUDIDAYA TERIPANG
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO

karang Wundumimas

Padaidori

Yeri
karang Kasinampia
110'30" L S

Pai

10

Ki l om e t e r

Mbromsi

karang Insarorki

KETE RANGAN

Yumni
Workbondi

Auki
Pakreki

lW
un
di

Sesuai Bersyarat

Nukori

go
on
La

Warek

Dauwi
Nusi
Wamsoi
Mangguandi

Mansurbabo

Tidak Sesuai

116'00" L S

Urev

Sesuai

Samakur

a to

Rarsbar

Sangat Sesuai

karang Urbinai

Pasi

Wundi

Pulau

Runi

PETUNJUK LETAK PETA

030'

Kebori
Gosong karang

30

60

Kilometer

Rani

Pulau Bi ak

100'

Kabuapat en Bi akN umf or

Dis t ri kPad aido

Selat Yapen

13600'

13630'

is tr ik a
D
P d
a id o

300'

WILAYAH YANG DIPE TAKAN


PROV N
I SI PAPU A

600'

121'30" L S

000'

13530'

a
K
u u
P
lb
a a
p
B a
ti n
e
k B a
i k
N u fmro

e la
S
t Y
a p
e n

300
Kilometer
13300'

13616'30" BT

13622'00" BT

13627'30" BT

13633'00" BT

600
13600'

13900'

13638'30" BT

Gambar 9. Kesesuaian Lahan Pesisir GPP Padaido Untuk Budidaya Teripang


4.1.3 Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung
Lahan perairan yang dianalisis untuk kesesuaian penggunaan budidaya ikan
dengan kerambah jaring apung terdiri atas lahan laguna, lagoon, rawa dan perairan
dalam. Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada Tabel 18 dan Gambar 10
diperolah dua kelas kesesuaian lahan. Pertama adalah kelas sangat sesuai (S1). Lahan
kelas ini terdiri atas laguna, lagoon dan rawa, dengan nilai kesesuaian antara 88,57%
sampai 91,43%. Luas total areal lahan sebesar 3692,808 ha. Berdasarkan pengamatan
lapangan, pada lahan rawa Pulau Padaidori telah dimanfaatkan untuk budidaya ikan
dengan keramba jaring apung oleh Dinas Perikanan dan Kelautan, Kabupaten Biak
Numfor.
Kedua adalah kelas tidak sesuai (N). Lahan kelas ini merupakan perairan dalam
dan rataan terumbu pulau. Secara fisik, lahan memiliki faktor pembatas yang bersifat
permanen untuk penggunaan budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Pada
perairan dalam, kedalaman perairan dan keamanan merupakan faktor pembatas,
sedangkan pada rataan terumbu pulau, kedalaman perairan merupakan faktor pembatas
permanen.
Faktor-faktor yang mendukung lahan sangat sesuai adalah keamanan, kualitas air,
ketersediaan bibit ikan, tenaga kerja, dan tidak ada pencemaran. Lahan relatif aman dari
gelombang besar dan arus kuat karena terletak pada daerah terlindung. Lahan
COREMAP

54

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

merupakan laguna dan lagoon yang dikelilingi oleh daratan pulau dan dataran terumbu
karang yang berfungsi sebagai pelindung. Lahan memiliki kualitas air yang baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan ikan. Lahan juga bebas dari pencemaran industri
maupun rumah tangga. Bibit ikan untuk pembesaran mudah diperoleh karena tersedia
secara alami di sekitar perairan terumbu karang dan padang lamun. Ikan kerapu, kakap,
baronang dan jenis-jenis ikan hias serta udang karang (lobster) merupakan komoditi laut
bernilai ekonomis penting yang tersedia dalam jumlah banyak dan merupakan hasil
tangkapan utama nelayan sehari-hari. Ketersediaan tenaga kerja merupakan salah faktor
pendukung budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Tenaga kerja untuk mengelola
sarana budidaya tersedia di pulau-pulau sekitar. Mata pencaharian penduduk GPP
Padaido adalah nelayan penangkap ikan. Pada musim angin kuat, mereka tidak bisa
melaut karena gelombang besar dan arus kuat. Tenaga nelayan ini dialihkan ke usaha
pemeliharaan ikan dengan keramba jaring apung.
Tabel 18.
Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Budidaya Keramba Jaring Apung
Kelas Kesesuaian Lahan
No
Lokasi
Sgt sesuai Sesuai Bersyarat Tdk sesuai
(S1)
(S2)
(S3)
N
1 Laguna Auki
63,315
---2 Lagoon atol Wundi
3404,132
---3 Laguna Padaidori
20,475
---4 Rawa Padaidori
79,596
---5 Laguna Manggunadi
17,013
---6 Laguna Nukori-Dauwi
108,277
---Jumlah
3692,808
---Sumber : Hasil analisis SIG

COREMAP

55

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

15'00" L S

KESESUAIAN LAHAN
KERAMBA JARING APUNG
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO

karang Wundumimas

Padaidori
Yeri
karang Kasinampia
110'30" L S

Mbromsi

karang Insarorki

10

Ki l om e t e r

KETE RANGAN

Workbondi

Pai

Yumni

Sangat Sesuai

Auki
Pakreki

karang Urbinai

Pasi

La
go
on

Dauwi
Nusi

Wamsoi
Mangguandi

Tidak Sesuai

116'00" L S

Urev

Warek

Sesuai Bersyarat

Nukori

a to

Rarsbar

Sesuai

Samakur

lW
un
di

Wundi

Pulau

Runi

Kebori
PETUNJUK LETAK PETA

030'

Mansurbabo
Gosong karang

30

60

Kilometer
Pulau Bi ak

Rasi

100'

Kabuapat en Bi akN umf or

Dis t ri kPad aido

Selat Yapen

13600'

13630'

is tr ik a
D
P d
a id o

300'

WILAYAH YANG DIPE TAKAN


PROV N
I SI PAPU A

600'

121'30" L S

000'

13530'

a
K
u u
P
lb
a a
p
B a
ti n
e
k B a
i k
N u fmro

e la
S
t Y
a p
e n

300
Kilometer
13300'

13616'30" BT

13622'00" BT

13627'30" BT

13633'00" BT

600
13600'

13900'

13638'30" BT

Gambar 10. Kesesuaian Lahan Pesisir PP Padaido Untuk Budidaya KJA

4.2 Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Pariwisata Pesisir


Pariwisata pesisir merupakan jenis pariwisata yang memanfaatkan pantai dan
tepian laut sebagai objek dan daya tarik wisata dan rekreasi. Menikmati keindahan alam
pantai, berolah raga pantai, berjemur (sun bathing), menikmati burung-burung (birds
watching), menikmati keindahan tebing karang, berrekreasi/piknik, berkemah,
berenang, snorkling, menyelam, memancing dan berlayar merupakan kegiatankegiatan wisata pesisir yang berlangsung di daerah pantai, lahan pasang-surut, terumbu
karang, gosong karang dan perairan laut.
Sebanyak 11 lahan pesisir dan laut yang dikelompokkan atas gugus pulau, pulau
dan lagoon dianalisis untuk penggunaan pariwisata pesisir dan laut. Pengelompokkan
pulau dilakukan berdasarkan jarak, akses dan ketersediaan sarana dan prasarana
pariwisata pesisir. Gugus Pulau Auki terdiri atas Pulau Auki, Pulau Yumni, Pulau
Rarsbar, Pulau Wurki, beberapa pulau beting karang, dan laguna. Gugus Pulau Wundi
terdiri atas Pulau Wundi, Pulau Urev, Pulau Mansurbabo dan gosong karang. Gugus
Pulau Padaidori terdiri atas Pulau Padaidori, Pulau Yeri, Pulau Yeri Kecil, laguna, dan
rawa. Gugus Pulau Mangguandi terdiri atas Pulau Mangguandi, Pulau Kebori, Pulau
Rasi, dan laguna. Gugus Pulau Dauwi terdiri atas Pulau Workbondi, Pulau Samakur,
Pulau Nukori, Pulau Dauwi, Pulau Wamsoi, Pulau Runi, dan laguna. Lahan terdiri atas
pantai kering, lahan pasang surut (rataan terumbu pulau), gosong karang, laguna,
COREMAP

56

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

lagoon, rawa, dan terumbu karang

yang memiliki objek dan daya tarik untuk

pengembangan pariwisata dan rekreasi pantai dan laut.


Analisis dilakukan dengan membandingkan (memadukan) karakteristik lahan
dengan persyaratan penggunaan pariwisata pesisir. Persyaratan lahan untuk penggunaan
pariwisata pesisir dikelompokkan atas dua parameter, yaitu: kondisi bentang alam dan
fasilitas pariwisata, yang dijelaskan dalam Bab III. Penilaian menggunakan cara
pembobotan dan skoring untuk menghasilkan kelas kesesuaian lahan. Hasil analisis
kesesuaian lahan untuk penggunaan pariwisata pesisir disajikan pada Tabel 19 dan
Gambar 11.
Berdasarkan hasil analisis, lahan pesisir dan laut GPP Padaido untuk penggunaan
pariwisata pesisir dikelompokkan dalam empat kelas. Pertama adalah kelas lahan sangat
sesuai (S1) yang memiliki nilai kesesuaian berkisar antara 80 sampai 86,667%. Lahan
tersebar di lima lokasi, yaitu: gugus Pulau Auki, gugus Pulau Wundi, Pulau Pai, lagoon
Atol Wundi dan gugus Pulau Dauwi. Luas total lahan diperkirakan sebesar 7778,453 ha.
Objek dan daya tarik lahan untuk pariwisata dan rekreasi pesisir adalah pantai pasir
putih dan tebing karang, perkebunan kelapa sepanjang garis pantai, hutan pantai,
perairan jernih dan tenang, burung-burung pantai, hamparan terumbu karang dan
padang lamun, serta topografi dasar laut. Kegiatan pariwisata pesisir yang berlangsung
di lahan adalah menikmati keindahan alam pantai pulau, olah raga pantai, berjemur,
rekreasi atau piknik pantai, berkemah, menikmati burung-burung pantai di Pulau
Samakur, berenang, berlayar, menikmati pemandangan bawah laut melalui selam dan
snorkling, serta jalan-jalan di zona pasang-surut ketika air surut. Fasilitas pendukung,
seperti sarana transportasi dan pondok wisata serta air tawar tersedia, sedangkan sarana
kelistrikan dan telekomunikasi belum terpasang.
Kedua adalah lahan kelas sesuai (S2) yang memiliki nilai kesesuaian antara
73,33% sampai 76,191%. Lahan tersebar di Gugus Pulau Padaidori dan Gugus Pulau
Mangguandi, dengan luas total sebesar 2270,784 ha. Lahan memiliki objek dan daya
tarik wisata pesisir, yaitu pantai berpasir putih, rataan terumbu pulau (zona pasang
surut), perairan jernih, terumbu karang, hamparan padang lamun, hutan

COREMAP

57

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Tabel 19.
Kelas Kesesuaian dan Luas Lahan (ha) Wisata Pesisir
Kelas Kesesuaian Lahan
No
Gugus Pulau
Sgt sesuai Sesuai
Bersyarat Tdk sesuai
(S1)
(S2)
(S3)
(N)
I Padaido bawah
1 Gugus pulau Auki
982,674
---2 Gugus pulau Wundi
2259,119
---3 Nusi
--1092,046
-4 Pai
138,191
---5 Lagoon atol Wundi
3404,132
---Jumlah
6784,116
-1092,046
-II Padaido atas
1 Pakreki
--19,976
-2 Gugus pulau Padaidori
-1372,276
--3 Mbromsi
--132,928
-4 Pasi
--84,150
-5 Gugus pulau Mangguandi
-898.508
--6 Gugus pulau Dauwi
994,337
---Jumlah
994,337 2270,784
237,054
-Jumlah Total
7778,453 2270,784 1329,100
-Sumber : Hasil analisis SIG

15'00" L S

KESESUAIAN LAHAN
PARIWISATA PESISIR
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO

karang Wundumimas

b
U

Padaidori
Yeri

karang Kasinampia

Pasi

karang Urbinai

La
go
on

Urev

b
b

Mansurbabo

Sesuai

Samakur

Sesuai Bersyarat
Nukori
Dauwi

Nusi

Mangguandi

Wamsoi

Runi

Tidak Sesuai

116'00" L S

bWarek

Sangat Sesuai

Workbondi

Pakreki

Wundi

10

Pulau

Lokasi Selam

Kebori

Gosong karang

PETUNJU K LETAK PETA

Rasi

030'

Rarsbar

5
Ki l om e t e r

KE T E R A N GA N

a to

Pai

Yumni

Mbromsi

karang Insarorki

un
di

lW

Auki

110'30" L S

b
b

30

60

Kilometer
Pulau Bi ak

100'

Kabuapat en Bi akN umf or

Dis tr i kPad aido

Selat Yapen

13600'

13630'

is tr ik a
D
P d
a id o

300'

WILAYAH YANG DIPE TAKAN


PROV N
I SI PAPU A

600'

121'30" L S

000'

13530'

a
K
u b
P
u
la a
p
B a
ti n
e B a
k
i k
N u fm ro

e la
S
t Y
a p
e n

300
Kilometer
13300'

13616'30" BT

13622'00" BT

13627'30" BT

13633'00" BT

600
13600'

13900'

13638'30" BT

Gambar 11. Kesesuaian Lahan Pesisir PP Padaido Untuk Pariwisata Pesisir

COREMAP

58

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

mangrove, laguna dan rawa serta beberapa pulau kecil yang tidak berpenduduk.
Kegiatan wisata pesisir yang dapat dilakukan, antara lain; menikmati keindahan alam
pulau, berenang, snorkling, olah raga pantai, piknik/rekreasi, berkemah, berlayar,
berjemur, dan jalan-jalan di zona pasang-surut ketika air surut. Fasilitas pendukung,
seperti: pondok wisata, kelistrikan dan telekomunikasi belum tersedia kecuali sarana
transportasi dan air tawar.
Ketiga adalah kelas lahan sesuai bersyarat (S3) yang memiliki nilai kesesuaian
berkisar antara 60 67,6%. Lahan tersebar di empat lokasi lokasi, yaitu: Pulau Nusi,
Pulau Pakreki, Pulau Mbromsi dan Pulau Pasi, dengan luas total lahan sebesar 1329,100
ha. Kawasan memiliki pantai pasir putih, pantai tebing karang, zona pasang surut yang
pendek, topografi dasar laut yang beralur-alur (rugousity), ekosistem terumbu karang,
dan ikan pelagis sebagai objek dan daya tarik wisata. Berenang, menyelam, snorkling,
memancing, menikmati pemandangan alam pantai merupakan kegiatan wisata pesisir
yang dapat berlangsung di kawasan. Namun demikian, kawasan memiliki faktor
pembatas seperti kurangnya sarana transportasi dan tidak adanya sarana akomodasi,
kelistrikan dan telekomunikasi serta kondisi perairan yang selalu dinamis pada musimmusim tertentu.
Keempat adalah kelas lahan tidak sesuai (N). Lahan merupakan laut dalam dan
secara fisik tidak sesuai untuk pengembangan kegiatan pariwisata pesisir. Cuaca dan
kondisi perairan yang dinamis merupakan faktor pembatas lahan yang permanen pada
musim-musim tertentu untuk aktivitas pariwisata pesisir.
4.3 Analisis Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Karang dan Pelagis
Terumbu karang dan lingkungan pelagis merupakan lahan pesisir dan laut yang
produktif karena memiliki sumberdaya alam hayati yang bernilai ekonomis penting,
terutama ikan karang (hias dan target) dan ikan pelagis (kecil dan besar). Pemanfaatan
sumberdaya ikan karang dan pelagis di GPP Padaido telah berlangsung lama. Aktivitas
ini telah memberikan dampak terhadap kerusakan habitat di beberapa pulau karena
menggunakan metoda penangkapan yang merusak. Untuk menjamin kelestarian
sumberdaya ikan dan kelangsungan pemanfaatannya secara lestari dilakukan analisis
kesesuaian daerah penangkapan ikan karang dan pelagis.
Analisis kesesuaian daerah penangkapan ikan karang dan pelagis bertujuan
untuk menentukan kawasan di perairan terumbu karang dan laut yang sesuai untuk
COREMAP

59

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

penangkapan ikan karang dan ikan pelagis yang bernilai ekonomis penting. Analisis
dilakukan dengan memadukan karakteristik daerah penangkapan dengan persyaratan
dari masing-masing daerah penangkapan yang telah dijelaskan dalam Bab III. Penilaian
kesesuaian dilakukan dengan cara pemberian skoring dan pembobotan. Berikut adalah
hasil analisis kesesuaian lahan untuk daerah penangkapan ikan karang dan ikan pelagis.
4.3.1 Daerah Penangkapan Ikan Karang
Sebanyak kurang lebih 30 satuan lahan terumbu karang dianalisis untuk daerah
penangkapan ikan karang. Satuan lahan merupakan terumbu karang dangkal, dalam
dan karang.gosong yang dikelompokkan kedalam 10 satuan gugus pulau dan pulau.
Hasil analisis kesesuaian lahan disajikan pada Tabel 20 dan Gambar 12.
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan dengan memadukan persyaratan
daerah penangkapan ikan karang dan karakteristik terumbu karang, daerah
penangkapan ikan karang dikelompokkan atas tiga kelas, yaitu kelas sangat sesuai
(S1), kelas sesuai (S2) dan kelas sesuai bersyarat (S3). Kelas sangat sesuai (S1)
memiliki nilai kesesuaian lahan sebesar 80% dan dijumpai pada Gugus Pulau Wundi
dan Gugus Pulau Dauwi. Gugus pulau wundi terdiri dari terumbu karang Pulau
Wundi, Pulau Urev, Pulau Mansurbabo dan karang gosong. Gugus Pulau Dauwi
terdiri dari terumbu karang Pulau Nukori, Pulau Dauwi, Pulau Wamsoi, Pulau Runi,
Pulau Workbondi, Karang Urbinai dan Karang Kasinampia. Parameter pendukung
lahan kelas ini adalah kedalaman perairan, kecerahan, kondisi terumbu karang dan
kelimpahan ikan karang, sedangkan faktor yang kurang mendukung adalah perubahan
cuaca.
Kelas sesuai (S2) memiliki nilai kesesuaian sebesar 72 76%. Kelas tersebar
di terumbu karang Gugus Pulau Auki, Pulau Nusi, Pulau Pakreki, Pulau Mbromsi dan
Pulau Pasi. Gugus Pulau Auki terdiri dari Pulau Auki, Pulau Rarsbar dan Pulau
Yumni. Dibandingkan dengan kelas sangat sesuai, faktor yang kurang mendukung
adalah kelimpahan ikan karang dan perubahan cuaca, sedangkan faktor lain cenderung
sama.
Kelas sesuai bersyarat (S3) memiliki nilai kesesuaian sebesar 64% dan
tersebar di terumbu karang Pulau Pai, Karang Insarorki, Karang Wundumimas, Gugus
Pulau Padaidori dan Gugus Pulau Mangguandi. Terumbu karang Gugus Pulau
Padaidori terdiri dari Pulau Padaidori, Pulau Yeri dan Pulau Yeri kecil. Faktor yang
COREMAP

60

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

kurang mendukung selain kelimpahan ikan karang juga topografi dasar perairan dan
perubahan cuaca.
Tabel 20.
Kelas Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Karang (kel. target)

No

Gugus Pulau

Kelas Kesesuaian Lahan


Sesuai
Bersyarat Tdk sesuai
(S2)
(S3)
(N)

Sgt sesuai
(S1)

I Padaido bawah
1 Gugus pulau Auki
2 Gugus pulau Wundi
3 Nusi
4 Pai
5 Karang Insarorki
6 Karang Wundumimas
II Padaido atas
1 Pakreki
2 Gugus pulau Padaidori
3 Mbromsi
4 Pasi
5 Gugus pulau Mangguandi
6 Gugus pulau Dauwi
7 Karang Mansawayomni
8 Karang Urbinai
9 Karang Kasinampia
Sumber : Hasil analisis SIG

15'00" L S

KESESUAIAN DAERAH PENANGKAPAN


IKAN PELAGIS DAN KARANG
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO

Biak

karang Wundumimas

Padaidori
Yeri

karang Kasinampia

a to

Dauwi
uan di
Mangg

Runi

Sesuai
Sesuai bersyarat

Kebori

gosong W ararasowe

PETUNJUK LETAK PETA

30

60

Kilometer

Rasi

Pula u Bi ak
Kabuapaten Bi akN umf or

karang Mansawayomni

030'

g
ran
ka

Mansurbabo

Wamsoi

Sesuai pelagis kecil

Sangat sesuai

100'

La

au

Nukori

Nusi

Urev

Sesuai pelagis besar dan kecil

Ikan karang (target group)

Samakur
Pulau Karang

Pasi

karang Urbinai

116'00" L S

P ul

goo
n

g
ran
ka

Wurki

10

Ikan pelagis

Workbondi

Pakreki

Wundi

5
Ki l o m e t e r

Mbromsi

Keterangan :

la u

Rarsbar

karang Ins arorki

Pai

Pulau Karang

Yumni

Pu

lW
und
i

Auki

110'30" L S

Yeri Kecil

Ds
i t ri kPad aido

Selat Yapen

000'

13600'

13630'

e la
S
t Y
a p
e n

300'

WILAYAH YANG DIP E TAKAN


PROV IN SI PAPU A

600'

121'30" L S

13530'

u la
P
u Ba
i k
a b
K
ua
p a
t n
e B a
i k
N u fm ro
is tr k
D
i a
P d
a id o

300
Kilo meter
13300'

13616'30" BT

13622'00" BT

13627'30" BT

13633'00" BT

600
13600'

13900'

13638'30" BT

Gambar 12. Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Karang


COREMAP

61

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

4.3.2 Daerah Penangkapan Ikan Pelagis


Berdasarkan hasil analisis kesesuaian daerah penangkapan ikan pelagis yang
disajikan pada Tabel 21, Gambar 13, perairan laut di kepulauan Padaido, baik yang
mengelilingi GPP Padaido Bawah dan GPP Padaido Atas maupun perairan laut
lagoon Atol Wundi sesuai untuk daerah penangkapan ikan pelagis dengan nilai
kesesuaian sebesar 82,222% sampai 86,667%. Perairan lagoon Atol Wundi sesuai
untuk daerah penangkapan ikan pelagis kecil, sedangkan perairan laut dalam yang
mengelilingi GPP Padaido sesuai untuk daerah penangkapan ikan pelagis kecil dan
besar. Faktor yang mendukung perairan sesuai untuk daerah penangkapan ikan pelagis
adalah parameter oseanografi perairan seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut,
kecerahan perairan dan tidak adanya pencemaran. Faktor yang kurang mendukung
adalah perubahan cuaca.
Tabel 21. Kelas Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Pelagis
No

Kelas Kesesuaian Lahan


Sesuai
Tdk sesuai
(S)
(N)

Lokasi

1 Perairan pulau-pulau atol Wundi


2 Perairan pulau Pakreki
3 Perairan gugus pulau Mbromsi
4 Perairan gugus pulau Dauwi
5 Perairan lagoon atol Wundi
Sumber : Hasil analisis SIG

15'00" L S

KESESUAIAN DAERAH PENANGKAPAN


IKAN PELAGIS DAN KARANG
KEPULAUAN PADAIDO
DISTRIK PADAIDO

Biak

karang Wund umimas

Padaidori
Yeri

ato

Pulau Karang

Dauwi
uan di
Mangg

Wamsoi

Runi

Sangat sesuai

Sesuai pelagis kecil

Sesuai
Sesuai bersyarat

Kebori

gosong W ararasowe

PETUNJU K LETAK PETA

30

60

Kilometer

Rasi

Pula u Bi ak
Kabuapat en Bi akN umf or

karang Mans awayomni

030'

La

Samakur
Nukori

Sesuai pelagis besar dan kecil

Ikan karang (target group)

100'

g
ran
ka

karang Urbinai

Pasi

Urev

Mansurbabo

10

Ikan pelagis

Workbondi

Nusi

5
Ki l o m e t e r

116'00" L S

au
P ul

Wurki

Keterangan :
Mbromsi

Wundi

goo
n

g
ran
ka

karang Kasinampia

Pakreki

la u

Rarsbar

karang Insarorki

Pai

Pulau Karang

Yumni

Pu

lW
und

Auki

110'30" L S

Yeri Kecil

Dist ri kPad aido

Selat Yapen

000'

13600'

13630'

e la
S
t Y
ap
e n

300'

WILAYAH YANG DIPE TAKAN


PROV IN SI PAPU A

600'

121'30" L S

13530'

u la
P
u Ba
i k
a b
K
ua
p a
t n
e B a
i k
N u fm ro
is tr k
D
i a
P d
a id o

300
Kilometer
13300'

13616'30" BT

13622' 00" BT

13627'30" BT

13633' 00" BT

600
13600'

13900'

13638'30" BT

Gambar 13. Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan Demersal dan Pelagis


COREMAP

62

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Pemanfaatan

potensi

sumberdaya

lahan

pesisir

dan

laut

yang

sesuai

peruntukkannya adalah budidaya rumput laut (13.349,005 ha), budidaya teripang


(13.348,915 ha), budidaya ikan dalam keramba (3.692,808 ha), pariwisata pesisir
(11.378,337 ha), penangkapan ikan karang (15 lokasi) dan ikan pelagis (5 lokasi).

5.2 SARAN
(1)

Lahan pesisir perairan ternyata tidak hanya sesuai untuk satu peruntukkan tetapi
sesuai juga untuk peruntukkan lain, seperti perikanan budidaya, pariwisata pesisir,
perikanan tangkap (ikan karang & pelagis kecil) dan jalur transportasi perahu
nelayan. Untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang diperlukan penyusunan
matriks keserasian (compatibility matrix) antar kegiatan pembangunan di wilayah
pesisir dan laut pulau-pulau kecil.

Penyusunan dilakukan dengan melibatkan

pihak-pihak yang berkompeten terutama masyarakat adat.


(2)

Alokasi kegiatan pembangunan pada lahan atau kawasan yang sesuai harus
mempertimbangkan daya dukung (daya tampung) kawasan atau lahan. Selain itu,
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kapasitas asimilasi lingkungan
perairan yang sesuai untuk budidaya ikan dengan keramba terhadap beban limbah
yang masuk untuk menghindari kerusakan atau degradasi lingkungan.

COREMAP

63

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan Liviawati, E., 1993. Budidaya Rumput Laut dan cara Pengolahannya.
Penerbit Bhratara Jakarta.
Arifin, T. 2001. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir Dan Arahan Pengembangan nya
Bagi Pariwisata Bahari Di Teluk Palu Propinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Atmadja, W.S., Sulistijo dan H. Mubarak, 1970. Potensi, Pemanfaatan dan Prospek
Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Badan Pengembangan Ekspor
Nasional. Dep. Perdagangan dan Koperasi; Jakarta. 13 hal.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Biak Numfor, 2002. Biak Numfor Dalam Angka 2001.
Kerjasama dengan BP3D Kabupaten Biak Numfor.

[BPS] Biro Pusat Statistik Biak, 2003. Sensus Pertanian 2003.


Chapman, V.J., 1949. Seaweed and their uses. Methuen and Co. Ltd. London: 287 pp.
Clark, J. 1974. Coastal Ecosystems. Ecological Consideration For Management of The
Coastal Zone. The Conservation Foundation, Washington, D.C.
______. 1996. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publishers.
[COREMAP] Coral Rehabilitation and Management Project Reports, 2001. Reef Health
Status of Padaido, Biak. Baseline Survey May 2001. Prepared by CRITIC Biak and
AMSAT Ltd.
________________________________________________________,
2003.
Reef
Health Status of Padaido, Biak. Baseline Survey May 2003. Prepared by CRITIC Biak.
Dahuri, R. 1998. Pendekatan ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-Pulau Kecil
Berkelanjutan. Dalam Prosiding Seminar Dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau
Kecil Di Indonesia. Jakarta, 7 10 Desember 1998. Kerjasama Departemen Dalam
Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA, BPPT, dan
Coastal Resouces Management Project (CRMP) USAID.
________. 2000. Kebijakan dan Program Nasional Mengembangkan Potensi PulauPulau Kecil Sebagai Pusat Riset dan Industri Yang Berkelanjutan Dengan Basis
masyarakat. Disampaikan Pada Seminar Nasional Memperingati Tahun Bahari dan
Ulang Tahun Dati I Sulut. Universitas Sam Ratulangi, Manado, 18 Oktober 2000.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001. Pedoman Umum Pengelolaan PulauPulau Kecil Yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat.
COREMAP

64

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

____________________________________, 2002. Pedoman Umum Penataan Ruang


Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
a

____________________________________, 2002 . Pedoman Umum Perenca- naan


Pengelolaan Pesisir Terpadu.
Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL., 2003. Daftar Pasang Surut.
Fakultas Perikanan IPB, 1998. Studi Penetapan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut
Di Kepulauan Seribu. Laporan Akhir. Kerjasama Dengan Dinas Perikanan daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
Ginting, S.P., 1998. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Di Sulawesi Utara
Dapat mengancam Kelestariannya. P.30-43 Vol 1. N0.2. Jurnal Pesisir dan Lautan,
PKSPL-IPB, Bogor.
Hehanussa, P.E., G.S. Haryani, M.Fakhrudin, dan H.wibowo. 1998. Ketersediaan Air
Sebagai dasar Perencanaan Pengembangan Kapet di Pulau Biak, Irian Jaya. Dalam
Prosiding Seminar Dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia.
Jakarta, 7 10 Desember 1998. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat
Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA, BPPT, dan Coastal Resouces
Management Project (CRMP) USAID.
Hukom, F.D., La Tanda, Yonas Lorwens dan Sam Wouthuyzen., 2001. Sensus Ikan
Karang Di Pulau-Pulau Padaido. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi
Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon.
Hutahaean W., S. Wouthuyzen dan T. Wenno., 1995. Kondisi Oseanografi Wilayah
Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya. Dalam Status Ekosistem Wilayah Pesisir Pulau Biak
dan Sekitarnya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut,
Ambon.
Hutomo, M., B.S. Soedibjo dan Milya Rosanty,. 1996. Prosiding Seminar
Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Ihsan, Y.N., 2002. Kajian Pengembangan Budidaya Laut: Pengaruhnya Terhadap
Kesejahteraan Masyarakat Pesisir (Studi Kasus Budidaya Rumput Laut Di Kelurahan
Pulau Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu). Tesis. Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Indriani, H dan Sumiarsih, E., 2001. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput
Laut. Penebar Swadaya.
Kabupaten Biak Numfor, 2000. Kecamatan Padaido Dalam Angka.

COREMAP

65

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Koswara, A., 1998. Hubungan Antara Kelurusan Sesar Inderaan Jauh dan Bencana
Alam Geologi di Kepulauan Biak, Irian Jaya. Dalam Jurnal Geologi dan Sumberdaya
Mineral, No. 84, Vol. VIII, Bandung.
Laksono, P.M., Tjahjono P., Adi M., Aprilia B.H., Gunawan, dan Tranpiosa R., 2001.
Kepulauan Padaido Haruskah Habis terkuras. Pusat Studi Asia Pasifik Universitas
Gajah Mada bekerjasama dengan Yayasan RUMSRAM dan KEHATI.
Nontji, A., 2002. Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Penerbit Djambatan.
Novaczek, I. 1997. Laporan Penelitian Biologi : Kondisi Terumbu Karang, Ikan dan
Perikanan di Saba, Wundi dan Dawi, Kepulauan Padaido. Tim Monitoring Biologi,
Yayasan Hualopu.
Okazaki, A., 1973. Seaweed and their uses in Japan. Tokai University Press. Tokyo:
165 pp.
Kabupaten Biak Numfor, 2001. Kecamatan Padaido Dalam Angka 2000.
Papalia, S., 2001. Distribusi dan Komposisi Jenis Rumput Laut Di Perairan Pulau-Pulau
Padaido Biak, Irian Jaya. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan
Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon.
Pratiwi, E. dan Ismail, W., 2004. Perkembangan Budidaya Rumput Laut Di Pulau Pari.
Warta Penelitian Perikanan Indonesia, Edisi Akuakultur. Volume 10 Nomor 2,2004.
Razak, T.B. dan Marlina N. 1999. Laporan Kegiatan. Studi Kajian Singkat Sumber
Daya hayati Laut Kepulauan Padaido. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi).
Kerjasama Yayasan Rumsram dan Kehati.
Romimohtarto K. dan Juwana S., 1999. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota
Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI Jakarta.
Sapulette dan Peristiwady, 1994. Evaluasi sumberdaya Laut di Biak. Laporan Kemajuan
Triwulan I, Tahun Anggaran 1993/1994, LON-LIPI, Ambon.
Soehaimi A., Lumbanbatu U.M., Hayat Z., Moechtar H., Padmawidjaja T., dan Firdaus
M., 1999. Neotektonik dan Kegempaan P. Biak dan Sekitarnya. Dalam Jurnal Geologi
dan Sumberdaya Mineral, No. 39, Vol. XI, Bandung.
Souhoka, J., dan Yonas Lorwens., 2001. Kondisi Terumbu Karang Di Pulau-Pulau
Padaido. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di
Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut,
P3O-LIPI Ambon.
Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002. Unsur-Unsur Cuaca Tahun
2002.

COREMAP

66

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

Suharsono dan F.W. Leatemia. 1995. Kondisi Terumbu Karang Pulau-Pulau Padaido
Dan Potensi Padaido Sebagai Daerah Tujuan Wisata. Balitbang Biologi, Puslitbang
Oseanologi-LIPI, Jakarta dan Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI,
Ambon. Dalam Prosiding Seminar Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak
Numfor. Jakarta, 26 29 Juli 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan OseanologiLIPI, Jakarta.
Sunyoto, P. 2000. Pembesaran Kerapu Dengan Karamba, Jaring Terapung. PT. Penebar
Swadaya, Depok.
Sutaman, 2003. Petunjuk Praktis Budidaya Teripang. Penerbit Kanisius.
Taurusman, A. A., 1999. Model Sedimentasi Dan Daya Dukung Lingkungan Segara
Anakan Untuk Kegiatan Budidaya Udang. Tesis. Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Tiensongrusmee, B., S. Pontjoprawiro dan I. Soedjarwo., 1986. Site Selection for the
Culture of Marine Finfish in Floating Net-cages.
Waas, H.J.D., 2004. Analisis Daerah Potensial Penangkapan Cakalang (Katsuwonus
pelamis) dan Madidihang (Thunnus albacares) Di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Wong, P.P. 1991. Coastal Tourism in Southeast Asia.International Center for Living
Aquatic Resources Management, Philippines.
Wouthuyzen, S., 1995. Status Ekosistem Wilayah Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya.
Laporan Akhir Tahun Anggaran 1994/1995. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Pusat Penelitian dan pengembangan Oseanologi, Balai Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Laut, Ambon.
_____________, O.K. Sumadhiharga, F.W. Leatemia, dan A.J. Sihainenia. 1995.
Inventarisasi Sumberdaya Hayati Laut Di Wilayah Pesisir Kabupaten Biak-Numfor.
Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Ambon dan Konsultan
MREP untuk Propinsi Maluku dan Irian Jaya. Dalam Prosiding Seminar Pengembangan
Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Jakarta, 26 29 Juli 1995. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta.
_____________, D. Sapulete dan A. Nanlohy., 2001. Analisa Citra Satelit Landsat-5
TM Untuk Memetahkan Perairan Dangkal Pulau-Pulau Padaido. Laporan Akhir
Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan Pulau-Pulau
Padaido. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon.
Yayasan Hualopu, 1997. Sustainable Community Based Marine Resource Management
and Conservation in Padaido Island Biak. Bekerjasama dengan Yayasan Rumsram,
Biak, Irja, Indonesia.
Yayasan Rumsram, 2000. Profil Kepulauan Padaido.
Yayasan Terangi Dan LIPI-BIAK. 2000. Studi Kondisi dan Potensi Sumber Daya Laut
Di Pulau-Pulau Kecil Kepulauan Padaido. Kerjasama Yayasan Rumsram dan Yayasan
Kehati.
COREMAP

67

PENELITIAN ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN PESISIR DAN LAUTAN UNTUK


PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

COREMAP

68

Anda mungkin juga menyukai